
6 minute read
CERITA PENDEK KELOMPOK LINTANG
awal dari sekolahnya hanya untuk membantu ibunya bekerja, hal ini membuatnya mengalami kendala dalam mengerti pelajaran karena tidak bisa fokus 100% hanya untuk sekolah.
Pernyataan Ikhsan mengiris hati paling dalam Selena, bagaiman mungkin seorang anak usia 9 tahun mengemban tanggungjawab begitu besar, mengorbankan banyak hal yang seharusnya bisa ia dapatkan di usia belia, menjadikan kemampuan emasnya tidak terasah dan kusam.
Advertisement
“Ah, maaf ya kak, Ikhsan jadi banyak bicara, pokoknya mewakili teman – teman yang ada disini mau ngucapin banyak terimakasih sama kakak –kakaknya, udah mau dating dan main sama kita semua” ucap ikhsan dengan senyum tulus memperlihatkan dua gigi kelincinya. “Iya sama – sama, oh waktu istirahat udah habis, kita kembali ke rumah baca yuk” ajak Selena, setelah beberapa saat lalu di teriyaki Nathan untuk kembali. Mereka berjalan beririgan kembali ke rumah baca, hari ini Selena mendapatkan banyak sekali pelajaran penting dalam hidupnya sekaligus membuatnya jadi lebih bersyukur. Setiap orang punya masalah dan setiap orang puny acara sendiri menikmati masalahnya, semua tergantung diri kita masing – masing yang ingin terusmenggerutu atau tersenyum menghadapi semuanya. “Semoga senyum gigi kelincimu ngga pernah hilang ya san” gumamam selena sambal melihat kea rah rumah baca yang semakin jauh setelah ia dan teman –temanya tinggalkan untuk kembali kerumah masing – masing.
134

HariTerakhir Akhirnya Berakhir
Sandi Rio
Astagfirullahhaladzim….Su ara pertama yang keluar dari mulutku saat terkejut mendengarkan alarm yang padahal aku sendiri yang menyetel di jam empat pagi. Di dalam ruangan yang hanya berukuran tiga meter dikali dua koma tujupuluh lima meter, ruangan yang hampir saja kedap, dengan 4 pentilasi yang masingmasing dua diatas pintu dan 2 diatas jendela yang sangat jarang dibuka dan memiliki tirai. cukup untuk tempat membangun semua minpi yang sedang diperjuangkan. Dengan nyawa yang seakan belum sepenuhnya berada di dalam tubuhku, mata yang sayup, baju yang sedikit terbuka, rambut yang mengarah ke semua arah, kemudian kupaksa mengangkat kepalaku dan mengambil gawai segera aku menonaktifkan alarm yang sedikit terasa mengganggu mimpi indah yang sedangku nikmati, ah sial;ucapku dalam hati. Padahal aku sedang menjadi super hero, hal tak pernah aku rasakan itu di kehidupan nyata. Memang mimpi kadang selalu terasa indah daripada kenyataan, ah begitulah kehidupan. Sebentar, apa itu hidup? Hanya Menunggu kematian? Makan untuk memenuhi keinginan? Kerja dari pagi sampai sore untuk memenuhi kebutuhan? Atau waktu yang diberi tuhan untuk bersenang-senang? Kurasa tidak demikian, menurutku hidup adalah ketika kita sadar akan waktu yang diberikan oleh tuhan yang tidak tahu sampai kapan tetapi kita menggunakan untuk hal yang bermanfaat untuk orang lain, jika belum bisa setidaknya lakukanlah hal terbaik untuk diri sendiri dan jangan merugikan orang lain. Konsep awal dan akhir memang tidak ada yang tau, tapi gunakan itu untuk hal yang hal yang bermanfaat, terlepas dari siapapun kita, dimanapun kita dan sekecil apapun yang bisa kita berikan.
Sekarang waktu sudah menunjukan pukul setengah lima pagi, kupaksa tubuhku yang tertarik oleh magnet kasuer yang melebihi gravitasi yang dimiliki oleh bumi untuk berdiri dan mengambil handuk yang kutaruh diatas lemari kecil yang berada sebelah meja belajarku yang berwarna coklat. Meja belajar yang makin hari makin rapuh karena

135
menanggung beratnya sebuah box yang berisi mimpi–mimpi yang sangat tinggi, bahkan akupun tak mtau batas tempat aku menaruh mimpi itu sendiri. Lalu, kuambil ember merah yang berisi peralatan mandi, yang sebenarnya terlalu besar untuk tempat sabun atupun sikat gigi. Tidak sampai 10 menit aku sudah berada di kamar lagi. Ya begitulah waktu mandiku memang tidak seperti orang lain yang kadang bisa sampai setengah jam atau bahkan satu jam. Kubuka lemari kecil yang masih saja setia menannggung beban dari koper hijau kecil yang menjadi partner bahkan saksi sepenggal perjalanan hidupku, melewati berbagai kota, dan berlabuh di pulau dengan penduduk terbesar diindonesia bahkan dunia. Setelah selesai sholat subuh aku menggunakan seragam yang didominasi warna biru dan sebagian merah dengan bawahan celana formal hitam, ya begitulah rutinitasku di mingggu pagi yang awlanya seminggu sekali sekarang menjadi 2 minggu sekali dan hanya 3 kali pertemuan, itupun aku hanya bisa mengikuti 2 pertemuan dikarenakan ada sebuah kegiatan yang tidak bisa ditinggalkan. Sialnya hari ini kami hanya menjalankan tugas hanya berdua dari total kelompok kami yang berjumlah enam, empat orang entah kemana, informasi di grup sih demam, tapi aku tidak tahu pasti keadaan mereka, karena chat akupun tak dibalas. Kubuka gawai yang tadi sempat aku matikan, ternyata sudah ada pesan dari salah satu grub yang mengingatkan untuk tidak datang terlambat di tempat pertemuan disalah satu gerbang universitas pendidikan di indonesia, yang bisa dibilang salah satu perguruan tinggi berbasis pendidikan terbaik diindonesia. Walau tidak semua jurusan yang ada didalamnya adalah jurusan pendidikan. Sesampainya di sana aku hanya melihat bangku besi berwarna coklat dipinggir trotoar yang bahkan tidak ada yang duduk disana, aku sudah tidak heran dengan suasana ini, yang tadi mengingatkan untuk jangan terlambat bahkan ikut terlambat, kadang aku tak habis pikir. Aku sadar hidup di negara yang bahkan disebut negara tersantuy, ah sudahlah kutunggu saja walaupun perut selalu mengajak untuk menjenguk warung diseberang jalanyang bahkan masih jam enam pagi sudah buka. Setelah hampir satu jam menunggu akhirnya semua teman-teman sudah lengkap dan bersiap untuk berangkat, tujuan kami kali ini

136
adalah salah satu panti asuhan di kota ini. Yel-yel dan berdoa seakan ritual yang sangat wajib dilakukan, selesai itu kamipun menyalakan kendaraan masing-masing dan segera berangkat ke panti asuhan itu. 30 menit perjalanan tidak terasa akhirnya kani sampai ditujuan. Kami disambut beberapa murid yang tampaknya sudah menunggu kedatangan kami, anak yang masih remaja yang saya sendiri tidak tahu secara pasti kenapa meraka ada disini, apa orang tuanya sudah tidak utuh atau permasalahan lain. Stetelah itu kami melanjutkan dengan berjalan melewati lorong maupun tangga untuk bbisa sampai ke kelas yang berada di lantai dua. Setelah semua anak berkumpul kami melihat wajah yang penuh semangat dari mereka yang akan kami bimbing yang kebetulan akan membuat kerajinan tangan dari barang bekas. Melihat itu akupun menjadi bertambah semnagat untuk berbagi bersama mereka yang walaupun dengan semua keterbatasan keadaan mereka tetap bersemangat berbeda jauh dengan aku sendiri yang sering bermalas-malasan. Kami memulai pembelajaran dengan ice breaking kemudian senam, dolanan dan yang terakhir adalah membuat kerajinan tangan dari barang bekas dari kardus,dan sedotan yang akan kami jadikan bingkai foto sederhana berukuran 20 cm kali 15 cm. dengan tambahan kertas origami yang berwarna warni menambah keindahan bungkai foto yang kami buat bersama dengan adek-adek yang ada disana. Kami membebaskan warna yang mereka pakai untuk membuat bingkai tersebut sesuai warna yang mereka sukai, ada yang mengambil warna merah, kuning, ptuih, hijau bahkan oranye. Dan kami membagi semua dengan rata. Yang membuatku senang berada disini adalah adekadek yang berada disini sangat antusias dan tertib dalam membuat bingkai foto. Tidak hanya membuat bingkai foto tapi kamipun berbincang dan bercerita bersama mereka, tentang pribadi seperti umur, kelas, asal, bahkan sampai makanan kesukaan. Untuk aku yang sangat jarang berbicara momen seperti ini adalah moment yang menyenangkan bisa bercengrama dengan orang baru dan mengenal orang baru dan membuatku lebih bersyukur dengan apa yang aku miliki sekarang. Ini membuatku lebih baik, wajar saja aku yangnotabene yang setiap hari hanya didalam kost yang hanya memikirkan hal yang tidak jelas dan mempelajari satu satu bahasa di dunia yang

137