
3 minute read
Artikel Penata Layanan di Era Pandemi
Foto: unsplash.com

Advertisement
Artikel
Penatalayanan di Era Pandemi
Oleh : Pdt. Susanto Dwiraharjo - Ketua STT Baptis Jakarta
Hampir dua tahun, tepatnya satu setengah tahun lebih gereja berkelindan dengan pandemi. Kondisi ini telah mengubah pola pelayanan, dan lebih khusus penatalayanan gereja. Ini berarti bukan saja berbagai bentuk pelayanan gereja yang beradaptasi, tetapi lebih khusus pola penatalayanan gereja pun harus disesuaikan.
Apa yang membedakan antara pelayanan dan penatalayanan?
Secara umum tidak ada perbedaan, namun secara khusus memiliki pola dan pendekatan yang berbeda. Penatalayanan lebih terkait bagaimana orang percaya mengelola dan mempertanggungjawabkan karunia yang diberikan oleh Tuhan.
Penatalayanan ialah segala kebijakan dan tindakan orang percaya dalam mengelola karunia dari Tuhan, antara lain waktu, tenaga, pikiran, uang, harta benda, dll. Setiap orang percaya memiliki karunia yang berbeda-beda, tidak ada seorang pun yang tidak memiliki karunia.
Tuhan memberikan semua itu untuk menatalayani pekerjaan-Nya, sesuai dengan kehendak-Nya. Penatalayanan juga berarti bagaimana seseorang meningkatkan kesejahteraan hidup. Tugas ini hanya dapat terlaksana apabila orang percaya hidup bergantung pada pimpinan Roh Kudus.
Alkitab banyak memberi gambaran tentang penatalayanan, sebagai contoh Eliezer dalam Kejadian 24. Eliezer disebut sebagai pengelola harta Abraham. la adalah penatalayan yang mengelola harta dan urusan itu sesuai dengan kehendak Abraham, pemiliknya. Penatalayan ini disebut juga sebagai “kepala rumah” (Kej. 43:16,19; 44:4), “kepala istana” (Yes. 22:15), “mandur” (Mat. 20:8), “bendahara” (Luk. 16:1), “bendahara negeri” (Rm. 16:23). Paulus dkk. menyebut diri sebagai hambahamba Kristus yang mendapat kepercayaan mengenai rahasia Kristus (1 Kor. 4:1-2).
Setiap orang percaya adalah seorang penatalayanan. Gereja sebagai lembaga itu tidak menggantikan peran jemaat dalam menatalayani. Secara pribadi, setiap orang harus menjadi penatalayanan dalam jemaat dan masyarakat.
Wujud nyata dari ketaatan itu ialah kesediaan untuk bekerja melayani sesama dengan menggunakan karunia dan talenta yang diterima (harta, waktu, uang, kepandaian dll).
Tuhan Yesus adalah teladan orang Kristen dalam menatalayani. la datang untuk melayani, bukan untuk dilayani (Mrk. 10:-45), dan kelak Tuhan meminta setiap orang percaya mempertanggungjawabkannya, (Rm. 14:12). Di sisi lain, orang percaya harus mewaspadai godaan dalam penatalayanan.
Foto: Dokumentasi pribadi guru SM dan orang tua
Foto: Dokumentasi pribadi guru SM dan orang tua
Godaan itu bisa berupa penyelewengan terhadap kepercayaan yang diberikan kepadanya. Prinsip utama dalam pelaksanaannya adalah kesetiaan dan motivasi yang benar, apabila seseorang setia dalam perkara kecil, Tuhan akan memberi kepercayaan pada perkara besar (bnd. Mat.
Penatalayanan gerejawi memiliki banyak jenis, antara lain;
1) Penatalayanan Injil.
Tugas pemberitaan ini berhubungan erat dengan tugas melayani. Paulus menyebut tugas itu sebagai “pelayanan pendamaian” (2 Kor. 5:17-20).
2) Penatalayanan Talenta Bakat.
Setiap talenta harus dipertanggungjawabkan kepada Tuhan (Matius 25:12-30, 1 Korintus 12:12-27).
3) Penatalayanan Kesaksian.
Bersaksi berarti menunjukkan dan mewujudnyatakan kasih Kristus kepada sesama; setiap orang percaya harus bercahaya di tengah dunia (Filipi 2:15); menjadi terang dan terbuka bagi semua orang (Matius 5:14-16) dan selalu siap membawa orang lain kepada Kristus (1 Petrus 3:15).
4) Penatalayanan Waktu.
Perumpamaan gadis-gadis yang bijaksana dan yang bodoh adalah gambaran yang baik bagaimana seseorang menghargai dan mengelola waktu secara bertanggungjawab (Mat. 25:1-13).
5) Penatalayanan Uang.
Setiap orang percaya harus memiliki paradigma bahwa uang yang dimiliki adalah bersumber dari Allah. Dengan demikian harus dikelola dengan baik dan bijaksana (Ulangan 8:18; Mal.3:10; Fil.4:10-20).
Pemaparan di atas dapat menjadi dasar bagi gereja untuk melaksanakan berbagai bentuk penyesuaian penatalayanan. Sisi lain yang terjadi pada pada masa ini adalah terjadinya proses digitalisasi yang begitu cepat, dan gereja berada di tengah pusaran itu.
Gereja sudah masuk pada apa yang disebut “ekosistem digital.” Dengan demikian gereja dituntut untuk mampu secara bijak berkontekstual dalam berbagai bentuk penatalayanan. Hal itu dilakukan agar gereja tidak punah oleh perubahan. .
Artikel ini juga menjadi topik perbincangan dan didiskusikan dengan hangat dalam BapTalks: Transformasi Gereja Pasca Pandemi pada tanggal 30 November 2021 jam 18.30 WIB. Rekaman dapat diakses melalui Youtube Baptis Indonesia.
Pdt. Susanto Dwiraharjo
Narasumber
Amos Ursia
Moderator
Monica Muryawati
Penanggap Pdm. Mesakh E.T. Penanggap
