
7 minute read
Amanat Agung dan Pemuda
Pdm. Christian Bayu Prakoso, M.Th - Asisten Gembala Sidang
GBI Pengharapan Surabaya
Advertisement
Memahami Amanat Agung
Saya ingin berangkat dari sebuah frasa yang selalu digaungkan di dalam gereja. Frasa yang selalu diasumsikan sebagai perintah untuk memberitakan Injil dan memenangkan dunia bagi Tuhan; Frasa yang menjadi idola banyak pendeta namun kurang menarik bagi jemaat; Frasa itu adalah “Amanat Agung”. Dengan penuh kerendahan hati, saya rindu menggali makna terpenting dari Amanat Agung.
Di dalam Matius 28:19-20a terdapat empat kata perintah yang tidak asing di telinga kita. Empat kata itu adalah pergilah, jadikanlah, baptislah, dan ajarlah. Bagaimana kita memahami posisi keempat perintah yang ada menentukan penekanan kita terhadap teks ini. Jika amanat agung selalu diidentikan dengan kata “pergilah”, bagaimana dengan ketiga kata perintah lainnya? Atau, apakah keempatnya memiliki kedudukan yang sama? Jika iya, apakah keempat perintah tersebut merupakan sebuah proses?
Segala kebingungan tersebut akan menjadi jelas ketika kita melihat struktur kalimat dalam bahasa aslinya. Dari seluruh kata perintah yang ada, hanya kalimat perintah “jadikanlah semua bangsa muridKu” (muridkan, Yunani : mathateusate) yang menggunakan bentuk imperatif (kata perintah). Sedangkan tiga lainnya dalam bentuk partisip. Dapat disimpulkan bahwa perintah utama amanat agung adalah “jadikanlah semua bangsa muridKu”. Sementara itu, ketiga kata perintah lainnya adalah sebuah proses yang berulang agar misi “jadikanlah semua bangsa muridku” terealisasi.
Dari penjelasan di atas, saya berkata dengan tegas bahwa Amanat Agung bukan sedang menekankan penginjilan melainkan pemuridan. Kesalahan gereja masa kini adalah menganggap Amanat Agung hanyalah tentang penginjilan, kemudian menyempitkan makna pemuridan sebagai sebuah diskusi di dalam kelas yang berujung pada perdebatan belaka.
Kebenarannya, penginjilan adalah sebagian proses dari pemuridan. Berubahlah dari “menjangkau” ke “menjadikan”. Artinya, tugas gereja bukan sekedar menjangkau, tapi lebih dari itu menjadikan semua jemaatnya untuk dibaptis, diajar, dan pergi menjadikan orang lainnya mengalami proses serupa.
Relevansinya bagi Pemuda Kristen
Definisi pemuridan yang tepat menentukan tepat tidaknya penerapan di dalam gereja. Mengacu pada struktur teksnya, maka definisi pemuridan adalah sebagai sarana membawa seseorang yang belum percaya untuk dapat dibaptis, kemudian diajar untuk melakukan segala sesuatu yang Tuhan perintahkan, serta diminta untuk pergi. Kepergian ini adalah untuk membaptiskan orang lainnya yang akan diajar, hingga orang tersebut pergi dan mengulang proses yang sama seterusnya. Itulah pemuridan. Jadi, jika apa yang saudara sebut dengan pemuridan meninggalkan satu atau bahkan dua bagian dari proses ini, itu bukanlah pemuridan.
Baptislah (Think Out)
“14,2% pemuda Kristen di Indonesia pernah mengalami putus harapan dan berpikir untuk mengakhiri hidupnya sendiri”, 2secara sederhana apabila ada 10 anggota PKMB setidaknya ada 1 pemuda yang pernah berpikir untuk mengakhiri hidupnya sendiri. Bagaimana mungkin hal ini terjadi? Saya tertarik untuk menghubungkan data ini dengan proses awal menjadi seorang murid yaitu pembaptisan.
Setiap orang yang mengaku percaya kepada Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamatnya, hendaklah dibaptiskan. Pembaptisan adalah lambang seseorang bertobat dari jalan yang salah menuju jalan yang benar, yaitu keselamatan kekal di dalam Tuhan Yesus Kristus. Disinilah awal dari pemuridan; Disinilah segala sesuatu dimulai; Disinilah setiap orang percaya harus menyadari akan keberhargaan kasih Kristus di dalam hidupnya— bahwa ia ditemukan, dipulihkan, dan dimampukan menjalani kehidupan ini di dalam Kristus.
Matius 13:44 berkisah “Hal Kerajaan Sorga itu seumpama harta yang terpendam di ladang, yang ditemukan orang, lalu dipendamkannya lagi. Oleh sebab sukacitanya pergilah ia menjual seluruh miliknya lalu membeli ladang itu.” Mungkin banyak orang heran dan menganggap investasi bodoh, ketika orang itu benar-benar melepaskan segala hartanya hanya demi sebidang tanah. Tapi, kita semua tahu bahwa pada akhirnya orang itu tidak benar-benar melepaskan segala sesuatu dengan percuma. Sebaliknya, orang itu memperoleh harta paling berharga, yaitu anugerah keselamatan di dalam Yesus.
Demikian juga dengan pemuda kaya raya yang hendak mengikut Yesus. Tuhan Yesus meresponnya dengan “…pergilah, juallah milikmu dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau akan beroleh harta di sorga”, kalimat yang sungguh radikal. Tapi, sesungguhnya Yesus tidak berusaha melepaskan orang ini dari segala kesenangannya. Sebaliknya, Yesus menawarkan kepadanya kepuasan dari harta kekal di sorga3.
Bagaimana dengan kita? Sudahkah kita menyadari keberhargaan kasih Allah yang merupakah harta, sukacita, hadiah terbesar di dalam hidup kita. Sudahkah kita menyadari bahwa Ia telah membayar lunas dosa kita? Karena pengorbananNya, gambar diri kita yang rusak telah dipulihkan dengan sempurna oleh Allah. Seharusnya, tidak ada orang Kristen yang terpikir untuk mengakhiri hidupnya. Pikirkan kembali! (Think Out)
Ajarlah (Stand Out)
“1 dari 3 remaja Kristen yang rajin beribadah berpotensi untuk tidak hadir lagi dalam ibadah”. Saya yakin data ini hanyalah sebagian kecil data maupun realita yang menggambarkan ironisnya kualitas iman pemuda Kristen. Jika meminjam frasa yang digunakan Paulus, ada banyak kaum muda yang tidak hidup berpadanan dengan Injil Kristus. Saya ingin menghubungkan ini dengan proses pengajaran di dalam pemuridan.
Proses selanjutnya di dalam pemuridan adalah mengajar murid untuk melakukan segala sesuatu yang Tuhan perintahkan. Makna “Ikutlah Aku” dalam Matius 4 mengandung implikasi radikal bagi kehidupan para murid Yesus di abad pertama. Yesus memanggil mereka untuk meninggalkan segala kenyamanan menuju ketidaknyamanan, meninggalkan kepastian demi ketidakpastian, meninggalkan karir dan merancang ulang kehidupannya.
Tentu dalam hati, kita berkata “Yesus tidak benar-benar meminta saya meninggalkan segala sesuatunya. Tepat di titik ini, sejatinya kita sedang membentuk Yesus menurut gambar kita sendiri. Kita cenderung menghindari perintah ekstrim ini dengan berbagai rasionalisasi yang kita buat. Padahal sesungguhnya, kita hanya tidak ingin melepaskan segala kenyamanan kita.
Perintah Allah ini mengajarkan kita untuk hidup bagi Kristus. Menyerahkan segala milik kita, yang adalah keluarga kita, pekerjaan kita, hobi kita, relasi kita untuk kemuliaanNya. Melepaskan segala keinginan daging dan hidup di dalam Roh. Dengan cara inilah, kita harus menjadi terang di tengah kegelapan. Melalui perspektif inilah, kita mampu membiasakan yang benar dan bukan membenarkan yang biasa. Melalui kehidupan yang diubahkan secara radikal inilah, kita dimampukan untuk berdiri teguh dalam iman kepada Kristus di tengah godaan dunia yang menghancurkan. Berdirilah teguh (Stand Out)
Pergilah (Reach Out)
“42,6% orang Kristen di Indonesia tidak memberitakan Injil di tahun 2020”.5 Data yang sejatinya mengecewakan. Bagaimana tidak? Sebuah perintah penginjilan yang selalu menjadi tagline gereja-gereja termasuk Gereja Baptis Indonesia, justru berbanding terbalik dengan realita yang ada. Faktanya, masih banyak orang Kristen yang tidak memahami mengapa ia diciptakan.
Jika ditanya tentang esensi Kekristenan, apa yang menjadi jawaban saudara? Mungkin sebagian mengatakan, “Allah mengasihi saya.” Tidak heran, apapun yang kita lakukan pada akhirnya untuk kepentingan saya. Ketika saya ingin pergi ke gereja, saya akan memilih gereja yang musiknya sesuai dengan saya; Ketika saya memberikan persembahan, saya memberi sesuai dengan keinginan saya; Ketika saya memilih pasangan hidup, saya memilih sesuai dengan saya. Semuanya tentang saya. Bagaimana mungkin saya menjadi obyek iman saya sendiri. Sungguh konyol!
Esensi Kekristenan yang benar adalah “Allah mengasihi saya, supaya saya menjadikan Dia, yaitu segala jalanNya, keselamatanNya, kemuliaanNya, dan kebesaranNya, dikenal oleh semua bangsa. Dengan demikian, Allah menjadi objek dari iman kita. Diri kita bukanlah akhir dari Injil, Allah adalah tujuan akhirnya”.6Sederhananya, Allah yang bekerja di dalam kita juga rindu bekerja melalui kita.
Dia ingin saya dan saudara mengikuti segala perintah dan misi-Nya bagi dunia ini. Melakukan apa yang menjadi tujuan dan maksud Tuhan menciptakan kita. Richard Rohr pernah mengungkapkan, “Transformed People, Transform People”, orang yang diubahkan adalah orang yang mengubahkan. Sudahkah saya dan saudara diubahkan? Jika sudah, ini waktunya mengubahkan, yaitu menjangkau dunia bagi kemuliaan Tuhan. Jangkaulah! (Reach Out)
IBYC 2023, ALL OUT!
Penjelasan di atas merupakan inti dari kegiatan Indonesian Baptist Youth Conference (IBYC) 2023 di Surabaya.
IBYC tahun ini akan diselenggarakan pada 29 Juni – 1 Juli 2023. Setiap peserta akan diajak untuk All Out, memakai segala yang dimiliki dengan sepenuh hati bagi kemuliaanNya. Dimulai dari Think Out (Memikirkan Kembali), Stand Out (Berdiri Teguh), dan Reach Out (Menjangkau Keluar). Melalui kegiatan ini, diharapkan seluruh peserta mampu menyadari, menghidupi, dan membagikan anugerah Allah itu kepada dunia.
