
4 minute read
Color
from Viewfinder Vol. 45
by FOTKOM 401
Correction, Color Grading, Apa

Advertisement
Bedanya?
Ngomongin fotografi, pasti nggak jauh-jauh dari yang namanya warna. Kenapa warna? Karena dalam dunia foto, warna sangat memengaruhi suasana atau mood yang akan diciptakan. Makanya ketika kalian melihat foto di Instagram atau di internet yang punya warna menarik, biasanya sudah melewati proses Color Correction dan Color Grading.

Terus apa sih bedanya Color Correction dan Color Grading? Nah, kalau color correction atau koreksi warna adalah proses dalam editing untuk menyesuaikan warna foto secara keseluruhan. Warna di sini mengacu pada elemen atau komponen yang mempengaruhi tekstur file seperti kontras dan eksposur. Proses koreksi warna ini punya tujuan yang berbeda-beda tergantung dari si editor foto, apakah mau membuat rentang warna alami, menciptakan efek warna khusus atau untuk membangun mood tertentu.
Biasanya koreksi warna dilakukan agar warna yang keluar di foto itu tampak alami atau sama seperti yang terlihat oleh mata manusia di kehidupan nyata. Ketika mengoreksi warna, yang disesuaikan adalah white balance, warna gelap terang, eksposur, kontras, saturasi dan lain sebagainya. Editing koreksi warna ini penting untuk dilakukan agar warna dalam foto akurat atau seperti aslinya. Makanya, poin penting dari koreksi warna ini untuk memastikan bahwa warna apapun yang muncul sesuai dengan apa yang dilihat mata dan pemahaman atas teori warna serta intensitasnya sangat penting di sini.
Koreksi warna juga dipakai untuk mengatur warna pada satu bagian. Misal, mengatur warna kulit pada beberapa foto sejenis. Proses editing warna ini membuat setiap warna yang ada tampak konsisten di semua adegan. Selain itu, koreksi warna juga dipakai untuk mengoptimalkan foto sehingga setiap efek visual tambahan bisa berbaur sebaik mungkin.
Nah, itu tadi kan tentang color correction. Sekarang kita ngomongin tentang color grading atau grading warna. Color grading adalah proses editing gaya skema warna setelah proses koreksi warna. Istilah grading ini merujuk pada gradasi warna dan untuk mengatur perubahan variabel warna yang ada dibutuhkan aplikasi editing foto juga.
Paling populer dipakai biasanya Adobe Lightroom. Proses color grading akan memengaruhi tampilan foto secara teknis namun kreatif dan memastikan palet warna yang diatur bisa menyampaikan suasana, gaya atau emosi tertentu. Intinya, grading warna digunakan untuk membangun mood atau suasana pada foto.
Itu tadi perbedaan antara color correction dan color grading. Kedua proses ini saling berkaitan dan tidak bisa dipisahkan. Oh iya, ada baiknya sebelum kalian melakukan proses produksi foto, penting untuk mengatur format foto dengan file RAW agar mempermudah proses editing foto karena informasi dari file foto RAW lebih banyak dan lebih fleksibel untuk dilakukan.
Mengenal Cetak Foto Alternatif: Gum Bichromate
Gum Bichromate merupakan teknik cetak foto yang sangat ekspresif, halus, dan personal yang dikenal pada tahun 1826 hingga 1900. Henry Fox Talbott yang merupakan seorang ahli dalam fotografi juga menggunakan teknik cetak ini dalam karyanya. Gum Bichromate menghasilkan cetakan yang imajinatif dan dalam beberapa kesempatan dapat disetarakan dengan karya lukis. Seseorang yang mencetak dengan teknik ini akan memperlihatkan karakteristik khasnya sendiri. Gum Bichromate tidak memiliki standar baku untuk hasil cetaknya, sehingga hasil cetak dua fotografer dengan sumber negative foto yang sama akan menghasilkan perbedaan. Baik buruk hasil cetak akan bergantung pada pencetak itu sendiri. Dengan demikian, seseorang dapat memunculkan karakter personalnya yang tidak dapat ditiru oleh orang lain. Sisi personal ini merupakan salah satu kelebihan dari cetak Gum Bichromate yang mirip ketika seseorang menghasilkan karya, seperti patung, lukisan atau seni grafis.

Pencetakan Gum Bichromate adalah teknik pencetakan atau penyalinan visual yang menggunakan cairan emulsi fotosensitif kalium dikromat. Warna yang terlihat dengan teknik ini merupakan hasil kombinasi cairan kalium dikromat, gom arab (jus), dan pigmen warna. Bahan yang digunakan adalah kertas cat air dengan ketebalan sekitar 250-300g. Secara teknis, teknik cetak Gum Bichromate mirip dengan teknik cetak Cyanotype Print, di mana kertas cat air terlebih dahulu dilapisi dengan cairan emulsi yang terbuat dari kombinasi kalium dikromat, gom arab (jus), dan pigmen warna kemudian dikeringkan dan ditempelkan pada kertas kalkir atau polifilm dengan gambar atau benda fisik seperti lembaran daun, kunci, dan lain sebagainya yang kemudian terkena lampu UV atau sinar matahari.
Foto: Stephen Yeti/4371art.com
Foto: Christina Z.Anderson/ alternativephotography.com
Setelah kertas terkena sinar ultraviolet/ sinar matahari, langkah selanjutnya adalah mencucinya sampai cairan emulsi habis dan terlihat warna pada kertas. Berbeda dengan teknik pencetakan cyanotype, cetakan gum bikromat memiliki rentang warna yang lebih luas tergantung pada bagaimana pigmen warna dalam campuran emulsi yang telah dibuat. Teknik cetak Gum Bichromate saat ini menjadi media alternatif untuk mencetak foto sebagai ajang belajar dan bernostalgia guna menghadirkan kembali karakter visual cetak lama.
Penulis: Amalia Salsabila

Street Portrait Photography: Beauty and Urban
Street Portrait Photography. Mungkin banyak dari kita yang akan langsung ngeh ketika mendengar salah satu genre fotografi ini. Yup, seperti namanya, Street Portrait Photography merupakan turunan atau gabungan antara genre fotografi Portrait dan Street.

“Gabungan antara Street dan Portrait? Berarti kita memotret orang di jalanan, gitu?” Betul sekali. Realitas jalanan memang tidak ada habisnya untuk diabadikan. Tak terkecuali dengan aktivitas manusia di dalamnya.
Street Portrait Photography merupakan pengambilan potret manusia yang kita temui di jalanan. Pada umumnya, foto yang diambil fokus pada wajah mereka. Namun, tidak menutup kemungkinan untuk kita mengambil potret full body dan closeup. Dengan subjek yang diambil adalah manusia, tentu wajah menjadi point of interest-nya.
Lalu, bagaimana kita bisa membuat foto street portrait yang keren? Yang pertama adalah tekstur pada wajah. Keindahan rupa bukan hanya terbatas pada “mulus” atau tidaknya wajah seseorang, tetapi bisa lebih dari itu. Guratan wajah, keriput, bahkan bekas luka dapat terlihat menarik dan indah.
Hal yang kedua adalah ekspresi. Raut wajah yang multitafsir dapat menambah kesan unik dan memberikan pengalaman yang berbeda ketika orangorang melihat karya kita. Lalu yang terakhir adalah kedekatan. Dalam street portrait, menggunakan lensa wide dapat menambah kesan estetik pada foto kita. Distorsi dari lensa wide yang “unik” memberikan hal menarik pada wajah sebagai subjek yang kita potret.

Memotret orang asing selalu menjadi tantangan tersendiri bagi setiap fotografer. Ada beberapa tips dari Eric Kim yang dapat kamu coba untuk memotret orang asing.
Pertama, jangan ragu. Hindari segala bentuk penyesalan dan mulai dekati orang yang akan kita ambil gambarnya. Meminta izin meski ditolak akan lebih baik daripada tidak meminta sama sekali.
Kedua, selalu tersenyum. Hal sepele namun sangat berguna untuk street portrait. Senyuman dapat membuat subjek yang kita potret merasa lebih nyaman dan terkesan tidak kaku.
Selanjutnya, usahakan untuk selalu memuji subjek kita. Tidak ada orang yang tidak suka dipuji, kan? Dengan memberikan pujian yang sederhana, kita dapat meningkatkan mood, memberikan emosi positif dan membuat subjek kita senang.
Tidak ada salahnya untuk mencoba Street Portrait Photography ini. Bertemu dengan orang baru dan melakukan interaksi dengan mereka dapat memberikan pengalaman yang seru. Selain itu, kita juga dapat mengasah kemampuan memotret dan berkomunikasi, bukan?