
3 minute read
1. PERISTIWA GEMBIRA
PERISTIWA CAHAYA KEDUA: Yesus menyatakan diri-Nya pada pesta pernikahan di Kana
Pemimpin pesta berkata kepada mempelai laki-laki: Setiap orang menghidangkan anggur yang baik dahulu dan sesudah orang puas minum, barulah yang kurang baik; akan tetapi engkau menyimpan anggur yang baik sampai sekarang. (Yoh. 2:9-10)
Advertisement
Sama seperti pada pesta perkawinan di Kana ketika air anggur yang baik cepat dihabiskan orang, demikian juga saat ini manusia modern cepat-cepat menghabiskan apa yang baik di bumi, yakni sumber daya alam yang memberinya keuntungan cepat dan kenikmatan instan. Akibatnya, generasi mendatang dan juga makhluk ciptaan lain akan mewarisi bumi tanpa sukacita sebab ‘anggurnya’ sudah habis. Mari kita mohon kemampuan untuk mengerjakan dan memelihara bumi Indonesia yang kaya ini secara berkelanjutan, agar kita bisa mewariskan bumi yang baik kepada anak cucu kita, sama seperti Yesus menyimpan anggur yang terbaik untuk lanjutan pesta di Kana.
Lihat Laudato Si’ no. 140, 159-161, dan 169.
PERISTIWA CAHAYA KETIGA: Yesus memberitakan Kerajaan Allah dan menyerukanpertobatan
Sesudah Yohanes ditahan, datanglah Yesus ke Galilea memberitakan Injil Allah, kata-Nya: “Waktunya telah
genap; Kerajaan Allah sudah dekat. Bertobatlah dan percayalah kepada Injil!” (Mrk. 1:15)
Kerajaan Allah yang diberitakan oleh Yesus, sering diumpamakan-Nya dengan kiasan alam, seperti benih gandum, biji sesawi, dll. Kerajaan itu menjadi tampak antara lain dalam keselarasan hidup manusia dengan alam ciptaan. Selain hubungan harmonis dengan Allah dan dengan sesama manusia, juga keselarasan dengan bumi menjadi tandanya. Mengapa Yesus mengajak kita bertobat? Sangatlah jelas bahwa cita-cita harmoni itu masih jauh sekali dari hidup manusia yang masih mementingkan dirinya, mengeruk bumi habis-habisan, dan mencemarkan lingkungan hidupnya. Mari kita mengikuti seruan Yesus untuk bertobat dari dosa-dosa ekologis yang selama ini kita lakukan.
Lihat Laudato Si’ no. 8, 66, 82, 97-98, dan 217-221.
PERISTIWA CAHAYA KEEMPAT: Yesus Menampakkan Kemuliaan-Nya
Di sebuah gunung yang tinggi Yesus berubah rupa di depan mata murid-murid; wajah-Nya bercahaya seperti matahari dan pakaian-Nya menjadi putih berkilauan." (Mat. 17:1-2) Kemuliaan Kristus di surga kelak di sini ditampakkan kepada murid-murid dengan kiasan alam: di atas gunung yang tinggi, wajah-Nya bercahaya seperti matahari, dan terdengar suara dari dalam awan yang terang. Memang, alam ciptaan akan berperan serta di akhirat ketika Kristus akan menjadikan segala sesuatu baru, di langit dan bumi yang baru (Why. 21:1,5). Saat itu Kristus akan menyerahkan
segala sesuatu kepada Bapa, supaya “Allah menjadi semua dalam semua” (1Kor. 15:28).
Mari kita renungkan bahwa kita “manusia yang diberkati dengan kecerdasan dan cinta, serta ditarik kepada kepenuhan Kristus, dipanggil untuk mengantar semua makhluk kembali kepada Pencipta mereka.”
Lihat Laudato Si’ no. 83 dan 221.
PERISTIWA CAHAYA KELIMA: Yesus Menetapkan Ekaristi
Ketika Yesus dan murid-murid-Nya sedang makan, Ia mengambil roti, mengucap syukur, memecah-mecahkannya lalu memberikannya kepada mereka dan berkata, “Ambillah, inilah tubuh-Ku.” Sesudah itu Ia mengambil cawan, dan berkata kepada mereka, “Inilah darah-Ku, darah perjanjian, yang ditumpahkan bagi banyak orang.” (Mrk 14:22-24)
“Dalam Ekaristi, dunia ciptaan menemukan keagungannya yang tertinggi. Allah yang telah menjadi manusia, menjadikan diri-Nya santapan bagi makhluk ciptaanNya.” Yesus “yang menjelma dan yang hadir dalam Ekaristi, menyatu dengan seluruh alam raya mengucap syukur kepada Allah. Ekaristi merupakan tindakan kasih kosmik, karena menyatukan langit dan bumi, merangkul dan meresapi seluruh ciptaan.”
Mari kita bersyukur atas rahmat Ekaristi yang kita terima; dan atas makanan rohani yang mengundang kita untuk peduli pada penderitaan sesama dan rusaknya bumi kita.
Lihat Laudato Si’ no. 236-237.
3. PERISTIWA SEDIH
Untuk hari Selasa dan Jumat; dan masa Puasa
PERISTIWA SEDIH PERTAMA: Yesus berdoa dalam sakrat maut kepada Bapa di taman Getsemani
Ya Bapa-Ku, jikalau Engkau berkenan, ambillah cawan ini dari hadapan-Ku, tetapi janganlah menurut kehendak-Ku, melainkan kehendak-Mu yang terjadi. (Mat. 26:39).
Doa Yesus menunjukkan bahwa Ia mendahulukan kehendak Allah Bapa di atas kehendak-Nya sendiri. Kita pun dipanggil menjadi “instrumen Allah Bapa agar planet kita menjadi apa yang Dia inginkan ketika Ia menciptakannya.” Saat ini ibu bumi sedang merintih kesakitan karena kecemaran dan kerusakan yang kita timpakan kepadanya. Yesus meminta kita untuk melakukan pertobatan yang mendalam, pertobatan ekologis. Mari kita mohon agar mampu bertobat dan mengubah cara hidup dan kebiasaan-kebiasaan kita sehingga kita dapat melakukan apa yang dikehendaki Allah Pencipta, yaitu memelihara bumi yang damai, indah, dan utuh.
Lihat Laudato Si’ no. 2, 53, dan 217.