
5 minute read
Saya selalu beruntung
Secara tidak langsung, beliau juga mengungkapkan kebenaran-kebenaran untuk mencapai keadilan tersebut. Tentunya, kata hati yang timbul dalam diri beliau yang menjadi awal mula pergerakannya untuk menegakkan keadilan. Perilaku beliau mencerminkan ajaran Gereja mengenai hak yang dimiliki setiap manusia dan kebenaran yang patut diselidiki, yakni pada dokumen Pacem In Terris yang mengangkat tentang kedamaian yang patut diperjuangkan dalam dunia ini. Menurut kodratnya, manusia berhak untuk dihargai. Ia berhak atas nama baik, , kebebasan kebebasan untuk yang dipilihnya.
agar tidak diperjuangkan hidup dalam melanggar hak tuntas hingga kebenaran akan korban dalam
Advertisement

Peristiwa kerusuhan Mei 1998 merupakan puncak diskriminasi ras dan gender di Indonesia. Masyarakat Indonesia beretnis Tionghoa terutama perempuan menjadi korban pemerkosaan, kekerasan, bahkan terbunuh. Kekerasan seksual yang mereka alami tentu meninggalkan bekas dalam bentuk trauma, baik secara psikologis maupun fisik. Peristiwa kelam ini mendorong sekelompok masyarakat, salah satunya Mely G. Tan, untuk bertindak menuntut keadilan. Dampak perjuangan beliau terasa sampai sekarang, yakni Komnas Perempuan terus memberi naungan melalui berbagai kampanye dan aksi pencarian/pendokumentasian kekerasan terhadap perempuan. Hal ini menunjukkan pemerintah dan masyarakat saat ini berupaya memerangi tindak ketidakadilan terhadap perempuan.

Dengan adanya badan negara yang melindungi kehidupan perempuan Indonesia, perempuan lebih merasa bebas dan aman untuk beraktivitas di tempat umum. Hal ini juga diperkuat oleh Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) yang mengkategorikan segala tindakan yang berkaitan dengan kekerasan seksual merupakan tindakan pidana. Berlakunya undang-undang ini tentu akan semakin menimbulkan rasa aman serta dapat memberikan perlindungan dan keadilan bagi korban kekerasan seksual.



Tidak bisa dipungkiri jika kekerasan seksual memang masih terjadi. Meskipun begitu, kenyamanan bagi perempuan untuk menggunakan kendaraan umum seorang diri menandakan adanya situasi aman yang diupayakan oleh negara untuk perempuan saat ini.

Sebelumnya, perempuan jarang memilih menggunakan kendaraan umum jika ada opsi transportasi lain karena tingkat kriminalitas pada perempuan, apalagi beretnis Tionghoa, yang terlampau tinggi. Sekarang telah tersedia perlindungan dan keistimewaan yang diberikan kepada perempuan seperti fasilitas bilik khusus perempuan di Transjakarta hingga tersedia bus dan parkiran khusus perempuan. Ini membuktikan bahwa kesadaran masyarakat akan diskriminasi yang dialami perempuan melahirkan perjuangan untuk membawa keadilan ke dalam kehidupan perempuan secara perlahan tapi pasti.
Diskriminasi kepada perempuan khususnya beretnis Tionghoa sudah mulai berkurang. Mereka sudah bebas beraktivitas selayaknya rakyat Indonesia pada umumnya, tidak ada lagi pembatasan dan larangan baik dalam hal budaya yang berhubungan dengan Tionghoa. Mungkin memang masih ada segelintir orang yang sentimen dengan etnis Tionghoa, tetapi keadaan sekarang sudah jauh lebih baik dibandingkan sebelumnya terutama saat peristiwa 1998. Mereka diperlakukan sama seperti rakyat Indonesia lainnya dan mendapat perlindungan hukum yang sama juga dari negara.

Keserasian hidup yang sudah terasa lebih baik membangkitkan adanya perdamaian antar masyarakat. Perdamaian dalam negeri penting dipertahankan karena tanpa perdamaian, negeri ini tidak akan bersatu dan menjadi tidak nyaman untuk ditinggali. Sebuah negara seharusnya mencerminkan kerajaan Allah, yang menciptakan kondisi/suasana yang damai, tentram, masyarakat bersukacita, dan tumbuh dalam kasih sesuai dengan surat Paulus kepada jemaat di Roma (Rm 14:17), "Kerajaan Allah bukanlah soal makanan dan minuman, tetapi soal kebenaran, damai sejahtera, dan suka cita oleh Roh Kudus." Mely G. Tan juga menjadi sosok penting dalam mengungkapkan kebenaran sampai akhirnya terbentuk sebuah perdamaian. Secara tidak langsung, beliau telah membantu membangun kerajaan Allah di Indonesia.
Mely G. Tan merupakan seorang perempuan etnis Tionghoa yang memperjuangkanmerupakankeadilan bagi kaum minoritas seperti dirinya untuk hidup dan tinggal di Indonesia. Bagi beliau, etnis Tionghoa juga bagian dari masyarakat Indonesia yang sah dan berhak mendapatkan kedamaian dan kenyamanan selama tinggal di Indonesia.
Pecahnya kebencian tahun 1998 yang menyasar etnis Tionghoa menumbuhkan rasa belas kasih dalam diri Mely. Meskipun beliau tidak secara langsung terjun ke lapangan untuk membantu korban kekerasan/pemerkosaan pada etnis Tionghoa, beliau menggunakan ilmunya sebagai sosiolog dan sinolog dengan cara menulis.
Tulisan yang beliau ciptakan membuka pikiran pembacanya tentang permasalahan yang sedang terjadi saat itu, yaitu fakta bahwa kebencian terhadap etnis Tionghoa masih sangat kental hingga ditemukan beberapa korban meninggal dunia akibat kekerasan dan pemerkosaan.
Ketangguhan dan kesungguhannya dalam memperjuangkan hak korban memperoleh hasil yang memuaskan. Dengan menanamkan nilai-nilai hidup universal sesuai dengan ajaran agamanya: Katolik, beliau berhasil memperjuangkan nilai kebenaran dan kedamaian bagi korban yang ditandai dengan adanya pengakuan tragedi kekerasan kerusuhan 1998 nama Mely G. orang berjasa pemerintah

Pencari Fakta
Kekerasan terhadap menjadi tanda yang diinginkan untuk mengung keadilan.
Meskipun pendidikan beliau tetap dan kepedulian kala itu. kelangsungan yang beragam. adanya perpecahan keberagaman. http://kajanglako.com/id-10790-post-melly-g-tan.html http://lipi.go.id/berita/single/mely-g-tan:-saya-selalu-beruntung/3362 http://lipi.go.id/berita/mely-g-tan-:-guru-kehidupan/5030 https://ahmad.web.id/sites/apa dan siapa tempo/profil/M/20030624-19-M 2.html https://tirto.id/sejarah-kebencian-terhadap-etnis-tionghoa-bFLp https://www.kompas.com/tren/read/2022/01/29/154500765/sejarah-etnis-tionghoadi-indonesia?page=all https://www.idntimes.com/news/indonesia/lia-hutasoit-1/derita-perempuantionghoa-di-pemerkosaan-massal-glodok-pluit?page=all https://bookshop iseas edu sg/publication/1431 https://www goodreads com/book/show/20443386-the-chinese-of-sukabumi https://www cnnindonesia com/nasional/20160519124757-20-131898/deretan-kisahmengerikan-pemerkosaan-massal-mei-1998 https://www.bbc.com/indonesia/dunia-44134808 https://www.voaindonesia.com/a/tahun-tragedi-mei-1998-relawan-terusperjuangkan-hak-korban-pemerkosaan-/6574054.html https://www.arahjuang.com/2021/01/08/perkembangan-rasisme-di-indonesia/ https://surabayapagi.com/read/awal-kebencian-terhadap-etnis-tionghoa-diindonesia https://komnasperempuan.go.id/sejarah/1998-2001-fase-proses-pembentukan https://komnasperempuan.go.id/uploadedFiles/1466.1614933645.pdf http://www.dokpenkwi.org/wp-content/uploads/2022/03/eBoook-DG-42-RERUMNOVARUM.pdf https://karyakepausanindonesia.org/2020/11/11/kerajaan-allah-ada-di-antarakamu/#:~:text=Paulus%20dalam%20suratnya%20kepada%20jemaat,Rm.%2014%3 A17 https://www.kompas.com/stori/read/2021/11/12/150000279/perang-kuning-latarbelakang-tokoh-jalannya-pertempuran-dan-akhir?page=all https://www papagiovanni com/sito/images/vita/paceminterris en pdf http://ajaransosialgerejakatolik blogspot com/2012/03/pacem-in-terrisperdamaian-dunia html

Selain nilai sosial dan agama, tokoh Mely juga memiliki nilai budaya. Fakta bahwa Mely merupakan seorang sinolog menggambarkan bahwa beliau mempelajari kebudayaan Tionghoa secara mendalam sehingga opini yang tertulis dalam karya-karyanya juga berdasarkan riset dan ilmu pengetahuan yang berlandaskan fakta.
Ketangguhan, belas kasih, semangat persatuan, dan kesungguhan yang dimiliki Mely G. Tan membuat beliau mampu menjadi sosok inspiratif bagi pelajar. Sebagai siswa, kami merasa terinspirasi untuk tangguh berjuang dan bersungguh-sungguh dalam mengembangkan diri sebaik mungkin agar kelak dapat menjadi pribadi yang berguna di masyarakat melalui keahlian masing-masing.



Mengasihi sesama sebagai satu kesatuan masyarakat yang dilakukan Mely G. Tan menjadi acuan bagi kami untuk tidak membedakan satu dengan yang lain. Nilainilai yang beliau miliki sama seperti nilainilai SERVIAM yang sedang ditanamkan oleh SMA Santa Ursula Jakarta terhadap murid-muridnya. Kami berharap suatu saat nanti akan tercipta kehidupan bermasyarakat yang paling baik, yaitu masyarakat yang menjunjung tinggi nilai toleransi dengan sikap belas kasih, semangat persatuan, kesungguhan, dan ketangguhan yang sedang ditanamkan kepada penerus bangsa.
Hidup sebagai seorang Mely G. Tan bukanlah sesuatu yang mudah, menjadi minoritas diantara mayoritas yang membenci kelompoknya pada saat itu. Mely merupakan sosok yang menjadi saksi penting dari peristiwa kekerasan dan pemerkosaan pada perempuan beretnis Tionghoa tahun 1998. Pernyataan negara pada saat itu juga tidak menguntungkan korban, “Tidak ada saksi berarti tidak ada korban!” bunyinya. Saat itu merupakan masa yang kelam dan traumatis bagi etnis Tionghoa dan tidak mudah bagi mereka untuk menyuarakan kebenaran dan keadilan.

Keberanian Mely G. Tan untuk bersuara dan memperjuangkan hak sesamanya bukan suatu hal yang mudah untuk dilakukan. Tidak semua orang memiliki keberanian untuk bertindak seperti Mely G. Tan di tengah tekanan masyarakat mayoritas. Rasa takut akan pandangan orang lain yang membuat kita tidak berani untuk menyuarakan kebenaran, apalagi jika kita merupakan kelompok minoritas. Keberanian inilah yang ditekankan oleh banyak sekolah, khususnya sekolah Katolik dengan mendalami ajaran Gereja. Dalam kitab suci Yesaya 41:10 berbunyi, "Janganlah takut, sebab Aku menyertai engkau, janganlah bimbang, sebab Aku ini Allahmu; Aku akan meneguhkan, bahkan akan menolong engkau; Aku akan memegang engkau dengan tangan kananKu yang membawa kemenangan."

Sebagai pelajar, kami sering merasa takut untuk bersuara dan berpendapat. Kami merasa terlalu kecil untuk ikut campur dan menyanggah perbuatan/pernyataan orang yang lebih memiliki kuasa, meskipun rasanya perbuatan/pernyataan mereka tidak tepat. Ayat di atas mengajarkan kami untuk berani dan percaya pada Allah karena Allah setia mendampingi dan memberi peneguhan. Kami merasa perlu meneladani sosok Mely G. Tan akan keberanian, ketangguhan, serta kepedulian dalam diri masing-masing. Mungkin bukan memperjuangkan hak korban kekerasan, tetapi dalam hal lain yang berkaitan dengan hidup bermasyarakat, seperti berani mengambil resiko akan pilihan hidup dan tangguh berjuang dalam memperoleh cita-cita sehingga keahlian yang dimiliki dapat berguna untuk pengembangan diri dan kemakmuran Indonesia.
Jurnal

https://jurnal.untidar.ac.id/index.php/komunikasi/article/download/391/351
Buku

Heuken, Adolf. 2007. Historical sites of Jakarta. Jakarta: Cipta Loka Caraka.
Tan, Mely G. 2008. Etnis Tionghoa di Indonesia: Kumpulan Tulisan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
VIDEO https://drive.google.com/file/d/1RdPDsEi3oHKfhmnQAzwkzS9QqYNegR3 /view