
6 minute read
PENGUATAN SDI PTMA
Pacu Peran Sentral Dosen sebagai Academic Leader Wawancara Bersama Prof. Agus Setyo Muntohar, Ph.D. Dorong SDI PTMA sebagai Intellectual Capital

Advertisement
Manajemen PTMA harus memiliki road-map yang jelas, terukur, terjadwal, serta terstruktur yang sejalan dengan visi, misi, dan tujuan PTMA masing-masing. Tidak bisa pengembangan SDI dibiarkan mengalir begitu saja, namun harus ada desain yang dibuat dan diimplementasikan.
Pacu Peran Sentral Dosen sebagai Academic Leader

Pengukuhan Guru Besar
Semakin menjamurnya pertumbuhan perguruan tinggi di Indonesia menyebabkan adanya persaingan dalam mewujudkan layanan pendidikan terbaik di mata masyarakat. Mau tidak mau, sebuah perguruan tinggi harus membangun keunikan atau uniqueness yang dapat menjadi nilai tambah dan keunggulan dibandingkan perguruan tinggi lainnya. Hal ini juga perlu disadari oleh Perguruan Tinggi Muhammadiyah ‘Aisyiyah (PTMA). Prof Agus Setyo Muntohar, Ph D menyebutkan sebuah keunikan dapat dibantu dengan pengelolaan potensi dosen atau Sumber Daya Insani (SDI). “Artinya semua perguruan tinggi tidak harus sama, namun perlu mendefinisikan uniqueness sebagai kekhasannya. Uniqueness atau kekhasan yang diciptakan oleh SDI pada perguruan tinggi akan mendukung adanya keberhasilan institusional,” paparnya. Dengan begitu peran SDI di PTMA memang seharusnya mengambil peran kunci yang harus dan terus didahulukan kualitasnya. Terlebih dimasa depan, PTMA harus unggul dan memimpin perubahan yang sangat cepat di era digital saat ini. Pembahasan terkait SDI di PTMA, akan mengulas lebih dalam dengan beberapa narasumber diantaranya Prof Agus Setyo Muntohar, Ph D selaku Ketua Tim Kerja Program Akselerasi Karir Dosen 2017-2020 UM Yogyakarta, Prof Dr dr EM Sutrisna M Kes selaku Wakil Rektor IV UM Surakarta, Prof Dr Rahman Rahim MM selaku Rektor UM Makassar (Periode 2016-2020), Dr Mukhaer Pakkanna, SE MM selaku Rektor ITB Ahmad Dahlan Jakarta.
Urgensi SDI di PTMA
Lazimnya dalam sebuah perguruan tinggi perlu untuk mengelola SDI yang dimiliki sebagai faktor penting keberlangsungan dan kemajuan perguruan tinggi tersebut. “SDI dapat capai posisi strategis dalam perguruan tinggi,” begitu papar Prof Rahman saat diwawancarai mengenai urgensi SDI. Ia melanjutkan, SDI memang dituntut untuk terus meningkatkan kualitas diri dari aspek peningkatan kapasitas ilmu pengetahuan, pengalaman, keterampilan dan kesehatan melalui lembaga pendidikan formal dan non-formal. Dr Mukhaer Pakkanna SE MM menambahkan makna dari SDI yaitu insan yang unggul, berdaya saing, memiliki kompetensi, memiliki sensitivitas sosial budaya, mampu kerja sama, selalu menebar kemaslahatan, selalu berpikir kritis, berhati positif, dan lainnya. Pertanyaannya, apakah SDI PTMA saat ini sudah memenuhi kriteria di atas? Menjawab realitas tersebut, Prof Agus membenarkan bahwa dosen PTS memang pada umumnya masih memiliki perasaan inferior. Dosen PTMA saat ini seakan memperlihatkan bagaimana
Urgensi Percepatan Jabatan Akademik Dosen PTMA

Penyerahan Surat Keputusan Guru Besar UMY
Dalam Rencana Strategis Kemendikbud 2020-2024, salah satu rencana yang diupayakan pemerintah adalah meningkatkan kualitas pendidikan tinggi di Indonesia. Peningkatan kualitas pendidikan tinggi terdiri dari beberapa faktor salah satunya peningkatan kualitas dosen, contohnya yaitu kesempatan bagi para dosen untuk studi lanjut ke jenjang yang lebih tinggi. Hal ini juga mendukung terciptanya SDI yang unggul di perguruan tinggi se-Indonesia. Indonesia menargetkan agar sebanyak 20% dari total dosen di Indonesia bergelar S-3, tetapi berdasarkan data terakhir dari Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PDDIKTI) Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, persentase di tahun 2017 hanya 14% saja. Koordinator PDDIKTI, John Parinowo, dilansir dari Republika, membandingkan hal ini dengan negara lain yang pemerolehan gelar S-3 mendominasi jajaran dosen. “Bahkan kalau ada yang masih gelar S-2 itu statusnya Asisten Pengajar,” ujarnya. Oleh karena itu, perlu ada cara dari masing-masing universitas untuk mengatasi jumlah dosen bergelar S-3 yang masih minim di Indonesia. Tidak ketinggalan, PTMA juga perlu memiliki kesadaran untuk turut mengupayakan agar target 20% dari total dosen bergelar S-3 dapat tercapai.
Perlu Tingkatkan Jumlah Dosen S-3
Prof Sutrisna, Wakil Rektor IV UMS, menginginkan agar dosen-dosen PTMA menganggap bahwa S-3 adalah sebuah keniscayaan, bukan sekadar pilihan. Oleh karena itu, UMS telah memprioritaskan gelar S-3 sebagai syarat penerimaan dalam rekrutmen dosen baru. Kemudian, bagi dosen-dosen yang masih S-2, UMS membiayai studi S-3 para dosen baik di dalam negeri maupun di luar negeri. “Bahkan, apabila dosen sudah mendapat beasiswa, maka UMS tetap memberi tambahan biaya pendidikan,” ujarnya.
Ia memberikan rekomendasi bagi seluruh PTMA untuk mulai membuat skema-skema dalam bentuk Renstra SDI, dengan mencantumkan gelar S-3 sebagai salah satu indikatornya. Baginya, seluruh PTMA harus mengupayakan secara maksimal agar hal ini dapat terwujud. “Pada akhirnya, semua dosen harus bergelar S-3,” ujarnya.
Harapan tersebut disetujui oleh Prof Dr Abdul Rahman Rahim MM, Rektor UM Makassar Periode 20162020. Ia menyayangkan jumlah dosen bergelar S-3 yang masih sangat sedikit di Indonesia. Akan tetapi, ia mewajarkan apabila problem ini dialami oleh PTMA yang ada di pelosok daerah, sebab bisa jadi adanya hambatan dalam mengakses program S-3. “Selain itu, hal lain adalah biaya yang dibutuhkan untuk mengambil S-3. Alokasi dana bagi dosen masih terbatas,” ujarnya.
Belum tersedianya alokasi anggaran yang cukup menunjukkan bahwa profesionalisme pengelolaan SDI PTMA belum maksimal. PTMA perlu membuat perencanaan yang matang untuk memastikan bahwa dimensi SDM, tepatnya dosen atau tendik, menjadi perhatian dalam perumusan strategi dan program.
Salah satu program strategis Prof Rahman selama menjabat Rektor UM Makassar adalah meningkatkan kualitas SDI melalui penambahan jumlah dosen bergelar S-3. Hal itu terbukti dengan adanya kemajuan dalam kuantitas dosen studi lanjut S-3 yang sebelumnya sebanyak 53 orang menjadi 147 orang. Langkah efektif untuk mendorong terwujudnya hal tersebut adalah adanya bantuan biaya promosi doktor. “Selain itu, apabila dosen bergelar doktor, maka UM Makassar berkomitmen untuk memberikan biaya penelitian tanpa
jang menuju Guru Besar dulu dan sekarang memiliki perbedaan yang cukup jauh. Artinya saat ini peluang menjadi Guru Besar semakin besar dan pasti dapat dicapai jika ditekuni dengan serius. Prof Fathul Wahid sepakat bahwa dalam menulis artikel internasional perlu bahan bakar yang terus bergerak. “Artikel yang bagus tidak mungkin tanpa dimulai dari riset yang bagus dan ini perlu menjadi rumus emas,” paparnya. Ada tujuh tahapan dalam melakukan publikasi yaitu (1) membuat riset yang bagus, (2) menulis artikel yang bagus yaitu adanya kontribusi dan orisinalitas, (3) memilih jurnal yang sesuai, (4) mengikuti arahan jurnal, (5) revisi paper, (6) kirim kembali revisi dengan membuat laporan revisi, (7) tinjau secara berulang. “Intinya adalah selama paper kita tidak ditolak dan paper kita diminta untuk revisi, itu berarti ada emas yang ingin digali dalam paper kita,” pungkasnya. [] APR
Universitas Muhammadiyah Gombong Resmi Berdiri

Poster UNIMUGO
Universitas Muhammadiyah Gombong (UNIMUGO) resmi berdiri atas penggabungan STIKES Muhammadiyah Gombong dengan STT Muhammadiyah Kebumen melalui surat Keputusan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 312/E/O/2021. Acara penyerahan SK turut dihadiri Prof Dr Ir Muh Zainuri selaku Kepala LLDIKTI VI, Prof Lincolin Arsyad selaku Ketua Majelis Diktilitbang PPM, dr H Fatah Widodo selaku ketua BPH, tamu undangan dan sivitas akademika UNIMUGO melalui daring, Rabu (04/08).
Dalam sambutannya, Prof Lincolin Arsyad memaparkan nantinya UNIMUGO akan difokuskan dalam pengembangan ilmu kesehatan untuk wilayah Jawa Tengah bagian selatan. Hal ini dilakukan guna memetakan PTMA dengan ciri khas dan keunikan yang dimiliki. “Kami sampaikan terima kasih pada pihak-pihak yang telah banyak membantu atas berdirinya UNIMUGO. Secara resmi hari ini Universitas di PTMA bertambah lagi jumlahnya,” paparnya.
Prof Lincolin melanjutkan mergernya dua perguruan tinggi ini perlu membangun kerja sama dengan baik. Adanya dua kultur yang terbentuk diharapkan dapat berkembang menjadi lebih baik dan lebih menyatu lagi. Terlebih saat ini sekolah tinggi dan universitas itu berbeda, terbentuknya UNIMUGO juga menuntut dosen dalam meningkatkan kualitasnya salah satunya melalui penelitian. “Penelitian dilakukan agar dapat mengembangkan ilmu pengetahuan yang akan datang. Perlu diingat bahwa perubahan bentuk juga perlu merubah sikap dosen, yaitu sikap dosen sekolah tinggi meningkat menjadi sikap dosen universitas,” pungkasnya.
Di akhir Prof Lincolin memaparkan agar UNIMUGO dapat meningkatkan adanya kerja sama internasional yang semakin efektif. “Baik kerja sama peningkatan pendidikan untuk dosen, ataupun kerja sama dalam mengembangkan ilmu pengetahuan,” tutupnya. [] APR