AKASIA Vol. XII: Pariwisata di Masa Pandemi

September/2021

VOL. XII

Akasia

Pariwisata di Masa Pandemi

Imbas Covid-19 terhadap Pariwisata Indonesia Quality Tourism: Solusi Pariwisata di Masa Pandemi Cerita Perjalanan JK 2021 Menyelami Dinamika Konservasi di Taman Nasional Karimunjawa

Pandemi dan Pariwisata: Bangkit atau Semakin Menjerit Jatuh Bangun Aku Coronamu: “Pariwisata Selama Pandemi Melanda” MSP : Meskipun Diundur Gajadi Masalah

SUSUNAN REDAKSI

VOL. XII

Akasia

Pariwisata di Masa Pandemi

Direktur Paskah Eri Perdana

Ketua Redaktur Johanna Rosita

Wakil Redaktur Refandy Dwi Darmawan

Sekretaris dan Bendahara Dinda Viola Awani

Editor Bahasa Fabian Ayu

Publikasi dan Sirkulasi Pradipta Aji

Layouting Anisah Oktaviani Anggy Sabrita

Kontributor Terimakasih kepada pihak yang telah berkontribusi dalam hal menyumbangkan pikiran dan tulisan di Akasia Vol. XII

Refandy Dwi Darmawan Anggana Respati Lugina Bilal Adijaya Dinda Viola Awani Norlaili Isnaini Akbar Wahyu Illahi Rima Maharani

Daftar Isi

Johanna Rosita Ketua Redaktur

Kabar Konservasi 14

Kata Direktur

Imbas Covid-19 terhadap Pariwisata Indonesia

Galeri

1

Feature

17

2

Forestation Punya Cerita

Quality Tourism: Solusi Pariwisata di Masa Pandemi

20

Cerita Perjalanan JK 2021 5

Menyelami Dinamika Konservasi di Taman Nasional Karimunjawa

Laporan Utama 10

Jatuh Bangun Aku Coronamu: “Pariwisata Selama Pandemi

Forestation on Focus

MSP : Meskipun Diundur Gajadi Masalah

Kolom Opini 22

Pandemi dan Pariwisata: Bangkit atau Semakin Menjerit

Teka Teki Sui (TTS) 24

Vol.XI I

Akasia

Pariwisata di Masa Pandemi

Perubahan adalah salah satu hal yang pasti di kehidupan ini.

Jika kita tidak bisa menyesuaikan diri dengan perubahan yang ada, maka habislah kita diseleksi alam.

forestation September 2021

Kata Direktur Halo sahabat konservasi, berjumpa kembali dengan

Hampir semua sektor kehidupan terdampak adanya

Akasia!

pandemi,

seperti

sosial,

ekonomi,

pendidikan,

pariwisata, dan sektor - sektor lainnya.

Puji syukur kepada Tuhan YME, Akasia dapat terus menjadi wadah bercerita bagi teman - teman FORESTATION hingga

Sektor pariwisata tidak dapat dilepaskan dari kehidupan

Volume ke-XII ini. Situasi pandemi bukan penghalang bagi

manusia, penting sebagai pelepas jenuh, penat,

kami untuk berkegiatan, tetapi malah menjadi dorongan

dan stress bagi masyarakat umum terutama karena

dan tantangan agar selalu berkreativitas lebih. Berbicara

suntuknya kegiatan serba online. Pariwisata juga dapat

tentang pandemi saat ini yang tak kunjung usai, hal ini

sebagai sumber pemasukan bagi pelaku wisata. Ulasan

sesuai dengan tema yang diulas pada Akasia Vol. XII yaitu

berbagai sudut pandang terkait pariwisata dimuat

Pariwisata di Masa Pandemi.

dalam Akasia kali ini. Pandemi harus diproses dengan

Kilas balik sedikit pada Akasia volume sebelumnya dengan tema “Satwa Liar dalam Kandang”. Secara kasar, sesuatu hal pasti ada sebab akibatnya. Pandemi yang sekarang kita alami bersama dapat dikatakan akibat dari kontak dekat antara manusia dan satwa yang sembrono atau bahasa ilmiahnya adalah Zoonosis. Berbagai tulisan di Akasia diharapkan dapat menjadi fasilitas renungan bagi pembaca dalam menghadapi perubahan cara menjalani kehidupan terutama bersikap pada sektor yang terdampak langsung akibat pandemi.

Kembali lagi kepada topik pandemi, umat manusia pasti menanti momen terbebas dari masker dapat menghirup udara segar atau mobilisasi ke berbagai tempat tanpa ribet administrasi.

Pendapat saya pribadi, di masa pandemi ini kita harus mendorong inovasi dan kreativitas untuk beradaptasi karena virus COVID-19 ini

baik agar memberikan hal positif. Pandemi mungkin dapat menjadi peluang dan mendorong paradigma baru tentang pariwisata. Misalnya, pariwisata yang sebelumnya didominasi konsep mass-tourism secara perlahan bergeser dan berkembang konsep ecotourism ataupun wisata minat khusus yang lebih ramah lingkungan dan mendukung kegiatan konservasi. Kasus lainnya mulai gencar pariwisata dengan memanfaatkan kemajuan teknologi yang ada, seperti virtual tour .

Manusia adalah agen penggerak, setiap perilaku dan kejadian yang dialami oleh manusia tentunya menjadi aspek penentu perkembangan kehidupan terutama bidang pariwisata dan konservasi kedepannya.

Akhir kata, adanya Akasia ini besar harapannya dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi pembaca. Kami selalu terbuka akan kritik dan saran-nya agar Akasia kedepannya semakin baik, terima kasih.

dalam jangka waktu panjang ada di bumi kita.

Selamat membaca dan salam konservasi!

Paskah Eri Perdana Direktur Akasia

Penulis/Paskah Eri Perdana Editor/Fabian Ayu

KATA D I R E KTU R | 01

FEATURE

Quality tourism : solusi pariwisata di masa pandemi S

aya sebenarnya termasuk tipe orang yang tidak mudah tertarik untuk mencoba sesuatu yang baru.

Termasuk mengikuti kegiatan melihat burung. Memang benar terdengar aneh sekali kegiatan ini. Saya pun pada mulanya meragukan kegiatan yang akhir-akhir ini mulai saya gemari. Selain karena ini merupakan kegiatan yang menurut saya terdengar membosankan, “melihat burung” nampaknya sudah sering saya lakukan sehari-hari. Entah di Pasar Pasty ataupun di Pasar Pleret. Heuheuheu..

Pada suatu siang setelah kelas yang sangat mengasyikkan – obviously-, saya melangkahkan kaki menuju warung makan ramah dompet favorit saya untuk mengganjal perut yang sedari tadi meronta-ronta. Ditemani beberapa kawan, kami menerobos teriknya Jalan Agro yang terletak di utara Fakultas Kehutanan. Menyusuri pinggir Selokan Mataram, akhirnya kami sampai di Warung Santai. Seperti biasa setelah selesai makan kami ngobrol ngalor ngidul. Di sela obrolan, salah satu kawan saya yang menjadi anggota kelompok studi KP3 Burung mengajak saya untuk mengikuti kegiatan pengamatan yang akan mereka lakukan pada hari Minggu di Jatimulyo. Walaupun saya sempat ragu namun pada akhirnya saya mengiyakan ajakan kawan saya.

Tiba hari minggu ternyata kami agak kesiangan. Namun hal tersebut tidak mengurangi semangat kami untuk melakukan pengamatan. Karena jalan yang akan kami lewati lumayan

terjal, saya memutuskan untuk nebeng motor Win tahun 1992 milik kawan saya daripada mengendarai motor Grand tahun 1997 saya. Walaupun sama-sama motor tua dengan cc yang sama pula, tapi motor Win terkenal lebih tangguh.

Bahkan dahulu motor ini menjadi kendaraan operasional hampir semua pegawai negeri. Sebelum berangkat tidak lupa kami berdoa, berharap perjalanan kami aman, nyaman, dan selamat sampai lokasi pengamatan.

Namun entah karena doa kami yang kurang khusyu’ atau mungkin karena doa kami tertahan awan yang mendung.

Baru sepuluh menit perjalanan, koordinator kami mengalami insiden kecelakaan dengan seorang ibu - ibu . Gubrakkk.

Belum juga sampai Ringroad Barat dia harus jatuh tersungkur setelah menabrak ban belakang motor bebek ibuk tersebut.

Dengan kondisi dengkul yang mlocot, badan pegel - pegel, dan perut keroncongan akhirnya dia memutuskan untuk melanjutkan perjalanan.

Setelah kurang lebih satu jam perjalanan, akhirnya kami sampai di lokasi pengamatan. Ternyata kedatangan kami sudah ditunggu oleh Kelompok Studi Biologi Atmajaya. Mereka sudah lebih dulu datang karena pada malam harinya menginap untuk melakukan pengamatan herpetofauna.

Tanpa berlama-lama kami langsung menyiapkan peralatan lalu memulai pengamatan.

Kesan pertama setelah mencoba kegiatan yang akhir - akhir ini baru saya keketahui dinamakan birdwatching ini tenyata sangat menyenangkan.

Selain effort lebih yang harus dikeluarkan karena sepanjang kegiatan harus ndangak

02 | FEATURE

geografis Jatimulyo berada di ketinggian 500-600 mdpl pada kawasan berbukit yang dinamakan Pegunungan Menoreh .

Hal ini menjadikan Jatimulyo memilki potensi wisata yang luar biasa.

Matahari mulai terik, menandakan kegiatan pengamatan harus disudahi. Saya sangat senang karena ini merupakan pengalaman pertama bagi saya. Setelah pengamatan kami berkumpul untuk membuat daftar jenis burung yang sudah kami temui. Selain itu, anggota baru KP3 Burung dan saya diperlihatkan foto burung dan melakukan identifikasi bersamasama. Pengamatan diakhiri dengan sarapan yang kesiangan di warung mie ayam dekat lampu merah Nanggulan.

Desa Jatimulyo: Konservasi dan Wisata Jatimulyo menyimpan potensi alam serta keragaman flora dan fauna yang luar biasa. Terdapat beberapa gua, air terjun, 106 jenis burung, 30 jenis capung, dan jenis fauna yang lain. Tapi seperti kata Paman Ben dalam film Spiderman berkata “with great power comes great responsibility “. Nampaknya petuah tersebut berlaku juga bagi Jatimulyo. Dengan potensi yang amat besar, tentunya masyarakat Desa Jatimulyo memiliki tanggung jawab yang lebih pula untuk menjaga karunia dari Tuhan tersebut.

Foto kegiatan Try Out pengamatan oleh Tim UGM Research Expedition V MAPAGAMA UGM yang akan melakukan penelitian di Yapen, Papua Selain effort lebih yang harus dikeluarkan karena sepanjang kegiatan harus ndangak, kegiatan yang semula saya sepelekan ini ternyata memerlukan kepekaan dua dari kelima panca indera yaitu pendengaran dan terutama penglihatan. Berbeda dengan melihat burung dalam kandang, melihat burung di alam ternyata tidak semudah yang saya kira. Burung-burung yang bertengger di ketinggian 3-15 meter tentu saja tidak mudah untuk diamati dengan mata telanjang. Pandangan manusia tentu saja terbatas. Melihat pohon yang dominan hijau digoyang angin, sepertinya agak mustahil untuk melihat burung-burung di atas sana. Disinilah fungsi binokular dan kamera dengan zoom tinggi mulai terasa. Sedangkan pendengaran yang baik mampu membantu mengenali jenis burung tertentu. Hal ini dikarenakan burung memiliki suara khasnya masing-masing.

Kondisi alam Jatimulyo yang sejuk menambah kenyamanan dalam mengamati burung. Meski dalam kelas di kampus juga memiliki kesejukan yang diakibatkan adanya AC, kesejukan yang diproduksi oleh alam tentu saja pada level yang berbeda.

Sebagai gambaran, secara administrasi Desa Jatimulyo berada di Kecamatan Girimulyo, Kabupaten Kulon Progo. Secara

Beruntung masyarakat Desa Jatimulyo memiliki tekad untuk melestarikan sumberdaya alam yang mereka miliki. Desa yang memiliki kekayaan fauna ini ternyata dulu banyak

Kingfisher Photo by Kieren Ridley from Pexels terjadi perburuan hewan, terutama burung. Masyarakat pemerintah desa melalui peraturan desa tentang lingkungan hidup membuat peraturan yang diharapkan mampu mempertahankan potensi alam mereka. Terdapat pula Kelompok Tani Hutan Wanapaksi yang secara aktif menjaga hutan di Jatimulyo.

FEATURE | 03

Mereka membuat beberapa program untuk menjaga populasi burung. Melalui program adopsi sarang burung, warga diajak menjaga sarang burung yang berada di lahannya. Secara teknis jika ada orang yang menemukan sarang burung, maka tim dari KTH Wanapaksi akan memastikan lalu mengumumkannya baik melalui sosial media maupun getok tular. Nantinya beberapa persen uang akan diberikan kepada pemilik lahan agar telur yang berada di dalam sarang tetap terjaga hingga menetas dan keluar sarang. Di samping itu, orang atau lembaga yang mengadopsi sarang burung juga akan dibuatkan semacam rumah kamuflase yang nantinya bisa digunakan untuk mengamati burung yang telah menetas. Selain program tersebut terdapat pula ekoturisme pengamatan burung.

Saat memasuki kawasan hutan, pengunjung akan ditemani pemandu yang merupakan penduduk asli Desa Jatimulyo.

Beberapa pemandu dulunya merupakan pemburu.

Pengetahuan tentang burung yang dulu mereka peroleh ketika masih jadi pemburu, kini mereka gunakan untuk mengedukasi dan memandu pengunjung. Pelibatan masyarakat dalam upaya konservasi memunculkan peluang kerja baru bagi masyarakat lokal.

Wisata Sehat saat Pandemi, Mungkinkah?

Pengamatan burung mungkin mampu menjadi alternatif wisata yang dapat dilakukan di masa pandemi. Bagaimana tidak, trend wisata yang sebelum pandemi hanya mementingkan kuantitas kini harus beradaptasi menjadi wisata yang concern terhadap kualitas. Quality tourism diwujudkan dengan meningkatkan kualitas wisata baik dari segi keamanan dan kenyamannya. Pengamatan burung seperti di Desa Jatimulyo mampu menjadi pilihan berwisata karena tidak menimbulkan kerumunan. Selain itu mampu menyehatkan karena dalam pengamatan nantinya pengunjung akan berjalan kaki sekaligus menghirup udara segar Menoreh. Tentu saja penerapannya harus disertai dengan protokol kesehatan yang ketat.

Pada akhirnya saya percaya dengan hukum III Newton tentang aksi-reaksi. Jika kita memperlakukan alam dengan baik, maka alam juga akan memperlakukan hal yang sama. Seperti yang dilakukan masyarakat Desa Jatimulyo, alam mengembalikan kebaikan mereka dalam bentuk yang lain. Seolah alam menunjukan caranya berterima kasih .

Penulis/Refandy Dwi Darmawan Editor/Fabian Ayu

04 | FEATURE

Cerita perjalanan JK 2021

Menyelami Dinamika Konservasi di Taman Nasional Karimunjawa 9

,

J

elajah Konservasi merupakan salah satu kegiatan yang rutin dilaksanakan oleh FORESTATION untuk mendalami pelaksanaan konservasi di lapangan. Dilaksanakan pada 13 – 17 Juni 2021, Jelajah Konservasi dilakukan di Taman Nasional Karimunjawa yang terletak di Kabupaten Jepara, Jawa

Tengah.

Lokasi ini dipilih karena memiliki keunikan berupa luas lautan yang lebih besar dibandingkan luas daratan dengan lima jenis ekosistem. Kondisi yang demikian menyebabkan pengelolaan kawasan menjadi berbeda dibandingkan dengan kawasan dominan luas daratan dan menarik untuk dikaji lebih dalam.

Sebelum kegiatan Jelajah Konservasi dilakukan, dilaksanakan pembekalan sebagai gambaran umum terhadap kondisi lapangan.

Pada tanggal 13 Juni 2021 pukul 21.00 WIB, seluruh panitia dan peserta berkumpul di Gedung Akademik Fakultas Kehutanan UGM. Sebelum keberangkatan, seluruh peserta telah melakukan test swab untuk memastikan rombongan aman dari Covid-19.

Perjalanan menuju Jepara dilakukan menggunakan bus selama empat setengah jam. Sekitar pukul 01.30 WIB rombongan telah tiba di Pelabuhan Kartini untuk menunggu keberangkatan selanjutnya menggunakan Kapal Ferry Siginjai yang akan berlayar pada pagi hari. Sisa waktu yang cukup banyak kembali digunakan tim untuk beristirahat sejenak. Tepat pukul 07.00 WIB rombongan telah naik ke atas kapal Siginjai dan siap untuk berlayar. Sekitar lima jam perjalanan menggunakan kapal, akhirnya rombongan tiba pada pukul 12.00 WIB. Petugas Satgas Covid-19 telah siap menyambut dengan thermometer gun untuk mengukur suhu tubuh tiap penumpang kapal. Kemudian perjalanan dilanjutkan dengan berjalan kaki menuju basecamp sejauh satu kilometer dari dermaga.

06 | CERITA PERJALANAN JK 2021

Hari Pertama Sekitar pukul 14.00 WIB, seluruh peserta telah siap berkumpul untuk melakukan kegiatan. Agar tidak terjadi penumpukan maka tim dibagi menjadi dua, yaitu tim A dan tim B dengan masing – masing tim beranggotakan 25 individu. Tim A akan melakukan pengamatan ekosistem padang lamun terlebih dahulu kemudian melakukan pengamatan ODTWA di Pantai Bobby, sedangkan tim B melakukan kegiatan yang berlawanan dengan tim A. Setiap kegiatan dipandu oleh perwakilan pihak dari taman nasional yang bertugas untuk memberikan penjelasan dan menjawab pertanyaan yang menjadi kegundahan tiap peserta. Pengamatan ekosistem padang lamun dilakukan di Pantai Pancuran Belakang dengan kedalaman sekitar satu meter. Sebelum dilakukan pengamatan pihak taman nasional memberikan pengarahan pengarahan terkait jenis lamun yang terdapat dalam kawasan, mekanisme pengelolaan kawasan hingga permasalahan dalam pengelolaan. Sementara pada kegiatan pengamatan ODTWA dilakukan di Pantai Bobby dengan diberikan pengarahan mengenai daya tarik dari pantai ini, fasilitas penunjang, serta upaya perlindungan kawasan. Seusai pengamatan hari pertama, baik tim A maupun tim B kembali menuju basecamp untuk beristirahat. Malam harinya menjadi cukup spesial karena ditutup dengan agenda bebakaran ikan laut hasil tangkapan warga yang tentu saja akan sayang jika terlewatkan.

Hari Kedua Hari kedua diawali dengan rintik hujan yang membasahi Pulau Karimun di pagi hari sehingga menyebabkan agenda harus ditunda sesaat untuk keselamatan bersama. Seperti biasa, rombongan akan dibagi menjadi dua tim, yaitu A dan B, di mana tim A akan melakukan pengamatan terumbu karang dan tim B melakukan pengamatan mangrove. Sekitar pukul 10.00 WIB akhirnya acara kembali dilanjutkan melihat cuaca sudah cukup membaik.

Tim A melakukan pengamatan terumbu karang di beberapa site seperti Pulau Cemara Besar, Pulau Menjangan Kecil, dan Pulau Gosong. Jika cuaca mendukung, seharusnya tim A dapat mengunjungi site Penetasan Semi Alami (PSA) Penyu di Legon Janten. Akan tetapi dengan berbagai pertimbangan, kegiatan difokuskan pada pengamatan terumbu karang. Kegiatan dilakukan menggunakan mode transportasi berupa kapal kecil berjumlah dua unit, serta ditemani oleh dua orang pihak BTNKj dan empat orang nahkoda serta awak kapal. Pengamatan dilakukan di lepas pantai dengan kedalaman sekitar 10-20 meter. Terdapat kurang lebih tiga macam terumbu karang yang ditemui, seperti brain coral, table coral, staghon coral, dan berbagai biota laut lainnya. Sementara pada pengamatan ekosistem mangrove dilakukan dengan tracking mangrove sepanjang 1.2 kilometer. Sebelum dilakukan pengamatan, terdapat pematerian dari pihak SPTN 1 BTNKj mengenai jenis yang terdapat di kawasan serta fauna yang dapat ditemui. Kawasan ini memiliki formasi mangrove yang lengkap, mulai dari formasi Avicennia, Sonneratia, dan Bruguiera. Selain pengamatan mangrove, dilakukan pula bakti lingkungan

CERITA PERJALANAN JK 2021 | 07

dengan penanaman mangrove.

Pasca melakukan pengamatan mangrove, kegiatan dilanjutkan dengan melakukan pengamatan ODTWA di Pantai Ujung Gelam secara mandiri. Kegiatan di hari kedua di akhiri dengan diskusi bersama masyarakat di sekitar kawasan TNKJ pada malam hari. Kegiatan di hari kedua di akhiri dengan diskusi bersama masyarakat di sekitar kawasan TNKJ pada malam hari.

Terdapat tiga kelompok perwakilan masyarakat, yaitu dari pihak karang taruna, pihak BPD selaku perwakilan dari pemerintahan serta pihak WCS selaku perwakilan dari LSM. Diskusi bersama masyarakat membahas mengenai isu manfaat kehadiran TNKJ bagi masyarakat di dalamnya, permasalahan terkait pengelolaan kawasan, serta bentuk kegiatan/ aksi nyata yang dilakukan oleh masyarakat dalam mendukung kegiatan pengelolaan di dalam kawasan TNKJ. Kegiatan diskusi ditutup dengan penyerahan buah tangan kepada narasumber serta penyerahan buku hasil donasi dari Millenial Mengajar selaku LSM serta donatur dermawan lainnya.

Hari Ketiga Pada hari ketiga, cuaca di pagi hari cukup cerah sehingga menambah semangat tim Jelajah Konservasi untuk berkegiatan. Tim A akan melakukan pengamatan darat dan

tim B akan melakukan pengamatan laut. Kabar gembira berpihak kepada tim B disebabkan cuaca yang cerah membuat nahkoda memberanikan diri untuk menuju PSA Legon Janten. Kegiatan di PSA yaitu diskusi dengan pihak pengelola TNKJ dan pelepasliaran penyu. Diketahui kegiatan konservasi penyu dapat berjalan sukses diakibatkan sinergi yang kuat antara masyarakat dengan pihak BTNKj. Selain penambahan kegiatan menuju PSA, seluruh kegiatan pengamatan berlangsung seperti hari sebelumnya. Kegiatan di hari ketiga ditutup dengan diadakan diskusi bersama pihak pengelola TNKJ. Di sini seluruh peserta memaparkan hasil pengamatan yang didapat selama berkegiatan, serta feedback dari pihak pengelola terkait hasil pengamatan yang diperoleh. Kegiatan ini sekaligus menjadi penutup dari pelaksanaan Jelajah Konservasi 2021.

Pagi hari, tepatnya tanggal 17 Juni 2021 menjadi hari terakhir rombongan Jelajah Konservasi menjejakan kaki di Pulau Karimun.

Tim kembali ke Yogyakarta dengan menggunakan Kapal Ferry Siginjai yang akan berlayar pada pukul 07.00 WIB. Segala pengalaman yang didapat sangat bermanfaat dalam memberikan pengetahuan mengenai pengelolaan konservasi secara nyata. Jelajah Konservasi 2021 mungkin telah berakhir, akan tetapi euforianya selalu abadi.

Penulis/Anggana Respati Lugina Editor/Fabian Ayu

08 | CERITA PERJALANAN JK 2021

CERITA PERJALANAN JK 2021 | 09

LAPORAN UTAMA

Jatuh Bangun Aku Coronamu: “Pariwisata Selama Pandemi Melanda”

“Jatuh bangun aku karenamu….”

P

ernahkah Conservationist mendengarkan sepotong Kondisi Agromina Karangsari saat pandemi. (Cr: Agromina Karangsari) verse dari lagu yang dibawakan oleh Meggi Z ini? Ya, lagu mendayu-dayu ini menceritakan mengenai jatuh bangunnya seseorang dalam mengejar kekasihnya. Berbeda dengan Meggi Z, pandemi virus COVID-19 yang melanda dunia ini memaksa sektorsektor nasional jatuh bangun. Apalah daya, ada harga yang harus dibayar dari penerapan kebijakan yang tujuannya menekan angka penularan virus Covid-19 ini, yaitu merosotnya berbagai sektor tak terkecuali sektor pariwisata yang dinilai sebagai sektor paling terdampak di tengah merebaknya pandemi ini. Pariwisata juga diprediksi menjadi sektor yang terakhir survive.

Penutupan tempat wisata berakar pada para pihak yang menjadi tak berpemasukan. Perawatan, karyawan, dan warung-warung di sekitar lokasi menjadi pertanyaan yang menghantui di tengah badai pandemi ini. Strategi pemulihan sektor pariwisata saat ini menjadi fokus tersendiri khususnya bagi pihak-pihak yang terlibat secara langsung karena dampak yang ditimbulkan tidaklah kecil.

Kami menyaksikan video tentang kondisi sebuah objek wisata di tengah pandemi yang dikirimkan seorang kawan kepada kami.

“ Gunung Merapi menghampar, suara gemercik air menyambar. Sepi, layaknya kota mati. Fasilitasnya memadai, tapi tak berpenghuni. Selamat datang di Agromina Wisata Karangsari ” Lengang. Itulah suasana yang kami rasakan sepanjang video, tentu saja.

Agromina Wisata Karangsari adalah salah satu obyek wisata yang terdampak pandemi Covid-19. Obyek wisata ini terletak di Dusun Kadilobo, Desa Purwobinangun, Kecamatan Pakem, Sleman. Sudah hampir dua tahun

semenjak pandemi ditetapkan sebagai bencana nasional, obyek wisata ini mengalami kemunduran dalam segi jumlah wisatawan. Omset yang terus menurun tidak linear dengan biaya perawatan fasilitas wisata yang harus terus dilakukan.

Akhir lalu pengelola sempat membuka kembali obyek wisata ini. Namun, apa daya kebijakan PPKM Darurat ditetapkan tidak lama setelahnya, mau tidak mau obyek wisata ini harus ditutup kembali, kalaupun dibuka siapa yang akan datang?

Toh, wisatawan yang biasa datang kemari selain wisatawan pada umumnya juga merupakan usia Taman Kanak-Kanak yang datang berombongan untuk ber-outbond ria.

“ Huh, miris memang, Corona tak kunjung hilang, mau liburan saja dilarang, bingung bukan kepalang, layaknya perjuangan hampir usang, “ Begitulah kiranya yang kami rasakan jika menjadi pengelola Agromina Wisata Karangsari saat ini. Sudah jatuh, mau bangun, eh dijatuhin lagi. Jatuh bangun aku coronamu~ eh, maksudnya karenamu.

Sejatinya Agromina Wisata Karangsari ini memiliki banyak LAPORAN UTAMA | 11

fasilitas seperti outbond, tempat pemancingan, resto, kolam renang, hingga penginapan. Pada lahan parkirnya berjajar kios-kios yang disewakan pada warga sekitar, meriah.

Setiap pagi jika tidak berkabut atau tertutup awan, di sisi luar obyek wisata ini wisatawan dapat melihat panorama Gunung Merapi yang begitu indah.

Bahkan sumber air yang ada di obyek wisata ini berasal dari mata air Gunung Merapi, sudah pasti jernih. Perpaduan panorama alam, suasana yang nyaman, serta fasilitas yang bervariasi tentunya sangat layak menjadi salah satu obyek wisata yang menarik bagi siapapun yang menyukai suasana asri. Namun, apalah arti semua itu ketika wisatawan tak lagi bisa menikmati. Pengelola juga tak mendapatkan penghasilan darinya.

Melalui apa yang tersisa, pengelola tetap berusaha merawat fasilitas yang ada.

Berpindah dari lereng Gunung Merapi, mari kita pergi ke Perbukitan Menoreh.

Perbukitan ini membentang antara tiga kabupaten, yakni Kulonprogo, Magelang, dan Purworejo. Ujung-ujung bukit yang menyembul, hijaunya tegakan pohon yang berkerumun dapat kita nikmati melalui sebuah destinasi wisata kuliner, Tumpeng Menoreh namanya.

Beda halnya dengan Agromina Wisata Karangsari, obyek wisata Tumpeng Menoreh perlahan-lahan tetap eksis di kala pandemi. Pemberlakuan PPKM ini kiranya memang sangat membatasi bagi destinasi wisata yang fokus utamanya adalah atraksi, sedangkan Tumpeng Menoreh ini, dengan segala amenitas yang tersedia, fokus utamanya adalah mengisi perut yang lapar, ya, makan.

Berbekal tarif Rp50.000 pengunjung dapat memasuki lokasi serta mendapat voucher makan dan minum. Obyek wisata yang diinisiasi oleh Erix Soekamti ini memiliki ciri khas yang unik yaitu terletak di atas bukit. Keindahannya tak terlukiskan, ini nyata dari Tuhan.

12 | LAPORAN UTAMA

Kolam ikan Agromina Karangsari

Kolam renang Agromina Karangsari

Tumpeng Menoreh. (Cr: instagram.com/tumpengmenoreh/)

“ Keluar sesaat dari ramai jauh dari tiap-tiap batas kota mata ini terpaku, pada sudutsudut sorot cahaya indahnya merangkul udara dari tiap-tiap ufuk arah datangnya menggapai cakrawala pada luasnya pandangan semesta tersenyum lebar pada keagungan Yang Maha Kuasa sungguh, aku jatuh cinta padanya “ Begitulah kiranya keindahan panorama yang disajikan pada obyek wisata Tumpeng Menoreh, tak ada duanya.

Tak hanya menikmati keindahan alam, wisatawan juga dihidangkan makanan khas pedesaan yang pastinya cocok sebagai pelengkap kesempurnaan disana. Selain itu, warna kontras antara putih dari bangunan Tumpeng Menoreh dengan hijaunya perbukitan di sekelilingnya dapat memanjakan mata yang melihatnya, tak lupa pula pengabadian momennya, cekrek. Ingin bergelimpangan pada jaring-jaring di pinggir bukit? Oh bisa~ Tumpeng Menoreh menjadi contoh bahwa di tengah kondisi yang serba tidak pasti ini, sektor pariwisata masih

memiliki peluang untuk survive bahkan comeback stronger.

Satu hal yang pasti adalah sinergitas dari berbagai pihak, seperti kata orang Jawa “Gotong Royong.” Ketika dari kita memiliki jiwa kreativitas yang tinggi, rasa empati, kemauan untuk bangkit dan membantu banyak orang di luar sana, bukan tidak mungkin pernyataan sektor pariwisata adalah sektor yang paling terakhir survive bisa dipatahkan. Mungkin juga, dengan perilaku berwisata masyarakat kita yang sangat membutuhkan hiburan setelah jengah dengan segala hal di tengah badai ini, bisa menjadi modal besar bagi para pelaku wisata.

Anak - anak muda dengan segala kreativitas dan ekspresivitasnya sebenarnya mampu untuk menjadi agent of change di tengah pandemi ini khususnya dalam membangkitkan sektor pariwisata. Media sosial dan internet menjadi alat yang mutakhir untuk menjangkau ketertarikan yang masif bagi masyarakat untuk tidak takut mengunjungi obyek-obyek wisata apalagi yang sudah tersertifikasi CHSE. Lewat postingan, lewat tulisan, maupun lewat video, sektor pariwisata mampu secara perlahan untuk bangkit dari jatuh bangunnya selama ini untuk kembali menjadi salah satu sektor yang diminati berbagai pihak sebagai investasi kebahagian atas ciptaan yang indah dari Tuhan Yang Maha Esa.

Penulis/Dinda Viola Awani Bilal Adijaya Editor/Fabian Ayu

Tumpeng Menoreh. (Cr: instagram.com/tumpengmenoreh/)

LAPORAN UTAMA | 13

KAbar konservasi

D

esember 2019, virus corona telah berumur dua puluh bulan sejak dideklarasikan pertama kali di Kota Wuhan, China. Januari 2020, virus tersebut dengan cepat menyebar ke luar China, ke negara – negara tetangga bahkan negara di Eropa dan Amerika Serikat. Februari 2020, World Health Organization (WHO) yang merupakan salah satu badan naungan Perserikatan Bangsa – Bangsa (PBB) yang bergerak di bidang kesehatan menyebut virus corona sebagai Covid-19. Kehadiran Covid-19 di Indonesia dinyatakan pada 2 Maret 2020 oleh Presiden Joko Widodo, kasus pertama terjadi pada dua orang warga Kota Depok, Jawa Barat yang sebelumnya berkontak langsung dengan warga negara Jepang. Kasus tersebut kemudian meningkat secara cepat di berbagai belahan bumi Indonesia seiring berjalannya waktu.

IMBAS COVID-19 TERHADAP PARIWISATA INDONESIA Dalam menghadapi Covid-19, pemerintah Indonesia melakukan berbagai cara untuk mengurangi penyebaran Covid-19, salah satunya adalah Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Peraturan tentang PSBB diterbitkan melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2020 dan Keputusan Presiden (KEPPRES) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Corona Virus Disease 2019 (COVID-19). Saat ini, istilah tersebut bertransformasi menjadi Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat, yang pada intinya adalah sama – sama membatasi mobilisasi masyarakat.

Kegiatan pembatasan pergerakan masyarakat tidak hanya dilakukan di Indonesia, tetapi juga diterapkan di berbagai negara.

Kebijakan PSBB maupun PPKM mengharuskan adanya pengurangan jumlah individu dalam ruang dan waktu, misalnya jumlah orang dalam transportasi, jumlah karyawan di kantor, jumlah jamaah di tempat ibadah, pelaksanaan pembelajaran melalui daring (online), pembatasan waktu dagang di mall ataupun pasar tradisional, dan penutupan tempat – tempat wisata dalam kurun waktu yang tidak dapat ditentukan. Semua masyarakat Indonesia dianjurkan untuk melakukan aktivitas di rumah saja dan mematuhi protokol kesehatan jika terpaksa harus keluar rumah.

Covid-19 dan kebijakan tersebut ternyata menimbulkan permasalahan dan tantangan baru di berbagai sektor, salah satunya pariwisata. Menurut Sugihamretha (2020), pariwisata adalah sektor yang mendapat dampak parah dari munculnya Covid-19. Adanya 14 | KABAR KONSERVASI

kekhawatiran masyarakat akan tertular Covid-19 jika melakukan interaksi dengan banyak orang serta adanya pembatasan sosial yang memberlakukan prosedur khusus menyebabkan masyarakat enggan untuk melakukan perjalanan pariwisata. Dampaknya, jumlah wisatawan menurun, bahkan tidak ada sama sekali. Dalam jurnalnya, Anggarini (2021) memaparkan bahwa sejak awal 2020 jumlah kunjungan wisatawan asing menurun sebesar 7,62% dibanding Desember 2019.

Kemudian, pada Agustus 2020, jumlah kunjungan tersebut menurun sebesar 89,22% dibanding Agustus 2019.

Jumlah kunjungan wisatawan asing juga berdampak terhadap penerimaan devisa dari sektor pariwisata. CNBC Indonesia (2021) mempublikasikan bahwa devisa pariwisata mencapai Rp14,5 miliar pada tahun 2019, namun pada tahun 2020 hanya Rp3,54 miliar. Hal ini menunjukkan bahwa devisa negara dari sektor pariwisata anjlok sebesar 79,1% pada tahun 2020.

Pelaku usaha di bidang pariwisata terpaksa gulung tikar, menutup usahanya, kemudian beralih pada kegiatan lain demi mempertahankan hidupnya. Pelaku usaha pariwisata di bidang penyedia jasa transportasi, akomodasi, industri kreatif, makanan, dan minuman mengalami penurunan permintaan baik dari wisatawan lokal maupun asing. Hal ini ternyata juga berimbas terhadap lapangan pekerjaan yang tersedia karena sektor pariwisata menyerap lebih dari 13 juta tenaga kerja (Anggarini, 2021).

Penurunan permintaan wisatawan terhadap produk – produk pariwisata mendorong pelaku usaha untuk menghemat pengeluaran mereka agar tidak mengalami kerugian, sehingga salah satu alternatif yang dilakukan adalah mengurangi jumlah pekerja pada usaha tersebut. Akibatnya, jumlah pengangguran semakin melonjak. Penurunan wisatawan ternyata memberikan multiplier effect pada sektorsektor lainnya.

Usaha pariwisata yang paling banyak menyerap tenaga kerja adalah pedagang (48,79%) dan jasa penyedia makananan dan minuman (36,76%) karena hal ini berkaitan dengan aktivitas wisatawan mulai dari sebelum hingga selesai melakukan perjalanan, seperti barang untuk oleh – oleh, makanan dan minuman untuk mencukupi kebutuhan perut ketika lapar, maupun barang lainnya untuk menunjang aktivitas wisata.

Usaha pariwisata terbanyak selanjutnya yang menyerap tenaga kerja adalah penyedia akomodasi (7,20%), olahraga (1,94%), seni dan kreativitas (1,54%), angkutan (0,56%), dan agen perjalanan (0,64%) (Sugihamretha, 2020).

Bali sebagai salah satu provinsi yang banyak memiliki destinasi wisata turut merasakan kehilangan sumber pendapatan.

Hotel yang memberikan sumbangan 60% pendapatan daerah mengalami kelumpuhan. Hampir 99% karyawan hotel dirumahkan tanpa gaji.

Bahkan terdapat hotel yang menutup total operasionalnya, mengalihfungsikan, serta menjual hotelnya untuk menghindari kerugian akibat tidak adanya pemasukan.

Pemilik rumah makan di sekitar lokasi wisata juga memilih jalan yang realistis untuk menutup warungnya karena tidak ada wisatawan yang berkunjung.

Begitupun dengan pedagang oleh – oleh juga memilih untuk menutup kiosnya, alhasil UMKM sebagai pihak yang menyuplai toko turut mengalami kerugian. Fenomena ini tidak hanya dialami Provinsi Bali, tetapi juga terjadi di provinsi lainnya, khususnya di kota – kota wisata seperti Yogyakarta dan Malang (Purwahita dkk., 2021).

Berdasarkan Laporan Nusantara (2021) disebutkan bahwa kegiatan pariwisata lokal mengalami perbaikan sejak akhir semester satu, hal ini terlihat dari kedatangan penumpang dan tingkat hunian kamar dari wisatawan domestik yang mengalami peningkatan. Terdapat peluang untuk memulihkan pariwisata dari wisatawan lokal. Berbeda dengan wisatawan asing yang berjalan lebih lambat. Wisatawan asing

diprediksi akan mengalami pergerakan pada tahun 2022 dan akan pulih pada tahun 2024. Akan tetapi, pemulihan pariwisata dari wisata lokal mengalami kendala karena adanya kebijakan tes swab antigen maupun Polymerase Chain Reaction (PCR) untuk mencegah terjadinya kasus Covid-19.

Tes tersebut menjadi list biaya tambahan dalam aktivitas wisata sehingga wisatawan harus mengeluarkan uang yang lebih besar. Bahkan, nilai nominal test swab maupun PCR melebihi dari nilai kunjungan wisata itu sendiri.

Menghadapi hal ini, maka diperlukan strategi yang baik agar pariwisata di Indonesia kembali meningkat dan dapat menyelamatkan ekonomi masyarakat. Laporan Nusantara (2021) memaparkan bahwa pemerintah telah melakukan beberapa strategi diantaranya melalui program Bangga Beriwisata #DiIndonesiaAja (BBWI). Program ini menonjolkan potensi wisata nusantara untuk berwisata di Indonesia.

Destinasi BBWI sementara ditetapkan di lima destinasi super prioritas yaitu Danau Toba, Borobudur, Mandalika, Labuan Bajo, dan Likupang. Selain itu, pemerintah juga menerapkan program sertifikasi Cleanliness, Health, Safety and Environment Sustainability (CHSE) yang dimulai pada Agustus 2020.

Sertifikasi CHSE merupakan pemberian sertifikat kepada pelaku usaha yang berisi tentang kebersihan, kesehatan, kesela

Foto oleh David Mark dari Pixabay

KABAR KONSERVASI | 15

keselamatan,

dan

kelestarian

lingkungan.

Sertifikat ini diharapkan dapat memberikan jaminan kepada wisatawan sehingga mereka yakin untuk melakukan aktivitas wisata di destinasi tersebut. Pemerintah juga memberikan hibah pariwisata. Pada tahun 2020 lalu, hibah tersebut telah terealisasi sebesar Rp2,3 triliun atau 69,5% dari alokasi senilai Rp3,3 triliun.

Hibah ini bertujuan untuk membantu kondisi usaha pariwisata dan meningkatkan permintaan untuk menopang perbaikan di sektor pariwisata.

Hibah tersebut ternyata dinilai cukup membantu bagi pelaku usaha pariwisata. Pemerintah juga mendukung adanya digitalisasi dalam wisata Foto oleh Bowo Ikhsanto dari Pixabay

misalnya melalui penggunaan transaksi non tunai untuk mengurangi interaksi fisik secara langsung sehingga risiko penyebaran Covid-19 rendah.

Referensi Anggarini, D. T. 2021. Upaya Pemulihan Industri Pariwisata dalam Situasi Pandemi Covid-19. Pariwisata. 8 (1): 22 – 31.

CNBC Indonesia. 2021. Bombardir Covid Bikin Devisa Pariwisata Anjlok 79% Tahun Lalu. Diakses pada 15 Agustus 2020. https://www. cnbcindonesia.com/news/20210427151646-4-241255/bombardircovid-bikin-devisa-pariwisata-anjlok-79-tahun-lalu Laporan Nusantara. 2021. Kajian Ekonomi dan keuangan Regional.

Bank Indonesia: 8(1): 8-10.

Purwahita, A. R. M., P. B. W. Wardhana, I. K. Ardiasa, dan I. M. Winia.

2021. Dampak Covid-19 terhadap Pariwisata Bali Ditinjau dari Sektor Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan. Jurnal Kajian dan Terapan Pariwisata 1 (2): 68-80.

Sugihamretha, I. D. G. 2020. Respon Kebijakan: Mitigasi Dampak Wabah Covid-19 pada Sektor Pariwisata. Jurnal Perencanaan Pembangunan: The Indonesian Journal of Development Planning. 4 (2):191-206.

Pada hakikatnya, pandemi Covid-19 merupakan fenomena baru dalam kehidupan masyarakat yang menjelma menjadi tantangan bersama, bukan hanya milik pemerintah. Masyarakat Indonesia harus

turut

berpartisipasi

untuk

menekan

penyebaran Covid-19 dengan cara menertibkan diri pada protokol kesehatan dan kebijakan yang telah ditentukan. Sedari dini, setiap individu harus menggali skill dan melihat peluang dari potensi lokal untuk mengurangi ketergantungan tinggi terhadap industri pariwisata, sehingga ketika mengalami hal semacam ini, masyarakat tidak kaget dan bingung karena telah memiliki sumber ekonomi cadangan pengganti pariwisata.

Penulis/Norlaili Isnaini Editor/Fabian Ayu

16 | KABAR KONSERVASI

focus on forestation FORESTATION ON FOCUS | 17

Gunung dan laut kami jelajahi...

...ditemani matahari dan bulan.

18 | FORESTATION ON FOCUS

Kami telah berjalan, juga berenang.

Sekarang tiba saatnya kami mengudara.

FORESTATION ON FOCUS | 19

forestation punya cerita MSP : Meskipun Diundur Gajadi Masalah

S

etelah dilema panjang dan mengalami pengunduran tanggal pelaksanaan, Pelatihan Metode Survei Primata (MSP) akhirnya terselenggara pada 26-28 Mei 2021. Pelatihan Metode Survei Primata (MSP) merupakan agenda tahunan SwaraOwa yang bekerja sama dengan KP3 Primata UGM. Kegiatan ini diadakan untuk memperingati hari Owa Internasional (International Gibbon’s Day) pada 24 Oktober. Kondisi pandemi COVID-19 yang belum kunjung membaik, menyebabkan rencana kegiatan yang harusnya dilaksanakan pada tahun 2020 ini akhirnya mengalami penundaan sebanyak 3x dan baru terlaksana pada tahun berikutnya.

Kegiatan ini dilaksanakan dengan harapan dapat meningkatkan kapasitas dan implementasi teknis survei primata di lapangan bagi peneliti muda dan masyarakat lokal sebagai bekal belajar di masa depan. Langkah ini dilakukan atas dasar keikutsertaan generasi muda yang sangat dibutuhkan dalam mengatasi kondisi primata yang saat ini kondisinya cukup terancam dari kepunahan. Harapannya melalui langkah terkecil yang kita lakukan akan bermanfaat bagi habitat mereka di alam.

Foto diambil oleh Hilman Fauzi saat kegiatan MSP 2021.

20 | FORESTATION PUNYA CERITA

Pelatihan MSP pertama kali dilaksanakan pada tahun 2013 bertempat di Hutan Sokokembang, Petungkriyono, Pekalongan, Jawa Tengah, dan berlangsung tiap tahun hingga saat ini. Jumlah pesertanya juga bervariasi tiap tahunnya, dari 14 orang pada tahun 2013 hingga jumlah peserta paling banyak pada tahun 2016 sebanyak 30 orang. Berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, kali ini jumlah peserta sangat dibatasi karena pandemi COVID-19, hanya 14 orang saja.

Meskipun dilaksanakan dengan protokol kesehatan yang ketat, kegiatan tahun ini tidak kalah seru hingga Arif Setiawan atau Mas Wawan, founder SWARAOWA, berkata bahwa pelatihan MSP tahun ini paling ramai.

Pada rangkaian acara tahun ini juga agak dibuat berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Karena antusias peserta yang sangat tinggi namun terbatasnya jumlah peserta yang dapat ikut ke lapangan, kami mengadakan sebuah webinar. Pada webinar ini kami menggaet Joe Smith (Fortwayne Children Zoo) untuk menjelaskan mengenai Peran Kebun Binatang dalam Konservasi Owa Jawa dan Nur Aoliya (mahasiswa pascasarjana IPB, penerima beasiswa Kopi Owa-SWARAOWA) untuk menjelaskan mengenai Bioacoustics Owa Jawa yang mana menjadi topik penelitiannya saat ini.

Cerita unik dan seru terjadi pada webinar ini. Joe Smith yang berada di Fort Wayne, Amerika Serikat rela mengikuti rangkaian kegiatan

webinar ini meskipun terdapat perbedaan waktu yang cukup jauh dengan Indonesia. Webinar yang dilaksanakan pagi hari waktu Indonesia, sedangkan Joe harus menyesuaikan waktunya dan melakukan webinar ini pada malam hari. Meski begitu, antusias peserta diluar dugaan kami yang mana dihadiri oleh hampir 100 peserta dari seluruh pelosok negeri hingga mahasiswa internasional.

Tak kalah seru dari webinarnya, pelaksanaan MSP di Hutan Sokokembang juga membawa banyak kenangan setelahnya. Peserta yang merupakan mahasiswa, pekerja swasta, masyarakat lokal Petungkriyono, dan bahkan masyarakat lokal Kepulauan Mentawai yang termasuk dalam sebuah kelompok konservasi Malinggai Uma Mentawai turut ikut serta. Kegiatan kami awali dengan perkenalan dan pemaparan materi oleh Mba Alifa dan Mas Wawan. Esok harinya, kami dibagi menjadi 3 kelompok untuk penjajakan jalur dan medan. Pada malam harinya, saatnya Mba Nur Aoliya menjelaskan bagaimana metode pengambilan data owa jawa menggunakan bioacoustic.

Peserta tampak serius mendengarkan pemaparan Mba Aol ini seolah tak ingin terlewatkan satu katapun. Pada hari kedua, waktunya kami menerapkan metode yang telah diajarkan semalam.

Dengan tim dan jalur yang sama, kami berangkat bersama pada pukul tujuh

pagi menuju jalur masing-masing. Pada metode ini, difokuskan pada teknik vocal count triangulation method. Berbekal HT (handy talky) yang ada pada ketiga tim, setiap terdengar great call owa jawa kami harus memastikan saat yang bersamaan diseluruh tim untuk mencatat data.

Tak hanya memotret, kami juga menghitung ada berapa jumlah owa jawa, lutung budeng, rekrean, dan monyet ekor panjang yang kami temui sepanjang jalan sore itu. Menjelang akhir rangkaian acara, malam harinya kami berdiskusi dan mempresentasikan data pengamatan yang dikumpulkan Tak puas dengan mendengarkan dari perhitungan vokal dan analisis suaranya saja, sore harinya kami kepadatan owa. Tak hanya itu, sebagai menaiki pickup dan mengelilingi Hutan penutup Mas Wawan juga memberikan Sokokembang. Seolah pemburu, mata hadiah kepada kelompok dengan Foto Ooleh Hilman kami dituntut jeli dan tajam untuk presentasi terbaik. menemukan primata yang ada di sana agar tak kehilangan momen untuk Meskipun berlangsung sangat singkat, mengabadikannya. Leher mendongak, kami berharap pengalaman ini dapat kamera dan binokular yang selalu bermanfaat kepada seluruh peserta. dipegang erat, serta mata yang menyapu Selain itu, kami juga ingin berterima ke segala penjuru arah menelisik seluruh kasih kepada SWARAOWA yang telah pohon yang kami lewati. Saat ada yang mengajak kami untuk berkolaborasi berkata “Itu owa!” sembari menunjuk dalam kegiatan Pelatihan Metode Survei keberadaannya, senyum kami merekah Primata, serta seluruh peserta dan dan sigap tak ingin kehilangan pihak-pihak yang terlibat di dalamnya. momentum mengabadikan tingkah Semoga kita dapat berjumpa lagi di lain lucu mereka. kesempatan ya!

Penulis/Rima Maharani Editor/Fabian Ayu FORESTATION PUNYA CERITA | 21

OPINI

Pandemi dan Pariwisata :

Bangkit atau Semakin Menjerit

Foto oleh Roman Odintsov

22 | KOLOM OPINI

P

andemi ini insan pariwisata harus menghela nafas cukup panjang. Pandemi yang tak berujung ini seakan menghantui setiap orang tanpa berkesudahan, salah satunya dunia pariwisata. Milenial ini, dunia pariwisata yang seharusnya merupakan ujung tombak pendapatan devisa negara ditambah perkembangan yang cukup pesat karena tren media sosial, kini seakan pupus tatkala pandemi melanda.

Situasi yang seharusnya membuat dunia pariwisata membumbung tinggi namun kini harus menukik tajam dan seluruh insan yang bergerak didalamnya semakin hari semakin tercekik apabila situasi tak kunjung membaik.

Saat ini, hampir dua tahun pandemi melanda dunia.

Tercatat 50 juta orang di dunia yang bekerja pada sektor pariwisata terdampak akan hal ini, sementara di tanah air terdapat 6,5 juta orang yang terdampak. Restoran, agen perjalanan, hingga penjual oleh-oleh pun terkena imbasnya. Sekarang para pekerja yang berada di sektor pariwisata berada pada situasi simalakama atau situasi kebimbangan diantara beberapa pilihan, yakni memaksa bekerja dengan resiko kemungkinan terinfeksi Covid-19 atau tidak bekerja dengan resiko kelaparan yang ada di depan mata.

Miris rasanya ketika melihat Bali dan Jogja sebagai kota dengan kunjungan pariwisata terbanyak di Indonesia kini sepi seperti kota mati. Geliat keramaian di pusat oleh-oleh hingga ruang-ruang seni kini sukar untuk ditemukan. Kini ditengah kondisi yang serba terbatas ini dibutuhkan kreativitas dan kebijakan yang solutif dari pemerintah untuk menghadapi permasalahan multisektoral ini.

Lalu kapan sektor pariwisata akan bangkit kembali ?

Pelan tapi pasti, kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan pariwisata kini menemui titik terang, Percepatan vaksinasi di sektor pariwisata terus dikebut untuk mengupayakan berjalannya roda perekononomian bidang pariwisata nantinya dengan didukung kesehatan yang baik. Selain itu, penerapan protokol kesehatan dan sertifikasi CHSE (cleanliness, health, safety, and environment) merupakan salah satu solusi dalam membangkitkan kembali industri pariwisata di Indonesia di tengah pandemi.

Sertifikasi CHSE ini bertujuan untuk mengembalikan kepercayaan wisatawan untuk kembali berkunjung ke destinasi wisata. Adanya sertifikasi CHSE ini nantinya

dapat dijadikan sebagai pengakuan bahwa suatu unit usaha telah memenuhi standar kesehatan, kebersihan, keselamatan dan kelestarian lingkungan.

Solusi seperti ini dapat berjalan apabila penyedia pariwisata dan pengunjung memiliki visi yang sama dalam melihat aspek pariwisata. Maka dari itu, kebijakan pemerintah seperti ini harus diimbangi dengan kesadaran setiap insan yang bergerak di sektor pariwisata. Akan ada titik terang apabila semua sektor pariwisata mampu menerapkan solusi ini dan kebangkitan dunia pariwisata akan semakin mudah.

Bagaimana dengan pariwisata di kawasan konservasi ?

Berbagai kawasan konservasi di Indonesia seperti taman nasional, taman hutan raya, taman wisata alam hingga taman buru memiliki korelasi yang sangat erat dengan sektor pariwisata. Hal ini dikarenakan kawasan konservasi memiliki zona pemanfaatan yang sebagian wilayahnya digunakan sebagai sarana pariwisata alam.

Untuk menghadapi pariwisata di era pandemi ini, beberapa kawasan konservasi menerapkan cara kreatif untuk tetap berkontribusi dalam sektor pariwisata salah satunya dengan virtual tour seperti yang dilakukan oleh Taman Nasional Gunung Rinjani dengan menyediakan video mengenai keindahan taman nasional dengan tujuan mampu memperlihatkan keindahan yang dimiliki kawasan konservasi sehingga para penikmat wisata alam cukup menikmati keindahan alam hanya dari rumah saja. Pandemi ini, solusi kreatif sangat dibutuhkan untuk membangkitkan sektor pariwisata dari keterpurukan.

Penulis/Akbar Wahyu Illahi Editor/Fabian Ayu

KOLOM OPINI | 23

TTS Teka Teki Sui

Ayo kirimkan jawaban dan menangkan hadiahnya!

Batas pengiriman jawaban 4 Oktober 2021 24 | TEKA TEKI SUI (TTS)

MENDATAR 2. Chelonia mydas 6. Makanan dugong 8. Sertifikasi penerapan protokol kesehatan 9. Sesuatu yang menarik perhatian 10. TN di utara Pulau Jawa MENURUN 1. Pencegah Abrasi 3. Habitat Owa jawa 4. Selam permukaan 5. Orang yang berwisata 7. Sebelum terbentuk pulau

FORMAT PENGIRIMAN JAWABAN: 1. jawaban dalam bentuk foto atau tulisan disertai nomor dan keterangan jawaban (mendatar atau menurun) 2. Sertakan data diri (nama, fakultas, angkatan, alamat email) 3. Kirimkan jawaban melalui email kami forestation.fkt@ ugm.ac.id

“Niche” merupakan sebuah brand merchandise dari FORESTATION. Merchandise yang diproduksi berupa kaos, totebag, dan vest.

Hasil penjualan dari Niche akan dialokasikan untuk mendukung program kerja FORESTATION dan aksi sosial yang bergerak dibidang konservasi. Jangan sungkan untuk melihat produkproduk kami di instagram @relungjualan.

Vo l. X I I

Akasia

Pariwisata di Masa Pandemi

CONNECT WITH US