
3 minute read
BIOLOGI BULETIN BIOTIN
Sambutan
KAHIM DAN WAKAHIM
Advertisement
Assalamualaikum Wr Wb
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya kepada kita semua. Sholawat serta salam kita persembahkan kepada nabi kita, Nabi
Muhammad SAW
Perasaan bahagia sudah sepatutnya kita ungkapkan atas rilisnya Buletin Himbio
Unpad DP XLIV yang dapat meningkatkan komunikasi dan informasi melalui pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai sarana komunikasi yang dapat diakses oleh siapapun.
Besar harapan kami bahwa setiap informasi yang terdapat di dalamnya dapat meningkatkan wawasan dan pengetahuan bagi setiap orang yang membaca.
Sekian sambutan dari kami, sekiranya ada salah kata, kami mohon maaf sebesarbesarnya.
Wassalamualaikum Wr Wb
Tim Redaksi
Penanggung jawab: Delanita Oktaviani | Pemimpin redaksi: Citra Yuliani | Penanggung jawab rubrik utama: Zakiyya Yasmin | Penanggung jawab konten figur: Anis Syarifa | Penanggung jawab info lomba dan beasiswa: Zakiyya Yasmin |
Penanggung jawab konten mahasiswa: Mu’amar
Huzaifi | Penanggung jawab konten himpunan: Citra
Yuliani | Editor utama: Zakiyya Yasmin | Designer: Zakiyya Yasmin dan Aisha Shafanyda
Highlight
Figur Mahasiswa •
Aulia Shafa Kamila, Sosok Presiden ESU Unpad 2023
Kegiatan Angkatan • 2019 | 2020 | 2021 | 2022
Kegiatan Himpunan •
Bio Society
Komposer 2023
Harmonic For Good Skills 1.0
Artikel Biotin
Daun Herbal
Rhinacanthus nasutus
Penulis : Aisha Shafanyda
Editor : Zakiyya Yasmin
Tak banyak orang tahu bahwa tumbuhan liar ini memiliki banyak khasiat yang luar biasa. Rhinacanthus nasutus atau sering dikenal dengan daun manukan merupakan jenis tumbuhan semak liar yang termasuk ke dalam famili Acanthaceae Daun ini merupakan tanaman obat yang terkenal di

India, Cina, dan Asia Tenggara termasuk Thailand. Seluruh bagian pada tanaman ini banyak digunakan dalam praktik pengobatan tradisional untuk menyembuhkan berbagai kondisi penyakit Secara tradisional biji, akar, dan daun tanaman Rhinacanthus nasutus telah digunakan untuk melawan penyakit kudis Bagian akar direbus dengan susu

Rhinacanthus nasutus telah digunakan untuk melawan penyakit kudis Bagian akar direbus dengan susu dan digunakan sebagai afrodisiak. Rebusan akar juga bisa digunakan sebagai penangkal gigitan ular berbisa Selain bagian akar, bagian batang dan daun tanaman juga dapat digunakan untuk mengobati tuberkulosis paru-paru dan tekanan darah tinggi. Bagian daun pada tanaman Rhinacanthus nasutus merupakan bagian yang memiliki banyak khasiat Bagian daun tanaman ini biasa dijadikan obat dan disediakan dalam bentuk rebusan dan teh herbal yang diberikan secara internal kepada masyarakat untuk pengobatan hepatitis, diabetes, hipertensi, sedangkan untuk aplikasi di luar tubuh berupa pasta digunakan oleh masyarakat yang menderita psoriasis, eksim, kurap, serta peradangan. Daun pada tanaman ini juga bisa digunakan untuk biang keringat dan kudis Beberapa laporan mengungkapkan cerita masyarakat dalam praktik pengobatan tradisional menggunakan daun dari Rhinacanthus nasutus. Ekstrak daun telah dilaporkan memiliki aktivitas antimikroba terhadap S. mutans, S. epidermidis, P. acnes, dan S. aureus. Penggunaan daun Rhinacanthus nasutus dalam pengobatan penyakit kulit yang disebabkan oleh jamur juga telah dilaporkan, ekstrak daun memiliki aktivitas fungisida yang bekerja pada dinding sel yang menyebabkan degenerasi dan kematian. Ekstrak daun tanaman ini juga menunjukkan aktivitas larvasida yang signifikan terhadap Culex quinquefasciatus, Anopheles stephensi, dan Aedes aegypti serta mencegah munculnya larva menjadi dewasa. https://tracuuduoclieu.vn/









Sumber :
Antonysamy, J. (2017). In Vitro Phytochemical and Antibacterial Studies on Rhinacanthus Nasutus (L.) Kurz - A Medicinally Important Plant Journal of Microbiology & Experimentation, 4(2), 2–5
Brimson, J M , Prasanth, M I , Malar, D S , Brimson, S , & Tencomnao, T (2020) Rhinacanthus nasutus “Tea” Infusions and the Medicinal Benefits of the Constituent Phytochemicals. Nutrients, 12(12): 3776

Trenggiling merupakan satu-satunya mamalia yang seluruh tubuhnya diselimuti sisikTrenggiling (Manis javanica, Desmarest 1822) termasuk dalam ordo Pholidota (satwa bersisik) yang hanya memiliki satu famili, yaitu Manidae, tujuh spesies dan satu genus Manis.
Trenggiling memiliki lidah yang panjang berbentuk seperti cacing untuk menghisap sekitar 200 000 ekor semut setiap malamnya
Trenggiling termasuk satwa tanpa gigi dengan kerongkongan memanjang dan pengurangan mandibles. Trenggiling juga memiliki ekor yang panjang dan kuat dengan seluruh bagian tubuh hingga ekor yang dipenuhi sisik yang merupakan modifikasi keratin kulit (rambut atau epidermis).
Sisik dari trenggiling yang terletak di seluruh permukaan tubuhnya dianggap memiliki khasiat dan dijadikan sebagai obat tradisional ayang belum terbukti khasiatnya secara ilmiah oleh beberapa kepercayaan masyakarat
Sisiknya digunakan untuk menyembuhkan sakit pinggang dengan cara dibakar dan sisik tersebut kemudian dimakan, namun ada juga masyarakat yang menggunakan sisik trenggiling yang dibakar itu dengan cara dioleskan pada bagian pinggang yang terasa sakit, daging dari trenggiling ini digunakan untuk bahan dasar konsumsi hidangan mewah, dan kulitnya digunakan untuk produksi aksesoris sebagai penunjang gaya hidup Oleh karena itulah, masih sering terjadi perburuan dan perdagangan liar secara ilegal yang menyebabkan turunnya populasi trenggiling di alam (Khairunnisa & Yuono, 2021)



Trenggiling merupakan salah satu satwa liar yang dilindungi oleh pemerintah Republik Indonesia secara hukum dalam negeri yang tertera pada UU No 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya serta PP No 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar. Dalam Konvensi Internasional Perdagangan Hewan Liar (CITES: Convention on International Trade in Endangered Species) trenggiling sunda termasuk dalam kategori Appendix I, artinya satwa liar yang dilarang dalam segala bentuk perdagangan internasional Meskipun demikian, perburuan liar dan perdagangan ilegal tetap terjadi dikarenakan kebijakan dan sanksi yang diberikan belum cukup efektif dan belum memberikan efek jera (deterrent effect) (Takandjandji & Sawitri, 2016).
Sumber : Ganguly, S (2013) Pangolin-zoological characteristic and its uniqueness in mammalian group. J. Entomol. Zool. Stud 1(1):1Ì2

Khairunnisa, N A & Yuono D (2021) Pendekatan Perilaku Trenggiling Sunda Dalam Perancangan Pusat Konservasi. Jurnal Stupa, 3(2) : 2463-2476
Takandjandji, M , & Sawitri, R (2016) Analysis of Capture and Trade of Sunda Pangolin (Manis javanica Desmarest, 1822) in Indonesia. Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan, 13(2), 85–101
