
11 minute read
Pengelolaan Logistik di Era Pandemi Covid-19
Nama Lengkap : Dra. Agustin Sulistyowati, Apt. Jabatan : Kasi. Penunjang Medis Usia : 57 Tahun Masa Kerja : 17 Tahun
Pengelola Logistik Di Era Pandemi Covid-19
Advertisement
RSUD Sidoarjo merupakan salah satu rumah sakit yang ditunjuk sebagai rumah sakit rujukan bagi pasien Covid-19. Pasien suspect Covid-19 pertama di RSUD Kabupaten Sidoarjo ditemukan pada 27 Januari 2020. Pasien merupakan seorang Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di Hongkong. Selanjutnya, pada tanggal 15 Maret 2020 RSUD Kabupaten Sidoarjo menerima pertama kali pasien positif Covid-19.
Pada awal pandemi Covid-19, RSUD Sidoarjo mengalami kesulitan untuk memenuhi kebutuhan Alat Pelindung Diri (APD). RS kesulitan mencari APD karena atmosfer masyarakat yang pada saat itu ketakutan, sehingga banyak barang-barang yang seharusnya untuk kalangan medis habis terjual untuk masyarakat umum. Pada bulan Januari dan Februari 2020, pesanan RSUD untuk masker bedah, hand sanitizer dan Maker N95 sudah tersendat, tidak terealisasi sesuai pesanan. Pada bulan Maret 2020 harga masker bedah sudah berganti dari harga Rp 20.000/box menjadi Rp 69.000 /box. Hal ini justru dijadikan bisnis oleh beberapa orang. Banyak sekali di pasaran yang berjualan masker dengan harga Rp 150.000-200.000/box nya.
Setiap tahun, RSUD Sidoarjo selalu melakukan simulasi Hospital Disaster Plan (HDP). Hal ini dilakukan agar RS selalu siap, tanggap dan waspada ketika ada bencana. Tahun 2019, dunia dihadapkan pada pandemi Covid-19 dan RS dihadapkan langsung pada bencana tersebut. RS dituntut untuk siap menghadapi pandemi tersebut, salah satunya kesiapan dalam logistik APD karena pedoman dalam merawat pasien Covid-19 dibutuhkan standar APD yaitu isolasi gown atau



Serah terima bantuan untuk penanganan pasien Covid-19
baju hazmat, topi disposable, masker bedah/masker N95, handscoon panjang, handscoon pendek, kacamata goggle/face shield, shoes cover dan sepatu boots.
Pandemi Covid-19 tidak hanya dialami suatu daerah tetapi oleh seluruh dunia. APD yang digunakan selain face shield, kacamata goggle dan sepatu boots adalah disposable/sekali pakai. Bisa dibayangkan bagaimana RS kesulitan untuk menyediakan kecukupan logistik khususnya APD yang dibutuhkan dalam merawat pasien yang suspek ataupun terkonfirmasi Covid-19. Sebelum era Covid-19, RS mempunyai persediaan paket APD standar tersebut yang dipergunakan untuk melakukan pemulasaran jenazah infeksius, khususnya pasien HIV.
Pada bulan Januari 2020, RSUD Sidoarjo juga sudah antisipasi dengan menyiapkan pembelian baju hazmat. Kami mendapatkan kuota 60 buah dengan harga Rp. 37.125/buahnya. Bulan Februari 2020, RS sudah tidak bisa mendapatkan baju hazmat lagi. Pada bulan April 2020 dengan anggaran recofusing, RS mendapatkan


Serah terima bantuan yang dilakukan di depan gerbang RSUD Sidoarjo
hazmat dengan harga semula Rp. 37.125 menjadi Rp. 165.000. Tim logistik Farmasi harus berkoordinasi dan berkolaborasi dengan semua lini terutama PPI agar standar APD yang dibutuhkan tercukupi serta dituntut bergerak cepat untuk merencanakan, menyediakan, mendistribusikan dan mengelola APD dan dan juga Bahan Medis Habis Pakai (BMHP).
Tidak kalah penting adalah koordinasi dan sosialisasi terkait pemahaman tentang penyebaran Covid-19, penetapan area mana yang perlu mengenakan APD menyesuaikan dengan level atau zona yang berdampak pada pengelolaan dan pengendalian persediaan APD. Bagaimana bagusnya suatu RS mengelola persediaan farmasi tanpa ada dukungan dari seluruh unit layanan baik dari pihak manajemen, instalasi, tim/komite dan seluruh unit yang ada di RS maka akan berdampak kepada kecukupan stok dan biaya yang tak terkendali.
Tanpa kendali dari PPI dalam mensosialisasikan dan menetapkan APD yang dipakai sesuai zona, maka pihak farmasi akan kesulitan melakukan efisiensi, karena perilaku dari petugas RS yang juga mengalami ketakutan dalam menghadapi pandemi Covid-19 ini. Semua petugas ingin mendapatkan APD yang aman sesuai persepsi mereka. Dengan asumsi pakaian yang tertutup rapat, berlapis memakai skort petugas, hazmat dan masker N95, hampir semua unit berharap difasilitasi dengan APD tersebut. Tidak hanya sekali PPI melakukan sosialisasi standar APD yang
dibutuhkan. Setiap mendengar berita adanya tenaga RS yang meninggal dari RS lain, maka ada beberapa unit yang was-was, takut dan minta dicukupi APD lengkap dengan masker N95 tersebut. Maka dari itu, PPI harus berkali kali melakukan sosialisasi terkait kebutuhan atau standar APD sesuai level/zona tersebut. Salah satu upaya yang kami lakukan untuk memenuhi APD dan BMHP yang dibutuhkan di era pandemi adalah membuat face shield dan membuat hand sanitizer.
Di samping sosialisasi tentang standar APD sesuai zona, cara memakai dan melepas APD ketika di ruang isolasi, PPI juga menyampaikan tentang pentingnya selalu melakukan cuci tangan, baik dengan handwash ataupun dengan handrub. Pandemi yang menimpa seluruh wilayah di Indonesia juga menyebabkan penyedia hand sanitizer kesulitan dalam memenuhi kebutuhan RS sehingga RS tidak dapat mengandalkan supply dari penyedia/distributor. Setiap pesanan RSUD tidak seluruhnya bisa dicukupi. Bahkan hand sanitizer yang biasanya tersedia dalam kemasan 500ml dengan alat spraynya, kondisi yang ada justru hanya dalam botol tanpa ada alat semprotnya. Bahkan di bulan Februari 2020 pesanan yang dikirim hanya sebagian kecil saja, itupun akhirnya saling berebut karena semua ingin mendapatkan hand sanitizer dalam jumlah yang cukup. Bersyukurlah RS sudah secara rutin mengadakan penelitian yang diusulkan setiap tahun. Termasuk penelitian yang dilakukan oleh PPI bersama dengan Farmasi dalam menguji efektifitas hand sanitizer yang dibuat oleh RS dan dibandingkan dengan produk jadi yang dijual di pasaran. Hasil penelitian tersebut membuktikan bahwa hasil produk hand sanitizer dari Instalasi farmasi efektif dan bisa dipergunakan. Dengan tidak tercukupinya supply hand sanitizer tersebut dan juga dari hasil penelitian terhadap uji efektifitas yang telah dilakukan RS, maka farmasi memutuskan untuk mencukupi kebutuhan hand sanitizer dengan cara membuat produk sendiri dan mengendalikan ketersediaannya di seluruh area RS. Dikarenakan hand sanitizer saat itu susah didapatkan di apotek, toko obat dan minimarket yang biasa menyediakan hand sanitizer, Instalasi Farmasi juga berencana untuk membuat hand sanitizer dengan kemasan 100ml dan berencana akan dibagikan kepada seluruh pegawai, namun ternyata untuk mendapatkan botol plastic pun susah. Pesanan RSUD sebanyak 2000 buah/botol @100ml ditolak karena kekosongan barang. Harganya pun melonjak, semula Rp 2000/botol mengalami kenaikan harga menjadi Rp10.000/botol.
Selain memproduksi hand sanitizer, produk yang dibuat oleh Bidang Penunjang Medis & Non Medis adalah membuat face shield. Dengan bekal tutorial di Youtube, kami memproduksi face shield untuk dibagikan kepada semua petugas di RSUD Sidoarjo. Dalam proses pembuatan hand sanitizer dan face shield kami dibantu

Proses pencatatan dan penataan barang-barang donasi di gudang farmasi

oleh petugas dari unit lain yaitu dari hukmas, pengembangan SDM, administrasi SDM, Instalasi Pelatihan Mandiri (IPM), pemasaran, diklit, bidang pelayanan, bidang keperawatan dan juga staf dari wadir rendik. Kami secara tim bergotong royong untuk membuat dan mendistribusikan hasil produksi face shield dan hand sanitizer tersebut. Alhamdulilah hasil produksi face shield dan hand sanitizer sangat membantu dalam mencukupi kebutuhan APD dan BMHP yang dibutuhkan oleh SDM RS, khususnya yang terkait dengan pelayanan pasien Covid-19 secara langsung sehingga mereka merasa aman dan terlindungi.
Kecukupan kebutuhan APD, BMHP dan obat selain diupayakan melalui proses pengadaan oleh RS dan produksi sendiri, ada pula berbagai bantuan dari Pemerintah, rekanan RS serta masyarakat yang memiliki kepedulian besar sehingga turut berdonasi untuk penanganan Covid-19.
Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang mempunyai jiwa tolongmenolong yang sangat tinggi. Sejak bulan Maret 2020, RSUD Sidoarjo telah
menerima bantuan atau hibah dari masyarakat umum, baik dari komunitas, public figure, maupun pribadi termasuk juga bantuan dari pegawai RSUD sendiri. Bantuan juga didapatkan dari pemerintah meliputi BNPB, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, Kementrian Kesehatan, Dinas Kesehatan Kabupaten Sidoarjo. Bantuan yang diberikan berupa Alat Pelindung Diri (APD), alat kesehatan (monitor pasien, HFNC, ventilator dan alat apresis), desinfektan, hand sanitizer, obat-obatan, vitamin, masker, dan juga makanan.
Bantuan berupa susu, makanan, vitamin, atau buah sangat kami rasakan manfaatnya bagi seluruh petugas di RS khususnya petugas yang ada di ruang isolasi, IGD, dan tranporter yang termasuk petugas di unit penunjang. Selalu ada bantuan yang diterima oleh RS setiap hari. Ada bantuan yang langsung dikirim ke RS, dikirim melalui ekspedisi dan ada pula yang diambil oleh pihak RS. Ada beberapa donator yang mengaku takut untuk datang ke RS sehingga meminta kami yang mengambil donasi ke alamat yang mereka sampaikan. Alamat yang kami ambil area Sidoarjo sampai Surabaya. Semua itu dengan senang hati kami lakukan mengingat tidak mudah bagi kami untuk bisa mendapatkan APD yang kami butuhkan. Terkadang para donatur juga menanyakan item APD apa yang di butuhkan sehingga mereka bisa memberi bantuan sesuai dengan kebutuhan yang belum tercukupi. Masker N95 dan masker bedah menjadi item yang kami prioritaskan untuk disampaikan kepada para calon donatur karena barang itulah yang memang sangat kami butuhkan saat itu.
Kami pernah mendapatkan pengalaman yang unik ketika mendapatkan bantuan dari Kantor Wilayah Pajak. Ketika mereka menghubungi kami untuk menyampaikan bantuan tersebut, mereka diwanti-wanti oleh pimpinan untuk tidak masuk area RS. Ketika mereka datang dan janjian bertemu di pintu tengah/Lobby RS, mereka meminta penerimaan dilakukan di gapura depan RS. Jadi akhirnya kami membawa bantuan tersebut keluar RS untuk dilakukan serah terima serta dokumentasi di depan area RS. RS betul-betul dianggap sebagai tempat yang menakutkan dan mereka takut terpapar Covid-19. Kadang ada juga beberapa donatur yang meminta testimoni terkait bantuan yang diberika kepada kami. Ketika kami menyampaikan testimoni tersebut, sering membuat kami terharu, tidak bisa berkata-kata, mengucap syukur atas banyaknya partisipasi berupa donasi yang diterima RSUD Sidoarjo.
Semua bantuan tersebut selalu dilakukan pencatatan dan dibuatkan berita acara serah terima yang berisi item bantuan, jumlah dan harga. Dari berita acara tersebut kemudian dilakukan pengentrian data ke dalam SIM Farmasi untuk bantuan yang terkait APD, BMHP, dan obat, lalu dilaporkan secara rutin setiap bulan ke BNPB
dan Inspektorat. Tidak semua bantuan yang bisa kami dapatkan informasi harga nilai bantuan tersebut. Ketika donatur tidak bisa memberikan harga barang yang didonasikan maka kami tawarkan untuk dipasang harga sesuai harga perolehan RS.
Ketika di awal pandemi, penyerahan bantuan dari pemerintah selalu dilakukan secara seremonial dengan mengundang bapak direktur atau ada seseorang yang mewakili ke gedung Grahadi di Surabaya. Jumlah dan jenis bantuan yang akan diterima, pihak RS belum tahu dan tahunya ketika sudah di lokasi dan kadang tidak cukup dengan 1 kendaraan, sehingga harus mendatangkan armada ambulance rescue atau kendaraan lain. Jadi, total membutuhkan sampai 3 mobil dan itupun ada yang kardusnya terpaksa kami lepas agar cukup dengan 3 kendaraan tersebut. Dikarenakan seluruh RS Rujukan yang mendapatkan bantuan maka proses pengambilan bantuan tersebut kadang baru selesai pada malam hari. Bahkan kami pernah mendapatkan bantuan pada hari sabtu dan tiba di RSUD pukul 14:00 WIB, sehingga pengecekan ulang terkait jumlah, jenis, pembuatan berita acara dan pengentrian data ke SIM Farmasi dilakukan keesokan harinya.
Dengan banyaknya bantuan yang diterima oleh RS dimana untuk hazmat, sepatu boots, handscoon termasuk jenis bantuan yang lumayan memakan tempat, sehingga petugas gudang farmasi harus mencari tempat untuk menampung barang bantuan tersebut. Salah satu tempat yang digunakan sebagai gudang adalah ruang endoskopi di gedung HD dan juga ruang ESWL di sebelah ruang IDIK. Kesulitan yang dirasakan oleh petugas gudang farmasi adalah ketika melaksanakan stock opname karena harus melakukan penghitungan di 3 tempat tersebut yang stocknya sangat banyak dan betul-betul memastikan stock sudah sesuai dan benar. Kami motivasi petugas terkait pertanggung jawaban barang hibah /bantuan tersebut ketika nanti diaudit oleh BPK. Aktivitas petugas gudang farmasi semakin bertambah sejak adanya pandemi Covid-19. Setiap hari, gudang farmasi harus selalu membuat paket APD sebanyak 100 – 150 buah untuk kebutuhan ruang isolasi termasuk mengontrol pemakaian masker N95. Kebutuhan masker bedah pun sudah dihitung kebutuhan per bulan per ruangan dan dievaluasi ketika ada permintaan yang diluar kebutuhan tersebut. Salah satu cara mendapatkan APD, reagen ataupun obat yaitu dengan mengajukan bantuan kepada BNPB, Kementerian Kesehatan RI, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur serta Dinas Kesehatan Kabupaten Sidoarjo dengan mengajukan surat permintaan bantuan kepada instansi terkait. Bantuan yang diajukan yaitu Alat Pelindung Diri (APD) berupa hazmat, obat oseltamivir, chloroquin, remdesivir dan reagen PCR. Biasanya pihak Dinkes Prov. akan menginformasikan terkait stock yang
ada dan pihak RS mengajukan dengan disertai jumlah pasien yang terpapar baik positif Covid-19 maupun suspect.
Untuk kebutuhan golongan obat, ada beberapa jenis obat yang banyak dibutuhkan oleh RS, sementara ketersediaannya terbatas sehingga banyak RS yang tidak bisa mendapatkan obat tersebut saat dibutuhkan. Obat tersebut adalah golongan tocilizumab dengan nama dagang actemra dan golongan immunoglobulin (intratect dan gamaras). Kami selalu menerima permintaan untuk bisa membeli atau pinjam actemra dari Rumah Sakit lain. Beberapa kali, kami mendapatkan WA yang meminta tolong untuk bisa membeli produk tersebut dikarenakan ada saudara, suami, istri, ayah atau ibu dari keluarga pasien atau nakes yang terpapar Covid-19. Banyak sekali RS yang pernah membeli actemra dari kamu seperti RS Siti Hajar, RS wilayah Malang, RS Soebandi Jember, RS Bangil, RSAL, RS Mitra Waru dan RS wilayah Semarang. Tidak semua permintaan kami penuhi. Dari 25 vial yang kami miliki, awalnya actemra kami berikan, tetapi ketika stock tersisa 9 vial, akhirnya kami memutuskan untuk tidak menerima permintaan tersebut karena kamim tetap harus safety stock untuk antisipasi apabila ada petugas atau pasien RSUD yang membutuhkan. Kepada RS yang rencana membeli actemra dan tidak bisa kami berikan, kami bantu dengan memberikan informasi distributornya serta contact person yang bisa dihubungi.
Permintaan dan pemakaian yang cukup besar juga kami rasakan untuk golongan immunoglobulin. Setiap intratect atau gamaras yang datang selalu langsung habis. Dan juga mengingat dibutuhkan dalam jumlah yang besar menyebabkan harga yang mahal yang secara total biaya per pasien cukup menyerap anggaran. Maka penggunaan golongan immunoglobulin kami berlakukan persetujuan secara berjenjang. Ketersediaan di distributor juga terbatas sehingga harus dilakukan pemesanan jauh jauh hari, inden dan rebutan, bahkan kadang dilakukan verifikasi terlebih dahulu dengan menyebutkan rencana peruntukan pasien oleh pihak principle.
Bismillahirrohmannirrohiim, semoga pandemi Covid-19 segera berakhir, banyak hikmah yang dapat kita petik. Terkait pengelolaan logistik Farmasi, kami tidak simulasi saja tapi langsung dihadapkan pada pandemi Covid-19. Pengalaman yang sangat berharga. Dulu kepatuhan melakukan cuci tangan dan kepatuhan untuk penggunaan masker belum sesuai SPO, namun dengan adanya pandemi Covid-19 ini petugas akhirnya terbiasa dan sudah terpola untuk selalu melakukan cuci tangan, memakai masker sekaligus menjaga jarak •