Krisis Suriah

Page 3

Teraju

REPUBLIKA RABU, 7 DESEMBER 2011

25

CHINA-DEFENSE-MASHUP.COM

REPUBLIK GANGSTER

Sekte Minoritas

………………………………………… ……………. Dan diktator, konglomerat dan preman duduk di Loges emas, mengerikan dan siap bertindak: orang takwa, beramal, orang-orang mukmin, menangis tersedak ke keheningan global, seperti lonceng tembaga, dan anak mati sekarang menunggu untuk satu air mata di sebuah kuburan tak bernama. (Walter William Safar dalam “Kuburan Tanpa Nama”)

Z

ainab Al Hosni, wanita berusia 18 tahun, ditemukan tewas dengan kepala terpenggal dan tubuh dimutilasi. Beredar kabar, Zainab dibunuh aktivis hak asasi manusia. Analis Timur Tengah mencium kejanggalan dalam pembunuhan itu. Alawites, sekte minoritas pendukung rezim Partai

Baath yang berkuasa di Suriah, sedang menggunakan taktik baru untuk menekan aktivis anti-Presiden Bashar Assad. Zainab diyakini sebagai wanita pertama yang dibunuh di ruang bawah tanah Alawites, sejak aksi protes anti-Bashar Assad merebak pertengahan Maret 2011. Amnesty International mengatakan, Zainab diculik dan ditahan agen-agen keamanan Alawites untuk menekan kakak gadis itu yang dikenal anti-Assad. Sebelum aksi penculikan terhadap Zainab, Alawites dan Rafidites—kelompok radikal Syiah Iran—berusaha menekan pemimpin aksi demo anti-Assad dengan berbagai cara. Salah satunya, menangkap perempuan-perempuan Muslim Sunni melucuti pakaian dan memaksa mereka berjalan dalam keadaan bugil di tengah kota. Alawites berupaya menciptakan ketakutan dengan terus melakukan penyiksaan, pemerkosaan, dan tindakan tak manusiawi terhadap keluarga Muslim Sunni yang diketahui terlibat dalam aksi demo dan perlawanan bersenjata terhadap pemerintahan Assad. Sasaran serangan Alawites Gangs adalah Muslim Sunni yang tinggal di Homs, Hama, dan Deera—tiga kota penggerak aksi anti-Assad. Situs albawaba.com memberitakan bahwa Zainab diculik pada 27 Juli 2011. Tak

AP

lama setelah penculikan, agen-agen Alawites mengontak Muhammad—kakak Zainab yang mengorganisasi pemberontakan di Homs—dan memintanya menghentikan perlawanan. Setelah itu, Muhammad tertangkap. Pada 13 September, Alawites menghubungi ibu Muhammad agar mengambil tubuh anaknya di kamar mayat. Aktivis hak asasi manusia mengatakan, tubuh Muhammad penuh luka memar, luka bakar, dan luka tembak. Muhammad disiksa sebelum dihabisi. Zainab tak dilepas. Orang tuanya berharap Alawites melepas putrinya karena telah membunuh Muhammad. Setelah dua bulan, sang ibu mendapat kabar tubuh anaknya ditemukan dalam keadaan menyedihkan. Alawites Gangs tak hanya memenggal kepala dan tangan sang gadis remaja, juga mengulitinya. Alawites sedang mengirim pesan: “Jangan coba mengganggu Bashar Assad jika tidak ingin bernasib seperti ini.” PBB memperkirakan, 2700 Muslim Sunni terbunuh di tangan Alawites sejak upaya penggulingan Bashar Assad berlangsung. Pengamat independen memperkirakan, 6.000 Muslim Sunni telah terbunuh.

Shabiha Entah tradisi atau bukan, setiap rezim

di Timur Tengah memiliki pasukan sendiri atau kelompok milisi bersenjata yang bertugas melindungi sang pemimpin. Milisi biasanya direkrut dari komunitas etnis, biasanya minoritas, asal sang pemimpin. Atau, dalam kasus Suriah, anggota milisi direkrut dari kelompok religius. Di Mesir dan Tunisia, Hosni Mubarak dan Zine El Abidine Ben Ali—sebelum keduanya digulingkan—memiliki milisi bersenjata pribadi yang bernama “Baltajia”. Nama serupa juga digunakan di Aljazair dan negara lainnya. Di Libya, Muamar Qadafi memberi nama “Zenga” untuk milisi bersenjata yang melindungi dirinya. Sedangkan di Suriah, Keluarga Assad memiliki “Shabiha” sebagai milisi bersenjata pribadi. Baltajia berarti senjata. Arti lainnya adalah preman bayaran. Sedangkan, Zenga adalah istilah yang relatif baru dan kata ini baru dikenal ketika terjadi aksi anti-Qadafi di Libya. Shabiha memiliki arti relatif sama dengan Baltajia, telah lama dikenal di Suriah, terutama sejak Hafez Assad menjadi presiden. Kini, Shabiha muncul lagi. Adrian Blomfield, koresponden The Telegraph menulis, Shabiha dibentuk di Latakia pada 1990. Mereka memperoleh reputasinya sebagai milisi paling keji sejak tahun pertama. Mereka bersedia melakukan apa saja: teror, pemerkosaan, perampokan, penyiksaan, sampai penembakan terhadap siapa pun yang berani mengganggu pemerintahan keluarga Assad. Mereka direkrut dari desa-desa Alawites di Latakia, dilatih secara khusus dan dipersenjatai. Bloomfield memperkirakan, Shabiha yang muncul saat ini jauh lebih kuat dan brutal. Mereka disebar di sekujur Homs, Hama, Deera, dan Damaskus. Kehadiran mereka kali pertama diidentifikasi ketika demonstran anti-Assad ditembaki sekelompok orang bersenjata tak berseragam dari atas mobil. Video amatir mengabadikan aksi Shabiha ketika terjadi aksi protes damai yang menelan korban. Hampir seluruh korban tewas terkena peluru senapan mesin kaliber besar. Bloomfield—mengutip sejumlah sumber—juga menulis, Shabiha diterjunkan ke Latakia dengan perintah membunuh siapa pun yang berani turun ke jalan untuk menggelar aksi protes. Shabiha—dengan dukungan pasukan pemerintah—juga menuju Hama untuk menghantam basis perlawanan bersenjata. Shabiha membunuh siapa saja. Di Latakia, Shabiha melucuti polisi dan tentara Suriah. Akibatnya, ketika kekerasan di jalan-jalan merajalela, polisi dan tentara hanya diam. Beberapa perwira mencoba mengintervensi untuk mencegah aksi kekerasan, namun Shabiha memberondong mereka dengan senapan mesin. Empat orang tewas. Seorang aktivis mengatakan, Shabiha adalah ‘juru bicara’ Bashar Assad di jalan-jalan dan desa-desa. Assad yang dikenal lembut dibesarkan oleh tradisi kekerasan sang ayah dan kelompok Alawites. Tidak ada yang tahu siapa komandan Shabiha. Rumor di Damaskus menyebutkan, Shabiha di bawah kontrol Maher al-Assad, adik Bashir Assad. Maher bersitegang dengan Farouq al-Sharaa, wakil presiden, dan tak segan-segan mencabut pistol untuk melukai orang nomor dua di pemerintahan rezim Partai Baath. Maher, yang juga komandan unit pengawal kepresidenan, disebut-sebut bertanggung jawab atas tewasnya 63 pendemo di Deera. Alia Ibrahim, koresponden Al Alarabia News, mempunyai informasi lain soal Shabiha. Menurutnya, Shabiha adalah elemen penting dalam rezim keluarga Assad. Bahkan, lebih penting dari pengawal presiden dan tentara. Militer akan selalu menjadi institusi yang dikorbankan ketika dunia internasional menuntut pertang-

gungjawaban atas jatuhnya korban. Shabiha tidak. Personel militer bisa diajukan ke pengadilan, namun anggota Shabiha tidak akan pernah dituntut bertanggung jawab atas kekejian yang dilakukannya. Shabiha bisa melakukan apa saja yang tidak mungkin dilaksanakan institusi militer resmi. Menurut Alia, Shabiha telah ada sejak 1970. Awalnya, mereka hanya gangster biasa yang melakukan semua tindakan ilegal, perampokan, penyelundupan di sepanjang perbatasan Turki dan Lebanon, perdagangan senjata, serta pencurian mobil mewah. Ada beberapa versi soal penamaan Shabiha. Pertama, dan sering diceritakan masyarakat Suriah, Shabiha berasal dari kata ‘Shabah’, yang artinya hantu. Julukan hantu diberikan kepada para gangster yang kerap mengendarai mobil mewah Mercedes model 250, 300, dan 600 secara gila-gilaan. Versi lain menyebutkan, mereka dijuluki hantu karena kebiasaan mereka menyebarkan teror dan ketakutan di tengah penduduk yang berdiri di jalanjalan. Mereka datang bergerombol dan mengenakan sedan berwarna hitam dengan kaca gelap yang sedikit terbuka hanya untuk memperlihatkan senjata. Shabiha sedikit low profile sejak kematian Hafez Assad. Kini, jumlah mereka meningkat sekian kali lipat dibanding tahun 1990-an. Seorang aktivis mengatakan, seorang pengusaha yang dekat dengan keluarga Assad mendanai perekrutan ribuan anggota baru Shabiha. Sang pengusaha, tulis Alia, membayar para anggota Shabiha sampai ratusan dolar per hari. Bandingkan dengan pendapatan per kapita penduduk Suriah yang rata-rata 10 dolar per hari. Informasi paling menarik dari Alia adalah pada masa lalu para anggota Shabiha terbatas dari Alawites. Kini, Shabiha merekrut anggota dari latar belakang agama apa pun. Aktivitas mereka juga diperluas. Selain membunuh dan menyiksa, mereka menyediakan jasa tukang tagih utang dan bodyguard bagi para businessman. Penduduk Suriah menyebut mereka gangster, rezim kriminal, dan mafia. Ada pula yang menuduh Shabiha sebagai bagian dari sistem keamanan nasional Suriah. Tuduhan yang tidak cukup keliru karena sebagian anggota Shabiha dilatih di kamp militer.

Ksatria Suriah Anggota Shabiha merespons pemberitaan buruk tentang dirinya dengan mengatakan, “Kami adalah Ksatria Suriah. Kami patriot Suriah.” Dalam percakapan di twitter dengan sejumlah koresponden media Barat, beberapa anggota Shabiha mengatakan, “Kami mengemban misi melakukan pembunuhan sistematis terhadap Muslim Sunni di Suriah dan Lebanon. Menghancurkan keluarga Hariri, dan lainnya. Koresponden lain yang bercakap-cakap dengan anggota Shabiha di twitter mengatakan, “Mereka selalu mengakhiri percakapakan dengan kata-kata. Enyahkan Sunni, Salafi, Wahabi. Seperti kebanyakan psikopat, ajakan membunuh selalu diakhiri dengan senyum dan kedipan mata.” Shabiha tampaknya hanya menjadikan Sunni sebagai sasaran kebencian. Mereka mengabaikan kelompok lain, salah satunya Kristen. Padahal, sejumlah media Barat melaporkan, Kristen Ortodoks Suriah, Ortodoks Yunani, Ortodoks Armenia, dan Katolik turun ke jalan melancarkan protes. Belajar dari sejarah dan tidak ingin Pembantaian Hama 1982 terjadi lagi, Muslim Sunni mulai mempersenjatai diri. Suriah di ambang perang sipil dengan minoritas fasis Alawites menghadapi mayoritas Sunni yang ingin berkuasa secara demokratis. ■


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.