14
INSPIRATION
RABU, 23 FEBRUARI 2011
Shita Dharmasari, S.H., M.Kes., Ketua Yayasan dr. Soebiyan
Utamakan Proses, Bukan Hasil
SEKOLAH Lazuardi Haura di Jalan H. M. Hasan Rais No. 9, Kelurahan Sumurputri, Telukbetung Utara, Bandarlampung, kemarin terlihat sepi. Hanya beberapa siswa yang bermain di halaman depan di bawah pohon yang rindang. Kebanyakan siswa saat itu memang sedang belajar di kelas. Seorang perempuan berbusana ungu senada dengan warna jilbabnya, menyambut ramah. Dialah Shita Dharmasari,
ketua Yayasan dr. Soebiyan, yayasan yang menaungi Sekolah Lazuardi Haura. Sosok di balik kesuksesan Sekolah Lazuardi Haura menerapkan proses belajar yang khas. ’’Yang penting dari sebuah pendidikan bukan hasilnya, tetapi proses belajar itu sendiri,” ungkapnya mengawali pembicaraan dengan Radar Lampung. Menurut Shita, saat ini dunia pendidikan cenderung menggunakan paradigma lama. Yakni proses pengajaran yang dilakukan secara satu arah. Misalnya, anak diminta menghafal suatu pelajaran tanpa berpikir. Tetapi di sekolahnya, anak-anak diajak berpikir akan prosesnya sehingga pada akhirnya mereka paham, bukan hafal. Kelemahan lainnya, jika anak tak mampu pada suatu bidang langsung dicap tidak pintar. Padahal, setiap anak memiliki kecerdasan yang berbeda-beda. ’’Mungkin ia kurang menguasai satu bidang, tetapi lebih di bidang lain. Nah, potensi inilah yang kami gali,” imbuhnya. Karena itulah, Lazuardi Haura
tidak hanya mengurusi pendidikan seperti pra-TK, TK, dan SD. Namun juga menerima anakanak berkebutuhan khusus (special need). Dengan metode khasnya, Lazuari Haura dapat mengarahkan mereka menemukan bakatnya. Ia mencontohkan salah satu siswi yang diterima sejak kelas TK B. Awalnya, ia selalu mengeluarkan kata-kata kasar. Tetapi sekarang, jika marah, katakata yang dikeluarkan sangat sopan, bahkan menyebut nama-nama Allah. Pada special moment, saat mendengarkan musik dan menari, dia juga tampak tenang. ’’Sehingga kami jadi tahu dengan teknik apa untuk mengajarkan dirinya me mahami sesuatu,” bebernya. Namun, bukan berarti apa yang ia lakukan selama ini selalu berjalan mulus. Tak jarang, Shita menghadapi kendala. Yang terberat baginya apabila ada per-
sepsi berbeda antara orang tua dan sekolah. ’’Saya pernah mengadakan karya wisata dengan angkutan umum dan ini mendapat reaksi keras dari beberapa orang tua. Mereka khawatir anaknya tidak
nyaman,” kenang Shita. Padahal, sekolah berkeinginan mengajar anak-anak melihat dari sudut pandang yang berbeda. Tentunya pelajaran yang mereka dapatkan akan berbeda jika naik kendaraan pribadi yang biasa mereka lakukan setiap hari. Apa
yang ia lakukan itu terinsipirasi mendiang ayahnya, dr. Soebiyan yang semasa hidupnya mengabdi di RSUD dr. Hi. Abdul Moeloek (RSUDAM). Dulu setiap berangkat kerja, ayahnya memilih naik becak daripada kendaraan pribadi. ’’Saya bertanya kepadanya kenapa naik becak? Ayah menjawab, jika kamu naik becak, kamu akan belajar melihat dari sudut pandang seorang tukang becak atau penumpang becak. Dan banyak hal yang akan kamu pelajari,”
ceritanya. Pendidikan yang diberikan ayahnya memang sangat berkesan bagi Shita. Sebab, meski mampu secara ekonomi, saat SD Shita tetap bersekolah di sekolah inpres. Ayahnya berharap putri kecilnya tidak tumbuh dengan sikap jemawa lantaran berlebih materi. Tetapi, punya empati yang besar pada sesama. ”Dan, inilah yang coba saya terapkan pada anak didik saya,” ungkapnya dengan mata berkaca. (cia/c1/ade)
Down to Earth DOWN to earth. Begitulah Eka Puspita Indiani melihat sosok Shita. Meski di Yayasan Lazuardi Haura, Shita orang yang memiliki posisi tertinggi, ia ramah dan lemah lembut pada karyawannya. Eka mencontohkan pengecekan unit class yang bertujuan melihat kesiapan proses belajarmengajar untuk mengetahui apa saja yang kurang. Dan ini tugas manajer operasional serta kepala sekolah. Namun, Shita sering melakukannya sendiri. Secara psikologis, Shita juga sangat mengerti keadaan orang lain. ’’Ketika karyawan atau stafnya membuat kesalahan, dia tidak langsung menegur di depan orang lain yang ada saat itu. Tetapi mengajaknya mengobrol berdua saja dan menjelaskan kesalahan yang dilakukan orang tersebut,” bebernya. Kepala SD Lazuardi Haura ini mengungkapkan, Shita juga terkenal disiplin, namun tidak kaku. Dalam rapat, misalnya, jika tidak hadir maka yang bersangkutan harus menyertakan keterangan jelas. ’’Dan kalau urusan kita sangat penting, maka Ibu Shita pasti menoleransinya,” tutup dia. (cia/c1/ade)
Eka Puspita Indiani
Siapa tak kenal Sekolah Lazuardi Haura? Lembaga pendidikan ini diakui memiliki cara belajar khas sehingga menghasilkan output khas pula: berkualitas! Nah, kesuksesan metode itu tak lepas dari peran Shita Dharmasari, S.H., M.Kes. Siapa dia?
CINTA PENDIDIKAN SEJAK KECIL KECINTAAN Shita terhadap dunia pendidikan sudah terlihat sejak dirinya kecil. Dari ibunya, Shita sering mendengar saat kanak-kanak dia sering bermain sekolah-sekolahan, baik sendiri maupun bersama teman-temannya. Keinginan ini muncul
lagi dan semakin tak terbendung ketika Shita beranjak dewasa. Persisnya saat ia bertemu dr. Haidar Bagir, ketua Yayasan Lazuardi Hayati. ’’Beliau berkata kepada saya, guru adalah adalah sosok khalifah di muka bumi,” tutur Shita. Selain itu, Shita sendiri
melihat anak-anak banyak yang tersesat ke bidang yang sebenarnya tidak mereka sukai. Bukan salah sekolah, tapi pendidikan secara umum yang tidak pernah memberitahu hendak jadi seperti apa anak tersebut. ’’Makanya agar hal ini tidak terjadi, di sini kami
memiliki program Wanna Be. Jadi saat ditanya kamu mau jadi seperti apa, mereka sudah tahu,” beber Shita. Di Lazuardi Haura, Shita mencoba memberikan ruang khusus untuk mengembangkan potensi diri mereka. (cia/c1/ade) FOTO-FOTO WAHYU