3 minute read

3.2 Deskripsi Isu

3.2 Deskripsi Isu

Dalam mengaktualisasikan nilai-nilai dasar ANEKA ini, terdapat identifikasi isu di Instalasi Gizi RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung. Isu tersebut diantaranya sebagai berikut: 1. Semua kebijakan dan SOP penyimpanan materi, pangan, peralatan dan sarana kegiatan pelayanan gizi, makanan dan dietetik masih merujuk kepada Permenkes no 1204 tahun 2005. Terdapat beberapa kebijakan maupun SOP yang sudah tidak relevan dengan permenkes terbatu no 7 tahun 2019 tentang lingkungan Rumah Sakit. Salah satunya semua bahan pangan hendaknya disimpan pada rak-rak dengan ketinggian atau jarak rak terbawah kurang lebih 30 cm dari lantai, 15 cm dari dinding dan 50 cm dari atap atau langit-langit bangunan. Sedangkan saat ini jarak rak terbawah masih 15 cm dari lantai.

Advertisement

Dampak yang akan timbul apabila penyimpanan bahan makanan tidak sesuai standar yaitu mikroba akan cepat tumbuh dan bahan makanan akan cepat rusak. Hal tersebut memerlukan koordinasi antara Sub Instalasi administradi, perbekalan, Sub Instalasi perencanaan dan penelitian, serta Sub Instalasi pengolahan dan penyaluran makanan. 2. Ketepatan waktu pemberian makan pagi pasien masih di bawah standar (84.2% Maret 2021) dan sisa makan pagi pasien (21.3% Maret 2021). Keputusan Menteri Kesehatan

Nomor 129 Tahun 2008 menyebutkan standar persentase ketepatan waktu penyajian makanan yaitu lebih dari atau sama dengan 90%, sisa makanan pasien kurang dari atau sama dengan 20%, dan ketepatan pemberian diet sebesar 100%. Menurut beberapa pasien di ruang rawat inap, jadwal pemberian makanan pagi/ sarapan di rumah sakit terlalu siang atau terlambat, sehingga beberapa pasien membeli sarapan dari luar rumah sakit. Dampak yang akan timbul yaitu kepuasan pasien terhadap pelayanan gizi rumah sakit akan menurun serta terapi gizi yang seharusnya dapat mempercepat proses penyembuhan pasien menjadi tidak optimal. Selain itu sisa makan pasien akan lebih banyak bahkan pasien tidak mengkonsumsi makanan dari rumah sakit. Hal tersebut memerlukan koordinasi antara Sub Instalasi mutu dan pelayanan makanan serta Sub

Instalasi pengolahan dan penyaluran makanan. 3. Belum optimalnya ketepatan pemorsian makanan pasien non diet yang dilakukan oleh penyaji. Pemorsian adalah kegiatan mempersiapkan makanan pada alat makan sesuai dietnya yang dilakukan oleh penyaji makanan. Saat ini proses distribusi makanan Non

Diet di Instalasi Gizi dilakukan dengan metode desentralisasi, hal ini menyebabkan kurangnya pengawasan dalam pemorsian makanan sehingga masih dijumpai pemorsian makanan menjadi kurang tepat. Dampak yang akan timbul adalah ketidak tepatan pemberian terapi diet sesuai kebutuhan pasien sehingga dikhawatirkan muncul masalah

gizi pada pasien. Hal tersebut memerlukan koordinasi antara Sub Instalasi mutu dan pelayanan dengan Sub Instalasi asuhan gizi. 4. Ketidak sesuaian jumlah permintaan makan pasien dari ruangan dengan jumlah yang didistribusikan oleh unit Pengolahan dan Penyaluran Makanan. Jumlah distribusi makanan yang tidak sesuai dengan permintaan makan pasien dari ruang rawat inap dikhawatirkan akan mengakibatkan keterlambatan pemberian makanan kepada pasien. Hal tersebut memerlukan koordinasi Sub Instalasi mutu dan pelayanan serta Sub Instalasi pengolahan dan penyaluran makanan 5. Belum optimalnya sosialisasi standar makanan pasien diet sebagai pedoman kegiatan distribusi makanan pasien bagi petugas penjamah makanan di Instalasi Gizi. Setelah dilakukan survey kepada 30 petugas penjamah makanan (petugas pemasak di Sub

Instalasi pengolahan dan penyaluran makanan serta petugas penyaji di Sub Instalasi mutu dan pelayanan) lebih dari 20 dari total petugas penjamah makanan yang disurvey masih kurang memahami mengenai standar makanan pasien terutama makanan pasien dengan diet khusus. Beberapa jenis diet yang paling banyak dipesan oleh ahli gizi diantaranya diet Diabetes Melitus, diet Rendah Protein, diet Rendah Garam, diet jantung dan diet rendah lemak. Petugas penjamah makanan masih kebingungan mengenai standar berat suatu bahan makanan dalam setiap porsi pemberian makan. Terutama jumlah berat makanan pokok dan sayur. Hal tersebut dapat berdampak pada ketidak tepatan pemberian makan bagi pasien dengan diet khusus dan terapi diet yang ditujukan untuk membantu mempercepat proses penyembuhan pasien menjadi tidak efektif, dalam hal terburuk ketidak tepatan pemberian makanan diet tertentu dapat memperberat kondisi klinis pasien.

Dari kelima isu tersebut, perlu dilakukan penapisan melalui analisa untuk mengetahui bagaimana memahami isu tersebut secara utuh. Maka diperlukan alat bantu penetapan kriteria isu dengan teknik menentukan apakah isu tersebut memenuhi kriteria AKPL (aktual, kekhalayakan, problematik, kelayakan) atau tidak. Selanjutnya dilanjutkan dengan metode USG (Urgency, Seriousness, and Growth) untuk menentukan skala prioritas isu

This article is from: