
3 minute read
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
from Optimalisasi Edukasi Mengenai Pentingnya Penggunaan Kacamata Pada Anak Dengan Kelainan Refraksi
BAB I
PENDAHULUAN
Advertisement
A. LATAR BELAKANG
Aparatur Sipil Negara (ASN) mempunyai peran yang amat penting dalam rangka menciptakan masyarakat madani yang taat hukum, berperadaban modern, demokratis, makmur, adil, dan bermoral tinggi dalam menyelenggarakan pelayanan kepada masyarakat secara adil dan merata, menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dengan penuh kesetiaan kepada Pancasila dan Undang Undang Dasar Tahun 1945. Sejalan dengan program prioritas pemerintah periode 2019 – 2024 mengenai pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM), ASN Indonesia harus menjadi pekerja keras, dinamis, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Kesemuanya itu diperlukan dalam rangka mencapai tujuan yang dicita-citakan oleh bangsa Indonesia.
Berdasasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara Pemerintah telah bertekad untuk mengelola aparatur sipil negara menjadi semakin professional. Undang-undang ini merupakan dasar dalam manajemen aparatur sipil negara yang bertujuan untuk membangun aparat sipil negara yang memiliki integritas, profesional dan netral serta bebas dari intervensi politik, juga bebas dari praktek korupsi, kolusi dan nepotisme, serta mampu menyelenggarakan pelayanan publik yang berkualitas bagi masyarakat.
Menurut Pasal 11 ASN bertugas melaksanakan kebijakan publik yang dibuat oleh Pejabat Pembina Kepegawaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; Memberikan pelayanan publik yang profesional dan dan berkualitas; mempererat persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia maka dari itu peranan ASN sangatlah penting demi keberlangsungan pelayanan yang optimal dan prima kepada masyarakat termasuk pelayanan kesehatan, sebagai ASN yang berprofesi di bidang kesehatan sangat dituntut untuk mengaktualisasikan nilai-nilai dasar ASN dalam melakukan tugasnya.
Salah satu ASN yang bertugas dalam pelayanan kesehatan yaitu Refraksionis Optisien.
Menurut Undang-Undang Nomor 36 tahun 2014 pasal 11 ayat 11 tentang Tenaga Kesehatan bahwa Refraksionis Optisien/Optometris merupakan jenis tenaga kesehatan yang termasuk kedalam kelompok tenaga keteknisian medis serta menurut Permenpan RB Nomor: PER/47/M.PAN/4/2005 pasal 1 ayat 12 Refraksionis Optisien adalah Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas, tanggungjawab, wewenang, dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melakukan kegiatan pelayana refraksi optisi pada sarana pelayanan kesehatan, Pelayanan refraksi optisi adalah pelayanan kesehatan mata kepada masyarakat yang meliputi persiapan, pelayanan refraksi, pelayanan optisi, pelayanan lensa kontak, konsultasi/rujukan, bimbingan dan penyuluhan, evaluasi pelayanan dan pencatatan, dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan mata masyarakat.
Refraksionis Optisien merupakan tenaga teknis medis di Balai Kesehatan Mata Masyarakat yang memiliki tugas dan fungsi melakukan pelayanan refraksi, pelayanan optisi dan lensa kontak pada pasien dengan kelainan refraksi, sebagai upaya pelayanan terpadu dari pelayanan mata bagi pasien yang berkunjung dengan berbagai keluhan mata di Balai Kesehatan Mata Masyarakat Cikampek, dalam menjalankan pelayanan haruslah sesuai SOP yang berlaku dengan kebijakan Balai Kesehatan Mata Masyarakat.
Ruang visus merupakan ruangan yang dipakai oleh petugas Refraksionis Optisien dalam melakukan pelayanan visus dan koreksi. Dengan ketentuan semua yang berkunjung dilakukan pelayanan visus dan hanya beberapa pasien dengan keluhan yang berupa tanda dan gejala kelainan refraksi yang dilakukan pemeriksaan koreksi kacamata (pemeriksaan refraksi), salah satunya yaitu pada anak.
Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO), pada tahun 2021 di dunia terdapat 2,2 miliar orang memiliki gangguan penglihatan. Penyebab gangguan penglihatan terbanyak di seluruh dunia ialah kelainan refraksi dan diikuti dengan katarak. Setidaknya dalam 1 miliar atau hampir
setengahnya gangguan penglihatan diseluruh dunia bisa saja dicegah atau belum ditangani. Dari 1 miliar kasus yang dapat dicegah atau belum ditangani, terdapat 88,4 juta gangguan penglihatan atau kebutaan akibat kelainan refraksi yang sebetulnya dapat dicegah.
Berdasarkan data dari Riset Kesehatan Dasar 2013, didapatkan anak usia 6-14 mengalami gangguan penglihatan yaitu sebesar 0,01% populasi mengalami kebutaan dan 0,03% populasi mengalami severe low vision.
Pada bulan Januari hingga April 2021 di Balai Kesehatan Mata Masyarakat Cikampek terdapat 1.216 pasien dengan kelainan refraksi dan 13,4% (163 pasien) adalan anak-anak.
Gangguan penglihatan merupakan masalah kesehatan yang penting, terutama pada anak, mengingat 86% informasi didapatkan melalui indera penglihatan. Keterlambatan melakukan koreksi refraksi terutama pada anak usia sekolah akan sangat mempengaruhi kemampuan menyerap materi pembelajaran dan berkurangnya potensi untuk meningkatkan kecerdasan. Anak-anak yang mengalami kelainan refraksi sering tidak mengeluhkan gangguan penglihatan. Mereka hanya menunjukkan gejala-gejala yang menandakan adanya gangguan penglihatan melalui perilaku mereka seharihari.
Kelainan refraksi pada anak-anak dapat mengakibatkan adanya gangguan penglihatan lainnya namun merupakan kelainan yang mudah diterapi, tetapi sekarang ini banyak sekali kasus-kasus kelainan refraksi yang tidak terkoreksi pada anak-anak, termasuk di Balai Kesehatan Mata Masyarakat Cikampek. Bahkan yang sudah dapat terkoreksi pun belum sepenuhnya terkoreksi dengan maksimal dan optimal.
Banyak faktor yang menyebabkan kelainan refraksi pada anak tidak terkoreksi secara optimal. Salah satunya adalah keterbatasan alat pemeriksaan, tata laksana yang belum optimal, dan belum optimalnya edukasi mengenai kesehatan mata. Apabila hal ini terus dibiarkan maka akan berdampak negative pada masa depan anak selaku generasi bangsa, sebab kelainan refraksi yang tidak terkoreksi secara maksimal akan menimbulkan berbagai masalah serius,