10 minute read

Menakar Efektivitas Pemblokiran Menakar Efektivitas Pemblokiran Situs Pornografi: Solusi yang Tak Situs Pornografi: Solusi yang Tak Kunjung Realistis? Kunjung Realistis?

Next Article
Daftar Pustaka

Daftar Pustaka

Masifnya perkembangan teknologi dan komunikasi kini telah menjuru ke tanah air Indonesia. Bagai dua sisi koin, di satu sisi perkembangan teknologi banyak menunjang efektivitas dan efisiensi kegiatan manusia. Salah satu bentuk masifnya perkembangan teknologi adalah masyarakat dengan mudahnya dapat mengakses konten pornografi. Menurut survei yang dilakukan oleh salah satu situs dewasa terbesar di dunia pada tahun 2015 dan 2016, Indonesia menempati peringkat kedua sebagai pengakses video porno terbanyak setelah India. Dari data tersebut, dapat diketahui bahwa generasi muda adalah pengakses tertinggi situs mereka dengan persentase mencapai 74%.

Selain itu, survei yang dilakukan oleh Komisi

Advertisement

Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) di 12 kota di Indonesia juga menunjukkan angka yang signifikan, yakni sebesar 97% pengakses konten pornografi berasal dari usia 15–19 tahun. Tingginya angka akses situs pornografi di Indonesia membuat

Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) memulai pemblokiran sejak 5 Maret 2018. Tujuan dari pemblokiran ini tidak lain adalah untuk melindungi anak-anak bangsa dari konten yang tidak mendidik. Terhitung sejak 10 Agustus 2020, mode aman (safe mode) pada mesin pencari diberlakukan sehingga masyarakat tidak dapat mengakses segala konten yang mengandung unsur pornografi menggunakan penyedia layanan internet nasional. Tak hanya itu, adanya Pasal 26 Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang memuat pelarangan keras pornografi di Indonesia semakin menunjang aktivitas pemblokiran Ditambah lagi, Peraturan

Menteri Nomor 19 Tahun 2014 memuat bahwa pemblokiran situs pornografi sekarang bebas dilakukan tanpa harus menunggu laporan atau permintaan kementerian atau lembaga

Kemkominfo bahkan berencana untuk mengusulkan dana Rp1 miliar untuk pengadaan mesin pemblokir yang lebih efektif di tahun 2021

Namun, ternyata survei salah satu situs dewasa mengklaim bahwa pada tahun 2020 terjadi peningkatan akses situs pornografi sebesar 18 persen dibandingkan masa sebelum pandemi Covid-19 di Indonesia. Survei nasional yang dilakukan oleh KPAI pada tahun 2020 juga menunjukkan bahwa 22% anak di Indonesia menonton konten bermuatan pornografi selama pandemi Lantas, sudah tepatkah langkah pemblokiran situs pornografi?

Mengenal Lebih dalam tentang

Pornografi

Sebelum menilik lebih jauh, sebenarnya apa itu pornografi? Kata pornografi digunakan untuk menyebut istilah “prostitusi” pada zaman Yunani. Saat ini, pornografi dapat didefinisikan sebagai materi seksual eksplisit (verbal atau gambar) yang bertujuan utama untuk menghasilkan gairah seksual pada penontonnya Seiring dengan perkembangan era digital, sudah seharusnya literasi digital masyarakat juga meningkat Menurut laporan dari The Economist Intelligence, Indonesia menempati peringkat 30 dari 75 negara dalam kategori literasi digital. Dengan akses internet yang sudah cukup mudah dan literasi digital yang tidak terlalu tinggi, masyarakat Indonesia sangat mudah mengakses konten pornografi yang ada di internet.

Menurut pandangan kaum feminis, pornografi memiliki dampak yang sangat berbahaya bagi kaum perempuan Pornografi menjadikan perempuan sebagai objek seksual karena perempuan dieksploitasi dan ditindas dalam konten pornografi. Pornografi dianggap melanggar hak asasi perempuan dan menyebabkan sebuah diskriminasi karena perempuan dianggap sebagai korban dalam pornografi

Pemikiran kaum feminis tersebut menjadi dorongan bagi pemerintah untuk melakukan pemblokiran pornografi. Pemerintah menilai bahwa pornografi harus mendapat perhatian serius dan tidak dapat diabaikan

Terlebih lagi perempuan mendapat perhatian khusus dari pemerintah dalam perlindungan pengaruh buruk konten pornografi. Adapun pemerintah Melalui

Kemkominfo melakukan tindakan preventif berupa pemblokiran konten pornografi yang didasari Pasal 17

Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi. Pemblokiran dilakukan agar jumlah pengakses konten pornografi di Indonesia dapat berkurang. Menurut riset yang dilakukan pada 2003, pemblokiran situs-situs pornografi dapat mengurangi resiko anak terpapar konten pornografi hingga 40%

Pemblokiran konten pornografi yang dilakukan

Kemkominfo salah satunya berupa penerapan mode aman (safe mode) pada mesin pencari. Fitur ini membuat hasil penelusuran konten pornografi bagaimanapun pencariannya, tetap tidak akan membuahkan hasil Meskipun terdapat celah dalam fitur ini, pemerintah secara bertahap terus memperbaiki fitur mode aman ini. Selain menggunakan fitur mode aman (safe mode), Kemkominfo juga melakukan pemblokiran situs-situs yang mengandung konten pornografi Dikutip dari CNN Indonesia, Kemkominfo berhasil memblokir 1.025.263 situs porno sepanjang tahun 2019. Pemblokiran dilakukan menggunakan sebuah mesin bernama Artificial Intelligence System (AIS) Menurut Direktur Jenderal

Aplikasi Informatika Kemenkominfo, Semuel Abrijani, pemblokiran dilakukan sebagai upaya melindungi masyarakat secara luas.

Menurut pengamat telekomunikasi informasi dan transaksi elektronik, Dr Ronny, pemblokiran konten pornografi yang dilakukan oleh Kemkominfo dirasa sudah cukup efektif dalam meminimalkan konten pornografi meskipun penyebaran konten pornografi dinilai tidak akan ada habisnya. Akan tetapi, di sisi lain pemblokiran pornografi perlu ditinjau ulang efektivitas dan efisiensinya. Kebijakan yang dilakukan pemerintah harus menggunakan Asas-Asas Umum

Pemerintahan yang Baik (AUPB) sebagaimana tertera pada Pasal 10 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan Perlu dipertanyakan apakah pemblokiran situs pornografi sudah dilakukan dengan cermat dan bermanfaat bagi masyarakat Penulis menemukan setidaknya ada empat hal yang bisa menjadi bahan evaluasi pemblokiran situs pornografi, yaitu, pemborosan anggaran, keberadaan fitur VPN, korelasi dengan kekerasan seksual, serta hak asasi manusia dan moralitas.

Pemblokiran situs porno yang dilakukan oleh Kemkominfo dianggap sebagai suatu perbuatan yang merugikan karena menguras anggaran negara. Bagaimana tidak, ketika negara ingin memperbaiki moral para generasi penerus bangsa dengan cara melakukan pemblokiran terhadap situs porno, tetapi menurut mantan Menteri Komunikasi dan Informatika, Rudiantara, kenyataannya keberadaan situs porno tersebut terus bermunculan bahkan tidak sebanding dengan jumlah situs yang terblokir Melihat kondisi tersebut, sangat disayangkan karena pemerintah seakan-akan menggelontorkan dana yang begitu besar untuk hal yang sia-sia bagaikan pepatah “patah satu tumbuh seribu”.

Berdasarkan data yang penulis temukan, pada tahun 2017, Kemkominfo menyediakan anggaran sebesar Rp 222.452.500.000 yang digunakan untuk jasa konsultansi perencanaan dan manajemen proyek implementasi sistem monitoring dan anggaran sebesar Rp10 580 000 000 untuk perangkat pengendalian situs internet bermuatan negatif Kemudian pada tahun 2020, dana yang dikeluarkan oleh pemerintah masih saja tetap besar dan tidak menunjukkan tanda-tanda penurunan yang signifikan. Hal tersebut dapat dilihat dari dana senilai Rp200 miliar yang digunakan untuk sebuah mesin filtering yang bernama AIS dari PT INTI. Tidak berhenti sampai disitu, Kemkominfo masih berencana untuk membeli mesin pemblokir baru yang dapat memblokir secara mandiri tanpa melalui operator senilai Rp1 triliun Dana tersebut bukanlah angka yang tergolong kecil mengingat hasil dari pengimplementasiannya yang dirasa kurang efektif.

Maka dari itu, penulis merasa sebaiknya dana tersebut dialokasikan kepada bidang yang dirasa lebih efektif, seperti pemberian edukasi seksual kepada masyarakat Indonesia mengingat terdapat riset oleh Durex Indonesia pada tahun 2019 yang menyatakan bahwa 84 persen remaja di Indonesia belum mendapatkan pendidikan seks. Selain itu, hal ini juga masih menjadi hal yang sangat tabu karena tidak banyak dari orang tua yang memberikan edukasi seksual kepada anaknya, karena menganggap hal tersebut masih sangat tabu untuk dibicarakan Selain itu, pemindahan alokasi dana tersebut tidak kalah penting, karena dengan memberi edukasi seksual kepada anak, maka dampak negatif dari mengakses konten pornografi dapat berkurang mengingat sang anak dapat memperoleh pengetahuan akan konsekuensi dari pornografi itu sendiri.

Manfaat pemberian edukasi seksual di beberapa negara yang menerapkannya pun sudah terbukti Sebuah studi yang dilakukan oleh Sexuality Information and Education Council of the United States (SIECUS) menunjukkan bahwa remaja cenderung akan menunda seks dan memiliki hubungan yang sehat ketika mereka diberikan pendidikan seks yang komprehensif dibandingkan hanya diberikan pantangan saja. Selain itu, remaja juga cenderung akan lebih bertanggung jawab terkait perbuatan seksualnya Keuntungan penerapan pendidikan seks juga dapat terlihat di beberapa negara yang menerapkannya Di Belanda, angka kehamilan usia muda tergolong rendah karena anak usia empat tahun keatas diwajibkan untuk mendapatkan pendidikan seks.

Di Swiss, angka kelahiran sepuluh kali lebih rendah daripada Amerika Serikat karena sudah diterapkan pendidikan seks sejak anak duduk di bangku TK. Penelitian yang dilakukan oleh Dawson juga mengindikasikan bahwa mereka yang pernah mendapatkan pendidikan seks cenderung lebih toleran terhadap perilaku seksual yang dilakukan orang lain. Jika ditinjau dari perspektif psikologi, hasil penelitian Marsiglio dan Mott menjelaskan bahwa pendidikan seks berpengaruh secara signifikan terhadap perilaku seksual, terutama pada remaja dengan rentang usia 15–16 tahun. Bahkan UNESCO menyarankan agar setiap negara di dunia menerapkan pendidikan seksual secara komprehensif, tak terkecuali Indonesia.

Keberadaan Fitur VPN

Keberadaan fitur Virtual Private Network atau yang biasa disebut dengan VPN malah menjadi batu sandungan bagi kebijakan pemblokiran situs pornografi Kemkominfo Pasalnya, dengan adanya VPN kebijakan pemblokiran situs porno seakan-akan menjadi suatu kesia-siaan. Hal ini terjadi karena VPN memiliki fitur dimana pengguna aplikasi ini dapat berselancar di internet menggunakan server negara manapun yang diinginkan. Artinya, pengguna fitur ini dapat memilih server negara lain dimana situs porno tidak diblokir di negara tersebut Hal ini juga diperburuk dengan kemudahan pengguna perangkat elektronik dalam mendapatkan fitur VPN Contohnya, pada pengguna perangkat telepon genggam, fitur VPN dapat diunduh secara legal dari penyedia aplikasi seperti Google Play Store dan App Store, sementara pada pengguna laptop dapat mengaksesnya lewat situs penyedia layanan di internet. Ditambah lagi, kebijakan kerja sama Kemkominfo dengan pihak lainnya juga akan memakan waktu dan biaya yang lebih banyak sehingga membuat kebijakan ini menjadi sangat tidak efektif

Korelasi dengan Kekerasan Seksual

Korelasi tontonan pornografi dengan kasus kekerasan seksual yang masih begitu marak di Indonesia sejatinya dapat dipertanyakan. Korelasi tersebut perlu dibuktikan lebih lanjut keabsahannya

Penulis dapat menemukan riset tentang hal ini yang terdapat pada negara dengan indeks kekerasan seksual tertinggi di dunia, yaitu India. Riset ini dilakukan pada tahun 2014 oleh tim dari Departemen Psikiatri, National Institute of Mental Health and Neurosciences (NIMHANS), Bangalore, Karnataka, India di mana metode penelitian yang dilakukan ialah dengan cara pengambilan data jumlah kasus kejahatan terhadap perempuan yang dilaporkan dengan jumlah total pengguna internet selama 15 tahun terakhir Kemudian dari hasil penelitian tersebut dapat dibuktikan bahwa tidak ditemukan hubungan yang signifikan antara jumlah pengakses konten pornografi terhadap jumlah kasus kekerasan seksual dan kejahatan terhadap perempuan di India

Menurut tim riset, konklusi dari penelitian tersebut juga sejalan dengan temuan dari Amerika Serikat, Denmark, Swedia, dan Jerman Barat di mana mereka melaporkan bahwa tidak ada perubahan yang signifikan dalam tingkat kekerasan seksual dengan angka pengakses pornografi Temuan yang sudah disampaikan berikut juga bisa dijadikan sebagai tolak ukur untuk bahan evaluasi bagi Kemkominfo terhadap kebijakannya. Melihat dari data tersebut, yang menjadi pertanyaan adalah: “Apakah Kemkominfo peduli dengan segala aspek negatif yang disebabkan oleh pornografi atau hanya peduli pada aspek moralnya saja?

Hak Asasi Manusia dan Moral Claim

Pemerintah

Setiap individu dari masyarakat memiliki hak yaitu Hak Asasi Manusia yang menurut Pasal 1 Ayat 1 UndangUndang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia memiliki definisi sebagai “seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia ”

Menurut Pasal 14 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, “Setiap orang berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis sarana yang tersedia“ Dengan demikian, hak asasi manusia merupakan hak dasar yang secara kodrati melekat pada diri manusia, bersifat universal dan langgeng, sehingga keberadaannya harus dilindungi, dihormati, dipertahankan, dan tidak boleh diabaikan, dikurangi, atau dirampas oleh siapapun. Oleh karena itu, menurut hemat penulis, eksistensi dari UndangUndang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi dimana di dalamnya terdapat Pasal 5 yang berbunyi “Setiap orang dilarang meminjamkan atau mengunduh pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1)”, tidak sejalan dengan keberadaan undang-undang tentang hak asasi manusia. Faktanya mengakses situs porno juga memiliki dampak yang positif seperti memberikan sensasi kepuasan serta sebagai sarana informasi bagi pasangan yang sudah menikah. Dari segala aspek tersebut, lantas apa sebenarnya maksud pemerintah memblokir situs pornografi?

Satu-satunya alasan tersisa pemerintah mengeluarkan kebijakan pemblokiran tersebut adalah berkaitan dengan moralitas Kemkominfo pun membenarkan bahwa tindakan pemblokiran situs pornografi dimaksudkan untuk melindungi anak-anak bangsa Akan tetapi, bentuk perlindungan seperti apa yang ingin dilakukan pemerintah? Melihat fakta yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa situs pornografi nyatanya terbukti tidak efektif berjalan di Indonesia, baik karena tidak berkorelasi dengan kekerasan seksual, adanya fitur VPN, pemborosan anggaran, maupun karena HAM.

Sekiranya urgensi pemerintah hanya berpacu kepada moral claim padahal tidak adanya dampak yang buruk bagi masyarakat, maka sebenarnya negara tidak berhak untuk memaksakan sebuah

“pilihan moral” bagi rakyatnya Menurut John Stuart Mill selaku reformator dari pandangan utilitarianisme memandang bahwa pemerintah yang baik adalah pemerintah yang sedikit memerintah Dengan begitu, negara seharusnya melindungi rakyatnya dari kekerasan dan pemaksaan dari pihak lain, bukannya menjadi pihak yang melakukan pemaksaan bagi rakyatnya

Seharusnya pemerintah dapat berkaca dari pandangan John Stuart Mill terkait peran pemerintah

Berbekal pada database Trust + Positif yang dikelola, Kemkominfo memberikan instruksi kepada setiap penyedia jasa layanan internet untuk memblokir situs-situs yang dimasukan dalam blacklist. Baru-baru ini, pengadaan sebuah alat baru untuk mengais kontenkonten yang menurut Kemkominfo masuk kategori negatif atau melanggar hukum (mesin AIS), untuk kemudian diproses dan dilakukan pemblokiran kembali dipertanyakan legitimasinya. Sebab, hal ini seringkali berakibat pada adanya tindakan over blocking atau blokir salah sasaran

Permasalahan dan Perspektif Yuridis

Terhadap Pemblokiran

Situs Pornografi

Pemblokiran situs pornografi di Indonesia acap kali tidak memiliki prosedur yang jelas dan tetap

Misalnya, Pasal 17

Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi (UU Pornografi), yang memberikan wewenang bagi pemerintah (termasuk pemerintah daerah) untuk melakukan pemblokiran konten pornografi di internet Namun, UU Pornografi tidak mengatur lebih jauh mengenai prosedur dilakukannya pemblokiran, termasuk mekanisme komplain dan pemulihannya Hal ini tentu saja bertentangan dengan prinsip keterbukaan dan prediktabilitas

Selain itu, konsep dan definisi mengenai konten internet masih samar Pasalnya aturan Kemkominfo tentang Penanganan Situs Internet Bermuatan Negatif justru tidak ditemukan definisi terkait konten internet, melainkan konsep situs internet Adapun definisi situs juga bukan penjelasan yang teknis melainkan sangat terfokus pada nilai negatif yang terkandung dalam situs yang terkoneksi dengan jaringan internet sehingga boleh diblokir Padahal, antara konten dan situs adalah dua hal yang berbeda. Konten merupakan informasi yang disampaikan melalui media tertentu termasuk produk elektronik, sedangkan untuk mengakses konten dapat melalui situs yang tersambung dengan jaringan internet. Oleh karena itu, pada praktiknya pemblokiran ini justru menyasar pada situs yang jangkauannya lebih luas dari ketimbang dengan konten negatif Hal ini jelas berpotensi melanggar dari ketentuan pembatasan hak informasi.

Meskipun pornografi telah memiliki dasar hukum untuk melakukan eksekusi pemblokiran, namun konsep ‘pornografi’ yang terlalu luas justru berpotensi melanggar kebebasan ekspresi dan hak atas informasi warga. Pasalnya, dalam UU Pornografi disebutkan ruang lingkup pornografi mencakup informasi yang secara eksplisit memuat mengenai persenggamaan, termasuk yang menyimpang, kekerasan seksual, masturbasi atau onani, ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan, alat kelamin, atau pornografi anak

Jika dikaitkan antara mekanisme yang digunakan Indonesia dengan pemblokiran situs dan ruang lingkup pornografi yang terlampau luas, justru hal ini dapat menimbulkan terjadinya pemblokiran situs nonpornografi. Misalnya, konten yang memuat edukasi atau kesehatan reproduksi turut menjadi sasaran pemerintah untuk memblokir situs tersebut hanya karena situs-situs tersebut memuat konten alat kelamin atau ketelanjangan. Padahal, mempertunjukkan konten tersebut ada dalam konteks edukasi atau kesehatan reproduksi atau bahkan menjadi argumen dalam diskusi hak asasi manusia Selain itu situs Telegram, TikTok, dan streaming film online pun pernah menjadi sasaran pemerintah. Tindakan ini tentu merupakan salah satu bentuk pelanggaran hak atas informasi.

Oleh karena itu, pemblokiran terhadap sejumlah situs pornografi beberapa kali menuai sejumlah polemik di publik Pasalnya, situs yang diblokir tidak secara selektif mengacu pada situs yang memiliki muatan konten yang dinilai ilegal menurut hukum Indonesia. Padahal, sebagai negara pihak dari Kovenan Internasional Hakhak Sipil dan Politik (ICCPR), seharusnya pemerintah

Indonesia harus tunduk pada prinsip-prinsip pembatasan, sebagaimana diatur dalam Pasal 19 ayat (3) ICCPR, maupun Pasal 28J

Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 dalam melakukan setiap pembatasan terhadap konten internet

This article is from: