Edisi #4: Langkah Menuju SDGs: Melanjutkan Prakarsa SDGs dari Kacamata Antropologi

Peran Antropolog dalam Menangani Ancaman Krisis

Fiasko Budaya dan SDGs: Eksploitasi Seks Komersial Anak dalam Tradisi Luru Duit di Indramayu

MELANJUTKAN PRAKARSA SDGs

DARI

KACAMATA

ANTROPOLOGI

Edisi 004 - November 2021 Tema: Langkah Menuju SDGs

PENGANTAR MAJALAH

Mahasiswa sebagai intelektual muda haruslah mampu berpikir secara kritis. Sebagai mahasiswa pula, kita dituntut untuk menengok apa yang terjadi terhadap masyarakat Indonesia saat ini. Sebagai mahasiswa Antropologi khususnya, terdapat banyak fenomena yang dapat kita kritisi dengan kaitannya terhadap kehidupan sosial-budaya masyarakat.

Salah satu sikap kritis mahasiswa dapat ditunjukkan dengan memaknai kondisi di mana keadilan serta pemenuhan kesejahteraan yang timbul dari perjanjian dan hukum internasional yakni rencana PBB mengenai tujuan pembangunan berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs). Urgensi peringatan hari PBB pada 24 Oktober 2021 turut menjadi pemicu bergeraknya mahasiswa melalui media literasi dalam rangka turut berkontribusi untuk senantiasa mendukung SDGs melalui bidangnya masing-masing.

Majalah Survivor merupakan sebuah redaksi penulisan yang berada dibawah naungan HIMA Antropologi Universitas Airlangga. Kami membuka ruang kerjasama dan kesempatan yang seluas-luasnya kepada Mahasiswa program studi Antropologi untuk bersama memperingati dan menengok isu-isu apa saja yang berkaitan dengan perspektif antropologi bersama redaksi penulisan kami.

Redaksi Survivor Magz

AKADEMIK AKADEMIK AKADEMIK Susunan

Redaksi Penanggung Jawab: Dr.phil., Dra. Toetik Koesbardiati

Pimpinan Redaksi: Aldila Putri Syarifah

Editor: Achmad Bayu Setyawan Firsta Regina Citasmara Naura Ashyffa

Penulis: Layouting: Fitria Novita Sari Fajri Al Insani Hayah Nisrina Firdaus Cindy Rismayanti Mahesa Puncak Firmansyah Nokya Suripto Putri Putra Pradana Kusuma Hartas

Fiasko Budaya dan SDGs: Eksploitasi Seks Komersial Anak dalam Tradisi Luru Duit di Indramayu Penulis: Qonitatul Khoiryyah Editor: Firsta Regina Citasmara

Sumber: pexels.com

Pembangunan berkelanjutan atau sustainable development goals (SDGs) telah menjadi kesepakatan bersama dalam mengatasi isu-isu global. Bersama 17 tujuan dan 169 target untuk aksi global 15 tahun kedepan, SDGs diharapkan mampu memberikan jawaban atas permasalahan pembangunan global, termasuk Indonesia.

Namun, apa jadinya bila nilai-nilai kebudayaan lokal masyarakat menjadi penghambat dalam pelaksanaan SDGs di suatu negara? Perbedaan antara nilai budaya dan tujuan serta target SDGs menjadi masalah dalam pembangunan yang akan direalisasikan, contohnya seperti tradisi Luru Duit yang ada di Survivor Edisi 4 | Langkah Menuju SDGs

daerah Indramayu.

Luru Duit atau dalam bahasa indonesia berarti “cari uang” adalah kegiatan untuk mendapatkan uang/materi dengan cara menjual diri. Luru Duit telah membudaya karena dilakukan oleh hampir seluruh masyarakat setempat dari generasi ke generasi. Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, pekerja seks di beberapa daerah di Indonesia seperti Batam dan Bandung banyak berasal dari daerah Indramayu. Misalnya, Desa Bong yang melibatkan anak-anak perempuan dengan rentang usia 12-16 tahun pada aktivitas seksual komersial (Budiarto & Koentjoro, 2018).

Di Desa Bong, menjadi pekerja seks bukanlah pekerjaan yang memalukan. Justru dianggap menjadi pekerjaan yang dapat membanggakan orang tua. Terlebih ketika sang anak mampu menghasilkan banyak uang, dipastikan status sosial sang orang tua akan terangkat.

Hal tersebut berbanding jauh dengan moral orang Indonesia pada umumnya yang menganggap pekerja seks sebagai aib sosial. Orang tua di Desa Bong 02

Sumber: elitereaders.com

Sumber: unsplash.com

justru tidak malu dan mendukung secara penuh karir pekerja seks yang dilakoni oleh sang anak.

Bagi masyarakat Desa Bong, menjadi pekerja seks dianggap sebagai usaha untuk mengubah nasib dan status sosial keluarga.

Sehingga anak-anak yang tidak menjadi pekerja seks akan dianggap bodoh. Kepentingan materialisme tersebut juga mempengaruhi faktor pendidikan anak yang seringkali tidak diprioritaskan. Oleh karena itu, keterbatasan keterampilan anak karena minimnya pendidikan yang diperoleh membuat pekerjaan seks komersial menjadi pekerjaan alternatif untuk bertahan hidup (Budiarto & Koentjoro, 2018).

Menurut Budiarto & Koentjoro (2018), setidaknya terdapat tiga faktor utama yang mendasari kelestarian tradisi Luru Duit, yaitu faktor ekonomi, sosial, dan sejarah. Pada faktor ekonomi, terdapat suatu penawaran dan permintaan. Banyaknya permintaan jasa seks komersial, ketersediaan pekerja seks, dan adanya “perantara” antara penjual dan pembeli jasa menjadikan tradisi Luru Duit tetap eksis di masyarakat. Pada faktor sosial, terdapat suatu keinginan untuk mencapai status sosial yang tinggi. Demi mencapai status sosial tersebut, para orang tua menanamkan semangat sejak dini kepada anaknya untuk menjadi pekerja seks. Orang tua akan bangga

Survivor Edisi 4 | Langkah Menuju SDGs

03

bila anaknya berhasil meraup uang yang banyak dari tradisi Luru Duit yang dilakukannya.

Selain itu, adanya tokoh-tokoh masyarakat yang dianggap sukses karena tradisi Luru Duit menjadi inspirasi para anak-anak untuk mengikuti jejak mereka.

Pada faktor sejarah, terdapat sebuah legenda setempat yang mengatakan bahwa pada jaman kerajaan dulu, raja banyak menjadikan perempuan Indramayu sebagai selirnya karena kemolekan tubuh yang mereka miliki. Sehingga, menjadi selir raja dianggap dapat menaikkan status sosial. Lalu berlanjut di masa kolonialisme, banyak dari perempuan Indramayu yang menjadi Nyai dari para orang Eropa. Pada masa penjajahan Jepang, para perempuan Indramayu yang mulai melibatkan anak perempuan dibawah umur untuk dijadikan sebagai pekerja seks. Oleh karena itu, dapat dibuktikan bahwa tradisi Luru Duit telah dilakukan dari masa ke masa dan terus mengalami perkembangan (Budiarto & Koentjoro, 2018).

Jika dilihat dari bingkai SDGs, tradisi Luru Duit dianggap tidak sesuai dengan tujuan dan target SDGs yang telah disepakati. Pada tujuan ke-5 terkait “Gender Equality”, poin 5.2 Survivor Edisi 4 | Langkah Menuju SDGs

menyebutkan tentang penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan anak perempuan di ruang publik dan privat. Hal ini termasuk penghapusan aktivitas eksploitasi seks komersial pada anak yang dianggap sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan dan melanggar dasar hak-hak anak (Sirait, 2008). Dapat dilihat bahwa poin 5.2 sangat bertolak belakang dengan tradisi Luru Duit. Dalam tradisi tersebut, eksploitasi seks komersial anak malah dinilai sebagai hal yang membanggakan dan normal bagi masyarakat Indramayu.

Anak dianggap sebagai “komoditas yang dipertukarkan dengan sejumlah uang bagi orang tua” (Budiarto & Koentjoro, 2018).

Selain itu, tradisi Luru Duit juga bertentangan dengan tujuan SDGs urutan ke-4 terkait “Quality Education” atau pendidikan berkualitas. Pada tujuan “Quality Education” poin 4.7 menyebutkan bahwa pendidikan digunakan untuk memenuhi hak asasi manusia dan kesetaraan gender. Setiap anak harus memperoleh pendidikan yang layak sehingga dapat mempercepat pembangunan yang berkelanjutan. Namun, tradisi Luru Duit mengesampingkan pendidikan 04

anak dan lebih mengedepankan sisi materialisme. Bahkan masyarakat sekitar menganggap bahwa pemberian pendidikan kepada anak hanyalah akan membuang uang secara percuma.

Selain itu, tradisi Luru Duit juga tak sejalan dengan tujuan SDGs urutan ke-8 terkait “Decent Work and Economic Growth” atau Pekerjaan layak dan pertumbuhan ekonomi.

Pada poin 8.7 menyebutkan bahwa pekerja anak dan penjualan manusia (termasuk eksploitasi seksual) harus diberantas secara cepat karena dianggap tidak layak dan mencederai hak-hak manusia. Nilai yang sudah tertanam pada suatu masyarakat dan menjadi sistem ide tidak mudah diubah dengan cepat, karena sistem ide mengatur dan memberi arah pada perbuatan manusia (Bruno, 2019). Hal tersebut juga berlaku pada tradisi Luru Duit yang sukar untuk diubah. Baharuddin (2015) menyebutkan, kebiasaan pada suatu masyarakat menjadi penghambat dari perubahan sosial. Sehingga, dibutuhkan usaha yang tidak sedikit untuk “mengubah” tradisi Luru Duit ini.

Dapat dipahami bahwa tiap target SDGs selalu Survivor Edisi 4 | Langkah Menuju SDGs

Sumber: pexels.com

berhubungan dengan target lainnya. Sebagai tradisi yang dianggap sebagai penghambat SDGs, Luru Duit setidaknya menyangkut tiga tujuan, yaitu pendidikan, kesetaraan gender, dan ekonomi. Satu budaya pada masyarakat nyatanya dapat menjadi penghambat tercapainya tujuan-tujuan SDGs. Luru Duit memang menjadi tantan05

Sumber: kagama.co

-gan tersendiri bagi indonesia dalam mengentaskan dirinya dari wujud isu-isu global. Terlebih nilai budaya yang telah hadir di masyarakat dalam waktu yang lama. Setidaknya, dibutuhkan pendekatan budaya pada masyarakat tersebut sehingga nilai-nilai yang tidak sesuai dengan SDGs perlahan dapat diubah dan mampu tercapai pada tahun 2030.

Baharuddin, B. (2015). Bentuk-Bentuk Perubahan Sosial Dan Kebudayaan. Al-Hikmah, 9(2), 180–205. https://doi.org/10.24260/al-hikmah.v9i2.323 Bruno, L. (2019). Perubahan Masyarakat Dan Kebudayaan Pada Era Modernisasi. Journal of Chemical Information and Modeling, 53(9), 1689–1699.

Budiarto, S., & Koentjoro, K. (2018). Tradisi Luru Duit di Indramayu. Jurnal Ilmu Perilaku, 1(2), 125. https://doi.org/10.25077/jip.1.2.125-152.2017 Sirait, A. M. (2008). Eksploitasi Seksual Komersial Mengintai Anak Kita. Jurnal Legislasi Indonesia, 5(3), 87–92. https://e-jurnal.peraturan.go.id/index.php/jli/article/view/300/185

Survivor Edisi 4 | Langkah Menuju SDGs

06

Pembangunan Berkelanjutan, Demi Keberlangsungan Generasi Penerus atau Kepentingan Mereka yang Rakus?

Penulis: Ahmad Dzul Ilmi Muis Editor: Aldla Putri Syarifah

Belakangan ini sempat ramai pembicaraan kasus mengenai konflik tanah yang melibatkan perusahaan besar PT Sentul City Tbk dengan warga Bojong Koneng, Bogor, sebagaimana telah dilansir dalam CNN Indonesia (2021). Dalam konflik tersebut terdapat dugaan bahwa pihak Sentul City berusaha untuk menyerobot lahan milik warga Bojong Koneng, dan berujung pada pengakuan hak atas tanah tersebut dari kedua belah pihak.

Sentul City sendiri mengklaim bahwa mereka telah memiliki segala macam bentuk sertifikat secara legal dan formal di mata hukum, namun di sisi lain warga Bojong Koneng juga mengaku mereka memiliki hak atas tanah tersebut lantaran mereka telah lama menetap di sana dan memiliki penguasaan lahan secara fisik serta mengantongi surat oper alih garapan dari pemilik sebelumnya.

Meski pada berbagai forum di seluruh dunia telah dibahas mengenai bagaimana strategi atau cara untuk bisa Survivor Edisi 4 | Langkah Menuju SDGs

Sumber: unsplash.com

membuat suatu pembangunan yang berkelanjutan dengan ramah lingkungan serta ramah akan perubahan iklim, namun tidak sedikit pula pihak yang 07

menyatakan bahwa hal tersebut adalah masih jauh dari kata berhasil. Bahkan beberapa pihak yang secara frontal atau radikal menyatakan bahwa selama ini para elite hanyalah membual soal pembahasan adanya suatu pembangunan yang berkelanjutan dengan ramah lingkungan. Tidak sedikit pula perusahaan besar yang berusaha memperluas wilayahnya dengan banyak dalih pembangunan berkelanjutan demi peradaban modern. Namun buktinya justru emisi gas rumah kaca juga semakin meningkat, banyak pula masyarakat lokal yang merasa diri mereka digusur dengan adanya pembangunan

yang ‘katanya’ akan mensejahterakan tersebut (Krauss, 2015).

Mengutip sebuah konsep yang diperkenalkan oleh Ferguson (1990) terkait “anti-politics machine”, bahwa menurut Krauss dalam jurnalnya (2015) hal tersebut dikarenakan memang sudah terdapat perubahan pada bagaimana dunia memiliki program pembangunan lingkungan. Akan tetapi, masih terdapat beberapa kesalahan mengenai beberapa macam unsur keilmuan lain.

Hal ini seolah-olah terdapat sebuah pemahaman yang menyatakan bahwa antara

Sumber: ekonomibisnis.com

Survivor Edisi 4 | Langkah Menuju SDGs

08

satu dan lain bidang keilmuan itu sama sekali tidak bisa berkorespondensi satu sama lain dan sifatnya adalah mencari mana pengetahuan atau ilmu yang paling benar dan mana yang salah. Paradigma tersebut jelas kemudian merubah segalanya termasuk bagaimana tata cara kita melihat pembangunan peradaban yang berkelanjutan ini. Selama paradigma ingin menang sendiri dan menyalahkan bidang keilmuan lain masih digunakan, maka hal tersebut akan melahirkan bidang ilmu yang enggan untuk berkompromi dengan bidang ilmu lainnya.

Dalam hal pembangunan berkelanjutan, Krauss (2015) dengan tegas menyatakan bahwa dirinya sangat tidak menyukai adanya suatu bidang keilmuan yang menasbihkan diri sendiri sebagai pengetahuan yang paling tinggi diantara yang lain, pengetahuan yang paling benar, ilmu yang mutlak dan sudah tidak bisa lagi diganggu-gugat, dan lain sebagainya.

Sekalipun itu adalah ilmu sains dan juga hukum, yang mana mungkin masih banyak orang mengeluh-eluhkannya dan menganggap bahwa sains adalah jawaban atas segala ketertinggalan dan kebuntuan peradaban manusia selama ini. Bahwa Survivor Edisi 4 | Langkah Menuju SDGs

seolah-olah hanya dengan sains saja lah manusia akan bisa maju ke tahap yang lebih modern dan lebih beradab. Hal serupa juga terjadi ketika menyinggung Hukum, bahwa masih banyak orang memiliki persepsi hal tersebut merupakan cara pandang paling objektif dan bebas nilai.

Sebagaimana sempat disinggung sebelumnya, Krauss (2015) akan jauh lebih suka apabila semua ilmu pengetahuan bisa memiliki posisi yang sama dan setara, tidak ada pihak yang jauh lebih benar dan kemudian secara otomatis membuat pihak lainnya menjadi salah. Bahwa meski Sains sekalipun, posisinya tidak lebih tinggi dan juga tidak lebih rendah dari pengetahuan tradisional yang dimiliki oleh para masyarakat lokal setempat meski itu banyak dianggap oleh orang yang mengaku telah ‘modern’ sebagai pengetahuan yang ‘irasional’. Krauss mendorong adanya demokratisasi layaknya seperti konsep demokrasi dalam kerakyatan, bahwa ilmu pengetahuan sekalipun tidak boleh ada yang semena-mena dan melakukan klaim bahwa diri mereka yang paling benar dan paling rasional.

Bahwa seluruh ilmu pengetahuan memiliki porsi serta kebe09

Sumber: Istock

-basan mereka masing-masing untuk bisa ditampung dan tidak boleh diasingkan atau didiskreditkan hanya karena telah merasa sudah menemukan suatu ilmu pengetahuan yang telah mapan seperti Sains dan Hukum.

Berbicara mengenai adanya ketidaksetaraan paradigma pengetahuan khususnya pada produk hukum, semenjak disahkannya RUU Cipta Kerja pun praktik di Indonesia sendiri justru membuat beberapa peraturan utamanya terkait dengan izin untuk membuka lahan baru dan memanfaatkannya sebagai Survivor Edisi 4 | Langkah Menuju SDGs

kepentingan para kapital menjadi lebih mudah. Pendapat tersebut dinyatakan oleh Nugroho (2020) dalam tulisannya bahwa justru dengan adanya Omnibus Law tersebut kemudian membuat mereka yang memiliki kuasa akan semakin bisa berkuasa dan berlaku semena-mena untuk menindas masyarakat bawah. Masyarakat adat yang semestinya memiliki tanah ulayat justru akan dengan sangat mudah diambil alih hanya dengan seluruh perizinan yang telah secara sah dan legal diatur serta disetujui oleh negara, mereka yang memiliki 10

modal tentu akan dengan mudah memenangkan berbagai macam konflik agraria apabila berhadapan dengan masyarakat adat. Alih-alih semua tujuannya adalah mengacu kepada pembangunan yang berkelanjutan, namun justru semata hanyalah “menghamba pada kepentingan kapital”.

Jangan disalah persepsikan pula ketika kemudian masyarakat menjual tanah mereka.

Hal tersebut kemungkinan terjadi karena keterpaksaan atau justru karena diskursus mengenai ‘Indonesia sebagai negara hukum’ dan ‘semua harus tunduk patuh terhadap hukum’ telah menguasai alam pikiran mereka.

Bukan dikarenakan mereka menjual tanah tersebut demi kepentingan anak-cucu generasi penerus mereka, namun mereka juga pada akhirnya hanya tergiur dengan iming-iming imbalan yang sebenarnya tidaklah seberapa dari para korporat besar tersebut.

Survivor Edisi 4 | Langkah Menuju SDGs

Kedua belah pihak pada akhirnya saling mempengaruhi meski terlepas dari tanpa masyarakat adat sendiri sadari mereka hanya diperalat oleh kepentingan kapital semata lantaran produk hukum yang memang sedari awal justru menuruti apa kemauan oligarki. Pada akhirnya paradigma pembangunan yang berkelanjutan bergeser menjadi paradigma ekonomis semata.

Pengelolaan sumber daya alam sudah bukan lagi berbasis pembangunan yang berkelanjutan namun hanya mengejar pertumbuhan ekonomi saja.

Sebagai penutup, penulis akan menghadirkan analisis Marxisme dalam tulisan Hari (1994) mengenai produk hukum dan bagaimana kemudian kita bisa melihat konflik tanah yang melibatkan Sentul City dengan warga Bojong Koneng tersebut di atas. Sebagaimana analisis yang pernah dilakukan oleh Marx bahwa produk hukum sebenarnya merupakan alat 11

perpanjangan tangan para kapital semata untuk mempertahankan posisi mereka agar tetap di atas dan bisa menindas kaum bawah. Pada akhirnya, hukum tidak berbeda dengan terusan kepentingan politik, bahkan sama sekali tidak ada hukum yang bebas nilai, melainkan hanyalah alat untuk melanggengkan dominasi kelas. Hal tersebut senada dengan banyaknya dugaan yang menyelimuti kasus Sentul City tersebut bahwa bisa jadi mereka memang ‘bermain’ politik di sana dengan memanfaatkan kepemilikan modal yang mereka kuasai untuk menerbitkan segala macam sertifikat tanah secara legal dan formal demi bisa memenangkan konflik melawan masyarakat Bojong Koneng yang hanya mengantongi surat garapan saja, yang notabene menurut hukum kedudukannya tidak sekuat Sertifikat Hak Guna Bangunan yang telah dimiliki oleh Sentul City.

CNN Indonesia (2021). “Rocky Gerung Adukan Sentul City ke Komnas HAM Hari Ini,” dalam https://www.cnnindonesia.com/ diakses pada 28 September 2021.

Ferguson, J. (1990). The anti-politics machine:'development', depoliticization and bureaucratic power in Lesotho. CUP Archive.

Hari, C. (1994). “Modern Jurisprudence”. Kuala Lumpur: Internasional Law Book Review.

Krauss, W. (2015). “Anthropology in the Anthropocene: sustainable development, climate change, and interdisciplinary research”. In Grounding Global Climate Change (pp. 59-76).

Springer, Dordrecht.

Nugroho, W. (2020). “Ancaman Omnibus Law di Sektor Agraria dan Lingkungan Hidup: Kesejahteraan untuk Siapa?”. Dalam Omnibus Law: Diskursus Pengadopsiannya dalam Sistem Perundang-Undangan Nasional (hlm. 185-212).

Survivor Edisi 4 | Langkah Menuju SDGs

12

Peran Antropolog dalam Menangani Ancaman Krisis Iklim Penulis: Fitria Novita Sari Editor: Achmad Bayu Setyawan

Sumber: edie.net

Perubahan iklim merupakan ancaman yang besar bagi umat manusia karena membawa dampak dan hampir mempengaruhi semua aspek dalam kehidupan. Dampak tersebut termasuk dalam hal kesehatan, budaya, lingkungan, politik, negara, dan lain-lain. Pengertian perubahan iklim sendiri adalah berubahnya iklim yang diakibatkan, langsung atau tidak langsung, oleh aktivitas manusia yang menyebabkan perubahan komposisi atmosfer secara global serta perubahan variabilitas iklim alamiah yang teramati pada kurun waktu yang dapat Survivor Edisi 4 | Langkah Menuju SDGs

dibandingkan (UU No. 31 Tahun 2009).

Tulisan kali ini akan mengulik poin ketiga belas pada SDGs (Sustainable Development Goals) yaitu penanganan perubahan iklim dari perspektif antropologi. Menurut pernyataan dari American Anthropological Association (AAA) dalam Humanity and Climate Change, setidaknya terdapat beberapa poin yang merupakan dampak dari perubahan iklim dari sudut pandang antropologi. Pertama, terjadinya perubahan iklim bukanlah sebuah mitos, krisis ini nyata dan sedang kita hadapi 13

sekarang dan sangat mempengaruhi kita baik diluar maupun didalam negeri. Kedua, antropolog memperkirakan akan terjadi proses migrasi besar-besaran karena krisis iklim berpotensi meningkatkan kemiskinan, ketahanan pangan dan air, serta konflik bersenjata. Karena menghadapi tekanan migrasi yang tinggi, krisis ini dapat mengancam rusaknya kebudayaan dan kepercayaan masyarakat karena munculnya fenomena yang tidak pernah mereka duga. Masyarakat yang tinggal di daerah pesisir, negara kepulauan, dan lainnya akan menerima dampak paling parah.

Selanjutnya, dampak dari krisis iklim akan menyebar secara

tidak merata yang kemudian dapat mempengaruhi kelompok rentan seperti perempuan, anak, dan mereka yang hidup cacat dengan kondisi kesehatan yang terbatas. Kemudian, kelompok yang paling rentan tersebut akan dipaksa untuk pindah dan pastinya kebutuhan akan bantuan darurat dan pemulihan akan meningkat. Para antropolog menyadari bahwa sesungguhnya krisis iklim adalah dampak dari budaya, aktivitas, dan perilaku manusia yang dilakukan selama 100 tahun terakhir, catatan arkeologi pun menunjukkan bahwa keragaman manusia dapat meningkatkan ketahanan terhadap stres dalam sistem adaptif yang kompleks.

Krisis iklim merupakan

Sumber: centreofaviation.com Survivor Edisi 4 | Langkah Menuju SDGs

14

masalah global dengan dampak lokal dan regional. Oleh sebab itu, butuh adanya keterlibatan dari masyarakat untuk turut membentuk solusi yang adaptif dalam tingkat lokal dan regional. Selain itu, usaha-usaha yang dilakukan oleh perusahaan dan berbagai negara dalam mengurangi emisi karbon sebenarnya tidak cukup untuk menyelesaikan masalah krisis iklim.

Pendekatan tersebut tidak cukup untuk mengatasi masalah sistemik karena sesungguhnya krisis iklim sebenarnya berakar pada budaya dan perilaku pada manusia.

Perubahan iklim sesungguhnya bukan masalah alam, tetapi masalah manusia.

Antropolog tentu saja memiliki peran yang sangat penting dalam menyumbangkan pemahaman kepada masyarakat dan perubahan iklim dengan pengetahuan yang mendalam, seperti mengidentifikasi kebutuhan masyarakat dan pedoman pelestarian budaya dalam kondisi perubahan iklim, mendanai penelitian masyarakat dan ketahanan masyarakat terhadap penyakit menular melalui lembaga kesehatan masyarakat, serta bekerja sama dengan pemerintah dalam penyusunan undang-undang untuk kebijakan emisi karbon nasional. Selain itu, para antropolog juga mempelajari asumsi dan dampak

Lalu, apa peran seorang antropolog dalam memecahkan masalah global ini?

Sumber: ditjenppi.menlhk.go.id

Survivor Edisi 4 | Langkah Menuju SDGs

15

yang mendasari proses tata kelola pada skala global dibawah PBB. Oleh karena itu, perlu kita sadari bahwa antropologi merupakan ilmu yang sangat unik karena ruang lingkupnya sangat luas dan dapat memberi solusi untuk mempertahankan eksistensi budaya dan manusia.

American Anthropological Association. (2017). Changing The Atmosphere : Anthropologi and Climate Change. 1-2 Undang-Undang No. 31 Tahun 2009

Survivor Edisi 4 | Langkah Menuju SDGs

16

OPINI OPINI OPINI Survivor Edisi 4 | Langkah Menuju SDGs

17

Pentingnya Pendekatan Kebudayaan dalam Membangun Kota yang Aman dan Layak Penulis: Putra Pradana Kusuma Hartas Editor: Naura Ashyffa

Sumber: Pinterest

Sumber: pixabay.com

Sustainable Development Goals atau yang disingkat SDGs (Tujuan Pembangunan Berkelanjutan) adalah sebuah agenda aksi global yang komprehensif dan disepakati oleh para pemimpin dunia, termasuk Indonesia. Dengan demikian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan ini merupakan program rencana global yang dilakukan oleh 193 negara yang berkomitmen mewujudkan tujuan pembangunan berkelanjutan itu.

Diharapkan SDGs ini dapat berhasil mencapai 17 tujuan dan 169 target yang terkandung di dalamnya pada tahun 2030.

Survivor Edisi 4 | Langkah Menuju SDGs

Sementara di Indonesia, pemerintah melalui Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) telah menyesuaikan pembangunan nasional dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan dengan melibatkan pihak swasta.

Dari 17 goals yang telah ditetapkan tersebut, terdapat goals yang berkaitan dengan pembangunan kota yang berada di goals 11 yang bernama Kota dan Permukiman yang Berkelanjutan. Goals tersebut ditetapkan karena terjadinya pertumbuhan kota-kota yang sangat pesat disebabkan oleh meningkatnya 18

urbanisasi. Pertumbuhan kota yang pesat dan ditambah dengan tingginya tingkat urbanisasi itu dapat menyebabkan ledakan jumlah populasi kota yang akan berakibat terjadinya krisis tempat tinggal. Kemiskinan ekstrim juga merupakan dampak yang akan terjadi akibat ledakan jumlah populasi kota tersebut.

Oleh karena itu, dalam rangka mewujudkan goals 11 tersebut, pemerintah selalu berfokus pada pengembangan kota dan pemukiman secara ekonomi saja. Hal ini terlihat dari pemerintah yang sangat memudahkan akses investasi dalam pengembangan kota karena dirasa kolaborasi antara pemerintah dan swasta adalah upaya yang sangat cocok dalam mewujudkan SDGs. Hal ini terlihat di kota-kota besar seperti DKI Jakarta, yang mana kita akan menemukan gedung-gedung, dan jalan-jalan besar dibandingkan sarana dan prasarana untuk menunjang kehidupan sosial masyarakat kota. Dengan begitu perencanaan dan pengaturan perkotaan guna mewujudkan goals 11 selalu berkutat pada investasi atau ekonomi saja. Namun banyak hal yang harus dilakukan untuk menciptakan kota yang Survivor Edisi 4 | Langkah Menuju SDGs

aman dan berkelanjutan, seperti meningkatkan perencanaan dan pengaturan perkotaan di segala bidang kehidupan, termasuk kebudayaan serta melibatkan semua pihak masyarakat, menciptakan ruang hijau bagi publik, dan yang lainnya.

Bappenas sendiri memiliki beberapa target dalam mewujudkan goals 11 ini, salah satunya ialah mempromosikan dan menguatkan upaya menjaga

Sumber: Pixabay 19

juga membantu mewujudkan goals 11 karena hal tersebut dapat dijadikan sarana edukasi kepada masyarakat mengenai sejarah, cara hidup (filosofi hidup), dan cara menciptakan lingkungan masyarakat.

Masyarakat kota merupakan masyarakat yang terbilang heterogen karena tingginya tingkat urbanisasi yang memba-

-wa berbagai macam etnis masyarakat untuk datang dan tinggal di perkotaan. Mereka datang dan tinggal di perkotaan dengan memegang teguh prinsip hidup mereka yang mereka dapatkan dari sosialisasi yang terjadi di tempat asal mereka.

Dengan kata lain mereka pasti tetap memegang kebudayaan asal mereka meskipun telah tinggal di kota. Sebagai contoh, DKI Jakarta merupakan wilayah perkotaan yang memiliki penduduk yang berasal dari berbagai etnis atau suku, seperti Betawi, Jawa, Sunda, Batak, Minangkabau, Tionghoa, Madura, Melayu, dan masih banyak lainnya. Dengan keberagaman etnis tersebut, dapat dikatakan bahwa DKI Jakarta merupakan kota yang memiliki masyarakat yang multikulturalisme. Maka dari itu pengembangang kota dan pemukiman harus dibarengi dengan pengembangan kebudayaan yang beragam secara baik untuk menghindari konflik.

Selain itu pengembangan budaya juga dapat bermanfaat untuk menciptakan ruang hijau bagi publik karena pada dasarnya kebudayaan masyarakat Indonesia berjalan selaras dengan alam. Hal ini berarti kebudayaan masyarakat

Survivor Edisi 4 | Langkah Menuju SDGs

20

warisan budaya dunia dan warisan alam dunia. Meskipun yang tercantum adalah warisan budaya dunia dan warisan alam dunia, yang berarti budaya dan alam secara global dan tidak spesifik terhadap warisan budaya dan alam lokal. Namun meskipun begitu warisan budaya dan alam lokal juga harus terus dijaga karena dapat

Sumber: Pixabay

Indonesia berjalan selaras dengan alam. Hal ini berarti kebudayaan masyarakat Indonesia tidak akan berjalan dengan merusak alam.

Misalnya masyarakat Indonesia memiliki sistem berkebun atau bertani secara tradisional yang memanfaatkan bahan-bahan organik dan dapat menjaga kelestarian lingkungan. Dengan memanfaatkan budaya tersebut, maka ruang hijau yang lestari dapat terwujud karena penggunaan bahan-bahan organik yang ramah lingkungan.

Dalam rangka upaya mewujudkan SDGs goals 11, pembangunan kota dan permukiman yang berkelanjutan bukan hanya berbicara mengenai akses pemukiman yang layak atau pun pengembangan kota secara ekonomi saja, tetapi juga sarana dan prasarana yang menunjang kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat. Maka dari itu pembangunan kota harus berjalan seimbang antara pembangunan secara ekonomi, sosial, maupun ekologis agar tercipta kota dan pemukiman yang aman, layak, dan lestari.

Survivor Edisi 4 | Langkah Menuju SDGs

21

Digitalisasi Pendidikan sebagai Upaya Penyelamatan Lingkungan Penulis: Hanif Nur Setyawan Editor: Aldila Putri Syarifah

Akhir-akhir ini terdapat suatu isu yang menarik untuk dibahas lebih mendalam. Isu tersebut berupa statement yang disuarakan oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Ibu Siti Nurbaya. Didapati dalam salah satu akun media sosialnya, beliau mengunggah ujaran mengenai pembangunan besar-besaran yang dilakukan di era Presiden Joko Widodo, yang tidak boleh berhenti atas nama emisi karbon dan deforestasi.

Pendapat tersebut diutarakan karena menurut beliau, pembangunan tersebut merupakan suatu tindakan yang menyalahi amanah Undang Undang Dasar 1945. Dalam sekejap, statement tersebut memang memiliki makna yang sangat ironis. Seorang Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan melayangkan statement yang menggiring anggapan masyarakat pada abainya peran pemerintah dalam menangani kerusakan lingkungan yang terjadi di Indonesia. Melalui statement tersebut, secara sekilas mengindikasikan prioritas pembangunan nasional Indonesia mengesam Survivor Edisi 4 | Langkah Menuju SDGs

Sumber: Pexels

-pingkan aspek lingkungan hidup.

Menurut literasi yang penulis telah baca, maksud dari statement yang dilayangkan oleh Menteri LHK lebih mengarah pada upaya pemerintah dalam efektifitas dan efisiensi pengelolaan lingkungan hidup 22

dan kehutanan. Selama masih ada pembangunan nasional di Indonesia, memang harus ada salah satu aspek kehidupan yang harus dikorbankan. Dalam hal ini, hutan, sebagai sumber kekayaan alam Indonesia dan tanah yang terkandung di dalamnya, yang memang dikuasai oleh negara dan digunakan untuk kesejahteraan masyarakat secara bersama, perlu dilakukan eksplorasi dan eksploitasi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kegiatan eksplorasi dan eksploitasi lingkungan inilah yang ingin dikelola oleh pemerintah dengan menekan risiko menjadi sekecil mungkin dan mendapatkan hasil semaksimal mungkin.

Terlepas dari maksud dan tujuan pemerintah dalam statement bahwa pembangunan nasional tidak boleh berhenti karena alasan kerusakan lingkungan, menurut penulis ada suatu hal yang lebih penting untuk dilakukan sebagai upaya penyelamatan lingkungan hidup, terutama deforestasi.

Mengingat bahwa Indonesia merupakan negara yang mendapatkan gelar ‘paru-paru dunia’ sudah menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah dan masyarakat untuk menyelamatkan eksistensi Survivor Edisi 4 | Langkah Menuju SDGs

lingkungan demi kemaslahatan umat manusia. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk penyelamatan lingkungan, terutama kehutanan, adalah dengan mengubah budaya pendidikan yang paper based menjadi digital based. Artinya, pendidikan yang ada di Indonesia sebisa mungkin memanfaatkan fasilitas-fasilitas teknologi yang ada sebagai bentuk upaya penyelamatan lingkungan. Sektor pendidikan dipilih karena sektor ini merupakan sektor yang menjadi kebutuhan primer masyarakat dan merupakan sektor yang memiliki potensi untuk memberikan pengaruh pada keseluruhan aspek kehidupan manusia.

Pelaksanaan pendidikan di Indonesia per hari ini masih menggunakan kertas sebagai media dalam pembelajaran.

Seperti yang diketahui bahwa kertas yang digunakan adalah salah satu produk dari hasil deforestasi, maka yang menjadi permasalahan adalah pemanfaatan kertas yang hingga per hari ini dirasa masih kurang 23

Sumber: Pixabay

efektif dan cenderung mubazir.

Meskipun kertas merupakan suatu material yang ramah lingkungan atau material yang mudah terurai, namun uraian kertas tidak akan menumbuhkan satu pohon untuk mengganti pohon-pohon yang telah digunakan untuk membuat kertas.

Dalam dunia perkuliahan saja, pemborosan kertas salah satunya terjadi ketika masa-masa pembuatan tugas akhir atau skripsi. Kertas digunakan untuk media print out dari hasil pekerjaan yang dibuat mahasiswa untuk melanjutkan konsultasi kepada dosen. Hal yang terjadi adalah kertas yang mengalami coretan-coretan dari dosen tidak akan dipakai lagi, lalu mahasiswa perlu mencetak ulang pekerjaan yang diminta

untuk di revisi. Tentunya hal ini akan memakan banyak kertas mengingat banyaknya jumlah halaman yang dibutuhkan seorang mahasiswa dalam suatu tugas skripsi jika dikalikan dengan jumlah mahasiswa yang ada dan frekuensi tiap mahasiswa dalam melakukan revisi.

Bukankah lebih nyaman ketika menggunakan media elektronik dalam melakukan konsultasi dan revisi? Tentunya dengan menggunakan media elektronik, seorang mahasiswa hanya perlu mengedit bagian-bagian yang perlu untuk dirubah tanpa harus mencetak berulang kali. Sehingga penggunaan kertas dapat ditekan dengan upaya seperti ini. Upaya ini tidak hanya dapat dilakukan untuk tugas akhir atau skripsi

Survivor Edisi 4 | Langkah Menuju SDGs

24

saja, namun juga berbagai tugas mahasiswa maupun pelajar di kalangan sekolah dasar hingga menengah untuk bisa memanfaatkan teknologi digital dan informasi.

Kendala yang mungkin ditimbulkan dari perubahan budaya pendidikan ini biasanya adalah adanya culture shock.

Dimana culture shock merupakan kondisi kegagalan yang dialami seseorang atau suatu kelompok masyarakat dalam menghadapi suatu kondisi perubahan sosial budaya. Pada umumnya, masyarakat atau individu akan mengalami kebingungan dalam menemukan cara untuk menghadapi perubahan.

Salah satu pemicu dari culture shock ini adalah belum siapnya berbagai perangkat dalam menghadapi perubahan.

Perangkat yang dimaksudkan adalah perangkat biologis yang merupakan kondisi tubuh manusia itu sendiri, serta perangkat materil yang merupakan kondisi kebudayaan yang ada di lingkungan individu itu berada.

Perubahan budaya dalam sistem pendidikan sebenarnya telah terjadi di Indonesia, setidaknya dalam beberapa tahun sebelum pandemi covid melanda. Salah satu hal yang mencolok adalah penggunaan Survivor Edisi 4 | Langkah Menuju SDGs

Sumber: Kompasiana.com

ujian nasional yang berbasis komputer atau dikenal sebagai Computer Based Test (CBT) pada saat itu. Tidak dapat dipungkiri bahwa gegar budaya tersebut terjadi pada masa yang ditandai dengan belum adanya perangkat komputer yang tersebar merata di seluruh sekolah di Indonesia. Lalu secara bertahap dalam beberapa waktu kemudian, dilakukanlah pemberian dan perbaikan fasilitas dimana penggunaan ujian berbasis komputer atau CBT dapat secara merata terselenggara di seluruh Indonesia.

Maka menurut hemat penulis, akan lebih ramah lingkungan bila menggunakan media elektronik untuk sarana 25

pembelajaran dan menekan penggunaan kertas yang berlebihan dalam institusi pendidikan. Terlebih lagi, fakta yang ada di Indonesia saat ini adalah penggunaan media elektronik yang meningkat selama masa pandemi. Mengingat sector pendidikan turut berperan dalam determinan perilaku dan kepribadian seseorang, diperlukan arahan menuju prinsip penyelamatan lingkungan hidup dan pembangunan berkelanjutan. Sektor pendidikan juga harus menjadi sektor yang mampu beradaptasi dengan cepat dalam menghadapi berbagai dinamika kehidupan sosial budaya. Untuk menyiasati ketimpangan fasilitas, pemerintah dapat memberikan subsidi bagi seluruh pelajar maupun mahasiswa, serta terus mengembangkan industri perangkat elektronik yang memiliki harga pasar lebih rendah sehingga seluruh masyarakat Indonesia mampu untuk memiliki setidaknya satu perangkat elektronik sebagai media pembelajaran.

Survivor Edisi 4 | Langkah Menuju SDGs

26

Survivor Edisi 4 | Langkah Menuju SDGs

27

Survivor Edisi 4 | Langkah Menuju SDGs

28

pembelajaran dan menekan penggunaan kertas yang berlebihan dalam institusi pendidikan. Terlebih lagi, fakta yang ada di Indonesia saat ini adalah penggunaan media elektronik yang meningkat selama masa pandemi. Mengingat sector pendidikan turut berperan dalam determinan perilaku dan kepribadian seseorang, diperlukan arahan menuju prinsip penyelamatan lingkungan hidup dan pembangunan berkelanjutan. Sektor pendidikan juga harus menjadi sektor yang mampu beradaptasi dengan cepat dalam menghadapi berbagai dinamika kehidupan sosial budaya. Untuk menyiasati ketimpangan fasilitas, pemerintah dapat memberikan subsidi bagi seluruh pelajar maupun mahasiswa, serta terus mengembangkan industri perangkat elektronik yang memiliki harga pasar lebih rendah sehingga seluruh masyarakat Indonesia mampu untuk memiliki setidaknya satu perangkat elektronik sebagai media pembelajaran.

Survivor Edisi 4 | Langkah Menuju SDGs

29

pembelajaran dan menekan penggunaan kertas yang berlebihan dalam institusi pendidikan. Terlebih lagi, fakta yang ada di Indonesia saat ini adalah penggunaan media elektronik yang meningkat selama masa pandemi. Mengingat sector pendidikan turut berperan dalam determinan perilaku dan kepribadian seseorang, diperlukan arahan menuju prinsip penyelamatan lingkungan hidup dan pembangunan berkelanjutan. Sektor pendidikan juga harus menjadi sektor yang mampu beradaptasi dengan cepat dalam menghadapi berbagai dinamika kehidupan sosial budaya. Untuk menyiasati ketimpangan fasilitas, pemerintah dapat memberikan subsidi bagi seluruh pelajar maupun mahasiswa, serta terus mengembangkan industri perangkat elektronik yang memiliki harga pasar lebih rendah sehingga seluruh masyarakat Indonesia mampu untuk memiliki setidaknya satu perangkat elektronik sebagai media pembelajaran.

Survivor Edisi 4 | Langkah Menuju SDGs

30

Survivor Edisi 4 | Langkah Menuju SDGs

31

pembelajaran dan menekan penggunaan kertas yang berlebihan dalam institusi pendidikan. Terlebih lagi, fakta yang ada di Indonesia saat ini adalah penggunaan media elektronik yang meningkat selama masa pandemi. Mengingat sector pendidikan turut berperan dalam determinan perilaku dan kepribadian seseorang, diperlukan arahan menuju prinsip penyelamatan lingkungan hidup dan pembangunan berkelanjutan. Sektor pendidikan juga harus menjadi sektor yang mampu beradaptasi dengan cepat dalam menghadapi berbagai dinamika kehidupan sosial budaya. Untuk menyiasati ketimpangan fasilitas, pemerintah dapat memberikan subsidi bagi seluruh pelajar maupun mahasiswa, serta terus mengembangkan industri perangkat elektronik yang memiliki harga pasar lebih rendah sehingga seluruh masyarakat Indonesia mampu untuk memiliki setidaknya satu perangkat elektronik sebagai media pembelajaran.

Survivor Edisi 4 | Langkah Menuju SDGs

32

Survivor Edisi 4 | Langkah Menuju SDGs

33

pembelajaran dan menekan penggunaan kertas yang berlebihan dalam institusi pendidikan. Terlebih lagi, fakta yang ada di Indonesia saat ini adalah penggunaan media elektronik yang meningkat selama masa pandemi. Mengingat sector pendidikan turut berperan dalam determinan perilaku dan kepribadian seseorang, diperlukan arahan menuju prinsip penyelamatan lingkungan hidup dan pembangunan berkelanjutan. Sektor pendidikan juga harus menjadi sektor yang mampu beradaptasi dengan cepat dalam menghadapi berbagai dinamika kehidupan sosial budaya. Untuk menyiasati ketimpangan fasilitas, pemerintah dapat memberikan subsidi bagi seluruh pelajar maupun mahasiswa, serta terus mengembangkan industri perangkat elektronik yang memiliki harga pasar lebih rendah sehingga seluruh masyarakat Indonesia mampu untuk memiliki setidaknya satu perangkat elektronik sebagai media pembelajaran.

Survivor Edisi 4 | Langkah Menuju SDGs

34

pembelajaran dan menekan penggunaan kertas yang berlebihan dalam institusi pendidikan. Terlebih lagi, fakta yang ada di Indonesia saat ini adalah penggunaan media elektronik yang meningkat selama masa pandemi. Mengingat sector pendidikan turut berperan dalam determinan perilaku dan kepribadian seseorang, diperlukan arahan menuju prinsip penyelamatan lingkungan hidup dan pembangunan berkelanjutan. Sektor pendidikan juga harus menjadi sektor yang mampu beradaptasi dengan cepat dalam menghadapi berbagai dinamika kehidupan sosial budaya. Untuk menyiasati ketimpangan fasilitas, pemerintah dapat memberikan subsidi bagi seluruh pelajar maupun mahasiswa, serta terus mengembangkan industri perangkat elektronik yang memiliki harga pasar lebih rendah sehingga seluruh masyarakat Indonesia mampu untuk memiliki setidaknya satu perangkat elektronik sebagai media pembelajaran.

Survivor Edisi 4 | Langkah Menuju SDGs

35

pembelajaran dan menekan penggunaan kertas yang berlebihan dalam institusi pendidikan. Terlebih lagi, fakta yang ada di Indonesia saat ini adalah penggunaan media elektronik yang meningkat selama masa pandemi. Mengingat sector pendidikan turut berperan dalam determinan perilaku dan kepribadian seseorang, diperlukan arahan menuju prinsip penyelamatan lingkungan hidup dan pembangunan berkelanjutan. Sektor pendidikan juga harus menjadi sektor yang mampu beradaptasi dengan cepat dalam menghadapi berbagai dinamika kehidupan sosial budaya. Untuk menyiasati ketimpangan fasilitas, pemerintah dapat memberikan subsidi bagi seluruh pelajar maupun mahasiswa, serta terus mengembangkan industri perangkat elektronik yang memiliki harga pasar lebih rendah sehingga seluruh masyarakat Indonesia mampu untuk memiliki setidaknya satu perangkat elektronik sebagai media pembelajaran.

Survivor Edisi 4 | Langkah Menuju SDGs

36

pembelajaran dan menekan penggunaan kertas yang berlebihan dalam institusi pendidikan. Terlebih lagi, fakta yang ada di Indonesia saat ini adalah penggunaan media elektronik yang meningkat selama masa pandemi. Mengingat sector pendidikan turut berperan dalam determinan perilaku dan kepribadian seseorang, diperlukan arahan menuju prinsip penyelamatan lingkungan hidup dan pembangunan berkelanjutan. Sektor pendidikan juga harus menjadi sektor yang mampu beradaptasi dengan cepat dalam menghadapi berbagai dinamika kehidupan sosial budaya. Untuk menyiasati ketimpangan fasilitas, pemerintah dapat memberikan subsidi bagi seluruh pelajar maupun mahasiswa, serta terus mengembangkan industri perangkat elektronik yang memiliki harga pasar lebih rendah sehingga seluruh masyarakat Indonesia mampu untuk memiliki setidaknya satu perangkat elektronik sebagai media pembelajaran.

Survivor Edisi 4 | Langkah Menuju SDGs

37

pembelajaran dan menekan penggunaan kertas yang berlebihan dalam institusi pendidikan. Terlebih lagi, fakta yang ada di Indonesia saat ini adalah penggunaan media elektronik yang meningkat selama masa pandemi. Mengingat sector pendidikan turut berperan dalam determinan perilaku dan kepribadian seseorang, diperlukan arahan menuju prinsip penyelamatan lingkungan hidup dan pembangunan berkelanjutan. Sektor pendidikan juga harus menjadi sektor yang mampu beradaptasi dengan cepat dalam menghadapi berbagai dinamika kehidupan sosial budaya. Untuk menyiasati ketimpangan fasilitas, pemerintah dapat memberikan subsidi bagi seluruh pelajar maupun mahasiswa, serta terus mengembangkan industri perangkat elektronik yang memiliki harga pasar lebih rendah sehingga seluruh masyarakat Indonesia mampu untuk memiliki setidaknya satu perangkat elektronik sebagai media pembelajaran.

Survivor Edisi 4 | Langkah Menuju SDGs

38

pembelajaran dan menekan penggunaan kertas yang berlebihan dalam institusi pendidikan. Terlebih lagi, fakta yang ada di Indonesia saat ini adalah penggunaan media elektronik yang meningkat selama masa pandemi. Mengingat sector pendidikan turut berperan dalam determinan perilaku dan kepribadian seseorang, diperlukan arahan menuju prinsip penyelamatan lingkungan hidup dan pembangunan berkelanjutan. Sektor pendidikan juga harus menjadi sektor yang mampu beradaptasi dengan cepat dalam menghadapi berbagai dinamika kehidupan sosial budaya. Untuk menyiasati ketimpangan fasilitas, pemerintah dapat memberikan subsidi bagi seluruh pelajar maupun mahasiswa, serta terus mengembangkan industri perangkat elektronik yang memiliki harga pasar lebih rendah sehingga seluruh masyarakat Indonesia mampu untuk memiliki setidaknya satu perangkat elektronik sebagai media pembelajaran.

Survivor Edisi 4 | Langkah Menuju SDGs

39

pembelajaran dan menekan penggunaan kertas yang berlebihan dalam institusi pendidikan. Terlebih lagi, fakta yang ada di Indonesia saat ini adalah penggunaan media elektronik yang meningkat selama masa pandemi. Mengingat sector pendidikan turut berperan dalam determinan perilaku dan kepribadian seseorang, diperlukan arahan menuju prinsip penyelamatan lingkungan hidup dan pembangunan berkelanjutan. Sektor pendidikan juga harus menjadi sektor yang mampu beradaptasi dengan cepat dalam menghadapi berbagai dinamika kehidupan sosial budaya. Untuk menyiasati ketimpangan fasilitas, pemerintah dapat memberikan subsidi bagi seluruh pelajar maupun mahasiswa, serta terus mengembangkan industri perangkat elektronik yang memiliki harga pasar lebih rendah sehingga seluruh masyarakat Indonesia mampu untuk memiliki setidaknya satu perangkat elektronik sebagai media pembelajaran.

Survivor Edisi 4 | Langkah Menuju SDGs

40

pembelajaran dan menekan penggunaan kertas yang berlebihan dalam institusi pendidikan. Terlebih lagi, fakta yang ada di Indonesia saat ini adalah penggunaan media elektronik yang meningkat selama masa pandemi. Mengingat sector pendidikan turut berperan dalam determinan perilaku dan kepribadian seseorang, diperlukan arahan menuju prinsip penyelamatan lingkungan hidup dan pembangunan berkelanjutan. Sektor pendidikan juga harus menjadi sektor yang mampu beradaptasi dengan cepat dalam menghadapi berbagai dinamika kehidupan sosial budaya. Untuk menyiasati ketimpangan fasilitas, pemerintah dapat memberikan subsidi bagi seluruh pelajar maupun mahasiswa, serta terus mengembangkan industri perangkat elektronik yang memiliki harga pasar lebih rendah sehingga seluruh masyarakat Indonesia mampu untuk memiliki setidaknya satu perangkat elektronik sebagai media pembelajaran.

Survivor Edisi 4 | Langkah Menuju SDGs

41

pembelajaran dan menekan penggunaan kertas yang berlebihan dalam institusi pendidikan. Terlebih lagi, fakta yang ada di Indonesia saat ini adalah penggunaan media elektronik yang meningkat selama masa pandemi. Mengingat sector pendidikan turut berperan dalam determinan perilaku dan kepribadian seseorang, diperlukan arahan menuju prinsip penyelamatan lingkungan hidup dan pembangunan berkelanjutan. Sektor pendidikan juga harus menjadi sektor yang mampu beradaptasi dengan cepat dalam menghadapi berbagai dinamika kehidupan sosial budaya. Untuk menyiasati ketimpangan fasilitas, pemerintah dapat memberikan subsidi bagi seluruh pelajar maupun mahasiswa, serta terus mengembangkan industri perangkat elektronik yang memiliki harga pasar lebih rendah sehingga seluruh masyarakat Indonesia mampu untuk memiliki setidaknya satu perangkat elektronik sebagai media pembelajaran.

Survivor Edisi 4 | Langkah Menuju SDGs

42

pembelajaran dan menekan penggunaan kertas yang berlebihan dalam institusi pendidikan. Terlebih lagi, fakta yang ada di Indonesia saat ini adalah penggunaan media elektronik yang meningkat selama masa pandemi. Mengingat sector pendidikan turut berperan dalam determinan perilaku dan kepribadian seseorang, diperlukan arahan menuju prinsip penyelamatan lingkungan hidup dan pembangunan berkelanjutan. Sektor pendidikan juga harus menjadi sektor yang mampu beradaptasi dengan cepat dalam menghadapi berbagai dinamika kehidupan sosial budaya. Untuk menyiasati ketimpangan fasilitas, pemerintah dapat memberikan subsidi bagi seluruh pelajar maupun mahasiswa, serta terus mengembangkan industri perangkat elektronik yang memiliki harga pasar lebih rendah sehingga seluruh masyarakat Indonesia mampu untuk memiliki setidaknya satu perangkat elektronik sebagai media pembelajaran.

Survivor Edisi 4 | Langkah Menuju SDGs

26

pembelajaran dan menekan penggunaan kertas yang berlebihan dalam institusi pendidikan. Terlebih lagi, fakta yang ada di Indonesia saat ini adalah penggunaan media elektronik yang meningkat selama masa pandemi. Mengingat sector pendidikan turut berperan dalam determinan perilaku dan kepribadian seseorang, diperlukan arahan menuju prinsip penyelamatan lingkungan hidup dan pembangunan berkelanjutan. Sektor pendidikan juga harus menjadi sektor yang mampu beradaptasi dengan cepat dalam menghadapi berbagai dinamika kehidupan sosial budaya. Untuk menyiasati ketimpangan fasilitas, pemerintah dapat memberikan subsidi bagi seluruh pelajar maupun mahasiswa, serta terus mengembangkan industri perangkat elektronik yang memiliki harga pasar lebih rendah sehingga seluruh masyarakat Indonesia mampu untuk memiliki setidaknya satu perangkat elektronik sebagai media pembelajaran.

Survivor Edisi 4 | Langkah Menuju SDGs

26

pembelajaran dan menekan penggunaan kertas yang berlebihan dalam institusi pendidikan. Terlebih lagi, fakta yang ada di Indonesia saat ini adalah penggunaan media elektronik yang meningkat selama masa pandemi. Mengingat sector pendidikan turut berperan dalam determinan perilaku dan kepribadian seseorang, diperlukan arahan menuju prinsip penyelamatan lingkungan hidup dan pembangunan berkelanjutan. Sektor pendidikan juga harus menjadi sektor yang mampu beradaptasi dengan cepat dalam menghadapi berbagai dinamika kehidupan sosial budaya. Untuk menyiasati ketimpangan fasilitas, pemerintah dapat memberikan subsidi bagi seluruh pelajar maupun mahasiswa, serta terus mengembangkan industri perangkat elektronik yang memiliki harga pasar lebih rendah sehingga seluruh masyarakat Indonesia mampu untuk memiliki setidaknya satu perangkat elektronik sebagai media pembelajaran.

Sumber: unsplash

Sumber: unsplash

Sumber: unsplash

Sumber: unsplash

Survivor Edisi 4 | Langkah Menuju SDGs

26

MELANJUTKAN DARI PRAKARSA KACAMATA SDGs ANTROPOLOGI

Departemen Antropologi Universitas Airlangga ©2021

Survivor Edisi 4 | Langkah Menuju SDGs

26