3 minute read

Mal Blok M dalam Nostalgia dan Kenangan

Tiga puluh tahun menemani semaraknya kota Jakarta, Mal Blok. M, kini seakan lenyap ditelan zaman

Deretan toko berlabel “disewakan” kini memenuhi lorong utama Mal Blok M. Sebuah sentra perbelanjaan yang ramai di media akhir ’90-an hingga pertengahan 2010-an, kini menjadi tempat yang sepi, seakan hilang ditelan zaman. Hanya ada dua kios pakaian yang masih menjalankan aktivitas jual-beli dari ratusan kios yang buka di masa jayanya.

Advertisement

Di tengah keraguan atas nasib bangunan tua nan legendaris tersebut, ikatan memori masyarakat memenuhi dunia maya. Salah satunya adalah Hafiz Oktri Putra yang mengunggah foto sepinya Mal Blok M di grup Facebook Penggemar Pusat Perbelanjaan Sekarat dengan caption “Mall Blok M, hanya tersisa Sports Station, grosiran baju, sepatu dan komunitas Tamiya”.

Gelombang nostalgia tidak hanya melanda dunia maya. Adiva Fitriani, seorang pelajar yang saat itu berkunjung ke Mal Blok M, secara langsung menceritakan kenangan masa kecilnya di kawasan tersebut. “Iya, dulu bersama ibu saya sering kesini. Berbelanja baju, kosmetik, tapi kalau sekarang sudah sepi, jadinya sudah jarang kesini,” tuturnya saat ditemui oleh Didaktika pada Sabtu (15/10/22)

Adiva sangat menyayangkan jika Mal Blok M ini sampai ditutup dan digusur. Karena, lanjut Adiva, ia harus mencari tempat bermain yang lebih jauh dari rumahnya.

“Kalau disini sampai tutup juga kita jadi gak main disini lagi, harus cari tempat yang lebih jauh, seperti FX Sudirman atau Cinere,” ucapnya mengakhiri pembicaraan.

Kisah mendalam terkait Mal Blok M juga diceritakan oleh Indra. Terkait isu akan ditutupnya Mal Blok M, Indra merasa sedih. Pada periode 2006 sampai 2008, pria berumur 42 tahun ini kerap menjemput istrinya di terminal Blok M, sekaligus santap malam bersama di kedai Mie Aceh atau Rujak Bang Jali.

“Namun, itu merupakan bagian dari perubahan,” lanjutnya.

Dinamika tentu banyak terjadi di kawasan Mal Blok M ini. Mulai dari ramainya pengunjung sejak awal dibuka, hingga menjadi sepi seperti sekarang. Agus Faisal, pria berumur 50 tahun merupakan saksi hidup dinamika tersebut, bahkan sejak awal pembangunan Mal Blok M. Pria yang kini menjadi petugas kebersihan itu menceritakan, dahulu, Mal Blok M menjadi kawasan yang disesaki pedagang kaki lima, dengan lalu lalang metro mini yang silih berganti menyambangi terminal.

Sayangnya, menguatnya isu penutupan Mal Blok M dan merosotnya jumlah pengunjung membuat para penyewa kios angkat kaki dan memutuskan untuk pindah ke Blok M Square. Ia pun tidak tahu pasti tentang isu penggusuran Mal Blok M. “Saya hanya tahu, kalau ini akan dijadikan stasiun integrasi MRT,” ujarnya.

Agus, sebagai orang yang menggantungkan hidup dengan bekerja sebagai petugas kebersihan, cukup keberatan dengan penutupan Mal Blok M. “Kalau digusur, saya harus mencari pekerjaan baru, dan itu cukup sulit mengingat saya sudah berusia lima puluh tahun,” ujar Agus.

“Kalau disini sampai tutup juga kita jadi gak main disini lagi, harus cari tempat yang lebih jauh, seperti FX Sudirman atau Cinere,”

Penulis : Fajar M. Febrian Editor : Ahmad Qori H.

This article is from: