Surat Kabar Media Aesculapius (SKMA) edisi Juli-Agustus 2020

Page 1

Media Aesculapius Surat Kabar

Kedokteran dan Kesehatan Nasional Terbit Sejak 1970

Juli-Agustus 2020 / Edisi 03 / Tahun XLIX / ISSN 0216-4996

@MedAesculapius |

IPTEK

MA INFO

Cermat Diagnosis Batu Saluran Kemih

hlm

4

Therapeutic Plasma Exchange dan Covid-19: Seberapa Menjanjikan? hlm 5

beranisehat.com |

0896-70-2255-62

KABAR ALUMNI

Secarik Kisah di Pulau Banggai hlm

7

Dilema Penerapan New Normal: Sehat atau Melarat? Memastikan stabilitas perekonomian sejalan dengan pengendalian penularan virus

P

andemi Covid-19 tampaknya belum akan berakhir dalam waktu dekat. Indonesia sendiri terus menunjukkan lonjakan jumlah kasus positif setiap harinya. Meskipun kian memprihatinkan, pelaksanaan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang diharapkan mampu menekan angka penularan tidak dilanjutkan karena memicu keresahan publik. Adanya keterpurukan ekonomi disertai kegelisahan masyarakat yang merasa semakin terkungkung memaksa pemangku kebijakan untuk mulai memikirkan jalan keluar terbaik. Konsep New Normal, Usaha Win-Win Solution? Demi menjawab keresahan masyarakat sembari mengontrol penularan Covid-19, pemerintah memilih untuk melonggarkan aturan PSBB secara bertahap dengan mengusung konsep PSBB transisi atau dikenal sebagai “new normal”. Pada skenario tersebut, beberapa kegiatan yang sebelumnya dilarang semasa PSBB, seperti aktivitas perkantoran di luar delapan sektor esensial hingga kegiatan keagamaan di rumah ibadah secara bertahap diperbolehkan dengan tetap menaati protokol kesehatan. “Jadi memang kita kembali melakukan kegiatan, tetapi dengan kebiasaan baru,” tegas Dr. dr. Erlina Burhan, M.Sc, SpP(K), Juru Bicara Tim Penanganan Covid-19 RSUP Persahabatan. Pada dasarnya, new normal merupakan salah satu dari tiga standar yang dapat diterapkan dalam penanggulangan Covid-19. Standar paling ideal adalah lockdown atau karantina wilayah, yaitu pembatasan pergerakan bagi seluruh penduduk di suatu wilayah. “Wuhan, Cina adalah model terbaiknya. Hanya transportasi yang dibiayai pemerintah yang

diperbolehkan di jalan,” terang dr. Syahrizal Syarif, MPH, Ph.D, Ahli Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Standar kedua atau standar esensial adalah PSBB yang memperbolehkan beberapa sektor esensial tetap berjalan. Apabila kondisi wabah sudah memenuhi syarat pelonggaran, standar minimal atau new normal dapat diterapkan. “Contohnya adalah menggunakan masker ketika keluar rumah, menjaga jarak, dan mencuci tangan atau menggunakan hand sanitizer,” jelas Syahrizal. Sudah Tepatkah Diterapkan di Indonesia? Beberapa pihak Aqilla/MA memandang new normal sangat dibutuhkan untuk memutar kembali roda perekonomian yang tersendat. Pasalnya, PSBB sangat menghambat kegiatan ekonomi di berbagai tahapan, mulai dari kegiatan produksi, distribusi, hingga kegiatan transaksi di pasar. “Dari sisi ekonomi, new normal memang tidak memecahkan masalah, tapi setidaknya sedikit membantu,” ungkap T.M. Zakir Sjakur Machmud, M.Ec., Ph.D., Ketua UKM Center Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Indonesia. Meskipun demikian, protokol kesehatan yang sesuai harus tetap diterapkan dalam seluruh kegiatan perekonomian. “Yang penting nyawanya dulu selamat, sehat, dan aman, baru dia bisa bekerja dan produktif,” tambah Zakir. Di sisi lain, tak sedikit pihak yang menilai bahwa strategi new normal belum saatnya untuk diberlakukan di Indonesia. Jumlah kasus dan kematian yang terus bertambah menjadi

bukti bahwa penularan Covid-19 di Indonesia belum bisa dikendalikan. “Belum, belum siap. Saya malah menyatakan PSBB-nya kita ini masih harus diperketat,” tegas Erlina. Selain itu, Indonesia ternyata juga belum memenuhi enam kriteria pelonggaran yang ditetapkan WHO. “Syarat pertama adalah terlihat konsistensi penurunan kasus Covid-19 dalam tujuh hari. Indonesia kan tidak, jadi syarat pertama saja tidak terpenuhi,” ungkap Syahrizal. Tidak Lepas dari Permasalahan Pelaksanaan new normal sangat memerlukan kesadaran masyarakat demi mencapai kestabilan ekonomi diiringi dengan penyebaran virus yang terkendali. Sayangnya, masyarakat masih terkesan menganggap remeh penyakit dan mengabaikan protokol kesehatan. Survei yang dilakukan oleh Imperial College Singapore menunjukkan bahwa masih banyak warga Indonesia yang memandang Covid-19 sebagai perkara remeh-temeh dan tidak perlu ditakuti. Tak sedikit pula yang merasa tidak perlu menggunakan masker atau menjaga jarak di tempat umum. “Saya kira untuk sebagian masyarakat, yang diingat cuma “normal”-nya, tidak ingat “new”-nya,” pungkas Erlina. Kurangnya sosialisasi disinyalir menjadi penyebab utama munculnya permasalahan tersebut. Di daerah, masyarakat tidak memiliki akses informasi dan perhatian yang cukup mengenai Covid-19. Rendahnya angka temuan Covid-19 di daerah membuat masyarakat merasa kebal dan bebas dari penyakit. Padahal rendahnya angka tersebut bisa saja disebabkan oleh kapasitas pemeriksaan yang minim. Sebaliknya, masyarakat perkotaan dihadapkan

Wacana Herd Immunity Lawan Covid-19 Kekebalan imunitas terbukti efektif dalam memutus mata rantai penularan sejumlah penyakit infeksi. Bagaimana dengan Covid-19?

D

i tengah hiruk pikuk penanganan Covid-19, salah satu wacana yang hangat diperbincangkan adalah pendekatan herd immunity atau kekebalan komunitas. Istilah tersebut merujuk pada usaha membangun kekebalan sebagian besar populasi terhadap suatu penyakit sehingga dapat melindungi populasi lainnya yang tidak memiliki imunitas. Persentase populasi yang kebal untuk memenuhi syarat kekebalan komunitas bervariasi, tergantung pada basic reproduction number (R0) yang menunjukkan daya tular masing-masing penyakit. “Pada Covid-19 dengan R0 sekitar tiga atau empat, persentase populasi kebal cukup

65%,” terang Syahrizal. Kekebalan komunitas dapat dicapai melalui dua cara, yakni secara aktif dengan vaksinasi maupun secara natural dengan membiarkan masyarakat terinfeksi sehingga tercipta kekebalan alamiah dalam tubuh orang tersebut. Secara umum, kondisi tersebut hanya bisa terwujud saat vaksin sudah tersedia sebab persentase populasi kebal yang besar hanya dapat tercapai melalui imunisasi. “Ketika vaksin belum ada, membicarakan kekebalan komunitas tidaklah relevan,” tandas Syahrizal Mengingat vaksin Covid-19 belum tersedia, opsi yang ramai dibicarakan saat ini adalah

sengaja membiarkan orang terinfeksi. Namun, penerapan kekebalan natural dinilai tak sesuai dengan karakteristik penyakit Covid-19. “Sejauh ini, tidak ada bukti bahwa Covid-19 dapat memberikan imunitas permanen, berbeda dengan penyakit campak dan rubella,” jelas Syahrizal. Tak sedikit pula pihak yang menentang opsi tersebut atas dasar moral. “Itu tidak etis, sengaja membiarkan orang sakit untuk mencapai kekebalan. Manusia tidak dapat disamakan dengan hewan ternak,” tegas Erlina. WHO sendiri telah melarang herd immunity tanpa vaksin lantaran bisa menimbulkan kematian pada kelompok rentan. amanda, icha

dengan informasi yang begitu masif di dunia maya. “Masalahnya, tidak ada lembaga yang berusaha mengklarifikasi atau menerangkan setiap informasi. Saya lihat di Indonesia tidak ada,” jelas Erlina. Menanggapi persoalan tersebut, sejumlah ahli kemudian menyarankan beberapa strategi yang dapat dilakukan, salah satunya adalah meminta pemerintah daerah untuk lebih gencar menyebarkan edukasi sederhana menggunakan bahasa awam dengan menggandeng tokoh masyarakat. Strategi lainnya adalah pemberlakuan sanksi berbayar kepada pelanggar protokol kesehatan. “Negara lain juga melakukan, contohnya Singapura. Denda saja, supaya menimbulkan efek jera,” tandas Syahrizal. Usulan lainnya adalah kembali melaksanakan PSBB dengan tingkat keketatan yang lebih fleksibel sesuai kondisi kasus setiap minggunya. “Harus lentur, kalau memang perlu diperketat, harus diperketat,” tegas Erlina. Masyarakat juga diharapkan dapat lebih bersabar menjalankan kedisiplinan demi memutus mata rantai penularan. “Short term pain, long term gain,” sambung Erlina. Meskipun pelaksanaannya masih jauh dari kata ideal dan terkesan dipaksakan, penerapan konsep new normal menawarkan solusi sementara untuk memperbaiki kondisi sosioekonomi Indonesia. Pembatasan fisik dan sosial yang mulai dilonggarkan harusnya ditanggapi lebih serius oleh seluruh pihak, terutama pemerintah dan masyarakat. Kerja sama seluruh sektor dalam menjaga kedisiplinan adalah kunci suksesnya penerapan new normal. amanda, icha

SKMA untuk Anda! Mari bersama membuat SKMA menjadi lebih baik.

!

1. Apakah konten SKMA bermanfaat/ relevan dengan kondisi kesehatan saat ini? 2. Apakah anda masih membutuhkan SKMA edisi selanjutnya? Jawab dengan format: Nama-Umur_Kota/Kabupaten_Unit Kerja_ Jawaban 1_Jawaban 2 Contoh: Rudiyanto_43_Jakarta Pusat_RSCM_Ya_Ya Kirim melalui WhatsApp/SMS ke 0896-702255-62 atau mengisi formulir pada bit.ly/ LanggananSKMA Lima orang pengisi survei yang beruntung akan mendapatkan cenderamata dari Media Aesculapius


2

JULI - AGUSTUS 2020

DARI KAMI Penerapan new normal menuai kontroversi sana sini. Isu ekonomi yang kian mencekik diduga menjadi alasan utama pemerintah memilih konsep new normal sebagai jalan keluar terbaik. Ulasan lengkapnya tersaji di rubrik headline. Di balik isu Covid-19 yang tak ada habisnya, isu rasialisme dan represi terhadap kelompok ras tertentu kembali mencuat. Kematian pria berkulit hitam di Amerika Serikat lantas memicu protes keras dari sejumlah negara, termasuk Indonesia. Isu rasialisme terhadap warga Papua kemudian diangkat ke permukaan sebagai cerminan adanya diskriminasi ras dan etnis di Indonesia. Simak ulasan lengkapnya di MA fokus! Situasi pandemi mengharuskan tenaga kesehatan beradaptasi dalam menjalankan sejumlah praktik kesehatan. Simak penjelasan mendalam terkait praktik pemberian resusitasi jantung paru selama masa pandemi di rubrik klinik! Penularan virus corona yang tak kunjung berhasil ditekan menggugah ilmuwan untuk meniliti khasiat berbagai obat dalam menyembuhkan Covid-19. Belum lama ini, penelitian di Inggris menemukan bahwa deksametason memiliki khasiat dalam menurunkan angka kematian pasien Covid-19 bergejala berat. Ulasan mendalam terkait deksametason tersaji di rubrik ilmiah populer. Sudah menjadi kewajiban seorang dokter untuk mengabdikan diri demi kemanusiaan. Pengabdian di ujung timur Sulawesi menyisakan kisah yang layak untuk dibagikan. Kisah menarik lainnya datang dari seorang dokter ahli jantung yang tetap rutin menjalankan hobi bermusiknya di tengah kesibukan. Kegemarannya pada musik orkestra dan paduan suara berhasil membawanya meraih sejumlah penghargaan penting. Simak kisah kedua dokter inspiratif tersebut di rubrik Liputan! Akhirnya, selamat menikmati sajian informasi yang kami suguhkan di edisi ini. Semoga akan selalu ada hikmah di setiap kabar yang kami sampaikan.

Nur Afiahuddin Tumpu Pemimpin Redaksi

MA FOKUS

D

Papua di Tengah Bara Rasialisme

i tengah riuh rendahnya dunia menghadapi pandemi, isu rasialisme dan represi mencuat. Kematian George Floyd, pria berkulit hitam yang diduga tewas di tangan oknum aparat Amerika Serikat, berhasil memantik kemarahan publik. Sejumlah aksi unjuk rasa besar-besaran pun digelar sebagai bentuk perlawanan terhadap segala bentuk penindasan pada kelompok ras tertentu. Gerakan “Black Lives Matter” sengaja diusung untuk menunjukkan bahwa warga berkulit hitam di Amerika Serikat memiliki hak yang sama sebagai manusia dan tak sepantasnya mendapatkan perlakuan berbeda. Gerakan demonstrasi tersebut kemudian menginspirasi sejumlah negara, termasuk Indonesia, untuk membahas isu serupa. Momentum kematian George Floyd banyak dihubungkan dengan situasi masyarakat Papua yang diduga sering diperlakukan rasis dan direpresi aparat. Bagaikan fenomena gunung es, isu rasial terhadap warga Papua seakan tak ada habisnya. Padahal UU No. 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis dengan tegas menjelaskan bahwa segala bentuk perilaku rasial tidak dapat dibenarkan. Namun, aturan tersebut tampaknya tidak berhasil menumpas rasialisme di tengah masyarakat. Rendahnya pengetahuan masyarakat tentang rasialisme disinyalir menjadi penyebabnya. Tak banyak yang paham tentang seberapa besar dampak dari perilaku rasial. Alhasil, warga lebih mudah terprovokasi dengan konten-konten berbau rasialisme yang berseliweran di dunia maya. Di sisi lain, pola pikir sejumlah warga Papua juga perlu diluruskan. Ketidakpuasan sosial yang telah berlangsung bertahun-tahun berimbas pada munculnya krisis kepercayaan warga Papua pada pemerintah Indonesia. Imbasnya, tak sedikit warga Papua mengidap nasionalisme ganda, hidup dan tinggal di wilayah NKRI namun merasa tersisihkan karena perlakuan tidak baik yang diterima. Isu rasialisme yang mencuat belakangan ini semestinya menjadi momentum dalam memperkuat penghapusan diskriminasi ras dan etnis. Jika terus dibiarkan, praktik diskriminasi dan represi pada kelompok minoritas akan terus berlangsung. Implementasi aturan yang tegas mengenai penindakan terhadap pelaku rasialis dan penyebaran informasi terpercaya bisa menjadi opsi yang tepat. Pemerintah harus pula memastikan kesejahteraan seluruh warganya, termasuk kelompok minoritas. Masyarakat sendiri diharapkan mampu berperan sebagai garda terdepan dalam melawan segala bentuk perilaku rasial. Untuk itu, kerja sama seluruh pihak menjadi kunci penyelesaian masalah kronis ini.

KLINIK MA INFO

B

MEDIA

AESCULAPIUS

Cermat Diagnosis Batu Saluran Kemih

Keadaan klinis batu saluran kemih begitu bervariasi. Jangan sampai ada kasus yang terlewat!

atu saluran kemih (BSK) adalah kondisi terbentuknya batu di saluran kemih (ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra). BSK menjadi kasus urologi paling sering dijumpai di Indonesia. Laki-laki diketahui lebih sering menderita penyakit tersebut daripada perempuan dengan perbandingan 3:1. Puncak insiden BSK terjadi pada rentang usia 40-50 tahun. Kejelian anamnesis dan pemeriksaan lanjutan memegang peran penting dalam penegakan diagnosis. Anamnesis Diagnosis BSK dimulai dengan melihat kondisi klinis pasien. Keluhan utama pasien sangatlah bervariasi. Pasien bisa datang dengan keluhan sakit pinggang ringan hingga berat, hematuria, disuria, retensi urin, anuria, atau bahkan tanpa keluhan sama sekali. Keluhan biasanya disertai dengan penyulit, seperti demam dan tanda-tanda gagal ginjal. Faktor risiko tinggi pembentukan batu perlu digali dalam anamnesis. Selain itu, riwayat penyakit dahulu yang berhubungan dengan BSK juga perlu ditanyakan. A Pasien dengan riwayat BSK di usia a/M Vin muda memiliki risiko tinggi kambuh di kemudian hari. Penyakit lain yang menjadi faktor risiko BSK, antara lain hiperparatiroidisme, nefrokalsinosis, sindrom metabolik, dan penyakit saluran cerna. Pola makan dan minum pasien juga perlu digali saat anamnesis. Asupan cairan sedikit, garam berlebih, kurang konsumsi sayur dan buah serta asupan kalsium dan/ atau protein berlebih dapat menjadi faktor predisposisi terbentuknya BSK. Riwayat pengobatan dan konsumsi suplemen, seperti probenesid, inhibitor lipase, vitamin C, vitamin D, kalsium, dll. juga penting untuk didalami. Apabila terdapat keraguan dalam diagnosis BSK pada pasien demam atau pasien dengan ginjal tunggal, pencitraan dapat segera dilakukan. Pemeriksaan Fisik Kondisi fisik pasien BSK juga sangat bervariasi, mulai dari tanpa kelainan hingga adanya tanda sakit berat. Semua itu dipengaruhi oleh letak batu dan komplikasi yang ditimbulkan. Pada pemeriksaan fisik umum dapat dijumpai demam, tanda anemia, syok, dan hipertensi.

MEDIA AESCULAPIUS

Pada pemeriksaan fisik urologi dapat dijumpai nyeri tekan, nyeri ketok, dan pembesaran ginjal di sudut kostovertebra. Pada pemeriksaan daerah suprasimfisis dapat ditemukan nyeri tekan, teraba batu, atau kandung kemih yang terkesan penuh. Selain itu, dapat pula teraba batu di uretra. Pada pemeriksaan colok dubur, dapat teraba batu pada kandung kemih dengan palpasi bimanual. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang untuk BSK terdiri atas pemeriksaan laboratorium dan pencitraan. Ikatan Ahli Urologi Indonesia dalam ‘Panduan Penatalaksanaan Klinis Batu Saluran Kemih’ yang diterbitkan pada tahun 2018 merekomendasikan pemeriksaan darah perifer lengkap dan urinalisis. Apabila pasien direncanakan untuk intervensi, maka diperlukan pemeriksaan darah berupa pemeriksaan kadar ureum, kreatinin, natrium, dan kalium serta uji koagulasi. Pencitraan awal yang rutin dilakukan adalah foto polos abdomen yang berguna untuk membedakan batu radiolusen dan radioopak serta menjadi pembanding saat follow-up pasien. Apabila ditemukan batu, modalitas pencitraan selanjutnya adalah USG. Pada pasien dengan nyeri punggung bawah akut, pemeriksaan CT-scan nonkontras bisa dilakukan setelah pemeriksaan USG selesai. CT-scan nonkontras dipilih karena terbukti lebih akurat jika dibandingkan dengan intravenous pyelogram (IVP). CTscan nonkontras dapat menentukan ukuran dan densitas batu. Pemeriksaan IVP dipilih ketika CT-scan nonkontras tidak dapat dilakukan. Pada pasien hamil, USG menjadi modalitas yang direkomendasikan untuk mendeteksi BSK. Apabila ada gejala seperti obstruksi ureter, MRI dipilih sebagai lini kedua. Penggunaan CT-scan dosis rendah direkomendasikan sebagai modalitas terakhir pada ibu hamil. Banyaknya variasi gejala dan tanda yang ditemukan pada pasien BSK membuat kecermatan dalam penegakan diagnosis sangat dibutuhkan. Oleh karena itu, anamnesis dan pemeriksaan yang lengkap dan padu harus dilakukan agar tidak ada kasus BSK yang terlewatkan. sef

Pelindung: Prof. Ari Kuncoro, S.E., M.A., Ph.D. (Rektor UI), Prof. Dr. dr. H. Ari Fahrial Syam, SpPD-KGEH, MMB, FINASIM, FACP (Dekan FKUI) Penasihat: Dr. Arman Nefi, S.H., M.M. (Direktur Kemahasiswaan UI), dr. Affan Priyambodo Permana, SpBS(K) (Koordinator Kemahasiswaan FKUI) Staf Ahli: Seluruh Kepala Bagian FKUI/RSUPNCM, Prof. Dr. Ma’rifin Husein (CHS), dr. Muki Reksoprodjo, dr. Boen Setiawan, dr. Sudarso, dr. E. Oswari, DPH, Prof. Dr. Arjatmo Tjokronegoro, PhD, dr. Hapsara, DPH (Kemenkes RI), dr. Fahmi Alatas, Prof. dr. Marwali Harahap, SpKK, Prof. Dr. Umar Fahmi Achmadi, MPH Pembantu Khusus: Seluruh Alumni Aesculapius dan Media Aesculapius

Pemimpin Umum: Gerald Aldian Wijaya. POSDM: Kevin Tjoa. Pemimpin Produksi: Marthin Anggia Sirait. Tata Letak dan Cetak: Gita Fajri Gustya. Ilustrasi dan Fotografi: Vina Margaretha Miguna. Infografis: Sakinah Rahma Sari. Staf Produksi: Siti Noor Aqilla, Alfianti Fauziah, Ayu Saraswati, Bernadette Jessica, Tania Meirianty, Arfian Muzaki, Aurelia Maria Prajna Saraswati, Hannah Soetjoadi, Mega Yunita, Devi Elora, Nathaniel Aditya, Anthonius Yongko, Kania Indriani, Fiona Valerie, Irfan Kresnadi, Shafira Chairunnisa, Teresia Putri, Hansel T. Widjaja, Itsna Arifatuz, Kelvin Gautama, Kristian Kurniawan, M. Idzhar Arrizal. Pemimpin Redaksi: Nur Afiahuddin Tumpu. Sekretaris Pemimpin Redaksi: Jonathan Hartanto. Chief Editor: Nathalia Isabella, Afiyatul Mardiyah. Redaktur Desk Headline: Jonathan Hartanto. Redaktur Desk Klinik: Billy Pramatirta. Redaktur Desk Ilmiah Populer: Elvan Wiyarta. Redaktur Desk Opini & Humaniora: Aughi Nurul Aqilla. Redaktur Desk Liputan: Mariska Andrea. Reporter Senior: Joanna Erin, Fadlika Harinda, Vanessa Karenina, Aisyah Rifani, Stefanus Sutopo, Reyza Tratama, Nadhira Najma, Renata Tamara, Tiffany R, Alexander Kelvyn, Dina Fitriana, Farah Qurrota, Filbert Liwang, M. Ilham Dhiya, Rayhan Farandy, Yuli Maulidiya, Sheila Fajarina Safety, Jessica Audrey, Lidia Puspita Hasri, Wira Titra Dwi Putra, Prajnadiyan Catrawardhana, Leonardo Lukito Nagaria. Reporter Junior: Albertus Raditya, Alexander Rafael, Amanda Safira, Gabrielle Adani, Ariestiena Ayu, Izzati Diyanah, Kareen Tayuwijaya. Pemimpin Direksi: Nur Zakiah Syahsah. Job dan Promosi: Sean Alexander. KSK: Gilbert Lazarus. SKMA: Vincent Kharisma. Staf Direksi: Engelbert Julyan, Laureen Celcilia, Regine Viennetta, Kevin Tjoa, Gerald Aldian, Mochammad Izzatullah, Andi Gunawan Karamoy, Bunga Cecilia Sinaga, Iskandar Purba, Jeremy Refael, Lowilius Wiyono, Marie Christabelle, Syafira Nurlaila, Alice Tamara, Angela Kimberly, Indah Fitriani, Reganedgary Jonlean, Sabrina Tan, Safira, Amelia, Trienty Batari. Alamat: Media Aesculapius BEM IKM FKUI. Gedung C lantai 4, Rumpun Ilmu Kesehatan, Kampus UI Depok. E-mail: medaesculapius@gmail.com, Rek. 157-0004895661 Bank Mandiri Cabang UI Depok, website: beranisehat.com Alamat Redaksi/Sirkulasi: Media Aesculapius PO BOX 4201, Jakarta 10042. MA menerima kiriman naskah dari pembaca untuk rubrik MA Klinik (khusus untuk dokter dan staf pengajar), Asuhan Keperawatan (khusus untuk perawat dan mahasiswa keperawatan) Sepuki, Suma, Suduk, Kolum, Arbeb, Kesmas, Seremonia, dan Konsultasi (berupa pertanyaan). Kirimkan email permohonan penulisan ke medaesculapius@gmail.com dan kami akan mengirimkan spesifikasi rubrik yang Anda minati.

Dapatkan info terbaru kami: www.beranisehat.com Media Aesculapius

@MediaAesculapius @Beranisehatcom

medaesculapius@gmail.com @wxx0340z

@MedAesculapius


MEDIA

KLINIK

AESCULAPIUS

JULI - AGUSTUS 2020

3

KONSULTASI

Tangani Henti Jantung di Era Covid-19 Pertanyaan:

“Bagaimana cara melakukan RJP pada pasien PDP atau terkonfirmasi Covid-19? Apakah boleh atas indikasi tersebut kita tidak memberikan RJP jika alat pelindung diri yang tersedia sangat terbatas?� – dr. T

C

Jawaban : ardiac arrest (henti jantung) adalah kondisi berhentinya kontraksi jantung dan aliran darah ke otak yang dapat dikenali dengan tidak adanya tanda kehidupan, seperti berhentinya napas dan tidak terabanya nadi. Henti jantung dapat terjadi di dalam atau di luar rumah sakit (out-of-hospital cardiac arrest/OHCA). Penyebab henti jantung, antara lain penyakit jantung koroner (PJK), kardiomiopati, gagal jantung, gangguan elektrolit darah, renjatan (shock), dan gagal napas. Gambaran elektrokardiografi (EKG) henti jantung dapat menunjukkan asistol, fibrilasi ventrikel, atau takikardia ventrikel. Irama jantung yang terlalu cepat atau ketiadaan kontraksi jantung menyebabkan terhentinya pompa jantung dan aliran darah ke organ penting seperti otak. Apabila otak tidak mendapat aliran darah adekuat selama delapan menit, terjadi kerusakan sel permukaan otak yang diikuti dengan hilangnya kesadaran, henti napas, dan tidak terabanya nadi. Oleh karena itu, henti jantung merupakan keadaan darurat yang harus diatasi sesegera mungkin. Resusitasi jantung paru (RJP) merupakan tindakan awal yang harus segera dilakukan pada pasien henti jantung. RJP dilakukan dengan memberikan kompresi tulang dada tengah

sebanyak 100-120 kali/menit sedalam 5 cm atau kompresi dada 30 kali diselingi dengan dua embusan napas buatan melalui mulut sambil menutup hidung pasien. Pemasangan tube napas dapat dikerjakan jika ahli dan peralatan tersedia. RJP dapat dihentikan jika sirkulasi spontan telah kembali, adanya penyakit yang menghambat pemulihan kerja jantung, tidak adanya respons setelah dilakukan RJP selama 20 menit, atau ketika pasien telah meninggal. Pada kasus khusus, seperti bayi baru lahir tanpa denyut jantung selama 10 menit meski sudah dilakukan

Hanna

h/MA

RJP atau henti jantung karena trauma, pemberian RJP dapat dihentikan. Pada tahun 2020, American Heart Association (AHA) menjelaskan bahwa RJP dapat dilakukan baik dengan kompresi saja maupun dengan bantuan napas. RJP dengan kompresi saja baik dilakukan pada menit-menit awal henti jantung untuk menyalurkan oksigen yang tersisa di dalam tubuh menuju organorgan vital. Bahkan, RJP dengan kompresi saja

dapat dilakukan oleh orang yang belum pernah mendapatkan pelatihan RJP. Sementara itu, RJP dengan kompresi dan bantuan napas dapat menyediakan lebih banyak oksigen ke dalam tubuh pasien, tetapi hanya dapat dilakukan oleh orang terlatih. RJP di Masa Pandemi Covid-19 Selama masa pandemi, risiko penularan infeksi memaksa petugas kesehatan untuk mempertimbangkan adanya kemungkinan penularan Covid-19 saat melakukan RJP. Pada kasus henti jantung dewasa di luar rumah sakit, tindakan yang dapat dilakukan adalah menghubungi ambulans, meletakkan kain/ handuk pada mulut/hidung pasien, dan tidak perlu menempelkan telinga pada dada pasien untuk mendengarkan detak jantung apabila pasien dicurigai menderita Covid-19. RJP hanya dilakukan dengan kompresi di tulang dada bagian tengah sebanyak 100120 kali/menit sedalam 5 cm sambil menunggu bantuan untuk pernapasan dan defibrilasi. Apabila tersedia alat defibrilasi dan penolong terlatih, alat tersebut dapat segera digunakan untuk mengevaluasi dan memperbaiki irama jantung. Kebijakan protokol baku setempat juga perlu ditanyakan. Sementara itu, pada kasus henti jantung di rumah sakit, tenaga kesehatan dapat mengikuti protokol baku henti jantung dan menuliskan rencana perawatan bagi setiap pasien berdasarkan diagnosis, jenis, derajat keparahan penyakit, dan keinginan pasien serta keluarganya. Pada kasus Covid-19, tenaga kesehatan dapat memisahkan pasien terkonfirmasi dan suspek Covid-19 dari pasien

Narasumber dr. Marulam M. Panggabean, SpPD-KKV, SpJP Dosen Divisi Kardiologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Email: mmpgbean1910@gmail.com bukan Covid-19. Dalam menangani henti jantung pasien Covid-19, tenaga kesehatan harus mengenakan alat pelindung diri (APD) level tiga. Perlu diketahui bahwa pengetahuan mengenai Covid-19 masih terus berkembang sehingga segala kebijakan, termasuk kebijakan mengenai RJP, dapat mengalami perubahan. Tenaga kesehatan diharapkan untuk selalu mengikuti panduan terbaru dari organisasi kesehatan resmi, seperti WHO, AHA, PERKI Kirimkan pertanyaan Anda seputar medis ke redaksima@yahoo.co.id Pertanyaan Anda akan dijawab oleh narasumber spesialis terpercaya.

ASUHAN KESEHATAN

JASA TERJEMAHAN DAN PEMBUATAN BUKU

Tak Bingung Lagi Tangani Ulkus Dekubitus Tirah baring ekstrem bisa berujung pada ulkus dekubitus. Lantas, bagaimana cara menanganinya?

U

lkus dekubitus secara kasat mata tampak seperti luka borok atau lecet pada kulit. Biasanya, luka tersebut dialami oleh orang dengan keterbatasan gerak atau orang yang sedang menjalani tirah baring dalam waktu lama. Area dengan tekanan tinggi serta area dengan tonjolan tulang yang besar, seperti panggul, siku, atau tumit menjadi predileksi tersering dari ulkus dekubitus. Penanganan ulkus dekubitus bersifat multidimensional. Prinsip utama yang perlu diperhatikan, antara lain menghilangkan tekanan pada bagian tubuh, mengontrol infeksi, dan merawat luka. Pemenuhan nutrisi juga diperlukan demi mendukung penyembuhan luka. Dalam kondisi tertentu, intervensi bedah juga dapat dijadikan pilihan. Untuk meminimalisasi tekanan, pasien dianjurkan mengubah posisi tubuh setidaknya dua jam sekali. Pasien sebisa mungkin harus rutin menggerakkan anggota tubuhnya, baik secara aktif maupun pasif. Selain itu, alas tempat pasien berbaring juga harus dibuat senyaman mungkin. Bahan poliester-silikon atau busa dapat dipilih sebagai alas karena tidak terlalu menekan tubuh. Bagi pengguna kursi roda, bahan penyusun alas kursi juga harus dirancang senyaman mungkin. Untuk mencegah terjadinya infeksi, luka harus dibersihkan. Pembersihan luka bisa dilakukan

dengan larutan antiseptik seperti iodin povidon. Antibiotik topikal seperti sulfadiazin perak juga dapat diberikan selama dua minggu, terutama jika luka tidak kunjung sembuh setelah 2-4 minggu perawatan. Antibiotik intravena biasanya tidak diberikan, kecuali pasien mengalami gejala infeksi

Tan ia

/MA

sistemik, selulitis, atau osteomielitis. Pengangkatan jaringan nekrotik dapat dikerjakan dengan teknik surgical debridement, yaitu pemotongan jaringan kulit yang sudah mati menggunakan pisau bedah. Jika pembedahan

tidak memungkinkan, metode debridement kimiawi (menggunakan larutan enzimatik) atau biologis (menggunakan belatung) dapat dijadikan alternatif. Selanjutnya, luka dapat dibalut dengan bahan seperti hidrokoloid. Jika terdapat eksudat yang cukup banyak, balutan alginat atau foam dapat dijadikan pilihan. Penggunaan alkohol dan sabun berbasis alkali kuat atau petroleum sebaiknya dihindari karena bersifat iritatif. Dalam penanganan luka, nutrisi pasien juga perlu diperhatikan. Pasien harus mengonsumsi makanan tinggi protein untuk mencapai keseimbangan nitrogen positif. Kebutuhan gizi spesifik yang dibutuhkan, yaitu kalori 30-35 kkal/ kgBB dan protein 1,25-1,5 g/kgBB. Konsumsi makanan kaya vitamin C dan seng juga dipercaya dapat membantu penyembuhan luka. Terakhir, jangan ragu untuk merujuk pasien apabila pasien dirasa memerlukan intervensi bedah. Pasien dengan luka berukuran luas, dasar luka yang mencapai ke organ dalam, atau luka kronis yang tidak kunjung sembuh dapat menjalani prosedur skin flap. leo

Kabar Gembira! Media Aesculapius menyediakan jasa terjemahan Indonesia-Inggris dan Inggris-Indonesia dengan waktu pengerjaan singkat (3 x 24 jam) serta hasil terjamin. Kami juga menyediakan jasa penyusunan buku yang sangat fleksibel baik dalam hal desain cover dan isi, ukuran dan tebal buku, maupun gaya penulisan termasuk menyunting tulisan anda. Tak terbatas hingga penyusunan saja, kami siap melayani distribusi buku anda. Adapun buku yang pernah kami buat: buku biografi tokoh, buku pemeriksaan fisik berbagai departemen, buku jurnal, dan Kapita Selekta Kedokteran.

Hubungi Hotline MA: 0896-70-2255-62 (SMS/WhatsApp)-


4

ILMIAH POPULER

JULI - AGUSTUS 2020

MEDIA

AESCULAPIUS

KESMAS

Perawakan Pendek Jadi Masalah Standar Kesehatan Rerata tinggi badan masyarakat global menunjukkan tren peningkatan. Lantas, mengapa Indonesia justru merosot?

D

ilansir dari Telegraph UK 2019, Indonesia menempati posisi teratas sebagai negara dengan ukuran tinggi badan terendah di dunia. Rata-rata tinggi badan orang Indonesia berada di kisaran 157,5 cm dengan laki-laki 162 cm dan perempuan 153,3 cm. Pencapaian tersebut tidak jauh berbeda dengan pencapaian Indonesia pada tahun 1880, yakni 158,6 cm. Padahal Indonesia pernah mencapai rerata 164 cm di tahun 1980. Penurunan rerata tinggi badan masyarakat Indonesia tidak terlepas dari keterlibatan sejumlah faktor yang memengaruhi tinggi badan seseorang. Ada tiga faktor yang diketahui memengaruhi pertumbuhan tinggi badan, yakni genetik, nutrisi, dan lingkungan. Faktor genetik merupakan faktor yang tidak dapat dimodifikasi. Tak dapat dipungkiri bahwa penduduk di kawasan Asia cenderung bertubuh lebih pendek daripada penduduk negara-negara di Eropa. Akan tetapi, fakta tersebut tidak menjadi satusatunya alasan munculnya perawakan pendek karena masih ada dua faktor lainnya yang dapat dimodifikasi, yaitu nutrisi dan lingkungan. Menengok beberapa negara maju di daratan Asia, seperti Jepang, Korea Selatan, Tiongkok, dan Singapura, mereka memiliki peningkatan rerata tinggi badan yang signifikan dalam satu abad terakhir. Pada tahun 1880, negara-negara tersebut memiliki rerata tinggi badan yang tidak jauh berbeda dengan Indonesia, yaitu 156-158

cm. Akan tetapi, kisaran tinggi masyarakat di negara maju tersebut kini mencapai 170-175 cm. Peningkatan tersebut bukanlah perubahan tanpa sebab, melainkan sebuah perubahan yang disengaja melalui perbaikan nutrisi dan gaya hidup. Pemenuhan nutrisi, khususnya protein hewani, pada masa kanak-kanak cukup berpengaruh besar terhadap pertumbuhan seorang individu. Negara dengan konsumsi protein dan energi rendah seperti Indonesia menunjukkan perawakan pendek sebagai adaptasi tubuh terhadap nutrisi yang tidak adekuat. Selain perawakan pendek, masalah nutrisi lain yang juga mengancam Indonesia adalah obesitas. Sama halnya seperti gizi kurang, obesitas pada masa pertumbuhan akan membuat seorang individu tidak dapat mencapai tinggi maksimumnya. Malnutrisi juga membuat individu lebih rentan terkena penyakit yang kemudian dapat menghambat pertumbuhan. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan RI Tahun 2018 menyatakan bahwa 17,7% balita mengalami gizi kurang dan 30,8% mengalami stunting atau pendek. Selain itu, UNICEF Indonesia juga menyatakan adanya masalah kegemukan atau obesitas yang meningkat dua kali lipat dalam 15 tahun terakhir. Pertumbuhan yang tidak maksimal dapat memengaruhi IQ atau kecerdasan intelektual seorang anak sebagai

agen penerus bangsa. Perlu digarisbawahi bahwa kualitas generasi muda sekarang akan sangat menentukan kualitas bangsa di masa depan. Atas dasar itulah, tinggi badan suatu negara dapat dijadikan sebagai salah satu indikator penentu standar kehidupan masyarakat.Sebagian besar masyarakat belum menyadari bahwa perawakan pendek merupakan suatu masalah serius. Edukasi tentang pemenuhan gizi seimbang, pola hidup bersih dan sehat (PHBS), dan pentingnya pertumbuhan anak merupakan kunci utama untuk mengatasi masalah tersebut. Selain itu, ketersediaan bahan pangan protein yang mencukupi juga merupakan langkah tepat yang bisa diambil. Pemantauan harus tetap dilakukan di setiap daerah oleh posyandu atau puskesmas demi memastikan gizi dan pertumbuhan anak sesuai dengan usianya. Tak hanya nutrisi, edukasi mengenai aktivitas fisik juga perlu dilakukan secara masif melalui berbagai media sehingga masyarakat lebih terpapar dengan masalah malnutrisi. Tinggi badan penduduk suatu negara memang bukanlah satu-satunya tolok ukur dalam menilai kesejahteraan suatu bangsa. Namun, perawakan pendek dapat dijadikan sebagai sebuah alarm bagi seluruh pihak untuk waspada dan segera menyelesaikan masalah kronik yang melanda Indonesia itu. kareen

ayu/MA

INFO OBAT

Deksametason: Solusi Terkini untuk Covid-19

P

Aman, murah, dan mudah didapatkan. Simak khasiat deksametason sebagai regimen terapi kasus Covid-19 berat!

enelitian bertajuk RECOVERY yang dilakukan oleh Universitas Oxford menyatakan bahwa deksametason mampu menurunkan angka kematian akibat kasus Covid-19 berat. Kabar tersebut sontak membuat salah satu obat golongan kortikosteroid ini ramai diperbincangkan. Deksametason disinyalir mampu mengurangi sepertiga angka kematian dari pasien yang membutuhkan ventilator dan mengurangi seperlima angka kematian pasien yang membutuhkan terapi oksigen. Akan tetapi, obat tersebut tidak menunjukkan efek serupa pada kasus Covid-19 ringan. Deksametason beredar di pembuluh darah dengan cara berikatan dengan protein globulin. Selanjutnya, salah satu glukokortikoid poten tersebut pun akan masuk ke dalam sel sebagai molekul bebas dan berikatan dengan kompleks reseptor glukokortikoid intrasel yang masih terikat dengan berbagai protein penstabil. Hadirnya kortikosteroid menyebabkan protein penstabil terlepas dari reseptor glukokortikoid sehingga kompleks antara steroid dan reseptor glukokortikoid dapat terdimerisasi dan masuk ke dalam inti sel. Di sana, kompleks tersebut akan berikatan dengan glucocorticoid response element untuk meningkatkan atau menurunkan transkripsi RNA dan sintesis protein tertentu yang mengatur respons inflamasi. Efek antiinflamasi yang dimiliki oleh deksametason muncul karena obat ini mampu menghambat migrasi sel darah putih menuju tempat radang dan menurunkan fungsi makrofag serta antigen presenting cell. Selain

melainkan hanya sekadar menghambat gejala. Indikasi penggunaan deksametason sangatlah luas. Dalam praktik sehari-hari, obat tersebut bisa digunakan untuk meredakan radang, alergi, hiperplasia adrenal kongenital, edema serebral, hingga penyakit Cushing. Selain itu, deksametason juga diindikasikan untuk kasus ARDS terkait infeksi respirasi akut berat seperti pneumonia viral. Di sisi lain, dokter harus cermat menggunakan arfian/MA itu, deksametason juga bisa menghambat deksametason pada kerja fosfolipase A2 sehingga produksi penderita infeksi laten karena obat asam arakidonat berkurang. Akibatnya, jumlah ini dapat menekan sistem imun. Ada pun leukotrien dan prostaglandin, sebagai komponen kontraindikasi penggunaan deksametason, dari respons inflamasi juga berkurang. Tak meliputi infeksi jamur sistemik dan hanya itu, kortikosteroid juga berperan hipersensitivitas terhadap kortikosteroid. dalam menghambat manifestasi lanjutan Deksametason dapat diberikan secara oral, dari inflamasi, seperti proliferasi kapiler dan injeksi intravena, atau injeksi intramuskular fibroblas. Efek imunosupresi dan antiinflamasi tergantung kondisi klinis pasien. Dosis dari kortikosteroid hanya berperan sebagai deksametason oral adalah 0,5-10 mg per hari terapi paliatif. Jadi, penggunaan deksametason dengan bioavailabilitas mencapai 78% dan sejatinya tidak dapat menangani akar masalah, waktu paruh selama empat jam. Jika diberikan

secara injeksi intramuskular atau intravena lambat, dosis pemberiannya adalah 0,5-24 mg. Terkait dosis penggunaan pada kasus Covid-19 berat, berdasarkan studi yang dilaksanakan di Oxford, deksametason diberikan sebanyak 6 mg per hari selama 10 hari baik secara oral maupun intravena. Obat yang dimetabolisme oleh enzim CYP3A4 dan dieliminasi melalui urin dan feses ini relatif aman. Pada pasien dengan pneumonia berat, keuntungan penggunaan deksametason ditakar jauh melebihi risikonya. Sebagai obat yang digunakan dalam jangka pendek, meskipun digunakan dalam dosis tinggi, efek samping dari deksametason juga terbatas. Efek samping yang mungkin timbul misalnya hiperglikemia sementara. Akan tetapi, penggunaan deksametason jangka panjang mampu memicu efek samping yang lebih berat, seperti glaukoma, katarak, retensi cairan, gangguan psikologis, peningkatan risiko infeksi, hingga osteoporosis. Penemuan khasiat deksametason pada kasus Covid-19 berat bagaikan angin segar di tengah pandemi. Terlebih lagi, harganya yang murah dan mudah didapatkan membuat WHO terus mengkaji dan mempertimbangkan kemungkinan deksametason dimasukkan sebagai salah satu regimen pengobatan Covid-19. Akan tetapi, perlu digarisbawahi bahwa deksametason hanya bermanfaat untuk menangani gejala pada kasus Covid-19 berat, bukan untuk eradikasi virus SARS-CoV-2. Selain itu, obat ini juga termasuk golongan obat keras yang penggunaannya harus di bawah pengawasan dokter. Oleh karena itu, penggunaan deksametason untuk Covid-19 oleh masyarakat secara luas dan bebas tidak dibenarkan. alex


MEDIA

AESCULAPIUS

ILMIAH POPULER

JULI - AGUSTUS 2020

5

IPTEK

Therapeutic Plasma Exchange dan Covid-19: Seberapa Menjanjikan? Potensi terapi efektif untuk infeksi Covid-19 berat

P

andemi Covid-19 masih terus berlanjut. Bahkan, infeksi SARS-CoV-2 tersebut telah menjangkiti jutaan jiwa dan menyebabkan ratusan ribu kematian. Derajat penyakit bervariasi, mulai dari ringan hingga berat. World Health Organization (WHO) memperkirakan sekitar 13,8% dari total kasus merupakan kasus berat dan 6,1% termasuk kasus kritis. Sayangnya, meskipun sejumlah uji klinis tengah dilakukan, pengobatan definitif atau vaksin untuk melawan virus corona belum ditemukan hingga saat ini. SARS-CoV-2 menginfeksi epitel pernapasan bawah dan menyebabkan kerusakan jaringan dan inflamasi berat. Infeksi Covid-19 yang berat biasanya ditandai dengan sindrom distres pernapasan akut, sepsis, hingga gagal organ multipel. Respons tubuh pasien terhadap infeksi, meliputi respons imun berlebihan (badai sitokin), inflamasi yang meluas, disfungsi endotel serta koagulasi patologis. Hal tersebutlah yang kemudian sering menyebabkan kematian pada pasien Covid-19. Oleh sebab itu, respons sistemik dapat menjadi salah satu target terapi pada infeksi Covid-19, khususnya pada tahap yang berat. Salah satu terapi potensial yang dilirik adalah therapeutic plasma exchange (TPE) atau plasmaferesis. TPE dilakukan dengan mengambil dan mengganti plasma darah pasien.

Darah pasien pertama-tama diambil dan dialirkan ke sebuah mesin yang akan menyaring darah dan memisahkan bagian plasmanya. Kemudian, komponen seluler darah akan dikembalikan ke pasien bersama dengan cairan plasma pengganti. TPE bukanlah modalitas terapi baru. Teknik pengobatan tersebut sudah lama digunakan untuk terapi berbagai penyakit, terutama penyakit autoimun. Berbagai studi terkait TPE pada sepsis serta gagal organ multipel menunjukkan hasil yang cukup tania/MA positif. Sebuah kajian sistematis oleh Rimmer, dkk. menemukan penurunan mortalitas pada pasien dewasa dengan syok sepsis. Penelitian lain juga menunjukkan efektivitas TPE ketika digunakan sebagai terapi dalam wabah influenza A H1N1. Pada studi tersebut, subjek penelitian sebelumnya telah mengalami sindrom distres pernapasan akut dan gangguan hemodinamik,

tetapi kemudian membaik setelah menjalani TPE. Perbaikan kondisi pasien diduga akibat keberhasilan dalam mengontrol badai sitokin yang terjadi. Karena mekanisme komplikasi yang serupa, TPE mulai diuji coba dalam penatalaksanaan Covid-19. Hasilnya cukup menjanjikan. Dalam sebuah studi di Oman, TPE diberikan pada pasien dengan sindrom distres pernapasan akut atau pneumonia berat. Hasilnya, kelompok TPE memiliki tingkat ekstubasi yang lebih tinggi dan tingkat mortalitas yang lebih rendah daripada kelompok non-TPE. Pada infeksi Covid-19, TPE efektif dalam membuang sitokin inflamasi yang berlebih, seperti interleukin-1 (IL-1), IL-6, tumor necrosis factor (TNF), dan mediator inflamasi lainnya. Mediator-mediator inflamasi tersebut

bertanggung jawab atas badai sitokin yang memicu kerusakan pada berbagai organ akibat respons imun, disertai dengan bocornya kapiler, kerusakan paru progresif, gagal ginjal, hingga kerusakan hati. Manfaat TPE juga terbukti dari perbaikan beberapa parameter klinis, seperti skor SOFA (sequential organ failure assessment), hitung limfosit serta penurunan parameter inflamasi, seperti CRP (C-reactive protein), D-dimer, ferritin, dan IL-6. Selain itu, TPE juga efektif dalam memperbaiki fungsi koagulasi dengan menyeimbangkan faktor-faktor pro dan antikoagulasi. Dari penjelasan di atas, TPE memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai terapi adjuvan dalam menangani infeksi Covid-19, khususnya pada pasien derajat berat dengan sindrom distres pernapasan akut dan badai sitokin. Sejauh ini, pemberian TPE pada sebagian besar pasien cukup aman karena tidak menimbulkan efek samping yang berarti dan masih dapat ditoleransi. Meskipun demikian, uji klinis acak berskala besar masih dibutuhkan untuk mengonfirmasi efektivitas, keamanan serta rentang waktu pemberian TPE yang paling tepat pada pasien Covid-19. jessica

SEGAR

A

Penembakan Lincoln-Kennedy: Insiden Berbuah Koinsidensi

pakah Anda percaya dengan kebetulan? Dalam kehidupan, manusia sering kali menemukan dua peristiwa yang tidak berhubungan, tetapi ternyata secara tidak sengaja memiliki kesamaan satu sama lain. Bertemu dengan orang yang memiliki nama dan tanggal lahir yang sama, duduk bersebelahan dengan teman lama di pesawat, atau mengenakan pakaian yang sama di suatu pesta adalah beberapa contoh kebetulan. Keunikan fenomena tersebut lantas menimbulkan pertanyaan besar, apa penyebab timbulnya sebuah kebetulan? Fenomena yang lebih dikenal dengan sebutan koinsidensi ini telah menjadi tekateki sejak dahulu. Ada yang menganggapnya hanya sekadar kejadian acak, ada pula yang menganggapnya kejadian yang telah diatur oleh Yang Maha Kuasa. Sebagian orang bahkan mengganggap bahwa koinsidensi diatur oleh sekelompok orang sehingga memicu munculnya teori konspirasi. Koinsidensi juga mengusik keingintahuan para ilmuwan. Berbagai teori ilmiah muncul menjelaskan mekanisme terjadinya kebetulan. Pada tahun 1952, psikolog Carl Gustav Jung memperkenalkan istilah synchronicity dalam bukunya yang berjudul “Synchronicity: An Acausal Connecting Principle�. Istilah tersebut mengacu pada kejadian yang tampak saling berhubungan, tetapi tidak memiliki hubungan sebab akibat yang jelas. Teori ini menekankan bahwa beberapa peristiwa tidak hanya dihubungkan oleh kausalitas, tetapi juga dapat dihubungkan oleh makna. Akan tetapi, teori tersebut kurang didukung dengan bukti ilmiah. Teori lain menjelaskan bahwa kebetulan

merupakan persepsi belaka. Dalam jurnal yang diterbitkan tahun 2009, Friston dan Kiebel berpendapat bahwa koinsidensi adalah contoh model prediktif yang dibangun manusia. Model prediktif merupakan asosiasi dari beberapa peristiwa yang digunakan untuk memprediksi peristiwa selanjutnya. Model tersebut sangat mendominasi persepsi seseorang akan lingkungannya. Teori-teori serupa juga menyebutkan bahwa kebetulan dipengaruhi oleh pengalaman subjektif seseorang. Terlepas dari teori yang ada, terjadinya fenomena kebetulan tak terelakkan. Salah satu koinsidensi teraneh dalam sejarah adalah insiden penembakan dua presiden Amerika Serikat (AS), Lincoln dan Kennedy. Abraham Lincoln berjasa dalam pemersatuan AS dan penghapusan perbudakan, sementara John Fitzgerald Kennedy dikenal sebagai presiden termuda yang membawa banyak perubahan. Nahas, kedua presiden tersebut tewas saat masih menjabat dalam insiden penembakan. Kedua insiden penembakan yang menggemparkan dunia ini ternyata memiliki kemiripan satu sama lain. Lincoln terpilih sebagai presiden pada tahun 1860, sementara Kennedy terpilih sebagai presiden pada tahun 1960. Tanpa disadari, Lincoln dan Kennedy memiliki nama panggilan yang terdiri atas tujuh huruf. Keduanya samasama tewas tertembak di bagian kepala pada hari Jumat saat berada di samping istrinya. Lincoln ditembak di sebuah teater bernama Ford, sementara Kennedy ditembak di mobil bermerek Ford. Penembak Lincoln melarikan diri dari teater ke sebuah gudang untuk bersembunyi, sementara penembak Kennedy melarikan diri

dari sebuah gudang dan bersembunyi di sebuah teater. Belum sempat memberikan keterangan, kedua penembak kemudian dibunuh sebelum dilakukan penyelidikan polisi. Tidak hanya insiden penembakan, kehidupan Lincoln dan Kennedy juga memiliki beberapa kemiripan. Lincoln terpilih sebagai anggota kongres pada tahun 1846, sementara Kennedy terpilih sebagai anggota kongres pada 1946. Kedua presiden yang dikenal memperjuangkan hak sipil tersebut sama-sama memiliki anak yang meninggal saat mereka tinggal di Gedung Putih. Sekretaris pribadi Lincoln bernama John Nicolay, sementara sekretaris pribadi Kennedy bernama Evelyn Lincoln. Koinsidensi tersebut semakin sempurna saat Kennedy digantikan oleh Lyndon Johnson yang lahir pada tahun 1908. Sementara itu, Lincoln digantikan oleh Andrew Johnson yang lahir pada 1808. Apakah peristiwa tersebut hanya sebuah kebetulan belaka? Hingga saat ini kebenaran dari kedua insiden tersebut masih menyisakan misteri. Di tengah kontroversi teori koinsidensi, belum ada seorang pun yang dapat menjelaskan proses kedua insiden tersebut membuahkan koinsidensi. Satu hal yang jelas adalah kebetulan dapat terjadi di mana saja, kapan saja, dan pada siapa saja. Anda bahkan mungkin sedang mengalaminya. Saat membaca artikel ini, secara kebetulan Anda dan pembaca yang lain sedang duduk dan secara kebetulan pembaca yang lain dapat berbahasa Indonesia dan lahir di Indonesia seperti Anda. Sungguh hal yang aneh! wira

JASA PEMBUATAN SYMPOSIUM HIGHLIGHT

Media Aesculapius menyediakan jasa pembuatan Symposium Highlight. Symposium highlight adalah peliputan sebuah seminar atau simposium, yang kemudian hasilnya akan dicetak dalam sebuah buletin, untuk dibagikan pada peserta seminar. Simposium yang telah kami kerjakan antara lain PIT POGI 2010, ASMIHA 2011, ASMIHA 2016, ASMIHA 2017, JiFESS 2016, JiFESS 2017, dan lain-lain.

Hubungi Hotline MA: 0896-70-2255-62 (SMS/Whatsapp)


6

JULI - AGUSTUS 2020

OPINI & HUMANIORA

MEDIA

AESCULAPIUS

SUARA MAHASISWA

Pelonggaran PSBB: Sudah Tepatkah? Menyelaraskan keselamatan jiwa dan ekonomi di tengah pandemi

T

ak lama setelah kasus pertama Covid-19 diumumkan, pemerintah Indonesia segera mengeluarkan kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Kebijakan tersebut cukup berbeda jika dibandingkan dengan negara lain yang justru menerapkan lockdown. PSBB dipilih karena masih memungkinkan adanya pergerakan ekonomi. Namun, PSBB yang awalnya dijadwalkan hanya berlangsung beberapa minggu belum berhasil menghentikan penyebaran virus. Akibatnya, PSBB terus-menerus diperpanjang. Perpanjangan PSBB ternyata begitu berdampak pada stabilitas ekonomi masyarakat. Demi memastikan kesejahteraan rakyatnya, pemerintah kemudian menggagas konsep kenormalan baru (new normal) yang kini dikenal sebagai konsep adaptasi kebiasaan baru. Sejatinya, konsep tersebut identik dengan pelonggaran PSBB yang mengizinkan pembukaan kembali ruang publik, seperti pusat perbelanjaan, perkantoran, dan tempat hiburan agar roda ekonomi kembali berputar. Sayangnya, pelonggaran PSBB justru memperparah penyebaran SARS-CoV-2 yang memang tak kunjung melandai. Pembukaan kembali ruang publik perlu diikuti dengan penerapan protokol kesehatan yang lebih ketat agar seseorang tidak menjadi carrier virus setelah kembali dari pusat keramaian. Penerapan protokol kesehatan di sektor perkantoran relatif lebih mudah dilakukan dengan mewajibkan penggunaan masker, menyediakan sarana cuci tangan, membatasi jumlah pekerja, dan menetapkan aturan jaga jarak. Sayangnya, hal serupa sulit untuk

diterapkan pada transportasi umum. Angka Meskipun pelonggaran PSBB memicu pengguna transportasi publik yang meningkat sejumlah masalah baru, kebijakan PSBB menyebabkan aturan jaga jarak sulit diterapkan. berkepanjangan juga mustahil dilakukan. Saat situasi normal, rasanya transportasi Nyatanya, PSBB yang telah berlangsung publik selalu dipadati penumpang, khususnya beberapa bulan pun tidak berhasil menekan kaum pekerja. Penumpang yang saling peningkatan kasus Covid-19. Di sisi berimpitan di atas kereta rel listrik (KRL) lain, perlambatan ekonomi yang menjadi pemandangan yang tak asing muncul memaksa sejumlah lagi, terutama saat jam-jam sibuk. perusahaan melakukan Kenyataan tersebut tentunya sangat pemutusan hubungan kerja berkebalikan dengan keharusan (PHK) pada jutaan pekerja. menjaga jarak satu sama lain di era Tanpa penghasilan, adaptasi kebiasaan baru ini. Akan masyarakat akan kesulitan tetapi, sebagian besar orang tidak mengakses layanan punya pilihan selain menggunakan kesehatan, kebersihan, dan transportasi publik untuk mencapai nutrisi yang dibutuhkan tempat kerjanya. untuk menghadapi pandemi. Menanggapi persoalan Indonesia tidak tersebut, pengelola transportasi mungkin melakukan publik sebenarnya telah lockdown. Vaksin juga mengerahkan berbagai upaya tampaknya belum bisa penerapan protokol diadministrasikan secara kesehatan demi luas dalam waktu mendukung dekat. Pemerintah konsep adaptasi tak punya pilihan kebiasaan baru. selain marthin/MA Misalnya saja PT KCI selaku pengelola melonggarkan PSBB demi menyelamatkan KRL telah menerapkan kebijakan pembatasan perekonomian. Namun, hendaknya langkah jumlah di gerbong dan peron. Sayangnya, tersebut bisa dikaji lebih lanjut agar menjadi jumlah calon penumpang yang terlalu besar kebijakan yang paling solutif dalam menyebabkan penumpukan massa di luar menyelaraskan keselamatan jiwa dan ekonomi. stasiun yang tentunya sangat berisiko menjadi Untuk menghindari lonjakan kasus setelah tempat penularan virus. Bahkan, pemerintah pelonggaran PSBB, pemerintah perlu menindak DKI Jakarta menyebut KRL sebagai salah satu tegas pelanggar protokol kesehatan mengingat episentrum penyebaran Covid-19 selain pasar kedisiplinan masyarakat adalah faktor utama tradisional. dalam pengendalian infeksi. Selain itu,

Alexander Rafael Satyadharma Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Tingkat II pemerintah harus menjamin transportasi alternatif bagi pekerja agar penularan virus tidak terjadi di perjalanan menuju tempat kerja. Harapannya, pelonggaran PSBB tidak lantas menjadikan PSBB yang sudah dilakukan sebelumnya sia-sia. alex

KO L U M

Hingga Tuhan yang Menghentikan

D

alam suatu kisah populer, diceritakan seorang guru yang berkata kepada salah seorang muridnya, “Berlarilah mengelilingi lapangan hingga batas kesanggupanmu!” Sang murid lantas melakukan yang gurunya katakan. Usai mengelilingi lapangan hingga merasa lelah dan basah dipenuhi keringat, murid tersebut memutuskan untuk menepi. “Saya hanya sanggup berlari sejauh ini,” ujarnya. Guru itu hanya tersenyum, kemudian memberi contoh dengan berlari mengelilingi lapangan seperti yang dilakukan muridnya. Setelah sekian putaran dilalui, sang guru mulai lelah dan berkeringat. Tak seperti muridnya, ia tetap berlari hingga akhirnya jatuh pingsan. Setelah siuman, sang murid bertanya dengan nada khawatir, “Apa yang guru lakukan? Mengapa guru tetap berlari sampai jatuh pingsan?” Mendengar pertanyaan tersebut, sang guru menyampaikan petuahnya, “Begitulah yang disebut dengan berlari hingga batas kesanggupan. Jangan pernah berhenti hingga Tuhan sendiri yang menghentikanmu.” Kisah tersebut bisa diibaratkan diri kita dalam menghadapi manis pahitnya kehidupan. Ketika dihadapkan dengan suatu ujian, sering kali kita merasa kapasitas diri tidak akan sanggup untuk memikul beban tersebut. Meskipun tak selalu terucap, ungkapan “Masalah ini besar sekali, mana mungkin bisa aku tangani?” barangkali pernah terlintas di benak kita. Begitu

Lelah tidak menjadi alasan untuk menyerah pun dalam menjalankan profesi. Tidak dapat dipungkiri, kita akan dihadapkan dengan berbagai situasi sulit yang tidak hanya melibatkan diri sendiri. Kita akan mempertaruhkan harapan pasien dan keluarganya dengan keyakinan atas kapasitas diri sebagai “perantara Tuhan” dalam menyembuhkan. Sekiranya diri kita mengikuti ego untuk menyerah, bayangkan apa yang mungkin terjadi? Berjuang dan mengabdi untuk masyarakat adalah peran mulia yang sudah dipercayakan kepada kita sebagai pahlawan kesehatan. Apabila menengok lebih jauh ke belakang, tepatnya di titik awal perjalanan ini, kita akan tersadar bahwa jalan yang dilalui sudah cukup jauh. Jatuh bangun, luka, tangis, rasa tidak nyaman, hingga rendah diri sudah berhasil dikelola. Dalam hal materi, tidak sedikit biaya yang harus orang tua kita susah payah cari demi keberhasilan anaknya untuk menjadi seorang dokter. Sejak awal pun kita sudah tahu pasti,

perjalanan ini benar-benar tidak mudah. Kalau tidak, bisa saja kita berhenti di tengah jalan, bukan? Seandainya kita memikirkan kesanggupan menurut pandangan manusia, rasanya kita tidak dapat melakukan semuanya tanpa campur tangan Tuhan. Terlebih, manusia secara fisik dan emosi memiliki batasan, bisa sakit atau merasa jenuh hingga ingin berhenti berjuang. Hal tersebut berlaku pula sebaliknya. Adakalanya kita merasa “angkuh”, yakin bahwa kesembuhan pasien merupakan hasil murni dari usaha dan kemampuan kita yang hebat dalam menjalani profesi. Memaknai batas kesanggupan diri, baik terlalu rendah diri maupun terlalu tinggi hati adalah tindakan kurang baik. Terlalu rendah diri akan membuat Aya/MA kita membatasi diri, sedangkan terlalu tinggi hati akan menimbulkan kesombongan dan ketidakwaspadaan. Pada akhirnya, kedua hal tersebut akan berdampak kurang baik bagi pasien. Oleh karena itu, sebesar apapun badai yang kelak akan kita hadapi, ingat kembali hulu dari perjalanan ini. Pasien yang datang kepada kita

Izzati Diyanah Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Tingkat II akan berjuang hingga batas kesanggupannya. Begitupun kita sebagai sandaran harapan pasien tentu perlu berusaha optimal dan memberi dukungan bagi mereka. Kita akan berjuang hingga fisik melemah, hingga jiwa akhirnya berpisah dengan raga, dan hingga Tuhan yang memutuskan untuk menghentikan perjuangan ini. Namun, istirahat juga merupakan komponen penting di dalam perjalanan ini. Hal yang paling penting adalah tidak pernah berhenti berjuang. izzati


MEDIA

LIPUTAN

AESCULAPIUS

JULI - AGUSTUS 2020

7

SEPUTAR KITA

Menjaga Kesehatan Kulit dan Rambut Selama Pandemi Selama di rumah saja, kesehatan kulit dan rambut seringkali terabaikan

P

andemi Covid-19 membuat sebagian besar aktivitas sehari-hari harus dilakukan di rumah. Hal tersebut ternyata sangat berdampak pada kebiasaan seseorang dalam merawat kesehatan kulit dan rambutnya. Ada yang jarang mandi serta mencuci rambut dan ada pula yang justru terlalu sering sehingga terkesan berlebihan. Kedua opsi tersebut bukanlah pilihan yang tepat karena mandi serta mencuci rambut sejatinya harus teratur dan tidak berlebihan. Hal tersebut disampaikan oleh dr. Hanny Nilasari, SpKK(K) saat

membuka seminar daring Pre-DEVICE yang dilaksanakan pada Sabtu, 11 Juli 2020 melalui aplikasi Zoom. Mengusung tema “Mengupas Tuntas Masalah dan Perawatan Kulit dan Rambut Selama #StayAtHome”, seminar tersebut menghadirkan Dr. dr. Lili Legiawati, SpKK(K) sebagai narasumber utama. Lili membagikan beberapa tips perawatan rambut yang harus tetap dilakukan selama #StayAtHome, antara lain mencuci rambut secara teratur, menggunakan produk berkualitas baik, memotong rambut secara

teratur, dan tidak mengubah warna rambut terlalu sering. Beliau juga menyarankan agar sebisa mungkin perawatan tersebut dilakukan secara mandiri. Memotong rambut sendiri tentunya menjadi tantangan yang cukup menyulitkan. Akan tetapi, hal tersebut bisa disiasati dengan mengikuti berbagai tutorial potong rambut yang tersedia di internet. Selanjutnya, Lili membagikan beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menjaga kebersihan tangan. Mencuci tangan harus mengikuti enam langkah rekomendasi WHO. Selain itu, mencuci tangan perlu dilakukan selama 40-60 detik bila dengan air dan sabun serta 20-30 detik dengan hand sanitizer. Sebuah studi menunjukkan bahwa 60% orang yang terlalu sering mencuci tangan akan mengalami deskuamasi. Kelainan lain yang dapat timbul, yaitu eritema, maserasi, dan ulkus. Studi lain menunjukkan bahwa mencuci tangan ≥15 kali dapat merusak barier kulit sehingga meningkatkan transepidermal water loss. Demi mencegah terjadinya dermatitis kontak iritan maupun alergi, ada tiga hal yang bisa dilakukan, antara lain (1) memakai pelembap setelah mencuci tangan, (2) tidak menggunakan air panas saat mencuci tangan, dan (3) pilih hand sanitizer tanpa pewangi jika alergi. Tata cara penggunaan masker yang tepat juga sempat disinggung. Lili menyampaikan bahwa mencuci tangan harus dilakukan sebelum mengenakan dan setelah melepas masker serta rutin mencuci masker kain selepas digunakan. Selain itu, masker harus dipastikan

menutupi hidung, mulut, dan dagu. Penggunaan masker, terutama masker N95 dalam waktu lama ternyata mampu memicu beberapa gangguan kulit, antara lain jerawat, dermatitis kontak, dan ulkus. Jika jerawat timbul setelah menggunakan masker, beberapa rekomendasi yang bisa dilakukan, meliputi mencuci muka teratur sekitar 3-4 kali sehari, konsultasi dengan dokter kulit, dan memakai kosmetik seperlunya yang bersifat nonoklusif. Pandemi tentunya menjadi penghalang untuk melakukan konsultasi masalah kulit secara langsung, khususnya masalah jerawat. Untuk itu, seseorang bisa mencoba mengobati jerawat sendiri berdasarkan tingkat keparahannya. Pasien dengan jerawat ringan disarankan untuk mencuci muka secara teratur dan diperbolehkan untuk mencoba produk jerawat yang dijual bebas. Namun, perawatan tersebut harus senantiasa dimonitor. Jika terjadi perburukan, Lili berpesan untuk segera menghentikan penggunaan produk dan berkonsultasi ke dokter kulit. Sementara itu, pasien dengan jerawat berat tidak disarankan untuk melakukan trial dan error sendiri karena berisiko menyebabkan luka yang rentan berkembang menjadi infeksi. gaby

KABAR ALUMNI

Secarik Kisah di Pulau Banggai Bersyukur, berlatih, dan tidak putus harapan

dr. Fahmi Kurniawan Dokter Kp. Langensari RT 6/1 Wonosobo, Jawa Tengah Instagram: @masfamofficial Email: fahmi.kurniawan21@gmail.com

S

etelah lulus dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, tidak seperti lulusan dokter lainnya, saya memutuskan untuk mengikuti program magang sebagai asisten penelitian di Jakarta. Selain itu, saya juga

memutuskan untuk magang di World Medical selalu ada. Association di Kota Ferney-Voltaire, perbatasan Selain fasilitas kesehatan, hal lain yang Prancis-Swiss. Ketertarikan saya pada aspek berbeda ialah penggunaan bahasa Indonesia sistem kesehatan dan kesehatan global menjadi masyarakat Banggai Laut yang berbeda dengan alasan saya mengambil keputusan tersebut. bahasa Indonesia pada umumnya. Selama dua Sepulang dari Eropa, saya pekan pertama pun baru mengambil program pengalaman internship di Pulau Banggai. berjaga di Sudah menjadi keinginan saya IGD, saya sejak dahulu untuk menjalani cukup internship di salah satu kesulitan daerah terpencil dalam Indonesia demi merasakan sistem kesehatan yang berbeda. Lokasi Pulau Banggai terletak di Kabupaten Banggai Laut, yaitu sebuah daerah di ujung timur Sulawesi Tengah bije/MA yang berbatasan laut dengan Maluku Utara. berkomunikasi dengan pasien. Contoh Perjalanan menuju Pulau Banggai tidaklah perbedaan yang mencolok adalah saya perlu mudah. Seusai naik pesawat, perjalanan harus mengganti kata ‘nyeri’ dengan ‘sakit’; ‘--nya’ dilanjutkan dengan kapal kayu. Sesampainya dengan ‘depe/ibupe/bapakpe—‘; ‘tidak’ dengan di sana, saya dikejutkan dengan suasana pulau ‘te’; dan lain sebagainya. Syukurlah, semakin tersebut yang benar-benar berbeda dengan ibu lama saya semakin terbiasa. kota. Selain itu, sangat sulit untuk mendapatkan Terdapat dua kasus yang paling menarik sinyal untuk gawai saya. Saat itu saya tersadar bagi saya selama mengabdi di Pulau Banggai. bahwa ternyata masih ada daerah di Indonesia Kasus pertama terjadi saat saya mendapat yang tertinggal. Fasilitas di rumah sakit juga rotasi di bangsal anak. Saat itu, tim dokter sangat terbatas serta dokter spesialis yang tidak sedang meminta persetujuan keluarga sebelum

menyuntikkan obat antitetanus pada seorang pasien, tetapi kedua orang tua pasien menolak dengan alasan tetangganya pernah meninggal setelah disuntik obat. Raut muka mereka juga tampak khawatir. Setelah diberi edukasi, kedua orang tua pasien pun setuju anaknya disuntikkan obat antitetanus. Setelah proses perawatan, kondisi pasien tersebut membaik dan diizinkan pulang. Kasus kedua terjadi saat kunjungan puskesmas. Terdapat seorang bayi prematur dengan berat badan lahir rendah (BBLR). Bayi tersebut tidak mau meminum ASI sehingga harus diberi susu formula. Namun, takaran susu formula yang diberikan kurang tepat. Alhasil, susu yang disiapkan terlalu encer. Saya dan tim gizi dari puskesmas pun dengan sigap memberikan edukasi mengenai jenis susu yang sebaiknya dikonsumsi, cara menyiapkannya serta tata cara merawat bayi prematur yang tepat. Setelah program internship saya selesai dan kembali ke Jawa, saya mendapat kabar bahwa anak tersebut sekarang sudah babadontot (gemuk). Sebuah kepuasan tersendiri bagi saya mendengarkan kabar tersebut. Dari kedua kasus tersebut, saya merasakan bahwa komunikasi sangatlah penting dan berpengaruh pada tata laksana pasien. Selain itu, saya juga belajar bahwa di mana saja saya berada dan bagaimanapun kondisinya, saya harus selalu mengupayakan usaha terbaik yang dapat saya lakukan dan tidak mudah putus harapan. izzati


8

JULI - AGUSTUS 2020

LIPUTAN

SEREMONIA

Hari Jadi Ke-3 IMERI FKUI

dokumen penyelenggara

D

alam rangka memperingati hari jadinya yang ke-3, Indonesian Medical Education and Research Institute (IMERI) FKUI menyelenggarakan sejumlah seminar dan workshop daring bagi para peneliti dan calon mahasiswa kedokteran. Acara tersebut dilaksanakan pada tanggal 9 Juli 2020 melalui aplikasi Zoom. Pada puncak acara, terdapat

diskusi panel yang mengusung tema “The New Normal – How Can We Be More Prepared”. Diskusi tersebut menghadirkan berbagai ahli dari bidang mikrobiologi, ekonomi, psikologi sosial, sosiologi, epidemiologi, dan ekonomi kesehatan. gaby

MEDIA

AESCULAPIUS

Pemanfaatan Mahadata dalam Menghadapi Era New Normal

lidia/MA

D

irektorat Inovasi dan Science Techno Park UI bersama dengan Facebook Indonesia sukses menyelenggarakan seminar daring melalui aplikasi Zoom pada Senin, 15 Juni 2020. Mengusung tema “Sinergi Mahadata Universitas Indonesia: Tanggap Covid-19 Menghadapi Pandemi di Era New Normal”, seminar ini disiarkan secara langsung

di kanal Youtube Medicine UI. Secara umum, pembicara menekankan pentingnya pemanfaatan data dari UI dan Facebook untuk memberikan prediksi yang lebih akurat mengenai situasi pandemi Covid-19. adit

SENGGANG

Indahnya Alunan Nada Pemecah Kejenuhan Bekerja Hobi bermusik menjadi pelarian paling tepat di kala kesuntukan menyerang

P

rofesi dokter identik dengan keseharian yang sibuk dan melelahkan. Padatnya jam kerja membuat seorang dokter rasanya sulit memiliki waktu senggang untuk melakukan aktivitas yang disenangi. Waktu luang di sela-sela kesibukan profesi tentunya akan dimanfaatkan untuk beristirahat sembari mengisi kembali energi yang habis terkuras selama pelayanan. Namun, stigma tersebut tampaknya tidak berlaku bagi dr. Radityo Prakoso, SpJP(K), FAPSIC, FAsCC. Di tengah kesibukannya sebagai kardiolog, Radityo tetap aktif menyalurkan kegemarannya terhadap musik. Bukan sembarang musik, Radityo begitu tertarik pada musik orkestra, paduan alunan beberapa instrumen yang menciptakan harmonisasi yang indah untuk dinikmati. Sejak duduk di bangku SD, Radityo sudah menunjukkan ketertarikannya pada musik orkestra dan paduan suara. Berbekal hobi mendengarkan musik, Radityo mempelajari orkestra dan paduan suara secara autodidak. Bahkan, ia mengulik sendiri berbagai versi pertunjukan dari berbagai pengaba (conductor) untuk simfoni ke-9 karya Beethoven. Tahun 2008 menjadi tahun yang cukup berkesan bagi Radityo. Kala itu, ia baru saja bergabung sebagai staf muda departemen kardiologi dan diminta untuk menyiapkan paduan suara yang akan tampil pada upacara pengukuhan profesor kepala departemennya. “Itu tantangan yang berat bagi saya,” ungkap Radityo. Momen tersebut juga menjadi awal mula lahirnya Pacemaker Choir, paduan suara yang dinaunginya hingga saat ini. Pacemaker Choir memiliki dua ciri khas yang membedakannya dengan paduan suara lainnya, yaitu tim yang beranggotakan dokter atau mahasiswa kedokteran dan penampil

Nama Lengkap : dr. Radityo Prakoso, SpJP(K), FAPSIC,FAsCC Jabatan : President Elect Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI) 2019-2022 Staf Medik Kardiologi Pediatrik dan Penyakit Jantung Bawaan RSJPD Harapan Kita

dokumen pribadi

yang terus berganti pada setiap pertunjukan. Keunikan tersebut menjadi tantangan tersendiri bagi Radityo sebagai pengaba. Disamping menyiapkan partitur, memodifikasi lagu, dan menjadi chorus master, ia juga harus mampu menyatukan “jiwa” setiap anggotanya demi membangun jiwa dalam setiap penampilan. Sejak tahun 2012, Pacemaker Choir bekerjasama dengan Maple Orchestra, merambah panggung pertujukan yang lebih megah. Tahun 2013, Radityo mendapat kesempatan berharga untuk tampil di hadapan Joko Widodo yang kala itu menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta. Tak hanya itu, Radityo dan tim juga sukses menunjukkan penampilan terbaiknya pada sejumlah perhelatan akbar di bidang kardiologi, baik nasional hingga internasional, seperti Annual Scientific Meeting of Indonesian Heart Association (ASMIHA), Weekend Course on Cardiology (WECOC),

dan ASEAN Federation Cardiology Congress (AFCC). Hingga saat ini, Radityo dan pacemaker choir telah menghasilkan 8 buah album yang bisa dinikmati oleh khalayak ramai di dunia maya. Terlepas dari pencapaiannya yang patut diacungi jempol, kegagalan pun pernah dialami Radityo. Ia mengaku pernah diminta turun panggung sebagai imbas dari penampilannya yang mengecewakan. Akan tetapi, kegagalan tersebut ia jadikan cambuk penyemangat untuk lebih serius dalam mempersiapkan segala sesuatu. Memang tidak mudah mengatur waktu agar bisa tetap aktif dalam dua bidang sekaligus, dokter dan musisi. “Melelahkan, dari pagi kerja, mengajar mahasiswa, ada tindakan kateterisasi. Semua harus serius, tidak bisa asal lewat saja,” jelas Radityo. Ia juga selalu menekankan pentingnya komitmen bagi semua anggota tim paduan suaranya. Dua hal yang menjadi kunci Radityo dalam menjalani profesi sekaligus

hobinya ialah ketelatenan dan keseriusan. Selain itu, adanya bantuan dari orang lain yang sama-sama memiliki minat di paduan suara serta orkestra menjadi alasan ia masih bertahan hingga saat ini. Radityo percaya bahwa hobi bukanlah suatu hal yang harus diabaikan, melainkan harus dimaksimalkan. “Saat kamu jenuh dengan pekerjaan kamu, kamu masih punya mainan lain. Kalau hobi biasanya tidak mungkin jadi jenuh, malahan bisa menikmati,” tutup Radityo. kareen



Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.