perorangan juga kita tampung, lewat website kita atau UPIK," kata Ir. Hary Setyowacono, MT., Kepala Sub Bidang Sarana Prasarana Bappeda Kota Yogyakarta. UPIK yang ia maksud adalah Unit Pelayanan Informasi dan Keluhan, wahana yang dibuka Pemkot di dunia maya untuk menampung unek-unek warga. Diakuinya, Musrenbang belum menyentuh semua keinginan s/a heholders Kota Yoryakarta.
Jaring Asmara. Ini bukan judul lagu dangdut. Istilah ini untuk menyebut "Penjaringan Aspirasi Masyarakat" supaya gampang dan enak diucapkan. Inilah instnrmen lain untuk menunjang data hasil Musrenbang. Bappeda kota merangkul Lembaga Penelitian Pengabdian Masyarakat (LPPM) UGM untuk membantu mengetahui aspirasi warga. Sejak 2003, saban tahunnya LPPM meneliti apa saja yang menjadi keinginan warga kota Yoryakarta. "Jaring Asmara merupakan bagian advokasi kebijakan untuk memberi rekomendasi, yang arahnya untuk memperbaiki proses kebijakan," ucap Dr-Tech. Ir. Danang Parikesit, M.Sc., Ketua LPPM UGM. Hasil penjaringan aspirasi ini nantinya dibandingkan dengan temuan yang diperoleh Bappeda dari hasil Musrenbang. Keduanya dipresentasikan. Lalu, bisa diketahui apakah penelitian LPPM tersebut cocok dengan data Pemkot. Masukan dari Jaring Asmara ini untuk melengkapi materi penJrusunan RPJMD, terutama untuk setahun mendatang. Harapannya, kebijakan yang diambil Pemkot kelak benar-benar sesuai dengan keinginan warga. Namun Jaring Asmara tidak sampai menentukan program mana yang akan diterapkan. LPPM hanya menunjukkan hasil analisisnya dan skala prioritas program yang mesti diambil Pemkot. Sebatas memberi rekomendasi. "LPPM tidak terlibat banyak. Dan bukan lembaga pengambil keputusan," ujar Danang.
'lainnya. Kapasitas mereka dalam meneliti dan data yang mereka punyai dirasa amat membantu. Dengan cara seperti ini Danang yakin pengambilan kebijakan kota Yogyakarta akan lebih baik. "Kebijakan kota Jogia paling maju dan bagus di antara (kebijakan) kota-kota di Indonesia yang lain."
Musrenbang. "(Musrenbang) Keterwakilannya kurang, beberapa saja," kata Rini Rachmawati S.Si., MT., ketua peneliti Jaring Asmara Kota Yogyakarta 2006. Menurut staf pengajar Fakultas Geografi UGM ini, Jaring Asmara adalah contoh pergeseran pengambilan kebijakan dari yang konvensional menuju bentuk partisipatory planning. Maksudnya, dari kebijakan yang bersifat np-down oleh
Sepanjang Februari 2006 silam, LPPM menyebar kuisioner kepada 1350 responden. Jumlah sampel ini ditentukan secara proporsional dengan jumlah warga di tiap lingkup wilayah kecamatan di kota Yogyakarta. Diambil dari usia produktif, 1645 tahun, mereka diminta mengisi draf pertanyaan via wawancara langsung dan
pemerintah ke masyarakat, kini masyarakat dilibatkan langsung dalam pengagendaan hajat hidupnya. Sehingga, bagi Rini, pelaksanaan Jaring Asmara ini sangat perlu. "Masyarakat terlibat dalam perencanaan pembangunan. Masyarakat sudah punya
tatap muka. Para responden dibagi ke lima kategori dengan kuota tiap kelompoknya berbeda. Pamong, seperti Ketua RT dan Ketua RW, mendapat porsi \Vo. Tokoh masyarakat juga mendapat persentase yang sama. Organisasi lokal, macam Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (LPMK), Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM), Karangtaruna dan Program Kesejahteraan Keluaraga (PKK), sebesar 207o. Sedangkan warga masyarakat jatahnya paling banyak, yartu'3|Vo. Angka yang tak kalah besar, B0%, diberikan pada usahawan.
wadah, peluang, dan kesemPatan'" Jaring Asmara memang tidak menerrnpung semua suara masyarakat atau pamong warga. Akibatnya, ia belum mampu menggambarkan kondisi masyarakat secara utuh. Pada kenyataannya, aspirasi dan penerapan kebijakan sering kali tidak berkaitan. Selain pihak Pemkot yang kurang
proaktif menyosialisasikan aturan itu, warga sendiri pun terkadang tak acuh. "Pengaturan secara khusus tidak ada," kata Widayat (45), Ketua RT 40 RW 09 Kricak Kidul, Kelurahan Kricak, Kecamatan Tegalrejo. Untuk tahun ini, kata dia, warga yang mendirikan rumah atau bangunan diwajibkan melapor ke Ketua RT. Hanya, ketentuan pihak kelurahan itu belum terealisasi. Widayat sejauh ini belum pernah menerima catatan pembangunan rumah baru dari warganya. Kendati dalam Renstrada pertumbuhan kota di aspek ekonomi menjadi hal utama dan mendesak, dalam penelitian ini pun pengusaha berskala besar belum sepenuhnya terwakili. Dari sampel yang diambil, kuota untuk usahawan lebih binyak diisi oleh usaha kecil menengah (UKM). Alasannya, pemilik usaha-usaha besar sering kali tak berada di tempat. 'Agak sulit ketemu," ungkap Rini. Baginya, hal inijustru bukan sebagai kekurangan. Sebab, tema pembangunan kota Yogyakarta tahun 2007 memberi tempat lebih besar pada ekonomi kerakyatan. Tematik kota Yogyakarta sebagai "Pusat Pelayanan Jasa dan Perdagangan yang Berbasis Ekonomi Kerakyatan" yang dicanangkan Pemkot
Kategori-kategori warga inilah yang tak dimiliki Musrenbang. Sehingga Jaring Asmara dipercaya lebih mampu menu4jukkan aspirasi dari beraneka latar belakang responden. Selain itu, data yang diasup lebih heterogen ketimbang
I.rtD
Dengan mendorong pusat-pusat studi memberi kontribusi terhadap pembangunan kotanya, program ini salah satu upaya untuk
melibatkan pihak kampus. Selain LPPM dengan Jaring Asmara-nya, Pusat Studi Thansportasi dan Logistik (Pustral) dan Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan (PSKK) UGM juga diajak dalam merumuskan perencanaan kebijakan kota
1
JUftNAL BALA|RUNG flfl tst40lx]il2006
1
37
L
38 tunrum
BALATRUNG rnist40/xxlt006
tampaknya sejalan dengan temuan LPPM. Hasit Jaring Asmara memang menunjukkan kota Yogyakarta kondusif untuk lingkungan usaha. "Tlen-nya sekarang pusat-pusat perdagangan. Cukup optimis untuk mengembangkan usaha (di Kota Yogyakarta)," ujar Rini. Ada sembilan fungsi usulan program pembangunan dari hasil penjaringan aspirasi itu. Di bidang perumahan dan fasilitas umum, dari penelusuran LPPM UGM, yang mendapat perhatian warga adalah persoalan transportasi. Layanan publik ini diusulkan baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Yarrg tak kalah penting, perihal pembangunan dan pemeliharaan jalan dan
jembatan. Program pengembangan jalan dan sarana transportasi mendominasi prioritas program usulan hasil Jaring Asmara. Sementara program tentang tata ruang kota dan perumahan rupanya tak terlalu menarik perhatian responden. Mengenai temuan itu, Ketua Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan (PSKK) Drs. Sukamdi, M. Sc., menganggapnya wajar. "Logis dan masuk akal," katanya. Warga saat ini tak memandang perumahan sebagai permasalahan terpenting. Sukamdi menengarai warga tak terlalu memusingkan urusan perumahan karena di pinggiran kota masih tersedia lahan. Harga tanah di kawasan itu juga relatif murah ketimbang harga tanah di kota. "Untuk persoalan penrmahan, masyarakat masih punya pilihan," tambahnya. Orang-orang yang datang ke kota umumnya mengikuti kebutuhan ekonomi. Inilah cikal bakal urbanisasi. Walau terus meluas dan bergeser ke pinggiran kota, akumulasi penduduk masih terpusat di kota. Termasuk para pekerja komuter yang datang dari luar kota Yoryakarba. "Anekdotnya," kata dia, " jumlah penduduk kota Jogia siangnya dua kali lipat daripada kalau malam hari." Agar lebih dekat dengan lokasi kerjanya, masyarakat berpenghasilan rendah bermukim di kota atau pinggiran kota. Lantaran secara ekonomi terdesak, rumah mereka pun seadanya. Sampai-sampai ada yang tinggal di bedeng. Di samping lebih murah, itu ditempuh karena akses transportasi Yoryakarta juga belum