Edisi 116

Page 1


Editorial

Mahasiswa Seakan Terlena Mahasiswa sebagai generasi intelektual diharapkan mampu menjawab persoalan-persoalan bangsa. Sebagai generasi muda mahasiswa dituntut untuk berbuat, berpikir dan mengabdi kepada masyarakat. Alangkah bijaknya jika semua mahasiswa berpikir kedepan seperti itu. Sesuai dengan kata bijak Descartes, Cogito Ergo Sum (aku berpikir maka aku ada). Kalau kita ambil kata bijak Descarates tadi sebagai pedoman, bisa dikatakan seorang dianggap tidak, jika tidak berpikir. Bagaimana mahasiswa sekarang? Mahasiswa sekarang hanya menjadi boneka. Lihatlah di telivisi hanya sebagai penghias saja, bertepuk tangan menyaksikan acara. Jadi wajar saja jika mahasiswa dikatakan ‘tidak berpikir’, karena tidak melakukan apa yang semestinya. Kalau kita Jika kita buka lembaran sejarah mahasiswa. Disana bisa kita dapati, bagaimana semangat mahasiswa merubah peradaban dunia. Namun seiring perjalanan waktu gerakan mahasiswa akhirakhir ini seperti kehilangan gregetnya, aksi-aksi penentangan terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah yang tidak memihak rakyat tidak lagi mampu mengundang simpati mereka. Coba kita lihat beberapa aksi yang dilakukan oleh organisasi mahasiswa hari ini. Pemerintah hanya memandang sebelah mata. Bahkan masyarakat cendrung menganggap mahasiswa cuma bisa ngomong dan demo. Apalagi sekarang ditemukan demo bayaran. Belum lagi perilakuperilaku negative yang kian marak di kalangan mahasiswa. Ini membuat posisi mahasiswa sebagai agent of social control mulai kehilangan tajinya. Penyebab pertama karena kelemahan internal gerakan mahasiswa sendiri yang tidak terkonsolidasi, solid, serta kompak mewujudkan semua tujuan sebagai agent of control. Juga dengan adanya kepentingan kelompok yang membuat gerakan mahasiswa terlihat berkotak-kotak. Akibatnya, peranan gerakan mahasiswa kian melemah serta sirna dari pemandangan kancah demokratisasi hari ini. Gerakan mahasiwa sekarang mulai tidak mau berbaur dengan organisasi lain karena pemikirannya sudah diwarnai dengan sindrom arogansi kelembagaan. Yang lebih kepada sok-sokan, Sok hebat, sok idealis, sok jago dan lain sebagainya. Di samping itu mahasiswa seakan terbawa arus dengan kemajuan teknologi sekarang,. Mahasiswa seakan membisu dan terlena terhadap semua kejadian. Hari ini kebnyakan mahasiswa lebih asik Ngefaceebook dari pada baca buku, diskusi, berdialog, apalagi mau demonstrasi. Apakah yang salah? Sebetulnya kita tidak menyalahkan apa, bagaimana dan siapa yang berbuat. Tetapi melihat realitas sekarang, tentu ada kenginan untuk mahasiswa berbuat semestinya. Arus modernisasi memang tidak bisa ditahan dengan begitu saja. Harus ada usaha yang serius untuk melawannya. Sebagai kaum intelektual, Mahasiswalah yang seharusnya mulai dari diri sendiri dan mengajak masyarakat, untuk segera arif dalam berbuat. Mahasiswa sekarang kalau becerita, hanya larut pada euphoria sejarah belaka. Tuntutan mahasiswa kala reformasi tidak bisa dikawal. Seperti HAM, KKN dan penegakan supremasi hukum. Dan banyak hal lain, yang seakanakan terlupakan. Kedepan kita sebagai kaum intelektual. Harusnya berada pada posisi semesestinya. Menjadi mahasiswa yang hebat dan menjadi idola masyarakat. Sehingga semua arus negatif yang ada, bisa disikapi dengan bijak oleh mahasiswa. Semoga.

Ciloteh Emperan +IAIN Punya Rektor Baru - ha, yo tu? Bilo tu? Ba a kok wak ndak tau? +Beberapa gedung di IAIN dirobohkan untuk diperbaiki - Masajik ba a ko’ indak? ndak paralu do yo? +Pergerakan Mahasiswa Membisu - tu yo nyeh! Lalok ka lalok se karajo e

 Salam Redaksi

Ikhlas Beramal Alhamdulillah, setelah melalui proses yang panjang, akhirnya Tabloid Suara Kampus edisi 116 ini sampai ketangan pembaca. Meski sibuk mempersiapkan diri untuk menghadapi ujian semester genap, namun hal tersebut tidak mengurangi semangat wartawan LPM SK untuk berkarya dan memberikan yang terbaik. Sebelum tabloid ini dibaca tuntas, lewat salam redaksi kami menceritakan perjalanan Suara Kampus beberapa bulan ini. Ada beberapa agenda yang dilakukan pengurus dan anggota, seperti open tab di Alahan Panjang tanggal 18-19 Juni lalu dan rapat istimewa yang membuat keputusan tentang kepengurusan LPM SK. Selain itu, Suara Kampus, juga mengangkat anggota magang menjadi anggota penuh. Melalui regenerasi ini, ada harapan akan lahir generasi penerus yang akan memimpin Suara Kampus nantinya. Disamping itu, ada

juga acara yang bersifat rutinitas yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Pada edisi kali ini, Suara Kampus mengupas tentang pergerakan mahasiswa hari ini. Berbagai komentar tentang pergerakan mahasiswa, kami sajikan di rubrik Suara Utama. Untuk memperkuat data, Litbang Suara Kampus membuat polling tentang tema ini. Di Suara Khusus akan dibahas tentang sekelumit kejadian di kampus. Seputar harapan civitas akademika terhadap rektor baru dan kesiapan IAIN menerima mahasiswa baru. Keluhan dan aspirasi mahasiswa tentang kondisi kmpus, kami informasikan di rubrik Suara Pembaca. Bagi yang ingin mengenal Rektor terpilih lebih dekat, kami suguhkan di rubrik Wajah. Wacana-wacana yang bersifat edukatif kami rangkai di rubrik Edukasi. Serta kegiatan dan informasi seki-

tar kampus, kami sajikan di rubrik Salingka Kampus. Rubrik baru hadir pada edisi kali, yang kami namai lapau. Dengan bahasa minang sebagai bahasa pengantarnya. Cerita ini bertujuan untuk memberikan nuasa minangkabau dalam penerbitan Suara Kampus. Karena persoalan bahasa menjadi masalah identitas suatu bangsa, maka dimunculkanlah rubrik lapau dengan judul pertama lapau malin di-launching. Dalam proses penerbitan kali ini, tak banyak cerita yang ada, selain “ikhlas beramal”. Ditengah kesibukan ujian dan persiapan KKN yang dilakukan beberapa anggota LPM SK, kami tetap berusaha menyampaikan informasi dan memberikan yang terbaik. Terselip harapan semoga tabloid Suara Kampus dapat menjawab kebutuhan pembaca setianya.

 Cerminia

Berharap Injury Time Di berbagai pertandingan bola, kita sering mendengar kata injury time. Sebagian besar orang mengartikan kata injury time ini dengan perpanjangan waktu. Perpanjangan waktu dilakukan sebagai pengganti waktu yang hilang akibat tertundanya permainan berupa pelanggaran atau peristiwa-peristiwa lain yang mengganggu pertandingan. Ketika menonton pertandingan sepakbola, menit-menit akhir merupakan sesuatu yang menegangkan. Karena menit akhir merupakan penentu kemenangan tim. Tim yang berada dalam posisi kalah, akan berusaha sebaik-baiknya untuk mengalahkan. Begitu juga tim yang menang akan berusaha mempertahankan. Oleh karena itu, sering kita melihat kejadian yang dramatis diakhir pertandingan bola. Bisa saja tim yang dalam posisi kalah, membalikkan kedudukan, karena pemain mulai kelelahan dan tidak konsentrasi. Begitu juga dalam kehidupan seharihari. Selalu ada drama yang menegangkan di akhir waktu. Bahkan seringkali ada tambahan waktu sebagai bentuk dispensasi. Bisa saja kita mengatakan deadline sebagai harga mati, tetapi masih ada juga alasan untuk penambahan waktu. Di

Ilham Mustafa dalam kehidupan penambahan waktu itu disebabkan karena tidak melakukan sesuatu secara konsisten. Padahal nabi telah mengingatkan kita melalui hadis riwayat Aisyah. Ketika itu Nabi ditanya, “Amal apakah yang paling disukai Allah? Beliau berkata, “Amal yang paling teratur dan terus menerus, sekalipun mungkin sedikit.” Beliau menambahkan, “jangan bebani dirimu, kerjakanlah amal ibadah

menurut kemampuanmu (HR-Al-Bukhari). Itu yang sering dilupakan oleh manusia. Tidak beramal secara konstan. Yang berefek kepada kerja yang tidak efektif. Melakukan pekerjaan tidak melalui perancangan yang matang. Karena bagi orang yang suka berleha-leha, ketika ada suatu pekerjan akan berujar “kapan terakhir dikumpulkan atau kapan waktu terakhirnya?” maka tidak usah janggal melihat, ketika membayar rekening listrik atau PDAM jika sudah diakhir waktunya akan mengakibatkan antrian yang panjang. Birokrasi pemerintahan, sering juga begitu. Ketika sudah masa akhir Laporan pertanggung jawaban (LPJ), maka pegawai akan terlihat “super sibuk”. Acara seolah dipaksakan ada, dengan alasan menghabiskan anggaran. Kondisi kampus kita, juga terlihat begitu-begitu juga. Sering sibuk bila telah diakhir-akhir waktu. Sedangkan Mereka dituntut untuk melaksanakan program, tidak masalah tidak bagus, yang penting sudah terlaksana. Bagi orang yang bekerja di pemerintahan negeri, dengan jadwal yang sudah ditentukan, tentu akan berharap “mudah-mudahan ada injury time-tambahan waktu.”

Dewan Redaksi: Iswanto JA, Ervin Hasibuan, Ade Faulina, S.Sos.I, Eka Yulina, Adil Wandi, Andri El Faruqi, Ariya Ghuna Saputra, Rara Handayani, Ilham Mustafa. Pemimpin Umum: Ariya Ghuna Saputra. Wakil Pemimpin Umum: Hamdan Kusuma. Sekretaris Umum: Siska Oktawidya. Bendahara Umum: Widya Rahmita Hakim. Pemimpin Redaksi: Ilham Mustafa. Manager IT: Novera Indrawati. Pemimpin Perusahaan: Yisri. Divisi SDM & Litbang: Yeni Purnama Sari, Adliza. Divisi Umum & Adm: Rahma Suwita Syaf Divisi Periklanan & EO: Gusnita. Web Development: M. Noli. Lay Out Pra Cetak: Defri Chandra. Redaktur Pelaksana Online: Rafi’I Hidayatullah Nazari. Redaktur Pelaksana Tabloid: Efi Salinda. Koordinator Liputan: Yulia Vita Ramayona. Redaktur: Mimi Permani Suci, Ahmad Syaifullah, Nurhamsi Deswila, Fitria Marlina, Ababil Gufron, Ega Romilia, Gita Jonelva. Reporter: Sri Handini, Arjuna Nusantara, Ridho Permana, Ikhwatun Nasra, Yaspardi, Rahmawati Matondang, Urwatul Wusqa, Ari Yuneldi, Mardani Kambara, Septia Hidayati, Nur Khairat, Riri M. Nur, Andika Adi Saputra, Aidina Fitra, Delvia Rahmi, Evi Chandra, Jejen, Devarisa


Mesjid Bocor Nan Sepi di Kampus Islami

Menyedihkan, pejabat kampus lebih memilih mendirikan gedung perkuliahan baru dan kantor baru. dibandingkan mesjid Sri Wahyuni

T

anggal 30 September 2009, gempa yang berkekuatan 7,6 SR, masih menyisakan duka di salah satu Perguruan Tinggi Islam Negeri (PTAIN) di kota Padang. Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Imam Bonjol Padang, itulah salah satu perguruan tinggi Islam yang masih didera duka yang mendalam. Beberapa bangunan di kampus ini rusak. Namun, hingga saat ini masih belum di perbaiki secara keseluruhan. Ketika memasuki gerbang kampus IAIN Imam Bonjol Padang, sebelah kiri kita disuguhkan dengan pemandangan yang cukup menyedihkan. Betapa tidak, masjid yang seharusnya menjadi tempat favorit, kini malah menjadi tempat yang ditakuti oleh mahasiswa, karena kondisinya yang memprihatinkan. Masjid yang dulu berdiri megah, kini telah seperti bangunan tua yang tak terawat lagi. Dindingnya yang dulu bisa menahan ratusan manusia yang beribadah, kini tidak bisa lagi menampung manusia yang beristirahat setelah melaksanakan shalat berjama’ah. Atapnya yang bisa melindungi jama’ah ketika hujan, kini tidak mampu lagi melakukan itu. Dikarenakan bocor, akibat gempa tersebut. Setiap hujan turun, air akan merembes masuk ke dalam masjid melalui celah-celah retakan yang tidak sedikit jumlahnya. Akibatnya tikar untuk shalat menimbulkan bau yang kurang sedap dan orangorang pun malas untuk melaksanakan shalat di masjid itu. Kondisi tempat wudhu’ yang kurang memadai pun menjadi salah satu faktor sepinya masjid itu. Dengan bentuk masjid yang sekarang, mayoritas mahasiswa hanya menggunakannya mesjid sebagai tempat pertemuan. Seperti, mengadakan rapat, pertemuan, mengerjakan tugas, menanti jam kuliah berikutnya, atau hanya sekedar tidur-tiduran di masjid tersebut. Sepi, itu lah suasana masjid kampus saat ini. Mahasiswa lebih memilih pulang ke kos atau ke tempat tinggalnya masing untuk melaksanakan shalat daripada di masjid. Fungsi

masjid sebagai central kehidupan umat telah lenyap. Entah sampai kapan masjid yang menjadi lambang Islam akan seperti ini, apalagi bagi sebuah perguruan tinggi Islam. Apabila dibandingkan dengan perguruan tinggi umum lainnya, masjid mereka lebih bersih dan terawat dibandingkan masjid kita ini. Menyedihkan, pejabat kampus lebih memilih mendirikan gedung perkuliahan baru dan kantor baru. dibandingkan mesjid. Gedung rektorat IAIN Imam Bonjol yang juga rusak parah terkena gempa, sekarang sudah mulai diruntuhkan. Namun, masjid yang menjadi tempat ibadah dan pusat kegiatan bagi mahasiswa dengan kondisinya yang memprihatinkan tidak pernah tersentuh sedikitpun. Berjalan lebih kurang lima menit dari masjid kampus, maka kita akan sampai di Mushalla Ushuluddin. Entah kenapa mushalla ini dianamakan mushalla ushuluddin, mungkin karena lokasinya berdekatan dengan Fakultas Ushuluddin. Mushalla ini jauh lebih memprihatinkan dibandingkan masjid kampus, karena kondisinya yang sudah lama tidak terawat, apalagi setelah

gempa kondisinya makin menyedihkan. Rumput-rumput tumbuh subur di sekitar mushalla itu, suara azan tidak ada lagi berkumandang dari mushalla itu, dinding di salah satu sisi mushalla ini sudah hampir roboh. Mushalla ini bukan lagi sebagi tempat beribadah, namun, sebagai tempat kuliah yang sesekali digunakan oleh mahasiswa ushuluddin itu sendiri, serta tempat peristirahatan bagi mahasiswa dalam menunggu waktu kuliah. Apabila kita melihat di sekitar Mushalla itu, akan Nampak berserakan kotoran kambing, ironis. Sampai kapan kampus Islami ini akan seperti ini? Tidak mempunyai fasilitas ibadah yang lebih baik. Kapan mahasiswa dan orang yang berkunjung ke kampus ini dapat beribadah dengan tenang di Masjid yang bersih, indah dipandang oleh mata, nyaman di dalamnya, dan dengan tempat bersuci yang bersih. Sampai kapan akan membiarkan orang-orang bertanya, “ Dimana tempat berwudhuknya?” *Penulis adalah Mahasiswa Semester VI Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam Fakultas Dakwah


Pergerakan Mahasiswa Membisu Mahasiswa selaku penghubung antara kaum bawah dengan kaum atas yang juga sering disebut sebagai agent of change sudah semestinya melakukan berbagai kegiatan demi mewujudkan perubahanperubahan ke arah yang lebih baik. Banyak cara yang dapat dilakukan mereka, salah satunya yang sering kita dengar dengan sebutan pergerakan mahasiswa.

Gerakan mahasiswa di Sumatera Barat adalah salah satu contoh di mana peran anak-anak muda di tingkat lokal tak bisa dipungkiri. Dalam batas tertentu, mahasiswa adalah cermin masyarakat, karena aspirasi yang mereka perjuangkan adalah aspirasi masyarakat. Di Padang atau Sumatera Barat, tradisi pendidikan tinggi baru muncul di awal-awal kemerdekaan dan berkembang di tahun 1950an, dengan berdirinya Universitas Andalas (Unand) sebagai universitas tertua di Sumatera. Sejak saat itu, di Sumatera Barat tradisi anak-anak muda kritis dan terdidik dimulai, sebab di bangku perkuliahan mereka diperkenalkan dengan ide-ide idealisme. Pro Kontra Pergerakan Mahasiswa Saat Ini Sementara saat ini, beberapa orang berpendapat pergerakan mahasiswa membisu juga ada yang berpendapat sudah maju. ‘Pergerakan mahasiswa membisu’ ini dibenarkan Ma’rufin alumni Fakultas Dakwah ketika diwawancarai Selasa (12/07). “Secara umum mahasiswa terlena oleh suasana dan tidak ada tantangan,” ungkapnya. Ma’rufin menjelaskan

Ilustrasi Rafi’i Hidayatullah Nazari

mundurnya pergerakan mahasiswa karena tiga hal. Pertama, karena tidak ada tantangan, sehingga tak ada gagasan revolusi dan gebrakan untuk negara ini. Dulu, kata Ma’rufin, semangat mahasiswa tumbuh karena Soeharto. Sehingga mahasiswa menyatu dengan sendirinya. “Namun sekarang tidak lagi, banyak koruptor yang mereka itu adalah mantan tokoh mahasiswa, tapi tidak ada gebrakan mahasiswa,” tegasnya. Kedua, terlena fasilitas teknologi dan salah mempergunakannya. “Lihat saja banyak mahasiswa yang malas keperpustakaan, karena mereka berpikir semua informasi sudah ada di HP,” tuturnya. Ketiga, semangat disiplin tidak ada sehingga keteladanan hilang. “Dulu mahasiswa bersepeda ke kampus, tapi sekarang sudah dimanjakan,” katanya. Mantan Ketua Senat Mahasiswa Institut (SMI) periode akhir 1992-1994 itu menambahkan, mahasiswa tidak pernah lagi mengkaji ideologi-ideologi. Senada dengan Ma’rufin, Ketua Dema IAIN IB Padang, Nuzul Iskandar mengatakan gerakan mahasiswa hari ini tidak jelas. “Pergerakan mahasiswa hari ini arahnya tidak jelas, dulu arahnya sangat jelas. Misalnya demo, siapa yang kita demo arahnya jelas, tapi kalau sekarang masalahnya tidak jelas, siapa saja bisa demo, baik itu buruh, ibu rumah tangga dan petani. Kalau dulu hanya mahasiswa yang demo, bahkan sekarang demo dijadikan sebagai gaya hidup,” ujar Nuzul. Begitu juga dengan Arif selaku Ketua Majelis Permusyawaratan Mahasiswa (MPM) UNP mengatakan mahasiswa saat ini kurang respon. “Banyak sebenarnya permasalahan dalam masyarakat, tapi mahasiswa tidak peka, begitu juga di kampus,” ujar Arif. Hal ini disebabkan karena, pertama awal mahasiswa baru masuk kampus pihak rektorat menekan mereka dengan akademik, tidak diperkenalkan dengan organisasi. Kedua, Pihak rektorat selalu mendoktrin mahasiswa untuk cepat tamat. “Kesadaran mahasiswa tentang sosial kurang, sekarang mereka lebih banyak yang individual, mereka baru berontak jika nilainya yang dizhalimi sementara untuk masalah sosial tidak ada,” kata Arif. Tidak jauh berbeda dengan Arif,

menurut Direktur Badan Pengelola Latihan (BPL) HMI Cabang Padang, Roni Akmal Fahdi, pergerakan mahasiswa saat ini mengalami kemunduran. Ketidakobjektifan pergerakan mahasiswa mempengaruhi mundurnya gerakan mahasiswa, terlepas dari teori-teori yang ada. “Misalkan saja aksi, kebanyakan demo yang dilakukan hanya untuk memperlihatkan eksistensi organisasinya, sehingga sering alur pergerakan itu keluar,” ujar Roni. Pergerakan mahasiswa itu sebenarnya memiliki alur. Pertama lobi, advokasi, mediasi, pra aksi, aksi dan terakhir pasca aksi. Kata Roni, Parahnya lagi di masing-masing organisasi, banyak pribadi yang hanya ingin memperlihatkan eksistensi dirinya. Sehingga nilai-nilai perjuangan itu hilang karena kepribadian manusia. Pada 1998, di masa itu ada yang diperjuangkan, ada isinya tapi sekarang kosong. “Kita lihat mereka yang demo, mereka sudah tahu hasilnya tapi mereka tetap demo karena eksistensi tadi,” kata mahasiswa semester akhir di Unand itu. Begitu juga yang disampaikan Dekan Fakultas Dakwah IAIN IB Padang, DrsAbdurrahman, M.Ag. “Kalau kita amati pada saat ini ada perubahan pergerakan mahasiswa, sekarang mahasiswa lebih banyak menghabiskan waktunya untuk kegiatan akademis, kurang menggunakan kesempatan untuk mencari pengalaman dalam berorganisasi, mereka lebih disibukkan dengan perkuliahan, berbeda dengan mahasiswa masa lalu yang banyak aktif dalam berorganisasi, baik ekstra maupun intra kampus” jelasAbdurrahman. Lemahnya pergerakan mahasiswa disebabkan karena dua faktor, pertama, faktor eksternal yaitu dari luar diri mahasiswa, seperti adanya sistem SKS, kondisi lembaga-lembaga maupun yang lainnya, sedangkan yang kedua, dari faktor internal mahasiswa, ini merupakan faktor yang lebih dominan seperti tidak bisa mengatur waktu dengan baik, mengatur kegiatankegiatan dan masih banyak yang lainya, tambah Abdurrahman dengan serius. Sementara Rektor UMSB, Dr. H. Shofwan Karim, MA menegaskan genarasi sekarang tidak bisa disamakan dengan generasi dulu. “Tantangan mahasiswa dulu adalah perjuangan, tapi sekarang berbeda,” ujar Komisaris PT.Semen Padang itu. Kata Shofwan, mahasiswa sekarang lebih canggih. “Mungkin caranya berbeda dengan dahulu, tinggal bagaimana menyikapinya,” tambahnya. Berbeda dengan yang lain, Ketua IMM, Ronil mengatakan pergerakan mahasiswa sudah maju, tapi masih ada kepentingan-kepentingan dalam gerakan mahasiswa. “Pergerakan mahasiswa hari ini banyak melakukan diluar batas, juga ada yang menyimpang bah-

kan anarkis, tidak seperti yang diharapkan, seharusnya mereka tidak hanya bisa mengkritik tapi juga member solusi,” tegasnya. Begitu juga yang disampaikan Ketua Umum PMII periode 20112012, Habibullah S.PdI. Pergerakan mahasiswa sudah mulai nampak dan menyatu. “Contohnya saja Cipayung yang terdiri dari beberapa organisasi, sewaktu heboh persoalan NII mereka mengadakan seminar dengan menghadirkan tokoh-tokoh seluruh agama,” ujar Habib. Kata Habib, di Kota Padang pergerakan mahasiswa bisa dikatakan maju, namun mungkin di beberapa kampus masih ada pergerakan mahasiswa yang membisu. “Saya tidak bisa mengatakan kampus-kampus mana saja yang membisu, tapi saya pikir kampus negeri sudah nampak pergerakannya,” tegas Habib. Sama dengan Habib, Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UBH, Fajar Wahyudi mengatakan mahasiswa saat ini sedang gencar-gencarnya untuk melakukan berbagai perubahan yang secara tidak langsung membantu pemerintah dalam menjaga citra Indonesia di mata dunia. Namun pergerakan mahasiswa yang tak lagi dirasakan bukan salah mahasiswa. “Indikator terpenting pembuat wacana itu adalah media dan menurut pengamatan saya, media saat ini hanya melambungkan berita tentang mahasiswa yang bertindak anarkis saja sehingga menimbulkan wacana yang negatif terhadap pergerakan mahasiswa. Sebaliknya, kalau mahasiswa melakukan aksi untuk perubahan seperti demonstrasi untuk mengungkap sebuah kebenaran, malah tidak dilambungkan, “ kata Mahasiswa Teknik Sipil UBH itu. Disamping itu, Presiden BEM UNP, Tomi Devisa, juga berpendapat pergerakan mahasiswa saat ini masih eksis dan sangat berpengaruh dalam perkembangan bangsa. “Saya sangat tidak setuju kalau ada yang mengatakan mahasiswa saat ini tidak eksis lagi, karena menurut pengamatan saya telah banyak usaha yang dilakukan oleh teman-teman mahasiswa untuk mengharumkan nama negeri ini, sebut saja lembaga-lembaga kemahasiswaan yang berperan aktif dalam mengkriktik tindakan pemerintah yang salah dengan melaksanakan aksi demonstrasi,” ujar Mahasiswa yang berasal dari Pesisir Selatan itu. “Tapi, perlu digaris bawahi bahwa demonstrasi yang saya maksud adalah demonstrasi yang terarah sehingga tidak menimbulkan anggapan bahwa mahasiswa hanya bisa melakukan tindakan-tindakan anarkis yang tak jelas,” tegasnya. Mahasiswa Orde Baru Pada masa Orde Baru (Orba) terutama akhir masa Orba pada 1998 seluruh mahasiswa menyatu untuk


menjatuhkan presiden. Ma’rufin mengatakan semangat mahasiswa pada saat itu tumbuh karena Soeharto. Mahasiswa memiliki tantangan dan mereka selalu mengkaji ideologi-ideologi. Mahasiswa melakukan pergerakan, tepat pada Mei 1998, dengan Aksi yang dilakukan mahasiswa, Seoharto mundur dan menanggalkan jabatannya sebagai presiden Republik Indonesia. “Pada masa itu mahasiswa bersatu karena permasalahan negara, melihat kepemimpinan dan kediktatoran, mahasiswa merasa harus ikut andil di dalamnya,” ujar Ketua MPM UNP Arif. Sementara Ronil beranggapan masa 1998 itu, politik Indonesia sangat buruk, ada kekuasaan politik. Sehingga masih ada ketakutan mahasiswa untuk menyampaikan aspirasinya. SKS MenggangguAktifitas Mahasiswa? Bicara tentang mahasiswa tidak terlepas dari perkuliahan yang mereka hadapi. Sistem Kredit Semester (SKS) yang diberlakukan perguruan tinggi juga menjadi alasan bagi beberapa orang untuk beraktifitas. Kata Ma’rufin, Pihak kampus, terutama petinggi-petinggi kampus tidak memberikan mahasiswa peluang untuk berorganisasi. “Ini bermula dari Normalisasi Kehidupan Kampus (NKK) dan Badan Koordinasi Kampus (BKK) yang mengikat mahasiswa dengan sistem SKS,” ungkapnya. SKS mengganggu mahasiswa. Mereka dipaksa cepat tamat, tidak diberikan kesempatan untuk berkreativitas di organisasi. “Seharusnya pihak kampus memberikan mahasiswa waktu, misalkan jum’at, sabtu, dan minggu adalah hari untuk beraktifitas di organisasi,” ujarnya. “Sebaiknya mahasiswa itu banyak berdiskusi, kemudian adakan gerakan-gerakan, bukan hanya sekedar KKN kemudian ke masjid, karena mahasiswa bukan untuk meramaikan masjid,” tegasnya. Ronil mengatakan semua itu tergantung kepada orangnya. Tapi SKS memang mempersempit aktifitas mahasiswa, karena jadwal mahasiswa terbatas, ditambah lagi kebanyakan mahasiswa tidak mau mengorbankan kuliahnya. “Disisi lain itu juga membantu mahasiswa, karena mahasiswa tidak perlu repot lagi memilih mata kuliahnya,” kata Ronil. “Tidak mengganggu perkuliahan, bahkan antara organisasi dengan akademik saling mendukung dan melengkapi, tergantung cara pengelolaan dan membagi waktu” ujar Ketua Asosiasi Pers Mahasiswa (ASPEM) Sumatera Barat Hendra. Senada dengan Hendra, Habib mengatakan SKS tak mengganggu. “Sistem itu pandai-pandai mahasiswa, sebab dalam satu hari itu tidak semuanya dipakai untuk kuliah, selebihnya bisa digunakan untuk berkreatifitas,” ujarnya. Menurut Nuzul SKS tidak mengganggu. “Sistem SKS tidak mengikat mahasiswa untuk berkreativitas di kampus. Sebagai seorang aktivis, kendala utama yang biasa kita hadapi dalam berorganisasi adalah waktu, kemudian kendala lainnya adalah masalah materi dan dukungan dari pihakpihak yang ada, seperti dosen, teman dan ketua- ketua dari organisasi lain yang telah sukses di luar kampus. Kita harus pandai membagi waktu, berapa jam untuk kuliah dan berapa jam pula untuk berorganisasi,” katanya. “Sebenarnya SKS tidak mengikat mahasiswa dalam berorganisasi, itu hanya tergantung dengan pribadi mahasiswanya dalam mengorganisir waktu, juga tergantung kebijakan organisasinya misalnya

 Polling 1. Bagaimana pendapat anda mengenai pergerakan mahasiswa saat ini? a. b. c. d.

Maju Mundur Biasa-biasa saja Tidak ada sama sekali

2. Bagaimana Menurut anda pergerakan HMJ, SMF dan DEMA?

Membisu: Pergerakan Mahasiswa kini terkesan membisu

dengan mengadakan rapat pada sore hari yang tidak mengganggu aktivitas perkuliahan” ujar Fajar. Arif juga berpendapat sama. “Maksimal 24 SKS, dilihat beberapa tahun terakhir, itu tidak mengganggu, banyak sisa waktu untuk berorganisasi,” tutur mahasiswa UNP itu. Revolusi Pergerakan Mahasiswa Kata Arif, kesadaran mahasiswa tentang sosial, yang saat ini masih mementingkan individu harus diubah. Mahasiswa harus peka terhadap persoalan sosial baik itu yang ada dalam masyarakat maupun di kampus. “Pihak rektorat juga harus memberi peluang kepada mahasiswa untuk berorganisasi, kalau bisa diikat, seperti diberi point,” tambahnya. Sementara ditempat lain Hendra mengatakan mahasiswa merupakan elit intelektual yang menduduki strata tertinggi, dan harus mampu mempersiapkan diri untuk kedepannya dalam pergerakan nasional. Pergerakan mahasiswa hari ini dipacu dengan kegiatan mahasiswa dalam berorganisasi. “Organinsasi merupakan ladang bagi mahasiswa untuk berkreatifitas di luar akademik. Banyak manfaat yang dapat diambil bagi mahasiswa dengan bergelut di organisasi diantaranya: Pertama, mahasiswa mampu mengembangkan kemampuan sesuai dengan minat dan bakatnya. Kedua, mahasiswa akan bersosialisasi dengan orang-orang baru. Ketiga, mahasiswa memperoleh ilmu yang tidak ia dapatkan dalam perkuliahan. Keempat, dengan berorganisasi mahasiswa mampu mempersiapkan diri untuk pengabdian kepada masyarakat. Kelima, menambah link yang nantinya

Foto Adil Wandi

juga bermanfaat kedepannya,” kata Ketua Aspem Sumbar itu. Begitu juga yang disampaikan Rolan Akbar anggota HMI Komisariat Fakultas Hukum, organisasi itu adalah lahan untuk mencapai kesuksesan. “Dalam berorganisasi kita akan di latih menjadi mahasiswa yang kritis dan tidak hanya mau ikut-ikutan saja,” tuturnya. Dekan Fakultas Dakwah, Abdurrahman juga menambahkan, walaupun secara akademik dikampus bagus tetapi bila tidak aktif berorganisasi, maka mahasiswa nanti akan merasa canggung jika bersosialisasi dengan masyarakat karena kurangnya pengalaman serta jiwa kepemimpinan, sebab hal-hal tersebut tidak akan pernah didapatkan dalam suasana perkuliahan atau belajar. Ia berharap agar mahasiswa lebih berperan aktif di organisasi baik itu ekstra maupun intra, sebab hal tersebut dapat menunjang pengetahuan. Serta mampu membawa pada hal-hal yang bersifat sosialisasi. “Saya juga berharap kepada para aktivis kampus agar tidak meninggalkan kuliahnya, mahasiswa harusnya dapat menyeimbangkan antara kuliah dengan organisasi,” tutupnya. Sementara itu, Shofwan Karim berharap agar mahasiswa dapat meningkatkan kompetensi pribadi, prestasi, kepedulian terhadap lingkungan dan peningkatan mutu dan potensi. Shofwan juga berpesan kepada mahasiswa ‘Nikmati masa mahasiswa, jiwa harus hidup dan dinamis, jangan pernah berhenti berkarya’. [Ababil Gufron (Laporan: Gita Jonelva, Defri Candra, Ilham Mustafa, Ababil Gufron, Ari Yuneldi, Nur Khairat, Sri Handini, Ridho Permana, Evi Candra)]

a. Baik b. Biasa-biasa saja c. Tidak ada pengaruhnya

3. Anda lebih setuju Pemilu Raya atau Musmi? a. Musmi b. Pemilu raya

Hasil berdasarkan polling yang dilakukan Tim Litbang Suara Kampus terhadap 100 orang Mahasiswa


Rektor Baru, Harapan Baru Segudang permasalahan masih mengendap di dasar kampus islami ini, mulai dari masalah akademik, fasilitas, hingga masalah tetek bengek lainnya. Masalah tersebut, seharusnya menjadi tanggung jawab pemimpin di kampus ini. Kini, IAIN Imam Bonjol (IB) Padang memiliki nahkoda baru, ada harapan baru pula yang tersimpan di benak civitas akademika IAIN IB.

Banyak harapan yang disampaikan masyarakat kampus IAIN IB untuk Pemimpin baru itu. “Kepada civitas akademika mari kita dukung dan bekerjasama untuk memajukan kampus ini dalam hal apapun,” ujar Prof Dr Sirajuddin Zar, MA ketika dikonfirmasi via telephon pada Jum’at (15/07). “Pemilihan Rektor kemarin, realita yang kita lihat masih terjadi pengelompokan-penge lompokan, sekarang dan untuk selanjutnya kita harus menghilangkan hal tersebut untuk k emajuan IAIN,” kata Rektor Periode 20072011 itu. Di tempat lain Kepala Biro AUAK IAIN IB Padang, Drs. Amrul Wahdi, MM berharap lain. “ Taha p a wa l R e k tor ba ru hendaknya bisa konsolidasi ke dalam, melakukan pembinaan ke dalam, menyatukan dan menguatkan internal IAIN sehingga de ngan ada nya hal tersebut, tidak akan sulit bagi kampus ini untuk pengembangan keluar,” ujar Amrul. Sementara itu, kata Amrul, untuk pembangunan infrastruktur pasca gempa di Kampus Lubuk Lintah, IAIN telah mendapatkan dana sekitar Rp9M dari BNPB. Amrul berharap, Rektor bisa mengawal ini dengan cepat sesuai dengan aturan yang ada. Sehingga, beberapa bangunan yang telah diruntuhkan, bisa kembali dibangun. Amrul juga menyampaikan cara-cara yang sebaiknya dilakukan Rektor IAIN. Pertama, mengadakan koordinasi kedalam, kedua penyesuaian kemampuan dengan bidang-bidang yang dimiliki oleh para karyawan maupun pegawai, ketiga, berupaya meningkatkan mutu dan kualitas karyawan serta pegawai IAIN IB Padang. Ia juga mendukung IAIN untuk bisa segera menjadi UIN, sesuai dengan target Rektor Makmur Syarif. “Kami akan mendukung kerja yang akan dilakukan Rektor, terutama untuk mengubah IAIN menjadi UIN,” tutur Amrul. Ketua Dema IAIN periode 2010-2011, Nuzul Iskandar mengharapkan perhatian Rektor untuk lembaga mahasiswa. “Saya berharap Rektor dapat memberikan perhatian yang cukup kepada lembaga mahasiswa dan persoalan-persoalan yang selama ini kita suarakan dapat didengar,” ujar Nuzul. Ia juga berharap di IAIN lahir Imam-Imam besar. “Kalau bisa IAIN Imam Bonjol dapat menjadi imam atau lahir pemikiranpemikiran yang besar, sehingga dengan a danya Rekt or ba ru, IAIN bisa menghadirkan Imam Lubuk Lintah,” terang Nuzul.

Prof. Dr. Sirajuddin Zar, MA

Drs. Amrul Wahdi, MM

Drs. Irdinansyah Tarmizi

Pemilihan Rektor kemarin, realita yang kita lihat masih terjadi pengelompokan-pengelompokan, sekarang dan untuk selanjutnya kita harus menghilangkan hal tersebut untuk kemajuan IAIN

Tahap awal Rektor baru hendaknya bisa konsolidasi ke dalam, melakukan pembinaan ke dalam, menyatukan dan menguatkan internal IAIN

IAIN merupakan salah satu perguruan tinggi yang berbasis islami, mudah-mudahan IAIN IB Padang menjadi titik sentral dari segala yang berhubungan dengan adat basandi syara’, syara’ basandi kitabullah

“Sebenarnya yang perlu dilakukan Rektor saat ini adalah pembenahan administrasi, mulai dari sistemnya hingga pegawai, karena itu penting untuk melakukan kegiatan baik kegiatan mahasiswa maupun kampus,” tutur Maha siswa Akhwal Assya khsiyyah itu. Menanggapi pelantikan rektor baru tersebut, Ketua ILUNI IAIN IB Pa dang, Drs. Irdina nsyah Tarmizi ketika dikonfirmasi via telephon pada Kamis (14/07) menguca pka n sel amat untuk Makmur. “Pertama saya mengucapkan selamat atas dilantiknya Makmur Syarif sebagai Rektor IAIN IB Padang dan bagi saya ini merupakan langkah awal yang baik untuk bisa memajukan kampus IAIN,” ujar Irdinansyah. Alumni Fakultas Tarbiyah ini berharap Rektor dapat memperbaiki kampus IAIN. “Di bawah kepemimpinan rektor baru, kami para alumni berharap agar bapak Makmur bisa meningkatkan mutu dan kualitas serta memperbaiki kampus ini, baik itu dari mutu

pendidikan maupun yang lainnya,” terangnya. “Di bawah kepemimpinan rektor baru, mudah-mudahan kampus kita ini bisa mengembangkan sayapnya bukan hanya di internal Sumatera Barat saja akan tetapi juga di luar serta di dalam negeri maupun di luar negeri,” sambungnya. Irdi na nsya h me nga t a ka n, Sumatera barat yang di kenal dengan adat basandi syara’, syara’ basandi kitabullah, IAIN dapat menjadi pusatnya. “IAIN merupakan salah satu perguruan tinggi yang berbasis islami, mudah-mudahan IAIN IB Padang menjadi titik sentral dari segala yang berhubungan dengan adat basandi syara’, syara’ basandi kitabullah,” ujarnya. Ia juga mengatakan yakin dengan Rektor dan akan bekerja sama dengan Rektor. “Mewakili alumni yang lain, kami siap membantu Rektor kapanpun dan dimanapun untuk kemajuan kampus IAIN IB Padang ini,” tutupnya.

R e kt or IAIN IB P a da ng menanggapi, dalam waktu dekat akan melakukan visi dan misi yang disampaikan. “Dalam waktu dekat, saya akan fokus menyelesaikan beberapa permasalahan yang ada, terutama yang berhubungan dengan dana, baik itu dana insentif maupun dana lainnya, yang selama ini belum bisa dicairkan dan perlu diketahui juga untuk pencairan dana tersebut, insyaallah dalam minggu besok akan segera tercairkan demi kelancaran seluruh urusan di kampus ini,” terangnya, Kamis (14/07) di ruangan Direktur Pasca Sarjana IAIN IB Padang.. “Masalah peningkatan mutu dan kualitas pendidikan di kampus ini, terlebih lagi hal yang berkaitan dengan aktreditasi Jurusan atau Prodi yang ada, kita akan mengusahakan seluruh Jurusan atau Prodi terakreditasi dengan nilai A,” ujar Rektor yang juga masih menjabat Direktur Pasca Sarjana itu. [Ababil Gufron, Ariya Ghuna Saputra]


Surat Untuk Rektor

Dahulukan Tri Dharma Oleh Ilham Mustafa Salam dan ucapan selamat saya dari LPM Suara Kampus kepada rektor terpilih Prof. Dr. Makmur Syarif menggantikan Prof. Sirajudin Zar. Sebagai mahasiswa yang terlibat di Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) yang bergerak di bidang media informasi, saya menyelipkan surat kepada rektor terpilih agar bisa dikunyah-kunyah dan diamalkan jika berkenan. Bapak rektor yang saya hormati, disini saya bercerita hanya untuk menuangkan unek-unek dari civitas akademika. Secara garis besar saya memulai dari tri dhama perguruan tinggi yaitu pendidikan, penelitian dan pengabdian. Jejak rekam mahasiswa yang saya temukan di lapangan, ada beberapa kejanggalan. Cobalah nanti, kalau Bapak ada waktu untuk melihat-melihat mahasiwa belajar. Sekedar menggambarkan kondisi, banyak dari civitas akademika yang betul-betul berniat belajar dari

kampung, Setiba di kampus fasilitas yang ditemui kurang memadai, buku yang menjadi sumber referensi sulit dijumpai. Ada beberapa mahasiswa yang semangat untuk belajar dengan segala keterbatasan dan ada juga yang tidak semangat. Sebetulnya, saya tidak ingin menyalahkan siapa-siapa. Karena ketika ingin menyalahkan siapa, kembali lagi kesalahan itu kepada yang menyalahkan. Setidaknya dengan di lantiknya rektor baru ada beberapa pilar dari pendidikan yang saya harapkan dari kampus ini terwujud. Mulai dari meningkatkan fasilitas pendidikan, kualitas dosen dan perbaikan birokrasi. Untuk Bapak ketahui, LPM Suara Kampus menyajikan berita selama ini tidak jauh dari persoalanpersoalan itu saja. Kita berharap, agar Rektor melakukan perbaikan kualitas pendidikan di IAIN Imam Bonjol. Agar IAIN Imam Bonjol benar-benar dapat menjadi perguruan tinggi Islam

Setidaknya dengan di lantiknya rektor baru ada beberapa pilar dari pendidikan yang saya harapkan dari kampus ini terwujud. yang berkualitas dan mampu membangun budaya ilmu yang tinggi di lingkungannya. Persoalan dari elemen kedua Tri dharma perguruan tinggi yaitu penelitian. IAIN Imam Bonjol Padang seolah-olah susah untuk mencetak peneliti-peneliti handal. Kalaulah sistem pendidikan baik dan manajemen terukur, tentu tujuan pendidikan akan menjadi mudah tercapai. Selama ini maha-

siswa sering mengeluhkan pembuatan skripsi. Banya buku yang mengulas tentang pembuatan skripsi, tetapi sampai sekarang persoalan mahasiswa, dari hari ke hari yaitu susahnya penelitian. Apa penyebabnya? Kalau menurut fakta yang ditemukan dilapangan, mahasiswa kurang meneliti karena kurang kesempatan dan kegigihan. Cobalah sekali-kali Bapak berikan kesempatan mahasiswa untuk meneliti. Insyaallah nanti IAIN Imam Bonjol akan mencetak peneliti-peneliti yang handal. Tetapi semua itu terjadi karena proses yang panjang. Rektor yang saya hormati, yang terakhir adalah pengabdian. Kalau diartikan secara bahasa pengabdian bertti penghambaan atau berbakti. Secara keseluruhan, IAIN sebagai kampus Islami diharapkan untuk bisa terjun ke masyarakat. Dalam perjalanan mahasiswa mengabdi, kalau tolak ukurnya kuliah kerja nyata

(KKN), banyak hasil yang memuaskan. Tidak banyak yang mendapat cela dari masyarakat. Itu kalau kesempatannya KKN, coba kalau disurvei ke kampung halaman mahasiswa masing-masing. Apakah mahasiswa IAIN Imam Bonjol Padang betul-betul mengabdi ke pada masyarakat? Entahlah. Tetapi intinya ada harapan terselip agar rektor baru bisa melaksanakan program dengan baik. Bukan hanya sebagai janji tetapi harus dibuktikan dengan pelaksanaan. Sehingga bisa mengabdi kepada kampus Islami ini. Sekian dulu surat dari saya, dan mohon maaf sebesar-besarnya, kalau ada kata yang tidak berkenan, Terakhir saya ucapkan lagi selamat kepada Prof. Dr. H. Makmur Syarif, SH, M.A sebagai rektor baru dan saya ucapkan terima kasih kepada rektor demisioner Prof. Dr. H. Sirajuddin Zar, M.A atas pengabdiannya selama ini.


Prof. Dr. H. Makmur Syarif, SH, MAg

Belajar, Belajar, dan Belajar Makmur Syarif, sosok yang terkenal tegas. Dosen Ushul Fiqh di Fakultas Syariah ini, kini adalah Rektor IAIN Imam Bonjol yang baru saja dilantik. Di enam puluh tahun umurnya, banyak hal yang telah dilaluinya. Berbagai pendidikan formal dan non formal penah dilaluinya, yang kini telah mengantarnya menjadi rektor.

“Dulu di kampung saya, banyak cemeeh kepada orang-orang yang masuk sekolah agama, banyaknya cemeehan itulah yang memotivasi saya,” Berawal dari motivasi itu ia mencoba menuntut ilmu di sekolah agama dengan tujuan untuk membuktikan kepada semua orang, bahwa tamatan sekolah agama tidak hanya berguna di mimbar saja tapi juga berguna bagi masyarakat banyak. Ia memulai langkahnya dengan menuntut ilmu di Sekolah Rakyat Kayutanam dan melanjutkan pendidikannya di Madrasah Tarbiyah Islamiyah (MTI) Tigo Nagari Kayutanam (Tsanawiyah) sampai 1969. Selanjutnya, Makmur melangkah ke MTI Canduang Bukittinggi. Makmur kecil sudah sangat akrab dengan pendidikan agama. Hal itu, karena didikan orang tuanya yang menuntut makmur mengusai ilmu agama. Sejak kecil, Makmur sudah di ajarkan membaca kitab. Sehingga makmur menjadi pandai membaca kitab. Bahkan sekarang, ia bisa dikatakan sebagai ahli kitab. “Orang tua di rumah yang mengajarkan membaca kitab. Kata ayah, ‘harus pandai baca kitab’,” tegas pria yang resmi menjadi Rektor IAIN Imam Bonjol pada 12 Juli lalu. Setelah menyelesaikan studinya di MTI Canduang Bukittinggi, Makmur melanjutkan studinya ke bangku perkuliahan di Fakultas Syariah IAIN Imam Bonjol di Bukittinggi, serta menyelesaikan sarjana lengkapnya di di Fakultas Syariah IAIN Imam Bonjol Padang pada tahun 1980, dengan peringkat terbaik. Selama menjadi mahasiswa IAIN Imam Bonjol, Makmur juga berstatus mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Andalas. “Dulu saya juga mahasiswa Unand. Pagi saya kuliah di Unand dekat Taplau, lalu sorenya saya kuliah di IAIN,” ujar Makmur. Semasa kuliah, Makmur sudah menjadi asisten dosen Drs. Sanusi Latif, Mantan Rektor IAIN Imam Bonjol periode1976-1982. Selain itu, di sela-sela waktu kuliahnya, ia juga manggaleh, Karena pada dasarnya makmur bukanlah keturunan orang kaya. Makmur muda memiliki tekat untuk menjadi seorang hakim. Sayangnya cita-citanya tersebut ditentang oleh orangtuanya. Menurut orangtuanya, profesi yang paling bagus dan paling baik adalah menjadi guru. Dari kacamata agama, posisi hakim berada diantara surga dan neraka. Sedangkan posisi guru senantiasa di tempat yang mulia. Oleh sebab itu, Makmur mengubur cita-citanya untuk menjadi hakim. Makmur memilih untuk terus menuntut ilmu. Tidak puas dengan dua gelar sarjana, Pria yang pernah menolak gelar adat ini melanjutkan studi strata 2 di Universitas Islam Negeri Kalijaga Yogyakarta. Serta menyematkan gelar doktor dari Pasca Sarjana

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. “ Jadi Hidup saya ini, saya habiskan dengan belajar, belajar, dan belajar saja” ujar pria yang dulunya gemar bermain tenis. Kini, Makmur adalah Rektor IAIN Imam Bonjol. Ini bukan kali pertama ia mengabdi kepada IAIN Imam Bonjol. Sebelumnya, Makmur sebelumnya pernah menjabat sebagai Kasi Alumni dan Kemahasiswaan Fakultas Adab (1979), Kasi Personalia Fakultas Adab, Sekretaris Jurusan SKI Fakultas Adab, Sekretaris Balai Penelitian, Kepala Balai Penelitian, Wakil Koordinator Kopertais Wilayah VI Sumbar dan Kerinci, Pembantu Rektor I bidang akademik, hingga Direktur Pascasarjana IAIN Imam Bonjol. Sebagi tahap awal kepemimpinanya di IAIN Imam Bonjol, Makmur akan melakukan pembenahan kedalam tubuh IAIN. Menurutnya, hal inilah yang terpenting dilakukan di IAIN Imam Bonjol saat ini. “Lihat saja, sudah enam bulan, tapi dana (dana Dipared) belum juga cair, ini karena persoalan internal IAIN,” ujar pria yang menurut banyak orang berwatak keras. [Rafi’i Hidayatullah Nazari, Ababil Gufron]

Curriculum Vitae Identitas Nama : Prof. Dr. H. Makmur Syarif S.H, M.Ag TTL : Kayutanam / 17 Juni 1951 Agama: Islam Status Perkawinan :Kawin / 1 anak Pekerjaan: Guru Besar Fakultas Syariah IAIN Imam Bonjol Padang,Direktur Pascasarjana IAIN Imam Bonjol Padang Pangkat / Jabatan:Pembina Utama Madya (IV/d) Alamat Kantor: Kampus IAIN Imam Bonjol Jl. Sudirman No. 15 PadangTelp. 0751-25686 Fax. 0751-22473 Keluarga Ayah :Luthan Syarif 1910 – 1990 (almarhum) Ibu : Siti Mukmin 1920 – 2009 (almarhumah) Istri : Dra. Hj. Elwis Nazar M.Ag, Dosen Fakultas Tarbiyah IAIN Imam Bonjol Padang Anak : Allevia Syarif, Mahasiswa Akuntansi Internasional Fakultas Ekonomi Universitas Andalas

Riwayat Pendidikan -Strata 3 Pasca Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta – Doktor bidang Ushul Fiqh / Hukum Islam, 2005 -Strata 2 Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta – Magister Agama Program Studi Hukum Islam, 1997 -Strata 1 Fakultas Hukum Universitas Andalas Padang – Sarjana Hukum (Jurusan Hukum Tata Negara prodi Hukum Perundang-Undangan), 1988 -Sarjana Lengkap Fakultas Syariah IAIN Imam Bonjol di Padang - Drs, 1980 -Sarjana Muda Fakultas Syariah IAIM Imam Bonjol di Bukittinggi, 1975 -Madrasah Tarbiyah Islamiyah Candung Bukittinggi, 1971 -Madrasah Tarbiyah Islamiyah Tigo Nagari Kayutanam (Tsanawiyah) 1969 -Sekolah Rakyat Kayutanam, 1964


Mahasiswa Rindu Pemilu Raya

Hasil berdasarkan polling yang dilakukan Tim Litbang Suara Kampus terhadap 100 orang Mahasiswa

Seorang pemimpin seharusnya mendapatkan kepercayaan dan dukungan dari mayoritas orang yang akan dipimpinnya. Sistem perwakilan mahasiswa, yang kini dilaksnakan di IAIN Imam Bonjol Padang dalam menentukan pemimpin mahasiswa, dinilai tidak mewakili suara dan aspirasi dari seluruh mahasiswa. Mahasiswa Tolak Musmi Kementerian Agama Republik Indonesia (Kemenag) membuat kebijakan tentang perubahan sistem pemilihan pemimpin mahasiswa, dari sistem Pemilu Raya (Pemira) menjadi sistem perwakilan mahasiswa, diseluruh Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAI) Indonesia. Terjadinya pergeseran sistem pemilihan pemimpin di IAIN IB, memicu terjadinya penolakan dari kalangan mahasiswa karena dinilai tidak sesuai dengan demokrasi yang ideal. Leo Candra, Pejabat Sementara (PjS) Senat Fakutas Adab mengatakan, sistem pemilu raya lebih baik dan dapat memperjelas orang yang bisa dipercayai sebagi pemimpin. Selain itu, pemimpin terpilih juga merasa bangga karena mendapatkan kepercayaan dari semua mahasiswa. “Demokrasi seharusnya membebaskan kita untuk berpendapat sesuai dengan kategori yang ada. Saya ingin menghilangkan benderabendera organisasi luar, karena yang akan kita bangun adalah kampus kita, IAIN Imam Bonjol Padang, bukan bendera organisasi kita di luar,” ungkap mahasiswa semeter empat ini. Leo menambahkan, dirinya dan beberapa rekan dari Senat Fakultas lain sedang berusaha untuk mengembalikan sistem pemilu raya, sebab sistem ini lebih mencerminkan sistem domokrasi. Menurut Dapit Alexander, ketua Senat Fakultas Syariah, demokrasi yang terbentuk di kampus

IAIN adalah demokrasi tidak langsung atau demokrasi perwakilan. “Saya sendiri tidak setuju dengan sistem tersebut, sebab melanggar hak azazi manusia. Hak mahasiswa dirampas dan diambil oleh kalangan elit, konstitusi yang diatur pun tidak jelas”. paparnya. “Senat atau HMJ/HMP yang adil itu di pilih berdasarkan pemilu, satu orang satu suara. Memang turunan surat keputusan direktur jendral (SK Dirjen 257) tentang pedoman organisasi mahasiswa tersebut telah ada. Tapi Surat Keputusan (SK) Rektor yang mengatur tentang hal tersebut. Artinya, walaupun aturan itu telah ditetapkan, tetapi semuanya tetap dikembalikan kepada para mahasiswa” katanya. “ Sistem perwakilan sangat merugikan kita selaku mahasiswa. Karena itu, Senat Syariah telah melakukan Pemilu Raya terhadap 5 HMJ yang ada di Fakultas Syariah, Saya merasa hal itu lebih adil untuk semua mahasiswa” ucapnya dengan tegas saat ditemui di Mesjid Baituurahman Tiga Ruang, Padang. Mahasiswa semester penyelesaian ini juga berharap, adanya kesepakatan antara para perwakilan mahasiswa dari masing-masing fakultas, agar sistem pemilu raya kembali digunakan di kampus hijau ini. Hal ini akan menambah semangat mahasiswa dalam berorganisasi. Musmi tidak relevan Ditemui di tempat terpisah, Dede Caniago, ketua Senat Fakultas Dakwah IAIN Imam Bonjol Padang mengatakan, “Pemilihan pemimpin melalui perwakilan sebenarnya bukanlah hal yang relevan, sebab tidak mewakili semua suara mahasiswa yang ada.” Masih menurut Dede, setiap orang memiliki hak suara yang sama. Jadi semuanya berhak untuk menentukan orang yang akan menjadi pemimpin. Itulah yang disebut dengan demokrasi yang sesungguhnya. Pria yang akrab dipanggil Dede

ini, baru saja dilantik sebagai ketua senat mahasiswa Fakultas Dakwah pada Sabtu (18/6/11) lalu. Pemilihannya sebagai Ketua Senat mahasiswa Fakultas Dakwah juga melalui perwakilan suara dari semua jurusan dan prodi yang ada di Fakultas Dakwah. Dede berharap, kedepannya mahasiswa dapat mengemban suatu amanat serta berusaha menciptakan demokrasi di IAIN, dengan menyampaikan aspirasi secara islami. “Cara terbaik untuk membentuk demokrasi dikalangan mahasiswa adalah dengan menggunakan sistem yang lebih demokratis. Misalnya mengembalikan sistem Pemilu Raya (Pemira) agar suara mahasiswa lebih didengar,” ungkapnya. Saat ini sebagian besar mahasiswa di masing-masing jurusan di sibukkan oleh sebuah agenda pemilihan ketua Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) yang dilaksanakan secara demokratif . “Oleh mahasiswa dari mahasiswa dan untuk mahasiswa”. Pemilu raya merupakan proses penggantian pemimpin Himpunan Mahasiswa Jurusan yang seharusnya mendapat perhatian khusus dari seluruh mahasiswa, untuk menciptakan pemilu raya yang tertib, jujur, dan beretika. Muamalah Tetap Gunakan Sistem Pemilu Raya Oktorizaldi, selaku ketua Himpunan Mahasiswa Jurusan Muamalah (HMJ) periode 2011 menuturkan, jurusan Muamalah tidak mengunakan sistem perwakilan dalam pemilihan ketua HMJ, melainkan melalui proses pemilu raya. “Mahasiswa yang akan memberikan suara, harus memperlihatkan kartu mahasiswa sebagai syarat dalam pemilu raya berdasarkan data yang ada pada kosma,” tuturnya. Layaknya Pemilu, semua mahasiswa yang telah melakukan pemilihan, akan diberi tinta dijari, sebgai bukti bahwa mereka telah ikut serta dalam Pemilu raya. [Tri Bayu Lestari, Nur Khairat, Septia Hidayati]


Adik Nikah, Kakak Tak Dapat Jodoh Apabila adik men dahului kakak dalam urusan pernikahan. maka kakak akan sulit untuk mendapatkan jodoh

Dalam hukum Islam masalah jodoh adalah urusan Tuhan, manusia hanya berusaha, sedangkan masalah hasil semuanya diserahkan kepada Allah. Islam mengatakan bahwa pernikahan merupakan sunnatullah yang umum dan berlaku pada semua makhluk-Nya baik pada manusia, hewan maupun tumbuh-tumbuhan. Ia adalah suatu cara yang dipilih oleh Allah SWT bagi makhluk-Nya untuk berkembang biak dan melestarikan hidupnya. Pernikahan akan berperan setelah masing-masing pasangan siap melakukan peranannya yang positif dalam mewujudkan pernikahan itu. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat An-Nisa ayat 1 : “Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya dan dari pada keduanya Allah mengem-

bang biakan laki-laki dan perempuan yang banyak. dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan ) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.” Fenomena ini bertentangan dengan syari’at islam, karena menghalangi seseorang untuk melaksanakan perkawinan sementara dia sudah mampu untuk itu, kalau tidak dilakukan akan menimbulkan kemudharatan. ”Wali boleh enggan menikahkan anaknya jika dikhawatirkan tidak sekufu atau diragukan kepercayaannya,” tutur Rosniati Hakim, ketua majlis taklim se-Sumbar saat diwawancarai diruangannya, Senin, (20/06) Hal ini beliau juga menjelaskan bahwa dalam Islam tidak ada larangan untuk menikah lebih dulu ,hanya saja ini sebuah penghormatan

kepada seorang kakak, bahkan jika tidak jadi menikah dapat menyebabkan perbuatan zina. “Jodoh itu kan ditangan tuhan,” ucapnya. Ditinjau dari adatpun tak bisa dikaitan langsung dengan hukum islam,”Kasus di dalam sebuah budaya, tidak bisa dibandingkan dengan ajaran islam yang sudah komplek,” ungkap seorang budayawan dan sastrawan nasional alharmum Wisran Hadi di kediamannya. Senin, (20/06). Pernikahan ini tidak dibolehkan karena adanya unsur perasaan, ”Orang tua minang bukan berarti tidak boleh menikahkan anaknya, maka adanya membayar denda yang bertujuan untuk menghibur si kakak. Hanya saja adat ini dijadikan pegangan hidup dalam masyrakat minangkabau, ”tambahnya. Lain hal nya jika dikaji dari psikologi. Guru besar Psikologi Prayitno saat diwawancarai diruangannya di FIP BK Kamis, (23/06) mengtakan “Ini hanya mitos yang menumbuhkan

perasaan, bahkan meninmbulkan depresi karena percaya pada mitos,” Prayitno juga menjelaskan kebenaran kesesuain antara fakta dan rujukannya. Dalam hai ini kebenaran ada5tingkat: Pertama, Kebenaran mutlak yang rujukannya firman Allah, Kedua, Kebenaran sebenar-benarnya benar, rujukannya hasil penelitian, Ketiga, Kebenaran yang dibenar-benarkan, yang rujukannya peraturan yang berlaku, Keempat, Kebenaran yang dibenarkan dengan rujukan alasan yang dibuat, dan terakhir Kebenaran yang dibenarkan sendiri dengan alasan kemauan sendiri. “Mitos hanya sekedar dipercayai, yang belum tentu benar, turun temurun yang dibenarkan, sebaiknya kedua kakak beradik tersebut harus dipisahkan rumahnya, ”tambahnya. [Mimi Permani Suci, Yulia Vita Ramayona]


Demokrasi Made In Mahasiswa IAIN IB Hari ini masih banyak orang-orang membicarakan apa itu demokrasi. Ini bermula ketika runtuhnya rezim Soeharto. Orang seakan-akan lepas kontrol, dalam membicarakan demokrasi. Efeknya sampai sekarang Indonesia belum mempunyai demokrasi yang bisa diandalkan. Kalau boleh dikata, negara ini memakai sistem demokrasi abstrak. Kalau kaum muslim merindukan demokrasi Islam, banyak yang kontra. Begitu pula, demokrasi yang liberal, banyak juga yang tidak suka. Menurut penulis, sampai saat ini Indonesia belum mampu keluar untuk merubah sistem demokrasi menjadi lebih baik. Begitu juga sistem demokrasi yang dipakai oleh civitas Akademika IAIN Imam Bonjol yang tidak jauh berbeda. Perubahan organisasi mahasiswa yang ada di kampus ini, dari sistem pemilu raya ke musyawarah. Itu terjadi karena pemilu raya diangap banyak kepentingan. Setiap pemilihan ada kecurangan yang terjadi. Makanya sesuai konstitusi sekarang. Dibuatlah sistem musyawarah agar tidak terjadi kecurangan dalam memilih pemimpin mahasiswa. Namun

apa hendak dikata sistem yang diubahpun jauh dari apa yang diharapkan oleh mahasiswa. Pengurus Dema yang ditelurkan dari hasil Musyawarah, tidak mampu mengontrol dan mensosialisasikannya. Seolah-olah organisasi yang ada di institusi ini hanya berjalan sendiri-sendiri. Dewan Mahasiswa (Dema)) dengan aktifitasnya, Senat Mahasiswa Fakultas (SMF) dengan sendirinya, Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) pun tidak mau kalah. Setiap lembaga merasa dia yang paling tinggi sehinga tidak adanya rasa saling menghargai dalam kelembagaan mahasiswa. Maka terjadilah pengkotak-kotakan organisasi mahasiswa. Menurut saya ini bermula dari diadakannya Musymi pertama sampai yang terbaru. Semuanya melahirkan banyak kecurangan dan kepentingan. Sehingga tidak banyak yang dilakukan oleh organisasi kampus. Akibatnya, ketua DEMA yang menaungi seluruh mahasiswa tidak banyak dikenal oleh civitas akademika. Hanya segelintir mahasiswa saja yang tahu siapa pemimpinnya. Menurut saya, kesalahannya adalah sistem yang dipakai

Dolly Putra tidak repsentetif karena tidak mewakili semua suara mahasiswa. Kalau bicara tentang Musymi, banyak keunikan yang terjadi. Konstitusi yang sudah adapun di otak atik demi sebuah kepentingan. Saya menilai ini tidak bagus. Coba kalau Setiap kegiatan yang dilakukan dibicarakan dengan SMF sebagai lembaga tertingi di fakultas. Mungkin keadaannya akan lebih bagus, karena demokrasi akan ter-

bangun dari sana. Masalah urgen lainnya yaitu untuk utusan peserta penuh dan bakal calon pun seolah-olah banyak kepentingan. Seperti surat yang masuk ke SMF hanya berdurasi 3 hari, setelah selesai di semua persaratan Musymi pun dilanjutkan. Ini terlihat janggal, Panitia menerima persyaratan peserta penuh dari HMJ tanpa sepengetahuan SMF. Sedangkan dalam undangan yang dilayangkan panitia kepada SMF, dinyatakan bahwa peserta penuh adalah utusan SMF, dan peserta peninjau dari HMJ. Melihat kejanggalan ini, ada beberapa SMF yang merasa kecewa. Karena DEMA seolah-olah tidak mengangap adanya lembaga tertinggi di fakultas. Seperti kebijakan yang diambil oleh SMF diangap tidak legal. Namun kenapa persaratan penuh yang dikeluarkan oleh HMJ diterima, apakah itu sudah memenuhi persaratan yang ditentukan oleh panitia? Menurut saya persyaratan itu harus dirundingkan secara bersama oleh pihak SMF dan HMJ, agar tidak adanya terjadi pihak yang dikecewakan dalam masalah ini. Panitiapun seakan tidak mampu berbuat lebih adil karena tam-

pak memihak. Tanpa mempertimbangkan azas musyawarah. Kita tidak mencari siapa yang harus kita salahkan. Mari kita koreksi dan mencari sebuah solusi, agar organisasi mahasiswa lebih baik kedepan. Setidaknya kita harus merubah sistem yang sangat jauh dari apa yang diharapkan oleh mahasiswa. Anggap saja ini adalah sebuah produk yang gagal. Gagal bukan berarti kita harus mengecam apa yang telah dibuat. Tapi harus memberikan konsep yang jelas untuk kemajuan organisasi mahasiswa. Agar tidak terjadinya selisih paham antara mahasiswa. Setidaknya aturan yang sudah ada harus diperjelas dan ada rinciannya, sehingga tidak ada lagi aturan yang di rubah seenaknya. Apakah kita akan selalu seperti ini? berjalan tidak mempunyai pedoman dan aturan untuk lebih baik. Ke depan, mari kita bersama tekadkan niat untuk memajukan lembaga mahasiswa yang sama-sama kita cintai ini. Kalau bukan kita siapa lagi, kalau bukan sekarang kapan lagi. *Penulis adalah Mahasiswa Semester VI Jurusan Aqidah Filsafat, Fakulutas Ushuluddin.

“Maha” dalam Diri Mahasiswa Furqon Kholid, penulis dan trainer muda menulis buku, “Jangan Kuliah Kalau gak Sukses”. Dalam bukunya ia menuliskan seorang mahasiswa harus sukses dalam perkuliahan dan organisasi. Apakah itu LSM maupun internal kampus. Kemudian mahasiswa dilabeli dengan “maha”. ‘Maha” sendiri menuntut mahasiswa untuk mengenal keberadaan atau intensitas mereka sebagai calon intelektual dan pembawa perobahan. Maha” mengandung tuntutan dan kebebasan mengekspresikan diri. Memperlihatkan kapasitas diri. Mencari sumber demi sumber pengetahuan. mengembangkan kemampuan berorganisasi. memperluas pengetahuan secara keilmuan kampus, juga pengembangan diri diluar tuntutan mata kuliah. “Maha” juga mengandung makna bahwa kuliah bukan untuk mendapatkan gelar atau nilai bagi mahasiswa yang memahami prediket “maha” di pundaknya. Gelar Serjana, Master, Doktoral, Profesor hanya efek dari akademis. Bukan keilmuan. Bahwa tujuan dari kuliah bukanlah untuk mendapatkan gelar. Juga bukan untuk dapat nilai A atau cumloude. Nilai A dan cumloude hanyalah sebagai penghargaan bukan sebagai tujuan. “Maha” tidaklah untuk mendapatkan pekerjaan, pangkat, jabatan, kenai-

kan pangkat. “Maha” sebuah ekspresi mengaktualkan diri. Hal ini yang dilakukan Helen Keller. Seorang anak buta, tulis, bisu, mampu membaca, mendengar, mengarang, dengan memanfaatkan keterbatasan yang ada pada dirinya. Helen membaca nama-nama dengan sentuhan dari jemari melalui pengajaran guru inspiratif selama hidupnya, gurunya Annie Sullivan. Ia mendengar dengan meraba jemarinya ke bibir orang yang bicara. Hal yang menarik, ia menjadi aktifis sosial yang berkeliling dunia. Pada perjalananan Helen anak dari Kate, Helen memahami makna “maha” ketika ia masih sebagai anak kecil, bukan dalam posisi sebagai mahasiswa. Ia memahami pentingnya pendidikan ketika takjub dengan apa yang ada di sekelilingnya. Hingga ia lepaskan perburuan kepada setiap benda yang ada di sekelilingnya. Peran yang sangat menginspiratif dari Helen bagaimana ia mewujudkan dirinya sebagai aktifis sosial yang memperjuangkan banyak nasib Tunanetra di dunia. Ia sampai ke Cina, negara-negara bagian di Amarika. Memberikan kuliah di berbagai universitas. Kemudian kita kembali bertanya sejauh mana mahasiswa benarbenar memahami kedudukan dirinya sebagai “maha”. Apakah maha-

Alizar Tanjung

Pada saat ini “maha” barulah mampu dijalankan sebahagian oleh mahasiswa siswa benar-benar memahami dirinya sebagai “maha”? Aktualisasi mahasiswa itu di antaranya mengekspresikan dirinya dalam organisasi internal dan eksternal kampus, formal dan nonformal. Sebab itu Furqon Kholid menulis “Jangan Kuliah Kalau gak Sukses.”

Sebagai mahasiswa bergabung dalam organisasi mewujudkan sebahagian dari eksistensi maha. Organisasi melatih kepekaan mahasiswa untuk berinteraksi dengan orangorang yang berada di luar tubuhnya. Interaksi ini akan melahirkan kepekaan dan daya sensitifitas terhadap setiap persoalan yang muncul di luar dirinya. Begitu juga untuk setiap persoalan yang muncul di dalam dirinya. Ada ungkapan bahwa kita harus berpandai-pandai. Sebab dunia dan kehidupan tidak cukup hanya dengan wawasan tanpa pengalaman. Sebab keberadaan masa depan ditentukan melalui apa yang dilakukan hari ini. Hingga dituntutlah manusia untuk mengolah segala sesuatu yang berada di luar dirinya dengan data sensitifitas dan kepekaan. Mengenal ke dalam dirinya untuk menyederhanakan dirinya dari kesombongan dan kecongkakan sebagai anak manusia. membuat ia menjadi manusia yang rendah hati. Nah, pada saat ini “maha” barulah mampu dijalankan sebahagian oleh mahasiswa. “Maha” dalam dunia akademik dan dunia organisasi. Keduanya harus jalan. Dalam dunia akademis, mahasiswa mempelajari satu bidang keilmuan untuk mendalami bidang itu, sehingga ia menjadi profesional di bidangnya. Serta mampu pula mentransfer secara profesional kepada

orang-orang yang membutuhkan. Ia tidak selesai sebagai mahasiswa yang “kalot”, “bodoh”, “dungu” terhadap bidangnya sendiri. Tujuan dari kuliah itu bagaimana mampu memanusiakan manusia sebagai mahasiswa. Akan sangat memalukan mahasiswa lulus sebagai serjana tapi tidak ada yang ia bawa. Tidak ada pula yang mampu ia transfer untuk orang lain. Tentu tidak akan tercapai apa yang dikatakan “maha” kalau serjana ternyata hanya menjadi sampah masyarakat. Padu dengan keorganisasian sudah jelas membukakan jalan dari wawasan akademis untuk melangkah lebih jauh. Gerbang ilmu pengetahuan itu dapat dibuka dan dikembangkan sebagai gudang ilmu karena adanya sebuah organisasi, sebuah lembaga, sebuah wadah yang hanya mampu dilakukan dengan bersatu. Inilah yang sangat menarik yang harus dipahami mahasiswa. Dunia organisasi, dunia LSM, pengembangan dari keberadaan mahasiswa sebagai sebuah produk “maha”. Kemudian semacam kembali kepada masa lalu, mahasiswa dituntut untuk belajar pada mereka-mereka yang telah kembali ke bumi, tapi telah menyumbangkan pemikiran, sumbangan tenaga, ide, gagasan untuk dunia masa lalu, sekarang, dan masa depan.***Padang


Gemilang Popularitas dan Egoisme Judul: Cinta Suci Zahrana Penulis: Habiburrahman El Shirazy Cetakan: ke 1 mei 2011 Tebal: 276 halaman Resensiator: Adliza Darwis

Jiwa muda dan semangat untuk mendapatkan sesuatu itu masih hangat dan memuncah di dada.dimana pun letak cita-cita, ingin ia kejar. seorang mahasiswa S1 jurusan arsitek di Fakultas Teknik UGM, berhasil menjadi wisudawati terbaik dan mendapatkan nilai tertinggi. Ia diajukan menjadi dosen luar biasa, serta

mendapat beasiswa S2 di Delf University of Technology, Belanda. Beasiswa tersebut ia tolak, kerena ia anak semata wayang. Kedua orang tuanya tidak menyetujui hal itu karena terlalu jauh. Menurut mereka, masih ada perguruan tinggi di negeri ini dan bisa segera menikah. Dewi Zahrana, tokoh dalam novel Cinta Suci Zahrana karya Habiburrahman El Shirazy atau yang akrab disapa Kang Abik, akhirnya memilh S2 Teknik Sipil di ITB. Wanita muda ini larut dalam sebuah pupolaritas. selalu membangun popularitas setinggi tinggi nya tanpa puas, tak ia hiraukan lelaki yang selalu bergantian melamarnya sehingga ia tidak sadar saja ia sudah berumur 34 tahun. Dia terkesan egois terhadap dirinya sendiri dan masih merasa dia masih muda dan belum dewasa dalam menentu-

kan pilihan apalagi diluar sana popularitas lebih mengiurkanya untuk selalu menunda pernikahan dan lebih mementingkan penghargaan sana dan sini. Dia berlari dengan kencang tanpa henti dalam mengejar penghargaan dan pembuktian secara akademik dalam membuat artikel arsitek klasik jawa, keberhasilanya di bidang tehnik, membuat ia orang satu-satunya yang mendapatkan penghargaan level International oleh School of Architecture, Tsinghua University, sebuah universitas ternama di China. Sudah berapa banyak lamaran lelaki yang telah dia tolak mulai dari yang orang sholeh, pejabat, pengangguran, serta satu level dengannya, tidak ada yang melekat dihatinya. Dia terus berjalan sesuai dengan keinginannya tanpa ia sadari bahwa dialah satu-satunya wanita satu angkatan dengannya yang belum menikah. Kedua orang tuanya sudah tua dan ingin meminang cucu. Sampai akhirnya ayahnya meninggal dan tidak dapat menyaksikan pernikahannya. Hidup di tengah masyarakat Jawa yang kental dengan budaya. Memang tidak mudah bagi seorang

wanita yang berumur 34 tahun belum juga menikah, karena harus dijuluki perawan tua sana dan sini, selalu menjadi bahan gunjingan tetangga siang dan malam. Novel ini menguras dan menjelaskan secara detail cerita Cinta Suci Zahrana dalam sub novel Mihrab Cinta. Perjuang seorang wanita modern yang tidak ingin terpaut oleh adat kebiasaan untuk menikah muda. Lebih mencari popularitas dulu, baru menikah. Meskipun tantangannya menjadi perawan tua. Kang Abik menjelasknnya dengan apik sekali tanpa pembaca bosan dan penasaran endingnya seperti apa ingin ditamatkan sekali duduk saja. Kang abik memiliki jurus yang sangat ampuh, yaitu jurusan pembiusan melalui kata-katanya yang membuat pembaca ketagihan dan tidak mau berhenti membaca sampai pada halaman terakhir. Jika kita lihat di dalam novel kisah cinta suci zahrana ini, sangat dekat sekali dengan kita bahwa di zaman yang modern ini kisah itu juga berkeliaran disekeliling kita banyak orang yang lebih mementingkan pupolaritas dengan alasan kesamaan jender dan wanita juga bisa

lebih hebat daripada laki-laki. Pembuktian ini selalu kadang kita terlena akan kodrat seorang wanita bahwa wanita itu harus melahirkan dan mengurus anak-anak mereka. Wanita jika lebih 30 tahun, resiko melahirkan sangat besar dan bisa megakibatkan kematian. Kita juga bisa melihatnya sekarang , tidak seberapa wanita lagi yang mau tinggal di rumah dan mengurus anak-anaknya, mereka lebih cenderung berkarir dan menuangkan ide-ide cemerlang mereka yang tak kalah dari laki-laki. Kenyataanya di lapangan pekerjaan, wanita lebih laris daripada laki-laki karena mempunyai daya tarik yang ganda. Panjang sekali perjalannya dalam menemukan pasangan hidup yang cocok untuknya di usia yang tidak muda lagi , 34 tahun. Disamping itu, ia juga harus melanjutkan program beasiswa doktoral, S3 di School of Architecture, Tsinghua University. Novel yang mengaharukan sekaligus memotivasi setiap kita untuk selalu berkarya dan kreativitas dalam menjadikan hidup ini lebih berharga dan bermakna serta mampu memberikan manfaat untuk orang lain serta bangsa tercinta ini.

Dari Maninjau Ke Kanada Anak kampung biasanya jauh dari peradaban, tertinggal dalam persaingan dan terbelakang dalam ilmu pengetahuan, tetapi apakah semua anak kampung seperti itu? Seorang anak Kampung dari Ranah Minang, asli Maninjau membuktikan bahwa anak Kampung adalah anak yang mampu berprestasi mampu bersaing dan mampu mengikuti perkembangan zaman. Ahmad Fuadi dalam buku kedua dari Trilogy Negeri 5 Menara melanjutkan catatan biografi hidupnya di buku Ranah 3 Warna. Setelah sukses dengan Negeri 5 Menara yang menceritaklan perjalanannya menuntut ilmu di Pondok Madani. Demi memenuhi keinginan amaknya untuk menjadi ulama seperti Buya Hamka. Kini di Ranah 3 Warna Ahmad Fuadi menceritakan tentang perjalanannya memenuhi impianya sendiri yaitu ikut ujian persamaan SMA dan kuliah di Universitas, karena Pondok Madani tidak memberikan Ijazah untuk kuliah di Perguruan Tinggi Indonesia. Usaha ekstra keras yang dilakukannya untuk lulus ujian persamaan SMA terbayar lunas dengan diterimanya ia di Universitas Padjajaran pada jurusan Hubungan Internasional. Alif Fikri (tokoh utama Trilogy Negeri 5 Menara) kembali bertemu sahabat lamanya yang telah lebih dulu kuliah di Teknik Penerbangan ITB, ia sempat tinggal berbagi satu kamar. Namun sebuah perselisihan memisahkan mereka. Alif juga harus menerima kenyataan pahit, ayah tercintanya meninggal, tidak lama setelah berencana mengunjunginya ke Bandung. Kepergian sosok ayah yang sangat penting dan keinginan yang tinggi untuk terus mengejar mimpi dan menjaga amanat

ayahnya untuk membela amak dan adikadiknya hampir membuat ia berhenti kuliah. Namun ancaman amaknya untuk terus melanjutkan kuliah lebih ditakutinya. Alif kemudian dengan susah payah berusaha kesana kemari agar bisa mandiri dan mengirimkan uang untuk amaknya, mulai dari jadi sales kosmetik, penjual songket dan akhirnya menjadi penulis. Ia belajar menulis dengan seorang senior Batak yang keras bernama Togar. Banyaknya tekanan hidup membuat Alif menyadari mantra Man Jadda Wajad tidak cukup kuat lagi hingga ia membuka kembali catatan belajar di Pondok Madani. Ia menemukan mantra baru yang dulu sering ia lupakan yaitu “man sabara zhafira� siapa yang bersabar dia akan beruntung. Sabar yang aktif sabar yang giat bukan sabar yang menyerah dan berputus asa. Alif kian giat mewujudkan mimpinya untuk bisa melihat negeri yang jauh, Amerika. Ia kemudian mengikuti seleksi pertukan pemuda Indonesia-Kanada. Ia kemudian lolos untuk belajar di Kanada setelah usahanya meyakinkan dewan juri bahwa Indonesia tidak hanya di kenal sebagi Negara seni yang pandai menyanyi dan menari. Bangsa Indonesia juga mampu bersaing secara intelektual. Ia menunjukkan hasil tulisan nya yang telah diterbitkan di media massa lokal dan nasional, yang merupakan karya intelektual sebuah bangsa berperadaban. Alif Fikri ditantang untuk tinggal di Quebec, sebuah provinsi yang tidak menggunakan bahasa Inggris. Awalnya ia keberatan, namun ancaman didiskualifikasi memicu kembali semangatnya. Ia dan Raisa ditempatkan pada kelompok yang sama, sehingga Alif bisa belajar bahasa Perancis dengan Raisa. Ia dia-

jak berkeliling Yordania sebelum menginjak Kanada. Ia bertemu Tyson dan Kurdi keluarganya di pondok Madani dulu yang sedang kuliah di Yordania. Alif juga kaget karena seorang sahabatnya Sahibul Menara, telah menggapai mimpinya juga kuliah di Al Azhar , Kairo. Gaya bahasa yang digunakan Ahmad Fuadi sangat unik. Ia menggunakan beberapa bahasa Minang terutama untuk kata ganti saya dan kamu, menjadi aden dan waang. Hal ini menimbulkan rasa cinta dan bangga tersendiri terhadap kebudayaan Minang Kabau. Selain itu cara pandang Alif terhadap berbagai hal sungguh hebat. Saya membahasakannya gilo-gilo tangguang karena ia bisa membuat kita tertawa setelah menangis tersedu-sedu. Cara pandang yang sedikit mirip dengan penulis Laskar Pelangi, Andrea Hirata. Ahmad Fuadi mengakhiri Ranah 3 Warna dengan sedikit cerita kegagalannya dalam cinta. Ia telah didahului sahabatnya Randai untuk melamar Raisa, gadis yang telah ia kagumi sejak pertama kali datang ke Bandung. Raisa yang juga mengikuti pertukaran pemuda IndonesiaKanada memperkenalkan Randai sebagai tunangannya tepat disaat Alif ingin menyampaikan surat cinta yang pernah ditulisnya di Kanada 2 tahun sebelumnya. Namun cara pandang Alif menempatkan dirinya sebagai pemenang. Alif kemudian pulang kampuang ke Kanada, ke tempat dulu ia pernah tinggal ketika mengikuti pertukaran pemuda. Ia datang bersama istri tercintanya dan disambut baik oleh orang tua angkatnya,, Mado dan Ferdinand. Buku ini wajib dibaca bagi pelajar yang bermimpi besar dan ingin menjajak negeri yang jauh.

Judul Penulis Penerbit

: Ranah 3 Warna : Ahmad Fuadi : Gramedia Pustaka Utama (GPU) Tahun Terbit: Januari 2011 Peresensi : Nurhamsi Deswila


Yusuf Pimpin Dema Suara Kampus-Yusuf akhirnya terpilih menjadi ketua DEMA setelah pada MUSMI II berhasil memperoleh 12 Suara, unggul dari Suibbah yang mendapatkan 9 suara dan Jumi Elvia tidak memperoleh suara. Sementara itu, Dolly Putra mengundurkan diri disaat pemilihan akan berlangsung. Yusuf ketika ditemui Suarakampus usai persidangan mengatakan, “Dema milik komunitas, kedepan saya menargetkan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM), Senat, dan HMJ untuk bekerja sama dengan Dema, karena Dema milik bersama,” katanya. Calon Ketua Dema yang lainnya, Suibbah, mengucapkan selamat untuk M.Yusuf dan bersedia bekerjasama dengan Yusuf. “Saya akan tetap mendukung Yusuf,” ujar Suibbah. “Tapi, Kami tidak terlalu dekat, jadi saya tidak sepenuhnya yakin kepadanya, semuanya kita lihat dari gebrakan dia,” tambahnya. Suibbah mengatakan sudah memprediksi hasil ini. “Hasil suara sudah saya prediksi beserta tim,” ungkap Mahasiswa Fakultas Dakwah itu. Sementara calon lainnya, Jumi Elvia mengatakan akan selalu mendukung jika tidak ada “remote control”. “Kita hargai proses, tapi kelembagaan eksternal masih menguasai. Kalau itu belum hilang, maka Dema tidak akan sempurna,” ujar Jumi. “Kalau kita di intra ya intra, kalau ekstra ya ekstra, jangan dicampur, makanya banyak masalah yang terjadi,” tegas Jumi. Ketua Dema demisioner Nuzul Iskandar menyarankan agar kedepan konstitusi lembaga kemahasiswaan lebih ditekankan. “Siapapun yang terpilih itu yang terbaik dari yang terbaik,” ujarnya. (Ababil Gufron, Ilham Mustafa)

Minim Dana, Raih Prestasi

Berdesakan: Calon mahasiswa IAIN IB Padang berdesakan di luar kantor Akademik untuk melihat hasil ujian masuk SPMB Reguler, Selasa (19/7).

Musmi Ricuh Suara Kampus-MUSMI (Musyawarah Senat Mahasiswa) yang sempat berlangsung di Taman Raya Bung Hatta pada Sabtu-Minggu (25-26/06) ditunda. Tak lama kemudian, kegiatan dilanjutkan di Gedung tiga lantai dua Fakultas Syari’ah, Rabu (29/06). MUSMI ricuh. Panitia kewalahan dan meminta satpam untuk mengamankan jalannya musmi. \Banyak persoalan yang terjadi, diantaranya tentang peserta penuh. Apakah rekomendasi dari Senat Mahasiswa

Fakultas (SMF) atau Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ)?, Semua permasalahan yang terjadi akhirnya terselesaikan dengan musyawarah dalam persidangan. Persidangan dilanjutkan dengan pemilihan ketua Dema oleh masing-masing peserta penuh. Saat pemilihan dari peserta ke-10. Salah seorang peserta mengacungkan tangannya, “Pimpinan sidang, saya tetap tidak sepakat dengan keputusan ini,” tegasnya. Kemudian muncul pria berbaju kaos

biru (bukan peserta) dan mengamuk di tengah persidangan. Semua terbawa emosi, kursipun ikut dibanting-banting. “MUSMI harus dihentikan, kalau tetap seperti ini Dema akan sama seperti tahun lalu, Dema tidak akan maju,” teriaknya saat dibawa Satpam keluar ruangan. Menurut Boby, Satpam IAIN IB Padang, “Ia ingin acara ini dihentikan sementara, kalau tidak akan banyak kekisruhan,” ungkapnya. (Ababil Gufron & Ilham Mustafa)

Kapitalisasi Media Massa Makin Gawat Suara Kampus-Pesilat IAIN Imam Bonjol Padang raih delapan medali pada Pekan Olahraga Mahasiswa Daerah (POMDA) IV tanggal 1-3 Juli 2011 lalu di Aula Politeknik Unand. Di antaranya Satu emas, Tiga perak dan Empat perunggu. Pada POMDA kali ini IAIN mengutus Sembilan orang atlet. Kesembilan atlet tersebut diantaranya, Dian Putra, Kelas A (medali emas), Kelas B, Syafridoni Hamsyah (Perunggu), Kelas C, Hengki Dewisman (Perunggu), Muhammad deni akbar, Kelas D Putra (Perunggu), Bakri efendi, Kelas F Putra, (Perunggu), Arif Setiawan, Kelas G, (Perak), Kelas A Putri, Nurja Susanti. (Perak), Kelas E, Fitri Nova (Perak), Nurul hadi, Seni tunggal. Pada POMDA ini, IAIN meraih Peringkat 3. Sementara untuk juara umum diraih UNP dan juara dua direbut UNAND. Sementara itu, pesilat terbaik Sumatera barat diraih Dian Putra salah seorang utusan IAIN IB, ia juga akan mewakili IAIN mengikuti POMNAS di Batam bulan September mendatang. Syafridoni Hamsyah selaku manajer mengatakan kendala dalam mengikuti pertandingan diantaranya belum turun dana dari pihak kampus, “Saya berharap, nantinya ada beasiswa atau bantuan dari rektorat,” ujar Syafridoni. Ketua UKM Tapak suci ini juga mengatakan IAIN mampu bersaing dengan Universitas lain, buktinya bisa meraih peringkat 3 untuk cabang silat ini. “Salah satu yang menjadi kunci sukses pesilat IAIN adalah dengan melakukan latihan rutin, kesuluruhan pesilat itu berasal dari UKM Tapak Suci,” tambah Syafridon. (Ilham Mustafa)

SUARA KAMPUS —— Kapitalisasi media makin gawat saja. Korporasi media di bawah bendera industri nyaris telah menggoyahkan sendi ideal sebuah media. Media massa hadir pada dasarnya karena sendi ideal. Memperjuangkan harkat martabat dan hajat hidup massa. Demikian dikatakan Dekan Fakultas Dakwah IAIN Imam Bonjol Padang, Drs. H. Abd Rahman dan Ketua Jurusan Prodi Jurnalistik, Drs. Sheiful Yazan, M.Si, kepada Suara Kampus, secara terpisah di ruang kerjanya masing-masing, beberapa waktu lalu. “Semestinya, di era kebebasan pers saat ini. Pondasi komersil dan idiil makin dipermantap. Tidak hanya pondasi komersial semata,” tegas Abd. Rahman. Menurut kandidat doktor ini, hadirnya korporasi media di Indonesia telah memberikan warna tersendiri atas kebebasan pers. Bukannya mampu menghadirkan sisi perjuangan kehidupan, namun lebih banyak juga mengarah kepada kepentingan politik, bisnis, dan suramnya masa depanperjuangan pondasi bisa ideal. “Ini berbahaya bagi media itu, juga masyarakat, public lambat laun akan menyadarinya. Akibatnya, media terse-

Drs. H. Abd Rahman but tidak lagi menjadi harapan aspirasi dan inspirasi bagi masyarakat. Media tersebut ditinggalkan,” tegasnya. Belajar dari skandal media Inggris yang sedang heboh. Ditutupknya media berumur 168 tahun akibat menjalankan junalisme sadap menyadap, harusnya media di Indonesia menyadari pentingnya kepercayaan public. Nasib News of The World (NOTW) harus berakhir beberapa minggu lalu, setelah

skandal itu terbongkar. Sheiful Yazan lain lagi, ia lebih mengedepankan kebebasan ini sebuah proses panjang menuju pendewasaan awak media memainkan peran komersil dan idiil. “Jika melulu komersil. Tunggu saja,” ujar Jebolan Komunikasi Massa Unpad ini. Perlu waktu, dan kebijakan yang bijak, hingga akhirnya kebebasan pers benar-benar terasa oleh semua orang. Bukan sekedar oleh pengusaha media yang bisa membeli media yang sukses. Kabar teranyar, situs berita Detik.Com dibeli seharga Rp700 Miliar oleh Miliarder Media, Chairul Tandjung dari Trans Corps (Trans7 dan TransTV). Ini menandakan, makin banyaknya media di tangan pengusaha yang melirik sebagai ranah industri dan kekuasaan public didapatkan mereka. Menyusul kepemilikan korporasi seperti, Aburizal Bakrie dengan ANTV, TVONE, VIVANEWS.com. Hary Tanoesoedibyo dengan MNC Group membawahi RCTI, Global TV, Sindo, Okezone.Com), Surya Paloh dengan Media Indonesia Grops, Metro TV, Lampung Post, dll. Ditambah lagi dengan Jawa Pos Groups, di bawah naungan korporasi media yang telah ditinggalkan Dirut PT. PLN Dahlan Iskan. [Abdullah Khusairi]


 Cerpen Beberapa saat lalu jembatan ini sepi. Pemuda-pemudi dan para mancing mania yang biasa nongkrong di jembatan ini semuanya pulang menuju tempat berteduh ma si ng-ma sing. Ba hk an orang-ora ng yang berlalu lalang pun nyaris tidak ada. sebagian besar makhluk siang perlahan mulai berganti dengan makhluk nocturnal. Suara azan bersahutan menggerayangi bumi Allah yang maha luas. Langit senja yang memerah semakin menambah nada sunyi di jembatan ini. ** * Sesaat sebelum azan maghrib. Dua pemuda mengendari sepeda motor berhenti, entah dari mana mereka berasal. Mereka duduk berbincang di sela-sala hempasan angin yang membalut jembatan ini. Perbincangan mereka terlihat begitu serius, entah apa yang mereka bicarakan. Mungkin begitu rahasia. Bahkan desus angin yang melintas di antara mereka pun tak mengerti. Tak ada yang mempedulikan. Semua berjalan begitu saja, tanpa ada keraguan diatur oleh waktu. Senja semakin menjatuhkan diri, menghilangkan tiap detik guliran waktu. Mereka tak mempedulikan gelap yang mulai menjalar. Mereka kian larut dalam tiap rangkaian kata yang mereka ucapkan di antara lidah mereka. Kemuning senja mulai menghitam, menutup cahaya yang di tawarkan mentari. Burung-burung mulai ramai berterbangan kembali ke sarang mereka masingmasing, setelah seharian mencari makan. Kelelawar dan hewan-hewan malam lainnya mulai terbangun dari tidur mereka, berniat mengisi perut untuk menyambung nyawa. Seiring dengan itu, lampu jembatan menyala, menerangi perbincangan senja yang semakin serius. Tak ada satupun yang tahu apa yang sedang mereka bicarakan. Bahkan alam pun penasaran tantang apa yang mereka bicarakan. Sedikit senyum yang mereka bagikan menghadirkan jutaan pertanyaan untuk mereka. ** * Seorang dari mereka berdiri seraya mengucapkan sesuatu dengan nada tinggi. Ia melirik-lirik ke sekitar, lalu melangkah mengitari pemuda kedua. Mereka terbenam dalam diam. Gerakan pemuda pertama tiba tiba berubah. Entah darimana sebilah pisau di t a nga nnya munc ul, hi ngga se k e ti k a menusuk dada pemuda kedua berulang kali. Pemuda kedua mengerang, merasakan panas mengalir di tubuhnya. Pemuda pertama melemparkan sisasisa nafas pemuda kedua ke sungai yang mengalir di kaki jembatan ini. Sesaat sebelum melemparkan pemuda kedua, pemuda pertama sempat mengambil sebuah bungkusan dari dalam jaket pemuda kedua yang berlumuran darah. Meski sempat bungkusan itu dipertahankan oleh pemuda kedua dengan sisa-sisa kehidupan terakhirnya, namun pertahanan pemuda kedua tak begitu berarti bagi pemuda pertama. Meskipun menyisakan sedikit sobekan, yang membuat beberapa isi bungkusan itu sedikit tercecer bersama darahdarah segar yang mulai tergenang di jembatan ini. Tak lama berselang pemuda pertama segera menghilang bersama sepeda motor berknalpot racing miliknya yang melaju kencang. Yang hanya meninggalkan desus-desus kelam beraroma kematian.

Jembatan Senja Merah Oleh : Rafi’I Hidayatullah Nazari

Dingin senja ini membuat ada yang terbang melintas awan. Hilang menerpa karang dalam larut jingga senja ini. Kembali jembatan ini sepi tak berhuni. Langit tertangis mencurahkan gerimis, membasuh jejak-jejak merah segar diatas jembatan ini. Mengalirkannya hingga bermuara di ujung waktu. Rona jingga di ufuk barat mulai memudar, terlarut oleh kelam yang mulai menggerayangi senja. Entah kemana pemuda pertama itu pergi. Tiada yang tahu, jejaknnya pun ikut terhapus oleh gerimis senja ini. Ge la p ma la m semak in menghapus keadaan. Detak waktu terus berlalu meninggalkan semu. Gerimis senja ini terus saja menghapus satu per satu jejak kelabu bernada suram ini. Cahaya remang terus berlalu hingga datang pagi. Jembatan yang dibuat puluhan tahun lalu oleh bangsa penjajah ini hanya bisu. Tepatnya terbisu. Terhenyak menjadi saksi gemuruh di sudut jingga. *** Pagi, semua berjalan seperti biasa. Tak ada tanda-tanda yang menyakinkan bahwa sesuatu telah terjadi di jembatan ini. Yang jelas, hanya tertinggal sebercak noda darah yang terhapus gerimis dan embun pagi ini. Menjelang siang bercak noda darah itu terus memudar terhapus oleh waktu. Orang-orang yang melintasi jembatan tak ada yang mempedulikan bercak darah itu. Tidak berarti bagi mereka. Bagi mereka, kegiatan mereka jauh lebih penting daripada sekedar mempedulikan bercak darah yang menghiasi jembatan ini. Bercak itu terus bisu, membalut jembatan sepi ini. Angin dan terik semakin mengeringkan

bercak hemoglobin itu. Semakin memudarkan kisah sunyi bernada kelam di jembatan ini. Dalam waktu kisah ini masih terpendam. Begitu pun sore hari, jembatan ini ramai di kunjungi mancing mania dan pemuda-pemudi yang nongrong serta berpacaran menikmati masa muda. Sama seperti yang lain, tak ada di antara mereka yang mengetahui saat ini waktu dan jembatan ini terisak dalam tangis. Telah 24 jam berlalu, kejadian itu seperti sirna. Hanya jembatan ini yang terus mengingat dan mengenang tragedy kemarin. Tangisnya terus terisak, mengingat tetesan darah yang pernah mengalir di tubuhnya. Sedikit demi sedikit kisah ini tertutup oleh waktu, meski jembatan ini berat untuk melepas meninggalkan isaknya. *** Satu minggu berlalu. Jembatan ini mul a i me lupa k an t ra ge d i i t u. Na mun, masyarakat sekitar heboh. Seorang nelayan yang dalam kesehariannya biasa dipanggil Cik Udin menemukan sesosok mayat tersangkut di jaring penangkap ikan miliknya. Seketika itu juga, jembatan ini dikerumuni masa yang penasaran. Tidak lama berselang, pihak kepolisian datang dan menyebut tempat ini TKP. Tidak ada lagi yang boleh melintasi jembatan ini, karena dibatasi tali kuning bermerk “Police line, do not cross”. Orang-orang yang ingin melintasi jembatan ini dialihkan ke jalur lain. *** Setelah melakukan penyisiran di TKP, pihak kepolisian menemukan bercak-bercak darah yang telah memudar yang masih

menempel di jembatan ini. Selain itu di temukan juga beberapa butir pil ekstasi yang terbalut darah kering, yang ditemukan terselip diantara material-meterial penyusun jembatan. Hasil laboratorium membuktikan, darah yang menempel pada jembatan ini sama dengan darah mayat yang ditemukan oleh Cik Udin dan darah pada pil yang biasa disebut dengan sebutan tokoh-tokoh kartun -seperti Mikey Mouse, Mc. Donal, Donal Bebek, dan sebagainya- yang ditemukan oleh pihak kepolisian. Mayat tersebut dibawa oleh pihak kepolisian untuk diotopsi. Serta ekstasi yang ditemukan itu pun juga dibawa oleh pihak kepolisian sebagai barang bukti. Begitu pula halnya dengan Cik Udin, ia juga dibawa oleh pihak kepolisian untuk dimintai keterangan sebagai saksi. *** Besok, hampir seluruh Koran-koran lokal maupun nasional ramai menceritakan peristiwa penemuan mayat oleh Cik Udin itu. Berita-berita dimuat di halaman pertama, serta dilengkapi dengan berbagai argument dan narasumber. “… Mayat dengan lima liang tusukan di dada dan satu di perut ini, diperkirakan telah meniggal sekitar dua minggu yang lalu. Diduga motif pembunuhan ini didasari oleh unsur balas dendam…” isi penggalan berita sebuah koran lokal yang dilengkapi dengan foto mayat dan foto Cik Udin. Wajah Cik Udin pun menjadi familiar menghiasi cover Koran-koran lokal dengan berbagai argument selama beberapa hari. Sarolangun, 2008


Sajak-Sajak Ulfa Yassirli Saat Bom Menjadi Mainan aku ditanya oleh ketua geng sekolahku “mana bommu?” mari kita bom bonekaboneka tanpa baju di luar sana esok, lusa, bulan atau tahun depan bonekaboneka yang terpajang di dekat janur tepian pantai di hotel mewah berbintangbintang aku menjawab, “bomku kusimpan hingga jumat saat azan berkumandang, bom kumainkan”

Bulan-Bulan Mati tak kudapati kecuali bulanbulan mati di tahun ini. tanpa jasad tanpa ada ditinggalkan lalu untuk apa mimpi ditulis jika hanya memeram berselonjor malas di atas kapuk sedangkan bulan, dia akan terus mati dan berlalu tanpa ada yang dapat dikenang

Sajak-Sajak Hafis Ambari Hanya Sesaat Tadi.... malam berbisik padaku ia tak melukis bintang tak melukis bulan namun memasang gemuruh dendang air hujan kilat memotret alam deru itu tak kunjung muncul ia hanya merintih sesaat Padang, 3 Juni 2011

Harapan Semu Menabur benih dalam ruang berisi benih benih mawar semakin menjulang petik petik petiklah kata ku

Padang, 18 Mei 2011

Bayang Itu bayang-bayang itu sedikit ragu bayang-bayang itu terperangkap bayang-bayang itu kini membeku cair ! akankah ia cair? Padang,22 Mei 2011

Sastra: Menumbuhkan Kecanduan Membaca Oleh: Desi Sommalia Gustina

S

udah umum diketahui, minat baca orang Indonesia jauh leb ih rendah bila dibanding negara lain. Bicara mengenai perbandingan, kita akan menjumpai perbedaan yang signifikan. Manakala masyarakat di Negara maju telah memperoleh capaian budaya membaca pada tingkat fanatik, di negeri ini kita baru berusaha menggeliatkan budaya membaca. Pada tingkat mahasiswa yang sering desematkan sebagai calon intelektual bangsa, kita juga belum menemukan gairah membaca yang sangat-sangat menggembirakan. Banyak pergerakan organisasi, komunitas, dan lain sebagainya yang lahir dan dimotori oleh mahasiswa. Namun, diantara gerakan atau organisasi mahasiswa yang banyak itu yang didirikan dengan tujuan agar bangsa ini menjadi bangsa yang gemar membaca masih belum banyak terdengar. Jika boleh memberi penilaian, organisasi mahasiswa yang bergerak dibidang menulis atau membaca katakanlah seperti forum kepenulisan dan lain sebagainya. Kerap kita saksikan hanya menjadi organisasi yang ‘sepi’ peminat jika dibandingkan dengan organisasi-organisasi mahasiswa lainnya, organisasi olahraga semacam klub sepakbola mahasiswa. Misalnya, tiang yang menjadi penyangga utama berdirinya sebuah rumah, maka dalam menumbuhkan minat baca yang paling pokok adalah kesadaran akan pentingnya membaca. Ketika ingin memulai menggalakkan budaya cinta membaca, kesadaran tersebut harus tertanam terlebih dahulu dalam diri. Karena apabila kesadaran itu telah tumbuh, persoalan selanjutnya hanyalah hal-hal yang teknis, seperti bagaimana menyediakan bahan bacaan untuk dibaca, meluangkan waktu untuk membaca dan lain sebagainya. Ketiadaan bahan bacaan kerap menjadi factor utama seseorang malas membaca. Rasa malas itu kemudian berkembang bisa jadi kerena harga buku yang masih terbilang mahal. Terlebih lagi bagi masyarakat menengah kebawah. Tak bisa difungkiri di kalangan masyarakat ekonomi lemah, masih banyak anggapan bahwa membeli buku, majalah, koran, atau jenis bacaan lainnya adalah sesuatu yang tidak lebih penting disbanding membelanjakan uang yang mereka punya untuk membeli kebutuhan pokok seperti beras, gula, minyak, dan lainnya. Hal ini dapatlah dimengerti karena bagaimana mungkin orang akan membeli buku atau bahan bacaan lainnya, sementara kebutuhan pokok mereka belum terpenuhi. Tetapi rendahnya minat membaca di negeri ini tidak semata-mata dipicu oleh factor kemiskinan yang mendera sebagian masyarakat. Seperti yang telah dijelaskan di muka, keengganan membaca akan berkembang-biak apabila tak ada kesadaran akan pentingnya membaca. Sebab, pada masyarakat dengan

Ketiadaan bahan bacaan kerap menjadi faktor utama seseorang malas membaca. ekonomi menengah keatas sekalipun masih banyak yang malas membaca. Orang-orang yang lahir dari keluarga kaya, tak sedikit yang lebih menyukai aktifitas berburu tas model terbaru, nongkrong bersama teman di kafe atau kegiatan lainnya, disbanding aktifitas yang bersentuhan dengan kegiatan membaca. Artinya, kegemaran membaca sejatinya bisa tumbuh atau malah sebaliknya, di kalangan masyarakat miskin dan tentu saja juga bisa menghinggapi mereka yang berasal dari golongan berduit. Pertanyaannya kemudian, bagaimana cara menghidupkan minat membaca pada tiap anak bangsa di negeri ini? Jawabnya seperti yang telah di jelaskan diawal tulisan ini; dengan menumbuhkan minat membaca pada tiap individu. Memang, menumbuhkan kegemaran membaca tidak mudah. Namun, juga bukanlah hal yang begitu sulitnya. Lahanya butuh pembiasaan. Misalnya dengan membiasakan diri berkunjung ke toko buku atau keperpustakaan atau dengan menciptakan generasigenerasi yang gemar membaca dari lingkungan terkecil dan lingkungan terdekat. Misalnya, dalam keluarga orang tua mengajarkan anak berteman dengan buku, lalu mendidik anak mencintai membaca, hingga mengajarinya menyisihkan uang saku untuk membeli buku. Sebab, jika sedari kecil anak sudah diajarkan tentang pentingnya membaca, selanjutnya dengan sendirinya anak akan senang membaca. Selain cara tersebut dalam hal menumbuhkan kegemaran membaca, ada pula cara yang takkalah ampuhnya. Taufik Ismail pernah berkata, membaca karya-karya sastra dapat membuat kecanduan membaca. Pernyataan Taufik Ismail tersebut benar adanya manakala kita menyaksikan banyak orang ketagihan membaca cerita karyakarya pengarang lain manakala ia telah membaca/menamatkan sebuah novel atau karya sastra lainnya. Setelahkhatammembaca novel yang satuia ‘kecanduan’ membaca novel-novel lainnya. Begitu seterusnya, artinya, untuk memulai mencintai membaca dapat diawali dengan membaca karya sastra yang kemudian diikuti membaca jenis bacaan lainnya. Tetapi, adalah sesuatu yang patut di

syukuri, meski masih terbilang sedikit dalam jumlah, dewasa ini telah tumbuh kesadaran akan pentingnya membaca pada sebagian kalangan. Di Serang, Banten, Gol A Gong mencoba membangkitkan minat baca masyarakat dengan cara mendirikan taman bacaan yang ia beri nama “Rumah Dunia”. Di taman bacaan Rumah Dunia tersebut, Gol A Gong menyediakan beragam bacaan yang bisa dibaca oleh orang-orang yang berkunjung. Selain Gol A Gong, ada pula Asma Nadia yang mendirikan taman bacaan untuk masyarakat di berbagai kota. Taman bacaan yang didirikan Asma Nadia tersebut berawal dari ruang-ruang sederhana, kemudian di benahi menjadi perpustakaan mini. Dengan fasilitas seadanya, satu per satu taman bacaan masyarakat yang dinamai Rumah Baca Asma Nadia tersebut hadir di beberapa kota. Sedangkan di Kota Padang, pada 23 April lalu sebuah komunitas yang bernama “Komunitas Padang Membaca (KPM)” di deklarasikan. Menurut Yusrizal KW, Ketua KPM, komunitas ini didirikan sebagai gerakan yang berkelanjutan dan senantiasa berupaya memperbanyak akses informasi dan membuka ruang-ruang partisipasi bagi masyarakat demi tercapainya masyarakat yang gemar membaca, mencintai buku sebagai sumber ilmu dan pencerahan jiwa (Padang Ekspres, 12/6). Selain Komunitas Padang Membaca yang berusaha menggerakkan dan menumbuhkan minat baca masyarakat, taman bacaan yang didirikan oleh Gol A Gong danAsma Nadia tersebut, kita juga masih bisa menemukan komunitas dan taman bacaan lainnya yang mulai bermunculan di penjuru tanah air. Di tambahlagi dengan perpustakaan yang dikelola pemerintah yang saat ini telah tersebar di berbagai daerah. Hal ini setidaknya sudah cukup menggembirakan. Yang menarik, selain perpustakaan, tokobuku, dan taman bacaan yang mulai ramai hadir di berbagai tempat, kini taman bacaan telah pula hadir di sejumlah Mall di tanah air. Dengan hadirnya taman bacaan di sejumlah Mall tersebut, merupakan sebuah terobosan dan perkembangan yang patut diapresiasi. Sebab dahulunya taman bacaan selalu didirikan di tempat-tempat terpencil dengan fasilitas seadanya. Tetapi kini taman bacaan telah hadir di gedung yang sudah menjadi semacam pusat peradaban masyarakat urban. Beberapa hal yang dikemukakan di atas, jika di umpamakan sebagai titik, memang baru merupakan titik awal untuk menjadikan masyarakat di negeri ini sebagai masyarakat yang hasil imu pengetahuan. Tetapi, meskipun usaha tersebut baru sebuah permulaan, sudah selayaknya mendapat dukungan. Karena, sebuah perubahan tidak akan terjadi jika tidak ada langkah pertamabukan? Padang, 22 Juni 2011


Lapau Malin di-launching Oleh Ilham Mustafa Lah satahun malin manganggur, sajaknyo tamaik kuliah di pulau Jawa. Kini baru takana deknyo kabarusaho. Alah lamo tamanuang-tamanuang malin, maliek nasibnyo nan alun juo barubah, takana pulo deknyo ka punyo lapau. Nyo bangunlah lapau dek malin ko di dakek kampus. Kabatulan ado Tanah urang gaeknyo di dakek kampus. Ndak bara hari alah tagak lapau baatok rumbia, bapalanta kayu. Mancaliak lapau lah tagak modetu, takana lo lah dek malin pai ka tampek Pak Jorong untuak bakonsultasi, baa rancaknyo lapau nan ko. Soretu, Pai lah malin, ka rumah Pak Jorong. “Oi Pak Jorong” kicek Malin. “ba oi oi c ma, pakai salam lah stek malin” kicek Pak Jorong. “Alah alim bana Pak Jorong kini mah” “badanko ka di pakai lamo mah malin, baru iduik di rantau ampek tahun, alah barubah lo tradisi awak dek malin, kadang kalau mangicek jo malin, ndak katakah diaja lai do, awak alah sarjana, tapi baa lai, nan nagari wak ko yo mode tu, baadat basandi syarak, syarak basandi kitabullah, kok nan salah samo-samo mangiekan” “ayo lah, kalu modetu kicek Pak

Jorong, Assalamualaikum” “Waalaikumsalam warahmatullahi wabarokatuh, ha yo modetu malin, kiro-kiro apo carito malin, mangko sampai lo tibo di rumah, kok ado nan paralu, insyaallah ambo bantu” “Modeko mah Pak Jorong, Lapau nan baru ambo bangun tu lai tau Pak Jorong kan?” “lai malin” “Nan rencana ambo ma Pak Jorong, supayo nak dikenal urang lapau tu dibuek acara launching lapau, bia nak mecing lo lapau tu stek. Ambo maambiak contoh ka nan sudah-sudah, kalau ado kadai baru di ibu kota, dilaunching lo dulu, kalau ado gedung baru ado lo peresmiannyo, modetu jo presiden dilantik juo dulu, sabalun karajo, baa dek Pak Jorong? bia nak terkenal lo lapau ambo ko” “kok dek ambo, nan biaso-biaso c lah malin. Ndak paralu lo mambuek acara modetu do. Kok lamak galeh malin urang kabaliak juonyo. Kok ado acara syukuran saketek-ketek ndak baa juo do” “ha nyo mode ko mah Pak Jorong, rencana ambo ka maundang pejabat pemerintah lo, ka mangguntiang pita untuak

maresmikan lapau ambo ko. Sudah tu ado lo acara pemuda saketek. Kalau bisa wak undang pak Rektor jo mahasiswa dakek kampu saka li bia nak menyatu jo masyarakat. Kok pagi wak buek acara sambutan d ari gubernur sekal igus peresmian. siap tu acara malam main kim jo pemuda dan mahasiswa sekitar kampus ko, baa menurut Pak Jorong?” “malin-malin, nan biaso-biaso se lah dikarajoan. Jangga caliak urang beko. Ndak lo ado urang nan mambuek takah itu di kampuang wak ko do. bakalabiahan namonyo mah malin. Kalau bahaso agamonyo mubazir. Nan ambo iyo ndak sasuai jo rencana malin nan ko do. Apo lai ka maundang pejabat, ntah lai ka tibo ka indak. Ka main kim lo malam, kok iyo lai badendang jo balagu sajo, kok baundang lo artis seksi tu lah kacau lo beko. Mambuek karuah suasana malin namonyo tu” “Itu nan taraso dek ambo mah Pak Jorong, kok ka modetu caro pikia Pak Jorong taruih bilo kamaju kampuang kito ko. Bia nan ado perbuhan saketek. Takah mahasiswa banyak ko disabuik agent of change, antah a nan diubanyo, tatap jo disabuik saruman tun. jadi dek

ambo mah Pak Jorong, yo paralu lo ado acara-acara modetu di kampuang kito ko. Dek kini kampuang lah mulai ndak ado hiburan nampak dek ambo, lah ampia satahun wisuda, ambo caliak alun ado perubahan nampak dek ambo. Ka ditunggu pemerintah, antah ka bilo. Iko sambia manyelam minum aia mah Pak Jorong. Nan lapau di Launching juo, nan masyarakat terhibur pulo. Pas acara kampuang kito meriah lo jo ucapan selamat pakai karangan bunga dan spanduk yang isinyo : selamat atas di launchingnya lapau malin. kan rancak modetu mah Pak Jorong” Sambia Disalekan pitih ka saku Pak Jorong. “Tarasah malin lah, kok ambo yo kurang mangarati jo acara modetunyo. Apo nan bisa ambo bantu?” “Pak Jorong bantu maagiah izin lah jadi tu mah. Siap tu manyiapkan tanago pemuda-pemuda. Kalau untuak dana aman Pak Jorong” “A,, jadi lah malin, rencana malin bilo ka dilauncing lapau tu?” “Minggu muko Pak Jorong, lai aman kan?” “oke”


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.