Dialektika Edisi Januari 2018

Page 1


TA J U K Saat ini, hampir semuanya bersifat digital. Jual beli, transportasi, komunikasi dan lain-lain bersifat digital. Masyarakat yang hidup di dunia digital serta dapat memanfaatkannya dalam berbagai sektor disebut masyarakat digital. Hal tersebut menjadi realitas hidup di abad 21. Saat ini, pemerintah sangat mendukung dengan menunjukkan komitmen bergerak cepat melalui beberapa strategi. Keseriusan ini dibuktikan dengan ditandatanganinya Peraturan Presiden Nomor 74 Tahun 2017 tentang Peta Jalan Sistem Perdagangan Nasional Berbasis Elektronik Tahun 2017-2019 oleh Presiden Joko Widodo. Dengan itu, pemerintah menetapkan “Visi 2020�, yaitu menjadi negara yang terkemuka dalam ekonomi digital di Kawasan Asia Tenggara pada tahun 2020. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat digital yang terus bertransformasi di berbagai sektor. Aktor utamanya adalah kelompok usia milenial. Kerja sama antara pemerintah dan masyarakat, terutama kelompok usia milenial, yang baik akan menghasilkan masyarakat yang melek digital serta dapat mencapai visi 2020. Namun, faktanya, tidak semua masyarakat dan pemerintah memanfaatkan hal ini dengan sempurna. Dunia digital dapat berdampak baik atau buruk yang mungkin dapat disadari atau tidak. Semua ini kembali ke bagaimana pengguna memanfaatkannya. Contoh dampak negatifnya yaitu penyebaran berita hoax yang meresahkan masyarakat. Contoh dampak positifnya yaitu penyebaran informasi yang cepat dan mudah. Inilah sisi gelap dan terang dunia digital.

Penasehat : Berly Martawardaya, M.Sc. Penanggung jawab : Zakiah Rahmayanti, Ghany Ellantia Pemimpin Redaksi : Arini Shafia Afkari, Asa Sakina Tsalisa (Wakil) Sekretaris Umum : Aminatul Maula Bendahara Umum : Utaminingsih Redaksi Pelaksana : Muhammad Gaffar. Imadudin Hamid. Muniha Addin M. Editor : Althof Endawansa, Puji Rahayu, Risky Vitria. Desain dan Layouter : Yuhana Kinanah, Rendi Chevi Percetakan dan Distribusi : Imadudin Hamid

DIALEKTIKA I 2018

2

D A F TA R I S I 3

TERDEPAN Menelisik Proses DIgitalisasi di Indonesia: Fakta dan Upaya Penanggulangan Kesenjangan Digital

6

TERDEPAN Penyelenggaraan Tata Kelola Pemerintahan Berbasis Digital (E-Government) dalam Mengikis Korupsi di Indonesia

8

WAWANCARA Media Massa Garda Terdepan Perangi Hoax

11

JAJAK PENDAPAT Tingkat Literasi Media Baru Mahasiswa UI Rumpun Sosial Humaniora dan Saintek & Keseharan

13

OPINI SAINTEK Chip AI, Kunci Menuju Dunia Versi 3.0

15

OPINI SOSIAL Menelaah Kesenjangan Digital di Indonesia

17

OPINI KESEHATAN Pelayanan Obat di Era Digital

19

OPINI KESEHATAN Media Sosial dan Romantisasi Penyakit Mental

21

RESENSI BUKU The Lunar Chronicles #1 Cinder

23

PUISI Peluang atau Dilema

24

CERPEN Mencicipi Masa Lalu


T E R D E PA N

MENELISIK PROSES DIGITALISASI DI INDONESIA : FAKTA DAN UPAYA PENANGGULANGAN KESENJANGAN DIGITAL Ghany Ellantia Departemen Penulisan

Di era modern abad 21 ini, kemajuan teknologi yang pesat membuat segala aktivitas manusia dipermudah dengan adanya media digital. Digitalisasi telah berlangsung di hampir seluruh aspek kehidupan, baik ekonomi, sosial, pendidikan, dll. yang mempengaruhi bagaimana pola manusia berinteraksi antara satu dengan lainnya. Namun bagi Indonesia yang memiliki kondisi beragam, baik dari sisi masyarakat, geografi, dan lain sebagainya, digitalisasi tidak dapat secara mudah dan serentak diadaptasi oleh seluruh masyarakat Indonesia sehingga melahirkan adanya kesenjangan digital (digital divide). Definisi kesenjangan digital pada awalnya diartikan sebagai perbedaan antara mereka yang memiliki akses terhadap komputer dan internet dengan mereka yang tidak memiliki akses (Manuel Castells, 2002). Definisi tersebut hanya berfokus pada akses terhadap perangkat teknologi informasi dan komunikasi. Namun seiring perkembangan kondisi, definisi tersebut semakin meluas, menurut Szilard Molnar (2003) kesenjangan digital didefinisikan dalam tiga tipe, tipe pertama yakni kesenjangan terhadap akses perangkat teknologi informasi dan komunikasi. Seseorang memutuskan untuk memiliki komputer, telepon genggam, dan device lainnya diantaranya dipengaruhi oleh kondisi ekonomi, tingkat pen-

didikan, tingkatan usia, dan lain sebagainya. Sedangkan untuk penggadaan infrastruktur telekomunikasi yang bersifat kolektif seperti kabel serat optik untuk memperluas broadband dipengaruhi oleh kemampuan pemerintah untuk menyediakannya. Di Indonesia kesenjangan tipe satu ini masih terjadi, menurut laporan survei Indikator Teknologi Informasi Dan Komunikasi 2016 untuk rumah tangga yang dilakukan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika, terlihat adanya perbedaan akses atau kepemilikan dari perangkat teknologi informasi dan komunikasi, untuk kepemilikan device berupa telepon genggam mencapai 84,4% dengan akses internet dan kepemilikan computer yang

DIALEKTIKA I 2018

3

lebih rendah yakni 36% dan

31,4%.

Untuk kasus Indonesia, kondisi geografi turut mempengaruhi adanya kesenjangan digital, hal tersebut berkenaan dengan akses lokasi yang berdampak pada perbedaan tingkat penyediaan sarana dan prasarana telekomunikasi, hal tersebut terlihat dari data dibawah ini yang menunjukkan perbedaan akses terhadap internet untuk masing-masing pulau di Indonesia.


Tipe kedua dari kesenjangan digital menurut Molnar adalah perbedaan penggunaan teknologi informasi dan komunikasi antara masyarakat yang memiliki akses terhadap teknologi informasi dan komunikasi. Dua individu yang masing-masing memiliki computer dan akses internet ada yang menggunakan akses tersebut (pengguna/user) dan ada yang hanya sekedar memiliki saja (non-user), keputusan menggunakan atau tidak akses yang dimiliki diantaranya dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, tingkat usia, dan pendapatan individu. Menurut data Badan Pusat Statistik rata-rata kawasan Indonesia bagian timur memiliki persentase rumah tangga pengguna (users) internet lebih kecil dibandingkan dengan kawasan Indonesia bagian barat, sebagai contoh, di Provinsi Papua pada tahun 2015 persentase rumah tangga yang pernah mengakses internet dalam 3 bulan terakhir sebesar 16,28% sedangkan di Provinsi DKI Jakar-

ta persentasenya mencapai 74,32% atau jika dibandingkan dengan Provinsi Riau sebesar 44.43% sehingga jelas terlihat adanya kesenjangan penggunaan internet di ketiga provinsi tersebut. Kesenjangan penggunaan internet juga terjadi antara masyarakat desa dengan masyarakat kota, terdapat gap yang cukup jauh antara masyarakat kota yang menggunakan internet pada tiga bulan terakhir dengan masyarakat desa. Pada tahun 2005, pengguna internet di desa hanya seperdelapan pengguna di kota dan semakin mengecil proporsinya pada tahun 2015, pengguna di desa berjumlah setengah pengguna internet di kota. Tipe ketiga kesenjangan digital adalah perbedaan kualitas antar pengguna (users) dari teknologi informasi dan komunikasi. Ada masyarakat yang menggunakan teknologi informasi dan komunikasi hanya untuk aktivitas-aktivitas yang tidak berarti (meaningless) atau bahkan bersifat destruktif namun ada

DIALEKTIKA I 2018

4

pula yang menghasilkan dampak positif yang signifinakan contohnya digitalisasi ekonomi yang mengarah pada efisiensi ekonomi, e-government untuk mempermudah proses birokrasi dan transparansi, serta contoh-contoh lainnya. Di Indonesia 73,3% penggunaan internet digunakan untuk berjejaring sosial dan 53,7% untuk mencari informasi atau berita, penggunaan media digital yang digunakan untuk media penyebaran informasi secara masal membuat adanya gelompang informasi yang berlimpah tanpa adanya kepastian terhadap kebenaran informasi, sering kali hal tersebut menyebabkan adanya perselisihan antara satu pihak dengan pihak lainnya. Digitalisasi yang dianggap sukses dan berdampak positif adalah pada bidang ekonomi yakni bertumbuhnya e-commerce dengan pesat hal tersebut ditandai dengan nilai transaksi yang bertumbuh hingga 250% dari 1 Milliar USD di tahun 2011 dan tumbuh mencapai 3,5 Milliar USD di tahun 2015 serta pengguna e-commerce yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Dari kondisi yang sudah dijabarkan diatas, telah diketahui bahwa kesenjangan digital bukan hanya berkenaan dengan ada atau tidaknya perangkat digital yang mampu dijangkau oleh masyarakat, namun berkaitan dengan apakah perangkat tersebut digunakan dan bagaimana kualitas dari penggunaan media digital tersebut sehingga kebijakan yang diterapkan pemerintah tidak hanya berfokus pada penyediaan yang bersifat fisik namun bagaimana pemanfaatan media digital tersebut untuk dapat mendatangkan manfaat bagi masyarakat. Salah satu program yang menjadi


sumber : https://dmaxx.co/

fokus pemerintah adalah program Palapa Ring yang merupakan proyek pembangunan jaringan serat optik sebagai tulang punggung sistem telekomunikasi nasional yang menjangkau seluruh kota/ kabupaten di Indonesia (514 kota/ kabupaten). Tujuan dari proyek Palapa Ring adalah menyediakan akses broadband yang berkualitas secara merata di seluruh Indonesia. Manfaat yang ingin dicapai dari proyek tersebut diantaranya menciptakan pemerataan dan kemudahan akses telekomunikasi-informasi, membuka peluang usaha dan lapangan pekerjaan berbasis internet (e-commerce), meningkatkan efisiensi dan efektifitas system kerja, dan meningkatkan kompetensi untuk berkompetisi di pasar global. Penyediaan jaringan serat optik pada proyek tersebut hanya akan mengurangi kesenjangan tipe satu, yakni berkaitan dengan penyediaan fisik berupa infrastruktur telekomunikasi. Jika infrastruktur tersebut tidak dipergunakan oleh masyarakat, maka tidak akan mendatangkan manfaat sehingga perlu adanya program khusus untuk membuat masyarakat mau menggunakan media digital. Salah satu kendala untuk menjadi pengguna media digital adalah ketidakpahaman cara

penggunaan perangkat digital ataupun cara mengakses media digital, maka perlu adanya edukasi kepada masyarakat khususnya masyarakat di daerah-daerah dengan tingkat pendidikan rendah agar tidak anti dan gagap terhadap teknologi, hal lain yang perlu diperhatikan adalah tarif yang dapat dijangkau oleh masyarakat sehingga diharapkan dapat mengurangi kesenjangan digital tipe dua di Indonesia. Selanjutnya yang harus menjadi fokus pemerintah adalah bagaimana adanya digitalisasi mendatangkan manfaat bagi masyarakat bukan hanya sekedar digunakan untuk hal-hal yang tidak berguna atau bahkan bersifat destruktif. Perlu adanya pengarahan kualitas penggunaan media digital untuk hal-hal yang bersifat produktif, diantaranya dibidang ekonomi perlu adanya pendampingan pengembangan bisnis e-commerce baik pada sector jasa, pertanian, perikanan, industry pengolahan, kerajinan, dan lain sebagainya. Di bidang pendidikan, digitalisasi dapat digunakan sebagai media edukasi yang menjangkau daerah-daerah terpencil dengan sarana dan prasarana pendidikan yang minim, sehingga terjadi pemerataan kualitas pendidikan masyarakat di seluruh daerah di Indone-

DIALEKTIKA I 2018

5

sia serta pemanfaatan di bidang-bidang lainnya. Perlu adanya kerjasama antara pihak-pihak yang berkaitan agar manfaat adanya digitalisasi dapat berdampak signifikan terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat. Referensi Molnár, Szilárd. 2003. “The explanation frame of the digital divide”, BME-UNESCO Information Society Research Institute. Hadiyat, Yayat D. 2014. “Kesenjangan Digital di Indonesia (Studi Kasus di Kabupaten Wakatobi)”, Jurnal Pekommas Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BBPPKI) Makassar, vol. 17, pp. 81 – 90. Sujarwoto, Sujarwoto., dan Tampubolon, Gindo. 2016. “ Spatial inequality and the Internet divide in Indonesia 2010–2012”, Telecommunications Policy, vol. 40, pp. 602-616. Puspitasaria, Lia., dan Ishii, Kenichi. 2016. “Digital divides and mobile Internet in Indonesia: Impact of smartphones”, Telematics and Informatics, vol. 33, pp. 472-483. “Persoalan Kesenjangan Digital di Indonesia”, Pusat Kajian Media dan Komunikasi, 08 Oktober 2015. Diakses pada tanggal 30 November 2017, http://www. remotivi.or.id/amatan/222/Persoalan-KesenjanganDigital-di-Indonesia. “Infografis Indokator TIK 2016”, Kementrian komunikasi dan Informatika Republik Indonesia, 2017. Diakses pada tanggal 30 Novermber 2017, https://web. kominfo.go.id/sites/default/files/20170210-IndikatorTIK-2016-BalitbangSDM-Kominfo.pdf. “Data dan Dtatistik”, Kementrian komunikasi dan Informatika Republik Indonesia, 2017. Diakses pada tanggal 30 Novermber 2017, https://statistik.kominfo. go.id/. “Palapa Ring Broadband”, Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas, 2017. Diakses pada tanggal 30 Novermber 2017, https://kppip.go.id/ proyek-prioritas/teknologi-informasi/palapa-ringbroadband-2/. Badan Pusat Statistik.2017. . Diakses pada tanggal 30 Novermber 2017. https://www.bps.go.id/.


sumber : http://poskotanews.com

T E R D E PA N

PENYELENGGARAAN TATA KELOLA PEMERINTAHAN BERBASIS DIGITAL (E- GOVERNMENT) DALAM MENGIKIS KORUPSI DI INDONESIA Aminatul Maula Departemen Penulisan

Penyelenggaraan pemerintahan berbasis digital atau E-Government telah menjadi pembicaraan yang hangat di berbagai negara, tidak terkecuali di Indonesia. E-Government dinilai mampu menyediakan keterbukaan dan transparansi, serta meningkatkan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintahan. Berbagai negara memanfaatkan perkembangan teknologi informasi untuk mendukung peningkatan jaringan antara pemerintah sebagai penyelenggara layanan publik dengan masyarakat sebagai penerima layanan publik. Sebagaimana dikemukakan oleh Shim dan Eom (2008), bahwa teknologi Informasi dapat mengurangi korupsi dengan mempromosikan tata pemerintahan yang baik, memperkuat inisiatif reformasi, mengurangi potensi korupsi perilaku, memperkuat hubungan antara pegawai pemerintah dan warga negara, sehingga memungkinkan kegiatan pelacakan dan pemantauan dan pengendalian perilaku pegawai pemerintah oleh warga negara. Melihat latar belakang penyelenggaraan pemerintahan Indonesia yang sarat akan birokrasi patrimonial serta tingginya angka korupsi, maka penyelenggaraan pemerintahan berbasis digital sangat diperlukan untuk dapat mengikis korupsi di dalam tubuh birokrasi. Berdasarkan data yang dikutip dari Kompas.com tahun 2016 indeks persepsi korupsi Indonesia mencapai 37 poin, dan menempati posisi ke 90 dari 176 negara. Maraknya korupsi tidak lepas

dari masalah pembangunan sistem yang transparan sebagaimana diungkapkan oleh Joko Widodo saat masih menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta tahun 2014 (http://www.kemendagri.go.id). Pada tahun 2001 dikeluarkan Instruksi Presiden No.6/2001 tentang telematika, yang menyatakan bahwa pemerintah Indonesia harus menggunakan teknologi telematika untuk mendukung pemerintahan yang baik. Di Indonesia, E- Government diperlukan karena alasan berikut: 1) mendukung perubahan pemerintah terhadap praktik pemerintahan yang demokratis; 2) mendukung penerapan wewenang antara pemerintah pusat dan daerah; 3) memfasilitasi komunikasi antara pemerintah pusat dan daerah; 4) untuk mendapatkan keterbukaan; dan 5)

transformasi menuju era informasi masyarakat. Melihat kondisi geografis dan demografis Indonesia yang begitu besar dan beragam maka penyelenggaraan pemerintahan berbasis digital sangat dinantikan untuk efisiensi dan efektivitas. Sebagaimana dikemukakan sebelumnya, bahwa dengan adanya sistem pemerintahan digital maka tren korupsi akan menurun. Tuntutan perkembangan zaman dan teknologi informasi secara tidak langsung turut mempengaruhi pola perilaku dalam kehidupan masyarakat. Untuk itu, birokrasi dituntut untuk dapat mengikuti perkembangan zaman dan kebutuhan masyarakat, dengan menyediakan informasi dan pemenuhan pelayanan publik. Namun, sungguh disayangkan penyelen-

sumber : https://www.humas.id DIALEKTIKA I 2018

6


ggaraan birokrasi dan pelayanan publik di Indonesia belum menunjukkan adanya perbaikan yang signifikan. Hal tersebut dapat dilihat dari maraknya temuan korupsi dari berbagai kegiatan birokrasi dan pelayanan publik. Belum terwujudnya birokrasi yang bersih, akuntabel, dan melayani melalui E- Government masih terkendala oleh beberapa hal ; pertama, terbatasnya regulasi dan payung hukum. Di Indonesia belum ada undang-undang yang secara khusus mengatur E-Government, sehingga tidak dapat dipungkiri bahwa pelaksanaan E-Government tidak berjalan maksimal. Kedua, keterbatasan tenaga ahli di lingkungan kerja sektor pemerintah. Tidak dapat dipungkiri bahwa untuk dapat menyelenggarakan E- Government yang didukung dengan sistem pengelolaan berbasis teknologi informasi dibutuhkan tenaga yang andal. Permasalahannya, di dalam pemerintahan proporsi tenaga ahli dalam teknologi informasi masih sangat minim. Ketiga, belum adanya sinergi dan integrasi antarinstansi dalam menyediakan data dan informasi publik. Kendala tersebut disampaikan oleh Kepala Biro Hukum, Komunikasi, dan Informasi Publik Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Herman Suyatman (http://nasional. kompas.com). Hal ini terkait dengan permasalahan pertama yakni belum adanya regulasi yang mengatur E- Government, sehingga menciptakan perbedaan satu instansi penyedia informasi publik dengan instansi lainnya. Sebab, tidak ada aturan dan keseragamaan dalam pengelolaan data. Masing-masing instansi memiliki format tersendiri. Akibatnya data yang disampaikan menjadikan publik bingung ketika mereka hendak mengakses suatu informasi. Tidak jarang terjadi tumpang tindih dalam penyampaian in-

formasi publik. Dalam suatu evaluasi status implementasi E-Government pada General Administration Reform (GAR) yang dilakukan oleh Prahono dan Elidjen (2015) menyimpulkan bahwa penggunaan E-Government di Indonesia masih berjalan lambat, dilihat dari empat parameter ; layanan dokumen warga negara, izin usaha, transparansi perencanaan, dan transparansi keuangan. Masing-masing parameter dievaluasi menggunakan skor antara 0-4. Sekitar 32 sampel website diambil dari ibu kota provinsi di Indonesia dan bukan ibukota di Jawa. Hasilnya menunjukkan bahwa hanya 15,6% situs web yang memiliki index reform (IR) antara 2,75 sampai 4,00 dan kota Surabaya menduduki peringkat tertinggi. Pendapat Shim dan Eom (2008) mengenai pengurangan korupsi dengan E- Government selaras jika dengan fenomena yang terjadi di Indonesia. Tingginya kasus korupsi di lingkungan pemerintahan Indonesia tidak lain disebabkan karena sistem E-Government belum berjalan dengan baik. Dengan banyaknya korupsi yang terjadi, maka mengindikasikan pula bahwa tata kelola pemerintahan masih belum baik. Dari sisi transparansi maupun kecepatan birokrasi dalam merespons kebutuhan masyarakat. Pengikisan korupsi harus dibarengi dengan perbaikan dalam penyelenggaraan tata kelola pemerintahan melalui EGovernment dengan membuat regulasi, penambahan tenaga ahli teknologi informasi disertai dengan integrasi antara kementerian dan lembaga terkait. Pengikisian korupsi dengan penyelenggaraan E-Government memiliki hubungan yang saling berkaitan. Dengan terselenggaranya E-Government secara maksimal maka akan mengurangi pungutan liar akibat proses birokrasi yang tidak efisien dan berbelit-belit. E-Government secara DIALEKTIKA I 2018

7

tidak langsung akan mengurangi adanya interaksi langsung antara birokrat dengan birokrat maupun birokrat dengan penerima layanan publik, oleh karena itu peluang kolusi semakin kecil. Selain itu E-Government akan menciptakan transparansi di lingkungan pemerintahan dalam menyediakan informasi publik, serta memudahkan masyarakat untuk melakukan evaluasi terhadap pembangunan dan kinerja pemerintah. Indonesia harus selalu berbenah dan terus melakukan upaya perbaikan dalam penyelenggaraan E-Government jika korupsi ingin dihabisi. Namun jalan yang dihadapi memang tidak mudah mengingat pelaksanaan E-Government harus menghadapi tantangan sebagaimana dikemukakan oleh Hardjaloka (2014) antara lain minimnya budaya dokumentasi, kurangnya sumber daya manusia yang andal dalam menggunakan teknologi informasi, infrastruktur yang mahal dan belum memadai, serta keterbatasan akses. Tantangan di atas tidak lepas dari kondisi geografis dan demografis Indonesia yang sangat besar dan beragam. Oleh karena adanya satu kendala yang mendasar mengenai pelaksanaan E-Government di Indonesia, maka pemerintah dituntut untuk mewujudkan suatu payung hukum yang jelas untuk dapat merealisasikan target E-Government di Indonesia dan lebih jauh angka korupsi di lingkungan pemerintah akan terus menurun. Referensi Kusuma, R. Y. (2014). Membangun Masyarakat IndonBayu, Dimas Jarot. 2016. Ini Penyebab Penerapan “E-government� di Indonesia Belum Maksimal. http:// nasional.kompas.com/read/2016/09/06/19074281/ini. penyebab.penerapan.e-government.di.indonesia. belum.maksimal diakses pada 28/11/2017 Prahono, Agus dan Elijen. 2015. Evaluating the Role e-Government on Public Administration Reform : Case Official City Government Websites in Indonesia. Procedia Computer Science Vol. 59, 2015, pages 27-33. <http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/ S1877050915018633> diakses pada 28/11/2015. http:// www.kemendagri.go.id/article/2014/04/07/manfaatketerbukaan-data-bagi-sistem-pemerintahan-lokal


WAWA N C A R A

MEDIA MASSA GARDA TERDEPAN PERANGI HOAX Arini Shafia Afkari Departemen Penulisan

Belakangan ini, penyebaran hoax menjamur melalui dunia maya. Hoax akan tetap ada untuk menghantam berbagai kepentingan, termasuk kinerja pemerintahan. Kerugian penyebaran berita hoax tidak hanya dirasakan oleh korban, tetapi juga oleh semua penerima atau pembaca berita tersebut. Hal ini tentu menjadi masalah besar yang harus segera diselesaikan. Akan tetapi, negara dianggap tidak dapat mengatasi maraknya hoax. KUHP dan UU ITE belum mampu menyasar produsen dan penyebar berita hoax. Penyelesaian masalah ini tidak hanya dilakukan oleh pemerintahan, tetapi juga harus dibantu oleh semua pihak mulai dari pemerintah, masyarakat, dan pers. Oleh karena itu, Peringatan Hari Pers Nasional tahun ini diharapkan menjadi momentum kebersamaan pers membasmi hoax dengan beberapa cara. Berikut adalah wawancara salah satu anggota KSM Eka Prasetya dengan Savran Billahi yang menjabat sebagai Pimpinan Umum Pers Suara Mahasiswa Universitas Indonesia Tahun 2016 mengenai peran media massa sebagai garda terdepan memerangi hoax. Hoax saat ini mulai menjamur di kalangan masyarakat. Salah satunya mengenai beras plastik yang terdengar pada tahun 2015 dan akhirnya merugikan beberapa penjual nasi goreng. Sejumlah media tidak kredibel memberitakan hal tersebut. Ini hanya satu contoh berita hoax yang ada, masih banyak lagi dan berita

sumber : foto pribadi

tersebut terkadang sulit dibedakan dengan berita asli. Lalu bagaimana menurut Anda mengenai berita hoax yang ada saat ini? Apa penyebab seseorang atau media menyebarkan berita hoax? Hoax adalah penyakit masyarakat. Kita harus memahami ini dari hulu ke hilir masalahnya. Tentu payung besar persoalan ini adalah masalah pemahaman literasi yang minim. Namun, pemahaman literasi yang minim itu adalah aliran derasnya. Kita bisa menguranginya. Pertama, masalah literasi itu bisa jadi kesalahan metode yang diajarkan ke masyarakat, terutama saat di sekolah-sekolah atau institusi pendidikan lain. Misal, metode jawaban pilihan ganda yang mendikte masyarakat terhadap kebenaran tunggal. Padahal tidak semua pelajaran bisa menggunakan metode itu, sejarah, so-

DIALEKTIKA I 2018

8

siologi misalnya. Metode ini parahnya dipakai dari SD hingga SMA, bahkan tidak jarang ditemukan saat berada di kuliah. Jadi, karena ini, kita tidak terbiasa untuk membuka pikiran saat mendapat informasi, kita tidak biasa berpikir “bisa jadi ada kebenaran yang lain selain informasi ini?� Saya yakin, kalau metode ini diubah dengan eksplanasi, keadaan masyarakat kita bisa bukan seperti ini. Kedua, masalah latah. Masyarakat kita terbiasa latah. Ada informasi A, karena terlihat menarik, langsung share. Kebiasaan ini perlu disadari dan diubah. Ketiga, adalah hal manusiawi, kita selalu ingin menjadi sumber pertama yang menyebarkan informasi. Itu tidak masalah, tetapi seringkali tidak di check and re-check. Ingat, bukan sekadar mengecek, tetapi mengecek lagi setelah mengecek. Karena itu, informasi hoax cepat sekali tersebar. Apalagi kini ada internet yang menyempitkan jarak dan waktu. Kalau kata Sri Mulyani, inflasi informasi. Dalam hal ini, kita kalah dengan Soekarno yang notabenenya orang dulu. Saat ia mendapat informasi dari kaum muda kalau Jepang kalah, ia tidak langsung percaya. Ia cek dulu, dan akhirnya setelah ia cek, ia membenarkan itu. Bagaimana pembaca dapat membedakan berita hoax dan berita yang akurat? Apakah ada ciri-ciri khusus? Kalau ada, apa saja ciri-ciri berita hoax? Yang paling mudah adalah melihat sumber informasi. Kalau mendapat informasi yang bersumber dari website ter-


tentu. Lihat websitenya, ia punya kantor atau sekretariat yang bisa dipertanggungjawabkan atau tidak. Kalau tidak, tidak perlu dipercaya. Lebih-lebih kalau informasi itu sekadar broadcast tanpa sumber. Sebab, kalau website itu memiliki kantor apalagi mendapat izin dari dewan pers, ia terikat peraturan untuk segera mengklarifikasi berita yang salah. Biasanya hoax juga cenderung provokatif. Misal, menyalahkan pihak tertentu tanpa memaparkan argumen yang jelas atau merasa benar sendiri. Informasi seperti ini perlu dikritisi. Apa penyebab adanya berita hoax di media massa? Biasanya ketidaktelitian penulis. Namun, seringkali tendensius penulis yang ingin membela kepentingan tertentu. Banyak sekali contoh ini, terutama saat kontestasi politik. Atau misalnya, ingin menjatuhkan produk tertentu. Atau merasa benar sendiri, sehingga menutup kebenaran yang lain. Biasanya media yang menyebarkan berita ini bukan media yang bisa dipertanggungjawabkan, seperti tidak menggunakan kode etik jurnalistik, tidak memiliki sistem redaksi, bahkan tidak memiliki kantor. Apa yang harus dilakukan pembaca untuk mencegah berita hoax? Pertama, baca sumber lain. Ini bermanfaat untuk memberikan pikiran kita menimbang-nimbang apakah informasi terkait benar atau salah. Kedua, tidak perlu mengikuti atau berlangganan akun-akun sosial media yang hanya provokatif. Biasanya mereka cenderung memberikan informasi yang salah atau dipelintir sesuai keinginannya. Karena provokatif, dan kita sering melihatnya, bisa jadi kita akan terpancing. Ada pepatah, kebohongan yang terus-menerus

diungkapkan akan kita anggap jadi “kebenaran�. Bagaimana upaya media dalam memerangi berita hoax? Kita punya dewan pers yang tugasnya memverifikasi media. Baik secara administratif, seperti jumlah karyawan, status hukum, pajak, dan lainnya, atau pun kualitas konten. Dewan pers dapat menjadi jaminan media untuk tidak menyebarkan hoax, kalau pun terpeleset menyebarkan, media terkait ada beberapa tanggung jawab yang harus dilakukan, misal membuat klarifikasi. Kedua, quality control dari media terkait. Masing-masing media yang bertanggung jawab punya sistem redaksi. Sistem redaksi ini yang menjadi pembeda dengan media sosial. Saya beri contoh, lebih baik mana, kualitas cerpen di harian Kompas tiap hari minggu atau cerpen di blog teman kamu? Pasti cerpen di harian Kompas, karena kualitasnya terjaga melalui sistem redaksi. Sistem redaksi ini yang perlu diperkuat oleh media dalam menangkal hoax, mulai dari perekrutan dan pelatihan calon jurnalis, peningkatan kualitas redaktur pelaksana, editor, dan juga pemimpin redaksi, sampai rapat redaksi yang serius. Kalau ini sudah kuat, hoax mudah diperangi. Salah satu upaya media massa dalam memerangi hoax adalah menjaga standar kompetensi jurnalistik. Lalu, sejauh ini, bagaimana media atau jurnalis dapat menjaga standar kompetensi jurnalistik atau mematuhi etika jurnalistik? Untuk menjaga standar kompetensi jurnalistik, masing-masing media punya cara. Yang jelas, pelatihan jurnalistik itu harus, bahkan untuk jurnalis lama juga, rapat redaksi, dan quality control dari hulu ke hilir, dari reporter hingga proses

DIALEKTIKA I 2018

9

publikasi. Cara lain, misal, di beberapa media yang saya ketahui ada pendalaman isu. Di Republika, misalnya setiap pemilu, mereka selalu mengadakan pendalaman dengan pemaparan riset. Dewan pers juga membuat uji kompetensi wartawan berkala untuk menjaga kompetensi jurnalistik. Kalau untuk etika jurnalistik, media perlu menginternalisasi kepada jurnalisnya, bahwa pekerjaan mereka terikat hukum. Kode etik secara definisi bisa kita sebut hukum, karena disebut di UU Pers. Jurnalis perlu diberi tahu mengenai Undang-Undang yang berlaku di Indonesia agar dalam meliput ia memahami bahwa pekerjaannya bukan hal main-main. Dengan itu, etika jurnalistik akan bisa dijaga oleh jurnalis terkait. Apabila ada salah satu jurnalis yang melanggar etika jurnalistik yaitu dengan menyebarkan berita hoax, lalu bagaimana tindakan pemimpin redaksi media tersebut? Apakah tetap melindunginya dengan tidak memberhentikannya sebagai jurnalis atau memberhentikannya karena telah melanggar etika jurnalistik? Ya, tidak sampai memberhentikannya. Pertama, media itu tentu harus membuat klarifikasi kalau ia salah. Hal ini biasa dilakukan media-media sejak dulu. Bahkan kita sebenarnya tidak perlu sampai menarik atau menghapus berita itu, cukup membuat klarifikasi. Tetapi dengan teknologi online, media seringkali mengeditnya tanpa membuat klarifikasi. Saya rasa kebiasaan ini perlu dikurangi, karena dapat berpengaruh pada kualitas jurnalis atau sistem redaksi. Kedua, sanksi terhadap jurnalis itu cukup dengan teguran yang tegas. Salah satu upaya Dewan Pers untuk memerangi hoax adalah memverifika-


si media massa. Menurut Anda, apakah upaya pemerintah ini sudah tepat? Sertakan alasan. Saya rasa selama pemerintah tidak membredel atau membatasi seseorang atau organisasi ingin mendirikan perusahaan pers tidak masalah. Sebenarnya, pada UU Pers sudah jelas definisi pers adalah yang menjalankan kerja pers dan berbadan hukum. Pada HPN 2010, standar pers adalah kode etik jurnalistik, standar perlindungan profesi wartawan, dan standar kompetensi wartawan. Jika kita memenuhi syarat ini kita sudah dapat disebut media yang bisa dipertanggungjawabkan. Sekarang banyak yang membuat website bernuansa pers, tetapi sebetulnya hanya dijalankan satu orang dan ironisnya ia tidak paham etika jurnalistik. Ini yang masalah. Oleh karena itu, verifikasi ini tindakan lanjutan dari peraturan pers itu. Hanya saja, komunitas pers, seperti pers mahasiswa memang sering mempermasalahkan ini. Ini memang masalah buat mereka, karena sebenarnya perlindungan hukum persma semakin tidak kuat. Dulu masalahnya hanya tidak berbadan hukum, sekarang ditambah verifikasi ini. Makanya, ada kasus di beberapa kampus yang membredel persmanya, dan sulit mereka membelanya. Hal yang harus kita juga pahami, bahwa media lain yang belum tereverifikasi belum tentu menyebarkan berita hoax. Bisa saja informasi benar,

bahkan lebih mendalam. Jadi, saya melihat langkah ini hanya tindakan formalitas saja. Bukan sebagai solusi yang “wah” untuk membendung berita hoax. Karena faktanya, masyarakat banyak membaca informasi dari kanal-kanal yang tidak tereverifikasi. Apa keuntungan dan kerugian cara ini (verifikasi media massa oleh Dewan Pers) bagi media dan jurnalis? Apa keuntungan cara ini (verifikasi media massa oleh Dewan Pers) bagi masyarakat? Bagi media terkait, medianya jelas dapat dipertanggungjawabkan, sehingga menimbulkan citra di masyarakat, “ini bukan media abal-abal”. Dewan Pers juga memberikan bantuan hukum jika perusahan yang bersangkutan mendapatkan masalah atas pemberitaan. Bagi jurnalis, kesejahteraannya terjamin, sebab dalam verifikasi itu ada verifikasi administratif. Bagi masyarakat, mereka bisa mendapat jaminan atas informasi yang diterima dari media terkait. Bentuk media massa apa yang rawan mengandung berita hoax? Media cetak atau online? Sertakan alasan. Online lebih rawan, karena siapa pun bisa menyebarkan informasi. Namun, cetak bukan tanpa kemungkinan. Contohnya, tabloid Obor Rakyat yang dibagikan ke pesantren-pesantren saat pilpres tahun lalu yang mengabarkan kalau Jokowi beragama Katolik, antek-antek PKI. Pada pilkada Jabar beberapa tahun

DIALEKTIKA I 2018

10

lalu, Aher juga pernah diserang melalui pamflet. Saling menyerang lewat media cetak dengan nada provokatif dan cenderung bohong sebenarnya sudah dilakukan sejak lama saat pemilu 1955. Di online, siapa pun bisa menyebarkan informasi hoax. Di cetak, kecenderungan pemuatan informasi hoax dilakukan oleh oknum yang biasanya tidak suka ke pihak tertentu. Jadi, online lebih rawan dari cetak, tetapi berbicara dampak, keduanya saya rasa tidak berbeda. Menurut Anda apa hal yang harus diutamakan dalam menyajikan berita, akurasi atau kecepatan atau keduanya? Sertakan alasan. Jika menjawab ‘keduanya’, bagaimana cara menyeimbangkan keduanya? Karena, terkadang apabila jurnalis mengutamakan akurasi, maka kecepatan yang akan dikorbankan. Begitu pula sebaliknya. Akurasi adalah prinsip pertama. Kecepatan adalah tuntutan. Saya melihatnya seperti itu. Kedua hal itu bukan pilihan, tetapi hal yang harus dipegang oleh media terkait. Memang kecepatan akan menggerus akurasi? Bisa saja yang prosesnya lama informasinya ternyata salah. Lagi-lagi dalam hal ini yang perlu jadi perhatian adalah sistem redaksi yang mengikuti zaman.


J A J A K P E N D A PAT

DIALEKTIKA I 2018

11


DIALEKTIKA I 2018

12


sumber : https://blog.mendeley.com

OPINI SAINTEK

CHIP AI,

KUNCI MENUJU DUNIA VERSI 3.0 Muhammad Gaffar Asshiddieqy Al Anshori Departemen Penulisan

Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan akan siap membuat loncatan besar beberapa tahun ke depan. Industri telah bersiap-siap mengakuisisi semua teknologi berbasis AI mulai dari keperluan produksi hingga keperluan marketing. Selain itu, AI juga berkembang pesat saat berada di wilayah finansial yang tidak hanya berputar pada masalah automasi, tetapi juga analisis data yang sangat besar. Jika tahun 2016 yang lalu AlphaGo Zero dari Google Deepmind telah mengalahkan juara dunia permainan Go, Lee Sindol, maka sekarang AlphaGo telah mencapai tahap dimana telah berhasil mengalahkan 60 profesional Go lainnya, menjadi AlphaGo master. Dalam hal ini, AI AlphaGo telah berhasil melampui kemampuan manusia. Masih dalam permainan, openAI yang merupakan salah satu perusahaan yang dikembangkan Elon Musk beberapa

bulan lalu telah berhasil mengalahkan puluhan professional DotA dalam 1v1. Semua itu bukan karena algoritma kompleks yang ditulis oleh pembuatnya, melainkan hanya satu prinsip dasar yang ditekankan pada AI yaitu kemampuan belajar dalam teknik bernama deep learning. Contoh-contoh di atas pada dasarnya masih jauh lebih sederhana dari kemampuan manusia. AI hanya mampu mengalahkan manusia pada satu atau dua bidang saja, belum mengalahkan manusia seutuhnya. Nick Bostrom dalam bukunya superintelligence mendefinisikan AI yang masih berkutat pada satu bidangnya saja disebut sebagai Artificial Narrow Intelligence (ANI). Hampir semua dunia industri, jasa teknologi, sosial media, internet mengadaptasi ANI saat ini. Akan tetapi, AI yang kini dituju bukanlah ANI, melainkan AI yang cerdas layaknya

DIALEKTIKA I 2018

13

manusia yang disebut sebagai Artificial General Intelligence (AGI) yang jauh lebih kompleks, melibatkan kemampuan melihat sebab-akibat, perencanaan, berpikir abstrak dan kompleks, belajar dari lingkungan, dan pengalaman secara cepat layaknya manusia. Jika akhir-akhir ini kita diributkan oleh robot bernama Sophia yang telah mendapatkan identitas kewarganegaraan Saudi karena kemampuan komunikasinya yang sangat mirip dengan manusia, maka sejatinya Sophia masih lebih dekat pada ANI dibanding AGI. Perkembangan komputasi saat ini mengikuti hukum Moore, eksponensial. Jika tetap pada perkembangannya, maka masih pada abad ini, AI akan mencapai tahap lebih dari AGI, yakni Artificial Superintelligence (ASI). Terlepas dari mungkin atau tidaknya mencapai tahap ASI, dunia saat ini secara besar-besaran dan sangat


cepat beralih dari dunia v2.0 dimulai dari revolusi industri dan internet, menuju dunia v3.0 dunia penuh dengan Artifical Intelligence. Tantangan terbesar untuk revolusi selanjutnya adalah pengembangan wadah inti dari AI itu sendiri yaitu sang otak. Otak AI mungkin tidak bisa dilihat sebagai otak biologis, tetapi chip silikon dan algoritma di dalamnya atau mudahya hardware & software. Hardware atau chip silikon yang ingin dikembangkan saat ini adalah chip atau prosesor dengan kecepatan komputasi yang jauh lebih cepat, ukuran yang lebih kecil, kapasitas yang jauh lebih besar, dan ketahanan yang jauh lebih kuat. Kita dapat menganalogikan sel neuron dalam otak sebagai transistor dalam chip. Dari sisi software, kemampuan pengembangan itu sendiri, algoritma dapat mengupgradeÂŹ dirinya sendiri, cakupan proses data yang besar, dan kapabilitas kolektif setiap data yang masuk didalamnya. Maka jangan heran jika saat ini saham pasar teknologi diakuisisi besarbesaran pada perusahaan hardware yakni pengembangan chip silikon AI yang saat ini dipimpin oleh Nvidia kemudian diikuti oleh Intel, AMD, dan beberapa startup prosesor AI lainnya. Selain itu, ada juga perusahaan software pengembang AI itu sendiri seperti DeepMind dari Google, OpenAI, dan perusahaan-perusahaan AI yang berada di bawah perusahaan teknologi besar seperti Facebook, Amazon, dan Microsoft. Prosesor yang dikembangkan kini lebih dari sekedar CPU pada komputer, laptop, atau bahkan superkomputer. Hal ini karena chip AI membutuhkan bentuk kerja AI itu sendiri yang disebut sebagai deep

neural network. Neural network dapat mempelajari banyak hal dari jutaan atau miliaran data dan melihat pola dari data-data tersebut. Semua hal tersebut membutuhkan lebih dari kemampuan CPU saat ini. Kemungkinan pengembangan otak dari AI ini yang menjadi halangan besar apakah perkembangan teknologi saat ini masih bisa terus bergerak eksponensial atau memiliki batas di titik tertentu. Jika dunia Research and Development (R&D) dari industri mengembangkan performa dari material chip itu sendiri, maka dari sisi akademia seharusnya melakukan riset di ujung ilmu pengetahuan material itu sendiri yaitu mencari dan mengembangkan karakteristik spesial dari material-material. Startup pengembangan chip AI kini sudah mulai menciptakan prosesor yang lebih efisien dalam hal konsumsi energy. Di dunia komputasi dan pengembangan teknologi lain, komputasi kuantum menjadi salah satu opsi yang

DIALEKTIKA I 2018

14

sangat potensial dalam menggandeng AI di masa depan. Walaupun masih dalam status perkembangan awal yang dipacu oleh IBM saat ini, tetapi potensi ini akan membuat permasalahan dan optimasi AI menjadi lebih cepat, efektif, dan efisien. Agar AI dapat bekerja lebih dalam, kuat, dan lebih kreatif, maka algoritma komputasi kuantum menjadi salah satu opsi terbaik dalam pengembangan AI ini di masa mendatang. AI di masa mendatang dapat dilihat menjadi ancaman seperti yang ditakutkan Elon Musk dan Bill Gates, tetapi bisa juga menjadi peluang melihat perkembangan dan aplikasi saat ini. Jika perubahan iklim siap mendobrak dunia dari sisi lingkungan dan bencana alam, maka AI juga siap mendobrak dari sisi dinamika ekonomi, sosial, atau bahkan politik. Masyarakat dunia harus bersiapsiap dengan perubahan sangat cepat ini. Lalu yang menjadi pertanyaan adalah seberapa siap kita menuju dunia v3.0?


OPINI SOSIAL

MENELAAH KESENJANGAN DIGITAL DI INDONESIA Fathur Rizki Departemen Hubungan Masyarakat

Perkembangan dan transformasi yang begitu cepat karena adanya globalisasi informasi mendorong negara Indonesia untuk membangun masyarakat berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi (Priambodo, 2014). Dalam proses pembangunannya tersebut, terdapat beberapa tantangan dan permasalahan yang harus dihadapi, salah satunya adalah tingginya tingkat kesenjangan digital . Secara garis besar, permasalahan ini dilatarbelakangi oleh peran Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) selama ini di Indonesia. Beberapa dekade terakhir, TIK mengalami perkembangan yang begitu pesat dan memengaruhi kehidupan masyarakat dalam berbagai aspek, seperti perizinan, jurnalisme, birokrasi, struktur industri, dan juga pasar. Seiring perkembangan tersebut, muncul suatu permasalahan fundamental yang tidak dapat dianggap remeh. Permasalahan tersebut adalah kurang meratanya distribusi infrastruktur TIK. Hal ini pada akhirnya menyebabkan terjadi kesenjangan digital. Kurang meratanya distribusi infrastruktur TIK dapat dilihat dari dua kondisi utama. Kondisi pertama, kesenjangan masyarakat yang dapat mengakses TIK dengan masyarakat yang memiliki akses terbatas atau bahkan sama sekali tidak memiliki akses. Wilayah yang paling merasakan betapa terbatasnya akses TIK kebanyakan berada di wilayah timur Indonesia, seperti daerah Papua. Di sana, masih banyak wilayah yang masih belum tersentuh infrastruktur TIK. Sehingga, tidak heran bila masyarakat di sana mengalami kesulitan untuk mengakses TIK atau bahkan buta terhadap TIK. Sebagai negara kepulauan, Indonesia sangat membutuhkan infrastruktur secara optimal dalam rangka menghubungkan koneksi antar pulau, antar masyarakat, dan antar lembaga. Akan tetapi, mengingat wilayah Indonesia yang begitu luas, yaitu sekitar 7,9 km2, tentu hal tersebut cukup sulit untuk diwujudkan. Sementara itu, kondisi kedua adalah kesenjangan antara masyarakat yang mendapat keuntungan dari teknologi dan masyarakat yang tidak mendapatkannya. Bagi masyarakat yang menggunakan TIK, banyak keuntungan yang diperoleh. Buktinya, hampir segala kebutuhan masyarakat dapat terpenuhi berkat TIK. Pelajar pada tingkat sekolah dasar misalnya. Berkat TIK, pelajar dapat mengakses segala materi pelajaran melalui internet hanya dengan menggunakan fitur pencarian Google Search. Sehingg,a tidak menutup kemungkinan pelajar tidak hanya mendapat satu bahan materi saja, melainkan pelajar berpeluang mendapatkan lebih dari satu materi pelajaran.

DIALEKTIKA I 2018

15


Justru hal yang sebaliknya terjadi pada masyarakat yang tidak mendapat keuntungan dari TIK. Masyarakat dengan kondisi tersebut justru akan mengalami ketertinggalan. Era global yang semakin dinamis dan modern justru menuntut masyarakat agar tidak buta terhadap TIK. Sebab, TIK telah menyentuh hampir segala aspek kehidupan masyarakat. Apabila masyarakat buta terhadap TIK, maka dapat dipastikan mereka akan mengalami ketertinggalan. Memang, kondisi geografis menjadi kendala utama dalam penyebaran infrastruktur TIK di Indonesia. Secara umum, setiap daerah memiliki kondisi geografis yang berbeda. Perbedaaan tersebut pada akhirnya mempengaruhi aksesibilitas TIK. Hal ini sejalan dengan hasil studi yang dilakukan oleh Chen dan Wellman (2004) bahwa faktor utama yang memengaruhi aksesibilitas dalam penggunaan internet adalah lokasi geografis. Di Indonesia, sebagian

pengguna internet terpusat di pulau Jawa, Sumatera, dan Bali dengan jumlah sebesar 70 juta pengguna. Sementara, di wilayah Indonesia bagian timur seperti Nusa Tenggara, Maluku, Papua apbila dibandingkan dengan wilayah barat, jumlah pengguna internet di sana jauh lebih sedikit, yaitu hanya sebesar 5,9 juta pengguna. Perbandingan jumlah pengguna internet antara wilayah Indonesia bagian barat dengan wilayah Indonesia bagian timur dinilai sangatlah kontras. Di pulau Jawa, Sumatera, dan Bali dengan kondisi geografis yang tidak seekstrem di wilayah timur seperti Papua, dan lainnya, menjadi alasan utama aksesibilitas TIK di wilayah barat melimpah dan aksesibilitas TIK di wilayah timur sangat minim. Sejauh ini, berbagai upaya pemerintah telah dilakukan untuk mengatasi kesenjangan digital di Indonesia, tetapi hal yang tidak bisa dihindarkan dalam penyelenggaraannya

sumber : http://sangpemikir22.blogspot.co.id DIALEKTIKA I 2018

16

adalah keterbatasan pembiayaan, terutama dalam bidang infrastruktur. Oleh karena itu, dalam rangka menutupi keterbatasan pembiayaan, menjalin mitra dengan lembaga TIK merupakan alternatif pilihan yang tepat. Dana pembiayaan yang minim mengharuskan pemerintah untuk mencari sumber pembiayaan lain, seperti dengan menjalin kolaborasi dengan lembaga terkait. Pada akhirnya, diharapkan pembangunan infrastruktur TIK dapat menyentuh seluruh wilayah yang ada di Indonesia. Referensi Kusuma, R. Y. (2014). Membangun Masyarakat Indonesia Berbasis Ilmu Pengetahuan. In B. B. Priambodo, Bersetia Bela Pancasila Demi Kejayaan Indonesia (pp. 308-315). Depok: Badan Penerbit FH UI. D., Y., & Hidayat. (2014). Kesenjangan Digital di Indoneisa (Studi Kasus Kabupaten Wakatobi). Jurnal P ekommas, 81-83 Ariotedjo, D. (2017, 11 23). Millenialnomic dan Tantangannya. Indonesia. https://kumparan.com/ditoariotedjo/millenialnomic-dan-tantangannya Setiawan, B. (2017, 2 24). Pembangunan Proyek Palapa Ring Timur Dimulai, Ditargetkan Rampung 2019. Manokwari, Indonesia http://regional.kompas.com/ read/2017/02/24/19485801/pembangunan.proyek. palapa.ring.timur.dimulai.ditargetkan.rampung.2019


O P I N I K E S E H ATA N

PELAYANAN OBAT DI ERA DIGITAL Dian Rahmawati Bendahara

Perkembangan teknologi khususnya di abad ke-21 mengubah gaya hidup menjadi serba praktis, cepat, dan instan termasuk dalam pembelian obat-obatan. Pada 12 Oktober 2016, PT GO-JEK Indonesia resmi meluncurkan fitur baru di aplikasi GO-JEK, yaitu sebuah layanan baru di bidang kesehatan bernama GO-MED (hasil kolaborasi antara GO-JEK dengan fitur Apotek Antar di aplikasi HALODOC dari PT Mensa Medika Investama) untuk memfasilitasi pemesanan obat. GO-MED tidak menyediakan produk apapun, melainkan menghubungkan pengguna aplikasi GO-JEK dengan lebih dari 1.000 apotek di Jabodetabek, Bandung, dan Surabaya. Layanan GO-MED ini ke depannya akan bersaing dengan layanan serupa yang telah ada sebelumnya, seperti ProSehat dan Obat24. GO-MED merupakan gagasan layanan, proses bisnis, dan potensi pasar yang unik dari perspektif usaha komer-

sial. Masyarakat dapat membeli dan menebus berbagai jenis obat yang tersedia dalam fitur secara online tanpa biaya pengiriman melalui GO-MED. Over-the-Counter (OTC) drugs di Indonesia terbagi menjadi obat bebas dan obat bebas terbatas yang dapat dibeli tanpa resep dokter, mirip dengan layanan pesan antar GO-FOOD atau GO-MART. Obat keras atau dulu disebut “obat daftar G� (dari kata gevaarlijk: berbahaya) dapat dibeli pasien dengan mengunggah foto resep dokter ke layanan GO-MED. Apoteker rekanan akan mengkaji foto resep, kemudian memberikan obat via pengemudi GO-JEK. Informasi penggunaan obat lalu dikirimkan melalui e-mail kepada pasien. GO-MED berpotensi memperluas keterjangkauan dari perspektif akses layanan, karena pasien dengan hambatan akses dapat menebus resep kapan saja, tanpa harus ke apotek, serta meminimalkan ketidaknyamanan pasien ketika harus menebus obat-obat yang sensitif. Akan tetapi, jika dilihat dari perspektif praktik pelayanan kefarmasian, GO-MED secara tidak langsung telah memicu profesi apoteker terbelah menjadi dua yaitu apoteker yang mengelola dan

DIALEKTIKA I 2018

menyiapkan obat, sedangkan pengemudi GO-JEK yang akan menyerahkan obat ke pasien dimana kedua pihak tersebut tunduk pada kendali pasar. Hal ini menimbulkan keresahan masyarakat terutama di kalangan apoteker. Permasalahan tersebut meliputi fungsi apoteker, cara pemberian informasi obat (PIO) yang baik dari apoteker kepada pasien, dan cara mengetahui orisinalitas dari resep obat tersebut. Peran besar apoteker dibutuhkan untuk menjaga kerasionalan penggunaan obat dan memegang kualitas layanan kefarmasian. Kemudahan yang ditawarkan untuk pasien yang menggunakan GO-MED membuka celah yang mempersulit kerja apoteker untuk memberikan pelayanan komprehensif, yaitu sulitnya apoteker untuk memastikan keaslian resep hanya berbekal foto yang diunggah ke aplikasi. Resep tersebut akan rentan dipalsukan dalam layanan GO-MED dimana resep asli akan tetap berada di tangan pasien. Hal ini dapat dimanfaatkan pasien untuk melakukan penebusan resep berulang yang memicu tingginya kasus resistensi antibiotik dan antivirus, sehingga penderita akan lebih

17

sumber : https://coconuts.co


sumber : http://channel-indonesia.com

sulit disembuhkan sehingga memberikan dampak yang luas dan tidak hanya terbatas pada keselamatan pasien. Selain itu, PIO melalui e-mail sangat tidak memadai pada pasien tertentu (pasien dalam kondisi khusus (anak-anak, lanjut usia, ibu hamil, ibu menyusui, pasien dengan penyakit penyerta), pasien yang menggunakan terapi jangka panjang atau obat dengan indeks terapi sempit, dan pasien yang menggunakan banyak obat sekaligus (polifarmasi)) tetap membutuhkan konseling interaktif dengan apoteker, informasi karakteristik pasien yang minim dari sebatas unggahan resep akan menyulitkan apoteker mengidentifikasi pasien tertentu, serta proses konseling tentu tidak bisa diwakilkan kepada pengemudi GO-JEK. Landasan hukum menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 35 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di apotek menyebutkan bahwa apotek

adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktik kefarmasian oleh apoteker, sedangkan pelayanan kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien. Resep adalah permintaan tertulis dari dokter atau dokter gigi, kepala apoteker, baik dalam bentuk paper maupun electronic untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi pasien sesuai dengan peraturan yang berlaku. Mungkin hanya akan membuang energi jika masyarakat menahan laju inovasi dan mungkin tidak bijak untuk menutup layanan GO-MED jika melihat potensinya. Peran Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) dibutuhkan untuk mengawasi pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian, PERMENKES No. 35 tahun 2014, dan kode etik apoteker. Asosiasi Apotek Seluruh Indonesia (APSI) dapat menginisiasi proses otorisasi apotek.

DIALEKTIKA I 2018

18

Usaha membatasi dampak harus dilakukan dengan memperbaiki alur dari layanan GO-MED dan perluasan bidang usaha harus didiskusikan terlebih dahulu dengan Kementrian Kesehatan dan Organisasi Profesi agar dampak yang ditimbulkan tidak membahayakan keselamatan pasien. Tindakan tepat yang sebaiknya masyarakat lakukan sebagai masyarakat jika datang ke apotek terdekat sehingga masyarakat akan mendapatkan PIO dan konseling dari apoteker serta akan mendapatkan informasi penting dalam penggunaan obat yang dipakai sehingga masyarakat dapat menghindari hal-hal yang tidak diinginkan saat mengonsumsi obat. Masyarakat harus bijak dan cerdas dalam penggunaan maupun pembelian obat, karena sehat tidaklah seinstan itu, tanya obat, tanya apoteker.


O P I N I K E S E H ATA N

MEDIA SOSIAL DAN ROMANTISASI PENYAKIT MENTAL Amalia Sevatita Departemen Bisnis dan Proyek

Seperti Anda, saya adalah penikmat dan pengguna aktif media sosial. Wadah ini memberikan saya kebebasan untuk mengekspresikan apa yang saya ingin publik atau teman saya ketahui tentang apa yang sedang saya lakukan, pikirkan, gunakan, dan lain-lain. Dengan kebebasan dan banyaknya pengguna, media sosial menjadi wadah yang efektif untuk membangun kesadaran positif terkait penyakit mental. Namun, kebebasan ini tak selalu berujung pada hasil yang positif tetapi juga munculnya romantisasi penyakit mental di media sosial. Ketik #depression #thinsperation #anxiety di laman Instagram atau Tumblr, maka Anda akan menemukan setidaknya ratusan foto yang meromantisasi penyakit mental tersebut yang membangun persepsi seolah penyakit mental adalah hal keren untuk dimiliki. Selain itu, kerap kali didapati orang-orang yang

terlalu cepat mendiagnosa dirinya dan salah menempatkan kata depresi dengan menuliskan caption di media sosial seperti misalnya “IP gue hancur. Gue depresi.” atau “Gue depresi karena baru putus dari pacar.” Pernah juga muncul video percobaan bunuh diri yang viral di Facebook dan Instagram, serta hal yang lebih absurd dan menggelitik adalah toko online yang memanfaatkan penyakit mental untuk mengeruk untung dengan menjual kaos bertuliskan “Stressed. Depressed. But well dressed.” yang dapat diartikan bahwa tidak masalah Anda mengalami depresi dan stress asalkan Anda tetap berpakaian baik. Atas dasar apa depresi dapat dibenarkan dan baik-baik saja sepanjang Anda berpakaian baik? Adalah paradoks bahwa penderita penyakit mental tertarik untuk mempublikasikan dan mengglamorkan penyakit

DIALEKTIKA I 2018

19

yang ia miliki. Pasalnya, penyakit tersebut adalah penyakit serius yang sangat menyakiti dan mengganggu kehidupan penderitanya. Salah satu contohnya adalah depresi. Depresi mengoyak kesenangan dan harapan pada siapapun yang mengalaminya dan menyebabkan penderitanya mengalami perasaan hampa sehingga penderita kehilangan kesenangan pada hal apapun yang biasanya ia sukai. Selain itu, depresi tidak sama dengan kesedihan normal; depresi berlarut dan berlangsung dalam waktu yang lama dan dapat menimbulkan pikiran untuk bunuh diri bagi penderitanya. Dengan fakta tersebut, menjadi paradox ketika penderita depresi justru mengglamorkan penyakit yang ia miliki di media sosial dengan mengunggah kutipan foto ataupun caption terkait depresi. Adalah paradoks juga ketika foto-foto perbuatan menyakiti diri dengan menggoreskan


silet ke tangan, foto hasil diet berlebihan serta foto kaos dengan tulisan “Stressed. Depressed. But well dressed� dipublikasikan, disebarluaskan bahkan dijual ke netizen. Perbuatan tersebut bukan hanya bentuk romantisasi penyakit mental, melainkan juga menciptakan stigma negatif bahwa penyakit mental adalah hal lumrah, keren, dan seolah membuat siapapun yang mengalaminya adalah manusia yang unik. Romantisasi juga sama sekali tidak menolong mereka yang menderita penyakit tersebut, tetapi justru akan menyakiti dan mendorong mereka pada lubang yang jauh lebih dalam. Media sosial mempunyai kemampuan besar untuk mempengaruhi orang me-

lakukan sesuatu sehingga meromantisasi penyakit tersebut dapat mendorong orang-orang meniru perbuatan desktruktif tersebut dan justru akan menyakiti penderitanya. Penyakit mental itu sakit, layaknya penyakit fisik lainnya dan mempublikasikannya di media sosial dengan dalih self-expression adalah perbuatan paradoks dan tidak dapat dibenarkan. Kita tidak akan pernah paham seutuhnya penyakit tersebut sampai kita sendiri yang mengalaminya. Maka dari itu dengan semakin banyaknya penderita penyakit mental di era digital, sudah seharusnya masyarakat berhenti mengglamorkan penyakit tersebut dan harus mulai melek soal penyakit tersebut, membuang

DIALEKTIKA I 2018

20

jauh stigma negatif terhadapnya, peduli dengan mereka yang mengalaminya serta menggunakan fitur report ketika menemukan foto, video ataupun caption yang meromantisasi penyakit mental.


RESENSI BUKU

THE LUNAR CHRONICLES #1 CINDER Puji P. Rahayu Controller

“Mungkin, banyak rahasia yang tersimpan dalam dirinya. Akan tetapi, dia tidak pernah membohongimu.”

Judul: Cinder Seri: The Lunar Chronicles #1 Penulis: Marissa Meyer Penerjemah: Yudith Listiandri Penyunting: Selsa Chintya Proofreader: Titish A.K. Penerbit: Penerbit Spring Tahun terbit: Januari 2016, cetakan pertama Tebal buku: 384 halaman ISBN: 978-602-71505-4-6

Wabah baru tiba-tiba muncul dan mengecam populasi penduduk Bumi yang dipenuhi oleh manusia, cyborg, dan android. Sementara itu, di luar angkasa, orang-orang Bulan mengamati mereka, menunggu waktu yang tepat untuk menyerang. Cinder—seorang cyborg—adalah mekanik ternama di New Beijing. Gadis itu memiliki masa lalu yang misterius, diangkat anak dan tinggal bersama ibu dan dua orang saudari tirinya. Suatu saat, dia bertemu dengan Pangeran Kai yang tampan. Dia tidak mengira bahwa pertemuannya dengan sang Pangeran akan membawanya terjebak dalam perseteruan antara Bumi dan Bulan. Dapatkah Cinder menyelamatkan sang Pangeran dan Bumi?

DIALEKTIKA I 2018

21


Resensi: Linh Cinder adalah cyborg yang terkenal sebagai mekanik ternama di New Beijing. Bersama dengan Iko, sebuah android, Cinder membuka sebuah kios di pasar. Jati dirinya yang memang bukan manusia sepenuhnya, terkadang membuat banyak orang memandang jijik pada Cinder. Begitu pula dengan ibu tirinya, Linh Andri, dan putrinya, Pearl. Untungnya, adik Pearl, Peony, masih mau untuk berteman dengan Cinder. Suatu ketika, pangeran mahkota Persemakmuran Timur, Kai, mengunjungi kios Cinder untuk memperbaiki android miliknya, Nainsi. Dengan kemampuan cyborg-nya, tidak heran kalau Cinder bisa mengenali Kai dalam samaran. Sejak saat itu, entah mengapa, Kai dan Cinder menjadi sering bertemu, mulai dari di kios Cinder, laboratorium kerajaan, hingga Kai yang memang mengundang Cinder untuk bertemu. Sampai terakhir, Kai bermaksud mengundang Cinder dalam Festival Pesta Dansa kerajaan. Di lain sisi, wabah letumosis sedang menyerang dunia. Wabah ini sangatlah berbahaya dan belum ditemukan obatnya. Kondisi Persemakmuran Timur semakin merosot karena Kaisar Rikan, akhirnya meninggal dunia karena penyakit ini. Otomatis, Kai harus siap menggantikan ayahnya dan menghadapi Ratu Levana--Ratu Bulan yang begitu licik dan tidak memiliki perasaan. Levana berjanji untuk memberikan obat penawar letumosis apabila Kai mau melakukan aliansi perdamaian yang ditawarkan. Aliansi apa yang ditawarkan oleh Levana? Ba-

gaimana Kai menghadapinya? Lalu, apa sa Meyer begitu apik. hubungan semua ini dengan kehidupan Setidaknya, Meyer mencoba menunCinder? Buku pertama dari seri The Lunar jukan bagaimana kehidupan di dunia ini Chronicles ini akan menjawabnya. setelah berbagai teknologi ditemukan. Banyak sekali kemudahan yang tercipta. *** Meskipun tidak menutup kemungkinan ada berbagai bentuk penyalahgunaan The Lunar Chronicles merupakan teknologi yang ada. Apa yang dilakukan sebuah seri fiksi-ilmiah yang ditulis oleh oleh Ratu Levana pada dasarnya meruMarissa Meyer. Mengambil latar dunia pakan bentuk penyalahgunaan dari tekmodern, yakni pada Third Era, zaman nologi yang ia miliki. Hal ini digunakan setelah berakhirnya Peran Dunia IV. Di untuk menekan kekuasaan dari Kai, pensini, Meyer mencoba untuk menggam- guasan Persemakmuran Timur. barkan bentuk modern dari dunia. Mulai Bagi yang ingin menemukan karya dari tata pemerintahan dunia yang lebih retelling yang tidak biasa, Cinder dapat sederhana, hanya ada enam negara saja, menjadi pilihan. Selain mencampurkan Persemakmuran Timur, Eropa, Afrika, unsur fiksi ilmiah dan dongeng, Cinder Amerika, Inggris, dan Australi, hingga juga berusaha menggambarkan bateknologi-teknologi yang berkembang, gaimana diskursus akan politik dunia seperti adanya hover dan portscreen. tercipta setelah Perang Dunia IV beMeyer berhasil menggambarkan semua rakhir. Menurut saya, Cinder merupakan itu dengan detail. Kemudian, hal yang bacaan ringan yang di satu sisi membuat paling saya sukai dari novel ini adalah, re- pembaca berpikir lebih jauh akan apa telling dongeng klasik yang tidak biasa. yang akan terjadi di dunia saat teknologi Jujur, saya begitu menyukainya. begitu maju dan lainnya. Pada akhirnya, Awalnya, saya tidak sebegitu berbagai bentuk ketidakadilan pun terberkekspektasi dengan novel ini. Saya cipta. Apalagi, di masa ini, manusia tidak sekadar mengharapkan suatu bacaan hidup sendirian. Akan tetapi berdampinringan. Nyatanya, semua itu salah. Saya gan dengan android dan juga cyborg. sangat ketagihan dengan novel ini dan Bukankah begitu rumit kehidupan yang berdoa semoga novel ini tidak cepat ada di masa tersebut? tamat. Meyer berhasil memorak-porandakan saya dengan cerita yang ia sajikan. Pada akhirnya, saya penasaran bagaimana cara Kai menghadapi Levana, hingga identitas sebenarnya dari Cinder. Saya sampai geleng-geleng kepala saat mennyadari bahwa imajinasi dari Maris-

DIALEKTIKA I 2018

22


PELUANG ATAU DILEMA Aryan Nugroho Departemen Kesekretariatan

Sibuk Itulah manusia Yang selalu berorientasi pada kehidupannya

Namun, kecanggihan ini membuat aku pada akhirnya gelap mata Hal yang tak terduga terjadi Pemborosan... Kekisruhan... Panas... Mengerikan‌. Semakin canggih dayaku, semakin buruk keadaanku

Beraneka ragam manusia ada di dunia Apakah ini yang dinamakan masyarakat?

PU

Bukan zaman sekarang katanya.... Kalau tidak pakai smartphone.. Klik sana, klik sini, tujuan tercapai Bahagia karena mendaptkan yang diharapkan

Masyarakat canggih dengan beragam teknologi Smartphone membuktikannya.... Peluang besar diraih Keburukan juga diambil Sanggupkah kita memahami arti canggih?

Canggih... Ya! Manusia memang canggih Karena kesibukannya selalu menggunakan smartphone

Bagiku tidak Bagiku, tetap saja.. banyak dilema yang akhirnya tercipta

Aku adalah salah seorang manusia Yang mengikuti perkembangan ini Yang mengamati apa yang terjadi di dunia ini Aku sakit... tapi tak mau langsung minum obat Aku hanya perlu informasi yang sesuai dengan kemauanku Teknologi dapat kujangkau dan ia mengerti keadaanku Cepat, tepat, dan membuat diriku tidak mengeluh sakit

I

Peluang besar untukku Untuk selalu menjaga kesehatanku Karir dan masa depanku Terbantu dengan kecanggihanmu Teknologi....

DIALEKTIKA I 2018

23

I

S


Mencicipi Masa Lalu Shendy Resnanda Departemen Pengembangan Sumber Daya Manusia

CE R

E

P N

Kereta selalu tampak ramai di sore hari. Semua orang berbondong-bondong untuk segera pulang dan beristiharat. Termasuk remaja SMA yang ber-name-tag Lisa Anggrani Putri. Ia terlihat fokus dengan ponsel di tangannya. Sebuah headset pun tergantung rapi di telinga. Ia tampak tak mempedulikan keadaan di sekitarnya. Apa yang dilakukan oleh Lisa ini juga dilakukan oleh penumpang kereta lainnya. Hampir semua orang yang berada di dalam kereta tersebut, tengah sibuk dengan ponsel masing-masing. Lisa melirik sebentar ke arah jendela saat kereta yang ia tumpangi akan berhenti di stasiun tujuannya. Setelah kereta benar-benar berhenti, ia segera turun dari kereta dan, tentu saja, masih sibuk dengan ponsel yang ia bawa. “Iya, Pak. Saya tunggu di depan stasiun ya, Pak!” ucap Lisa seraya berjalan ke arah pintu keluar stasiun. Di pinggir pintu keluar stasiun, banyak orang yang berkerumun. Sepertinya, mereka sedang menunggu. Entah menunggu jemputan atau menunggu ojek online seperti yang sedang Lisa lakukan. Cukup lama Lisa menunggu kedatangan abang ojek online yang sudah ia pesan. Lisa terus mengecek keberadaan sang driver melalui ponselnya. Setelah mengirimkan pesan singkat kembali, akhirnya sang driver sampai juga dan bersiap mengantar

DIALEKTIKA I 2018

24

Lisa sampai tujuan. *** “Assalamualaikum! Mama, aku pulang!” ucap Lisa seraya melepas sepatu dan berjalan ke arah kamarnya. “Waalaikumsalam. Lisa, segera mandi dan makan malam, ya,” sahut mama dari arah dapur. Mama Lisa tahu bahwa Lisa sedang mandi kala tak ada sahutan balasan yang terdengar. Setelah selesai mandi, Lisa bergegas menuju ruang makan. Mama sudah duduk di salah satu kursi di meja makan. Lisa tersenyum sekilas dan mengambil duduk di depan mamanya. Suasana makan malam hari ini terasa begitu hening dan sepi. Kursi kepala keluarga kosong karena papa sedang pergi ke luar kota. Padahal, biasanya Papa-lah orang yang menghidupan suasana di rumah supaya lebih berwarna. “Ma, Papa sampai berapa lama di Kalimantan?” tanya Lisa sambil menyantap makan malamnya “Satu minggu, Lis. Kata papa, banyak yang harus diperiksa di sana,” jawab perempuan paruh baya yang masih tampak cantik di usianya yang sudah memasuki angka 45. Lisa hanya mengangguk menanggapi jawaban mama. “Lisa, besok kan hari Minggu. Gimana kalo kamu temenin mama?”


“Ke acara mama dan teman-teman mama itu? Nggak mau ah, Ma. Lisa nggak tertarik.” “Loh, kenapa? Di sana kan juga ada anak teman-teman mama yang lain,” tanya mama sambil mengernyitkan kening dengan heran. Tidak biasa-biasanya Lisa berkata demikian. “Nggak mau. Kenapa Lisa harus mau ikut ke acara ibu-ibu? Mama tahu nggak sih, itu anak teman-teman mama yang ikut kan karena mereka aneh. Masa ikut ke acara ibu-ibu?” jelas Lisa sambil meneruskan makannya. “Lisa nggak boleh ngomong gitu! Ayo ikut mama. Daripada kamu di rumah nonton youtube atau drama-drama itu, lebih baik kamu ikut mama. Kamu bisa berteman dengan anak-anak teman mama, kamu bisa punya teman baru,” bujuk mama dengan lebih halus. “Lisa nggak mau teman baru, Ma. Lisa udah seneng kok dengan aktivitas yang Lisa lakukan.. nonton youtube, main instagram, nonton drama… daripada ketemu anak-anak teman mama. Nggak asyik tahu, Ma,” elak Lisa. “Lisa, mama kasih tahu ya… Zaman mama dulu di saat seusia kamu itu nggak ada ponsel dan laptop. Terus… youtube, instagram, gitu-gitu nggak ada.. tapi mama merasa bahagia,” “Kok bahagia sih hidup di zaman dulu yang nggak ada apa-apanya ?” Lisa merasa ada yang salah dengan ucapan mama. Mana mungkin bahagia kalau tidak ada ponsel, laptop, youtube dan instagram, pikirnya. “Mama merasa bahagia karena mama punya banyak teman di sekitar mama. Jalan-jalan dengan teman mama, bercanda, hingga bercerita dan tertawa ber-

sama dengan teman-teman. Bukannnya terus-terusan bersama dengan benda mati yang nggak bisa kamu ajak ngobrol,” terang mama sambil menatap Lisa lekat-lekat. “Lisa juga punya teman, Ma.” “Hanya teman sekolah kamu, Lisa. Itupun, kamu jarang sekali ikut kegiatan sekolah jadi pasti teman kamu hanya teman di kelas saja.” “Lisa punya teman-teman selain di sekolah, kok.” “Siapa? teman-teman kamu di dunia online itu? Kamu nggak akan merasakan bahagia yang sebenarnya Lisa.. Berkumpul bersama teman, tertawa bersama, itu jauh lebih menyenangkan dibandingkan dengan tertawa sendirian melihat chat kamu dan temanmu itu.” Lisa terdiam mendengarkan ucapan mamanya. Selama ini, Lisa berpikir bahwa kehidupannya sudah menyenangkan. Sekolah, pulang sekolah mengerjakan tugas, lalu bermain dengan gawainya. “Lisa nggak ngerti dengan apa yang mama bilang, tapi Lisa rasa, Lisa sudah bahagia dengan apa yang Lisa lakukan sekarang ini” “Mama bukannya mengatakan apa yang kamu lakukan sekarang tidak membuat kamu merasa bahagia. Mungkin kamu merasa bahagia tapi mama bilang kamu akan merasa jauh lebih bahagia ketika kamu benar-benar memiliki teman yang secara nyata kamu temui. Kamu harus lebih banyak ikut kegiatan di luar, Lisa.” “Itu buang waktu, Ma. Lebih baik tinggal di rumah dan nonton,” sahut Lisa seraya beranjak dari tempat duduknya, “sudahlah. Lisa ingin lanjut nonton.” Mama mama hanya bisa geleng-geleng kepala

DIALEKTIKA I 2018

25

melihat apa yang dilakukan Lisa. Mama harap kamu akan mengerti arti kebahagiaan sesungguhnya Lisa, ucap mama dalam hati. *** Sinar matahari mulai masuk ke kamar Lisa melalui ventilasi. Lisa merasa cukup terganggu dengan suara kicauan burung dan suara ayam berkokok di pagi hari. Sejak kapan ada suara burung dan ayam berkokok? pikir Lisa seraya beranjak bangun. Suasana kamar ini bukan seperti suasana kamarnya. Lisa mulai bertanya-tanya. Dimana dia sekarang? Dan kamar siapa ini? “Shinta! Tidak biasanya kamu bangun terlambat. Ayo bantu Ibu ke pasar,” ucap seorang perempuan paruh baya yang kini berdiri di ambang pintu kamar Lisa. “Nenek?” tanya Lisa tidak percaya melihat sosok perempuan di depannya ini. Bukan kah ini nenek? Ibunya mama? Kenapa jadi terlihat muda?, pikir Lisa bingung. “Nenek ? Kamu sekarang memanggil Ibu nenek? Kamu pasti mimpi aneh, Ayo cepat bangun. Segera mandi dan bantu Ibu ke pasar,” ucap perempuan paruh baya yang diyakini Lisa sebagai neneknya itu. Tanpa berkata lagi, perempuan itupun beranjak dari ambang pintu kamar. “Shinta lagi aneh, Pak. Masa Ibu dipanggil nenek. Ada-ada saja,” sayup-sayup terdengar gerutuan suara kekehan tawa dari ruang keluarga. Lisa mengenali suara-suara tersebut sebagai suara nenek dan kakeknya. “Iitu tadi nenek kan? Nenek waktu masih muda. Aku yakin pernah melihat


wajah nenek masih muda di album foto. Hemm… dan apa tadi? Nenek memanggilku Shinta? Shinta kan, mama…,” gerutu Lisa. Dengan bingung, Lisa keluar dari kamar yang terlihat tua ini. Rapi memang, tapi terlihat sangat kuno dan tradisional. “Pagi, Shinta! Ayo cepat mandi sana! Sebelum Ibumu menggerutu sepanjang pagi hari,” kata seorang laki-laki paruh baya yang terlihat sibuk dengan kopi dan TV berlayar hitam-putih di depannya. Lisa bingung harus mengucapkan apa. Dia pernah melihat lelaki ini, tapi hanya di foto. Lisa tahu laki-laki ini adalah ayah dari mama Lisa yang sudah meninggal ketika Lisa masih sangat kecil. Dengan bingung, Lisa melihat sekeliling rumah. Ini bukanlah rumahnya. Lisa tahu rumah ini. Dalam setahun, Lisa akan berkunjung ke rumah ini beberapa kali. Akan tetapi, rumah ini terlihat berbeda. Terlihat lebih tradisional dibandingkan rumah yang biasanya Lisa kunjungi. “Kenapa kamu berdiri di situ? Ayo cepat mandi sana dan segera temani Ibu ke pasar,” ujar seorang laki-laki bertubuh tinggi yang baru masuk ke dalam rumah lewat pintu depan. Paman Hadi versi muda, pikir Lisa. Sosok paman yang selalu memanjakan Lisa ini terlihat jauh lebih muda dari yang biasa Lisa lihat. Dengan bingung, Lisa pun berjalan ke arah dapur. Jika ini memang rumah nenek, maka sudah pasti kamar mandinya terletak di dapur, pikir Lisa. Dengan ragu, Lisa berjalan ke arah dapur dan berhasil menemukan letak dari kamar mandi. Ini benar-benar rumah nenek, ucap Lisa seraya melihat sekitar dapur dan masuk ke kamar mandi. Betapa terkejutnya Lisa ketika ia melihat pantulan bayangannya

di cermin. Ia melihat sosok ibunya ketika masih muda di cermin tersebut. Lisa memegang wajahnya denga ragu. “Ini badan mama, tapi ini aku.” Lisa terdiam melihat wajah cantik mamanya yang terpantul dari cermin di depannya. Jadi, ini adalah badan mama, tapi ini jiwa aku. Tadi itu benar-benar nenek, kakek, dan paman Hadi ketika masih muda dan ini juga badan mama ketika mama masih muda, pikir Lisa setelah menyadari semua keanehan yang terjadi. “Jadi aku menjadi mama yang masih muda? Kembali ke zaman mama? Ini tahun berapa?” racau Lisa. Dengan segera, Lisa menyelesaikan mandinya untuk segera keluar dan melihat kalender. “3 Juni 1989?!” pekik Lisa terkaget. Lisa menyadari di tahun tersebut, mamanya masih duduk di bangku SMA. Kemungkinan, baru berumur 17 tahun. “Kamu kenapa kaget melihat kalender? Ayo cepat ke pasar sebelum kamu jalan-jalan bersama teman-temanmu,” ujar nenek Lisa seraya meraih pergelangan tangan Lisa dan membawa pergi ke pasar. *** Lisa menatap suasana di sekelilingnya dengan takjub. Tidak pernah dilihatnya pemandangan seperti ini selama 17 tahun hidupnya. Lisa hanya akan berbelanja di mall dekat rumahnya dan pulang tanpa perlu mengenal petugas kasir. Akan tetapi, sekarang dilihatnya semua orang bercengkerama dengan sangat ramai dan melakukan tawar-menawar dengan candaan. “Pagi, Shinta! Selalu cantik seperti biasanya, ya,” goda seorang Ibu penjual sayur. Lisa hanya tersenyum kecil mendengar godaan Ibu penjual sayur terse-

DIALEKTIKA I 2018

26

but. “Shinta tampak pendiam Bu Ratna. Apa Shinta sedang sakit?” tanya Ibu penjual sayur itu bingung. “Tidak, dia sudah terlihat aneh semenjak bangun tidur. Entah tadi malam mimpi apa anak ini,” jawab nenek Lisa sembari memilih beberapa jenis sayur. “Shinta!” teriakan seseorang mengejutkan Lisa dari arah samping kanannya “Ayo kita jalan-jalan! Bukankah kita sudah berencana untuk berjalan-jalan di sawah?” ucap seorang remaja cantik berkacamata. “Tidak, Dewi. Shinta harus membantu Ibu membawa semua belanjaan ini ke rumah. Baru kemudian bisa ikut kamu jalan-jalan. Lagi pula kalian pasti belum sarapan,” sahut nenek Lisa seraya menyerahkan semua kantong keresek berisikan sayur kepada Lisa. Dewi? Dewi siapa? Teman mama? pikir Lisa bingung. Lisa hanya diam mendengar perdebatan antara neneknya dan gadis bernawa Dewi di depannya itu. “Yah, ibu. Teman-teman sudah menunggu di pondok. Kasihan mereka kalau menunggu lama. Masalah sarapan pagi, ibu tenang saja. Sawah yang kami kunjungi dekat dengan rumah Anwar,” rayu Dewi seraya menatap dengan wajah memelas ke arah nenek Lisa. “Ckck… Selalu saja kalian ini. Baiklah, kali ini aku izinkan karena belanjaan hari ini tidak terlalu banyak. Tapi tidak untuk minggu-minggu selanjutnya dan jangan lupa sampaikan salamku untuk Ibunya Anwar,” ujar nenek Lisa pada akhirnya seraya mengambil kembali kantong keresek berisi sayuran yang tadi diserahkannya kepada Lisa. “Siap! Ibu memang yang terbaik. Ayo, Shinta! Kita segera ke sawah. Teman-te-


man yang lain sudah menunggu kita,” ucap Dewi bersemangat sambil menggandeng tangan Lisa. Dewi pun mengarahkan Lisa menuju sawah yang akan mereka kunjungi. Di sepanjang jalan, Dewi terus memberitahu Lisa apa yang akan mereka lakukan hari ini. Lisa hanya mendengarkan sambil bertanya-tanya, siapa lagi orang yang akan ia temui nanti. *** Lisa melihat pondok di tengah sawah. Di sana sudah ada tiga remaja laki-laki yang tengah bercanda dengan serunya. Apakah pondok itu yang dimaksud Dewi? Siapa tiga laki-laki itu? pikir Lisa. “Dendi! Anwar! Bima!” teriak Dewi seraya melambaikan tangannya ke arah 3 laki-laki tersebut. Lambaian tangan Dewi disambut dengan baik oleh ketiganya. Bima ? Jangan bilang Bima Kusuma, pikir Lina sambil menaiki pondok dan betapa terkejutnya Lisa melihat sosok ayahnya duduk santai seraya tersenyum cerah ke arahnya. Ayah!, pekik Lisa dalam hati. Ini ayahnya ketika masih muda, Lisa sangat mengenal sosok lelaki kebanggaannya itu. “Shinta… kenapa melihat Bima seperti itu? Jangan bilang kamu dan Bima…,” ucap lekaki entah siapa namanya yang berada tepat di samping kanan Bima. Setelah mendengar ucapan tersebut, teman-teman yang lain pun bersorak heboh. “Apa kamu Anwar? Ada-ada saja,” sahut Bima. Kemudian, mereka semua mulai asyik bercerita tentang apa yang terjadi di sekolah dan rumah masing-masing. Mereka saling menceritakan bagaima-

na ibu mereka yang galak ketika marah namun yang selalu mereka sayang. Kemudian, mereka pun bercanda dengan mulai saling mengejek satu sama lain. Lisa tersenyum seraya sesekali tertawa mendengar cerita mereka. Lisa merindukan suasana seperti ini. Dia pernah merasakannya ketika dia masih duduk di bangku sekolah dasar, ketika dia belum begitu mengenal ponsel dan internet. Terlebih youtube dan instagram. Ketika itu, Lisa dan teman-temannya akan bercanda dan bermain bersama. Mereka tidak menggunakan ponsel untuk bercerita. Mereka akan bertemu secara langsung di taman komplek rumah. Seperti sekarang ini. Tapi ini begitu mengejutkan karena mereka masih seperti ini di usia mereka yang sudah 17 tahun. Mungkin karena belum adanya ponsel dan internet mereka jadi seperti ini. Tapi, meskipun sudah ada internet, pertemuan secara langsung, dapat berkomunikasi dengan bertatap muka ini lebih baik dibandingkan dengan melalui chat. Lisa menyadari betapa bahagianya mamanya dulu ketika di usianya meski tak memiliki ponsel, internet, youtube, instagram dan, semua media masa kini yang memudahkan semua orang namun juga menjauhkan. Senja datang menghampiri. Terlihat semua orang sudah mulai kembali ke rumah masing-masing. Begitu pula dengan kelima remaja ini. Lisa menatap kepergian teman-teman orang tuanya, serta ayahnya, Bima, yang berjalan terus beriringan bersama yang lainnya. Sungguh waktu cepat sekali berlalu dan yang mereka lakukan hanyalah duduk santai di sawah dan bersenda gurau. Saat waktu makan siang tiba, mereka ke rumah Anwar.

DIALEKTIKA I 2018

27

Lisa tidak pernah merasakan makan di rumah temannya. Disambut baik oleh keluarga temannya. Bahkan, Lisa baru menyadari tidak ada teman yang benar-benar dekat dengannya. Mungkin inilah maksud mamanya malam itu. Ingin Lisa memiliki banyak teman yang dapat diajak bermain. Bertatap muka secara langsung dan merasakan bahagia yang sesungguhnya. Tidak merasa bahagia hanya karena media elektronik yang bahkan tidak bisa diajak berbicara. Pukul 19.00 suasana rumah sudah sangat sepi. Tidak terdengar aktivitas apapun di luaran sana. Semua orang pergi ke kamar masing-masing untuk beristirahat. Lisa menatap langit-langit kamar mamanya. Kamar yang menemani mamanya ketika berumur belasan. Lisa tersenyum mengingat apa yang telah dia lakukan di tahun 1989 ini bersama teman-teman mamanya dan juga papanya yang masih muda. Pengalaman yang sangat luar biasa. Lisa merasa dia akan baik-baik saja di kehidupan yang sederhana ini jika dia dapat sebahagia ini. Tidak perlu memiliki ponsel. Tidak perlu mengenal internet. Dia yakin akan baik-baik saja. *** Lisa merasa terganggu dengan suara alarm yang berasal dari ponselnya. Diraihnya benda tipis berwarna hitam di sekitar tempat tidurnya itu untuk menghentikan suara berisik yang ditimbulkan.


10.00. Angka itu terpampang di layar ponsel yang Lisa pegang. Sebentar.. ponsel? Dengan cepat Lisa beranjak dari tempat tidurnya dan melihat keadaan di sekitarnya. Ini kamarnya. Benar-benar kamarnya. Lisa bisa melihat di atas meja belajar terdapat laptop dan semua benda-benda milik Lisa. Di tangannya pun ada ponsel berwarna hitam kesayangannya. “Aku sudah kembali ke tahun 2017… atau itu tadi hanya mimpi?” lirih Lisa saat melihat kalender di meja belajarnya. “Mama!” teriak Lisa seraya berjalan keluar dari kamar. Dilihatnya rumahnya sudah kosong. Mama sudah pergi ke acara itu, pikirnya. “Dewi!” Lisa segera pergi mencari mencari kumpulan album orang tuanya dengan tergesa-gesa. Ini benar-benar Dewi, Anwar, mama, dan papa ketika masih muda. Jadi yang aku alami itu nyata? ***

sumber : https://www.istockphoto.com

Setelah mandi dan juga berganti pakaian. Lisa memutuskan untuk keluar rumah. Memutuskan untuk berjalan-jalan di sekitar komplek rumahnya, Lisa banyak bertemu dengan orang-orang yang baru saja selesai berolahraga atau sekadar bercengkerama di luar rumah. Sibuk dengan ponsel dan dunia maya, nyatanya membuat Lisa lupa bahwa masih banyak orang di sekitarnya yang dapat membuatnya merasa bahagia. Rasanya Lisa ingin bermain bersama dan melakukan banyak hal yang tidak dia lakukan bersama teman-temannya. Ponsel dan internet itu memang penting. Akan tetapi, bukan berarti kedua hal itu yang akan membuat kita merasa benar-benar bahagia.

DIALEKTIKA I 2018

28


DIALEKTIKA I 2018

29


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.