BLS BOOK 2020 AMSA-Unsyiah

Page 1


BLS BOOK 2020

PPGD, RJP, Manajemen Luka, dan Manajemen Evakuasi

Berdasarkan Guideline American Heart Association 2020

Departement Basic Life Support AMSA-Unsyiah


Penanggung Jawab: Dr. dr. Zafrullah Khany Jasa, SpAn-KNA Dr. dr. Safrizal Rahman, M.Kes., Sp.OT

Penyusun: Dimas Riswan Qurrata A’yunina Putri Al-Abrar Rifqi Alya Maila Tarisa Muhammad Aziz Arridho Destika Ramadhani Silva Asyifah

Editor: Departement BLS AMSA-Unsyiah Salsabila Munirah Amir Vera Ferina Melani Dhiatama Endalif Hafidh Maulana / Chief of BLS Qatrunnada Kamil / Secretary of BLS Ikhsanul Fikri Nafarah Mumtazia Haykal Fathirrahman

i


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga buku yang berjudul BLS BOOK 2020 ini dapat diselesaikan dengan baik. Selanjutnya shalawat serta salam semoga dilimpahkan kepada Nabi besar Muhammad SAW, pada keluarganya, sahabatnya, dan kita sebagai umatnya. Ucapan terimakasih kami sampaikan kepada Dr. dr. Zafrullah Khany Jasa, SpAn- KNA dan Dr. dr. Safrizal Rahman, M.Kes., Sp.OT, sebagai penanggung jawab yang telah ikut berpartisipasi dalam pembuatan buku BLS BOOK 2020 AMSA-Unsyiah. Buku yang berjudul BLS BOOK 2020 secara khusus mendeskripsikan tentang tata cara penatalaksanaan penderita gawat darurat yang harus memperhatikan pernapasan dan sirkulasi pada seseorang yang mengalami kecelakaan, juga membahas tentang Resusitasi Jantung Paru (RJP), serta teknik-teknik evakuasi yang aman bagi yang terkena bencana yang harus di pelajari oleh trainer yang baru. Buku ini disusun sebagai tugas dari departement BLS untuk menambah pengetahuan kita semua mengenai bantuan hidup dasar sehingga kita dapat memberikan pertolongan pertama pada orang dengan kondisi seperti henti jantung, terluka, serta melakukan evakuasi. Maka dari itu kami mengharapkan buku ini dapat membantu pembaca untuk mempelajari teknik-teknik BLS dan diharapkan suatu hari nanti dapat dipraktikkan dalam dunia nyata.

Representative of AMSA-Unsyiah

Ariq Hadayallah Iqfie NIM 1807101010111

ii


DAFTAR ISI

Penyusun Buku… ............................................................................................................... i Kata Pengantar .................................................................................................................... ii Daftar Isi ............................................................................................................................. iii Penatalaksanaan Penderita Gawat Darurat……………………………………….…..

1

Resusitasi Jantung Paru……………………………………………………………....

11

Manajemen Luka…………………………………………………………………..….

20

Manajemen Evakuasi………………………………………………………………....

25

Daftar Pustaka…………………………………………………………………….…..

35

iii


PPGD (Penatalaksanaan Penderita Gawat Darurat) Tujuan: Menyelamatkan jiwa penderita, mencegah cacat, mengurangi nyeri, memberikan rasa nyaman, dan menunjang proses penyembuhan.

Definisi Penatalaksaan Penderita Gawat Darurat (PPGD) adalah serangkaian usaha pertolongan pertama yang dapat dilakukan pada kondisi gawat darurat dalam rangka menyelamatkan korban dari kecacatan atau kematian. Penolong pertama adalah masyarakat awam yang sudah dibekali pengetahuan teori dan praktik bagaimana merespon dan melakukan pertolongan pertama di lokasi kejadian. Dalam kehidupan sehari-hari banyak sekali terdapat kejadian dan kecelakaan yang dapat menyebabkan kematian dalam waktu yang singkat. Semua penyebabnya adalah sama yaitu gagalnya oksigenasi sel terutama pada otak dan jantung. Pengetahuan mengenai penanganan pada penderita kegawatdaruratan merupakan hal mutlak yang harus dimiliki oleh setiap penolong. Di luar negeri, PPGD ini sebenarnya sudah banyak diajarkan pada masyarakat awam, namun hal ini masih sangat jarang diketahui oleh masyarakat Indonesia.

Prosedur PPGD Pada penatalaksanaan PPGD, setiap langkah disesuaikan dengan tingkat kedaruratan tanda vital korban, dengan tidak melupakan keadaan sekitar korban. Penatalaksanaan PPGD sendiri meliputi D-R-A-B-C yaitu: D = check for Danger R = check for Respon A = Airway management and spine control B = Breathing management C = Circulation management Prosedur tersebut harus dilakukan secara berurut dan simultan dalam waktu yang cepat karena dalam waktu 4-6 menit sejak gejala muncul, seseorang dapat mencapai kematian biologis.

1


D - check for Danger (penilaian kemugkinan bahaya) Memastikan bahwa situasi aman dalam melakukan pertolongan pertama. Komponen dalam danger rescue ada 3A, yaitu: - Amankan diri sendiri - Amankan lingkungan - Amankan korban Sebelum melakukan pertolongan, penolong wajib mengamankan diri sendiri dan orang sekitar. Jika sudah memungkinkan dan aman baru dapat memberikan pertolongan. Dalam mengamankan diri sendiri, ada beberapa alat perlindungan diri (APD), seperti: a. Helm, untuk melindungi kepala. b. Masker, untuk mengurangi paparan polusi udara terhadap kesehatan serta untuk menghindari droplet/percikan cairan berisi kuman penyebab penyakit menular. c. Masker RJP, berguna pada saat memberikan napas bantuan ketika melakukan RJP. d. Kacamata pelindung, berfungsi melindungi mata dari percikan darah atau partikel lainnya saat menolong korban. e. Baju pelindung. f. Sarung tangan lateks, karena tangan merupakan bagian tubuh pertama yang langsung melakukan kontak dengan korban, sarung tangan lateks efektif untuk mengurangi risiko terjadinya penularan infeksi. Penggunaan APD harus disesuaikan dengan keadaan dan kebutuhan saat menolong korban. Inti: pastikan penolong dan korban dalam posisi yang aman.

R - check for Respon (penilain kesadaran) Kemudian penolong memeriksa respon korban. Respon korban dibagi menjadi 4 tingkat (AVPU), yaitu: a. Alert

: korban sadar dan bisa diajak berkomunikasi

b. Responsive to Verbal : korban merespon setelah diberi rangsangan suara c. Responsive to Pain

: korban merespon setelah diberi rangsangan nyeri, misal dengan ditekan pada tulang taju pedang atau tulang dada tengah (os. Sternum)

d. Unresponsive

: korban tidak merespon meskipun diberi rangsangan suara maupun nyeri.

Inti: nilai apakah korban sadar/tidak, kooperatif/tidak.

2


A - Airway management and Spine control (penilaian jalan napas dan kontrol trauma leher) Airway (jalan napas) adalah area vital yang harus dinilai pada korban kegawatdaruratan. Adanya gangguan pada jalan napas dapat berakibat napas tidak normal hingga terjadi henti napas dan dapat menimbulkan kematian dalam waktu 4-6 menit. a. Penilaian 1.

Look (lihat), Melihat langsung ke rongga mulut ada tidaknya sumbatan pada jalan napas

2.

Listen (dengar), Mendengar suara napas korban, adanya ngorok atau suara lainnya Suara-suara yang mungkin timbul: - Snoring

: suara seperti ngorok, kondisi ini menandakan adanya kebuntuan jalan

napas bagian atas oleh benda padat (mis: gigi palsu) - Gargling : suara seperti berkumur, kondisi ini terjadi karena adanya kebuntuan yang disebabkan oleh cairan (mis: darah) - Crowing : suara dengan nada tinggi, biasanya disebabkan karena pembengkakan pada trakea. 3.

Feel (rasakan), Merasakan dengan pipi atau punggung tangan pada hidung dan mulut korban untuk menilai ada atau tidaknya hembusan napas dari korban.

b. Sumbatan jalan napas Sumbatan jalan napas merupakan proses kematian tercepat, lebih cepat dibandingkan gangguan sirkulasi. 1.

Sumbatan Jalan Napas Total Pada sumbatan total ditemukan penderita masih sadar atau dalam keadaan tidak sadar, pada sumbatan total yang akut biasanya disebabkan tertelannya benda asing lalu menyangkut dan menyumbat.

2.

Sumbatan Jalan Napas Parsial Sumbatan jalan napas parsial adalah sumbatan sebagian jalan napas yang dapat disebabkan oleh cairan, lidah yang jatuh ke belakang, penyempitan laring. Hal yang perlu diperhatikan dalam menangani sumbatan jalan napas adalah:

a.

Kontrol Servikal

Perhatikan adanya tanda-tanda cedera leher, ditandai dengan: •

Memar atau trauma di daerah leher

Korban tidak sadar

Adanya banyak trauma/ atau kondisi kecelakaan korban tergolong parah

Korban yang mampu berkomunikasi dengan baik dapat mengeluh kelemahan atau tidak mampu mengangkat anggota gerak bawah dan/atau atas

3


b.

Pengelolaan Jalan Napas

Usaha untuk membebaskan jalan napas meliputi: 1.

Head Tilt (ekstensi atau tengadahkan kepala) Dengan menekan kepala ke bawah ke arah punggung. Cara ini tidak dianjurkan, karena banyak gerakan yang timbul pada leher.

( Jika korban dicurigai mengalami cedera leher head tilt dapat memperburuk kondisi korban bahkan berakibat kematian ) 2.

Chin Lift (angkat dagu) Dengan mengangkat dagu lalu menggunakan jari tengah dan telunjuk untuk memegang tulang dagu korban, kemudian angkat dan dorong tulangnya ke depan.

3.

Jaw Trust (mendorong rahang) Dengan dorongan rahang korban ke arah depan. Rahang bawah diangkat ke atas oleh jari tengah, dagu didorong oleh ibu jari, sebagai penyeimbang digunakan jari telunjuk.

( Cara ini hanya dilakukan oleh penolong medis/paramedis atau sudah berpengalaman )

4


Usaha Membebaskan Jalan Napas Karena Sumbatan Zat Cair 1. Finger Sweep (sapuan jari) Dengan membuka mulut korban dengan cara chin lift atau jaw thrust, lalu menggunakan jari lain yang dimasukkan ke dalam mulut untuk membuang cairan.

2. Recovery Position Dengan cara membalikan badan untuk membuang cairan dari rongga mulut. Tindakan ini tidak dapat dilakukan untuk korban cedera leher. •

Fleksikan tungkai yang terdekat dengan anda

Letakkan tangan yang terdekat dengan anda di bawah bokongnya

Dengan lembut gulingkan korban ke samping

5


Usaha Membebaskan Jalan Napas Karena Benda Asing 1.

Back Blow/Back Slap

Tepukan punggung dapat dilakukan dalam keadaan penolong berdiri dan menopang tubuh korban dibagian dada menggunakan tangan terkuat, tubuh korban dibongkokan untuk mempermudah benda asing keluar.

6


2.

Abdominal Thrust (tekanan pada perut)

Tekanan dilakukan di daerah antara pusat dan taju pedang. Pada korban sadar dapat dilakukan sambil berdiri. Pada korban tidak sadar tekanan perut dapat dilakukan dengan posisi di atas tubuh korban. Dapat dilakukan pada orang dewasa dan anak-anak.

3.

Chest Thrust (tekanan pada dada)

Dilakukan dengan menggunakan tekanan di daerah taju pedang atau 2/3 sternum (tulang dada).

Semua usaha membebaskan jalan napas pada korban dilakukan sebanyak 5 kali. Jika airway bebas dilakukan ke breathing. Inti: pastikan saluran pernapasan dapat dilewati udara. B – Breathing management Kecepatan bernapas manusia normal: Dewasa

: 12-20 kali/menit

Anak-anak

: 15-30 kali/menit

Bayi

: 40-60 kali/menit

7


Gangguan pernapasan seperti sesak napas, bisa terlihat atau tidak. Biasanya memiliki ciriciri: •

Penderita mengeluh sesak

Bernapas cepat (takipneu)

Pernapasan cuping hidung

Mungkin dan sering ditemukan sianosis (kulit membiru)

Penanganannya: Gangguan pada pernapasan sangat berhubungan dengan jalan napas, sehingga perlu dipastikan jalan napas bersih ketika melakukan penanganan pada pernapasan. Jika jalan napas telah bersih, maka segera berikan bantuan napas sebanyak 2 kali. Dengan bantuan napas tersebut dada korban akan menggembang jika tidak ada sumbatan pada jalan napasnya. Jika dada tidak mengembang (udara tidak mengalir ke paru-paru) kembali tangani airway korban. Teknik melakukan pernapasan buatan: a. Mouth to mouth ventilation 1. Tangan kiri penolong menutup hidung korban, tangan kanan menarik dagu korban ke atas (chin lift). 2. Penolong menarik napas normal dan kemudian menghembuskan udara dengan menempelkan mulut penolong ke atas mulut korban sambil memperhatikan pergerakan dada. 3. Pastikan dada korban mengembang. 4. Ventilasi diberikan selama lebih dari satu detik. 5. Sebelum memberikan napas yang kedua, penolong menarik napas lagi sambil melepaskan tangan kiri penolong dari hidung korban (memberikan kesempatan untuk mengeluarkan udara). 6. Jangan memberikan ventilasi yang berlebihan atau terlalu kuat.

8


Bahaya bagi penolong dalam pemberian napas dari mulut ke mulut •

Penyebaran penyakit

Kontaminasi bahan kimia

Muntahan penderita

b. Mouth to nose ventilation Penolong memberikan udara melalui hidung korban sedangkan mulut korban ditutup dengan menggunakan tangan penolong.

Inti: pastikan korban bernapas, nilai laju pernapasan, perhatikan gejala sianosis(kebiruan pada bibir dan ujung jari).

C - Circulation Terdiri atas 3 penemuan klinis, yaitu: a. Tingkat kesadaran. Bila volume darah menurun, perfusi otak dapat berkurang yang akan mengakibatkan penurunan kesadaran. b. Warna kulit. Warna kulit dapat memberikan diagnosis hipoperfusi (kekurangan oksigen ke jaringan tubuh). Korban trauma dengan warna kulit kemerahan terutama pada wajah dan ekstremitas jarang dalam keadaan hipoperfusi. Sebaliknya, jika wajah pucat keabu-abuan dan kulit ekstremitas pucat merupakan tanda hipoperfusi. c. Nadi. Periksalah pada nadi yang besar seperti a. femoralis atau a. carotis. Nadi yang tidak cepat, teratur dan kuat menandakan normovolemia, biasanya nadi yang tidak teratur merupakan tanda gangguan jantung dan tidak ditemukan pulsasi pada arteri besar yang merupakan pertanda diperlukannya resusitasi segera untuk memperbaiki volume dan cardiac output. Cara pemeriksaan a. carotis dapat ditentukan dengan meraba a. carotis di daerah leher korban/korban, dengan dua jari tangan (jari telunjuk dan tengah) penolong dapat meraba pertengahan leher sehingga teraba trakea, kemudian kedua jari digeser ke bagian sisi kanan atau kiri kira-kira 1-2 cm, raba dengan lembut selama 5-10 detik. Jika teraba

9


denyutan nadi, penolong harus kembali memeriksa pernapasan korban dengan melakukan manuver head tilt atau chin lift untuk menilai pernapasan korban/korban. Jika tidak bernapas lakukan bantuan pernapasan, dan jika bernapas pertahankan jalan napas. Jika tidak teraba nadi dalam 10 detik, mulai lakukan kompresi dada (RJP).

Inti: nilai nadi, nilai perdarahan, dan cegah syok.

10


RJP (Resusitasi Jantung Paru)

Tujuan: Mengembalikan fungsi sirkulasi yang membawa oksigen ke seluruh tubuh oleh karena berhentinya pernapasan, berhentinya sirkulasi atau, memberikan bantuan eksternal terhadap sirkulasi dan ventilasi dari korban.

Definisi RJP adalah teknik penyelamatan hidup yang bermanfaat pada banyak kedaruratan, seperti serangan jantung, dimana pernapasan dan denyut jantung seseorang berhenti. Ketika jantung berhenti, tidak adanya aliran darah yang mengandung oksigen dalam beberapa menit dapat menyebabkan kerusakan otak yang tidak dapat diperbaiki. Kematian terjadi dalam 8-10 menit. Perhitungan terhadap waktu adalah penting saat menolong korban tidak sadar yang tidak bernapas.

a. Jantung •

Organ sebesar kepalan tangan yang terdiri dari 4 ruang 1. 2 atrium (serambi) 2. 2 ventrikel ( bilik)

Denyut jantung normal 1. Dewasa (>18 thn)

: 60-80 kali /menit

2. Anak-anak (1-18 thn) : 60-140 kali/menit 3. Bayi (<1 thn)

: 120-160 kali/menit

b. Henti napas •

Terjadinyan penyumbatan jalan napas

Adanya gangguan pusat pernapasan (kurang O2, CO2 berlebihan, trauma)

Kelelahan otot pernapasan

c. Henti jantung •

Disebabkan oleh berkurangnya O2, dalam tubuh sehingga jantung tidak dapat berkontraksi

Pemeriksaan denyut nadi, dapat diraba di daerah leher (a.carotis) atau di pergelangan tangan (a.radialis)

11


Tanda Tanda Henti Jantung Penting pertama kali harus tahu keadaan dan tanda-tanda dari seorang yang henti jantung, seorang penolong harus mengenal tanda-tanda henti jantung ini. Tanda-tandanya meliputi: - Korban tidak sadar, dengan detak jantung menghilang - Tidak teraba denyut nadi besar, seperti arteri carotis, arteri femoralis - Korban henti napas atau gasping - Pupil melebar - Death like appearance - Gambaran EKG dapat berupa: fibrilasi ventrikel, asistol, dan disosiasi

Kontraindikasi RJP - Ada perintah DNR (do not resuscitation) / DNAR (do not attempt resuscitation) yang diberikan dan ditandatangani oleh dokter - Tidak ada manfaat fisiologis karena fungsi vital telah menurun - Ada tanda kematian yang irreversibel (rigormotis/kaku mayat), dekapitasi, dekomposisi, atau pucat

Teknik RJP Lokasi kompresi: a.

Dewasa (>18 th)

: di tengah dada diantara kedua puting

b.

Anak-anak (1-18 th) : di tengah dada diantara kedua puting

c.

Bayi (<1 th)

: 2 jari di bawah garis puting

High Quality CPR/RJP - Jumlah kompresi dada 100 hingga 120 kali per menit - Kedalaman kompresi dada 2 inci atau 5 cm pada korban dewasa - Berikan kesempatan dinding dada mengembang sempurna - Interupsi yang minimal - Rasio kompresi dada dan pemberian napas bantu 30:2 ( 30 kali pijatan luar diselingi 2 napas bantu)

12


Kesalahan Pada RJP dan Akibatnya KESALAHAN

AKIBAT

Penderita tidak berbaring pada bidang

RJP kurang efektif

keras Korban

tidak

berada

pada

posisi Bila kepala lebih tinggi, darah yang ke

horizontal

otak berkurang

Tekan dahi angkat dagu, kurang baik

Jalan napas terganggu

Kebocoran

saat

melakukan

napas Napas buatan tidak efektif

buatan Lubang hidung kurang tertutup rapat

Napas buatan tidak efektif

dan mulut penderita kurang terbuka saat pernapasan buatan Tekanan terlalu dalam/ terlalu cepat

Patah tulang, luka dalam paru-paru

Rasio PJL dan napas buatan tidak baik

Oksigenasi darah kurang

Penghentian RJP Penghentian RJP dilakukan jika: - Penderita telah bernapas dan muncul denyut spontan - Gagal (Meninggal) - Penolong telah kelelahan - Datang peralatan atau orang yang lebih ahli

Komplikasi yang Dapat Terjadi Pada RJP - Patah tulang dada/ iga - Bocornya paru-paru (pneumothorax) - Perdarahan dalam paru-paru/ rongga dada (hemothorax) - Luka dan memar pada paru-paru - Robekan pada hati

Langkah-Langkah Sebelum Melakukan RJP 1.

Menentukan tingkat kesadaran korban dengan cara menepuk pundak korban.

2.

Memanggil bantuan.

13


3.

Posisikan korban, korban harus dalam posisi terlentang pada alas yang keras dan datar.

4.

Posisi penolong, posisi penolong adalah berlutut dan berada di sebelah kanan korban.

RJP Pada Dewasa 1.

Bebaskan dan bersihkan jalan napas (airway support).

2.

Bantuan napas (breathing support).

3.

Bantuan sirkulasi (circulation support). a. Lakukan ventilasi cepat dengan bantuan napas buatan 2 kali, kemudian lakukan pijat jantung luar. b. RJP 1 orang operator: - Lakukan ventilasi cepat dengan mempertahankan ekstensi kepala, jika perlu ganjal leher dengan bantal, atau suatu benda. Perhatikan kemungkinan fraktur leher. - Kompresikan dada dilakukan diantara 2 puting dengan titik di atas proc. xhypoideus 2 jari (sternum bagian bawah) dengan pangkal tangan pada sternum. Lakukan penekanan dengan berat badan dan posisi tangan lurus. - Lakukan kompresi dada. - Diselingi dengan ventilasi paru.

14


c. RJP dengan 2 operator - Lakukan ventilasi cepat 2 kali sebelum pijat jantung luar. Satu orang bertindak sebagai operator dan satu orang lagi melakukan kompresi jantung. - Diselingi ventilasi oleh operator yang satu, setiap 5 kali kompresi sternum tanpa menunggu kompresi lanjutan. - Selama resusitasi, operator ventilasi harus senantiasa memeriksa denyut karotis apakah teraba spontan atau belum. - Jika denyut teraba dan korban masih henti napas, teruskan ventilasi paru sampai penderita bernapas spontan.

RJP Pada Anak 1.

Cek airway, breathing, dan circulation (A-B-C) serta lakukan manajemen PPGD bila ada permasalahan.

2.

Jika tidak ada pernapasan atau napas terengah-engah ataupun denyut jantung dibawah 60x/menit dengan tanda perfusi buruk lakukan kompresi dada. Lakukan sebaiknya dengan 2 orang.

15


3.

Penolong pertama melakukan 30x kompresi lalu dilanjutkan 2x pemberian napas, setelah penolong kedua datang, kompresi dapat dilakukan dengan perbandingan kompresi dan pemberian napas 30:2 . Kompresi dilakukan dengan satu tangan yang diletakkan ditengah dada sejajar puting dengan kedalaman 2 inchi atau 5 cm.

4. 5.

Lakukan sampai 2 menit pertama.

6.

Cek kembali pernapasan dan denyut jantung.

7.

Bila tidak ada perubahan yang baik, kita dapat meneruskan kompresi dada hingga kondisi pernapasan dan denyut nadi membaik atau sampai bantuan datang.

8.

Tindakan dapat dihentikan sampai: Tim yang lebih terlatih untuk menangani henti napas dan henti jantung telah datang dan mengambil alih tindakan, tidak didapatkannya respon setelah 30 menit, penolong kelelahan, atau menunjukkan tanda-tanda kembalinya kesadaran, misalnya batuk, membuka mata, berbicara atau bergerak secara sadar dan mulai bernapas normal.

RJP Pada Neonatus (Bayi Baru Lahir) 1.

Perhatikan Apakah usia bayi cukup bulan (37-40 minggu)? Apakah menangis atau bernapas? Apakah tonus otot baik? Jika ketiga pertanyaan tersebut jawabannya “ya”, maka bayi tidak butuh resusitasi dan dapat didekatkan dengan ibu untuk perawatan rutin. Perawatan bayi dikeringkan, dilekatkan kulit ke kulit dengan ibu, diselimuti dengan linen untuk menjaga temperatur normal, dan diobservasi pernapasan, gerakan dan warna kulitnya. Lalu melakukan manajemen tali pusat.

2.

Cegah terjadi hipotermia, letakkan bayi pada infant warmer atau di bawah lampu terang, suhu bayi harus dijaga antara 36,5-37,5 °C.

16


3.

Membersihkan jalan napas, bersihkan sekret yang ada pada mulut dan hidung dengan suction atau karet penghisap.

4.

Lakukan stimulasi taktil, yaitu menepuk/ menyentil telapak kaki dan menggosok punggung/ perut bayi untuk memberikan rangsangan nyeri.

5.

Dukungan Ventilasi Ventilasi tekanan positif (VTP) dilakukan dengan sungkup dan balon resusitasi atau tabung. VTP dilakukan pada neonatus yang terengah-engah atau apneu dalam 60 detik setelah lahir atau yang mengalami bradikardia persisten (denyut jantung <100 denyut / menit). Kecepatan VTP adalah 40-60 per menit. Indikator utama ventilasi yang berhasil adalah peningkatan detak jantung.

6.

Terapi Oksigen Dapat dimulai dengan udara (21% oksigen) pada bayi cukup bulan dan 30% oksigen dapat digunakan pada bayi prematur (usia kehamilan kurang dari 35 minggu). Penggunaan oksigen 100% harus dihindari pada bayi

7.

Mengecek denyut jantung kembali.

8.

Kompresi Dada

17


Lakukan kompresi dada jika detak jantung lebih rendah dari 60x/menit setidaknya 30 detik setelah VTP yang memadai. Lakukan kompresi dada sambil berikan ventilasi dengan perbandingan 30:2 . Kompresi dilakukan dengan 2 jari yang diletakkan 2 jari dibawah garis putting dengan kedalaman 1/3 – ½ kedalaman dada.

9.

Pemberian Epinefrin Berikan epinefrin, sebaiknya secara intravena, jika denyut jantung tetap lebih rendah dari 60x/menit meskipun telah dilakukan kompresi dada selama 60 detik dan terapi oksigen yang adekuat. Dosis epinefrin intravena yang direkomendasikan adalah 0,01 sampai 0,03 mg / kg.

10. Apabila setelah diberikan epinefrin denyut nadi masih dibawah 60x/menit maka kita bisa mencurigai adanya hypovolemia ataupun pneumothorax.

RJP Pada Ibu Hamil 1.

Cek airway, breathing, dan circulation (A-B-C) serta lakukan manajemen PPGD bila ada permasalahan.

2.

Jika tidak ada pernapasan atau napas terengah-engah ataupun denyut nadi dibawah 60x/menit dengan tanda perfusi buruk lakukan kompresi dada.

3.

RJP pada ibu dengan usia kehamilan >20 minggu dilakukan dalam posisi ibu miring ke kiri sebesar 15-30 derajat, atau bila tidak memungkinkan, dorong uterus ke sisi kiri.

18


4.

Penekanan dada dilakukan di pertengahan os. sternum. Kompresi dilakukan dengan cepat dan tepat, yaitu menekan os. sternum sedalam 5 cm dengan kecepatan 100-120x/menit. Setelah 30 kompresi, buka kembali jalan napas lalu berikan 2 kali ventilasi menggunakan balon sungkup atau melalui mulut ke mulut dengan alas. Tiap ventilasi diberikan dalam waktu 1 detik. Berikan ventilasi yang cukup sehingga pengembangan dada terlihat. Kemudian lanjutkan kompresi dada dan ventilasi dengan perbandingan 30:2.

5.

Lakukan kompresi selama 2 menit pertama lalu cek kembali pernapasan dan denyut jantung. Karena berpotensi menggangu resusitasi ibu, pemantauan janin tidak boleh dilakukan.

6.

Bila tidak ada perubahan yang baik, kita dapat meneruskan kompresi dada hingga kondisi pernapasan dan denyut nadi membaik atau sampai bantuan dating.

7.

Tindakan dapat dihentikan sampai: Tim yang lebih terlatih untuk menangani henti napas dan henti jantung telah datang dan mengambil alih tindakan, Tidak didapatkannya respon setelah 30 menit, Penolong kelelahan, atau Ibu menunjukkan tanda-tanda kembalinya kesadaran, misalnya batuk, membuka mata, berbicara atau bergerak secara sadar dan mulai bernapas normal.

19


MANAJEMEN LUKA Tujuan: Mendapatkan penyembuhan yang cepat dengan fungsi dan hasil estetik yang optimal. Tujuan ini dicapai dengan pencegahan infeksi dan trauma lebih lanjut serta memberikan lingkungan yang optimal bagi penyembuhan luka.

Pengertian Luka Luka adalah hilang dan rusaknya sebagian jaringan tubuh. Keadaan ini dapat disebabkan oleh trauma benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik atau gigitan hewan.

Penyebab luka: 1. Mekanik - Akibat benda tumpul - Akibat benda tajam - Akibat senjata api - Akibat bahan peledak 2. Fisik - Karena pemaparan suhu dingin atau panas - Karena aliran listrik 3. Kimia - Zat asam - Zat basa

Faktor yang dapat memperburuk penyembuhan luka (DIDNTHEAL): D = Diabetes: Efek jangka panjang dari diabetes mengganggu penyembuhan luka dengan mengurangi sensasi dan aliran darah. Diabetes yang tidak terkontrol juga dapat berdampak negatif pada penyembuhan luka dengan menyebabkan penurunan curah jantung dan perfusi perifer yang buruk. I = Infection: Infeksi dapat mengganggu pembentukan kolagen. Kolagen merupakan serat protein yang memberikan kekuatan dan tekstur yang elastis pada kulit. Kolagen berperan penting dalam proses penutupan luka. D = Drugs: Steroid misalnya, menghambat proliferasi fibroblas dan sintesis kolagen.

20


N = Nutritional problems: Malnutrisi dan kekurangan vitamin A, C, dan zinc mengganggu proses penyembuhan luka. T = Tissue necrosis: Nekrosis/kematian jaringan akibat iskemia lokal maupun sistemik atau cedera radiasi,dapat mengganggu penyembuhan luka. Luka di area yang memiliki perfusi yang baik, seperti wajah dan leher, dapat sembuh dengan baik meskipun dalam kondisi yang cukup parah. Sebaliknya, luka kecil seperti pada kaki, yang memiliki suplai darah terbatas, dapat menimbulkan ulkus yang sembuh dalam waktu yang lama. H = Hypoxia: Oksigenasi jaringan yang tidak adekuat akibat vasokonstriksi lokal dapat terjadi karena defisit volume darah, nyeri yang tidak hilang, atau hipotermia, terutama yang melibatkan ekstremitas. E = Excessive tension on wound edges (Ketegangan yang berlebihan pada tepi luka): Hal ini dapat menyebabkan iskemia dan nekrosis jaringan lokal. A = Another wound: Apabila korban memiliki banyak luka pada tubuhnya, kebutuhan akan substrat untuk proses tidak dapat terfokus pada satu titik. Hal ini akan mengganggu proses penyembuhan semua luka. L = Low temperature: Suhu jaringan yang relatif rendah di area distal ekstremitas dapat menyebabkan penyembuhan luka menjadi lambat di lokasi ini.

Jenis luka 1. Luka Bakar A. Luka bakar karena panas -

Hentikan pembakaran Jika pakaian terbakar, padamkan, jatuhkan, tutupi dan gulung, atau tutupi api dengan selimut api atau sejenisnya. Menutup wajah akan membantu melindungi jalan napas. Pakaian panas yang hangus harus dilepas karena dapat menjadi reservoir panas. Tinggalkan pakaian yang menempel pada kulit di bawahnya dan lanjutkan mengairi dengan air.

-

Dinginkan dengan air mengalir Dinginkan luka bakar dengan air bersih mengalir hingga 20 menit. Air dingin mengalir selama 20 menit paling bermanfaat untuk luka bakar di mana risiko terjadi hipotermia kecil. Pendinginan luka bakar yang berlebihan kemungkinan tidak akan membantu bahkan dapat menyebabkan hipotermia. Gunakan handuk basah jika tidak ada akses ke air mengalir. Jangan gunakan es pada luka bakar. Suhu dingin yang

21


ekstrem menyebabkan penyempitan pembuluh darah dan dapat memperburuk cedera karena mengurangi suplai darah. -

Tutup luka Tutup dengan pembalut luka, Jika tidak ada pembalut luka, tutupi luka dengan pembungkus plastik film atau kain bersih untuk menjaga luka bakar tetap bersih sampai penanganan lanjutan dilakukan.

B. Luka bakar bahan kimia Alat Pelindung Diri seperti pakaian pelindung, sarung tangan dan kacamata harus dianggap wajib bagi penolong cedera luka bakar kimia. Irigasi dengan air bersih yang mengalir merupakan perawatan utama segera untuk sebagian besar luka bakar kimiawi. Irigasi harus dilakukan secepat mungkin dan dilanjutkan selama nyeri berlanjut. Berikut langkah-langkah penanganannya: -

Lepaskan pakaian yang terkontaminasi dari korban.

-

Agen bubuk harus dibersihkan tuntas dari kulit sekaligus melindungi penolong.

-

Area kontak harus diairi dengan air mengalir dalam jumlah banyak.

-

Hindari melakukan irigasi pada kulit yang tidak terkena bahan kimia.

-

Selalu pastikan mata yang tidak terkontaminasi berada di posisi teratas saat mengairi Hal ini bertujuan untuk menghindari kontaminasi lebih lanjut.

C. Luka bakar sengatan listrik -

Matikan sumber listrik

-

Perlindungan tulang belakang adalah wajib

-

Pastikan kondisi vital baik

-

Periksa bagian yang terkena luka bakar

-

Lakukan Pertolongan Pertama Luka bakar karena panas (20 menit H2O)

2. Luka memar Luka memar biasanya disebabkan bagian tubuh terkena benturan benda keras. Bagian kulit yang terkena benturan biasanya mengalami perubahan warna menjadi agak hitam atau kebiru-biruan. Hal tersebut di sebabkan adanya pembuluh darah kecil di

22


bawah kulit yang mengalami kebocoran sehingga darah merembes di sekitar jaringan tersebut. Cara penanganan: yang perlu dilakukan adalah istirahatkan dan kompres dengan air dingin, karena akan mengakibatkan vasokontriksi pembuluh darah, sehingga memampatkan pembuluh-pembuluh darah yang robek.

3. Luka lecet Terjadi bila ada kerusakan pada lapisan atas dari kulit. Kulit menjadi kasar serta berdarah atau adanya rembesan cairan. Cara penanganan: bersihkan daerah sekitarnya, beri antiseptic secukupnya, dan pasang pembalut jika luka sudah mengering.

4. Luka robek Adalah robek atau rusaknya kulit, baik permukaan kulit maupun kulit serta jaringan di bawahnya. Luka ini disebabkan oleh kekerasan benda tumpul, dapat terjadi bila kekerasan yang terjadi sedemikian kuatnya sehingga melampaui elastisitas kulit dan otot. Cara penanganan: perdarahan dihentikan dengan ditekan kain bersih. Bersihkan luka (dari pecahan-pecahan benda penyebab luka) dan beri antiseptic, lalu tepi-tepi luka disatukan dan dijahit.

5. Luka tusuk Luka ini disebabkan benda tajam. Cara penanganan: apabila masih terdapat benda tajam pada luka tersebut sebaiknya jangan dicabut, sebab benda tajam yang tertancap dapat mencegah terjadinya pendarahan yang lebih banyak. Lakukan penekanan di sekitar benda tersebut bila terdapat pendarahan sekaligus untuk memfiksasi benda tajam yang masih tertancap.

6. Terpotong atau teriris Terpotong adalah bentuk lain dari perlukaan yang disebabkan oleh benda tajam, bentuk lukanya teratur dan dalam, perdarahan cukup banyak, apalagi kalau ada pembuluh darah arteri yang putus. Cara penanganan: menangani perdarahan terlebih dahulu yakni dilakukan dengan menekan bagian yang mengeluarkan darah dengan menggunakan kasa steril atau kain

23


yang bersih. Bila ada pembuluh nadi yang ikut terpotong, dan cukup besar, dilakukan pembalutan torniquet. Pembalutan dilakukan dengan menempatkan tali/ikat pinggang/saputangan pada bagian antara luka dan jantung secara melingkar, kemudian dengan menggunakan sepotong kayu/ballpoint tali/ikat pinggang/saputangan tadi diputar sampai lilitannya benar-benar kencang. Tujuan cara ini untuk menghentikan aliran darah yang keluar dari luka. Setelah itu, luka ditutup dan rujuk ke rumah sakit. Pembebatan torniquet dilakukan pada lengan atas atau paha. Pembebatan di tempat lain tidak akan efektif. Pada luka yang teriris dioles anti infeksi kemudian ditutup kasa steril.

7. Luka sayat Luka sayat adalah jenis luka yang disababkan karena sayatan dari benda tajam, bisa logam maupun kayu dan lain sebgainya. Jenis luka ini biasanya tipis. Cara penanganan: yang perlu dilakukan adalah membersihkan dan memberikan desinfektan.

8. Luka gigitan ular berbisa Beberapa ular mengandung bisa dalam gigitannya. Bisa merupakan racun yang berbahaya dan dapat menyebabkan kematian bila tidak ditangani secepatnya. Cara penanganan: mengeluarkan racun yang sempat masuk ke dalam tubuh korban dengan menekan sekitar luka sehingga darah yang sudah tercemar sebagian besar dapat dikeluarkan dari luka tersebut. Tidak dianjurkan mengisap tempat gigitan, hal ini dapat membahayakan bagi pengisapnya, apalagi yang memiliki luka walaupun kecil di bagian mukosa mulutnya. Namun penghisapan dapat dilakukan bila menggunakan penghisap (suction). Sambil menekan agar racunnya keluar juga dapat dilakukan pembebatan(ikat) pada bagian proksimal dari gigitan, ini bertujuan untuk mencegah semakin tersebarnya racun ke dalam tubuh yang lain. Selanjutnya segera mungkin dibawa ke pusat kesehatan yang lebih maju untuk perawatan lanjutan.

24


MANAJEMEN EVAKUASI Tujuan: Untuk memindahkan orang-orang dari tempat yang berbahaya menuju tempat yang lebih aman, untuk mencegah bertambahnya korban jiwa dalam suatu kejadian, serta untuk menyelamatkan korban bencana, atau melakukan pencarian terhadap korban.

Pengertian Evakuasi Evakuasi adalah kegiatan pemindahan korban dari tempat kejadian ke tempat yang lebih aman untuk melakukan penanganan yang lebih lanjut dengan tetap berusaha mempertahankan hidup korban.

Prinsip Dasar Evakuasi - Kontrol ABC - Yakin tidak ada cedera leher dan tulang belakang - Posisi kepala dan leher harus segaris - Pertahankan jalan napas - Yang diangkat adalah tubuh korban (bukan tangan atau kaki) - Anggota badan digerakkan seperlunya - Penolong lebih besar dan mampu mengangkat korban

Tahap-Tahap Evakuasi - Periksa keadaan sekitar korban - Hubungi rumah sakit atau nomor panggilan darurat - Berikan pertolongan ABC - Evakuasi

Jenis Manual Evakuasi:

I.

Evakuasi oleh 1 orang penolong

1. Dengan cara memanggul a. Tahapan o Pengangkut jongkok menyisipkan tangannya di bawah ketiak korban, yang tidur tengkurap.

25


o Pengangkut mengangkat korban hingga berdiri dengan posisi korban berhadapan dengan penolong. o Korban berada di sebelah kiri penolong. o Tangan kanan penolong memegang salah satu tangan korban, sambil membungkuk sisipkan tangan kiri penolong di bawah, di antara kedua kaki korban. o Mulai berdiri dan mengangkat korban. o Atur posisi korban dan usahakan seluruh badan korban berada pada pundak penolong. o Mulailah berjalan.

b. Keuntungan o Dapat digunakan untuk mengangkut korban sadar maupun tidak sadar. o Prosedur pengangkutan sederhana sehingga dapat digunakan secara cepat. c. Kerugian o Jarak tempuh terbatas sampai dengan 300 m.

26


o Rawan cedera bagi pengangkut terutama pada medan yang tidak rata. d. Larangan o Tidak boleh dilakukan pada korban dengan dugaan cedera tulang belakang, cedera dada dengan gangguan pernapasan dan cedera perut dengan pendarahan hebat. o Tidak boleh dilakukan pada korban dengan dugaan patah tulang paha. 2. Dengan cara memapah a. Tahapan o Pengangkut berdiri di samping tungkai korban yang sakit, sedangkan tungkai penolong disandarkan pada belakang tungkai korban. o Satu tangan penolong memegang pergelangan tangan korban lalu dirangkulkan melalui tengkuk dan dipegang. o Tangan pengangkut yang lain merangkul pinggang korban dari belakang. o Kemudian korban disuruh berjalan dan penolong mengikuti (tidak boleh mendahului).

b. Keuntungan o Prosedur pengangkutan sederhana, sehingga dapat digunakan secara cepat. o Jarak tempuh disesuaikan dengan kemampuan korban. c. Kerugian o Tidak dapat digunakan untuk pengangkutan korban yang tidak sadar atau terlalu lemah sehingga tidak mampu berdiri.

d. Larangan o Tidak boleh dilakukan pada korban dengan dugaan cedera tulang belakang. o Tidak boleh dilakukan pada korban dengan dugaan patah tulang paha.

27


3. Dengan cara membopong a. Tahapan o Korban didudukkan di atas paha penolong. o Pengangkut memangkunya (tangan penolong di bawah kedua paha korban sedang tangan yang lain merangkul di belakang punggung korban). o Korban merangkul penolong, penolong berdiri perlahan-lahan.

b. Keuntungan o Dapat digunakan untuk mengangkut korban sadar maupun tidak sadar. o Prosedur pengangkutan sederhana, sehingga dapat digunakan secara cepat. c. Kerugian o Jarak tempuh terbatas sampai dengan 50 meter. o Rawan cedera bagi pengangkut terutama pada medan yang tidak rata. d. Larangan o Tidak boleh dilakukan pada korban dengan dugaan cedera tulang belakang. 4. Dengan cara menggendong a. Tahapan o Menggendong cara ransel. Dilakukan terhadap korban yang sadar dan kuat untuk memegang pengangkut, tidak ada luka di bagian depan dan tidak ada patah tulang. o Menggendong cara ransel. o Gunakan dua buah kopel riem yang diperpanjang dan disambung. o Tempatkan sambungan kopel riem di bawah paha dan punggung korban pada posisi terlentang.

28


o Buka kedua kaki korban secukupnya lalu penolong terlentang di atas korban di antara kedua kaki korban sambil memasukkan kopel ke kedua tangan penolong seperti menggendong ransel. o Pegang kedua tangan korban dilanjutkan berguling kesikap tiarap sehingga posisi korban berada di atas tubuh penolong. o Penolong lalu berdiri selanjutnya berjalan membawa korban.

Kopel riem

b. Keuntungan o Dapat digunakan untuk mengangkut korban sadar maupun tidak sadar. o Jarak tempuh relatif jauh sampai dengan 3.000 meter. c. Kerugian o Rawan cedera bagi pengangkut terutama pada medan yang tidak rata. d. Larangan o Tidak boleh dilakukan pada korban dengan dugaan cedera tulang belakang, cedera dada dengan gangguan pernapasan dan cedera perut dengan perdarahan hebat. o Tidak boleh dilakukan pada korban dengan dugaan patah tulang paha. 5. Memanggul korban yang tidak sadar

29


6. Dengan cara menyeret dan mengkait a. Tahapan o Korban tidak mampu berjalan. o Efektif pada keadaan krisis oksigen (seperti kebakaran). Pada kebakaran evakuasi lebih mudah dilakukan dengan posisi merendah ke lantai, karena lebih mudah bernapas,

II.

Evakuasi oleh 2 orang penolong atau lebih

1. Dengan cara memapah oleh 2 orang penolong a. Tahapan o Pengangkut berdiri disamping tungkai korban yang sakit, sedangkan tungkai penolong disandarkan pada belakang tungkai korban. o Satu tangan penolong memegang pergelangan tangan korban lalu dirangkulkan ke tengkuk dan dipegang. o Tangan pengangkut yang lain merangkul pinggang korban dari belakang. o Kemudian korban disuruh berjalan dan penolong mengikuti (tidak boleh mendahului).

30


b. Keuntungan o Prosedur pengangkutan sederhana, sehingga dapat digunakan secara cepat. o Jarak tempuh relatif jauh sesuai kemampuan korban. c. Kerugian o Tidak dapat digunakan untuk mengangkut korban yang tidak sadar atau yang sangat lemah sehingga tidak mampu berdiri.

d. Larangan o Tidak boleh dilakukan pada korban dengan dugaan cedera tulang belakang. o Tidak boleh dilakukan pada korban dengan dugaan patah tulang paha. 2. Dengan cara membopong oleh 2 orang penolong a. Tahapan o Korban dalam keadaan sadar. o Korban dibaringkan terlentang. o Penolong berdiri bersisian pada bagian anggota tubuh dari korban. o Aba-aba “jongkok” pengangkut berjongkok dengan patokan lutut yang di atas adalah searah kepala korban. o Aba-aba “pegang” pengangkut memasukan kedua tangan ke bawah tubuh korban hingga batas siku. o Pengangkut tertua bertanya “siap?” bila tidak ada jawaban berarti sudah siap. o Aba-aba “angkat” korban diangkat diletakan di atas paha penolong, sambil memperbaiki posisi tangan penolong. o Aba-aba “berdiri” penolong bersama-sama berdiri, sambil merapatkan tubuh korban ke badan penolong. o Untuk pengangkutan korban tidak sadar atau pingsan dengan dua orang, cara berbaring sama dengan cara pertama, hanya untuk pengangkut saling berhadapan sehingga posisi korban berada di antara kedua pengangkut. Begitu juga untuk aba-aba sama dengan pengangkutan berbaring pada korban masih sadar.

31


b. Keuntungan o Dapat digunakan untuk mengangkut korban sadar maupun tidak sadar. o Prosedur pengangkutan sederhana sehingga dapat digunakan secara cepat. c. Kerugian o Jarak tempuh terbatas sampai dengan 400 m. o Rawan cedera bagi pengangkut terutama pada medan yang tidak rata. d. Larangan o Tidak boleh dilakukan pada korban dengan dugaan cedera tulang belakang. 3. Dengan cara duduk oleh 2 orang penolong a. Tahapan o Korban didudukkan, kedua penolong berlutut di belakang korban sambil kedua lutut penolong saling merapat. o Kedua penolong mengangkat korban dan mendudukkannya di atas paha penolong. o Tangan penolong yang satu saling berpegangan di bawah paha korban sedang satu tangan yang lain saling berpegangan di punggung korban. o Mengangkat korban dan mendudukannya di atas paha penolong selanjutnya penolong berdiri dan berjalan.

32


b. Keuntungan o Dapat digunakan untuk mengangkut korban sadar maupun tidak sadar. o Prosedur pengangkutan sederhana, sehingga dapat digunakan secara cepat. c. Kerugian o Jarak tempuh terbatas sampai dengan 1.000 meter. o Rawan cedera bagi pengangkut terutama pada medan yang tidak rata. d. Larangan o Tidak boleh dilakukan pada korban dengan dugaan cedera tulang belakang. o Tidak boleh dilakukan pada korban dengan dugaan patah tulang paha. 4. Dengan cara duduk oleh 2 orang penolong pada lorong sempit a. Tahapan o Penolong menempatkan diri satu di depan dan satu di belakang korban dengan posisi awal korban dalam keadaan terlentang. o Aba-aba “jongkok” pengangkut yang dibelakang jongkok sambil mendudukkan korban, sedang penolong yang di depan jongkok menempatkan diri diantara kedua kaki korban. o Aba-aba “pegang” pengangkut memasukan kedua tangan ke bawah ketiak dan saling berpegangan di dada korban, sedangkan pengangkut yang lain memegang kedua lutut korban. o Aba-aba “angkat” pengangkut bersama-sama berdiri lalu berjalan.

b. Keuntungan o Dapat digunakan untuk mengangkut korban sadar maupun tidak sadar. o Prosedur pengangkutan sederhana sehingga dapat digunakan secara cepat.

33


c. Kerugian o Jarak tempuh terbatas sampai dengan 1.000 meter. d. Larangan o Tidak boleh dilakukan pada korban dengan dugaan cedera tulang belakang. o Tidak boleh dilakukan pada korban dengan dugaan patah tulang paha. 5. Dengan cara membopong oleh 3 orang penolong a. Petunjuk o Pengangkutan dengan cara ini untuk mengangkut korban dalam keadaan tak sadar. b. Tahapan o Korban ditelentangkan, kedua tangan diletakkan di atas perut. o Ketiga penolong berjongkok di salah satu sisi korban, masing-masing di daerah dada, pinggang dan tungkai. o Kedua tangan para penolong diselipkan di bawah korban, masing-masing memegang punggung, panggul dan tungkai korban (paha dan betis). Perlahan-lahan tubuh korban diangkat dan diletakkan di atas salah satu paha penolong (kiri semua atau kanan semua). o Ketiga penolong berdiri bersama-sama sambil tubuh korban dirapatkan ke dada ketiga penolong. o Kemudian berjalan bersama-sama dipimpin oleh yang tertua dengan langkah yang sama menuju ke tempat yang aman.

6. Dengan cara mendudukan di 4 lengan

34


Daftar Pustaka American Heart Association. Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care. 2020 Aziz, Khalid, dkk. 2020. Neonatal Resuscitation: 2020 American Heart Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care. Circulation. 142(suppl 2): S524–S550 Bon,

Catharine

A.

2020.

“Cardiopulmonary

Resuscitation

(CPR)”,

https://emedicine.medscape.com/article/1344081-overview, diakses pada 29 November 2020 pukul 13.15 Daley, Brian J. 2020. “Wound Care”, https://emedicine.medscape.com/article/194018overview, diakses pada 29 November 2020 pukul 16.10 Merchant, Raina M, dkk. 2020. Executive Summary: 2020 American Heart Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care. Circulation. 142(suppl 2): S337–S357 Oktaviani, Dede J, dkk. 2019. Review: Bahan Alami Penyembuh Luka. S46 – S47 Panchal Ashish R, dkk. 2020. Adult Basic and Advanced Life Support: 2020 American Heart Association

Guidelines

for

Cardiopulmonary Resuscitation

and Emergency

Cardiovascular Care. Circulation. 142(suppl 2): S366–S468 Permatasari Y, Kartolo WY. 2018. Laporan Kasus: Perimortem Sectio Caesarean pada Ibu Hamil dengan Henti Jantung. Volume 9, Number 2: 141-145 Sambodo, Endro. “Pertolongan Pertama Gawat Darurat: Pengangkatan dan Pemindahan Penderita”,https://www.google.com/amp/s/endrosambodo1984.wordpress.com/2012/0 3/28/pertolongan-pertama-gawat-darurat-pengangkatan-dan-pemindahanpenderita/amp/ , diakses pada 3 Januari 2021 pukul 04.00 Topjian Alexis A, dkk. 2020. Pediatric Basic and Advanced Life Support: 2020 American Heart Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care. Circulation. 142(suppl 2): S469–S523 Victorian Adult Burns Service At The Alfred. 2020. “Burns Management Guidelines”, https://www.vicburns.org.au, diakses pada 9 Desember 2020 pukul 22.45

35


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.