13 minute read

Akhlak terhadap Hewan dan Tumbuhan

Oleh: Abdullah Hehamahua, Mantan Penasehat Komisi Pemberantasan Korupsi

Advertisement

Akhlak terhadap Hewan

Kemuliaan akhlak yang diatur dalam Islam meliputi sikap seorang manusia terhadap hewan. Hal ini diteladankan Nabi Muhammad dan para sahabat, antara lain seperti kisah berikut: Pada suatu hari, ketika masuk ke rumah, Nabi Muhammad menyaksikan seekor induk kucing dengan bayi-bayinya sedang tidur nyenyak di atas jubahnya. Mema-hami bahwa, tidur nyenyak makhluk, baik manusia maupun hewan merupakan kenikmatan dan anugerah Allah swt, Nabi Muhammad tidak tega membangunkan kucing-kucing itu. Akhirnya, disebabkan mahu ke masjid, beliau menggunting bagian jubah yang ditempati kucing-kucing itu sehingga beliau dapat mengenakan jubahnya tanpa membangunkan kucing-kucing tersebut.

Kepedulian Nabi Muhammad terhadap hewan, biasa beliau sam-paikan kepada para sahabat. Misalnya, beliau memerintahkan agar menyembelih hewan dengan menggunakan pisau yang setajam-tajam-nya agar tidak menyiksa hewan tersebut. Beliau juga menegur sahabat yang ngobrol sambil duduk di atas unta. Hal itu sama dengan menyik-sanya. Menurut beliau, unta hanya digunakan ketika dalam suatu perjalanan atau mengangkut barang. Bahkan beliau mengingatkan, orang yang menaiki unta tersebut belum tentu lebih ingat (berdzikir) kepada Allah swt dibanding dengan unta yang dikenderainya. Sebab, menurut Allah swt, semua makhluk di bumi ini senantiasa bertasbih kepada-Nya seperti dikemukakan al-Qur'an:

Tidakkah kamu tahu bahwasanya Allah, bertasbih kepada-Nya apa yang di langit dan di bumi dan (juga) burung dengan mengembangkan sayapnya. Masingmasing telah mengetahui (cara) shalat dan tasbih-nya, dan Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan. (QS An-Nuur: 41). Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya mengatakan, ayat ini menun-jukkan, setiap makhluk, termasuk hewan diajarkan oleh Allah swt ba-gaimana cara shalat dan bertasbih kepada-Nya. Oleh karena itu, sekalipun hewan-hewan tersebut diciptakan bagi kepentingan manusia, kita tetap harus berakhlak dalam memanfaatkannya, termasuk ketika mau mengonsumsi dagingnya.

Betapa tinggi kepedulian Nabi Muhammad terhadap hewan se-hingga beliau memarahi seorang sahabat yang telah membaringkan untanya yang mau disembelih, baru mengasah pisaunya. Menurut be-liau, tindakan sahabat itu sama dengan menyembelih hewan itu dua kali. Sebab, ketika membiarkan unta menunggu begitu lama dalam ke-adaan terikat, tentu ia mengalami tekanan atau stres. Sikap Nabi Muhammad limabelas abad lalu itu, kebenarannya se-cara sains terbukti dewasa ini. Sebab, hasil penelitian menunjukkan, hewan yang mengalami tekanan atau intimidasi, secara sunatullah akan lahir mekanisme memertahankan diri dalam tubuhnya dengan menge-luarkan zat tertentu. Zat yang dikeluarkan tersebut menjadikan daging-nya tidak berkualitas sehingga memengaruhi kesehatan manusia yang mengonsumsinya.

Berdasarkan ketentuan al-Qur'an dan teladan Nabi Muhammad di atas, berikut ini disampaikan beberapa upaya dalam berakhlak terhadap hewan demi kemaslahatan manusia sendiri, antara lain: (a) Tidak boleh menganiaya hewan. Bahkan, hewan seperti burung yang dipelihara bukan untuk dimakan, tidak boleh dikurung dalam sangkar.

Sudah merupakan tradisi di masyarakat, khususnya di Jawa, hampir di setiap rumah, ada sangkar burung dengan isinya sebagai hiasan atau hobi tuan rumah. Sama halnya dengan aquarium di dalam rumah di mana ikan dikurung dan tidak dikonsumsi dagingnya oleh tuannya. Perilaku seperti ini tergolong yang dilarang Rasulullah saw. Artinya, jika ingin memiliki aquarium dengan ikan sebagai hiburan di dalam rumah, setelah cukup besar, ikan itu harus dimakan, bukan hanya dipajang. (b) P emilik hewan peliharaan harus menjamin

keamanan, kesehatan, makan dan minum peliharaannya. Bahkan Umar ibnu Khattab menangis ketika mengetahui seekor anak keledai yang mati setelah tergelincir karena jalanan yang rusak.

Sebagai kepala negara, Umar merasa berdosa karena tidak membangun jalanan yang baik sehingga anak keledai itu tergelincir. Bahkan Abu

Hurairah berkata, Rasulullah saw bersabda: ”orang yang menung-gangi dan meminum (susunya) wajib memberinya makanan.” (HR Bukhari). Di lain riwayat, para sahabat bertanya, apakah mereka me-meroleh pahala atas makanan dan minuman yang diberikan kepada hewan-hewan mereka. Rasulullah menjawab: ”tiap-tiap manfaat yang diberikan kepada hewan hidup, Allah memberi pahala.” (HR Bukhari dan Muslim). (c) A gar daging hewan ternak, khususnya ayam, sehat, bergizi, dan bermanfaat bagi manusia, setelah disembelih, digantung seperti yang dilakukan terhadap kambing dan lembu sebagaimana diperintahkan Nabi Muhammad. Sebab, jika tidak digantung, darah sembelihan itu tidak keluar seluruhnya di mana ia menjadi darah beku dalam tubuh hewan tersebut. Justru, darah beku inilah yang mengakibatkan kualitas daging merosot, bahkan dapat merupakan sumber penyakit. TAZKIYATUN NAFS

Akhlak terhadap Tumbuhan

Nabi Muhammad dalam setiap pesannya kepada para prajurit yang akan berangkat ke medan perang, mengingatkan agar mereka tidak menebang pohon kecuali karena diperlukan. Jika pesan ini dilaksana-kan secara konsekwen oleh pengusaha dan anggota masyarakat, tidak akan terjadi penggundulan hutan yang pada gilirannya menimbulkan tanah longsor dan banjir di mana-mana di seluruh Indonesia. Disebabkan rusaknya akhlak manusia terhadap lingkungan, hutan Indonesia sudah berada di stadium empat di mana setiap menit tercatat seluas dua kali lapangan bola, hutan yang rusak. Di Riau misalnya, 8,2 hektar hutan rusak setiap menit. Itulah sebabnya, pejabat daerah yang paling banyak ditangkap di Indonesia adalah di Riau, mulai dari Kepala Dinas sampai dengan Gubernurnya.

Kepedulian Nabi Muhammad terhadap lingkungan sampai-sampai beliau melarang manusia menangkap ikan dengan menggunakan bahan peledak atau tuba. Sebab, selain ikan-ikan kecil yang tidak diperlukan, turut mati, pada waktu yang sama, terumbu karang dan beberapa penghuni laut yang lain, mengalami pemusnahan. Data-data yang ada, termasuk yang dimiliki WALHI, sekitar 70 persen terumbu karang di Indonesia, rusak. Padahal, selain sebagai sarang, terumbu karang juga merupakan sumber makanan bagi ikan di dalam laut. Semakin rusak terumbu karang,

dikhawatirkan laut Indonesia tidak lagi memiliki banyak ikan yang justru merupakan salah satu sumber rezeki nelayan kita. Pengrusakan hutan dan lautan yang sedemikian parah di Indonesia, sudah diingatkan Allah swt 15 abad silam:

Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). (QS Ar Ruum: 41).

Menurut Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya, maksud ayat ”telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia,” adalah kekurangan tanam-tanaman dan buah-buahan disebabkan oleh kemaksiatan. Pendapat Ibnu Katsir tersebut dapat disaksikan hampir setiap tahun di Indonesia. Misalnya, petani yang rugi karena sawahnya direndam banjir akibat hutan yang gundul di manamana. Hutan yang gundul mengakibatkan air hujan langsung mengalir ke tempat yang rendah, termasuk sawah dan perkampungan karena tidak ada akar pohon yang menahannya. Pada waktu yang lain, petani juga mengeluh karena gagal panen akibat kemarau panjang. Hal ini disebabkan hutan yang gundul di mana ketika hujan, tidak ada akar yang berfungsi menahan air hujan tersebut untuk kemudian disimpan dalam sumur-sumur tanah. Air dalam sumur tanah ini juga merupakan salah satu pengsuplai tetap bagi sungai. Kondisi ini kemudian ber-dampak terhadap pengairan sawah dan palawija. Allah berfirman: Apakah kamu tidak memerhatikan, bahwa sesungguhnya Allah menu-runkan air dari langit, maka diaturnya menjadi sumber-sumber air di bumi kemudian ditumbuhkan-Nya dengan air itu tanaman-tanaman yang bermacam-macam warnanya, lalu ia menjadi kering lalu kamu melihatnya kekuningkuningan, kemudian dijadikan-Nya hancur berde-raiderai. Sesungguhnya pada yang demikian itu benarbenar terdapat pelajaran bagi orang yang mempunyai akal (QS Az-Zumar: 21).

