3 minute read

Media Sosial: Dua Sisi Koin, Dua mata Pedang

Apa kabar, Kawan Tular Nalar!

Jumpa lagi dengan Citra di sini. Kali ini kita bahas soal fenomena yang baru saja ramai di ranah digital se-Indonesia.

Kawan Tular Nalar, penasaran gak sih, bagaimana sebuah gambar simpel bisa memicu pergerakan besar dari dunia siber ke dunia nyata?

Fenomena viralnya gambar Garuda berlatar biru dengan tulisan "Peringatan Darurat" tempo hari menjadi bukti kekuatan media sosial menggerakkan massa.

Coba bayangkan... bisa banget ya, sebuah postingan di akun Narasi pada siang hari, sore harinya sudah menyebar ke seluruh penjuru negeri. Malamnya langsung digelar koordinasi rencana demonstrasi serentak di beberapa kota Keesokan harinya demonstran benar-benar turun.

Semua itu dikoordinasi melalui media sosial!

The Power Of Social Media

Kecepatan penyebaran informasi di era digital memang luar biasa. Dalam hitungan jam, sebuah isu bisa menjadi trending topic dan memicu berbagai reaksi dari masyarakat Hal ini menunjukkan betapa pentingnya peran media sosial dalam membentuk opini publik Tapi di balik kecepatannya, kita juga perlu waspada terhadap potensi penyebaran informasi yang tidak akurat atau bahkan hoaks.

Dalam konteks pilkada, Garuda berlatar biru jadi simbol perlawanan terhadap kebijakan yang semena-mena dan dinilai terburu-buru. Revisi undang-undang yang perlu diawasi ketat, dan tidak singkronnya kelembagaan di Pemerintahan.

Respon publik di medsos menunjukkan bahwa masyarakat ingin terlibat lebih dalam dalam proses politik yang transparan dan adil.

Warganet menggunakan simbol ini untuk menyoroti kebijakan yang dianggap kurang matang dan berpotensi merugikan demokrasi kita.

Oh iya... jangan lupa Kawan Tular Nalar, Indonesia adalah salah satu negara dengan pengguna media sosial terbanyak di dunia! Dengan lebih dari 167 juta pengguna, media sosial jadi alat penting untuk menyebarkan informasi dan membentuk opini publik Ini menunjukkan bahwa di era digital ini suara kita di media sosial sangat berpengaruh.

Dari hal ini kita makin paham, bahwa influencer jangan dianggap sepele. Mereka punya pengaruh besar dalam membentuk opini kita Contohnya Najwa Shihab yang vokal mengkritik kebijakan pemerintah Dia berhasil memobilisasi masyarakat untuk lebih kritis Ini menunjukkan bahwa influencer bukan sebatas selebriti di internet, tapi juga harus bisa menjadi agen perubahan.

Media sosial memang efektif untuk menyuarakan pendapat, mengorganisir massa, dan memperjuangkan perubahan Nah, kita kita juga perlu dong menyadari, bahwa media sosial bisa menjadi pedang bermata dua Jika tidak digunakan dengan bijak, media sosial bisa memicu perpecahan, kebencian, dan bahkan kekerasan. Ibaratnya dua sisi koin, satu badan tapi bisa menghadap ke dua arah yang berbeda.

Dalam situasi demikian, literasi digital dan pemikiran kritis kembali menjadi kunci.

Kita perlu kemampuan untuk memilah informasi yang kita terima, membedakan mana fakta dan mana opini, serta mencari sumber informasi yang kredibel. Prinsip WAKUNCAR (Waspada, Kunjungi, dan Cari) bisa menjadi panduan dalam mengidentifikasi dan menghindari konten-konten bermuatan 3 Kacau IDE (Kacau Isi, Kacau Diri, dan Kacau Emosi).

Kita pasti bisa kok makin bijak menggunakan media sosial, Kawan Tular Nalar. Suara kita penting, tapi harus tetap sambil berpikir kritis dan berbekal kemampuan literasi digital yang mantap. Kenali 3 Kacau IDE, giatkan WAKUNCAR, jangan lupa saring sebelum sharing.

This article is from: