31 minute read

SEBAGAI PELAKSANA ILLEGAL FISHING DI PERAIRAN INDONESIA

KEKOSONGAN HUKUM UNDANG-UNDANG PERIKANAN DALAM

MENINDAKLANJUTI PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORPORASI ASING

Advertisement

SEBAGAI PELAKSANA ILLEGAL FISHING DI PERAIRAN INDONESIA

Chelsea Raphael Rajagukguk Fakultas Hukum Universitas Indonesia

chelsea.raphael@ui.ac.id

Fadli Nur Iman Hasbullah

Fakultas Hukum Universitas Indonesia

fadli.nur11@ui.ac.id

Venitta Yuubina

Fakultas Hukum Universitas Indonesia

venitta.yuubina@ui.ac.id

Abstrak

Sebagai negara maritim yang memiliki hamparan laut luas, Indonesia dikenal sebagai negara yang berlimpah akan sumber daya perikanan. Akan tetapi, sejumlah perusahaan luar negeri mengeksploitasinya secara ilegal melalui pelaksanaan illegal fishing. Tingginya angka kasus kejahatan tersebut memberikan dampak destruktif bagi perekonomian dan tidak sejalan dengan cita-cita negara. Oleh sebab itu, kajian ini akan meninjau kembali mengenai pertanggungjawaban pidana korporasi dalam Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan untuk menanggulangi illegal fishing di Indonesia. Kajian ini pun akan membandingkan upaya Indonesia dengan negara asing, yaitu Australia dan Cina. Tulisan ini menerapkan metode penelitian normatif sehingga menitikberatkan pada celah dalam perundang-undangan yang tengah berlaku.

Kata Kunci: Illegal Fishing, Pertanggungjawaban Pidana Korporasi, Indonesia.

LEGAL GAP IN FISHERIES LAW FOR FOLLOWING UP FOREIGN

CORPORATES’ CRIMINAL LIABILITY AS THE PERPETRATORS OF ILLEGAL

FISHING IN INDONESIAN WATERS

Abstract

Indonesia is renowned as a country with significant fishing resources since it is a maritime country with a large expanse of water. However, a number of foreign corporations unlawfully exploit it through illicit fishing. The large number of criminal cases has a negative influence on the economy and is contrary to the state's goals. As a result, in order to combat illicit fishing in Indonesia, this research will examine the criminal liability of corporations in Act of the Republic of Indonesia Number 45 of 2009. This article will also compare Indonesia's efforts with foreign countries, such as Australia and China. This article employs a normative research strategy, focusing on loopholes in the present legislation.

Keywords: Illegal Fishing, Corporate Criminal Liabilities, Indonesia.

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Memiliki lebih dari 17.000 pulau, Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia.1 Berdasarkan Rujukan Nasional Data Kewilayahan Republik Indonesia pada tahun 2018, luas Republik Indonesia secara keseluruhan adalah 8.300.000 km2, dengan 6.400.000 km2 di antaranya merupakan luas total perairan yang terbagi menjadi perairan pedalaman dan kepulauan yang terbentang seluas 3.110.000 km2 , laut teritorial seluas 290.000 km2, zona tambahan seluas 270.000 km2, serta Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) seluas 3.000.000 km2 . 2 Mengetahui hal tersebut, dapat dipastikan bahwa laut Indonesia tidak hanya dipandang sebagai media juang negara, tetapi juga sebagai ruang penghidupan rakyat yang mengacu pada sumber daya ekonomi.3 Pernyataan tersebut tentu didukung oleh data Food and Agriculture Organization di tahun 2020 yang menyatakan bahwa Indonesia menduduki peringkat ketiga untuk perikanan tangkap laut terbesar di dunia, membuatnya menyumbang 8% dari produksi dunia.4 Akan tetapi, jika pernyataan tersebut memang benar adanya, masyarakat Indonesia⁠—terlebih yang bertempat tinggal di pesisir pantai⁠—sudah sepantasnya tidak dilanda oleh kemiskinan. Namun, dari 147 kabupaten/kota di wilayah pesisir Indonesia, terdapat sekitar 1,3 juta penduduk yang masuk dalam kategori miskin ekstrem.5 Kemiskinan tersebut tentu akan membawa permasalahan baru, yaitu rendahnya kualitas sumber daya manusia. Padahal, maksimalisasi pemberdayaan sumber daya alam di pesisir bergantung pada tinggi atau rendahnya sumber daya

1 Konsulat Jenderal Republik Indonesia Frankfurt, “Sekilas tentang Indonesia,” https://www.indonesia-frankfurt.de/pendidikan-budaya/sekilas-tentang-budaya-indonesia/, diakses 8 Mei 2022. 2 Kominfo, “Pemerintah Targetkan Hapus Kemiskinan Ekstrem di Wilayah Pesisir,” https://kominfo.go.id/content/detail/38902/pemerintah-targetkan-hapus-kemiskinan-ekstrem-diwilayah-pesisir/0/berita, diakses 8 Mei 2022. 3 Oksimana Darmawan, “Pertanggungjawaban Pidana Korporasi dalam Illegal Fishing di Indonesia,” Jurnal Yudisial, Vol. 11, No. 2, (2018), hlm. 172. 4 Dasuki Raswadi, “Indonesia Peringkat Ketiga Bidang Perikanan Tangkap Laut Terbesar Di Dunia,” https://kabartegal.pikiran-rakyat.com/internasional/pr-93908234/indonesia-peringkatketiga-bidang-perikanan-tangkap-laut-terbesar-didunia#:~:text=Data%20Food%20and%20 Agriculture%20Organization, menyumbang%208%25%20dari%20produksi%20dunia, diakses 8 Mei 2022. 5 Humas Sekretariat Kabinet Republik Indonesia, “Pemerintah Targetkan Hapus Kemiskinan Ekstrem di 147 Kabupaten/Kota Wilayah Pesisir di Tahun 2022,” https://setkab.go.id/pemerintah-targetkan-hapus-kemiskinan-ekstrem-di-147-kabupaten-kotawilayah-pesisir-di-tahun-2022/, diakses 8 Mei 2022.

manusia di area bersangkutan, yang dalam hal ini berkaitan erat dengan kemampuan untuk melestarikan alam. Kesempatan tersebut dipandang sebagai suatu peluang bagi pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab untuk meraup dan menguntungkan diri masing-masing dengan melaksanakan tindakan illegal fishing. Sepanjang Oktober 2019 hingga Juli 2020, pemerintah berhasil mencatat 49 kasus penangkapan ikan secara ilegal oleh kapal asing.6 Mirisnya pada tahun 2021 sendiri, pemerintah telah melakukan penangkapan 53 kapal ikan asing yang mencuri ikan.7 Padahal, hingga tahun 2018 sendiri, kerugian yang dialami Indonesia akibat illegal fishing telah mencapai dua ribu triliun Rupiah.8 Meningkatnya angka tersebut seakan-akan belum membuat pemerintah merasa terdorong untuk menanggulangi kasus ini dengan tanggap sehingga para pelaku pun tidak kunjung jera. Walaupun Indonesia sudah memiliki Undang-Undang (UU) Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan yang diperuntukkan untuk mengatur tentang sanksi administratif yang dapat dikenakan kepada para pelaku illegal fishing, penegakan hukum di Indonesia cenderung dianggap lemah.9 Proses hukum di Indonesia yang cenderung memberikan sanksi kepada kaum kapal awak semata tanpa melakukan penyelidikan lebih lanjut tentang korporasi yang sebenarnya membenahi aktivitas tersebut.10 Oleh karena itu, sudah sepantasnya pemerintah melakukan peninjauan ulang terhadap perundang-undangan negara yang bersinggungan erat dengan perikanan demi menemukan celah yang dapat direvisi agar penegakan hukum pidana bagi korporasi asing sebagai pelaku illegal fishing dapat terakomodasi.

6 Fika Nurul Ulya, “Sejak Oktober 2019, KKP Sudah Menjaring 66 Kapal Illegal Fishing,” https://money.kompas.com/read/2020/07/22/110000126/sejak-oktober-2019-kkp-sudahmenjaring-66-kapal-illegal-fishing, diakses 8 Mei 2022. 7 Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan, Refleksi 2021, KKP Buktikan Zero Tolerance Terhadap Illegal Fishing dan Jaga Ketat Pemanfaatan Laut Indonesia,” https://kkp.go.id/djpsdkp/artikel/36926-refleksi-2021-kkp-buktikan-zero-toleranceterhadap-illegal-fishing-dan-jaga-ketat-pemanfaatan-laut-indonesia, diakses 8 Mei 2022. 8 CNBC Indonesia, “Susi Akui RI Pernah Rugi Rp 2.000 T Akibat Illegal Fishing,” https://www.cnbcindonesia.com/news/20180626075822-4-20458/susi-akui-ri-pernah-rugi-rp2000-t-akibat-illegal-fishing, diakses 8 Mei 2022. 9 MG Noviarizal Fernandez, “Sanksi Pelaku Illegal Fishing Dinilai terlalu Ringan,” https://kabar24.bisnis.com/read/20190321/16/902959/sanksi-pelaku-illegal-fishing-dinilai-terlaluringan, diakses 8 Mei 2022. 10 Oksimana Darmawan, “Pertanggungjawaban Pidana Korporasi dalam Illegal Fishing di Indonesia,” Jurnal Yudisial, Vol. 11, No. 2, (2018), hlm. 173.

Dalam artikel ini, Penulis akan membahas masalah mengenai penegakan hukum pidana bagi korporasi asing sebagai pelaku illegal fishing melalui beberapa rumusan masalah. Artikel ini akan mencoba mengupas mengenai kondisi atau status quo dari hukum perikanan di Indonesia, langkah penegakan hukum dan peraturan pertanggungjawaban korporasi yang ada di negara lain sebagai pembanding. Terakhir, artikel ini akan mendalami mengenai efektivitas peraturan perundang-undangan terhadap korporasi asing yang melakukan tindak pidana illegal fishing.

II. PEMBAHASAN

2.1. Tinjauan Pustaka A. Illegal Fishing

Tindakan illegal fishing merupakan kegiatan penangkapan ikan yang bertentangan dengan hukum dan peraturan yang berlaku, termasuk ketentuan yang diterapkan di tingkat regional maupun internasional.11 Berdasarkan isi International Plan of Action to Prevent, Deter and Eliminate Illegal, Unreported and Unregulated Fishing (IPOA-IUU), illegal fishing didefinisikan sebagai berikut:12 a. Kegiatan yang dilakukan oleh kapal nasional atau asing di perairan di bawah yurisdiksi suatu negara, tanpa izin negara tersebut, atau bertentangan dengan undang-undang dan peraturannya; b. Kegiatan yang dilakukan oleh kapal-kapal yang mengibarkan bendera negara yang merupakan pihak pada organisasi pengelolaan perikanan regional yang relevan, tetapi beroperasi bertentangan dengan tindakan konservasi dan pengelolaan yang diadopsi oleh organisasi tersebut dan yang mengikat negara tersebut, atau ketentuan yang relevan dari hukum internasional yang berlaku; atau

11 National Oceanic and Atmospheric Administration's Fisheries, “Understanding Illegal, Unreported, and Unregulated Fishing,” https://www.fisheries.noaa.gov/insight/understandingillegal-unreported-and-unregulated-fishing#what-is-illegal,-unreported,-and-unregulated-fishing?, diakses 27 April 2022. 12 Food and Agriculture Organization, International Plan of Action to Prevent, Deter and Eliminate Illegal, Unreported and Unregulated Fishing, (Rome: FAO, 2001), hlm. 2.

c. Kegiatan yang melanggar hukum nasional atau kewajiban internasional, termasuk yang dilakukan oleh negara-negara yang bekerja sama dengan organisasi pengelolaan perikanan regional yang relevan. Tidak hanya di tingkat internasional, di tingkat nasional terdapat peraturan yang mengatur terkait illegal fishing. Menurut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2017, Penangkapan Ikan Secara Ilegal (Illegal Fishing) merupakan kegiatan perikanan yang tidak sah atau yang dilaksanakan bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perikanan.13 Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009, penangkapan ikan didefinisikan sebagai kegiatan untuk memperoleh ikan di perairan yang tidak dalam keadaan dibudidayakan dengan alat atau cara apa pun, termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpan, mendinginkan, menangani, mengolah, dan/atau mengawetkannya.14 Dari ketentuan pasal ini terlihat bahwa jika ada seorang individu atau badan (korporasi) melanggar ketentuan Pasal 1 UU Nomor 45 Tahun 2009 maka orang atau korporasi tersebut telah melakukan illegal fishing. Illegal fishing ini berdampak pada ekonomi, sumber daya alam, hingga pertahanan dan keamanan banyak negara. Oleh karena Indonesia merupakan negara maritim, tentunya illegal fishing menjadi suatu isu yang terjadi di perairan Indonesia. Tindakan illegal fishing yang biasa terjadi di perairan Indonesia, adalah sebagai berikut:15 a. Penangkapan ikan tanpa izin; b. Penangkapan ikan dengan menggunakan izin palsu; c. Penangkapan ikan dengan menggunakan alat tangkap terlarang; dan d. Penangkapan ikan dengan jenis yang tidak sesuai dengan izin.

13 Indonesia, Menteri Kelautan dan Perikanan, Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Tentang Standar Operasional Prosedur Penegakan Hukum Satuan Tugas Pemberantasan Penangkapan Ikan Secara Ilegal (Illegal Fishing), Nomor PM 37 Tahun 2017, Ps. 1. 14 Indonesia, Undang-Undang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan, UU No. 45 Tahun 2009, LN No. 154 Tahun 2009, TLN No. 3073, Ps. 1. 15 Direktorat Jenderal Pengawasan dan Pengendalian Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Departemen Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia, Kebijakan Pengawasan dalam Penanggulangan Illegal, Unreported and Unregulated (IUU) Fishing, (Jakarta: Departemen Kelautan dan Perikanan, 2006), hlm. 8.

Tindakan illegal fishing belum menjadi isu transnasional yang dirumuskan secara jelas oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (“PBB”). United Nations Convention

on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982 sebagai ketentuan hukum internasional, mengatur secara umum mengenai penegakan hukum di laut teritorial maupun ZEE suatu negara, isinya tidak mengatur tentang illegal fishing secara khusus. Namun pada kenyataannya, isu ini kerap menjadi perhatian organisasi-organisasi internasional dan regional sebagai salah satu kejahatan terorganisir yang merugikan negara dan mengancam kelestarian sumber daya perikanan. Oleh karena itu, diperlukan suatu peraturan khusus dalam rangka menanggulangi tindakan ilegal ini. Salah satu organisasi internasional yang mengatur isu ini adalah Food and Agriculture Organization (FAO). FAO telah mengatur dan merumuskan tindakan illegal fishing ke dalam ketentuan-ketentuan Code of Conduct for Responsible Fisheries (Code of Conduct).16 Pada ketentuan tersebut dicantumkan mengenai aspek keberlangsungan ekosistem laut dan sumber daya perikanan yang terkandung didalamnya.

B. Pertanggungjawaban Korporasi

Menurut Utrecht, korporasi adalah badan hukum yang mempunyai hak dan kewajiban sendiri yang terpisah dari hak kewajiban anggota masing-masing.17 Terdapat tiga model teoritis dalam menafsirkan pertanggungjawaban pidana korupsi menurut Nico Keijzer. Pertama, suatu tindakan korporasi dianggap bukan tindakannya sendiri, melainkan tindakan orang yang secara alamiah melakukannya sebagai bentuk perwakilan tersebut. Model kedua adalah suatu tindakan korporasi memang dilakukannya sendiri namun tindakannya itu adalah tindakan suatu organ, misalnya dewan komisaris korporasi tersebut. Model yang terakhir adalah model yang melihat suatu tindakan korporasi adalah memang benar tindakannya sendiri, bukan dilihat tindakan pihak lain.18

Ps. 8. 16 Food and Agriculture Organization, Code of Conduct for Responsible Fisheries, (1995),

17 Yudi Krismen, “Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Dalam Kejahatan Ekonomi,” Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 4, No.1, (2018), hlm.142. 18 Tim Pokja Penyusunan Pedoman Pertanggungjawaban Pidana Korporasi, Tata Cara Penanganan Perkara Pidana Korporasi (Jakarta: Mahkamah Agung RI, Komisi Pemberantasan Korupsi, 2017), hal. 23.

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) menganut asas universitas delinquere non potest, yang bermakna bahwa korporasi tidak mungkin melakukan tindak pidana karena korporasi dipandang sebagai suatu fiksi hukum dalam lingkungan keperdataan dan tidak cocok diambil alih dalam hukum pidana.19 Dalam KUHP tidak terdapat aturan yang secara eksplisit menyebutkan bahwa korporasi sebagai pelaku tindak pidana, hal ini dikarenakan KUHP hanya mengenal perseorangan sebagai pelaku tindak pidana. Selain itu, korporasi juga dianggap bukan sebagai subjek dalam hukum pidana karena korporasi dianggap tidak mempunyai jiwa atau keinsyafan untuk melakukan tindak pidana. Subjek korporasi atau badan hukum (rechtspersoon) pada mulanya hanya dikenal dalam lingkup hukum perdata. Namun, dalam perkembangannya pembuat undang-undang ketika merumuskan mempertimbangkan bahwa manusia juga terkadang melakukan tindakan di dalam atau melalui organisasi dalam hukum keperdataan ataupun di luar hal tersebut sehingga muncul pengaturan terhadap korporasi sebagai subjek dalam hukum pidana.20 Dengan diakomodasinya kedudukan korporasi sebagai subjek hukum pidana umum dalam perubahan KUHP Belanda tahun 1976 membuat korporasi dapat dianggap sebagai pelaku tindak pidana seperti manusia sebagai subjek hukum.21 Namun, karena korporasi tidak dapat dikenakan pidana pemenjaraan, maka pidana pokok bagi korporasi adalah pidana denda dengan pidana pengganti denda (subsidair) berupa penyitaan aset korporasi yang kemudian dilelang dan dipergunakan untuk membayar pidana denda tersebut.

2.2. Status Quo Praktik Illegal Fishing di Indonesia

Pada hakikatnya, Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan (UU Nomor 45 Tahun 2009) ditetapkan untuk melindungi potensi sumber daya

19 H. Santhos Wachjoe, “Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Korporasi,” Jurnal Hukum dan Peradilan, Vol. 5, No. 2, (2016), hlm. 162. 20 Suhariyanto, “Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Berdasarkan Corporate Culture Model dan Implikasinya Bagi Kesejahteraan Masyarakat,” Jurnal Rechtsvinding: Media Pembinaan Hukum Nasional, Vol. 6, No.3, (2017), hlm. 441-458. 21 Institute For Criminal Justice, “Pertanggungjawaban Korporasi dalam Rancangan KUHP,” https://icjr.or.id/pertanggungjawaban-korporasi-dalam-rancangan-kuhp/, diakses 8 Mei 2022.

perikanan nasional dari segala tindakan eksplorasi yang merugikan negara. Selain itu, UU Nomor 45 Tahun 2009 juga dibentuk sebagai langkah antisipasi atas segala bentuk kemungkinan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh kapal asing maupun perusahaan asing, salah satu contohnya adalah pencurian ikan dan jual beli ikan di atas kapal (transhipment). Menurut Pasal 1 angka 1 UU Nomor 45 Tahun 2009, perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungannya, dimulai dari praproduksi, produksi, pengolahan, hingga pemasaran yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan.22 Para pelaku tindak pidana dalam hukum pidana Indonesia khususnya dalam tindak pidana di bidang perikanan adalah orang perorangan dan korporasi. Ketentuan subjek hukum tersebut sudah ada sejak tahun 1985, yakni dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1985 tentang Perikanan (UU Nomor 9 Tahun 1985). Selain itu, terdapat pada UU Nomor 45 Tahun 2009 mencantumkan pula bahwa korporasi juga tetap diakui keberadaannya sebagai subjek hukum.23 Akan tetapi, dari keseluruhan peraturan perundang-undangan mengenai tindak pidana di bidang perikanan yang telah ada hingga saat ini, tidak terdapat satu aturan pun yang menyebutkan bahwa korporasi dapat dimintai pertanggungjawaban pidana, baik itu berupa sanksi pidana pokok maupun sanksi pidana tambahan sebagaimana tercantum dalam Pasal 101 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (UU Nomor 31 Tahun 2004). Terdapat tiga model pertanggungjawaban pidana korporasi sebagai berikut:24 1. Pengurus korporasi sebagai pembuat atau pelaku tindak pidana, dan penguruslah yang bertanggung jawab; 2. Korporasi sebagai pembuat atau pelaku tindak pidana dan pengurus yang bertanggung jawab atas tindak pidana tersebut;

22 Ambarini, “Perlindungan dan Pengembangan Usaha Mikro Kecil Bidang Perikanan sebagai Upaya Pengendalian Pencemaran Wilayah Pesisir dan Laut,” Jurnal Hukum Lingkungan Indonesia, Vol. 3 No. 1, (2017), hlm. 31-50. 23 Ireine Rilanita Korengkeng, “Kewenangan Kejaksaan Dalam Penanganan Jual Beli Hasil Perikanan Ilegal Oleh Pelaku Usaha,” Jurnal Lex et Societatis, Vol. 4, No. 6, (2016), hlm. 44. 24 Moeh Roem Soetrisno, Ilham Abbas dan Baharuddin Badaru, “Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Dalam Tindak Pidana Di Bidang Perikanan,” Jurnal of Lex Generalis, Vol. 1, No. 7, (2020), hlm. 1050.

3. Korporasi sebagai pembuat atau pelaku tindak pidana dan juga sebagai yang bertanggung jawab atas tindak pidana tersebut. Mengetahui bahwa korporasi tidak dimintakan pertanggungjawaban pidana ketika, di saat yang bersamaan, diakui sebagai pelaku suatu tindak pidana, timbullah banyak kelemahan dan celah hukum. Oleh karena itu, penjatuhan pidana penjara atau denda yang hanya diberikan kepada pengurus korporasi akan menjadi tidak sebanding. Selain itu, penjatuhan pidana kepada pengurus korporasi juga tidak cukup dengan memberikan jaminan bahwa korporasi tersebut tidak akan melakukan tindakan serupa dikemudian hari. Pada praktiknya, pihak korporasi juga tidak sedikit yang berlindung dibalik korporasi boneka yang sengaja mereka bentuk untuk melindungi korporasi induknya.25 Dalam berbagai contoh kasus, mereka yang sampai di pengadilan hanya pelaku yang bekerja di lapangan seperti nakhoda kapal, kepala kamar mesin, dan anak buah kapal sedangkan pihak-pihak yang berada di belakang mereka, yaitu korporasi itu sendiri nyaris tidak pernah tersentuh. Hal tersebut dapat terjadi akibat tidak diaturnya korporasi sebagai subjek yang dapat dikenai pertanggungjawaban pidana dalam tindak pidana di bidang perikanan sehingga menyebabkan undangundang perikanan tidak dapat memastikan penjatuhan sanksi pidana untuk memberikan efek jera bagi para pelaku tindak pidana. Oleh karena itu, korporasi sebagai pelaku tindak pidana harus dapat dikenai pertanggungjawaban pidana atas tindak pidana yang dilakukannya karena apabila yang dapat dipidana hanya pengurus saja maka tidaklah cukup. Salah satu kasus illegal fishing yang melibatkan korporasi sebagai dalang terdapat pada kasus Kapal Viking yang tertangkap di perairan Tanjung Berakit, Kepulauan Riau pada 25 Februari 2016 silam. Pada kapal tersebut ditemukan dokumen yang menunjukan terdapat keterkaitan antara kapal tersebut dengan perusahaan perikanan di Spanyol. Perusahaan tersebut diduga sebagai sumber yang membiayai operasional kapal dan mengatur tempat penjualan ikan hasil dari illegal fishing tersebut. Namun, vonis Pengadilan Negeri Tanjung Pinang hanya memvonis Nahkoda kapal dan teknisi mesin dengan membayar denda Rp 2 miliar dan subsider

25 Marianus Tefi, “Analisis Hukum Terkait Pertanggungjawaban Korporasi Dalam Illegal Fishing,” https://jdih.kkp.go.id/uploads/posts/21363-analisis-hukum-terkait-pertanggungjawabankorporasi-dalam-illegal-fishing.pdf, diakses 7 Mei 2022.

empat bulan kurungan.26 Kasus illegal fishing yang melibatkan korporasi selanjutnya adalah pada Kapal M.V. Hai Fa yang terjadi di Pelabuhan Wanam Merauke pada tahun 2014. Dalam kasus tersebut, diketahui bahwa Kapal M.V. Hai Fa merupakan kapal milik korporasi bernama Hai YI Shipping Limited yang dicarter oleh PT. Dwikarya Reksa Abadi dan PT. Avona Mina Lestari. Namun, vonis Pengadilan Perikanan Negeri Ambon hanya menjatuhkan denda sebesar Rp200 juta dengan subsider enam bulan penjara kepada nahkoda kapal.27 Jika melihat track record Susi Pudjiastuti selama menjabat sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan sudah lebih dari 500 kapal asing berhasil beliau tenggelamkan, tetapi tidak satu pun dari kasus tersebut yang dapat menjerat korporasi sebagai pemilik dari kapal-kapal tersebut dan hanya menjerat nahkoda dan awak kapal saja.28 Oleh karena itu, sudah sepatutnya aturan hukum pidana Indonesia khususnya dalam mengatur tindak pidana di bidang perikanan mengakomodasi pertanggungjawaban korporasi atas tindak pidana yang dilakukannya ke dalam pasal-pasal dalam undang-undang perikanan agar kiranya korporasi dapat dijatuhi sanksi pidana. Hal ini bertujuan untuk meminimalisir tindak pidana di bidang perikanan serta menjangkau subjek tindak pidana termasuk korporasi agar seluruhnya dapat dijatuhi sanksi pidana untuk memberikan efek jera bagi para pelaku tindak pidana. Menurut data Pengawasan Sumber daya Kelautan dan Perikanan, kerugian yang ditimbulkan akibat tindak pidana perikanan tersebut sangat besar, hal tersebut mengimplementasikan bahwa Indonesia masih belum maksimal menangani tindak pidana illegal fishing. 29 Dalam membuat suatu dasar hukum pertanggungjawaban korporasi pada tindak pidana diperlukan upaya pemerintah untuk mengkaji lebih mendalam terkait peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan memasukan substansi sistem

26 Issha Haruma, “Kasus-kasus Illegal Fishing di Indonesia,” https://nasional.kompas.com/read/2022/05/19/00300031/kasus-kasus-illegal-fishing-diindonesia?page=all, diakses 29 Mei 2022. 27 I Kadek Andi Pramana Putra, I Dewa Gede Dana Sagama, “Urgensi Pengaturan Perampasan Aset Korporasi Hasil Tindak Pidana Illegal Fishing di Indonesia,” Jurnal Kertha Negara, Vol. 9, No. 9, (2021), hlm. 300. 28 Lani Diana Wijaya, “Susi Minta Revisi UU Perikanan Bisa Jerat Korporasi Pencuri Ikan,” https://bisnis.tempo.co/read/1257024/susi-minta-revisi-uu-perikanan-bisa-jerat-korporasipencuri-ikan, diakses 30 Mei 2022. 29 Moeh Roem Sutrisno, Ilham Abbas dan Baharuddin Badaru, “Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Dalam Tindak Pidana Di Bidang Perikanan,” Jurnal of Lex Generalis, Vol. 1, No. 7, (2020), hlm. 1047.

pertanggungjawaban pidana yang memungkinkan menuntut korporasi dan meminta pertanggungjawaban menurut hukum pidana. Hal ini penting mengingat sulitnya penanganan dan penjatuhan pidana illegal fishing yang dilakukan oleh korporasi sehingga pemerintah harus membuat suatu formulasi hukum yang dapat mendudukan korporasi dalam pemberian sanksi pidana.

2.3. Studi Komparasi: Upaya Negara Lain dalam Menindaklanjuti Korporasi yang Melakukan Illegal Fishing

Tidak hanya di Indonesia, illegal fishing pun menjadi salah satu isu di berbagai negara. Sekitar 22% ikan ditangkap secara ilegal dan kerugian ekonomi dari praktik illegal fishing ini mencapai sekitar 26-50 miliar USD.30 Oleh karena itu, beberapa negara mengambil langkah untuk mencegahnya dengan membuat lembaga khusus serta peraturan perundang-undangan. Namun, diantara negara yang memiliki peraturan perundang-undangan terkait illegal fishing, belum ada satu pun yang mengatur bagaimana pertanggung jawaban korporasinya secara khusus.

Tabel 1.0 Perbandingan Negara

Negara Lembaga untuk Menanggul angi Illegal Fishing

Australia Australian Fisheries Management Authority

Indonesia Kementerian Kelautan dan Perikanan �� Tidak secara spesifik

Definisi Illegal Fishing Peraturan

Definisi Korporasi sebagai Pelaku Illegal Fishing Secara Spesifik Pertanggung jawaban Korporasi sebagai Pelaku Illegal Fishing

Berisi Surat Izin Penangkap an Ikan

30 Jessica Aldred, “Explainer: Illegal, unreported and unregulated fishing,” https://chinadialogueocean.net/en/conservation/11813-explainer-illegal-unreported-andunregulated-fishing/, diakses 23 April 2022.

Republik Indonesia

Cina The Chinese Ministry of Agriculture

Meskipun masih ditemukan kekosongan hukum pertanggungjawaban korporasi pada ketiga negara di atas, upaya-upaya menindaklanjuti korporasi yang melakukan illegal fishing terus dilakukan.

2.3.1. Australia

Dalam upaya menindaklanjuti praktik illegal fishing, Australia telah mempersiapkan beberapa hal seperti mengerahkan lembaga untuk memantau dan meneliti praktik perikanan dan illegal fishing yang kian memarak, menjalankan program perikanan nasional, hingga membuat serta menegakan peraturan perundang-undangan khusus perikanannya. Lembaga yang membantu mengatasi illegal fishing di Australia adalah Commonwealth Scientific and Industrial Research Organisation (CSIRO) dan Australian Fisheries Management Authority (AFMA). CSIRO menyediakan alat perikanan yang murah dan inovatif untuk melakukan pemantauan dan pengawasan laut untuk memerangi illegal fishing dan memastikan ketahanan pangan dan mata pencaharian bagi populasi dunia yang terus bertambah jumlahnya. Selain itu, CSIRO memanfaatkan data yang ada dengan lebih baik dan mengidentifikasi sumber informasi baru yang murah dengan menciptakan teknologi pengawasan untuk membantu perikanan dengan identifikasi dan pengawasan, menciptakan alat analisis untuk mengekstrak informasi dari kumpulan data yang ada, serta bekerja sama dengan mitra kolaboratif tingkat nasional dan internasional untuk meningkatkan pengembangan kapasitas dan pelatihan.31 Tidak berbeda jauh, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Republik Indonesia memiliki tugas untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kelautan dan perikanan serta berfungsi untuk merumuskan dan melaksanakan

31 Commonwealth Scientific and Industrial Research Organisation, “Marine monitoring and surveillance,” https://www.csiro.au/en/research/animals/fisheries/marine-monitoring-andsurveillance, diakses 23 April 2022.

kebijakan pengelolaan kelautan dan perikanan, melaksanakan bimbingan teknis dan mengawasi pelaksanaan kebijakan pengelolaan kelautan dan perikanan. Tidak hanya itu, KKP juga melakukan penelitian serta menjalankan program-program untuk memberdayakan masyarakat untuk memajukan bidang kelautan dan perikanan di Indonesia. 32 Agar hukum perikanan di Australia dapat berjalan dengan efektif, pemerintah Australia mendukung adanya compliance (kepatuhan) secara sadar dan sukarela, deterrence (pencegahan), dan enforcement (penegakan) yang berbasis resiko33 serta membedakan antara kepatuhan di tingkat domestik (domestic compliance) dan kepatuhan di tingkat internasional (international compliance).34 Hal ini tergambarkan dari peraturan perikanan yang telah dirumuskan oleh pemerintah Australia. Peraturan yang menjadi dasar dari peraturan perikanan di Australia adalah Fisheries Management Act 1991 dan Fisheries Administration Act 1992.35 Fisheries Management Act 1991 mengatur mengenai perizinan terkait penangkapan ikan, hak-hak penangkapan ikan menurut undang-undang (statutory fishing rights), pendaftaran kapal yang berwenang menangkap ikan di laut lepas, serta penahanan nelayan asing terduga melakukan penangkapan ikan secara ilegal (provisions relating to detention of suspected illegal foreign fishers). Tidak ada satupun pasal yang menyebutkan definisi korporasi maupun bagaimana pertanggungjawabannya. Dalam Undang-Undang No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan menjelaskan definisi korporasi dan juga mengatur lebih rinci mengenai siapa saja yang dapat menjadi pelaku illegal fishing. Antara lain, setiap orang; nakhoda atau pemimpin kapal perikanan; ahli penangkapan ikan; anak buah kapal; pemilik kapal perikanan; pemilik perusahaan perikanan; penanggung jawab perusahaan perikanan; operator kapal perikanan; pemilik perusahaan pembudidayaan ikan; kuasa pemilik perusahaan pembudidayaan ikan; penanggung jawab pembudidayaan ikan di

32 Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia, “Tugas dan Fungsi,” https://kkp.go.id/page/139-tugas-dan-fungsi, diakses 26 Mei 2022. 33 Australian Fisheries Management Authority, 2020 National Compliance and Enforcement Policy, (Australia: AFMA, 2020), hlm. 6-9. 34 Australian Fisheries Management Authority, “Rules and Regulations,” https://www.afma.gov.au/rules-and-regulations, diakses 25 April 2022. 35 Australian Fisheries Management Authority, “Legislation and regulation,” https://www.afma.gov.au/about/legislation-regulation, diakses 25 April 2022.

wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia.36 Meskipun korporasi diakui sebagai pelaku illegal fishing, di dalamnya belum menjelaskan bagaimana pertanggungjawaban korporasi, terkhususnya bagi korporasi asing. Terkait perizinan penangkapan ikan juga telah diatur dalam UU No. 31 Tahun 2004. Di dalamnya mendefinisikan Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI) sebagai izin tertulis yang harus dimiliki setiap kapal perikanan untuk melakukan penangkapan ikan. Oleh karena SIPI ini wajib dimiliki oleh “setiap kapal yang

melakukan penangkapan ikan”, maka SIPI ini pun berlaku bagi kapal asing yang

akan melakukan penangkapan ikan di wilayah laut Indonesia. Pada Pasal 27 dijelaskan bahwa setiap orang yang menggunakan kapal penangkap ikan berbendera asing untuk melakukan penangkapan ikan di ZEE Indonesia wajib memiliki SIPI.37 Dengan adanya keharusan memiliki SIPI menunjukkan bahwa setiap kapal, termasuk kapal asing, tidak bisa sembarangan menangkap ikan di laut Indonesia.

2.3.2. Cina

Di negara Cina sudah terdapat peraturan perikanannya yang telah direvisi beberapa kali, namun masih dinilai belum jelas dan spesifik. Untuk menanggulangi illegal fishing, Cina telah membuat persyaratan bagi kapal untuk menangkap ikan di laut lepas, yaitu harus mengajukan izin penangkapan ikan di laut lepas tertentu sesuai dengan peraturan, yang berisi daerah penangkapan ikan, spesies target utama dan waktu penangkapan ikan yang diizinkan untuk ditangkap serta karakteristik kapal penangkap ikan. Kapal yang akan digunakan harus beroperasi sesuai dengan syarat lisensi penangkapan ikan. Selain itu, Cina menerapkan beberapa praktik untuk mencegah terjadinya illegal fishing, yakni Pertama dengan instalasi wajib sistem pemantauan kapal untuk memudahkan pemantauan kegiatan penangkapan ikan perairan jauh yang dilakukan kapal perusahaan; Kedua dengan sistem blacklisting dimana sertifikat izin penangkapan ikan perairan jauh para pelaksana dan pelaku illegal fishing (kepala pelaksana proyek penangkapan ikan perairan jauh beserta awak kapalnya)

36 Indonesia, Undang-Undang Perikanan, UU No. 31 Tahun 2004, LN No. 118 Tahun 2004, TLN No. 4433. Ps. 84-100. 37 Ibid., Ps. 27.

ditarik; Ketiga dengan pengurangan subsidi dari pemerintah; Keempat dengan peningkatan pengumpulan dan pelaporan data penangkapan ikan; Kelima dengan peningkatan jumlah pengamat kegiatan perikanan dari akademisi; serta Keenam dengan mengadakan pelatihan nakhoda dan awak kapal.38 Pada tahun 2018, terdapat tiga perusahaan Cina yang tertangkap melakukan illegal fishing di perairan Afrika Barat. Kementerian Agrikultur Cina kemudian menindaklanjuti praktik illegal fishing tersebut dengan mencabut izin penangkapan ikan perairan jauh yang dimiliki oleh Lian Run Pelagic Fishery Company Ltd. serta menghentikan pemberian subsidi bahan bakar kapal untuk dua perusahaan lainnya.39

3.4. Evaluasi Peraturan Perundang-undangan Indonesia dengan Australia dan Cina secara Komparatif dalam Menanggulangi Korporasi Asing yang Melakukan Tindak Pidana Illegal Fishing

Mengingat lemahnya usaha pemerintah dalam menanggulangi tindak pidana illegal fishing, upaya yang dilakukan oleh Australia dan Cina dapat dijadikan sebagai objek berkaca dalam membenahi perundang-undangan negara. Memang, beberapa tahun kebelakang, pemerintah berupaya menanggulangi tindak pidana illegal fishing melalui alternatif cara yang cukup menarik perhatian masyarakat, yaitu peledakan dan penenggelaman kapal perikanan pelaku illegal fishing. Tindakan tersebut terbukti efektif dalam memberikan efek jera kepada pelaku illegal fishing meskipun masih terdapat pro dan kontra dalam penerapan kebijakan tersebut.

Penenggelaman dan peledakan puluhan kapal asing yang dilakukan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tanpa melalui persidangan ini memang merupakan kewenangan negara dan diatur dalam Pasal 69 ayat (4) Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan yang menyatakan bahwa,

38 Huihui Shen dan Shuolin Huang, “China's policies and practice on combating IUU in distant water fisheries,” Aquaculture and Fisheries, Vol. 6, No.1, 2021, hlm. 27-34. 39 Greenpeace Africa, “Chinese companies see subsidies cancelled and permits removed for illegal fishing in West Africa,” https://www.greenpeace.org/africa/en/press/472/chinesecompanies-see-subsidies-cancelled-and-permits-removed-for-illegal-fishing-in-west-africa/, diakses 5 Juni 2022.

Dalam melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) penyidik dan/atau pengawas perikanan dapat melakukan tindakan khusus berupa pembakaran dan/atau penenggelaman kapal perikanan yang berbendera asing berdasarkan bukti permulaan yang cukup.40

Akan tetapi, Indonesia pun memerlukan upaya yang dapat menguatkan pertahanan dari dalam negara yang dapat mendukung pelaksanaan tindakan penenggelaman dan peledakan kapal. Mengacu pada metode yang dilakukan di Australia, sudah sepantasnya pula Indonesia memiliki lembaga khusus yang dinaungi langsung oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan yang dapat meningkatkan produktivitas masyarakat pantai agar mampu meningkatkan kapasitas produksi dan memaksimalkan potensi sumber daya ikan yang tersedia. Jika berkaca dengan metode yang dilakukan oleh Cina, menjatuhkan pidana kepada korporasi akan lebih efektif karena secara tidak langsung akan berimbas juga pada pengurusnya. Hal ini dapat terjadi karena ketika korporasi sebagai wadah dan alat dibiarkan, bukan tidak mungkin orang lain masih bisa dapat menjalankan korporasi tersebut. Namun, ketika korporasi sebagai wadah dan alat dibekukan, maka orang-orang yang ada di dalamnya secara otomatis akan terdampak. Faktor lainnya adalah masih terdapat kelemahan dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia, khususnya Undang-Undang Perikanan yang tidak mengatur lebih lanjut kapan suatu badan hukum dikatakan melakukan tindak pidana dan siapa yang dapat dipertanggungjawabkan atas tindakan pidana tersebut.41 Hal ini perlu segera ditinjau berdasarkan pertimbangan pemerintah dan bagaimana hal tersebut sudah sepantasnya diperuntukkan untuk menjamin kemakmuran dan keamanan bangsa.

3.5. Upaya Pemberian Sanksi oleh Center for Advanced Defense Studies (C4ADS) terhadap Illegal Fishing oleh Korporasi

Mengetahui bahwa illegal fishing pun tidak hanya dipermasalahkan oleh Indonesia, C4ADS pun melaporkan bahwa perusahaan Spanyol Sea Group SL, Sajo

40 Indonesia, Undang-Undang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan, UU No. 45 Tahun 2009, LN No. 154 Tahun 2009, TLN No. 3073, Ps. 69 ayat (4).

41 Kadek Intan Rahayu, Dewa Gede Sudika Mangku dan Ni Putu Rai Yuliartini, “Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku Penangkapan Ikan Secara Ilegal (ILLEGAL FISHING) Ditinjau Dari Undang-Undang No. 45 Tahun 2009 Tentang Perikanan,” e-Journal Komunitas Yustitia Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Ilmu Hukum, Vol. 2, No. 2, (2019), hlm. 145.

Systems Korea Selatan, dan beberapa konglomerat China, termasuk Beijing StateOwned Capital Operation and Management Center dan Pingtan Marine Enterprise Limited yang terdaftar di NASDAQ Stock Market diduga melaksanakan praktik penangkapan ikan ilegal, tidak dilaporkan, dan tidak diatur.42 Permasalahan yang dialami sesungguhnya diakibatkan oleh kelemahan yang tidak jauh berbeda dari Indonesia, yaitu kurang kuatnya hukum dalam mengatur dan melacak para kapal serta korporasi yang terlibat sehingga sulit untuk mencari tahu dalang di balik maraknya praktik tersebut. Oleh sebab itu, C4ADS menawarkan beberapa solusi yang dianggap mampu menanggulangi dan mengurangi angka illegal fishing, baik dari segi hukum maupun tindakan yang kemudian dapat dimuat dalam produk hukum bersangkutan. Pertama, pemilik kapal sudah seharusnya diwajibkan untuk melaporkan kepemilikan dan tujuan berlayarnya kapal ketika mendaftar dengan negara bendera atau meminta otorisasi untuk menangkap ikan.43 Upaya ini nantinya akan diperkuat dengan pengembangan pengidentifikasi kapal, sehingga dapat mengonfirmasi identitas kapal dari titik konstruksi, termasuk perubahan nama, bendera, dan kepemilikan.44 Melalui cara ini, lembaga terkait akan lebih mudah mengakses informasi dari beneficial ownership kapal terkait dan mampu melaksanakan pendeteksian, pelacakan, dan intervensi terhadap investasi kapal bersangkutan apabila terbukti melakukan illegal fishing di area yang telah ia daftarkan sebelumnya. Tidak hanya itu, pengumpulan dan agregasi data yang lebih lengkap dan terstruktur dianggap ampuh untuk mengurangi tindakan kriminal tersebut, mengingat bahwa mayoritas kapal yang terlibat dalam illegal fishing seringkali mengulangi kesalahan yang sama. Kedua, memahami bahwa tindakan illegal fishing pun seringkali berkaitan dengan kejahatan lain, seperti penipuan dokumen dan bea cukai, perdagangan manusia, kerja paksa, pencucian uang, dan lain sebagainya, diperlukanlah pelatihan untuk meningkatkan kapasitas kerja sama antarlembaga, termasuk petugas

42 Cliff White, “C4ADS report names companies involved in global IUU fishing trade,” https://www.seafoodsource.com/news/environment-sustainability/c4ads-report-names-companiesinvolved-in-global-iuu-fishing-trade, diakses 8 Juni 2022. 43 Ibid. 44 Ibid.

perikanan.45 Hal ini dapat diikuti oleh pembaharuan undang-undang perikanan agar mampu lebih terang dalam mendefinisikan illegal fishing, meningkatkan hukuman, dan meminta korporasi pemilik kapal bertanggung jawab atas tindakan bersangkutan. Hukuman yang dianggap pantas pun adalah yang sebanding dengan nilai tangkapan atau pendapatan agar tidak merugikan yang berarti bagi nelayan kecil yang sesekali telibat dalam kejahatan tersebut. Ketiga, negara-negara pun harus mempublikasikan catatan kapal terdaftar dan mewajibkan para pemilik kapal untuk melaporkan informasi beneficial ownership akhir dari kapal-kapal tersebut.46 Bersamaan dengan itu, negara pun harus mempublikasikan tindakan hukum atau administratif yang akan dijatuhkan kepada kapal atau korporasi yang terbukti melakukan illegal fishing agar meningkatkan kesadaran para korporasi untuk tunduk pada hukum di negara dimana mereka mendaftarkan diri. Selain itu, pemerintah pun sudah seharusnya lebih tanggap dalam menyediakan sumber daya dan pelatihan untuk membangun kapasitas pemantauan dan inspeksi yang lebih baik oleh petugas bea cukai, pelabuhan, dan manajemen perikanan. Melalui cara-cara ini, negara tidak akan hanya dikuatkan dari segi yuridis, tetapi juga didukung oleh kemampuan memperoleh informasi dan penjatuhan sanksi yang lebih strategis dalam menangkal illegal fishing yang dilakukan oleh korporasi.

III. PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Kekayaan alam Indonesia, terlebih dari segi maritim, tidak hanya membawa keuntungan ekonomi bagi negara, tetapi juga ancaman. Salah satu tindakan yang seringkali dilaksanakan oleh kapal asing adalah illegal fishing, yaitu kegiatan penangkapan ikan yang pelaksanaannya tidak sejalan dengan hukum yang berlaku di negara di mana zona laut tersebut dikuasai sehingga dianggap sebagai pelanggaran karena dilarang secara hukum. Tindak pidana tersebut di Indonesia kerap kali mengalami peningkatan dan sangat merugikan negara. Hal tersebut diakibatkan oleh ketidaktepatan hukum Indonesia dalam membidik pelaku sebagai

45 Ibid. 46 Ibid.

sasaran sehingga sanksi yang diberikan pun lemah dan kurang memberikan efek jera.

Oleh karena itu, diperlukanlah suatu revisi terhadap UU Perikanan agar sanksi yang dikenakan kepada para korporasi sebagai pelaku dapat memberikan efek jera dan masyarakat lokal pun dapat memanfaatkan kekayaan alam maritim dengan baik. Apabila dibandingkan dengan Australia, Indonesia masih belum memiliki lembaga khusus yang dapat mempertahankan keamanan laut negara dari segi non-militer. Di sisi lain, jika dibandingkan dengan Cina, dapat dilihat bahwa Indonesia memang belum memberikan sanksi ke pelaku yang tepat. Maka dari itu, setelah berkaca dari negara lain, diperlukanlah suatu revisi dalam UU Perikanan. Kedua perspektif tersebut perlu kembali dipertimbangkan oleh pemerintah untuk dirumuskan dan kemudian menjadi bagian dari revisi UU Perikanan.

3.2. Saran

Adapun saran yang dapat kami sampaikan kepada pihak-pihak terlibat adalah sebagai berikut: a. Pemerintah

1. Meninjau ulang celah hukum dalam UU Perikanan 2. Membentuk lembaga khusus di bawah KKP yang mampu memberikan penyuluhan, pendidikan, dan pelatihan bagi masyarakat pinggiran pantai untuk memaksimalkan potensi sumber daya perikanan 3. Menjadikan korporasi sebagai fokus pelaku tindak pidana dan bukan semata-mata awak kapal b. Masyarakat 1. Mendukung upaya pemerintah dalam menegakkan dan merevisi UU Perikanan

2. Memiliki keinginan untuk memaksimalkan potensi sumber daya perikanan

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Australian Fisheries Management Authority. 2020 National Compliance and Enforcement Policy. Australia: AFMA, 2020. Australian Fisheries Management Authority. 2021-2022 National Compliance and Enforcement Program. Australia: AMFA, 2020. Australian Fisheries Management Authority. Corporate Plan 2020-2021. Australia: AFMA, 2020.

Direktorat Jenderal Pengawasan dan Pengendalian Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Departemen Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia. Kebijakan Pengawasan dalam Penanggulangan Illegal, Unreported and Unregulated (IUU) Fishing. Jakarta: Departemen Kelautan dan Perikanan, 2006. Food and Agriculture Organization. International Plan of Action to Prevent, Deter and Eliminate Illegal, Unreported and Unregulated Fishing. Rome: FAO, 2001. Tim Pokja Penyusunan Pedoman Pertanggungjawaban Pidana Korporasi. Tata Cara Penanganan Perkara Pidana Korporasi. Jakarta: Mahkamah Agung RI, Komisi Pemberantasan Korupsi, 2017.

JURNAL

Ambarini. “Perlindungan dan Pengembangan Usaha Mikro Kecil Bidang Perikanan sebagai Upaya Pengendalian Pencemaran Wilayah Pesisir dan Laut.” Jurnal Hukum Lingkungan Indonesia, Vol. 3 No. 1, (2017). Hlm 31-50. Darmawan, Oksimana. “Pertanggungjawaban Pidana Korporasi dalam Illegal Fishing di Indonesia.” Jurnal Yudisial, Vol. 11, No. 2, (2018). Hlm. 172-192. Krismen, Yudi. “Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Dalam Kejahatan Ekonomi.” Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 4, No.1, (2018). Hlm. 133-160. Korengkeng, Ireine Rilanita. “Kewenangan Kejaksaan Dalam Penanganan Jual Beli Hasil Perikanan Ilegal Oleh Pelaku Usaha.” Jurnal Lex et Societatis, Vol. 4, No. 6, (2016). Hlm. 44-52.

Putra, I Kadek Andi Pramana Putra, I Dewa Gede Dana Sagama. “Urgensi Pengaturan

Perampasan Aset Korporasi Hasil Tindak Pidana Illegal Fishing di Indonesia.” Jurnal Kertha Negara. Vol. 9, No. 9, (2021). Hlm. 294-304.

Rahayu, Kadek Intan, Dewa Gede Sudika Mangku dan Ni Putu Rai Yuliartini. “Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku Penangkapan Ikan Secara Ilegal

(ILLEGAL FISHING) Ditinjau Dari Undang-Undang No. 45 Tahun 2009 Tentang Perikanan.” e-Journal Komunitas Yustitia Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan

Ilmu Hukum, Vol. 2, No. 2, (2019). Hlm.145-155. Shen, Huihui dan Shuolin Huang. “China's policies and practice on combating IUU in distant

water fisheries.” Aquaculture and Fisheries, Vol. 6, No.1, (2021). Hlm. 27-34. Soetrisno, Moeh Roem, Ilham Abbas dan Baharuddin Badaru. “Pertanggungjawaban Pidana

Korporasi Dalam Tindak Pidana Di Bidang Perikanan.” Jurnal of Lex Generalis, Vol. 1, No. 7, (2020). Hlm. 1044-1059. Suhariyanto. “Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Berdasarkan Corporate Culture Model dan Implikasinya Bagi Kesejahteraan Masyarakat.” Jurnal Rechtsvinding: Media Pembinaan Hukum Nasional, Vol. 6, No.3, (2017). Hlm. 441-458. Wachjoe, H. Santhos. “Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Korporasi.” Jurnal Hukum dan Peradilan, Vol. 5, No. 2, (2016). Hlm. 155-180.

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Food and Agriculture Organization, Code of Conduct for Responsible Fisheries, 1995. Indonesia. Menteri Kelautan dan Perikanan. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan

Tentang Standar Operasional Prosedur Penegakan Hukum Satuan Tugas Pemberantasan Penangkapan Ikan Secara Ilegal (Illegal Fishing). Nomor PM 37 Tahun 2017.

Indonesia. Undang-Undang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan, UU No. 45 Tahun 2009, LN No. 154 Tahun 2009, TLN No. 3073. Indonesia. Undang-Undang Perikanan, UU No. 31 Tahun 2004, LN No. 118 Tahun 2004, TLN No. 4433.

INTERNET

Aldred, Jessica. “Explainer: Illegal, unreported and unregulated fishing.”

https://chinadialogueocean.net/en/conservation/11813-explainer-illegal-unreportedand-unregulated-fishing/. Diakses 23 April 2022. Australian Fisheries Management Authority. “Legislation and regulation.”

https://www.afma.gov.au/about/legislation-regulation. Diakses 25 April 2022.

Australian Fisheries Management Authority. “Rules and Regulations.”

https://www.afma.gov.au/rules-and-regulations. Diakses 25 April 2022. CNBC Indonesia. “Susi Akui RI Pernah Rugi Rp 2.000 T Akibat Illegal Fishing.”

https://www.cnbcindonesia.com/news/20180626075822-4-20458/susi-akui-ri-pernahrugi-rp-2000-t-akibat-illegal-fishing. Diakses 8 Mei 2022. Commonwealth Scientific and Industrial Research Organisation. “Marine monitoring and

surveillance.” https://www.csiro.au/en/research/animals/fisheries/marine-monitoringand-surveillance. Diakses 23 April 2022. Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan. “Refleksi 2021, KKP

Buktikan Zero Tolerance Terhadap Illegal Fishing dan Jaga Ketat Pemanfaatan Laut Indonesia.” https://kkp.go.id/djpsdkp/artikel/36926-refleksi-2021-kkp-buktikan-zerotolerance-terhadap-illegal-fishing-dan-jaga-ketat-pemanfaatan-laut-indonesia. Diakses 8 Mei 2022.

Fernandez, MG Noviarizal. “Sanksi Pelaku Illegal Fishing Dinilai terlalu Ringan.”

https://kabar24.bisnis.com/read/20190321/16/902959/sanksi-pelaku-illegal-fishingdinilai-terlalu-ringan. Diakses 8 Mei 2022. Greenpeace Africa. “Chinese companies see subsidies cancelled and permits removed for

illegal fishing in West Africa.”

https://www.greenpeace.org/africa/en/press/472/chinese-companies-see-subsidiescancelled-and-permits-removed-for-illegal-fishing-in-west-africa/. Diakses 5 Juni 2022.

Haruma, Issha. “Kasus-kasus Illegal Fishing di Indonesia.”

https://nasional.kompas.com/read/2022/05/19/00300031/kasus-kasus-illegal-fishingdi-indonesia?page=all. Diakses 29 Mei 2022. Humas Sekretariat Kabinet Republik Indonesia. “Pemerintah Targetkan Hapus Kemiskinan

Ekstrem di 147 Kabupaten/Kota Wilayah Pesisir di Tahun 2022.”

https://setkab.go.id/pemerintah-targetkan-hapus-kemiskinan-ekstrem-di-147kabupaten-kota-wilayah-pesisir-di-tahun-2022/. Diakses 8 Mei 2022. Institute For Criminal Justice. “Pertanggungjawaban Korporasi dalam Rancangan KUHP.”

https://icjr.or.id/pertanggungjawaban-korporasi-dalam-rancangan-kuhp/. Diakses 8 Mei 2022.

Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia. “Tugas dan Fungsi.”

https://kkp.go.id/page/139-tugas-dan-fungsi. Diakses 26 Mei 2022.

Kominfo. “Pemerintah Targetkan Hapus Kemiskinan Ekstrem di Wilayah Pesisir.”

https://kominfo.go.id/content/detail/38902/pemerintah-targetkan-hapus-kemiskinanekstrem-di-wilayah-pesisir/0/berita. Diakses 8 Mei 2022 Konsulat Jendral Republik Indonesia Frankfrut. “Sekilas tentang Indonesia.”

https://www.indonesia-frankfurt.de/pendidikan-budaya/sekilas-tentang-budayaindonesia/. Diakses 8 Mei 2022.

National Oceanic and Atmospheric Administrations Fisheries. “Understanding Illegal, Unreported, and Unregulated Fishing.”

https://www.fisheries.noaa.gov/insight/understanding-illegal-unreported-andunregulated-fishing#what-is-illegal,-unreported,-and-unregulated-fishing? Diakses 27 April 2022. Raswadi, Dasuki. “Indonesia Peringkat Ketiga Bidang Perikanan Tangkap Laut Terbesar Didunia.” https://kabartegal.pikiran-rakyat.com/internasional/pr-93908234/indonesiaperingkat-ketiga-bidang-perikanan-tangkap-laut-terbesardidunia#:~:text=Data%20Food%20and%20Agriculture%20Organization,menyumban g%208%25%20dari%20produksi%20dunia. Diakses 8 Mei 2022. Tefi, Marianus. “Analisis Hukum Terkait Pertanggungjawaban Korporasi Dalam Illegal

Fishing.” https://jdih.kkp.go.id/uploads/posts/21363-analisis-hukum-terkaitpertanggungjawaban-korporasi-dalam-illegal-fishing.pdf. Diakses 7 Mei 2022. Ulya, Fika Nurul. “Sejak Oktober 2019, KKP Sudah Menjaring 66 Kapal Illegal Fishing.”

https://money.kompas.com/read/2020/07/22/110000126/sejak-oktober-2019-kkpsudah-menjaring-66-kapal-illegal-fishing. Diakses 8 Mei 2022. White, Cliff. “C4ADS report names companies involved in global IUU fishing trade.”

https://www.seafoodsource.com/news/environment-sustainability/c4ads-reportnames-companies-involved-in-global-iuu-fishing-trade. Diakses 8 Juni 2022. Wijaya, Lani Diana. “Susi Minta Revisi UU Perikanan Bisa Jerat Korporasi Pencuri Ikan.”

https://bisnis.tempo.co/read/1257024/susi-minta-revisi-uu-perikanan-bisa-jeratkorporasi-pencuri-ikan. Diakses 30 Mei 2022.

BIODATA PENULIS

Chelsea Raphael Rajagukguk merupakan mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Indonesia kelahiran Jakarta, 8 September 2003. Chelsea juga menjabat sebagai staf Bidang Literasi dan Penulisan LK2 FHUI 2022 dan staf Departemen Advokasi BEM FHUI 2022.

Vennita Yuubina atau yang akrab disapa Vennita merupakan mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Indonesia sekaligus menjabat sebagai staf Bidang Literasi dan Penulisan LK2 FHUI 2022. Perempuan kelahiran Singapura, 16 April 2005 ini juga aktif dalam perlombaan seperti pernah menjuarai Lomba Karya Tulis Ilmiah Veteran Law Competition 2022.

Fadli Nur Iman Hasbullah lahir di Jakarta pada tanggal 19 Februai 2022. Fadli sekarang merupakan mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Ia aktif dalam

berbagai organisasi seperti menjadi staf di Bidang Literasi dan Penulisan LK2 FHUI 2022 dan staf Entrepreneurship di BLS FHUI 2022.

This article is from: