
27 minute read
MANAJEMEN QOLBU DALAM PERSPEKTIF PSIKOLOGI ISLAM
Musrifah STAI-Brebes Jl.Yos Sudarso No. 36 Brebes 52212 Email: ifahmusripah@yahoo.co.id
Abstract The phenomenon of life in the era of globalization or referred to as the generation of millennia, the authors know of the existence of competition for life, both in the upper and lower classes, both in institutions, institutions, and the general public. The problem is that unfair competition can create a moral / ethical crisis, an understanding of religion. In line with the problem, the writer will examine the management of qolbu in an Islamic perspective. With the aim of knowing the nature of Qolbu management and Islamic psychology, as well as how the commitment of Qolbu management is in Islamic psychology. One of the basic commitment in managing qolbu is one of them is through religious education as a foundation concerning the whole human being, he not only equips children with religious knowledge, or develops children's intellect and does not fill and nourish religious sentiments, but it also involves comprehensive self-personality of children, starting from daily practice exercises, which are in accordance with religious teachings, both of which, concerning the relationship of humans with God, humans with other humans, humans and nature, and humans with themselves. This study uses a qualitative library research research approach. The data used use primary and secondary data, the analysis used is using content analysis. Keywords: Qolbu Management, Islamic Psychology.
Advertisement
Abstrak Fenomena kehidupan di era globalisasi atau disebut dengan generasi milinea, yang penulis ketahui adanya persaingan hidup,baik dalam kalangan atas maupun bawah, baik dalam instansi, institusi, maupun masyarakat umum. Permasalahannya adalah persaingan yang tidak sehat dapat menjadikan krisis mora/etika, pemahaman dalam beragama. Selaras dengan permaslahan tersebut, penulis akan mengkaji berkaiatan dengan manajeman qolbu dalam perspektif Islam. Dengan tujuan mengetahui hakikat manajemen qolbu dan psikologi Islam, serta Bagaimana tritmen manajemen qolbu dalam psikologi Islam. Tritmen dasar dalam menajemen qolbu salah satunya adalah dengan melalui Pendidikan agama sebagai fondasi menyangkut manusia seutuhnya, ia tidak hanya membekali anak dengan pengetahuan agama, atau mengembangkan intelek anak saja dan tidak pula mengsi dan menyuburkan perasaan (sentiment) agama saja, akan tetapi ia menyangkut secara komprehensif diri-pribadi anak, mulai dari latihan-latihan amaliah sehari-hari, yang sesuai dengan ajaran agama, baik yang ,menyangkut hubungan manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia lain, manusia dan alam, serta manusia dengan dirinya sendiri. Penelitian ini menggunakan pendekatan peneltian kualitatif library research. Data-data yang digunakan menggunakan data-data primer dan sekunder, analisis yang digunakan mengunakan content analisys. ( Norman K.Denzim dan Y Vonna S Lincoln, 2009:498). Kata Kunci: Manajeman Qolbu, Psikologi Islam.
A. PENDAHULUAN
Secara fitrah manusia memiliki kebutuhan standar. Dalam salah satu bukunya, imam al-Ghazali yang dikutip A.A. Gymnastiar mengatakan bahwa manusia memiliki kecenderungan untuk mencintai dirinya, mencintai kesempurnannya, seta mencintai eksistensinya. Sebaliknya manusia cenderung membenci hal-hal yang dapat menghancurkan, meniadakan, mengurangi dan memutuskan kesempurnaan itu (Gymnastiar, 2002:1). Seharusnya kebutuhan kita akan kebahagiaan duniawi, membuat kita berpikir bahwa Allahlah satu-satunya yang memiliki semua itu. Adapun kekhawatiran –kekhawatiran tentang standar kebutuhan kita, semestinya membuat kita berlindung dan berharap kepada Allah dengan mengamalkan apa-apa yang disukai-Nya. Jadi kebutuhan-kebutuhan diri kita seharusnya menjadi jalan supaya kita lebih mencintai Allah.
Seorang muslim selayaknya memahami bahwa keindahan cinta yang paling hakiki adalah ketka kita mencintai Allah SWT. Pondasi utama yang harus dibangun oleh seorang muslim untuk menggapai keindahan cinta tersebut adalah dengan mengenal Allah (ma’rifatullah). Bagi seorang muslim ma’rifatullah adalah bekal untuk meraih prestasi hidup setinggi-tingginya. Sebaliknya tanpa ma’rifatullah tak mungkin seorang muslim memiliki keyakinan dan keteguhan hidup.
Ma’rifatullah adalah pengarah yang akan meluruskan orientasi hidup seorang muslim. Dari sinilah dia menyadari bahwa hidupnya bukan untuk siapa pun kecuali hanya untuk Allah SWT. Jika seseorang hidup dengan menegakkan prinsip-prinsip ma’rifatullah ini, Insya Allah alam semesta ini akan Allah tundukkan untuk melayaninya. Dengan fasilitas itulah dia kemudian akan memperoleh kemudahan dalam setiap urusan yang dihadapinya (Gymnastiar, 2002:2). Maka berbahagialah bagi orang-orang yang senantiasa berusaha mengenal Allah,sehingga kedekatannya dengan Allah senantiasa dipisah oleh tabir yang semakin tipis. Bagi orang yang dekat dengan Allah, dia akan dianugerahi ru’yah shadiqah (penglihatan hati yang benar).
Dengan kekuatan iman, seorang pengecut tiba-tiba bisa berubah menjadi pemberani. Seorang pemalas tiba-tiba bisa berubah menjadi bersemangat. Sehingga sispapun yang menginginkan perubahan positif yang cepat dalam dirinya, kuncinya adalah membangun keyakinan yang kuat kepada Allah SWT. Banyak contoh berbicara tentang betapa kuatnya peran keyakinan dalam mengubah pribadi seseorang.
B. PEMBAHASAN 1. Hakikat Manajemen Qolbu Apa itu MQ? Sebenarnya tidak ada perbedaan antara MQ dengan metode dakwah Islam lainnya. di dalamnya pun tidak ada yang baru, semuanya merupakan penjabaran ajaran Islam. Hanya pembahasannya lebih diperdalam, dibeberkan dengan cara yang aktual, dengan inovasi dan kreativitas dakwah yang lebih sesuai dengan kebutuhan zaman. Inti pembelajarannya sendiri ada pada qolbu (Blog Gymnastiar). Di dalam tubuh ini ada akal, jasad, dan qolbu. Akal membuat orang bisa bertindak lebih efektif dan efisien dalam melakukan apa yang ia inginkan. Sedangkan tubuh bertugas melakukan apa yang diperintahkan oleh akal. Sebagai contoh, apabila akal menginginkan tubuh mampu berkelahi, maka tubuh akan berlatih agar menjadi kuat. Sayangnya, tidak sedikit orang yang cerdas, orang yang begitu gagah perkasa, tapi tidak menjadi mulia, bahkan sebagian diantaranya membuat kehinaan karena berbuat jahat. Mengapa? Sebab ada satu yang membimbing akal dan tubuh yang belum diefektifkan, itulah qolbu.
Jadi, yang terpenting dari manusia ternyata bukan kecerdasannya saja, tapi yang membimbing cerdasnya otak menjadi benar, yang membimbing kuatnya fisik menjadi benar. Disitulah fungsi qolbu. Oleh karenanya, menjadi cerdas belum tentu mulia, kecuali
kecerdasannya dipakai untuk berbuat kebenaran. Menjadi kuat belum tentu mulia, kecuali kekuatannya di jalan yang benar. Jika dikaitkan dengan ESQ ,Emosi bukanlah marah, melainkan marah adalah bagian dari emosi. Emosi dicetuskan dari pandangan seseorang terhadap suatu kejadian, adanya reaksi fisiologis yang kuat. Ekspresi berdasarkan pada mekanisme genetika, merupakan informasi satu satu orang ke orang lainnya dan membantu seseorang beradaptasi terhadap perubahan situasi lingkungan. Emosi adalah suatu keadaan yang kompleks yang berlangsung biasanya tidak lama, yang mempunyai komponen pada badan dan pada jiwa individu, pada jiwa timbul keadaan terangsang atau “excitement” dengan perasaan yang hebat serta biasanya juga terdapat impuls untuk berbuat sesuatu tertentu, pada badan timbul gejala-gejala dari susunan saraf vegetative, misalnya pada pernafasan, sirkulasi, dan ekskresi. Walgito (2017:89-90), mengemukakan bahwa emosi adalah suatu keadaan perasaan yang telah melampaui batas, sehingga untuk mengadakan hubungan dengan sekitarnya menjadi terganggu.Contoh ketakutan, kecemasan, deprsi, dan kegembiraan.Sarwono berpendapat bahwa emosi merupakan setiap keadaan pada diri seseorang yang disertai warna afektif baik pada tingkat lemah (dangkal) maupun pada tingkat yang luas.Dapat disimpulkan bahwa emosi adalah suatu keadaan yang kompleks, berlangsung biasanya tidak lama yang dicetuskan dari persepsi seseorang terhadap suatu kejadian dan disertai dengan reaksi fisiologis maupun psikologis. Menurut Rozali (2017:92), pada hakikatnya emosi manusia terdiri dari dua jenis, yaitu: 1). Emosi positif (emosi yang menyenangkan ), yaitu emosi yang menimbulkan perasaan positif pada orang yang mengalaminya, diantaranya adalah cinta, saying, senang, gembira, kagum, dan sebagainya. 2). Emosi negatif (emosi yang tidak menyenangkan), yaitu emosi yang tmenimbulkan perasaan negative pada orang yang mengalaminya, di antaranya adalah sedih, marah, benci, takut, dan sebagainya.
Kemudian teori emosi menurut Walgitu, bahwa teori emosi dapat diuraikan secara umum sebagai berikut:1). Teori sentral. Dikemukakan oleh Cannon, menurut teori ini, gejala kejasmanian merupakan akibat dari emosi yang dialami individu, misalnya: orang yang marah gejala kejasmaniannya meliputi jantung berdebar, pernafasan cepat, dan mata merah. 2). Teori Perifer. Dikemukakan oleh James Lange, teori ini merupakan kebalikan dari teori sentral. Gejala kejasmanian bukanlah akibat emosi yang dialami individu, tetapi emosi merupakan akibat geala kejasmanian. Menurut teori ini, orang tidak menangis karena susah atau sedih, tetapi sebaliknya ia menjadi susah atau sedih karena menangis. 3). Teori Kepribadian. Dikemukakan oleh J.Linchoten.teori ini menyatakan bahwa emosi merupakan suatu aktivitas pribadi, pribadi tidak dapat dipisah-pisahkan, antara jasmani dan psikissebagai dua substansi yang terpisah. (Wayan Candra, 2017: 95). Cukup banyak ahli yang mengungkapkan teori tentang dasar-dasar emosional dari munculnya agama dan keberagamaan seseorang, pandangan yang paling umum adalah bahwa manusia itu sangat lemah mengahadapi berbagai macam persoalan dalam kehidupan maupun menghadapi fenomena-fenomena alam. Musibah, bencana alam, penyakit, kesulitan makanan, peperangan, dan berbagai persoalan kehidupan sosial lainnya memang akan memacu manusia untuk mencari pemecahannya. Tetapi sampai pada titik tertentu usaha tersebut menemui jalan buntu, maka berpalinglah manusia pada pemikiran religius.Bahkan di jaman sekarang dimana ilmu dan teknologi berkembang sedemikian pesatnya untuk mengatasi berbagai problem kehidupan manusia, tetapi ternyata semuanya tidak bisa dikendalikan manusia. Gempa bumi dan tsunami yang melanda Aceh dan daerah Asia lainnya merupakan salah satu bukti ketidakberdayaan manusia di tengah musibah alam. Halhal seperti itu membuat yakin akan adanya kekuatan lain yang turut mengendalikan kehidupan manusia.
Demikian juga dalam kehidupan sehari-hari, manusia senantiasa menghadapi berbagai macam persoalan, baik dalam masalah ekonomi, kesehatan, sosial maupun politik. Menghadapi hal-hal seperti ini kehidupan religious biasanya akan tumbuh subru. Manusia merasa sudah tidak mampu menghadapi persoalan-persoalan ini.Manusia mohon pertolongan pada Tuhan.Royce berpendapat bahwa agama muncul dari hasil pemahaman manusia yang menganggap kehidupan di dunia ini penuh dengan persoalan dan kesedihan. Ketidak pastian masa depan yang dapat menimbulkan ketakutan dan kekhawatiran itulah yang menurut Paul Johnson sebagai sumber utama kehidupan spiritual. Apalagi ketika manusia dihadapkan pada kematian yang sering menimbulkan apa yang disebut kecemasan eksistensial (existensial anxiety). Agama merupakan tempat berlabuh bagi manusia ketika manusia menghadapi berbagai persoalan kehidupan yang tidak biasa diatasi. (Subandi, 2016:35). Selaras dengan kecerdasan emosi, penulis mengkaji penelitian dari Ary Ginanjar Agustian, dijelaskan dalam bukunya bahwa banyak contoh di sekitar kita membuktikan bahwa orang yang memiliki kecerdasan otak saja, atau banyak memiliki gelar yang tinggi belum tentu sukses berkiprah di dunia pekerjaan. Bahkan seringkali yang berpendidikan formal lebih rendah ternyata banyak yang lebih berhasil.Kebanyakan program pendidikan hanya berpusat pada kecerdasan akal (IQ), padahal yang dperlukan sebenarnya adalah bagaimana mengembangkan kecerdasan hati, seperti ketangguhan, inisiatif, optimisme, kemampuan beradaptasi yang kini telah menjadi dasar penilaian baru.Saaat ini begitu banyak orang berpendidikan dan tampak begitu menjanjikan, namun kariernya mandek. Atau lebih buruk lagi, tersingkir,akibat rendahnya kecerdasan hati mereka.
Kemudian sesuatu hal yang terjadi di Amerika Serikat tentang kecerdasan emosi, menurut survey nasional terhadap apa yang diinginkan oleh pemberi kerja, bahwa keterampilan teknik tidak seberapa penting dibandingkan kemampuan dasar untuk belajar dalam pekerjaan yang bersangkutan. Di antaranya, adalah kemampuan mendengarkan dan berkomunikasi lisan, adaptasi, kreatifitas, ketahanan mental terhadap kegagalan, kepercayaan diri, motivasi, kerjasama tim dan keinginan untuk memberi kontribusi terhadap perusahaan. Qolbu dalam kecerdasan spiritual adalah kemampuan untuk memberi makna ibadah terhadap setiap perilaku dan kegiatan, melalui langkah-langjah dan pemikiran yang bersifat fitrah, menuju manusia yang seutuhnya (hanif), dan memiliki pola pemikiran tauhidi (integralistik), serta berprinsip “hanya karena Allah”. Sebagai sample tauladan dalam bukunya Ary Ginanjar Agustian, salah satu karyawan harry namanya mampu memaknai pekerjaannya sebagai ibadah, demi kepentingan umat manusia dan Tuhannya yang sangat dicintainya. Ia berpikir secara tauhid dengan memahami seluruh kondisi perusahaan, situasi ekonomi, dan masalah atasannya, dalam satu kesatuan yang esa (integral) harry mempergunakan prinsip bismillah denagn tetap bekerja giat, dan bahkan lebih giat lagi. harry berprinsip dari dalam , bukan dari luar, ia tidak berpengaruh oleh lingkungan. Harry adalah seorang raja, raja atas jiwanya.Jiwa yang bebas merdeka dengan prinsip La illaha illallah.Inilah satu contoh konkrit hasil penggodokan kecerdasan emosi dan spiritual (ESQ).Sebuah penggabungan atau sinergi antara kepentingan dunia (EQ) dan kepentingan spiritual (SQ) (Agustian, 2001:58). Selain teori-teori yang telah disebutkan di atas, Hardjana yang dikutip oleh Subandi,( 2016:37-38), mengemukakan beberapa konsep psikologis yang dapat digunalan untuk menjawab pertanyaan mengapa orang beragama: 1) Mendapatkan rasa aman dan perlindungan Rasa aman sangat dibutuhkan dlam kehidupan manusia di dunia.Ini mengingat bahwa dunia manusia senantiasa menghadapi berbagai macam ancaman dan bahaya baik fisik maupun psikologs. Ancaman fisik antara lain dapat berupa bencana alam, kesulitan makan
atau penyakit. Sedang ancaman psikologis dapat berupa teror, fitnah atau persoalan-persoalan hubungan antar manusia lainnya. 2) Menemukan penjelasan. Alasan ini seperti dikemukakan dlam teori kognitif di atas, bahwa agama dapat memberikan penjelasan terhadap berbagai fenomena yang tidak dapat dijelaskan oleh pikiran manusia, seperti masalah kematian dan kehidupan sebelum kehidupan di dunia maupun sesudahnya. 3) Pembenaran praktik kehidupan dan meneguhkan tata nilai. Yang dimaksud dalam alasan di sini adalah bahwa agama memberikan pembenaran terhadap praktek kehidupan yang baik, misalnya sopan santun, menolong sesame atau menghargai orang tua. Orang akan lebih terdorong untuk melakukan tingkah laku seperti itu, jika ada landasan konsep agama karena reward yang diperoleh tidak hanya sampai di dunia, tetapi akan terus ke akhirat. Demikian juga tata nilai di masyarakat yang telah ada, akan lebih kuat jika dimasukkan dalam konteks aagama. 4) Memuaskan kerinduan dengan Tuhan. Secara instrinsik dalam diri manusia ada keinginan untuk meningkatkan kehidupan spiritualnya dan menemukan Tuhan atau realitas tertinggi.Meskipun sebagai kebutuhan manusia terpenuhi, tetapi keinginannya untuk berkomunikasi dengan Tuhan senantiasa muncul.Agama dapat memberikan berbagai macam sarana untuk melepaskan kerinduan tersebut.
Agama menurut Zakiah Daradjat (1996:94),. merupakan unsur yang terpenting dalam pembinaan mental. Tanpa agama, rencana-rencana pembangunan tidak akan terlaksana dengan sebaik-baiknya, karena dapatnya seseorang melaksanakan suatu rencana dengan baik tergantung kepada ketenangan jiwanya. Jika jiwanya gelisah, ia tidak akan sanggup menghadapi kesukaran yang mungkin terdapat dalam pelaksanaan rencama-rencana tersebut. Mental yang tumbuh tanpa agama belum tentu akan dapat mencapai integritas, karena kurangnya ketenangan dan ketentraman jiwa.
Dari kajian berbagai teori psikologis, kecerdasan emosi dan spiritual telah dijelaskan di atas dapat disimpulkan ada berbagai hal mendasari perilaku keberagaman manusia, mulai dari dasar biologis, kognitif, emosional, spiritual dan aspek psikologis yang lain. Namun demikian saling bersinergi antara yang satu dengan yang lain. Dengan memahami keseluruhan teori psikologis tersebut membuat pemahaman tentang perilaku keberagamaan lebih komprehensif.
Di dalam qolbu ada yang disebut potensi, faalhamahaa fujuu rahaa wa taqwaaha (QS. Asy Syams [91] : 8), “Dan diilhamkan kepadanya yang salah dan yang taqwa (benar)”. Begitulah, qolbu ini punya potensi negatif dan potensi positif. Allah telah menyiapkan keduanya dengan adil. Dan disinilah pentingnya fungsi manajemen. Manajemen secara sederhana berarti pengelolaan dan pentadhiran. Sebuah sistem dengan manajemen yang baik, dengan pengelolaan yang baik, sekecil apapun potensi yang dimiliki, Insya Allah akan membuahkan hasil yang optimal.
Dapat dipahami pula bahwa kita tidak berakhlak mulia bukan karena tidak punya potensi, tapi karena manajemen diri kita yang masih buruk. Sungguh kita mampu mengelola otak kita menjadi cerdas, membaca dengan kecepatan 400 kpm, memiliki daya ingat yang kuat, yakinlah itu bisa dilakukan. Kita bisa kelola fisik sehingga mampu melakukan sebuah gerakan bela diri demikian sempurna, pukulannya demikian akurat, tapi itu tidak cukup kalau hatinya tidak dikelola dengan baik. Karena semua itu tidak akan memiliki nilai positif jika hatinya tidak dikelola dengan baik. Begitulah. Hati menentukan nilai; mulia atau hina. Jangan aneh bila ada orang cerdas, tapi tidak mulia hidupnya. Bukan karena kurang cerdas, tapi kecerdasannya tidak dibimbing oleh hatinya.
Oleh karena itulah, orang yang pandai mengelola hatinya, ketika tiba-tiba, misalnya, dihina orang, dia akan kelola penghinaan ini menjadi sesuatu yang mamfaat, “Ah, dia memang menghina, namun siapa tahu penghinaan ini bagian dari karunia Allah untuk memberitahu kekurangan saya, selain itu saya pun bisa melatih kesabaran, bedanya khan dia baru bisa menghina, saya bisa mengatakan yang baik kepadanya.” Begitulah, sikap terhadap hinaan ternyata bergantung manajemen qolbunya. Saat lain ia diuji sedang sakit, lalu qolbunya kembali ia kelola dengan seoptimal-optimalnya. “Sakit bagi saya adalah proses evaluasi diri, proses pengguguran dosa”, demikianlah ia pahamkan dihatinya tentang makna sakit. Akibatnya, sakit menjadi tidak menyengsarakan, melainkan penuh hikmah yang mendalam, karena dia berhasil mengelola hatinya.
Lelah, tersinggung, terhina, kekurangan uang, tertimpa penyakit, dan masih begitu banyak lagi masalah yang akan membuat orang menjadi goyah, tapi kalau terkelola hatinya, subhanallaah, ia akan tetap punya nilai produktif. Anehnya, banyak orang yang sangat sibuk memikirikan kecerdasannya, memikirkan kesehatan fisiknya, tapi sangat sedikit memikirkan kondisi hatinya. Kalaulah kita harus memilih, seharusnya kita banyak meluangkan waktu untuk memikirkan tentang qolbu ini. Karena jika qolbu ini baik, yang lainnya pun menjadi baik, Insya Allah.
Hampir seluruh ahli ilmu jiwa sependapat, bahwa sesungguhnya apa yang menjadi keinginan dan kebutuhan manusia itu bukan hanya terbatas pada kebutuhan makan, minum, pakaian ataupun kenikmatan-kenikmatan lainnya. Berdasara hasil riset dan observasi, mereka mengambil kesimpulan bahwa pada diri manusia terdapat semacam keinginan dan kebutuhan yang bersifat universal. Kebutuhan ini melebihi kebutuhan-kebutuhan lainnya, bahkan mengatasi kebutuhan akan kekuasaan. Keinginan akan kebutuhan tersebut nerupakan kebutuhan kodrat, berupa keinginan untuk mencintai dan dicintai Tuhan. ( Jalaluddin, 2011:53).
2. Hakikat Psikologi Islam Psikologi Islam adalah penyerahan diri kepada kehendak Allah . Dalam Islam pencipta segala sesuatu baik yang dapat dilihat maupun yang tidak dapat dilihat adalah Allah. Tuhan Yang Maha Esa, Dia-lah yang menciptakan manusia dan Dia pula yang menentukan baginya jangka waktu dalam batas tertentu di dunia ini. Sejak awal kehidupan manusia dan bumi ini. Allah telah memberipelajaran dan petunjuk hidup bagi ummat anusia. Menunaikan ajaran-ajaran Allah dalam kehidupan ini disebut Islam. (Vahab, 1996: 3). Dalam Al-Qur’an dibicarakan sifat-sifat Allah Dan tingkah laku manusia, hewan, burung, tumbuhan dan makhluk tak bernyawa seperti matahari, bulan , bintang, hujan , angin, api dan lain-lain, dan Al-Qur’an menganjurkan kepada kita untuk mempelajari pola-pola tingkah laku semua makhluk agar kita memiliki pemahaman yang lebih baik tentang arti hidup dan posisi kehidupan umat manusia ini. Berdasarkan statemen-statemen al-Qur’an itu, bila kita memiliki keberanian yang cukup untuk tampil dengan prespektif non-tradisional dalam usaha mendefinisikan psikologi Islam, maka dapat kita katakan bahwa psikologi Islam adalah ilmu untuk pengkajian mengenai manifestasi Tuhan pada alam sebagaimana tercermin dalam pola-pola tingkah laku semua organisme baik yang hidup atau bernyawa maupun yang tak bernyawa dalam segala bidang kehidupan mereka dengan menggunakan paradigma Islam. (Vahab, 1996:4). Menurut definisi tersebut di atas, psikologi Islam sangat berbeda dari definisi psikologi modern. Pada awalnya, psikologi non-Islam hanya terbatas pada pengkajian mengenai tingkah laku manusia. Kemudian dalam masa perkembangannya, skop kajiannya bertambah luas sehingga mencakup tingkah laku binatang, serangga dan bahkan tumbuhtumbuhan. Kita berharap bahwa pada tahun-tahun mendatang psikologi modern akan
mencakup pengkajian mengenai makhluk tak bernyawa juga. Dengan demikian, definisi dan metode-metode serta sifatnya pun akan berubah.
Sifat Psikologi Islam Bila kita analisis, bahwa psikologi Islam itu memiliki suatu teori yang tertata dengan baik yang ditopang dengan kaidah-kaidah dan prinsip-prinsip universal. Hal yang paling ditekankan adalah usaha mencari kebenaran. Psikologi Islam dapat diaplikasikan dalam berbagai bidang kehidupan. Melihat fakta-fakta ini, maka dapatlah kita katakan bahwa sifat psikologi Islam itu ilmiah.
Pada umumnya, sains-sains positif mempelajari tentang fakta-fakta dan membicarakan tentang “ apa adanya “ (what is ), sedangkan sains-sains normatif membicarakan tentang “apa semestinya” (what ought to be). Dalam psikologi Islam alQur’an mengajarkan kepada manusia untuk mempelajari fakta-fakta dan memahami apa-apa yang terdapat di alam dan dalam makhluk hidup, termasuk manusia. Al-Qur’an lebih menekankan pada aspek apa yang semestinya ada . Dalam pengertian ini , dapat dipahami bahwa psikologi Islam tidak semata-mata merupakan sains positif, tetapi juga sains normatif. Jadi, psikologi Islam dapat dipandang sebagai sains positif dan negatif. (Vahab, 1996:5-6).
Skop Psikologi Islam
Tingkah laku merupakan suatu proses berjangka panjang . Ia meliputi segala macam aktivitas dan pengalaman baik yang disadari atau tidak disadari , afektif atau kognitif, normal atau abnormal , pkoknya segala sesuatu dapat ditelaah dalam psikologi Islam. Ini reevan bukan saja bila duterapkan pada manusia tetapi juga pada binatang, tumbuh-tumbuhan, serangga dan makhluk tak bernyawa. Bidang operasi dan aplikasi psikologi Islam itu memang tidak mengenal batasan.
Cabang-cabang Psikologi Islam Cabang-cabang psikologi Islam berdasarkan al-Qur’an dan Hadits. Sebagaimana psikologi modern yang terbagi menjadi dua kategori luas, maka psikologi Islam pun terbagi menjadi dua kategori pula; psikologi Islam murni dan psikologi Islam terapan. 1. Psikologi umum Islam 2. Psikologi perkembangan Islam 3. Psikologi abnornal Islam 4. Psikologi Sosial Islam 5. Psikologi fisiologi Islam 6. Para-Psikologi Islam 7. Psikologi perbandingan Islam 8. Psikologi transpersonal Islam 9. Psikologi atomik dalam persfektif Islam. (Vahab, 1996:6-8.).
3. Tritmen manajemen qolbu dalam psikologi Islam 1) Kenali penyakit Hati a) Rahasia mengatasi dengki Kedengkian adalah perasaan seseorang yang mengharapkan lenyapnya nikmat dari orang yang di dengki “ dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebagian kamu lebih banyak dari sebagian yang lain.”(an-Nisa:32) Kedengkian seseorang akan memakan kebaikan yang telah ia kerjakan sebagaimana api membakar kayu sampai menjadi abu.
Sebetulnya, penyakit dengki ini mudah dideteksi.Cirinya sederhana, yaitu adanya perasaan senang dalam diri kita melihat penderitaan orang lain dan perasaan sedih saat orang lain lebih sukses.Selain dapat dideteksi, dengki dapat juga diukur. Caranya adalah dengan merenungkan seberapa banyak kebahagiaan yang kita dapat saat melihat orang lain susah dan berapa banyak pada penderitaan kita rasakan melihat orang lain senang. Kedengkian mengakibatkan kerugian besar bagi seseorang hari-harinya akan diliputi kegelisahan. Tidur tak nyenyak dan makan pun tak enak, sebab otaknya dipenhi pikiranpikiran negatif. Penyakitnya tak akan hilang kecuali jika ia berusaha mencari obat untuk kesembuhan hatinya. Rahasdia dari kesembuhan itu sebenarnya hanya dua yaitu ilmu dan riyadhah latihan. Ilmu yang dimaksud adalah ilmu tentang keyakinan. Keyakinan yang kuat harus kita miliki untuk menghindari penyakit dengki.Kita harus yakin bahwa hanya Allah yang mampu mengatur pembagian rezeki pada hamba-Nya. Allah membagikan apapun sesuai keinginanNya. Kedengkian kita kepada seseorang tak akan mengakhri ketentuan Allah pada hambahamba-Nya. ( Abdullah Gymnastiar, 2002:111) b) Mengikis bibit-bibit riya “ Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu batalkan sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang membelanjakan hartanya karena riya kepada manusia dan tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Perumpamaan mereka seperti batu yang licin yang di atasnya tanah,kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadi menjadilah dia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak memperoleh apa pun dariapa yang mereka ysahakan dan Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang kafir.” ( Al-Baqarah:264). Sungguh beruntung bagi orang-orang yang tidak diinggapi penyakit riya serta tidak disiksa oleh kerinduan untuk dipuji dan dihormati orang lain. Sebaliknya, kita akan sengsara manakla terlalu banyak memikirkan penilaian orang lain kepada kita. Terlalu memikirkan orang lain dalam perkara-perkara duniawi hanya akan membuat kita menjadi tersiksa saja. Akan tetapi lebih tersiksa lagi jika hal tersebut dikaitkan dengan perkara-perkara ibadah, sebab semua amalan kita mungkin saja akan sirna. Kita akan juga merasa bangga manakala kita atau seorang dari keluarga diterima di salah satu perguruan tinggi negeri ternama di Indonesia , apalagi jika bisa sekolah di luar negeri, jika hati kita sudah diserang penyakit rinya , maka kita akan berusaha membuat pengumuman besar agar orang lain tahu. Demikianlah kalau sudah diserang penyakit riya ini, segala sesuatunya ingin selalu dipamerkan.
Kita akan membutuhkan kunci jika ingin membuka pintu. Demikian juga jika ingin membuka pntu keikhlasan hati kita maka kita juga membutuhkan kunci. Apa sebetulnya kunsc ikhlas itu? Ternyata, ikhlas itu berbanding lurus dengan tingkat ketakinan kepada Allah (Gymnastiar, 2002:151). c) Menyikapikemarahan ”Dan segeralah menuju ampunan Allah yang memiliki surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang dijanjikan untuk orang-orang yang bertaqwa, yaitu orang-orang yang menafkahkan hartanya baik diwaktu lapang maupun di waktu sempit. Dan orang-orang yang suka menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang, Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.”(Ali Imran: 133-134). Sekuat apapun iman seseorang, kalau ia termasuk seprang pemarah, maka bisa rusak akhaknya. Jika ditimbang dari sudut kemarahan, ternyata orang itu bisa dikelompokkan dalam empat golongan: 1) Orang yang lambat marah, lambat reda, dan lama bermusuhannya. Jenis ini sungguh jelek.
2) Cepat marah dan lambat redanya., Jenis kedua ini sungguh lebih jelek dai yang pertama. 3) Cepat marah dan cepat redanya. Seseorang yang memiliki sifat ini kondisinya cenderung turun naik, ia bisa marah secara tiba-tiba dan seditik kemudian kembali pada kondisi semula, seolah tidak pernah terjadi apa-apa. 4) Lambat marah dan cepat redanya. Orangf yang memiliki sifat seperti ini sangat sulit tersinggung (Gymnastiar, 2002:116-1170).
d) Mengganti dendam menjadi ihsan Dendam merupakan buah dari hati yang terluka, tersakiti, teraniaya, atau yang merasa terambil haknya. Wujud dendam yang paling konkret adalah kemarahan. Seseorang meluapkan amarahnya karena tidak suka melihat orang yang dia benci mendapat kesenangan. Sadarilah bahwa dendam adalah sifat yang amat buruk. Selain bisa menghancurkan kebahagiaan , pikiran, dan akhlak, dendam juga bisa menjerumuskan orang ke dalam kerugian dunia-akhirat. Oleh karena itu, barang siapa yang di belit rsa dendam tersebut dengan kebaikan. Kita tidak bisa memaksa orang lan bersikap bail kepada kita. Tapi kita bisa memaksa diri kita untuk berbuat baik pada orang lain.
Kunci pertama adalah latihan. Makin banyak kita merasa bersaudara makin ringan beban yang harus dipikul. Kunci kedua, Jangan mempersulit diri. Pikiran kita jangan digunakan untuk memperumit masalah. Kunci ketiga, adalah memiliki semangat berbuat demi kemaslakhatan bersama. Jangan sampai kita untung sendiri , sedang orang lain merugi. Makin banyak orang yang merasa senang, makin tentram hidup kita. Makin banyak orang yang tersakiti, justru mereka akan mencari-cari kesempatan untuk mencelakakan kita. Untuk menghilangkan rasa dendam yang membara dalam hati, kita harus melatih hati kita agar tidak terlalu sensitif. Jadi apabila manusia ingin terhindar dari kegelisahan, , kecemasan, dan ketegangan jiwa serta ingin hidup tenang, tenteram bahagia dan dapat membahagiakan orang lain, maka hendaklah manusia itu percaya kepada Tuhan dan hidup mengamalkan ajaran agama. Agama bukanlah dogma, tetapi agama adalah kebutuhan jiwa yang perlu dipenuhi.
2) Manejemen Hati Manusia memang makhluk yang serba unik. Dengan keunikan yang dimilikinya, manusia merupakan makhluk yang rumit dan misterius ungkap Murtadia Muthahhari yang di kutip oleh jalaluddin dalam bukunya Psikologi Agama (2011:155). Untuk memeahami manusia dibutuhkan penjelasa dan interpretasi yang lebih banyak dibandingkan dengan yang dibutuhkan oleh selain manusia. Tidak ada makhluk di dunia ini yang lebih membutuhkan penjelasan dan interprtasi selain manusia (Jalaluddin, 2011: 115). Usaha kita untuk memahami diri kita sendiri kemudian menghasilkan konsep kita mengenai diri kita sendiri uang biasa disebut dengan konsep diri atau selfconcept Konsep diri ini menurut Brehm& Kasin (1996), Taylor , Peplau, dan Sears (1997), adalah kumpulan keyakinan tentang diri sendiri dan atribut-atribut personal yang dimiliki. Branden (1983) dalam bukunya Honoring the self mendefinisikan konsep diri sebagai pikiran, keyakinan, dan kesan seseorang tentang sifat dan karakteristik dirinya, keterbatasan dan kepabilitasnya, serta kewajiban dan aset-aset yang dimilikinya (Rahman, 2014:62). a) Menggali makna kesuksesan Orang yang sukses sejati adalah orang yang terus-menerus berusaha membersihkan hati. Di sisi lain dia terus meningkatkan kemampuan untuk mempersembahkan hati. Di sisi lain dia erus meningkatkan kemampuan untuk mempersembahkan pengabdian terbaik.dimana hal itu akan terlihat dari keikhlasan dan kemuliaan akhlaknya. Suksesakhirat akan kita raih
ketika sukses dunia yang didapatkan tidak berbenturan dengan rambu-ranbu larangan Allah.Betapa bernilai ketika sukses dunia diperoleh seiring ketaatan kita kepada Allah SWT. Oleh karena itu jangan pernah merasa sukses saat mendapatkan sesuatu . Kesuksesan kita adalah ketika kita mampu mempersembahkan yang terbaik dari hidup ini untuk kemaslakhatan manusia. Itulah rahmatan lil‟alamin, rahmat bagi seluruh alam. Itulah Islam. Begitu pula bila kita menyangka bahwa sukses itu jika kita telah memiliki rumah yang megah dan harta yang banyak. Sementara itu, melihat orang yang tingal di rumah kontrakan kita anggapsebagai tanda kegagalan. Walhasil, kita justru pontang –panting sekedar untuk memenuhi itu semua. Bahkan, bisa jadi untuk mendapatkan itu aklak sama sekali tidak kita perhatikan (Gymnastiar,2001:96). Kita kembali kepada Al-Qur’an bahwa orang yang suksesadalah orang yang paling berhasil menata dirinya, menata pkirannya, menata matanya,menata mulutnya, sehingga hidup ini ada dijalan yang tepat, yang disukai Allah.
Sukses dalam pandangan Allah tidak diukur dalam keadaan gelar, tidak diukur dari penampilan, tidak diukur dari banyaknya jamaah, tidak diukur oleh harta, tetapi adalah berhasil tidak dia taat kepada Allah., Sukes adalah keyika dia mempunyai kedudukan, dia tetap taat, tetap tawadhu, dan berakhlak mulia. Dia pupoler tapi popularitasnya bisa menjadi figur yang mengajak orang lain taat. Maka orang yang sukses adalah orang yang tidak pernah tidak merasa dirinya sukses, kecuali semua ini adalah amanah Allah. (Abdullah Gymnastiar,2001:98).
b) Mulai dengan memperbaiki diri sendiri Mengubah diri dengan sadar, sebenarnya sama dengan mengubahorang lain.Walauoun dia tidak mengucap sepatah kata pun untuk perubahan itu, perbuatannya sudah menjadi ucapan yang sangat berarti bagi orang lain. Percayalah, kegigihan kita memperbaiki diri akan membuat orang lain melihat dan merasakannya (Gymnastiar, 2001:100). Tahapan selanjutnya adalah riyadhah atau latihan. Dalam latihan harus ada program yang harus kita jalankan. Contohnya membuat program harian meleyapkan penyakit hati. Misalnya , sehari shaum :”puasa” bicara.. Setiap selesai sholat, kembali evaluasi, lalu bertobat, jadi kita bertemu dengan perbaikan setiap waktu. Contoh lainnya adalah kita latihan agar setiap uang yang kita dapat, kita sisihkan untuk amal.
Kita belajar berhenti melihat akhlak orang lain, sebelum kita mengawali melihat akhlak diri kita sendiri. Karena kesibukan kita melihat akhlak orang lain tanpa didasari kesanggupan menila akhlak kita sendiri. Kita belajar menahan diri memperbaiki orang lain. Sebelum kita gigih sekali memperbaiki diri sendiri.
c) Mengoptimalkan daya ubah Mengubah perilaku ternyata tidak cukup hanya dengan contoh, akan tetapi kita juga harus mau mendidik, melatih, dan membina secara sistematis berkesinambungan, dan terus menerus. Seorang pemimpin haruslah memiliki kesabaran dalam mendidik, membimbing, melatih dan membina yang dipimpinnya denga penuh kasih sayang. Bahkan dia harus memiliki kesabaran pangkat tiga, (sabar,sabar,sabar). Rasulullah saw. Meskipun sedikit bicaranya, tapi jadi monumental sampai sekarang dalam bentu hadits. Hal ini terjadi karena pribadinya sungguh luar biasa. Bermiliar kata terungkap dari pribadinya. Ketulusan beliau dalam mengajak orang lain berbuat lebih abaik, membuat pribadi dan kata-katanya tersimpan di hati orang lain. Hati hanya bisa disentuh oleh hati juga. Emosional dalam memberi contoh, emosional dalam mendidik,emosional dalam membuat aturan, emosional dalam bersikap tidak akan masuk ke hati orang lain, bahkan justru akan membuat hati mereka terluka (Gymnastiar. 2001:106).
Seharusnya, pribadi kita ini terus menerus melimpahkan pancaran bagai mata air, menggelegak kasih sayang kita kepada orang lain. Setiap melihat orang yang berlumur dosa, ada keinginan di hati kita agar orang tersebut bisa bertobat. Melihat orang yang tersesat di jalan Allah, ada keinginan hati ini agar orang tersebut dapat tutunan supaya selamat dunia dan akhiratnya. Melihat orang yang nakal, ingin hati ini agar dia menjadi saleh. Jangan pernah hidup dalam kebencian dan kedendaman.
Kebencian dan kedemdaman dalam membuat contoh, aturan nasihat, dan pelatihan,yang dilakukan, tidak akan berarti apa pun. Sistem pelatihan yang penuh kemarahan semacam ospek, tidak akan berhasil denga baik kalau para mentornya, para panitianya melakukan segala bentuk kegiatannya dengan penuh kemarahan, angkara murka, tidak jadi suri teladan yang baik.
C. PENUTUP
Seorang muslim selayaknya memahami bahwa keindahan cinta yang paling hakiki adalah ketka kita mencintai Allah SWT. Pondasi utama yang harus dibangun oleh seorang muslim untuk menggapai keindahan cinta tersebut adalah dengan mengenal Allah (ma’rifatullah). Bagi seorang muslim ma’rifatullah adalah bekal untuk meraih prestasi hidup setinggi-tingginya. Sebaliknya tanpa ma’rifatullah tak mungkin seorang muslim memiliki keyakinan dan keteguhan hidup. Di dalam qolbu ini ada yang disebut potensi, faalhamahaa fujuu rahaa wa taqwaaha (QS. Asy Syams [91] : 8), “Dan diilhamkan kepadanya yang salah dan yang taqwa (benar)”. Begitulah, qolbu ini punya potensi negatif dan potensi positif. Allah telah menyiapkan keduanya dengan adil. Dan disinilah pentingnya fungsi manajemen. Manajemen secara sederhana berarti pengelolaan dan pentadhiran. Sebuah sistem dengan manajemen yang baik, dengan pengelolaan yang baik, sekecil apapun potensi yang dimiliki, Insya Allah akan membuahkan hasil yang optimal. Psikologi Islam adalah penyerahan diri kepada kehendak Allah. Dalam Islam , pencipta segala sesuatu baik yang dapat dilihat maupun yang tidak dapat dilihat adalah Allah. Tuhan Yang Maha Esa, Dia-lah yang menciptakan manusia dan Dia pula yang menentukan baginya jangka waktu dalam batas tertentu di dunia ini. Sejak awal kehidupan manusia dan bumi ini. Allah telah memberi pelajaran dan petunjuk hidup bagi ummat anusia. Menunaikan ajaran-ajaran Allah dalamkehidupan ini disebut Islam Manajemen qolbu dalam perspektif Islam adalah bagaimana kita mamenej hati agar kita menjadi manusia sehat , baik sehat jasmani maupun rokhani , dengan jasmani yang sehat maka mental menjadi sehat.dan sebaliknya. Untuk menjadi mental sehat dapat dilakukan dengan melalui mengenali penyakit hati (Mengatasi dengki, mengikis bibit –bibit riya,, menyikapi kemarahan,mengganti dendam menjadi ihasan ), dan manajemen diri (Menggali makna kesuksesan, mulai dengan memperbaiki diri sendiri, dan mengoptimalkan daya ubah).
DAFTAR PUSTAKA Abdul Aziz Ahyadi, 2001, Psikologi Agama (kepribadian muslim pancasila), Bandung, Sinar Baru Algensindo. Abdullah Gymnastiar, 2002,Meraih bening hati denan manajemen Qolbu, Jakarta, Gema Insani, Abudin Nata, 2002,.Metodologi studi Islam, Jakarta, Raja Grafindo Persada. Al-Ghazali, 1965, Ikhya Ulumuddin, Surabaya, CV. Faizan. 1985,Rahasia Hati (membuka tirai keajaiban hati manusia dalam mengngkapkan nilai baik dan buruk), CV. Bintang Pelajar. 1987,.Memerangi syetan, Kapajen, CV.Bintang Pelajar. 1989,.Etika Muslim Jakarta Pustaka Amani. .1997,.Mengobati penyakit Hati (membentuk akhlak mulia), Bandung Mizan. 1994, Bahaya penyakit hati, Surabaya, Tiga Dua. 2001 Intisari Ihya Ulumuddin mensucikan jiwa konsep tazkiyatun-Nafs Terpadu, diseleksi dan disusun ilang oleh: Said Hawwa alih bahasa Aunur Rofiq Shaleh Tamhid, jakarta, Robbani Press,. ,2004, Keajaiban-keajaiban Hati, Bandung, Karisma. 2003., Metode Menaklukan jiwa ( Perspektif Sufistik) Bandung, Karisma. Ahamad Hanfi, 1990, Pengantar Filsafat Islam, Jakarta, Bulan Bintang. Ahmad Tafsir, 1992, Ilmu Pendidikan Dalam Persfektif Islam, Jakarta, Remaja Rosdakarya.. Amin An-Najar, 2002, Mengobati gangguan jiwa (terapi spiritual mangatasi stres) Jakarta, Hikmah kelompok, Mizan. A.A. Vahab, 2004, Pengantar Psikologi Islam, Bandung, penerbit Pustaka. Abdullah Hadziq, 2005, Rekonsiliasi Psikologi Sufistik dan Humanistik, Semarang,Rasail,. Agus Abdul Rahman, 2014, Psikologi Sosial (Integrasi Pengetahuan Wahyu dan Pengetahuan Emperik),Jakarta RajaGrafindo Persada. Ary Ginanjar Agustian, 2001 Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual ESQ Berdasarkan 6 Rukun Iman dan 5 Rukun Islam, Jakarta, Arga. Baharuddin, 2004, Paradigma Psikologi Islami (Studi tentang Elemen Psikologi dari Al-Qur;an), Yogyakarta, Pistaka Pelajar. 2005, Aktualisasi Psikologi Islami, Yogyakarta, Pustaka Pelajar. Hamka, 19982, Tasawuf Modern, Jakarta, Yayasan nurul Islam. Jalaluddin, 2011, Psikologi Agama, (Memahami perilaku keagamaan dengan mengaplikan prinsip-prinsip psikologi), Jakarta, PT.RajaGrafindo Persad.a, Soejitno,dkk., 2005, Menjadi Insan Kamil,Seyma Media. Samsul Munir Amin, 2015, Ilmu Tasawuf, Jakarta, Amzah. Yunasril Ali, 1997, Manusia citra Ilahi (pengembangan konsep insan kamil Ibn „Arabi oleh al-Jili), Jakarta, Paramadina. Zakiah Daradjat, 1996, Peranan Agama Dalam Kesehatan Mental,Jakarta, Gunung Agung. Kesehatan Mental, 1996, Jakarta,PT. Gunung Agung, ________ 2002, Psikoterapi Islam, Jakarta, Bulan Bintang.