
7 minute read
Nikah Dini Karena Keinginan Orang Tua
Pengadilan Agama Sleman Catat 24 Pengajuan Dispensasi Pernikahan Sepanjang 2022
SLEMAN, TRIBUN - Pernikahan dini di kalangan anak berusia kurang dari 19 tahun di wilayah Sleman cenderung masih tinggi selama 2022. Jumlahnya bahkan masih di angka ratusan pasangan. Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Sleman mencatat, ada 215 anak yang menikah dini dan berusia kurang dari 19 tahun pada 2022, terdiri dari 77 laki-laki dan 138 perempuan. Jumlah ini menurun dibanding 2021 yang terdapat 222 orang berusia di bawah 19 tahun, terdiri dari 86 laki-laki dan 136 perempuan.
Advertisement
Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Sleman, Sidiq Pramono, mengatakan, dengan adanya kondisi tersebut, pihaknya pun terus berupaya menekan angka pernikahan dini. “Kami melakukan upaya dengan kegiatan bimbingan remaja usia nikah (BRUS), kerja sama antara madrasah maupun sekolah,” ucapnya kepada Tribun Jogja , Rabu (25/1). BRUS sendiri dilakukan untuk memberikan penjelasan lengkap dan benar akan masa depan pelajar. Begitu pula dengan menanamkan kesadaran akan kerugian nikah di usia sekolah, memberikan pemahaman yang benar akan tanggung jawab masingmasing serta lain sebagainya.
“Saat ini, (kegiatan itu) baru masuk beberapa madrasah, mudah-mudahan bisa menurunkan angka (pernikahan anak di bawah usia 19 tahun) itu. Melalui penyuluh agama, kami juga minta untuk menyampaikan terkait materi dakwah akan bahaya perkembangan pergaulan bebas remaja dan bahayanya internet, apalagi masa covid sangat bebas,” tutur Sidiq. Sebagai langkah menangani pernikahan anak usia sekolah, Kemenag turut bekerja sama dengan Pengadilan Agama (PA) Kabupaten Sleman. PA Sleman mencatat, sebanyak 244 pasangan telah mengajukan dispensasi nikah selama 2022. Angka tersebut cenderung meningkat jika dibandingkan 2021 yang terdapat 233 pasangan. Jumlah lebih tinggi sempat muncul pada 2020 lalu dengan 277 pasangan mengajukan dispensasi nikah.
Secara rinci, pengajuan permohonan dispensasi nikah pada 2022 per bulan, yakni terdapat 26 pasangan pada Januari, 19 pasangan pada Februari, 24 pasangan pada Maret, 21 pasangan pada April, 9 pasangan pada Mei, 33 pasangan pada Juni. Kemudian, 19 pasangan pada Juli, 19 pasangan pada Agustus, 27 pasangan pada September, 16 pasangan pada Oktober, 25 pasangan pada November dan 6 pasangan pada Desember.
“Dari total jumlah permohonan dispensasi nikah pada 2022, jika dibulatkan menjadi 100 persen, setidaknya terdapat 25 persen permohonan dispensasi nikah ditolak dan 75 persen permohonan dispensasi nikah diterima,” papar Panitera Pengadilan Agama Kabupaten Sleman, Raden Nur Wahid. Banyak syarat Penolakan dispensasi nikah itu bisa terjadi karena beberapa hal. Satu di antaranya adalah tidak memenuhi syarat atau bahkan tidak melengkapi berkas yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Raden menga-
USIA MUDA takan, jika dilihat dari ratarata kasus yang ada, faktor pengajuan permohonan dispensasi nikah antara lain karena hamil sebelum nikah maupun karena ada permohonan dari orang tuanya langsung yang ingin menikahkan anaknya.
Pernikahan dini di kalangan anak berusia kurang dari 19 tahun di wilayah Sleman cenderung masih tinggi selama 2022.
Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Sleman mencatat, ada 215 anak yang menikah dini di tahun lalu.
Pengadilan Agama Sleman menyebut 244 pasangan telah mengajukan dispensasi nikah selama 2022.
“Katanya, daripada nanti terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, jadi para orang tua ini ingin menikahkan anaknya,” jelas Raden.
Ia menjelaskan, pengajuan dispensasi nikah sebetulnya bukan perkara mudah, lantaran butuh waktu serta berkas-berkas yang banyak dan cukup kompleks. “Hasil penetapan keputusan itu, butuh waktu maksimal satu bulan. Sedangkan, jarak antara mendaftar dan bisa mengikuti sidang pengajuan dispensasi nikah pertama itu paling tidak butuh satu minggu. Ssaat hasil penetapan keputusan dispensasi nikah itu keluar, akan ada surat penetapan dan dokumen yang lengkap untuk diberikan kepada yang mengajukan permohonan tersebut,” tandas Raden. (nei)
Pemkab Sleman Siapkan Rp12,3
Miliar untuk Bantu Warga Miskin
SLEMAN, TRIBUN - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sleman mengalokasikan anggaran sebesar Rp12,3 miliar untuk Jaring Pengaman Sosial (JPS). Program itu dinilai efektif untuk membantu warga miskin maupun rentan miskin. Kepala Dinas Sosial Kabupaten Sleman Eko Suhargono menyebut, JPS bisa digunakan untuk kesehatan, pendidikan, maupun bantuan sosial (bansos) bagi warga yang membutuhkan. Namun, tidak semua warga bisa mengakses JPS, karena hanya diperuntukkan bagi warga yang tercatat di Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) maupun Sistem Informasi Penanggulangan Kemiskinan (simnangkis).
“Jadi, harus masuk ke masyarakat miskin dan rentan miskin. Itu kuncinya. Tidak boleh orang mampu mengajukan (JPS), tidak boleh. Karena ini adalah penanganan untuk warga miskin dan rentan miskin,” kata Eko, Rabu (25/1).
Menurut Eko, setiap warga miskin maupun rentan miskin di Sleman yang membutuhkan bantuan pasti akan dibantu, salah satunya melalui JPS. Nantinya, sebelum bantuan disalurkan, terlebih dahulu dilakukan verifikasi melalui Layanan Sambang Warga (Lasamba). Tujuannya, agar bantuan yang diberikan benar-benar tepat sasaran.
“Sebelum memberikan bantuan kita juga pasti survei. Ada petugas dinas sosial namanya lasamba. Layanan sambang warga. Itu yang melakukan verifikasi,” katanya. Bupati Sleman, Kustini mengklaim, program jaminan sosial bagi warga miskin dan rentan miskin di wilayahnya selama ini cukup komplet. Mulai dari kesehatan, pendidikan, maupun bidang sosial dan pelatihan Bahkan, anggaran yang disiapkan pun cukup banyak.
Menurut Kustini, selain dana
Rp12,3 miliar untuk JPS, pihaknya juga menganggarkan lebih dari
Rp18 miliar untuk bantuan sosial bagi yatim piatu, disabilitas, lanjut usia terlantar, lembaga kesejahteraan sosial, korban bencana, maupun korban benturan sosial lainnya. Beragam program tersebut digulirkan untuk menekan angka kemiskinan dan dinilai cukup efektif.
Kustini menyebut, berdasarkan data BPS angka kemiskinan di Sleman menurun. Pada tahun 2021, angka kemiskinan di Sleman sebesar 8,64 persen (108,93 ribu orang) dan di tahun 2022 menjadi 7,47 persen atau sekitar (91.826 orang). Pihaknya terus berupaya untuk menekan angka kemiskinan dengan target penurunan sebesar 2 persen di tahun 2023.
“Kami anggarkan Rp7 miliar untuk menuntaskan kemiskinan (agar) mencapai target itu,” katanya. (rif)
Risiko Tinggi Saat Hamil
PEMERINTAH Kabupaten (Pemkab) Sleman mensinergikan kebijakan, program, dan kegiatan melalui perangkat daerah teknis untuk menurunkan angka pernikahan dini. Kepala Bidang Ketahanan dan Kesejahteraan Keluarga, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kabupaten Sleman, Suprapti, mengatakan, langkah pencegahan perkawinan pada usia anak dapat dilihat melalui Peraturan Bupati Nomor 31 Tahun 2019. Adapun langkah pencegahan perkawinan pada usia anak yang telah dilakukan, yaitu memperkuat kelembagaan melalui forum anak, Pusat Informasi dan Konseling Remaja (PIK-R), Bina Keluarga Balita (BKB), Bina Keluarga Remaja (BKR), dan Satgas Perlindungan Perempuan dan Anak. “Kami terus memberikan pembinaan ketahanan keluarga untuk mencegah perkawinan pada usia anak, memberikan pembinaan tentang Generasi Berencana (Genre), memberikan pelatihan pendidikan pranikah dan memperkuat advokasi, komunikasi, informasi, dan edukasi melalui Kampung KB,” jelasnya, Rabu (25/1). Selain itu, ada penguatan promosi, pemantauan dan evaluasi kabupaten layak anak, kecamatan layak anak, dan desa layak anak, pembinaan tentang kesetaraan dan keadilan gender dalam keluarga dan masyarakat, serta pembentukan Satgas Pendewasaan Usia Perkawinan (PUP). “Pemkab Sleman, dalam rangka mencegah pernikahan pada anak memiliki slogan Duwe Ijazah Sarjana Dhisik Lagi Ijabsah (Punya Ijazah Dulu, Baru Ijabsah). Harapannya, para remaja di Kabupaten Sleman memprioritaskan pendidikan terlebih dahulu baru merencanakan pernikahan,” terangnya. Suprapti menjelaskan, perkawinan anak sendiri dapat memberikan risiko kehamilan. Bagi anak perempuan atau anak perempuan usia 10-14 tahun, memiliki risiko lima kali lebih besar untuk meninggal dalam kasus kehamilan dan persalinan daripada perempuan usia 2024 tahun. Bahkan, secara global, kematian yang disebabkan oleh kehamilan merupakan penyebab utama kematian anak perempuan usia 15-19 tahun. Menurutnya, bayi yang dilahirkan oleh pengantin anak juga memiliki kemungkinan lebih tinggi untuk lahir prematur, berat badan lahir rendah, dan kekurangan gizi. Lebih lanjut, dampak dari perkawinan usia anak bagi masyarakat dapat menambah siklus kemiskinan yang berkelanjutan. “Begitu pula dengan peningkatan buta huruf, kesehatan buruk kepada generasi yang akan datang dan merampas produktivitas masyarakat yang lebih luas baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang,” pungkasnya. (nei)
Pemkal dan Pokdarwis Sudah Bersepakat, Konflik Pengelolaan Pantai Widodaren Mereda
GUNUNGKIDUL, TRIBUN - Konflik terkait pengelolaan Pantai Widodaren di Saptosari, Gunungkidul dikabarkan berangsur mereda, setelah tercapainya sejumlah kesepakatan antara pihak yang berselisih. Panewu Saptosari, Eka Priyatna, mengatakan, pihaknya melakukan mediasi antara Pemerintah Kalurahan (Pemkal) Kanigoro dengan Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Widodaren. “Kami pertemukan keduanya pada Selasa (24/1) malam,” ungkap Eka, Rabu
(25/1). Menurutnya salah satu kesepakatan yang tercapai adalah Pemkal Kanigoro akan memenuhi tuntutan pokdarwis untuk menyelesaikan pembangunan kios seperti yang dijanjikan. Kesepakatan tersebut disertai pembukaan kembali akses menuju pantai, yang sebelumnya diblokir oleh warga yang kecewa lantaran tuntutan mereka tak dipenuhi. “Kami juga berkoordinasi dengan Dinas Pertanahan dan Tata Ruang DIY,” kata Eka.
Koordinasi tersebut terkait pagar pembatas pantai. Menurutnya, jika pembangunan pagar tidak sesuai aturan maka akan ditegur oleh Pemda DIY. Terpisah, Lurah Kanigoro, Suroso mengatakan tuntutan pokdarwis akan diakomodasi lewat Anggaran Pendapatan dan Belanja Kalurahan (APBKal) Perubahan. “Nanti kios yang tersisa akan dibangun dengan APBKal Perubahan itu,” jelasnya. Kios yang sudah terbangun sebanyak 30 unit. Sedangkan permintaan dari Pokdarwis adalah kios sebanyak 73 unit untuk usaha mereka. Penutupan jalan menuju Pantai Widodaren berlangsung sejak 16 Januari 2023. Warga menutup jalan tersebut dengan tumpukan bebatuan. Anggota Pokdarwis Widodaren, Mujiko mengatakan penutupan ini didasarkan pada kekecewaan warga, terutama karena tuntutan mereka belum terpenuhi. “Jumlah serta ukuran kios yang terbangun tidak sesuai dengan kesepakatan awal,” jelasnya. (alx)
Baru Pulang dari Korea, Warga Imogiri
Kemalingan Jam Mewah Rp60 Juta
UNIT Reskrim Polsek Imogiri menangkap pelaku pencurian jam tangan mewah milik korban, yakni EM, warga Kalurahan Karangtengah, Kapanewon Imogiri, Bantul, 5 Januari 2023.
Kapolsek Imogiri Kompol Suharno menjelaskan, pencuri menggasak barang berharga ketika korban sedang tidur. Begitu bangun, korban mendapati jam tangan merk IWC Schaffhausen, uang senilai Rp5 juta, dan beberapa lembar uang Korea senilai 1000 won telah hilang.
“Begitu mendapat laporan dari korban, kami melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP) dan mendapatkan je- jak pelaku berupa sidik jari dan kerja sama dengan Inafis Polres Bantul melakukan saintifik identifikasi,” ujarnya, Rabu (25/1). Selang satu hari kemudian, sidik jari bisa teridentigikasi dan identik dengan milik T (28) warga Kalurahan Sriharjo, Imogiri, yang merupakan residivis kasus pencurian. Polisi kemudian menangkapnya di Terminal Trenggalek, Jawa Timur, pada 13 Januari. “Pelaku beraksi saat situasi hujan malam hari, dengan mencongkel jendela,” ucapnya. Dari pengakuan pelaku, jam tangan milik korban senilai Rp60 juta dijual seharga
Rp8 juta. Hasil penjualan jam tersebut digunakan untuk berfoya-foya, membeli HP, tas, dan keperluan lainnya.
“Korban adalah TKI yang bekerja di Korea, dan mendapatkan jam tangan hadiah dari atasannya senilai Rp60 juta,” jelas Kapolsek.
Tersangka mengakui bahwa dirinya dan korban masih punya hubungan saudara dan ia mengetahui EM baru saja pulang dari Korea. Tersangka juga mengaku tidak tahu harga sebenarnya jam tangan yang ia curi. Begitu dia mengunggah di sosial media miliknya, ada yang menawar jam tersebut seharga Rp8 juta. (nto)