Tidak dapat mengimplementasikan peraturan daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten (RTRWK) dan peraturan daerah Provinsi Kalimantan Tengah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) karena seluruh wilayahnya masuk sebagai kawasan hutan; (4) Dapat dipidana karena memasuki dan menduduki kawasan hutan tanpa izin atau memberikan izin usaha bidang pertambangan, perkebunan dan usaha lainnya di wilayah Kabupaten Pemohon yang menurut penunjukan termasuk dalam kawasan hutan; (5) Hak kebendaan dan hak milik masyarakat Kabupaten Kapuas atas tanah dan bangunan berpotensi dirampas oleh negara karena dianggap masuk kawasan hutan; Atas dalil-dalil tersebut, para pemohon memohon kepada Mahkamah Konstitusi untuk menyatakan frasa “ditunjuk dan atau” yang ada di dalam Pasal 1 angka 3 bertentangan dengan konstitusi dan oleh karenanya tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Dengan kata lain, para pemohon menghendaki perubahan Pasal 1 angka 3 UU Kehutanan dari yang berbunyi: “Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh Pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap.” Menjadi: “Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditetapkan oleh Pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap.”
Untuk memperkuat dalilnya, para pemohon mendatangkan dua orang saksi yakni I Ktut Subandi dan Jaholong Simamora serta 5 orang ahli antara lain: a. Prof. Dr. H.M. Hadin Muhjad, S.H., M.Hum, b. Prof. Dr. I Gde Pantja Astawa, S.H., M.H. c. Tommy Hendra Purwaka, S.H., LL.M., Ph.D. d. Kurnia Toha, S.H., LL.M., Ph.D. e. DR. Sadino, S.H., M.H. Sementara itu pemerintah mengajukan dua orang ahli yakni Prof. Dr. Asep Warlan Yusuf, S.H., M.H. dan Prof. Dr. Ir. Herwint Simbolon, M.Sc. Mahkamah Konstitusi dalam putusannya tanggal 21 Februari 2012 menyampaikan pertimbangan hukum sebelum memberikan putusan atas permohonan tersebut pada bagian
Page 2 of 13