
3 minute read
Menjaga Prokes selama Live-In?
Siapa Takut
Pada Senin, 27 Maret 2023 siswi kelas delapan SMP
Advertisement
Santa Ursula Jakarta (Sanur) berangkat ke Muntilan, Jawa
Tengah untuk mengikuti live-in. Semua yang terlibat dalam live-in siap di aula sekolah sebelum pukul 18 00

WIB Keadaan di sekolah adalah tas dikumpulkan perkelas namun tidak rapi. Semua siswi berbaris bersama pasangan live-in masing-masing, namun tidak terlalu memperhatikan jaga jarak. Sebelum berangkat, semua siswi sudah membawa beberapa alat kebersihan seperti hand sanitizer, tissue, tissue basah, dsb karena telah tertulis dalam list barang bawaan. Keadaan aula sekolah sangat ramai dan banyak orang tua yang ada di aula juga.
Semua orang tetap memakai masker seperti biasanya. Di bus, keadaannya bersih termasuk kursinya, lantainya, dan kamar mandinya. Terdapat sebuah pengharum ruangan di bus Selama di bus, beberapa murid membuka masker saat berbicara dan tidur Selama perjalanan, rest area yang dikunjungi ada dua, keduanya bersih meski ramai karena satu angkatan berhenti di rest area yang sama pada waktu yang bersamaan. Lantai kamar mandinya juga tidak terlalu basah dan bisa dibilang lebih bagus daripada rest area pada umumnya.



Saat sampai di tempat makan pertama, yaitu sebelum sampai di desa tempat livein, tempat makan tersebut bersih dan luas. Terdapat banyak kamar mandi yang sangat banyak dan juga bersih. Selama makan, kursi yang ditata jaraknya lumayan berdekatan. Hampir semuanya makan dan berbicara sambil membuka masker.
Makanan dan minuman di tempat makan tersebut tidak dieri penutup makanan, sehingga bisa dengan mudah dihinggapi lalat. Saat sampai di tempat live-in, semua orang dari Tim Edukasi Juwono (TEJ) tidak memakai masker. Namun saat awal di kapel, masih ada jaga jarak dalam tempat duduk.
Saat sampai di desa, jarang sekali terlihat orang yang memakai masker. “Saat awal pandemi, prokes cukup ketat dan selalu wajib masker kecuali di kebun dan sawah. Namun sejak kasus Virus Corona mulai menurun, di sini sudah diperbolehkan untuk tidak memakai masker Namun, masih belum sepenuhnya karena kami masih wajib pakai masker saat di Gereja dan di sekolah.” Ucap Pak Yanto, ayah asuh salah satu siswi SMP Sanur dari Desa Balong. Di tempat live-in, kita semua berkegiatan tanpa menggunakan masker. Udaranya sangat bersih dan segar. Sayangnya, ada banyak sampah di sekitar rumah. Selain udara yang segar, kita juga bisa bisa mencuci kaki dan tangan di parit yang ada di dekat sawah karena airnya sangat bening dan bersih. Di tempat live-in, banyak sekali hewan terutama anjing dan serangga. Prokes di desa ini saat awal-awal pandemi COVID-19 sudah sangat baik. “Dulu sekolah diadakan secara PJJ, sehingga harus membeli laptop. Saat keadaan sudah membaik, sekolah masuknya juga hanya sedikit-sedikit (50%). Gereja dulu juga disiarkan di TV, dan juga mulai diperbolehkan offline lagi namun masih 50% Sekarang ke Gereja dan ke sekolah sudah boleh 100% namun masih harus memakai masker ” Jelas Pak Yanto
Sejak adanya pandemi COVID-19, desa ini tidak terlalu menghadapi banyak masalah dan juga tidak terlalu memengaruhi ekonomi desa. Masalah yang harus dihadapi hanyalah harus membeli laptop untuk anak sekolah dan wi-fi karena di desa agak sulit dapat sinyal. Desa ini dapat menanggapi pandemi dengan baik. Efek yang dihasilkan oleh pandemi ini adalah penduduk yang semakin sadar, peduli, dan saling membantu satu sama lain. “Saat ada yang terpapar, warga desa yang lain mengunjungi rumah warga yang terpapar untuk menanyakan dan memberikan kebutuhan yang dibutuhkan warga yang terpapar tersebut,” kata Pak Yanto. Saat ada yang terpapar virus Corona, biasanya warga tersebut langsung melakukan isolasi mandiri. Semua keperluan yang dibutuhkan warga yang terpapar tersebut tetap terpenuhi karena bantuan warga yang lain. Bahkan dalam pandemi, saat butuh makanan warga desa ini hanya perlu ke lahan atau saling minta ke tetangga.

Sebelum pulang ke Jakarta, siswi kelas 8 SMP Sanur mengunjungi tempat oleh-oleh, Tebing Breksi, dan
Candi Prambanan Perjalanan menggunakan bus yang sama yang digunakan saat keberangkatan
Keadaan di bus bersih seperti pada keberangkatan. Di bus juga disediakan tempat sampah agar tetap bersih.
Tempat oleh-oleh yang dikunjungi sangat luas dan ramai karena penuh dengan siswi Sanur. Saat mengantre untuk membayar oleh-oleh yang dibeli, tidak ada jaga jarak, namun semua orang memakai masker dengan baik. Di tempat wisata Tebing Breksi, tempatnya sangat luas sehingga tidak terlalu banyak orang berkerumunan.
Semuanya tetap menggunakan masker.
Saat di tempat makan siang, keadaannya tentu saja ramai, namun tempatnya luas dan disediakan sekitar
40-an meja dengan masing-masing meja bisa untuk 4-6 siswi. Mejanya ada jarak satu sama lain sehingga jaga jarak lumayan baik. Semuanya makan dan berbicara sambil membuka masker. Tempat makan tersebut bersih dan tersedia tempat mencuci tangan yang dekat dengan meja-meja makan.
Sampai di Candi Prambanan, tamannya sangat bersih, luas, dan ramai karena siswi-siswi Sanur dan beberapa turis yang mengunjungi Candi Prambanan. Saat naik untuk melihat di dalam candi, jumlah orang yang boleh naik ke candi di waktu yang bersamaan dibatasi. Namun agak sulit untuk keluar masuk Candi karena banyaknya orang yang ada. Semuanya memakai masker di Candi Prambanan.

Sebelum kembali ke Jakarta, pada sekitar pukul 20.00 WIB, kita mengunjungi rumah makan yang besar dengan banyak meja yang diberi jarak. Namun ada beberapa meja yang agak panjang dan ramai dengan siswi Tempat makan tersebut bersih dan rapi. Selama perjalanan pulang, sebagian besar murid tidur, ada yang membuka masker, ada yang tidak. Ada juga beberapa siswi yang makan di bus. Namun prokes selama perjalanan pulang cukup bagus. Saat sampai di sekolah, parkiran SMP Sanur sudah ramai dengan mobil dan orang tua yang menjemput anak-anaknya. (GFM)