
2 minute read
15. Resensi Film: Penyalin Cahaya
Resensi Film
Penyalin Cahaya: "Kita cuma punya cerita"
Advertisement
Oleh Sayyidah Marhamah
Sinopsis
Berkedok praduga tak bersalah, publik masih demikian sulit mempercayai cerita korban pelecehan seksual bahkan sekedar untuk memegang prinsip "percaya korban lebih dulu". Benar bahwa cerita dapat dipalsukan, namun bukankah bukti pun sama, baik keberadaan maupun ketiadaannya? Hal inilah yang dialami Sur tokoh utama dalam film Penyalin Cahaya. Pasca mengikuti pesta perayaan kemenangan Teater Matahari, hidup Sur runtuh dalam semalam. Swafoto tak bermoral Sur terunggah dalam feed akun pribadinya, hingga status beasiswanya harus lenyap. Sur pun diusir dari rumah dan terpaksa menumpang di tempat Amin, sahabat sekaligus tukang fotokopi di kampusnya. Merasa ada hal janggal sedari saat ia tersadar dari sisa pesta semalam, Sur yakin bahwa ia tengah dijebak Thariq rekan satu teater. Tak hanya itu, saat mengganti baju di kamar mandi yang sudah dalam keadaan terbalik, ia yakin dirinya diraba-raba sebelum diantar pulang. Kini hari-hari Sur ia habiskan untuk mengumpulkan bukti-bukti pelecehan yang tengah menimpanya untuk mendapatkan keadilan. Secercah harapan muncul, Ibunya dan beberapa orang memahami apa
Identitas film
Judul : Penyalin Cahaya Sutradara : Wregas Bhanuteja Produser : Adi Ekatama, Ajish Dibyo

Penulis naskah : Henricus Pria, Wregas Bhanuteja Pemain :Shenina Syawalita Cinnamon, Lutesha, Chicco Kurniawan, Dea Panendra, Jerome Kurnia, Giulio Parengkuan, Ruth Marini, Lukman Sardi Genre : Thriller, Drama Produksi : Rekata Studio, Kaninga Pictures
Rilis
:8 Oktober 2021 (Festival Film Internasional Busan), 13 Januari 2022 (Netflix) Durasi : 130 menit
yang dirasakannya. Oleh karena itu, Sur dan beberapa korban lain bertekad untuk menunjukkan kebenaran dan keadilan itu ada. Namun bagaimana dengan ayah Sur yang meminta kasus ditutup atas imingiming keluarga pelaku?
Kelebihan
Film yang disutradarai oleh Wregas Bhanuteja ini memiliki alur yang menarik. Investigasi Sur menggiring Penyalin Cahaya bergerak ke ranah misteri, di mana penonton dibuat bertanya "siapa" dan "apa". Muncul banyak kejutan sepanjang film berjalan, namun bukan bersifat gimmick belaka. Terlebih, kejutan-kejutan itu memfasilitasi tentang gambaran topeng yang manusia kenakan guna mengikuti tuntutan-tuntutan sosial, juga perihal privilege. Mengingat mayoritas pelaku pelecehan seksual adalah pria, dan bagaimana kultur negeri ini cenderung menguntungkan pria apalagi jika memiliki harta serta kuasa, sehingga dengan gamblang berdalih ‘kenapa hanya mempercayai cerita korban?’ Disisi lain, film ini menyajikan edukasi untuk para penonton agar tak menutup mata, Penyalin Cahaya menggambarkan jika pria bisa juga menjadi korban. Persoalan itu turut disinggung terhubung pada kasus pelecehan seksual, kesehatan mental hingga kesenjangan ekonomi. Film ini begitu kompleks menguras emosi penonton ditambah sinematografi nya yang tidak kalah bagus dengan film-film terbaik dari luar negeri jadi tidak heran jika film ini meraih 12 piala citra tahun 2021.
Kekurangan
Penyajian pesan dalam film yang menyuarakan isu kekerasan seksual ini tidak disampaikan secara gamblang. Pesan itu melalui adegan metafora dan simbolis. Sehingga, penonton perlu berkonsentrasi dan niat yang cukup untuk menyaksikan film ini. setelah menonton sampai adegan terakhir, penonton tidak mengetahui secara jelas resolusi dalam kisah ini.
Saran
Film ini lebih relevan untuk ditonton dengan rentan usia 17 tahun keatas, karena terdapat unsur kekerasan seksual. Penonton menantikan penyelesaian kasus yang menyita perhatian pada keadilan terhadap Sur. Adanya berita bahwasannya penulis sekaligus sutradara dalam film ini dulu pernah menjadi tersangka dalam pelecehan seksual, film ini tetap menarik dan sangat mengedukasi kepada para korban luar sana untuk menyuarakan suara keadilan mereka. Maka dari itu, jangan pernah takut untuk membela keadilan untuk diri sendiri dan orang lain.