Berdasarkan peringatan Allah swt di atas, petani, nelayan, peng-usaha HPH, lebih-lebih pemerintah, hendaknya kembali ke al-Qur'an dan as-Sunnah agar kehidupan seluruh komponen bangsa ini menjadi lebih sejahtera, aman, dan damai dalam ampunan dan redha Allah swt. Untuk itu, berikut ini disampaikan beberapa kiat dan perilaku ke arah perbaikan tersebut, antara lain: (a) Dalam setiap Pilkades, Pemilukada, Pemilu, dan

Pilpres, maka Kades, Bupati, Walikota, Gubernur,

Presiden dan Wakil Presiden serta anggota DPR dan

DPRD yang dipilih adalah orang-orang Islam yang mengerti al-Qur'an dan as-Sunnah dan mau melaksanakannya sebagai ideologi pembangunan nasional. Bagi non-muslim yang terlanjur terpilih, menjadi tanggung jawab Parpol Islam, Kementerian

Agama, MUI, dan ormas dakwah Islam lain-nya untuk mendakwahi mereka agar mereka dapat menerima pe-laksanaan ajaran Islam dalam sistem pembangunan sekalipun mereka tetap nonmuslim. (b) D alam melantik Menteri dan Pimpinan Lembaga

Negara, Presiden hendaknya mengangkat individu yang selain profesional di bidang-nya, juga taat melaksanakan ajaran agama yang dianut serta tidak berperilaku koruptif dalam segala aspek kehidupan. (c) P emerintah, dalam hal ini, kementerian terkait dengan DPR, segera membarui semua peraturan perundang-undangan yang berkait-an dengan hutan, laut, dan tambang sehingga peringatan yang disampaikan Allah swt 15 abad silam, dapat dipulihkan. Hal ini akan mendatangkan manfaat bagi rakyat, seperti dikatakan ayat berikut: ”Dia memancarkan daripadanya mata airnya, dan (me-

numbuhkan) tumbuh-tumbuhannya. Dan gununggunung dipan-cangkan-Nya dengan teguh (semua itu) untuk kesenanganmu dan untuk hewan-hewan ternakmu.” (QS An-Naaziyaat: 31 – 33). ”Yang telah menjadikan bagimu bumi sebagai hamparan dan Yang telah menjadikan bagimu di bumi itu jalan-jalan, dan menurunkan dari langit air hujan. Maka Kami tumbuhkan dengan air hujan itu berjenis-jenis dari tumbuh-tumbuhan yang bermacam-macam.” (QS Thahaa: 53).

Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu, segala buahbuahan sebagai rezeki untukmu, karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi

Allah padahal kamu mengetahui. (QS Al-Baqarah: 22). (d) P eraturan perundang-undangan sebagaimana disebutkan di huruf (c) di atas, selain mengatur tatacara pengelolaan hutan, laut, dan tambang yang super ketat, tidak kalah penting, sanksi hukuman yang menjerakan. Misalnya, bagi pengusaha HPH dan tambang yang mengakibatkan longsor dan banjir sehingga mengorbankan nyawa manusia dan menghancurkan perkampungan, sanksinya berupa: hukuman mati, disalib, dipotong kaki dan tangan secara silang atau diasingkan dari keramaian manusia. Hukuman jenis ini dengan jelas disebutkan dalam ayat berikut:

Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang menye-rang Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik, atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). Yang demikian itu (sebagai) suatu peng-hinaan untuk mereka di dunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar (QS Al-Maidah: 33). Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya, menjelaskan, katakata ”orang-orang yang menyerang Allah dan

Rasul-Nya” adalah mereka yang melawan atau melanggar ketentuan Allah dan Rasul-Nya berkaitan dengan segala aspek kehidupan, termasuk membuat kerusakan berupa banjir dan tanah longsor. Bahkan, berkenaan dengan illegal loging, Ibnu Katsir mengaitkan ayat ini dengan ayat 205 dari surah Al-

Baqarah yang berbunyi: ”dan apabila dia berpaling (darimu), dia berjalan di muka bumi untuk melakukan kerusakan padanya, serta merusak tanaman-tanaman dan hewan ternak. Dan Allah tidak menyukai kebinasaan.”(QS Al-Baqarah: 205). Berdasarkan penjelasan Ibnu Katsir di atas, maka menurut Penulis, mereka yang mengakibatkan tanah longsor dan banjir bandang akibat penggundulan hutan, mesti dijatuhi hukuman mati. Sementara ketentuan yang ada dalam UU No 31/99 jo UU No 20/2001 tentang Tindak Pidana Korupsi, pasal 2 dan 3 tentang ganti rugi yang harus dibayar terdakwa, hendaknya diarahkan kepada kerugian perekonomian negara, bukan sekedar kerugian keuangan negara seperti diterapkan hakim selama ini. Artinya, jika karena ulah pengusaha HPH, terjadi tanah longsor dan banjir bandang yang menimbulkan kerugian petani dan masyarakat kampung (karena rumahnya terendam), terdakwa harus mengganti rugi seluruh kerugian yang diakibatkan banjir dan tanah longsor tersebut.[]

Pak Natsir

"Tak Pernah Mati”

Oleh: Prof Dr Ir H Ahmad Muflih Saefuddin, Ketua Dewan Pembina Dewan Dakwah

agi saya, bagi rakyat Indonesia maupun dunia, BPak Natsir ''tidak pernah mati''. Ia dilahirkan untuk kekal namanya. Nama Natsir tidak pernah mati sampai hari kiamat. Malah makin mendekati kiamat, nama beliau makin sering disebut. Perilakunya, kata-kata dan kalimat yang diucapkannya, hidup dan menghidupkan. Tidak pernah mati.

Oleh karena itu, berapapun orang menulis tentang nama Muhammad Natsir, 70, 80, ratusan tahun, makin hidup. Maka sepatutnya, khususnya umat Islam Indonesia dan rakyat Indonesia umumnya harus banyak belajar dari beliau. Dari bidang pendidikan politik, hingga masalah-masalah ke-Islaman. Beliau multitalenta.

Sekali lagi, tidak akan pernah mati. Saya sangat mengagumi beliau. Dan sampai hari ini (terisak tersedusedu) saya masih belajar kepada beliau. Mudahmudahan Allah SWT memberikan tempat yang layak, khusnul khotimah, ahli surga, dan mudah mudahan orang-orang yang mengikutinya, diberikan Allah SWT keberkahan, ridha, aamiin. Berterima kasihlah rakyat Indonesia kepada beliau, sampai kapanpun.

Tidaklah berlebihan bila Dr Mohammad Natsir dan Dewan Da'wah Islamiyah Indonesia mendapat kehormatan disebut sebagai ''Generator Da'wah''. Hal ini bisa kita geledah dalam sejarah republik ini.

Dewan Da'wah lahir sebagai lembaga Da'wah setelah Partai Politik Masyumi dipaksa bubar oleh rejim Orde

Lama dan tidak diberi ijin untuk hidup kembali oleh rejim Orde Baru.

Masyumi sendiri dinawaitukan sebagai wadah tunggal gerakan politik Islam. Partai ini dilahirkan oleh Kongres Umat Islam Indonesia yang kedua di Yogyakarta tahun 1945, yang dihadiri sekitar lima ratus utusan organisasi sosial keagamaan yang mewakili hampir seluruh organisasi Islam seperti NU, Muhammadiyah, Persatuan Islam (PERSIS), Persatuan Umat Islam, Al-Irsyad, Mai'iyatul Wasliyah, Al-Ittihadiyah dan Persatuan Ulama Seluruh Aceh (PUSA), pada tanggal 7-8 November 1945 di Yogyakarta.

Beberapa prestasi kebangsaan yang pernah ditorehkan Masyumi antara lain: M Natsir (1950-1951) Menjadi Perdana Menteri; Mohammad Roem sebagai Mendagri adalah konseptor utama UU Pemilu; Moh Roem juga dikenal sebagai diplomat ulung, ia menjadi delegasi Indonesia dalam perundingan dengan Belanda yang dikenal dengan Perjanjian Roem-Royen.

Masyumi juga yang pertama mengusulkan dan menggodok RUU Anti-Korupsi pada di masa Boerhanoeddin Harahap memimpin kabinet (19551956); Syafrudin Prawiranegara merupakan pakar ekonomi yang juga pernah menjadi Gubernur Bank Indonesia pertama tahun 1950; Syafrudin Prawiranegara pulalah yang menjadi Pimpinan PDRI (Pimpinan Darurat Republik Indonesia) ketika Soekarno, Hatta dan beberapa menteri ditawan Belanda.

Pada pemilu 1955, Masyumi membuktikan diri sebagai partai Islam terbesar. Masyumi mendapat dukungan suara terbanyak, yakni 10 dari 15 daerah pemilihan di seluruh Indonesia.

Pada tahun 1960 Masyumi dibubarkan oleh Soekarno, melalui Keppres No 200/1960 tanggal 15 Agustus 1960. Setelah tidak mendapat lampu hijau untuk bangkit lagi di era Soeharto, Pak Natsir dkk mentransformasi gerakan politik menjadi gerakan Da'wah sosial keagamaan dengan mendirikan Dewan Da'wah pada 1967. Perubahan strategi ini disampaikan Pak Natsir dengan ungkapannya yang fenomenal: ”Kalau dulu kita berda'wah dengan menggunakan jalur politik, maka sekarang kita berpolitik menggunakan jalur da'wah”.

Sebagai generator Da'wah, Dewan Da'wah yang diketuai Pak Natsir menginisiasi pendirian banyak lembaga Da'wah dan pendidikan, sebagaimana diuraikan dalam buku kecil ini.

Melalui tema besar ''Selamatkan Indonesia dengan Da'wah'', Dewan Da'wah berkonsentrasi pada pendidikan kader da'i dan penempatan mereka sebagai pendamping ummat di pedalaman (termasuk perbatasan) Nusantara, serta meningkatkan taraf hidup ummat binaan mereka.

Namun, amal Da'wah Dewan Da'wah masih jauh dari mencukupi untuk menggeneratori seluruh Nusantara.

Indonesia merupakan negara kepulauan dengan garis pantai sekitar 81.900 kilometer, memiliki wilayah perbatasan dengan banyak negara baik perbatasan darat (kontinen) maupun laut (maritim). Batas darat

wilayah Republik Indonesia berbatasan langsung dengan negara-negara Malaysia, Papua New Guinea (PNG) dan Timor Leste.

Perbatasan darat Indonesia tersebar di tiga pulau, empat Provinsi dan 15 kabupaten/kota. Sedangkan wilayah laut Indonesia berbatasan dengan 10 negara, yaitu India, Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, Filipina, Republik Palau, Australia, Timor Leste dan Papua Nugini (PNG). Wilayah perbatasan laut pada umumnya berupa pulau-pulau terluar yang jumlahnya 92 pulau dan termasuk pulau-pulau kecil.

Menurut data BPS 2014, hingga saat ini terdapat 183 daerah tertinggal di Tanah Air, yang 70% diantaranya berada di Kawasan Timur Indonesia. Misalnya di Papua (93 %), Sulawesi Tengah (91%), Maluku Utara (78%),

dan Sulawesi Tenggara (75%).

Walau demikian, apa yang telah, sedang, dan akan dilakukan Dewan Da'wah, kiranya sesuai dengan beleid kebijakan nasional bangsa ini.

Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJM-Nasional 2004-2009) telah menetapkan arah dan pengembangan wilayah Perbatasan Negara sebagai salah satu program prioritas pembangunan nasional. Pembangunan wilayah perbatasan memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan misi pembangunan nasional, terutama untuk menjamin keutuhan dan kedaulatan wilayah, pertahanan keamanan nasional, serta meningkatkan kesejahteraan rakyat di wilayah perbatasan.

Paradigma baru, pengembangan wilayah-wilayah perbatasan adalah dengan mengubah arah kebijakan pembangunan yang selama ini cenderung berorientasi inward looking, menjadi outward looking, sehingga wilayah tersebut dapat dimanfaatkan sebagai pintu gerbang aktivitas ekonomi dan perdagangan dengan negara tetangga.

Pembangunan wilayah perbatasan negara menggunakan pendekatan kesejahteraan (prosperity approach) dengan tidak meninggalkan pendekatan keamanan (security approach).

Sedangkan program pengembangan wilayah perbatasan (RPJM Nasional 2004-2009), bertujuan untuk : (a) menjaga keutuhan wilayah NKRI melalui penetapan hak kedaulatan NKRI yang dijamin oleh Hukum Internasional; (b) meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat dengan menggali potensi ekonomi, sosial dan budaya serta keuntungan lokasi geografis yang sangat strategis untuk berhubungan dengan negara tetangga. Disamping itu perbatasan juga dihadapkan pada permasalahan keamanan seperti separatisme dan maraknya kegiatan-kegiatan ilegal.

Dengan segala kekurangannya, semoga amal Da'wah Dewan Da'wah dicatat sebagai amal soleh bagi seluruh keluarga besar Dewan Da'wah sejak dulu hingga kini.

Allahu 'alam bishawwab.[]

This article is from: