Samantabadra 2017-01

Samantabadra SAMANTABADRA | JANUARI 2017 | NOMOR. 276

gosyo kensyu gosyo cabang gosyo tambahan

MEDIA INFORMASI, KOMUNIKASI, PENDIDIKAN, DAN PEMBINAAN UMAT

SURAT PERIHAL SEKARUNG BERAS SURAT PERIHAL DUA MACAM KEPERCAYAAN API DAN AIR SURAT MUSYIMOCI

PARISADHA BUDDHA DHARMA NICIREN SYOSYU INDONESIA

Januari

2 0 1 7

01 # 276

Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu Indonesia (NSI) STT No.: 2578/SK/DITJEN PPG/STT/1999 Alamat Jl. Minangkabau No. 23A-25 Jakarta Selatan 12970, Indonesia Telepon (+62 21) 8306059, 8311844 Fax (+62 21) 8314959 E-mail samantabadra.nsi@gmail.com Website http://www.nicirensyosyuindonesia.org/ Facebook page http://www.facebook.com/nicirensyosyuindonesia

ceramah gosyo

Rangkuman Ceramah Ketua Umum NSI Maha Pdt. Utama Suhadi Sendjaja Surat Perihal Pencapaian Kesadaran Buddha dalam Satu Kehidupan Ini Disampaikan pada Kensyu Gosyo Umum, Mahavihara Saddharma NSI 26-27 Nopember 2016

Nammyohorengekyo, Gosyo ini ditulis oleh Buddha Niciren ketika beliau berumur 33 tahun. Kalau kita lihat dalam sejarah agama Buddha, Buddha Sakyamuni juga mencapai kesadaran Buddha pada saat usia 30 tahun. Pertama kita harus bisa membangun sebuah kesan atau sebuah pengertian bahwa menjadi Buddha itu tidak harus pada usia tua.

Pada umumnya kita ratarata beranggapan bisa menjadi Buddha itu kalau sudah tua, maka generasi muda jarang yang mau sungguh-sungguh menjalankan kata-kata Buddha.

Sekarang sudah berubah karena semakin maju pendidikan begitu juga pendidikan terhadap komunitas agama-agama sehingga kita bisa tau bahwa mencapai kesadaran Buddha itu tidak dibatasi umur. Kedua karena gosyo ini dituliskan pada awal dan masih muda Buddha Niciren, gosyo ini detil sekali dan mudah dimengerti.

Manusia hanya mempunyai dua perputaran, satu berputar di penderitaan dan satu berputar di kebahagiaan.

Seluruh orang pasti maunya berputar di kebahagiaan.

Berputar di kebahagiaan itu adalah mencapai kesadaran Buddha dan ini lepas dari perputaran penderitaan itu artinya merubah kecenderungan jiwa kita dari 9 dunia menjadi dunia Buddha.

Dulu sebelum ada Buddha Niciren itu susah, pertapaannya itu harus lahir dan mati ribuan kali, kemudian juga harus merubah bentuk. Tetapi setelah Buddha Niciren ada, karena waktu Buddha Sakyamuni ada, belum dijelaskan secara tuntas dan rampung. Jadi kalau kita mau mencapai kesadaran Buddha yang sampai rampung sampai beres, itu ada jalannya.

Dulu waktu Buddha Sakyamuni belum dijelaskan baru umpama-umpama sampai Saddharmapundarikasutra yang merupakan jalan langsung untuk mencapai kesadaran Buddha pun, Buddha Sakyamuni masih belum menuntaskan penjelasaannya.

Buddha Niciren Daisyonin yang mempunyai tugas untuk menuntaskan penjelasaannya.

Penuntasan yang melewatkan

di wujudkannya Gohonzon kemudian menjadi jodoh kita untuk bisa memunculkan kita punya jiwa Buddha dan memindahkan kecenderungan jiwa kita dari sembilan dunia menjadi dunia Buddha.

Jobutsu itu mencapai kesadaran Buddha dalam hidup sekarang ini. Ini harus ditegaskan seperti ini karena sebelum masuk Saddharmapundarika-sutra, mencapai kesadaran Buddha itu dijeaskan bukan dalam kehidupan sekarang, nanti seleah meninggal kemudian kta baru bisa mencapai kesadaran Buddha, itu pun melalui pertapaan yang berulang kali; lahir dan mati berulang kali. Jadi sebelum Saddharmapundarikasutra, Buddha menjelaskan ada dua macam pencapaian kesadaran Buddha. Satu adalah pencapaian kesadaran Buddha setelah merubah bentuk dari perempuan menjadi laki-laki karena dikatakan perempuan itu tidak bisa menjadi Buddha sebelum masuk Saddharmapundarika-sutra, Januari 2017 | Samantabadra

1

karena memang dikatakan perempuan itu iri hati, hatinya tidak lurus, cemburu dan lain sebagainya. Tetapi, apakah seperti itu? Padahal secara kodrati manusia itu ada yang perempuan dan lelaki, dan kenapa Buddha mengajarkan sebelum Saddharmapundarikasutra, perempuan itu sepertinya adalah sekelompok mahluk yang sudah di tetapkan sebagai seperti itu kemudian, tidak bisa mencapai kesadaran Buddha.

Kemudian, begitu juga orang jahat dan begitu juga dengan binatang Oleh karena itu, harus diubah dulu bentuknya, baru bisa mencapai kesadaran Buddha.

Berubah bentuknya seperti berubahnya perempuan menjadi lelaki, yang jahat berubah menjadi baik dan binatang beruh menjadi manusia baru bisa mencapai kesadaran Buddha. Ini diajarkan dalam sutrasebelum Saddharmapundarika-sutra.

Kemudian khususnya di semi Mahayana. Buddha juga menjelaskan sebelum Saddharmapundarika-sutra, manusia itu bisa mencapai kesadaran Buddha nanti setelah meninggal. Itu ada temaptnya sendiri di dunia lain bukan di dunia Saha ini dan namanya adalah Sukawati.

Di sanalah akan mencapai kesadaran Buddha. Buddha menjelaskan ini pada Sutra Amithaba. Tetapi setelah masuk ke dalam ajaran Saddharmapundarika-sutra, dijelaskan bahwa semua orang bisa mencapai kesadaran 2

Samantabadra | Januari 2017

Buddha, perempuan di jelaskan pada bab Devvadatha, buktinya adalah putri naga, begitu menyerahkan sesuati yang paling berharga, jadi putri naga itu perempuan dan binatang, dua yang tidak dibolehkan untuk menjadi Buddha, tetapi masuk Saddharmapundarika-sutra, baik perempuan, binatang, dua-dua nya yang digabung menjadi satu, bisa menjadi Buddha. Ini menunjukan betapa dahsyatnya Saddharmapundarika-sutra.

Kuncinya untuk mencapai ini adalah kerelaan dan kesadaran dari putri naga untuk menyerahkan sesuatu yang paling berharga yang di miliki. Naga itu sebetulnya itu tidak ada tetapi dalam cerita hayalan itu ada dan naga di ceritakan hidupnya itu dialam laut yang sangat dalam dan sangat dalam, jadi kalau kemana-mana dia harus membawa permata yang ada didalam mulutny untuk menjadi penerang. Permata adalah hidup matinya putri naga, kemudian dipersembahkan kepada Buddha. Seketika itu juga, putri naga bisa menjadi Buddha dan mencapai kesadaran Buddha.

Bagi perempuan, seketika itu juga, tidak usah merubah bentuk menjadi laki-laki, bisa mencapai kesadaran Buddha.

Kemudian, apa artinya dari pencapaian kesadaran Buddha?

Selama ini kita masih tidak jelas.

Niciren Daisyonin menjelaskan, “Mencapai kesadaran Buddha itu bukan kita berubah manjadi orang lain. Mencapai kesadaran Buddha itu seperti sebuah

cermin. Cermin yang belum digosok dinamakan cermin yang buram, kalau buram artinya cerminnya tidak bisa dipakai untuk bercermin, itu namanya belum jadi Buddha, ini manusia biasa. Barangnya ini-ini juga, tetapi setelah digosok, berubah menjadi cemrin yang terang, ini namanya mencapai kesadaran Buddha, ibarat cermin yang berat dan cermin yang terang.

Manusia biasa belum mencapai kesadaran Buddha itu disebut umat, setelah umat mencapai kesadaran, ia disebut Buddha.

Umatnya juga seperti itu saja, bukan menjadi dua umat, satu manusia sadar dan satu manusia belum sadar, bukan dia dia saja. Cerminnya dia juga, cuman sudah digosok dan sudah digosok. Kita itu sekarang diajarkan oleh gosyo dari Niciren Daisyonin, kita seperti mau mengosok cermin supaya kita bisa punya cermin yang terang sebab jiwa kita itu diliputi dan ditutupi oleh keserakahan dan kebohohan. Oleh karena itu, kita harus gosok jiwa kita. Cara menggosoknya seperti apa?

Kalau cermin yang kotor digosok pakai kain dan lama-lama menjadi bersih. Jiwa yang kotor digosok dengan pertapaan dari ajaran Saddharmapundarikasutra, Gongyo dan Daimoku.

Menyebut Nammyohorengekyo adalah menggosok kita punya jiwa, sehingga jiwa kita yang penuh dengan keserakahan, kemarahan dan kebohodan, yang diliputi oleh Sembilan dunia, digosok, sehingga Sembilan dunianya akan tersampingkan, lalu dunia

Buddha nya akan muncul. Jadi Buddha hanya begitu doing.

Jadi Buddha itu bukan yang aneh-aneh. Menjadi Buddha itu adalah menjadi manusia yang sadar.

Kita adalah mahluk manusia dan kita baru jadi menjadi manusia yang biasa karena kita belum sadar, belum menggosok jiwa kita, belum memunculkan kesadaran Buddha nya. Tetapi kalau kita sudah gosyo jiwa kita sama dengan Buddha Sakyamuni dan sama dengan Niciren, tidak ada perbedaan.

Buddha sendiri mengatakan, sebetulnya namanya Buddha itu adalah manusia yang sadar, manusia yang bisa dan sadar.

Oleh karena itu, jadi Buddha itu bukan sesuatu yang istimewa dan menjadi Buddha itu dari manusia biasa menjadi kesadaran.

Sekarang yang harus kita lihat itu seperti ini, di dalam diri kita ini ada perasaan dan perasaan ini terus berdenyut, sekejapsekejap dan yang namanya mencapai kesadaran Buddha itu adalah kita setiap saat dan setiap kejap itu memelihara sekejap perasaan jiwa, juga melatih, memperhatikan dan merawat perasaan jiwa. Ini yang sering kita luput, tetapi yang sering kita rawat pada umumnya perasaan jiwanya tetapi hanya raga yang kita rawat. Punya cermin tetapi yang dipakai hanya untuk cerminin wajah saja, punya Gohonzon dirumah bukan cermin buat jiwa malah ga di pakai dan kalau di pakai, malah asal-asal. Dan juga yang kita perhatikan hanya

perubahan-perubahan fisik saja, padahal Nyoze So itu adalah pantulan dari perasaan jiwa.

Gosyo ini mau menjelaskan tentang perasaan jiwa. Jadi semua baik kesadaran Buddha maupun masuk neraka, semua berdasarkan sekejap-sekejap perasaan jiwa, tidak lepas dari perasaan sekejap-sekejap perasaan jiwa. Sebaliknya, kalau beranggapan bahwa mencapai kebahagiaan, masuk neraka, mencapai surga dan lain sebagainya, itu diluar dari sekejap-sekejap perasaan jiwa, artinya kita belum masuk agama Buddha. Itu masih merupakan hukum diluar agama Buddha.

Kalau yang namanya ajaran agama Buddha, semua tidak lepas dari sekejap-sekejap perasaan jiwa dari diri kita sendiri. Ini yang sebetulnya yang merupakan sasaran pertapan kita, yaitu bagaimana kita bisa meningkatkan kualitas daripada sekejap-sekejap perasaan jiwa. Untuk menigkatkan ini sebetulnya tidak susah karena semua sudah ada di dalam diri kita sendiri.

Di dalam perasaan jiwa kita itu ada 10 macam kualitas dan juga 10 macan perasaan, neraka, kelaparan, binatang, marah, manusia, surga, sravakha, pratekya, boddhisatva dan Buddha. Sebetulnya dengan Buddha Niciren munculkdan Saddharmapundarika-sutra yang begitu sulit untuk dipahami dan mengerti, itu menjadi mudah dipahami, dimengerti dan bisa dilaksanakan, itu hebatnya Niciren Daisyonin.

Semua tergantung kepada

kecenderungan jiwa dan ini yang harus kita ubah, ini juga yang menentukan nasib kita menjdai baik atau buruk. Tetapi kecenderungan jiwa jangan pusing-pusing, maka itu Niciren Daisyonin membagi 10 dunia menjadi dua, 9 dunia dan 1 dunia Buddha: 9 dunia semua masih membawa kepada penderitaan, dunia Buddha inilah yang harus kita buka.

Pertapaan kita satu sasarannya yaitu membuka dunia Buddha. 9 dunia itu harus ditutupi dengan dunia Buddha.

Dua gosyo yang lalu kita belajar tentang kalpa pengurangan dan juga tentang pertambahan umur, memperpanjang karma kita.

Yang paling berharga didalam hidup kita ini adalah umur, maka itu semua ejar-kejar untuk memperpanjang umur.

Oleh karena itu, kita sudah melampaui kalpa pengurangan dan perpanjangan, karena kita sudah mengerti kata-kata Niciren, walaupun zaman sekarang adalah zaman kalpa pengurangan, kita bisa lewat karena yang membikin kalpa pengurangan itu bisa terwujud karena keserakahan, kemarahan dan kebodohan, kita bisa lampaui itu karena telah mengatasinya. Jadi, zaman tidak mempengaruhi kita. Keuda kita diajarkan ilmu oleh Buddha Niciren untuk memperpanjang kita punya karma tetap. Karma tetap adalah membangun hidup kita yang berdasarkan kesadaran Buddha. Membangun hidup kita yang melampaui keserakahan, kemarahan dan

Januari 2017 | Samantabadra

3

kebodohan. Kemudian, di dalam gosyo juga dibahas kalau bisa memperpanjang umur sehari saja, itu nilainya itu sama seperti 3000 dunia punya harta kekayaan. Sebetulnya semua itu tergantung kepada kecenderungan jiwa.

Kecenderungan jiwa ini nanti akan tarik jodoh. Kalau sudah umur panjang dan tau untuk panjangin umur, Buddha bilang unutk jangan khawatirkan panjang atau pendek, yang penting hari-hari harus hidup dengan penuh-penuh hidup dengan kemanusiaan. “Jika hendak menghentikan penderitaan dari perputaran hidup mati sejak asal mula, kali ini harus bertekad dan menetapkan hati untuk dapat menbuktikan kesadarna buddh aynag tiada tara.� Kalau nanti bisa panjangkan umur, kalau sudah tau makna kehidupan, sebetulnya makna kehidupan itu adalah Buddha menemukan kan selama ini di katakan lahir, tua , sakit dan mati itu menderita, jadi buat apa hidup kalau semuanya menderita.

Kata Buddha itu tidak seperti itu, hidup mati itu adalah nirvana, yang paling penting itu kita harus bisa menghentikan itu, perputaran penderitaan.

Jadi perputaran kita itu harus ada didalam perputaran kebahagiaan jangan ada di dalam perputaran penderitaan.

Perputaran penderitaan adalah perputaraan di 9 dunia. Kita harus jadikan dunia Buddha sebagai kecenderungan jiwa, dan ini tidak usah lihat-lihat, sebut Nammyohorengekyo 4

Samantabadra | Januari 2017

dengan tulus, sepenuh hati dan laksanakan didalam kehidupan sehari-hari dengan apa yang telah diajarkan oleh Buddha Niciren.

Gosyo ini juga menjelaskan sekejap-sekejap perasaan jiwa kita yang begitu gaib, itu disebut myohorengekyo, dalam Bahasa sansekerta disebut Saddharmapundarika-sutra.

Jadi sekejap-sekejap perasaan jiwa kita itu gaib sekali, jangan dianggap enteng karena kita mementingkan sekejap-sekejap perasaan jiwa, coba tanya anak muda, ulang tahun itu sangat penting dan itu setahun sekali karena mau bagus-bagus pada saat itu. Buddha bilang itu tidak salah, daripada tidak ada sekali, masih untung ada satu kali setahun, tetapi kalau cuman sekali saja, dan setiap harinya tidak bagus, percuma hanya bagus satu kali. Maka itu Buddha bilang jangan salah, umat manusia lengah sebab semua yang menentukan hidup kita itu sampai hari ini dari puluhan kali hidup mati, beribuu-ribu kalpa sampai hari ini, itu sebenarnya terdiri dari sekejap-sekejap perasaan jiwa yang disebut myohorengekyo.

Tetapi kalau myohorengekyo doang, cuman menjadi teori, ini lah puncak dari kesadaran Buddha Niciren.

Niciren Daisyonin menambahkan Namu.

Namu itu adalah manuggal, jadi sebuah tekad dari kita untuk menyatukan diri kita dengan myohorengekyo, Saddharmapundarika-sutra, hukun alam semesta yang

gaib dan langsung. Reng itu akbibat, Ge itu sebab. Kegaiban yang tidak terpikir dan tak terlukiskan oleh kata-kata.

Bagi kita bagaimana kita bisa bertekad untuk Namu kepada myohorengekyo. Kalau kita sudah bertekad untuk mau masuk jalan kebuddha-an, kita betul-betul harus sepenuhnya didalam hati kita. Jadi semua adalah melakukan satu pemikiran dan sekejap-sekejap perasaan jiwa itu tergantung mau ada di mana sekejapsekejap perasaan jiwa itu dan sesuai dengan itu akan menjadi karma yang sesuai dengan arah sekejap-sekejap perasaan jiwa, baik atau karma buruk.

Apa perbedaan dari pikiran dan perasaan? Sampai ini hari, diluar sana termasuk aliran Theravada, semua sumbernya adalah pikiran. Pikiran ini lha yang menentukan baik buruknya nasib kita. Kalau kata orang Niciren syosyu bukan seperti itu, kecenderungan jiwa. Sebab pikiran itu macam-macam juga qualitasnya, tergantung kecenderungan jiwa. Gosyo ini Niciren Daisyonin secara detil dan teliti, terus menjelaskan tentang sekejap-sekejap perasaan jiwa. Kalau kita letakan perasaan jiwa kita itu, kecenderungan jiwa kita itu ingin melakukan sesuatu yang berkaitan dengan perilaku Buddha, yaitu maitri karuna. Jadi yang pikirkan itu hanya pikirkan tentang orang lain bahagia dana pa yang kita bisa lakukan untuk mereka. Maitri karuna hanya berfikir memberi, juga harus berperasaan welas asih.

Belajar agama Buddha itu juga belajar mengoreksi, mengoreksi perilaku yang kurang dan kita tinggkatkan kualitas dari diri kita sendiri.

Kemudian kalau kita benarbenar namu myohorengekyo, mau meningkatkan kualitas dari peraaan sekejap-sekejap, hanya satu, segala sesuatunya harus kita pahami, semua bersumber di dalam jiwa kita, penyebabnya tidak ada diluar sama sekali. Baik buruk itu semua adalah hasil dari perbuatan kita sendiri, jadi bagi kita yang Nammyohoengekyo, punya kekuatan itu, tidak ada lagi urusan orang lain. Kadangkadang kita ini menjdai hakim, kita lebih kuat dari ketua kpk, kita langsung menghakimi, sama seperti sekarang di masyarakat kita itu. Jadi kalau mau Nammyohorengekyo, memperbaiki sekejap-sekejap perasaan jiwa, pandangan seperti tadi harus disampingkan, itu sama sekali tidak bisa membuak kita masuk kedalam jalan kegaiban dari sekejapsekejap perasaan jiwa. Ketiga,

tidak ada hukum lain di luar dari Saddharmapundarika-sutra yang bisa membuat kita punya sekejap sekejap perasaan jiwa itu betul-betul bisa terlatih danberkembang jiwa Buddha nya.

Saddharmapundarika-sutra yang Saddharmapundarika-sutra yang merupakan pengertian di dasar kalimat, dan tiga hukum rahasia agung, honmon no honson, honmon no kaidan, honmon no daimoku. Ini adalah tiga inti daripada gosyo ini. Pertama, tidak ada lagi menyalahkan yang diluar, kedua tidak ada hukum lain , kecuali Nammyohorenggekyo, ketiga, yang namanya sekejap-sekejap perasaan jiwa yang gaib, itu adalah hukumnya myohorengekyo, kemudian gimana kita bisa sungguh-sungguh namu.

Namu itu menjadikan Saddharmapundarikasutra menjadi kita punya pengangan hidup, pijakan kita dan semua bersumber dari Saddharmapundarikasutra. Sejak sekarang yang

namanya namu, pikiran kita kita sampingkan, bukan dibuang, yang kita pakai hanya pikiran Buddha.

Apabila umur sudah di perpanjang, kita harus punya sebuah pandangan yang tembus mau panjang atau pendek. Yang paling penting sekejap sekejap perasaan jiwa, harus diisi dengan perbuatan yang terbaik, mencapai kesadaran Buddha.

Paling tidak, kita hari ini harus mencapai kesadaran Buddha; kualitas, perilaku, pikiran, omongan kita, harus menjadi yang terbaik.

Hidup sehari-sehri harus seperti itu yang membuat kita, akhirnya menjadi orang yang paling istimewa. Pesan dari Buddha Sakyamuni bagi umat manusia yang memakai Saddharmapundarika-sutra sebagai landasan, andaikata dia seorang perempuan, dia akan menjadi perempuan yang terunggul, andai kata di lelaki, ia akan menjadi lelaki yang paling unggul. ***

Januari 2017 | Samantabadra

5

ceramah gosyo

Rangkuman Ceramah Dharma Duta Ibu Irawati Lukman Surat Perihal Pencapaian Kesadaran Buddha dalam Satu Kehidupan Ini Disampaikan pada Kensyu Gosyo Umum, Mahavihara Saddharma NSI 26-27 Nopember 2016

Nammyohorengekyo, Hari ini penuh dan rapi seperti acara gerak jalan kemarin. Pada hari ini juga, kita belajar mengenai “Surat Pencapaian Kesadaran Buddha dalam Satu Kehidupan Kali Ini” atau isho jobutsu. Gosyo ini berkaitan dengan gosyo bulan lalu, “Memperpanjang Karma Tetap.” Karena kalau hidup kita sudah panjang, ingin kita apakan? Di gosyo ini dijelaskan, dengan umur panjang kita juga harus tahu bagaimana mengisi kehidupan ini dengan nilai jiwa kita. Nilai jiwa yang paling tinggi adalah mencapai kesadaran Buddha.

Tujuan Niciren Daisyonin dalam gosyo ini ingin mengajarkan kita untuk mencapai kesadaran Buddha dalam kehidupan ini, sama dengan visi misi NSI yaitu isho jobutsu kosenrufu.

Niciren Daisyonin berumur 34 tahun ketika menulis gosyo ini, dan dalam umur 32 tahun beliau telah mencetuskan Nammyohorengekyo dan mendirikan sekte Niciren.

6

Samantabadra | Januari 2017

Niciren Daisyonin dalam umur begitu muda dapat timbul kesadaran demi memikirkan kebahagiaan seluruh umat manusia. Kalau bukan Buddha Pokok (Niciren Daisyonin) tidak mungkin dapat seperti demikian memikirkan kebahagiaan seluruh umat manusia dan berjuang menyumbang jiwa raga mewujudkan Dai Gohonzon.

Setelah mewujudkan Dai Gohonzon, Niciren Daisyonin langsung menyebarkan hukum Nammyohorengekyo sampai akhirnya mendirikan pondok di Matsubagayasu. Dalam dua tahun itu, pada tahun 1254, murid pertama Niciren Daisyonin adalah Toki Jonin yang pada saat itu menjabat sebagai Sekretaris Jenderal dari gubernur provisi Shimosa.

Toki Jonin yang berpendidikan sedemikian tinggi pun perlu hati kepercayaan dan hukum untuk kehidupannya. Kita dapat melihat syinjin Toki Jonin dari gosyo bulan lalu. Istrinya, Toki Ama Goze, memiliki hati kepercayaan sedemikian kuat bukan lain dikarenakan

suaminya yang memiliki syinjin yang kuat. Toki Jonin selalu bersedia dan tidak menyayangi diri sendiri ketika dibutuhkan untuk melindungi Niciren Daisyonin, contohnya ketika peristiwa Matsubagayasu. Di sini kita dapat melihat hubungan di antara syinjin suami/istri dengan syinjin pasangannya.

Ketika syinjin istri kuat pasti syinjin suaminya juga ikut, berlaku juga sebaliknya. Semua ini pastinya perlu waktu dan perjuangan. Begitu juga murid Niciren Daisyonin yang mudamuda, seperti Syijo Kingo, Kudo Yoshitaka, Ikegami bersaudara, dan Munenaka, adalah murid Niciren Daisyonin yang berjuang dari usia yang muda sampai terus hingga hari tua. Mereka tidak berhenti di tengah jalan.

Kita harus bisa terus ada keinginan mau untuk sungguhsungguh menyumbang jiwa dan raga untuk Nammyohorengekyo seperti mereka ini.

Dari muda kita harus mempersiapkan diri untuk

berjuang untuk NSI di masa depan untuk anak cucu. Tidak ada lagi yang namanya sayangsayang waktu untuk hati kepercayaan ini atau menjalani pertemuan-pertemuan dan kensyu. Tujuan dari gosyo ini adalah Niciren Daisyonin ingin kita semuanya dapat mencapai kesadaran Buddha pada kehidupan kali ini. Pencapaian kesadaran Buddha yang kita telah pelajari umumnya terdengar jauh di masa depan kita, Buddha kelihatannya jauh dari kita. Di ajaran Saddharmapundarika Sutra ini dikatakan bahwa semua umat memiliki jiwa Buddha dan pencapaian kesadaran Buddha dalam masa mutakhir Dharma ini bukan melalui pertapaan berkalpa-kalpa lamanya (hidupmati-hidup-mati) baru bisa tercapai, tapi pencapaian kesadaran Buddha itu dapat terjadi dalam kehidupan kali ini.

Jangan menyia-nyiakan kehidupan kali ini, kita dapat mencapai kesadaran Buddha dalam badan apa adanya karena ini adalah keunggulan Saddharmapundarika Sutra.

Jangan menunggu apa-apa untuk aktif dalam susunan dan sungguh-sungguh menjalankan syinjin agar kita dapat mencapai kesadaran Buddha.

Laksanakan apa yang saat ini dapat kita laksanakan dalam keadaan apa adanya, jangan menunda dan menunggu hari esok. Kenapa harus mencapai kesadaran Buddha dalam kehidupan sekarang? Karena dalam kehidupan ini, kita telah bertemu dengan satu hukum

yang bukan main agungnya, Hukum Nammyohorenggekyo di mana semua orang dapat mencapai kesadaran Buddha.

Jiwa kita itu kekal abadi dari lampau, sekarang dan akan datang, berapa ribu kali kita telah hidup dan mati. Selama siklus hidup-mati ini, kita belum bertemu dengan Hukum Nammyohorenggekyo, belum waktunya dan baru sekarang kita bertemu dengan hukum ini.

Di dalam hukum ini dijelaskan, bahwa hanya hukum ini yang dapat membuat kita berbahagia yang mutlak dan sesungguhnya, dan bisa membuat kita mencapai kesadaran Buddha. Selama hidup berkali-kali apa yang telah kita buat? Yang kita buat penuh dengan tiga racun dan karma buruk yang kita buat. Tetapi pada saat sekarang kita menerima dam mempertahankan Gohonzon, kita bisa memunculkan kesadaran Buddha dan mau sungguh-sungguh jalani sehingga kita mau berusaha untuk membuat karmakarma yang buruk menjadi karma-karma yang baik. Oleh karena itu, kita tidak boleh menyi-nyiakan waktu kita yang telah bertemu Gohonzon karena kita tidak tahu kapan hidup kita akan berakhir. Di dalam susunan NSI, kita telah diajak untuk isho jobutsu kosenrufu dan dicanangkan kepada lansia, sampai ajal jangan sampai melepas hati kepercayaan. Dengan menerima dan mempertahankan Gohonzon akan menimbulkan

kesadaran. Menerima dan mempertahankan artinya sungguh-sungguh percaya dengan Gohonzon, hanya satu dan tidak ada yang lain dan tidak ada tawar menawar. Kesadaran itu dalam bentuk mau Daimoku dan melaksanakan kata-kata Buddha. Sudah menerima dan mempertahankan, bagaimanapun harus daimoku.

Gongyo daimoku dan melaksanakan sesuai dengan kata-kata Buddha itu paling penting. Maka dari itu dikatakan kalu mau mematahkan penderitaan perputaran hidup sejak asal mula, satu-satunya adalah bagaimana kita bisa bangkitkan kesadaran kita dengan kepercayaan kepada Nammyohorengekyo.

Di dasar pokok jiwa kita itu ada satu kegaiban yaitu jiwa Buddha, yang dimiliki semua umat. Inilah yang disebut Myohorengekyo, satu hukum yang menjelaskan mengenai sekejap perasaan jiwa. Jiwa kita bisa hidup ini terdiri dari sekejap-sekejap perasaan jiwa.

Sekejap ini bukanlah sesuatu yang kosong, sekejap ini mewujudkan semua sebab yang kita rasakan menjadi akibat.

Sekejap perasaan jiwa kita itu sangat gaib. Ketika perasaan jiwa kita terwujud, itu pasti jadi akibat, tidak bisa tawar menawar. Oleh karena itu, Niciren Daisyonin mengajak kita untuk mengatur perasaan jiwa kita ini agar dasarnya menjadi dunia Buddha. Kehebatan perasaan jiwa adalah bukan main.

Januari 2017 | Samantabadra

7

Di gosyo ini dikatakan,�Yang dimaksud dunia Dharma sekejap perasaan jiwa adalah sekejap perasaan hati yang bukan hanya mencakup sepuluh dunia tiga ribu gejala icinen sanzen, subjek dan lingkungan, jasmani dan rohani yang berperasaan bahkan dari yang tidak berperasaan, pohon dan rumput, antariksa dan bumi, satu debu pun tidak ketinggalan. Ribuan hukum alam semesta semuanya tercakup menjadi dunia Buddha.� Sekejap perasaan jiwa kita ini dapat mencakup semua yang ada di alam semesta, maka itu disebut gaib. Sekejap perasaan buruk seperti benci atau marah, akan langsung tersebar ke alam semesta. Sekejap perasaan hati ini secara menyeluruh tersebar luas di dunia Dharma tanpa tertinggal sedikit pun dan mewujudkan puluhan ribu hukum. Dengan demikian sekejap perasaan hati adalah dunia Dharma, dunia Dharma adalah sekejap perasaan hati.

Jadi sekejap perasaan jiwa, ketika sudah menyebar, kita yang berbuat dan kita yang memanggil, kembali lagi ke diri kita sendiri. Ini adalah maitri karuna, kita mau apa silahkan berperasaan jiwa.

Tapi semuanya akhirnya akan menjadi akibat apa yang kita buat. Jadi segala terjadi apa pun, wujudnya dari satu perasaan jiwa yang begitu kita tidak tahu, tapi ternyata semua itu menjadi akibat. Sering kita dengar orang yang daimoku sangat banyak 3-5 jam dan aktif dalam susunan tetapi tanpa mengatur perasaan jiwa kita (terus dalam 3 dunia buruk) .

8

Samantabadra | Januari 2017

Dalam satu hari perasaan jiwa itu ada 84 juta sekejapsekejap perasaan jiwa (icinen sanzen), bayangkan berapa banyak yang telah kita buat.

Kita beruntung sekali bertemu Nammyohorengekyo ini, kita bisa mengatur perasaan jiwa kita dan menuju ke yang baik, ke dasarnya dunia Buddha.

Tetapi kenapa kita sudah syinjin lama masih tetap saja kesulitan dan mengeluh? Di gosyo ini dikatakan, jika kita menerima dan mempertahankan Gohonzon tetapi apa yang kita jalankan tidak sesuai dengan ajaran yang diajarkan Buddha Niciren Daisyonin (contohnya mengikuti ajaran sementara yang sudah lampau). Sering tanpa kita sadari kita masih menjalankan ajaran sementara, contohnya, hanya mintaminta di depan Gohonzon.

Kita masih belum percaya dengan ajaran Sang Buddha yang sesungguhnya dan hanya membuat icinen yang baik hanya sewaktu-waktu ketika kita sedang membutuhkan Gohonzon. Kita harus sekejapsekejap membuat icinen yang baik dengan gongyo daimoku agar jiwa Buddha kita timbul dan agar kita tidak kalah suasana ketika bertemu dengan jodoh buruk. Dan juga, kita tidak boleh masih menjalankan ajaran sementara yang dasarnya bukan syinjin, seperti percaya hal-hal yang di luar ajaran Buddha: percaya tanggal baik/buruk, memiliki patung-patung dari kepercayaan lain.

Kita harus sadar bahwa ajaran Buddha itu ada di dalam

kita, di dalam diri kita ada kekuatan dunia Buddha dan kita harus percaya kita pasti bisa memunculkannya. Apa pun yang terjadi itu sudah jadi akibat dari sebab yang kita buat, dan kita harus mengubah ini dengan memunculkan icinen yang baik. Sebab dan akibat itu adalah ajaran Buddha.

Waktu kita menyebut nama Buddha melalui gongyo dan daimoku (Nammyohorengekyo); membaca dan menyebut sutra, dan menyebar bunga dan membakar dupa. Semua ini adalah akar karunia kebajikan yang tersimpan dalam sekejap hati kita dan datang dari icinen sekejap perasaan jiwa kita (kesungguhan hati kita). Kita harus ingat bahwa semua karunia kebajikan kita datangnya dari kesungguhan hati (icinen) kita. Ketika kita sedang menjalankan gongyo dan daimoku kita harus sepenuh hati melaksanakan, pikiran harus fokus dan disertai dengan kesungguhan hati.

Di gosyo ini dikatakan, “Kalau mencari kesadaran dari para Buddha pada sekejap perasaan hati, perasaan umat, maka umat adalah kesadaran.� Dari sini kita mengetahui bahwa kita tidak perlu mencari ke manamana untuk kesadaran. Kita bisa timbulkan kesadaran di diri manusia biasa. Jadi bapak-bapak dan ibu-ibu, kita tidak perlu mencari kesadaran dari manamana di luar dari diri sendiri dan gongyo daimoku. Karena diri sendiri dan gongyo daimoku bisa timbulkan kesadaran. Hidup (lahir, tua, sakit dan mati) itu

adalah Nirvana. Kalau dalam kehidupan ini kita menjalakan dengan benar, menyebut Nammyohorengekyo, kita pasti mencapai kesadaran Buddha.

Ketika kita hidup kembali, kita akan hidup di dalam kehidupan yang aman, tenang dan tenteram.

Di gosyo ini juga dikatakan, ”Kalau perasaan hati umat manusia kotor, maka tanah air tempat tinggalnya juga kotor.”

Jika perasaan kita kotor, penuh dengan tiga racun, tempat di mana kita tinggal pasti juga terasa tidak enak dan tidak kerasan tinggal di sana. Apa pun pasti terasa tidak enak karena perasaan hati kita tidak benar.

Sebaliknya, jika perasaan hati manusia suci, maka tanah airnya pun terasa suci. Tanah suci dan tanah kotor tidak berarti ada dua. Jiwa kita hanya satu, tetapi perasaan jiwa kita bisa kotor dan bisa bersih. Perasaan kita kotor ketika perasaan kita penuh dengan tiga racun. Jika perasaan kita bergembira, dalam suasana apa pun perasaan kita pun rasanya enak.

Kita bisa mengatur perasaan kita untuk bahagia, ketemu siapa pun dan keadaan apa pun gembira. Kegembiraan ini bukan dari mana-mana tetapi dari diri sendiri. Ketika melihat keadaan buruk, kita tinjau diri untuk berubah dan dalam sekejap suasana pun berubah. Ini adalah contoh dari mengubah icinen sekejap-sekejap menjadi baik.

Di gosyo ini juga dikatakan, “Demikian pula antara umat atau Buddha, ketika sesat dinamakan umat dan ketika

sadar dinamakan Buddha.” Jadi kita jangan ragu-ragu kita tidak dapat mencapai kesadaran Buddha. Kita lebih sering sesat dibandingkan sadar, sehingga mencapai kesadaran Buddha di kehidupan kali ini terasa sulit.

Kita harus ingat bahwa kita tidak tahu akan hidup berapa lama, tapi kita harus berusaha sedemikian rupa dan jangan rugi hari demi hari dan detik demi detik untuk mengisi perasaan jiwa kita dengan nilai, penuh dengan kegembiraan menuju pencapaian kesadaran Buddha.

Kesimpulan dari gosyo mengatakan, “Setelah kemoksyaanku, harus menerima dan mempertahankan sutra ini.” Kita diajak untuk mempertahankan sutra ini. Jangan sedikit pun ada perasaan ingin mengembalikan Gohonzon, ingin mundur dari hati kepercayaan. Kutipan gosyo berlanjut, “Hal ini tidak perlu diragukan lagi. Orang ini berada di jalan Buddha dan pasti dapat mencapai kesadaran Buddha, ini tidak perlu diragukan lagi.

Tidak boleh diragukan sedikit pun, alangkah beruntungnya, alangkah beruntungnya.” Kita jangan sedikit pun ragu-ragu kepada NSI, kita ada di NSI bukan main beruntungnya.

Kalau kita lihat dua tahun lalu pada HUT NSI ke-50, kita tidak terbayang sedemikian rupalah wujud NSI sesungguhnya.

Tidak ter bayangkan NSI masih ada sedemikian rupa dan NSI menjalankan tugas penyebarluasan Dharma, bukan hanya di Indonesia tapi mulai ke ASEAN (Myanmar

dan Laos). Ini adalah misi NSI, untuk menyebarluaskan Dharma, kosenrufu, dan visinya, mengajak seluruh umat NSI mencapai kesadaran Buddha pada hidup kali ini.

Untuk mencapai kesadaran Buddha, kita tidak bisa hanya tinggal diam dan hanya gongyo daimoku di rumah. Ada hal yang harus dilaksanakan, contohnya misi untuk menyebarkan Dharma ini ada grup kesenian yang bertugas ke Myanmar dan Laos. HUT NSI yang ke 52 ini adalah tugas yang tidak bisa kita bayangkan, myoho.

Ini membukakan mata kita kembali, padahal persiapan HUT kali ini terlihat biasa-biasa saja, tetapi Nammyohorengekyo memang hebat. Karena tujuan NSI begitu agung, kita pun mendapatkan tugas yang tidak kita ter bayangkan. Gerak Jalan Kerukunan Beragama yang lalu ini adalah salah satu contohnya.

Dari waktu, momentum, cuaca dan semangat semua mendukung. Ini semua karena NSI ada di jalan yang benar. Oleh karena itu, NSI didukung oleh banyak pihak, dari pemerintah dan umat agama yang lain.

Kita harus merasakan betapa beruntungnya kita ada di NSI, jangan ada sedikit pun terasa penyesalan karena kita tidak ada ini dan itu. Gosyo adalah yang membangkitkan hati kepercayaan kita. Setelah acara gerak jalan, NSI kita masih ada tugas Bodhisatva muncul dari bumi yaitu Kensyu di Johor, Malaysia. Karena icinen kita, kita sendiri memanggil jodoh-jodoh baik. ***

Januari 2017 | Samantabadra

9

liputan

Bakti Donor Darah Umat NSI Banten

B

akti Sosial Donor Darah tanggal 13 November 2016 dimulai dari jam 08.00 s.d. 12.30 di Vihara Vimalakirti Karawaci Tangerang.

Acara kegiatan sosial donor darah di Vihara Tangerang, dimulai pada jam 8 pagi. Sekitar 200 peserta yang telah tercatat menjadi peserta donor darah.

Para peserta yang mau donor, berbaris atau ada yang duduk menunggu panggilan dari dokter yang akan memeriksa.

Satu per satu peserta diperiksa, dimulai dari pengecekan kekentalan darah, dilanjutkan dengan tensi tekanan darah, dan disertakan diskusi kepada peserta apakah ada yang mengkonsumsi obat, apakah waktu tidur cukup dan atau apabila peserta perempuan ditanya apakah sedang datang bulan atau tidak. Peserta yang sesuai memenuhi standard dipersilahkan antri di salah satu tempat tidur donor darah, yang akan membantu pengambilan darah oleh tim petugas dari PMI. Dan ada juga umat yang setelah diperiksa dinyatakan ditolak dan diminta pulang untuk istirahat, sebelumnya diberikan penjelasan kenapa darahnya tidak diterima, diantaranya beberapa faktor 10

Samantabadra | Januari 2017

kenapa peserta donor darah bisa ditolak, antara lain adalah : 1) Hb darah tidak turun dalam wadah berbentuk gelas (mengambang); 2) Seminggu terakhir sebelum donor, ada mengkonsumsi obat; 3) Usia peserta dibawah umur 17 tahun; dan 4) berat timbangan belum mencapai berat ideal.

Sekitar jam 12.30 acara donor darah selesai dilaksanakan, tim panitia bakti sosial donor darah NSI Daerah Tangerang dan tim unit donor darah PMI Kota Tangerang melakukan foto bersama. ***

Kerja Bakti Kebersihan Lingkungan Vihara Vimalakirti NSI Teluk Naga

B

erawal dari pertemuan pria daerah pada tanggal14 September 2016, setelah pertemuan malam itu turun hujan sangat deras, sehingga membuat umat bagian bapak dan pemuda, harus menunggu di pelataran depan tangga Vihara, Almarhum Bapak Kim Guan menyampaikan keinginan mengajak umat NSI Tangerang untuk kerja bakti kebersihan lingkungan vihara di Teluk Naga, dan beberapa umat yang ikut mendengar rencana itu, menjawab itu ide baik pak Kim Guan, akan kami rencanakan kapan waktu yang tepat.

Seminggu setelah Almarhum Bapak Kim Guan meninggal dunia, kerja bakti ini dilaksanakan pada tanggal 23 Oktober 2016, dimulai dari jam 8 pagi sampai dengan selesai.

Diawali dengan gongyo pagi di Vihara Teluk Naga yang di pimpin oleh pak inan.

Diikuti oleh 50 umat NSI dari daerah Tangerang dan Teluk Naga, bergabung turut serta membantu kebersihan disekitar lingkungan vihara.

Dari pagi sekitar jam 9 sampai menjelang jam 12 siang, hujan turun gerimis, semangat umat NSI tidak surut bahkan semakin berkobar, ini terbukti dengan penebangan salah satu pohon yang berhasil di tebang untuk penerangan jalan dan memudahkan akses kendaraan roda dua masuk ke halaman parkir menjadi lancar. Â Tepat pada jam 12 siang, umat bagian ibu-ibu daerah Teluk Naga, mempersilahkan umat yang kerja bakti untuk berhenti sementara, mengajak makan siang bersama, kebersamaan umat NSI sangat terasa, usai makan siang, sekitar jam 12.45, semua umat dikumpulkan disalah satu ruang kelas bagian lantai dasar vihara, Bapak Suryandi, Bapak

Kusnadi, Bapak Djuanda, Bapak Tasmin, Ibu Alm. Kim Guan, dan Bapak Peng Wie, memberikan kata-kata sambutan yang intinya memberi semangat kepada umat NSI yang hadir, kebersamaan ini harus dijaga, kita lestarikan demi kelangsungan organisasi NSI. Sekitar jam 15.00 kerja bakti kebersihan lingkungan vihara telah selesai, dan umat bagian bapak, ibu dan gm kembali pulang ke rumahnya masingmasing. ***

Januari 2017 | Samantabadra

11

Ketua Umum NSI Melakukan Sosialisasi Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan 8 Tahun 2006

S

enin, 21 November 2016 Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kabupaten Bogor mengadakan Sosialisasi Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri. Nomor: 9 dan Nomor: 8 tahun 2006 tentang “Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah Dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, Dan Pendirian Rumah Ibadah”. yang berlangsung di Cisarua, Bogor. Sosialisasi berlangsung dari jam 09.00 Wib 13.00 Wib. Pada kesempatan tersebut, Ketua Umum Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu Indonesia (NSI), Maha Pandita Utama (MPU) Suhadi Sendjaja sebagai wakil dari umat Buddha di dalam FKUB Kab.Bogor menyampaikan di dalam pemaparannya bahwa PBM ini bukan hanya mengatur mengenai pendirian Rumah ibadah saja tetapi merupakan Pedoman pelaksanaan tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala daerah dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama, pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama. Jadi PBM merupakan suatu petunjuk pelaksanaan bagi Kepala Daerah di dalam menjaga kerukunan umat beragama di daerahnya, karena ukuran keberhasilan Kepala Daerah (Gubernur,Walikota, maupun Bupati) tidak hanya dilihat dari

12

Samantabadra | Januari 2017

MPU Suhadi Sendjaja sebagai Narasumber di dalam Sosialisasi PBM Nomor 9 dan Nomor 8 tahun 2006 bersama FKUB Kab. Bogor

keberhasilnya membangun kereta api, MRT atau LRT saja tetapi keberhasilan itu diukur dari sejauh mana seorang Kepala Daerah mampu memelihara kerukunan antarumat beragama di daerah yang dipimpinnya.

MPU Suhadi Sendjaja juga menceritakan bahwa hakekatnya kerukunan itu sudah ada sejak jaman Majapahit, Sriwijaya dan jaman Kerajaan-kerajaan Besar lainnya, oleh karena itu istilah yang digunakan di dalam sosialisasi ini adalah Pemeliharaan Kerukunan.

“Jadi Kerukunan itu dipelihara karena kerukunan sudah ada sejak jaman dulu. Jiwanya itu pemeliharaan Kerukunan” papar MPU Suhadi Sendjaja. beliau juga memaparkan bahwa ” Agama itu Agung,Agama itu Suci, namun yang harus menjaga keagungan dan kesucian agama ya kita-kita yang mempunyai agamanya.”

Selain para pengurus FKUB Kab.Bogor, acara tersebut juga dihadiri oleh Camat dan DanRamil Cisarua serta kurang

MPU Suhadi Sendjaja memberikan pemaparan.

lebih 100 undangan yang berasal dari tokoh-tokoh agama dan juga tokoh masyarakat Kecamatan Cisarua.

MPU Suhadi Sendjaja merupakan salah satu Tim Perumus Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor: 9 dan Nomor : 8 Tahun 2006 yang pembahasannya berlangsung selama satu tahun, sehingga beliau sangat fasih di dalam memberikan sosialisasi mengenai PBM ini. ***

Merawat Ke-Bhinneka-an Indonesia Ditengah Menguatnya Sektarianisme Politik

P

ascademo Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) MUI tanggal 4 November 2016 tentang penistaan Agama yang dikhawatirkan bisa merusak kerukunan antarumat beragama dan ke-bhinnekaan Indonesia, maka pada tanggal 29 November 2016 bertempat di Gedung Dewan Pers Jalan Kebon Sirih No.32-34, Gambir, Jakarta Pusat, , dilakukan diskusi dengan Tema “Merawat Ke-Bhinneka-an Indonesia Ditengah Menguatnya Sektarianisme Politik.” yang digagas oleh Kaukus Muda Indonesia ( KMI ). Ketua Umum Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu Indonesia (NSI), Maha Pandita Utama (MPU) Suhadi Sendjaja diundang sebagai Narasumber dalam diskusi tersebut. MPU Suhadi Sendjaja juga didampingi oleh Bpk N Imam Azis dari Nadhlatul Ulama, Bpk Adi Priyatno Dosen Politik Universitas Islam

Negeri serta Prof. Thamrin Amal Tomagola Sosiolog dari Universitas Indonesia. Diskusi ini berlangsung dari pukul 13.30 WIB sampai 16.00 WIB. Di dalam kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) tertulis bahwa sektarianisme merupakan aliran dalam politik yang anti komunikasi,reaksioner,amat emosioanal,tidak kritis, angkuh dan anti dialog, Dengan Kata Lain bisa dikatakan bawhwa politik sektarian ini memiliki semangat untuk membela sekte atau pandangan agama tertentu secara sempit. Politik Aliran atau sektarian merupakan keadaan dimana sebuah kelompok atau organisasi tertentu dikelilingi oleh sebuah organisasi massa baik formal maupun informal.

Sementara tali pengikat kelompok atau organisasi masa ini adalah ideologi atau aliran sekte tertentu.

Menguatnya sektarianisme politik belakangan ini dikhawatirkan oleh sebagian kalangan akan mengoyak kesepakatan dasar atau konsensus nasional didirikannya negara Indonesia yaitu Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan Undang-undang Dasar 1945. Meski berbeda-beda namun seluruh komponen bangsa ini sepakat untuk menjadi satu atau dikenal dengan istilah Bhinneka Tunggal Ika. Berdasarkan hal tersebut, merawat ke-Bhinnekaan menjadi hal utama yang harus dijaga oleh seluruh komponen bangsa.

Ketua Umum NSI memaparkan bahwa “Agama bukanlah sumber masalah tapi agama itu adalah sebuah kekuatan yang positif, hanya sekarang banyak diperalat untuk kepentingan-kepentingan lain dan disalahgunakan apalagi menjelang pilkada, agama dibelok-belokan untuk kepentingan sesaat dan untuk menyaring suara.” Beliau juga menyampaikan “Agama harus tetap menjadi landasan Moral, dan landasan Etika bagi Pemimpin Daerah serta menjadi kewajiban dan tanggung jawab dari masingmasing komunitas agama untuk menjaga kemurnian dan kesucian dari ajaran agamanya masing-masing.” Agama tetap harus menjadi landasan di dalam berpolitik, karena agama mengajarkan nilai-nilai kebaikan, tetapi agama jangan dipolitisasi untuk kepentingan politik. *** Januari 2017 | Samantabadra

13

Ketua Umum NSI Menandatangani Deklarasi Kerukunan Umat Beragama Di Wilayah Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor

Ketua Umum NSI, MPU Suhadi Sendjaja bersama Camat Taman Sari, Tokoh Agama Islam, pihak TNI dan Polri melakukan tos bersama setelah penandatanganan Deklarasi.

J

umat, 02 Desember 2016, Bertempat di Kantor Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor, para Tokoh Lintas Agama menandatangani deklarasi pernyataan sikap untuk menjaga Kerukunan Antarumat Beragama di wilayah Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor. Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu Indonesia (NSI) menjadi unsur agama Buddha yang mewakili umat Buddha dalam deklarasi pernyataan tersebut dan langsung dihadiri oleh Ketua Umum NSI, Maha Pandita Utama (MPU) Suhadi Sendjaja.

Hal ini merupakan wujud tanggung jawab NSI sebagai bagian dari warga Kecamatan Tamansari dimana Mahavihara Saddharma NSI (Myoho-Ji) berada yang kehadirannya dirasakan turut memberikan manfaat bagi masyarakat di Kecamatan Tamansari terutama di dalam merawat 14

Samantabadra | Januari 2017

keharmonisan kehidupan beragama dan kesejahteraan masyarakat sekitar.

Camat Tamansari Drs.H.Achmad Sofyan,MM sebagai unsur pemerintah turut memberikan andil di dalam mengumpulkan para tokoh lintas agama di Kecamatan Tamansari beserta seluruh elemen masyarakat, TNI dan Polri untuk menandatangani deklarasi pernyataan sikap Para tokoh lintas Agama ini.

Deklarasi tersebut sebagai bentuk komitmen dari semua pihak yang ada di Wilayah Kecamatan Tamansari untuk senantiasa menjaga kerukunan, baik kerukunan antar umat beragama, kerukunan intern agama, maupun kerukunan antar umat beragama dengan pemerintah. Hal ini dilakukan karena kerukunan menjadi modal penting bagi pembangunan suatu bangsa dan negara tidak terkecuali bagi

bangsa Indonesia, oleh karena itu kerukunan harus dijaga dan dipelihara denganbaik oleh semua pihak. ***

Ketua Umum NSI, MPU Suhadi Sendjaja.

Menandatangani Deklarasi Pernyataan Sikap Kerukunan Antar Umat Beragama

Ketua Umum NSI Dalam Pembahasan Proker Ditjen Pendidikan Agama Buddha

M

ajelis-Majelis Agama Buddha pada hari Kamis, 01 Desember 2016 pukul 10.00-16.00 WIB, bertempat di Kantor Kementerian Agama, Jakarta, diundang oleh Direktur Urusan dan Pendidikan Agama Buddha Drs Supriyadi,M.pd untuk melakukan diskusi membahas program-program kerja dan permasalahan-permasalahan terkini serta cara penanganannya.

Permasalahan yang sedang menjadi berita hangat di kalangan masyarakat Indonesia bahkan dunia, yaitu permasalahan kemanusiaan etnis Rohingya di Myanmar yang dianggap oleh beberapa orang sebagai konflik antarumat beragama Islam dan Buddha, serta permasalahan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).

Pertemuan ini berlangsung di Gedung Kantor Kementerian Agama RI, Jalan M.Thamrin No. 6. Jakarta Pusat. Masing-masing Majelis diberi kesempatan untuk memberikan masukkan dan saran terhadap program-program yang sedang dan akan berjalan.

Ketua Umum Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu Indonesia (NSI), Maha Pandita

Utama (MPU) Suhadi Sendjaja menjadi pusat arah pembicaraan di dalam forum tersebut.

Ada 3 point utama yang disampaikan oleh MPU Suhadi Sendjaja. Pertama, kerjasama dalam forum ini adalah suatu hal yang sangat baik.

Kedua, Mengenai Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), MPU Suhadi Sendjaja memberi klarifikasi soal adanya kampanye ditempat ibadah yang ditanyakan oleh salah satu Majelis agama Buddha, dalam klarifikasi tersebut MPU Suhadi Sendjaja menjelaskan bahwa Pilkada merupakan konsekuensi masyarakat / sebuah negara yang ingin berdemokrasi.

Beliau juga menyampaikan bahwa beberapa saat yang lalu “ada salah satu rumah ibadah yang digunakan sebagai tempat kampanye” beliau mengklarifikasi bahwa “ Pada Waktu itu belum masuk waktu Kampanye” dan apabila sudah masuk dalam waktu kampanye tidak boleh Rumah Ibadah apapun digunakan sebagai Tempat kampanye”.

Ketiga adalah masalah agama.

Agama harus menjadi sumber kekuatan. Menurut MPU Suhadi

Sendjaja agama muncul didunia ini baik itu agama Buddha, Kristen ataupun Islam sebagai suatu upaya mengatasi kekacauan, tidak lucu jika agama yang malahan menjadi penyebab terjadinya masalah. Agama harus menjadi sumber kekuatan untuk mengatasi masalah, dalam kaitan dengan agama Buddha MPU Suhadi Sendjaja mengemukakan dalam perkembangan agama Buddha itu tentu harus kembali kepada sejauh mana pelayanan kita.

Kalau masalah syi’ar (Penyebarluasan ajaran agama), semua Agama punya tugas syi’ar. jadi kalau agama Buddha nanti melakukan syi’ar dan tentu caranya itu adalah bagaimana bisa meneladani serta menyebarkan suatu paham-paham kedamaian, dan oleh karena itu MPU Suhadi Sendjaja tidak terlalu sependapat mengenai masalah yang berkaitan dengan menghadapi perkembangan dari agama lain.

Oleh karena itu yang penting bagaimana umat Buddha sendiri dibina secara baik, kemudian tidak mempermasalahkan agama lain, karena banyak pihak yang ingin menyebarkan dan bercerita mengenai Islamisasi dan kristenisasi, agama Buddha tidak masuk ke situ, karena agama Buddha pahamnya/filsafatnya tidak ke arah sana, tetapi harus lebih kepada bagaimana introspeksi masing-masing individu.

Oleh karena itu kesucian agama ini harus dikembalikan, agama harus menjadi sumber kekuatan ,sumber landasan moral, dan etik. Kebenaran dan keagungan dari setiap agama ini harus dijaga dan diamalkan oleh seluruh masyarakat. *** Januari 2017 | Samantabadra

15

materi ajaran | gosyo kensyu

Gosyo Kensyu

Sumbangan Sekarung Beras LATAR BELAKANG|

S

urat balasan yang berisi pujian atas kesungguhan hati dari danaparamita ini ditujukan kepada seseorang yang telah rela menyumbang beras sekarung, talas sekarung dan sekeranjang rumput laut kepada Niciren Daisyonin. Sebagian dari surat ini sudah hilang, sehingga tidak jelas kapan dan ditujukan kepada siapa surat ini. Tulisan asli yang tertinggal masih tersimpan dengan baik di Kuil Utama Taiseki-ji.

Mengenal Sekarung Beras, judul surat ini, diambil dari kalimat pertama dalam surat. Nama lainnya Jiri Kuyo Gosyo, karena dalam surat ini dijelaskan mengenai Jikuyo dan Rikuyo. Surat ini juga menerangkan unggulnya sumbangan. Pusaka yang terunggul di dunia adalah jiwa, sehingga bila jiwa itu disumbangkan demi Hukum dan Buddha, pasti tercapai Kesadaran Buddha.

Sumbangan itu terbagi menjadi dua : Jikuyo don Rikuyo. Bagi manusia biasa yang memerlukan makanan dan pakaian untuk mempertahankan jiwa, sumbangan makanan dan pakaian sama maknanya dengan menyumbang jiwa raga sendiri.

Hukum kemasyarakatan adalah dunia materi, sedangkan Agama Buddha adalah dunia perasaan jiwa. Makna mendalam Saddharmapundarika-sutra menerangkan hubungan materi dan hati tidak terpisah.

16

Samantabadra | Januari 2017

Orang yang melaksanakan danaparamita dengan menyumbang beras yang sangat berharga pada saat dilanda paceklik tidak hanya telah menyumbang sesuatu berbentuk materi, malah terlebih dari itu telah menyumbang dengan mempersembahkan jiwa raganya. Oleh karenanya pasti tercapai Kesadaran Buddha.

Pada bagian akhir Niciren Daisyonin menjelaskan keadaanNya di Gunung Minobu. Dalam penutup surat ini Niciren Daisyonin menyatakan kegembiraanNya dan rasa hormat sedalam-dalamnya terhadap orang yang datang ke Gunung Minobu dan membawa bermacam-macam sumbangan.

ISI GOSYO |

S

umbangan beras sekarung, talas sekarung, rumput laut sekeranjang melalui pesuruh Anda telah Saya terima dengan baik.

Bagi manusia terdapat dua jenis harta, pertama adalah pakaian, kedua adalah makanan.

Dalam Sutra dikatakan, “Yang bernyawa hidup dari makanan”, dan lain-lain. Hakikat kalimat Sutra ini mempunyai arti bahwa yang menunjang manusia untuk dapat hidup di dalam masyarakat adalah pakaian dan makanan. Ikan yang hidup di dalam air, airlah yang menjadi hartanya. Pohon yang tumbuh di tanah, tanahlah yang menjadi hartanya. Manusia yang hidup dari makanan, makananlah yang menjadi hartanya. Jiwa merupakan harta pusaka utama di antara segala harta apapun. Di alam semesta, tiada suatu harta pusaka pun yang lebih bernilai daripada jiwa.

Segala harta pusaka yang penuh tersebar di alam semesta, tiada satupun yang dapat menggantikan jiwa. Oleh karena itu, jiwa adalah bagaikan pelita, sedangkan makanan adalah bagaikan minyaknya. Jika minyak pada lampu pelita telah habis, pelita pun akan padam. Jika tidak ada makanan, maka jiwa manusia pun tidak dapat menyambung hidup.

Kata pertama untuk menyembah pada semua dewa dan Buddha selalu mempergunakan kata Namu. Apakah arti sesungguhnya dari kata Namu ? Kata “Namu” adalah berasal dari kata “Namas” dalam bahasa Sansekerta. Sedangkan dalam bahasa Cina dan Jepang, berarti Kimyo.

Kimyo berarti mempersembahkan seluruh jiwa raga sendiri kepada Buddha.

Tergantung pada kemampuan masing-masing, ada orang yang mempunyai anak, istri, keluarga, tanah, emas dan perak, dan lain-lain. Begitu pula terdapat juga orang-orang yang sama sekali tidak memiliki harta kekayaan apapun. Namun demikian, pada orang yang memiliki harta kekayaan maupun tidak, tiada suatu harta pusaka apapun yang melebihi harta pusaka yang disebut jiwa. Oleh karena itu, para arif bijaksana pada jaman dahulu kala mencapai kesadaran Buddha dengan mempersembahkan jiwa raganya kepada Sang Buddha.

Putra Himalaya (Sessen Doji) berhasil mempelajari kedelapan kata syogyo mujo, zesyo mappo; syomestu metsuchi, jakumetsu iraku dengan mengorbankan jiwanya sendiri untuk dipersembahkan kepada iblis. Bodhisattva Baisyajaraja dengan membakar lengan tangannya sendiri untuk dipersembahkan kepada Saddharmapundarika-sutra. Di negeri Jepang pun, Putra Mahkota Syotoku telah mengupas kulit tangannya sebagai pengganti kertas untuk mencatat Saddharmapundarika-sutra. Raja yang bernama Kaisar Tenci telah mempersembahkan jari manisnya kepada patung Buddha Sakyamuni. Karena kesemuanya ini adalah perilaku dari para arif bijaksana, maka hal tersebut di atas sulit dilaksanakan oleh kita, manusia biasa. Namun demikian, yang dikatakan mencapai kesadaran Buddha, bagi manusia biasa adalah dengan menghayati perkataan “Kesungguhan hati” (Kokoro Zasi) hingga mencapai kesadaran Buddha.

Kalau kita merenungkan secara mendalam apakah yang disebut kesungguhan hati, tidak lain adalah Hukum Kanjin.

Kalau kita meneliti lebih lanjut, sesuatu yang bagaimanakah yang disebut sebagai Hukum Kanjin ini, maka seperti seseorang yang mempersembahkan satu-satunya pakaian yang Januari 2017 | Samantabadra

17

dimilikinya kepada Saddharmapundarika-sutra, dan itu berarti sama dengan ia telah mengupas kulit dari badannya sendiri. Dan juga, sama seperti di dalam masyarakat yang sedang dilanda bencana kelaparan, jika satu-satunya makanan untuk menyambung hidup satu hari itu dipersembahkan kepada Buddha, itu berarti sama dengan mempersembahkan jiwa raga kepada Sang Buddha.

Oleh karena kurnia kebajikan ini tidak kalah unggulnya dengan kurnia kebajikan Putra Himalaya yang mengorbankan jiwanya dan kurnia kebajikan Bodhisattva Baisyajaraja yang membakar lengan tangannya, maka bagi arif bijaksana adalah sumbangan dengan mengorbankan jiwa (Jikuyo), sedangkan bagi manusia biasa adalah sumbangan kesungguhan hati (Rikuyo). Hal itu merupakan ajaran dana paramita yang terdapat dalam pertapaan Kanjin yang dijelaskan dalam Maka Syikan jilid ke-7. Sesungguhnya, dengan sendirinya segala gejala kemasyarakatan adalah Hukum Buddha.

Dalam Sutra Suvarnaprabhasa (Konkomyo) dikatakan, “Jika memahami secara mendalam hukum masyarakat, dengan sendirinya itu adalah Hukum Buddha”. Kemudian dalam Sutra Nirvana diajarkan, “Seluruh ajaran non-Buddhis adalah ajaran Sang Buddha, dan bukan ajaran non-Buddhis”. Sehubungan dengan itu, Mahaguru Miao-lo dengan menarik kalimat Sutra jilid ke-6 Saddharmapundarika-sutra yang berbunyi, “Seluruh usaha kemasyarakatan berupa ekonomi, sosial-politik, dan kebudayaan sama sekali tidak bertentangan dengan Hakikat Sejati (Jisso)”. Dari makna yang dijelaskan di atas, sekilas seakan-akan kedua Sutra, yaitu Sutra Suvarnaprabhasa dan Sutra Nirvana merupakan Sutra yang memiliki ajaran yang mendalam, namun kalau dibandingkan dengan Saddharmapundarika-sutra, kedua Sutra tersebut masih dangkal maknanya karena mengajarkan ajaran agama Buddha dengan berdasarkan hukum masyarakat. Akan tetapi, tidaklah demikian halnya dengan Saddharmapundarika-sutra, dimana hukum masyarakat itu sendiri keseluruhannya adalah Hukum agama Buddha.

Inti dari sutra-sutra sebelum Saddharmapundarika-sutra menerangkan bahwa seluruh Hukum timbul dari hati. Sebagai umpama, hati itu bagaikan bumi besar, sedangkan ribuan hukum bagaikan tumbuh-tumbuhan. Dari bumi besar itu tumbuh rumput, daun dan pohon.

Namun, dalam Saddharmapundarika-sutra bukan demikian. Baik hati yang bagaikan bumi besar maupun ribuan hukum yang bagaikan tumbuh-tumbuhan, keduanya bukan hal yang berlainan “Hati adalah bumi besar, juga tumbuh-tumbuhan”. Dalam Pra Saddharmapundarika-sutra dikatakan bahwa, hati yang tenang bagaikan bulan, hati yang suci bagaikan bunga. Sedangkan dalam Saddharmapundarika-sutra diajarkan bahwa bulan adalah hati dan bunga adalah hati.

Dengan demikian, harap dipahami secara mendalam bahwa beras yang Anda sumbangkan bukan sekedar beras, melainkan jiwa Anda. Jadi, kalau ingin hidup mewah dan tidak memiliki kekuatan, tidak mungkin dapat hidup di dalam gunung.

Niciren menganjurkan makanan yang baik yang dinamakan Hukum Sejati, tetapi Raja Negara tidak dapat menerimanya, sehingga tenaga-Ku tidak sampai. Akhirnya, sekarang Saya menetap di dalam Gunung Minobu. Karena Saya manusia biasa, sulit mengatasi kedinginan dan kepanasan. Tambahan pula, makanan juga tidak mencukupi. Orang Hyoseigan yang dikatakan dapat berjalan ribuan mil dengan makan hanya sekali, Niciren sendiri tidak dapat menahan.

Cucu Kong Hu Cu makan sebanyak sembilan kali selama 100 hari. Tanpa makanan, Saya tidak dapat menahan, suara untuk membaca Sutrapun hampir habis, demikian pula tidak ada hati untuk melaksanakan pertapaan Kanjin.

18

Samantabadra | Januari 2017

Dengan demikian, kunjungan Anda yang sering kali sangat besar maknanya. Mungkinkah atas dorongan dari Buddha Sakyamuni? Atau karena karma masa lampau? Hal ini sulit dijelaskan dengan kata-kata. Sekian.

Hormat saya Tertanda, Niciren

Pengantar Surat : Surat ini adalah surat balasan untuk memuji kesungguhan hati dari semangat berdana paramita, yang ditujukan kepada seseorang yang telah menyumbang sekarung beras, sekarung talas, dan sekeranjang rumput laut kepada Niciren Daisyonin. Berdasarkan Hukum Kanjin, yakni Hukum Icinen Sanzen, menunjukkan bahwa beras yang berupa materi dan kesungguhan hati dari kepercayaan adalah satu badan yang tak terpisahkan. Orang yang telah menjalankan dana paramita dengan menyumbangkan beras yang sangat berharga dalam masyarakat yang sedang dilanda bencana kelaparan, tidak hanya telah menyumbang sesuatu yang berbentuk materi saja, malah terlebih daripada itu, telah berdana paramita dengan mempersembahkan jiwa raganya. Oleh karenanya, pasti akan mencapai kesadaran Buddha.

Januari 2017 | Samantabadra

19

| KUTIPAN GOSYO

1

Bagi manusia ada dua jenis harta : pertama adalah pakaian dan kedua adalah makanan.

Keterangan: Mengapa makanan dan pakaian merupakan harta pusaka bagi manusia?

Karena pakaian dapat melindungi jiwa dan makanan membuat jiwa terus tumbuh dan berkelangsungan. Dikatakan, “Jiwa merupakan harta pusaka paling utama di antara segala harta apapun”, artinya di antara segala pusaka jiwa merupakan harta pusaka yang terpenting. Mengenai hubungan makanan dengan jiwa, Niciren Daisyonin mengatakan, “Jiwa bagaikan pelita, sedangkan makanan bagaikan minyaknya. Jika minyak pada lampu pelita telah habis, pelita pun akan padam.

Jika tidak ada makanan, jiwa manusiapun tidak dapat menyambung hidup”. Ini artinya, keberlangsungan pusaka yang paling utama, yaitu jiwa, hanya dapat dipertahankan dengan makanan. Dengan demikian, bagi makhluk hidup, makanan merupakan pusaka yang mutlak harus ada, begitupun dengan pakaian.

2

Manusia yang hidup dari makanan, makananlah yang menjadi hartanya

Keterangan : Dalam Surat mengenai Tiga Kebajikan Makanan tertulis, “Ada tiga Kebajikan Makanan. Pertama, dapat mempertahankan keberlangsungan jiwa. Kedua, dapat menambah warna jasmani. Ketiga, dapat menimbulkan tenaga jiwa. Menyumbang materi kepada orang lain akan membantu diri sendiri. Sebagai contoh bila kita menyalakan api untuk orang lain, di hadapan kita juga menjadi terang”. (Gosyo halaman 1598). Ini berarti makanan dapat mempertahankan keberlangsungan jiwa.

Kebajikan makan yang kedua dapat membuat badan berwarna baik dan ketiga dapat 20

Samantabadra | Januari 2017

membuat badan bertenaga. Karena itu, hanya dengan makanan, keberlangsungan jiwa dapat terus dipertahankan dan jiwa dapat terus bergerak ini tidak terbatas untuk manusia saja, tetapi juga untuk seluruh makhluk hidup.

Makanan secara langsung menunjang jiwa, karena itu makanan adalah harta yang sangat penting. Dengan demikian, harta yang sesungguhnya bukanlah emas atau permata. Emas dan permata menjadi harta karena mempunya nilai tukar untuk membeli makanan dan pakaian, kekuatannya hanya sampai batas itu saja.

Kutipan di atas ingin menerangkan dasar titik tolak harta apakah yang sesungguhnya bagi manusia.

3

Jiwa merupakan harta pusaka yang paling utama di antara segala harta apapun. Di seluruh 3.000 Dunia Besar, tiada suatu harta pusaka apapun yang lebih bernilai dari pada jiwa. Di antara segala harta pusaka yang penuh tersebar di dalam 3.000 Dunia Besar, tiada satu pun yang dapat menggantikan jiwa.

GM

Keterangan: Bagian ini menerangkan dengan tegas, bahwa jiwa adalah harta yang paling utama di antara segala harta. 3.000 Dunia Besar artinya alam semesta. Di alam semesta ini terdapat bermacam-macam materi atau harta pusaka, t e t a p i t i d a k s a t u p u n yang dapat menggantikan jiwa.

D e n g a n d e m i k i a n , kutipan di atas menerangkan keagungan jiwa dan nilai jiwa yang jauh melebihi lainnya; tidak ada hal atau benda apapun yang lebih bernilai daripada jiwa.

Sebenarnya, jiwa merupakan hal yang paling penting bagi siapapun. Setiap orang mempunyai tujuan dan cara hidup tersendiri dalam menjalankan kehidupan masingmasing. Ada yang mempunyai tujuan hidup

mendapatkan m a t e r i , a d a p u l a y a n g ingin mendapatkan kekuasaan, n a m a , k e d u d u k a n . Se l ur uh te n aga d i c u ra h kan untuk m enda patka nnya.

Ka ren a i t u , s er i ng terda pat pa ndangan b a hwa , kekaya a n, kekua sa a n, repu tasi m e r u p a ka n nilai tertinggi dalam hidup kita. Tetapi, hal sebenarnya sungguh bertolak belakang.

Walaupun tidak disadari nilai terunggul dari kedalaman jiwa adalah jiwa diri sendiri.

Untuk mempertahankan jiwa ini seluruh kekuatan organ tubuh bergerak. Tujuan hidup yang sebenarnya adalah bagaimana membuat jiwa sendiri unggul, gembira dan penuh kepuasan. Hanya Hukum Buddha yang dapat menjelaskan jalan untuk mencapai ini.

seperti harta, sama artinya dengan menyumbang jiwa dan raga.

Sudah s e w a j a r ny a l a h bagi diri sendiri, jiwa merupakan pusaka yang tiada taranya, karena tiada apapun yang dapat menggantikannya. Karena itu, sumbangan jiwa kepada Buddha merupakan sumbangan yang bernilai paling tinggi.

Namun demikian, sebenarnya jiwa kita merupakan timbunan karma buruk sejak masa lampau yang tiada berawal dan jika jiwa yang penuh dengan timbunan karma ini dipersembahkan demi Hukum Agama Buddha, sebaliknya akan memperoleh pusaka yang sesungguhnya, yang tiada tara nilainya yang disebut Jiwa Buddha.

Oleh karena itu, para arif bijaksana jaman dahulu kala mencapai kesadaran Buddha dengan mempersembahkan jiwa raganya kepada Sang Buddha.

biasa.

4

GM

Keterangan : Karena jiwa adalah pusaka yang paling unggul, orang arif bijaksana di jaman dahulu baru dapat mencapai kesadaran bila menyumbang jiwa.

Kata pertama untuk menghormati dewa dan Buddha selalu digunakan kata “Namu”.

Dalam aksara Cina dan Jepang, “Namu” ini diterjemahkan menjadi “kimyo”, yang berarti memasrahkan jiwa raga sendiri kepada Buddha.

O leh ka re n a i tu, ora ng a r i f bi j a ksana di ja m an d a h u l u da pat mencapai kesadaran dengan menyumbang jiwa kepada Buddha.

Perumpamaan Putra Himalaya, Bodhisattva Baisyajaraja, Pangeran Syotoku, Kaisar Tenci, menunjukkan perbuatan yang sesuai dengan arti aksara ini, yaitu menyumbangkan jiwa raga sendiri kepada Hukum Buddha. Ini adalah perilaku orang arif bijaksana, tetapi kita manusia biasa tentu saja sulit melaksanakannya. Bagi kita manusia biasa, menyumbang barang yang paling b e r h a r g a d a n p a l i n g d i s a y a n g i ,

5

Karena kesemuanya ini perihal para arif bijaksana, hal tersebut di atas sulit dilaksanakan oleh kita, manusia

GM

Keterangan : Kutipan ini menunjuk berbagai perumpamaan pelaksanaan Kimyo, menyumbang jiwa raga kepada Buddha. Bodhisattva Baisyajaraja membakar siku sebagai sumbangan kepada Saddharmapundarika-sutra, Pangeran Syotoku mengupas kulit untuk dijadikan kertas untuk menulis Saddharmapundarika-sutra, Kaisar Tenci mempersembahkan jari manisnya sebagai sumbangan kepada Buddha Sakyamuni.

Perumpamaan pertama, Putra Himalaya menyumbang seluruh jiwanya kepada iblis untuk mempelajari Hukum Agama Buddha, tetapi Bodhisattva Baisyajaraja dan lainnya tidaklah langsung memberi keseluruhan jiwanya, tetapi sebagian dari dirinya. Ini juga menjelaskan pelaksanaan “menyumbang jiwa raga (Kimyo)”.

Di sini Niciren Daisyonin bermaksud mengajarkan bahwa Kimyo berarti bersedia menyumbang jiwa raga sendiri, dalam menuntut hukum secara berkelangsungan demi mencapai Kesadaran Buddha dan melestarikan hukum untuk selamalamanya (Ryobokuju). Menyumbang jiwa raga bukan berarti membunuh diri, sungguh berbeda sekali. Hendaknya diketahui makna sebenarnya.

Hanya orang arif dan bijaksana yang dapat

Januari 2017 | Samantabadra

21

melaksanakan Kimyo dengan menyumbang jiwa dan sebagian tubuh kepada Buddha, sedangkan manusia biasa sulit melaksanakannya.

Dikatakan, “kita manusia biasa, di sini Niciren Daisyonin mendudukan diriNya setaraf dengan manusia biasa. Sebenarnya ini merupakan maitri karuna agung Niciren Daisyonin. Karena Niciren Daisyonin memikirkan kita manusia biasa, Beliau mengalami penganiayaan-penganiayaan seumur hidup yang mengancam jiwa, seperti hukuman pembuangan ke Semenanjung Izu, ke Pulau sado dan hukuman penggal kepala di Tacenokuci.

6

Namun demikian, manusia biasa dapat mencapai Kesadaran Buddha dangan menghayati perkataan “kesungguhan hati” (kokoro zasi). Kalau kita merenungkan secara mendalam, yang disebut kesungguhan hati tidak lain dari Hukum Kanjin.

Keterangan : Sebelum bagian ini dijelaskan pelaksanaan Kimyo oleh orang arif dan bijaksa yang tidak dapat dilakukan oleh manusia biasa. Pada bagian ini dijelaskan pelaksanaan hukum yang mendalam mengenai sumbangan, sehingga dapat mencapai kesadaran. Pertama-tama Niciren Daisyonin. memberi bimbingan “manusia biasa dapat mencapai Kesadaran Buddha dengan menghayati perkataan ‘kesungguhan hati’ (kokoro zasi). Kokoro zasi berarti Hukum Kanjin. Sumbangan yang sebenarnya adalah Kyokyu Hoyo, artinya karena mau membalas budi dan berterima kasih kepada Tri Ratna dari lubuk hati, sehingga bersungguh hati dan menyumbang bermacam-macam harta. Hingga sekarang, dalam surat ini diterangkan, bahwa pencapaian Kesadaran Buddha didapatkan hanya dengan menyumbang jiwa, pusaka yang paling utama di antara segala harta, kepada Buddha.

Menyumbang jiwa kepada Buddha dalam arti sebenarnya dari Kimyo merupakan sikap orang arif bijaksana yang sukar dilaksanakan oleh manusia biasa, oleh karenia itu selanjutnya diterangkan bagaimanakah sumbangan kita, manusia biasa. Sumbangan manusia biasa adalah kesungguhan hati (kokorozasi), artinya Hukum 22

Samantabadra | Januari 2017

Kanjin. Yang terpenting dalam menyumbang adalah kesungguhan hati (kokorozasi), berarti kesungguhan hati kepercayaan manusia, perasaan hati (icinen) yang ingin menyumbang dengan jujur dan tulus tanpa pamrih. Karena itu, dalam sumbangan manusia biasa kepada Buddha dan Hukum, yang terpenting adalah kesungguhan hati kepercayaan. Inilah syarat pencapaian Kesadaran Buddha bagi manusia biasa. Mengapa kesungguhan hati (kokora zasi) penting bagi manusia biasa? Karena kesungguhan hati (kokoro zasi) dapat menjadi Hukum Kanjin. Tentang Hukum Kanjin ini Niciren Doisyonin mengatakan, “Ini seperti seseorang yang mempersembahkan satu-satunya pakaian yang dimilikinya kepada Saddharmapundarikasutra, sehingga sama artinya dengan telah menguliti badannya sendiri. Dan juga, bila dalam bencana kelaparan, satu-satunya makanan untuk menyambung hidup hari itu direlakan dan benda satu-satunya dipersembahkan kepada Buddha, sama artinya dengan mempersembahkan jiwa raga kepada Sang Buddha. Oleh karena itu, karunia kebajikan ini tidak kalah unggulnya dengan karunia kebajikan Putra Himalaya yang mengorbankan badannya kepada iblis dan karunia kebajikan Bodhisattva Baisyajaraja yang membakar sikunya”.

Seperti dikatakan di atas, perbuatan manusia biasa menyumbang satu-satunya pakaian yang dimiliki kepada Saddharmapundarika-sutra sama dengan perbuatan orang arif mengupas kulit badanya sendiri. Demikian pula, bila pada waktu bencana kelaparan satu-satunya makanan penyambung hidup hari ini disumbangkan kepada Buddha, sama artinya dengan perbuatan Putra Himalaya yang mempersembahkan dirinya kepada iblis. Hal ini menandaskan bahwa jiwa, yang merupakan harta yang paling unggul dari seluruh pusaka, ditunjang oleh dua harta : makanan dan pakaian. Kimyo orang arif dan orang bijaksana adalah menyumbang jiwa dalam arti sebenarnya kepada Buddha dan Saddharmapundarika-sutra, tetapi bagi manusia biasa, menyumbang makanan dan pakaian.

Namun demikian, bila sumbangan manusia biasa kepada Buddha dan Dharma yang membuat

tercapainya kesadaran Buddha adalah kedua harta, makanan dan pakaian, bukanlah timbul perbedaan bahwa hanya orang yang berharta banyak yang dapat mencapai Kesadaran Buddha, karena mereka dapat menyumbang banyak. Oleh karena itulah, di sini ditandaskan pentingnya kesungguhan hati (kokoro zasi). Jadi yang menjadi permasalahan, bukan sedikit banyaknya jumlah barang atau mahal murahnya. Hal ini diterangkan dengan kalimat “Mempersembahkan satu-satunya pakaian yang dimiliki kepada Saddharmapundarika-sutra” dan “Dalam bencana kelaparan, satu-satunya makanan untuk menyambung hidup hari itu direlakan dan benda satu-satunya ini dipersembahkan kepada Buddha”. Rela menyumbangkan pakaian dan makanan, padahal tanpa itu tidak dapat mempertahankan jiwa, inilah kesungguhan hati (kokoro zasi) manusia, artinya kesungguhan perasaan (icinen) hati kepercayaan. Kokoro zasi, artinya sungguh hati, hati yang percaya, sungguhsungguh. Perasaan hati (icinen) yang demikianlah dasar pokok pencapaian Kesadaran Buddha bagi manusia biasa. Berdasarkan kesungguhan hati (kokoro zasi) seperti itu sumbangan dapat menimbulkan karunia kebajikan yang tidak lebih rendah dari orang arif dan bijaksana yang menyumbang jiwa raga kepada Buddha, karenanya dapat tercapai Kesadaran Buddha.

Dengan demikian, kesungguhan hati (kokoro zasi) manusia biasa, hati kepercayaan, perasaan (icinen) yang sungguh-sungguh, yang akhirnya menimbulkan karunia kebajikan sama dengan Kimyo, orang arif bijaksana dapat tercapai Kesadaran Buddha, itulah yang diterangkan dengan Hukum Kanjin.

7

Dengan demikian, para arif dan orang bijaksana menjalankan Jikuyo sedangkan manusia biasa melakukan Rikuyo. Ini adalah Ajaran danaparamitha yang terdapat dalam pertapaan Kanjin yang dijelaskan dalam Maka Syikan jilid ke-7.

Keterangan : Sampai sekarang, sesuai dengan isinya, sudah diterangkan bahwa menyumbang jiwa raga

kepada Hukum adalah Kimyo orang arif dan bijaksana dan ini dinamakan Jikuyo. Sebaliknya, manusia biasa menyumbang berdasarkan kesungguhan hati (kokoro zasi), bukan jiwa yang sebenarnya. Tetapi kalau makanan dan pakaian, yang kalau dihilangkan akan sulit mempertahankan jiwa sendiri, disumbangkan kepada Buddha dan Hukum ini dinamakan Rikuyo atau dana paramitha Kanjin. Kedua macam danaparamitha ini; ‘Ri’ dan ‘Ji’, sudah diterangkan oleh Mahaguru Tien-tai dalam Maka Syikan jilid ke-7. Dalam Maka Syikan jilid ke-7 bagian Sepuluh Yana Hukum Pandangan (Jujo Kanpo) Bab VII, Mahaguru Tien-tai menerangkan Taiji Jokai. Ini berarti, karena bakat manusia tumpul, kesesatan perasaan diri sendiri tidak dapat dipatahkan. Untuk orang seperti ini, sementara digunakan jalan yang menolong dengan menghilangkan hawa nafsu. Jalan penolong itu adalah pelaksanaan pertapaan Enam Paramitha.

Hawa nafsu Perasaan Jiwa yang dimaksud adalah hawa nafsu kendo (menyayangi barang dan pelit memberi kepada orang lain, keinginannya senantiasa berkobar, tidak pernah merasa puas). Orang yang berhati Kendon kuat harus melaksanakan pertapaan danaparamitha baru dapat mematahkan hati kendonnya.

Mengenai danaparamitha diterangkan sebagai berikut, dalam Daibon dikatakan, “baik orang yang memberi maupun yang menerima hartanya tidak mendatangkan keuntungan, maka telah tercakup makna danaparamitha”. Ketika hal ini dihilangkan dan tidak ada keuntungan, itu merupakan wujud dari dana. Orang yang sudah menjalankan berarti telah melaksanakan dua sumbangan, harta dan hukum, sehingga sudah tercakup dana. Bila kedua macam sumbangan, ‘ri’ dan ‘ji’, menjadi sempurna, akan menguntungkan diri sendiri dan orang lain; sehingga dinamakan Gusoku (tercakup). Ji, berarti menghancurkan hati Ken (pelit) dari Kendon, dengan sungguhsungguh merelakan hartanya. Ri, berarti menghancurkan hati Ken (pelit), sungguhsungguh menyumbang Hukum. Karena itu, kedua-duanya menjadi Hancur dan kedua-duanya disumbangkan, dengan demikian badan fungsi tercakup, sehingga dinamakan dana paramitha.

Januari 2017 | Samantabadra

23

Berarti pelaksanaan dana paramitha ada dua, ‘ji’ dan ‘ri’, yaitu menyumbang harta dan hukum.

Bila kedua macam sumbangan ini tercakup sempurna, akan menguntungkan diri sendiri dan orang lain. ‘Ji’, berarti menghancurkan hokum kendon diri sendiri, menyumbang tanpa terikat harta. ‘Ri’, berarti menghacurkan Hukum Kendon diri sendiri dan menyumbang Hukum kepada orang lain. Berdasarkan kata-kata Mahaguru Tien-tai, Niciren Daisyonin mengatkan bahwa, sumbangan jiwa yang sebenarnya merupakan Kimyo orang arif bijaksana dan disebut jikuyo.

Dana manusia biasa adalah tidak menyumbang jiwa sendiri, tetapi berdasarkan kesungguhan hati kepercayaan dari icinen yang murni menyumbang makanan dan pakaian, ini disebut Rikuyo. Maka, danaparamitha kanjin berarti kesungguhan hati manusia Masa Akhir Dharma untuk menyumbang; dan inilah rikuyo. Bila sumbangan yang sebenarnya hanya jikuyo, maka hanya orang arif dan bijaksana yang mampu melakukannya, sedangkan manusia biasa tidak bisa. Dengan demikian akan timbul perbedaan.

Pada kesimpulannya, bila sumbangan yang utama adalah jiwa akan terjadi bahaya kelaliman; dan bila sumbangan itu hanya harta, juga akan timbul perbedaan bahwa orang yang dapat mencapai Kesadaran Buddha hanyalah orang yang berharta. Niciren Daisyonin menerangkan bahwa, sumbangan untuk manusia biasa adalah rikuyo. Dalam menyumbang kepada Hukum dan Buddha, yang terpenting adalah isinya, kesungguhan hati yang kanjin orang yang menyumbang. Inilah yang menjadi tolak ukur yang terpenting adalah dasar mutu sumbangannya dalam hubungan antara sumbangan berupa jiwa dan harta dengan hati kepercayaan manusia biasa yang menyumbang.

8

Sesungguhnya, segala hal kemasyarakatan adalah Hukum Buddha.

Anak Cabang

Keterangan : Pada bagian ini diterangkan, bila didasarkan pada kesungguhan hati baik jikuyo orang arif dan bijaksana maupun rikuyo manusia 24

Samantabadra | Januari 2017

biasa, keduanya adalah sama. “Segala hal kemasyarakatan adalah Hukum Buddha, artinya segela gejala sekarang tidak lain adalah Hukum Buddha. Jalan Agama Buddha tidak berada di luar realitas dan ini merupakan teori kewajaran.

Niciren Doisyonin ingin menerangkannya dengan membandingkan Suvarnaprabhasa-sutra, Nirvana-sutra dan Saddharmapundarika-sutra.

Dalam Suvarnaprabhasa-sutra diterangkan, “jika memahami Hukum Masyarakat secara mendalam, dengan sendirinya itu adalah Hukum Agama Buddha”. Sedang dalam Nirvana-sutra diajarkan, “seluruh ajaran non Buddhis adalah Ajaran Sang Buddha, dan bukan ajaran non Buddhis”. Sebaliknya, dalam Saddharmapundarika-sutra bab XIX Karunia bagi Dharma Duta tertulis: “seluruh Hukum dibabarkan sesuai makna dan keadaan, semuanya tidak bertentangan dengan jisso”.

Mahaguru Tien-tai dalam Hokke Gengi jilid bagian paruh awal menghafalkan, “seluruh usaha kemasyarakatan berupa ekonomi, sosial-politik, dan kebudayaan sama sekali tidak bertentangan dengan hakikat sejati (jisso)”.

Kedua kutipan kalimat Suvarnaprabhasasutra dan Nirvana-sutra menjelaskan Hukum Masyarakat dan Hukum Buddha. Sutrasutra non Buddhis yang ada di masyarakat, bagaimanapun tetap berlainan dengan ajaran Buddha, tetapi pangkal terjadinya Hukum Masyarakat adalah Hukum Agama Buddha. Sebaliknya Saddharmapundarikasutra menyimpulkan bahwa seluruh usaha kemasyarakatan, baik politik maupun ekonomi dan kebudayaan seluruhnya merupakan jisso. Niciren Daisyonin mengambil perumpamaan yang mudah dimengerti untuk menerangkan hubungan sutra-sutra lain dengan Saddharmapuridarika-sutra. Menurut sutra-sutra sebelum Saddharmapuridarikasutra; “Ribuan Hukum timbul dan hati.

Sebagai umpama hati itu bagaikan bumi besar, sedangkan ribuan hukum bagaikan bagaikan tumbuh-tumbuhan. Dari bumi besar itu tumbuh rumput, daun dan pohon”. Sebaliknya mengenai hal ini Saddharmapundarika-sutra menerangkan, “baik hati yang bagikan bumi

besar maupun ribuan hukum yang bagaikan tumbuh-tumbuhan, keduanya bukanlah hal yang berlainan, hati adalah bumi besar, juga tumbuh-tumbuhan”. Menurut sutra yang lain, “hati yang jernih bagaikan bulan, hati yang suci bagaikan bunga”, berarti hati, bulan dan bunga berlainan. Sebaliknya Saddharmapundarika-sutra mengajarkan, “bulan adalah hati dan bunga adalah hati”, jadi dianggap sebagai satu kesatuan.

Dengan demikian sebagai kesimpulan “beras yang anda sumbangkan bukan sekedar beras, melainkan jiwa Anda”.

Teori “Hukum masyarakat adalah Hukum Buddha”, sebenarnya ingin menerangkan sampai pada kesimpulan ini. Dengan demikian, beras yang dengan sungguh hati disumbangkan kepada Niciren Dasyonin - bisa dilihat dari Hukum Saddharmapundarika-sutra - bukan hanya sekedar berupa beras tetapi merupakan badan jiwa orang yang menyumbang Demikian Niciren Daisyonin memuji sebagai penghargaanNya atas kesungguhan hati orang yang menyumbang dan bersamaan dengan itu menyampaikan rasa terima kasih dari lubuk hati.

9

Bila dilihat sekilas, seakan-akan kedua Sutra Suvarnaprabhasa-sutra dan Nirvana-sutra mengandung ajaran yang mendalam, namun kedua Sutra tersebut masih dangkal maknanya, belum setaraf dengan Saddharmapundarika-sutra.

Anak Cabang

berbeda. Sebaliknya Saddharmapundarikasutra menerangkan bahwa seluruh hukum tercakup dalam jiwa jisso, sehingga baik Hukum Buddha maupun Hukum Masyarakat keduanya merupakan wujud jisso, satu kesatuan badan jisso. Kalimat Syoho Jisso dalam bab upaya kausalya hanya menerangkan sebagian, tetapi dapat mewujudkan hukum dengan baik.

Meskipun dari dulu ada dalam Saddharmapundarika-sutra, bila dunia Hukum Masyarakat dan Dunia Hukum Buddha ditanggapi sebagai gejala semata, bagaimanapun terdapat sifat saling ketergantungan antara keduanya. Keduanya masih merupakan dua hal yang terpisah. Karena itu Niciren Daisyonin mengatakan, “Hukum Buddha bagaikan badan, sedangkan Hukum Masyarakat bagaikan bayangan”. (Gosyo hal 992). Yang terpenting, Suvarnaprabhasa-sutra dan Nirvana-sutra menerangkan hanya sampai tingkat gejala, tetapi Saddharmapundarika-sutra menerangkan sampai tingkat inti sarinya, jisso, makna ‘myo’ mencakup seluruh Hukum Masyarakat dan Hukum Buddha.

Sebagai kesimpulan keterangan-keterangan di atas, pada akhirnya dikatakan, orang arif dan bijaksana melakukan jikuyo atau Dunia Hukum Agama Buddha. Kalau dilihat sekilas, seakan-akan dua hal yang berbeda, tetapi kalau dilihat dari sudut “kesungguhan hati” (kokoro zasi), perasaan (icinen) hati kepercayaan dan jisso, makna sebenarnya merupakan satu kesatuan badan. ***

Keterangan: Dibandingkan dengan Sutra Amitabha yang menolak atau me1arikan diri dari dunia realitas Hukum Masyarakat dan mencari kebahagiaan di dunia lain kedua ajaran Suvarnaprabhasa-sutra dan Nirvana-sutra lebih mendalam. Kedua, Sutra ini menerangkan bahwa Hukum Buddha adalah bumi besar sedangkan Hukum Masyarakat adalah rumput dan pohon. Rumput dan pohon menjadi subur tergantung bumi besar, berarti Hukum Masyarakat tergantung pada Hukum Buddha. Dengan demikian diterangkan sifat hubungan Hukum Buddha dan Hukum Masyarakat. Tetapi bagaimanapun erat hubungan keduanya, keduanya merupakan dua hal yang

Januari 2017 | Samantabadra

25

26

Samantabadra | Januari 2017

Januari 2017 | Samantabadra

27

materi ajaran | gosyo cabang

Gosyo Cabang Surat Jawaban kepada Ueno Dono

Perihal Dua Macam Kepercayaan: Api dan Air Gosyo Zensyu halaman 1544 LATAR BELAKANG |

S

urat ini ditulis tanggal 25 bulan 2 tahun Kenji ke-4 (1278) ketika Niciren Daisyonin berusia 57 tahun dan merupakan jawaban kepada Nanjo Tokimitsu. Surat aslinya kini sudah tak ada lagi. Sejak musim kemarau tahun lalu terjadi bencana kelaparan karena kekeringan melanda masyarakat, bahkan sejak musim gugur penyakit menular mulai berjangkit. Dalam keadaan demikian parah, Nanjo Tokimitsu memikirkan kehidupan Niciren Daisyonin di Gunung Minobu, maka ia mengirim berbagai sumbangan.

Sambil memuji sikap hati kepercayaan dan ketulusan hati Tokimitsu yang tidak berubah dalam keadaan apapun, Niciren Daisyonin menunjukkan adanya dua sikap hati percaya: ”Seperti api” dan “Seperti air”.

Beliau mengajarkan, hati percaya seperti air mengalir sangatlah penting dan agung.

ISI GOSYO |

T

elah diterima talas kecil, serenceng buah kesemek kering, beras panggang, buah kastanye, rebung dan setabung cuka. Pernah ada seorang raja di India, yaitu Maharaja Asoka. Saat itu seperempat dunia ini telah berada dalam genggamannya serta dengan mengendalikan raja naga ia dapat menurunkan hujan sekehendak hatinya. Ia juga menggunakan ‘ki’ sebagai pembantunya. Mulanya ia adalah seorang raja buruk, tapi kemudian setelah menganut Hukum Buddha, tiap hari ia menyumbang kepada 60.000 orang Bhiksu dan mendirikan stupa batu sejumlah 84.000 buah. Bila meninjau masa lampau Maharaja ini, ketika masa Buddha Sakyamuni hidup ada dua orang anak kecil bernama Tokusyo Doji (Sri Sambhava) dan Musyo Doji. Dua anak kecil ini menyumbang kue moci tanah kepada Buddha. Berkat sikap pelaksanaan karunia kebajikan tersebut, 100 tahun kemudian terlahir sebagai Raja Asoka.

Meskipun Buddha adalah seorang yang dihormati, jika dibandingkan dengan Saddharmapundarika-sutra terdapat perbandingan unggul-rendah bagaikan perbandingan kunang-kunang dengan matahari dan bulan. Perbandingan tinggi rendahnya dapat juga dikatakan 28

Samantabadra | Januari 2017

sebagai langit dan bumi. Bila dengan menyumbang Sang Buddha saja sudah memperoleh kurnia kebajikan sebesar itu, apalagi bila menyumbang kepada Saddharmapundarika-sutra!

Sumbangan kue moci tanah saja mempunyai karunia kebajikan seperti ini, apalagi Anda telah menyumbang berbagai buah-buahan. Ketika Sri Sambhava dan Musyo Doji menyumbang kue moci tanah kepada Buddha, negerinya tidak mengalami kelaparan. Sekarang, seluruh negeri mengalami kelaparan. Jika memikirkan hal ini, bagaimana mungkin Buddha Sakyamuni, Buddha Prabutaratna, Dasaraksasi tidak melindungi Anda?

Sekarang, ada orang yang percaya kepada Saddharmapundarika-sutra. Ada yang percaya seperti api dan ada juga yang percaya seperti air mengalir. Yang disebut orang percaya pintu hukum seperti api, ketika mendengar pikirannya berkobar seperti api. Namun, sejalan berlalunya waktu, timbul perasaan hati ingin membuangnya. Yang disebut orang percaya seperti air menunjukkan percaya tanpa hati ingin mundur.

Anda, kapanpun selalu tidak mundur mengunjungi Niciren. Maka, Anda menjalankan kepercayaan seperti air mengalir. Hal ini agung sekali, agung sekali.

Apakah benar ada orang sakit dirumah anda ? Meskipun hal itu benar, tak mungkin adalah perbuatan ‘ki’. Mungkinkah Dasaraksasi menguji bagaimana hati kepercayaan Anda. Jika ‘ki’ yang benar adalah ‘ki’ baik, maukah menyusahkan hati pelaksana Saddharmapundarika-sutra dengan memecahkan kepalanya sendiri? Jalankanlah dengan kepercayaan yang mendalam bahwa Buddha Sakyamuni dan Saddharmapundarika-sutra tidak mungkin membual.

Disampaikan dengan hormat.

Tanggal 25 bulan 2 Surat Jawaban kepada Ueno Dono Tertanda, Niciren

Januari 2017 | Samantabadra

29

KUTIPAN GOSYO |

1

Mulanya ia adalah seorang raja buruk, tapi kemudian setelah menganut Hukum Buddha, tiap hari ia menyumbang kepada 60.000 orang Bhiksu dan mendirikan stupa batu sejumlah 84.000 buah.

Keterangan : Pada awal surat dikutip legenda bahwa Raja Asoka pada masa lampau adalah Sri Sambhava dan Musyo Doji. Karena karunia kebajikan menyumbang kue moci tanah kepada Buddha, maka ia terlahir sebagai Maharaja. Dengan membandingkan antara Buddha Sakyamuni dengan Saddharmapundarika-sutra diuraikan, sumbangan kepada Sang Buddha saja sudah terdapat karunia kebajikan demikian besar, apalagi besarnya karunia kebajikan Tokimitsu yang menyumbang kepada Saddharmapundarika-sutra (Gohonzon) tidaklah dapat diukur. Mengenai perbandingan barang sumbangan, menyumbang kue moci tanah saja sudah mendapat karunia kebajikan sedemikian besar, karena itu karunia kebajikan sumbangan talas kecil dan rencengan buah kesemek, pasti jauh lebih besar. Terlebih lagi jika ditinjau situasi yang ada. Ketika orang-orang semasa hidupnya Buddha Sakyamuni tidak sedang dilanda bencana kelaparan, dibandingkan dengan yang sedang mengalami bencana kelaparan semasa hidupnya Buddha Niciren Daisyonin waktu itu, diuraikan betapa besar karunia kebajikan Tokimitsu.

Maharaja Asoka adalah raja ketiga Dinasti Maurya di India. Ia membangun masa kejayaan dinasti tersebut. Masa pemerintahannya diperkirakan pada tahun 30

Samantabadra | Januari 2017

268 - 232 SM. Sejak kecil ia bersikap kasar dan memiliki badan kuat. Karena itu ia tidak disayangi ayahanda raja. Setelah ayahanda raja meninggal dalam perebutan tahta kerajaan, Asoka banyak membunuh saudara-saudara tirinya, membunuh para menteri serta wanita. Kelakuannya benarbenar kejam. Ia lalu dijuluki “Raja Asoka yang kejam dan lalim”. Karena itulah, dalam isi surat dikatakan: “Mulanya ia raja buruk”.

Tapi ia unggul dalam strategi perang, hingga ia berulang kali memenangkan perang atas musuh-musuhnya. Karena itu, ia menjadi Maharaja dan menguasai empat penjuru negeri, seperti dikatakan “seperempat dunia ini telah berada dalam genggamannya”.

Seiring berjalannya waktu, ia merenungkan, meninjau dan mengubah kekejamannya itu. Ia kemudian mengikuti Hukum Buddha dan menjalankan pemerintahan yang baik berdasarkan maitri karuna. Ia berjuang untuk membangkitkan Hukum Buddha dengan “tiap hari menyumbang kepada 60.000 orang Bhiksu” dan “mendirikan stupa batu sejumlah 84.000 buah”. Baktinya kepada Hukum Buddha amatlah besar. Selain menyumbang Stupa untuk reliks Buddha Sakyamuni, ia juga mengutus para bhiksu ke-4 penjuru untuk menyebarluaskan Hukum Buddha, Beliau juga jadi pelindung bagi 1000 orang Bhiksu yang berkumpul pada Konsili Agama Buddha ke-3 untuk mengumpulkan Sutra-sutra dan sastra Hukum Buddha.

Mengenai asal-usul lahirnya Raja Asoka dikeluarga raja diuraikan dalam Sutra Fuhozo dan lainnya. Raja Asoka, pada masa lampau adalah Sri Sambhava. Sri Sambhava adalah seorang anak yang menyumbang kue moci tanah pada Buddha Sakyamuni yang sedang

melakukan pertapaan mengemis makanan di Rajagriha. Suatu ketika Buddha Sakyamuni lewat disebuah jalan raya, dua orang anak Sri Sambhava dan Musyo Doji sedang bermain tanah. Sri Sambhava melihat sinar keemasan terpancar dari tubuh Sang Buddha yang menyinari benteng istana. Ia merasa sangat gembira, hingga menyumbang kue moci tanah kedalam bokor tempat meminta makanan Sang Buddha. Buddha Sakyamuni meramalkan, 100 tahun setelah Beliau moksya, anak tersebut akan terlahir kembali sebagai Raja Asoka dan percaya terhadap Hukum Buddha. Ia juga akan menjadi Raja Cakravarti yang membangun 84.000 stupa dan menyumbang stupa tempat menyimpan reliks. Sesuai ramalan itu, dikatakan “pada 100 tahun kemudian” terlahir sebagai maharaja Raja Asoka.

Di sini diuraikan barang sumbangan Sri Sambhava adalah kue moci tanah yang tak dapat dimakan, namun, karena sumbangan tersebut berasal dari hati nurani yang mendambakan kesempatan untuk menjadi sebab karunia, maka ia mendapat imbalan besar. Sedang sumbangan Nanjo Tokimitsu, berupa berbagai buah dan beras panggang, disumbang dengan ketulusan hati yang tak berbeda, tapi jauh lebih unggul dalam mutu barang. Ia menyumbang dengan sikap: “meskipun jawawut ringan, tapi karena berusaha sepenuhnya sesuai dengan apa yang dimiliki dan sesuai kisah ladangnya yang unggul, maka mendapatkan imbalan unggul” (Gosyo Zensyu halaman 1511).

Karena obyek yang disumbang agung, maka telah menerima karunia kebajikan besar.

Juga dikatakan: “Meskipun Buddha adalah seorang yang dihormati. Jika dibandingkan dengan Saddharmapundarika-sutra…..”.

Berarti perbandingan antara Buddha Sakyamuni (manusia) sebagai “Buddha sementara yang dihias-hias” dengan

Saddharmapundarika-sutra (hukum pokok) yang menetap secara kekal sejak asal mula (Honmu Joju), maka dikatakan “bagaikan kunang-kunang dengan matahari dan bulan” dan “tinggi rendahnya bagaikan langit dan bumi”. Melalui perbandingan ini diuraikan, yang unggul adalah hukumnya, sedangkan manusianya rendah.

Meskipun disebut Buddha, namun yang menjadi guru adalah hukum, hukum adalah dasar pokoknya. Maka seperti dikatakan, “Dengan menyumbang Sang Buddha memperoleh karunia kebajikan seperti itu, apalagi bila menyumbang pada Saddharmapundarika-sutra.”

Berarti, karunia kebajikan menyumbang Saddharmapundarika-sutra yang lebih unggul daripada Buddha Sakyamuni, besar dan luasnya tidak dapat diukur Di sini jika dibaca setahap lebih mendalam, Niciren Daisyonin adalah wujud nyata dari prinsip: Hukum adalah Manusia dan Manusia adalah Hukum, atau Tathagata Jijuyuhosyin masa lampau tidak berawal dan Kemanunggalan Manusia dan Hukum.

Karena Kemanunggalan Manusia dan Hukum, maka sumbangan Nanjo Tokimitsu dikatakan, “Sumbangan kepada Saddharmapundarikasutra”, serta pada masa Sri Sambhava hidup orang-orang tidaklah dilanda kelaparan.

Memang, tentu saja kue moci tanah itu tidak ada hubungannya dengan rasa lapar, karena Buddha Sakyamuni menerima berbagai sumbangan dari orang banyak.

Jika sumbangan Tokimitsu dibandingkan dengan hal tersebut, maka barang-barang yang disumbangkan itu sangat berharga bagi Tokimitsu sendiri maupun keluarganya mengingat waktu itu sedang terjadi bencana kelaparan. Ketulusan hati menyumbang itu sungguh luar biasa. Juga, sumbangan itu sendiri mempunyai makna agung dalam menunjang jiwa Niciren Daisyonin yang

Januari 2017 | Samantabadra

31

menerimanya. Maka, karunia kebajikan itu tak dapat terhitung.

Mengenai sumbangan ada bermacam jenis, seperti dana paramita, dana dharma dan sebagainya. Namun, baik dana paramita maupun dana dharma, dengan adanya icinen yang penuh getaran hati kepercayaan murni, seluruhnya menjadi akar kebaikan dan karunia kebajikan yang akan mencemerlangkan jiwa dan kehidupan kita menjadi penuh dengan karunia kebajikan.

Sekarang, ada orang yang percaya pada Saddharmapundarika-sutra.

Ada yang percaya seperti api dan ada juga yang percaya seperti air mengalir.

2

Keterangan: “Sekarang” berarti masa Akhir Dharma sekarang ini. Terdapat berbagai jenis manusia di antara orang-orang yang percaya Hukum Buddha Niciren Daisyonin sebagai Hukum Sakti. Sikap kepercayaannya itu garis besarnya dapat digolongkan menjadi dua, yaitu “seperti api” dan “seperti air”. Namun ditekankan pentingnya hati kepercayaan seperti air.

Kepercayaan seperti api diuraikan, “ketika mendengar, pikirannya berkobar seperti api. Tapi, sejalan berlalunya waktu timbul perasaan hati ingin membuangNya”, itu menunjukkan hati kepercayaan yang mudah memanas, tapi tiada kesinambungannya.

Dalam Surat Perihal Mendengarkan Ceramah juga diuraikan: “Maksudnya seperti api, ketika mendengar sutra ini bagaikan api berkobar dan perasaan hatinya agung serta sungguh ingin percaya. Namun, makin lama makin padam. Waktu itu kelihatannya hati kepercayaannya kuat, tapi api hati percaya seperti itu mudah padam” (Gosyo Zensyu hal. 841). Pada masyarakat umum juga dikatakan, ”mudah menjadi panas, mudah 32

Samantabadra | Januari 2017

menjadi dingin.” Maksud hati percaya seperti api, adalah keadaan pada saat penuh gairah seperti berkobarnya api, menyebut Daimoku dengan serius, dan menjalankan penyebarluasan hukum dengan giat. Tapi, lambat laun sejalan berlalunya waktu, hati kepercayaannya pun hilang seperti api padam, keadaannya pun jadi mundur. Apalagi hati percaya seperti api tersebut, saat sedang berkobar kadang kala menjadi sikap percaya membabi-buta atau kepercayaan yang terlalu fanatik. Kepercayaan seperti ini akhirnya menimbulkan tingkah laku tidak wajar hingga dapat menimbulkan kesalahpahaman terhadap Hukum Buddha yang pada akhirnya berakibat lebih merendahkan hukum.

Timbulnya “hati yang ingin membuang” dengan berlalunya waktu tentu tak dapat dikatakan: “berhati teguh”. Harus dengan kekuatan kesadaran sendiri yang keras, mawas diri dan menguasai diri sendiri, meneruskan hati kepercayaan tanpa mundur, itulah sikap pelaksanaan hati kepercayaan yang teguh. Apalagi dalam pertapaan Jalan Kebuddhaan, seperti diuraikan dalam Gosyo: “Menerima mudah, mempertahankan sukar.

Tapi pencapaian kesadaran Buddha terletak pada mempertahankan” (Gosyo Zensyu hal.

1136). Karena itu, dasar pokok terpenting untuk mencapai Jalan Kebuddhaan adalah mempertahankan kesinambungan seumur hidup dalam menjalankan hati kepercayaan.

Disini diajarkan pentingnya menjalankan hati kepercayaan bagai mengalirnya air.

Meski dikatakan “seperti air”, bukan berarti seperti air yang berhenti mengalir di kolam yang keruh, tapi seperti yang dikatakan “selalu tidak mundur”, menunjukkan sikap hati kepercayaan bagai air mengalir secara tetap tanpa henti sedikitpun. Seperti yang diuraikan dalam Surat Perihal Mendengarkan Ceramah: “Yang disebut pelaksanaan seperti air adalah seperti air mengalir siang-

malam tanpa henti, sedikit pun tak pernah beristirahat. Demikianlah, orang yang percaya Saddharmapundarika-sutra seperti itu dikatakan sebagai pelaksana seperti air” (Gosyo Zensyu hal. 841). “selalu tidak mundur” merupakan kunci penting untuk senantiasa maju berkesinambungan. Untuk itu jadikanlah Hukum Buddha sebagai darah daging diri sendiri. Karena semangat Hukum Buddha dan ajaran Niciren Daisyonin jika benar-benar dipahami dalam diri sendiri, meskipun berdiri seorang diripun takkan menjadi mundur atau berhenti.

Nanjo Tokimitsu bukan hanya melindungi saat Niciren Daisyonin hidup, setelah Niciren Daisyonin wafat pun, ketika lima Bhiksu senior menyelewengkan hukum, ia pun melindungi Nikko Syonin, Bhiksu Tertinggi ke-2. Sebagai seorang penganut awam utama ia merupakan teladan dalam menjalankan hati kepercayaan dan turut mendirikan Kuil Pusat Taiseki-ji. Sikap seperti ini benar-benar merupakan “hati kepercayaan bagaikan air”.

Dalam Surat Perihal Orang Arif yang Tertimpa Berbagai Penganiayaan terbaca: “Bulan demi bulan, hari demi hari , perkuatlah hati kepercayaan. Sedikit saja hati lengah, iblis akan mendapat kabar akan hal itu”. (Gosyo Zensyu hal. 1190).

Pelaksanaan hati kepercayaan yang baik dapat dikatakan perang melawan iblis setiap kejapnya. Kita harus bersikap memecahkan atau mematahkan rintangan iblis. Sikap tersebut harus kita miliki sejak kemarin, hari ini dan esok. Kita harus sungguh-sungguh maju dengan keinginan hati yang berinisiatif menuntut, hingga jiwa kita lebih maju dan berkembang. Inilah hati kepercayaan bagai air mengalir. Dan juga dikatakan: “Pelaksana seperti api memang banyak, tapi pelaksana seperti air sedikit”. (Gosyo Zensyu hal. 841).

Maka “Kapanpun selalu” berarti diharapkan

dapat meneruskan hati kepercayaan bagai air mengalir dengan sikap hati percaya yang kokoh seumur hidup.

3

Apakah benar ada orang sakit di rumah anda ? Meskipun hal itu benar, tak mungkin adalah perbuatan ‘ki’. Mungkinkah Dasaraksasi menguji bagaimana hati kepercayaan Anda.

Keterangan: Sebagai penutup, Niciren Daisyonin mengkhawatirkan adanya orang sakit dalam keluarga Nanjo. Beliau memberi dorongan dengan mengatakan, penyakit tersebut adalah karena Dasaraksasi mencoba mengukur kuat lemahnya hati kepercayaan.

Untuk itu hendaknya meneruskan hati kepercayaan agar menjadi semakin kokoh.

Pada dasarnya, ada dua macam ki, yaitu ki baik dan ki buruk. Perbuatan ki tersebut dikatakan, “Ki baik memakan musuh Saddharmapundarika-sutra, ki buruk memakan pelaksana Saddharmapundarikasutra” (Gosyo Zensyu hal. 1246). Maksud “memakan” adalah melemahkan kekuatan atau merenggut kekuatan jiwa. Ki buruk ini mempunyai hubungan erat dengan penyakit. Mahaguru Tien-tai mengungkapkan enam macam sebab timbulnya penyakit.

Sebab keempat adalah “mengundang datangnya ki”. Namun dikatakan, yang sekarang menyusahkan keluarga Nanjo bukanlah ki. Hal ini karena dalam Bab Dharani Saddharmapundarika-sutra, Dasaraksasi telah berprasetya: “Jika ada yang mengacau atau menyesatkan pembabar Saddharmapundarika-sutra, akan diberi hukuman berupa kepalanya pecah menjadi tujuh”. Maka, tidaklah wajar kalau ada ki yang kepalanya sendiri ingin dipecahkan oleh Dasaraksasi. Dasaraksasi mulanya adalah ki buruk, sebagaimana dikatakan, “adalah

Januari 2017 | Samantabadra

33

ki berbakat tinggi yang memakan energi manusia. Mereka ini adalah ki utama dari penyakit menular”. (Gosyo Zensyu hal. 1246).

Jadi, dalam hal ki, keberadaan Dasaraksasi amat kuat. Dasaraksasi, dalam Bab ke26 Dharani Saddharmapundarika-sutra, berprasetya kepada Buddha Sakyamuni akan melindungi orang yang menerima dan mempertahankan Saddharmapundarikasutra, maka dikatakan, ki lainnya tak mungkin berani melanggar prasetya ini. Karena itu, sakit yang sekarang sedang dihadapi merupakan perilaku Dasaraksasi sendiri, mungkin untuk mengukur kuatnya hati kepercayaan.

Dasaraksasi mulanya adalah ki buruk yang menyusahkan dan menyesatkan orang. Tapi, kepada orang yang berhati kepercayaan kuat kepada Saddharmapundarikasutra, ia menunjukkan perilaku yang melindungi, artinya jika kita menegakkan hati kepercayaan yang kuat dan mantap, saat itu juga berubah menjadi perilaku yang melindungi dan menjaga. Dengan demikian, penyakit itu sendiri merupakan suatu tempaan dari karmanya sendiri untuk membina kuatnya hati kepercayaan.

Pokoknya, kekuatan karunia Buddha Sakyamuni - Saddharmapundarika-sutra, dengan maha maitri karuna mutlak melindungi orang yang menerima dan mempertahankan Saddharmapundarikasutra. Gosyo ini ditutup dengan penegasan hendaknya percaya bahwa Buddha tidak mungkin membual.

Yang dikatakan “Buddha Sakyamuni – Saddharmapundarika-sutra”, dalam kalimat ini bila dibaca lebih mendalam, maka Buddha Sakyamuni adalah Niciren Daisyonin (Nin Honzon), Saddharmapundarika-sutra adalah Nammyohorengekyo (Ho Honzon), yakni Gohonzon dari Kemanunggalan Manusia dan Hukum, yang dalam prinsip ajaran 4 34

Samantabadra | Januari 2017

kekuatan: kekuatan percaya dan kekuatan pelaksanaan (pada diri kita, yaitu manusia) sedang kekuatan hukum dan kekuatan Buddha (pada Gohonzon). Maksud kalimat: “Jalankanlah dengan kepercayaan yang mendalam bahwa Buddha Sakyamuni dan Saddharmapundarika-sutra tak mungkin ada bualan”, berarti jalankan terus kepercayaan kepada Gohonzon tanpa ada keraguan, bahwa tiada kekuatan apapun yang dapat melebihinya. Marilah kita yakini kalimat ini sepenuhnya dan mendalami, jika percaya kepada Gohonzon dengan teguh, akan muncul nyata prajna dan kekuatan untuk dapat mengatasi penyakit dan rintangan apapun.

Januari 2017 | Samantabadra

35

materi ajaran | tambahan

Gosyo Tambahan

Surat Musyimoci

LATAR BELAKANG |

S

eperti tertulis pada akhir surat ini; “Tanggal 5 bulan ke-1, Surat Balasan Kepada Nyonya Omonsu�, maka surat ini merupakan surat balasan kepada Nyonya Omonsu yang telah mengunjungi Niciren Daisyonin di Gunung Minobu, pada awal tahun dengan mempersembahkan berbagai sumbangan berupa kue ketan dan buahbuahan.

Nyonya Omonsu, penerima surat ini, adalah istri Isyikawa Syinbeino Suke Tokimice.

Ia menganut kepercayaan ini melalui Nikko Syonin dan telah melaksanakan kepercayaan yang tulus dan murni bersama-sama suaminya. Kuil Kitayama Honmon sekarang, mula-mula didirikan oleh putranya, Isyikawa Mango Saburo no Tada, untuk menyambut kedatangan Nikko Syonin. Walau tahun ditulisnya surat ini tidaklah jelas, namun diperkirakan ditulis pada tanggal 5 bulan kesatu tahun 1281 (Koan ke-4) di Gunung Minobu. Surat aslinya sampai saat ini masih tersimpan dengan baik di Kuil Pusat Taiseki-ji.

Surat ini pertama-tama memuji kesungguhan hati kepercayaan Nyonya Omonsu, yang pada permulaan bulan ke-1 ini telah mempersembahkan sumbangan 36

Samantabadra | Januari 2017

kepada Niciren Daisyonin. Kemudian, merasa kegembiraan hati Beliau, bahwa dengan hati kepercayaan itu pasti akan menambah rejeki kebajikan.

Selanjutnya, sambil memuji kesungguhan hati Nyonya Omonsu dalam mempersembahkan sumbangan, mengajarkan bahwa baik di Dunia Neraka maupun Dunia Buddha, keseluruhannya terdapat dalam jiwa kita sendiri. Kemudian dengan mengajukan pertanyaan, apakah dalam jiwa manusia yang merupakan sumber ketiga racun dari keserakahan, kemarahan dan kebodohan, tercakupi Dunia Buddha yang Agung? Kemudian dijelaskan dengan perumpamaan yang mudah dimengerti.

Pada akhirnya, menyimpulkan dan mengulangi kembali tentang karunia kebajikan dalam memberi sumbangan kepada Saddharmapundarika-sutra.

Di dalam surat ini pertama-tama Niciren Daisyonin memuji kesungguhan hati kepercayaan Nyonya Omonsu yang menyumbang pada awal bulan kesatu.

Selanjutnya, karena hati kepercayaan ini pasti menambah karunia kebajikan, dapatlah diperkirakan kegembiraan hati Beliau.

ISI GOSYO |

S

aya telah menerima 100 lembar kue musyimoci dan satu keranjang buah-buahan. Tanggal 1 bulan kesatu adalah menandakan awal hari, awal bulan, awal tahun dan juga awal musim semi, sehingga barang siapa yang merayakannya berdasarkan Hukum Sakti, kebajikannya semakin unggul dan dicintai semua orang, sama seperti bulan yang bergerak dari barat ke timur lambat laun menjadi penuh, matahari dari timur menuju barat lambat laun menjadi terang.

Apabila kita bertanya di mana adanya Dunia Neraka dan Dunia Buddha, maka ada kalimat sutra yang mengatakan bahwa mungkin Dunia Neraka terdapat di bawah tanah, dan Dunia Buddha terdapat di sebelah Barat dan lain sebagainya. Namun, bila kita teliti lebih lanjut, sesungguhnya “Dunia Neraka dan Dunia Buddha� terdapat pada badan kita sendiri yang tingginya lima kaki ini. Saya berpandangan demikian, karena di perasaan jiwa orang yang merendahkan ayah dan meremehkan ibunya akan terdapat neraka. Sebagai contoh, terdapatnya bunga dan buah dalam sebuah biji teratai. Demikian juga Buddha berada pada jiwa kita seperti adanya api pada batu dan adanya harta pada permata. Kita, manusia biasa, tidak dapat melihat bulu mata yang dekat dan langit yang jauh di angkasa. Begitu pula kita, tidak menyadari adanya Buddha pada perasaan jiwa kita sendiri.

Hanya saja suatu hal yang membuat kita ragu, bahwa diri kita menjadi manusia adalah sebagai hasil percampuran antara sperma dan sel telur dari ayah dan ibu, jadi karena berakar pokok pada tiga racun dan bersumber pada hawa nafsu, maka bagaimana mungkin Buddha ada pada diri kita?

Namun setelah direnungkan lebih mendalam, tampaknya pandangan ini tidaklah keliru. Teratai yang amat suci, namun muncul dari dalam lumpur yang kotor; kayu cendana yang amat harum dan wangi, namun tumbuh dari tanah; bunga Sakura yang amat indah, namun tumbuh dari pohon; Yang Kuei Fei yang amat cantik, namun ia dilahirkan dari rahim seorang ibu yang berkedudukan rendah; bulan terbit dari balik gunung, namun akhirnya menerangi gunung itu sendiri; malapetaka keluar dari mulut dan menjerumuskan diri sendiri; sedangkan karunia muncul dari perasaan hati dan menghias diri kita.

Di awal tahun baru ini, kesungguhan hati menyumbang Saddharmapundarika-sutra sama seperti berseminya bunga sakura dari pohon, munculnya kuntum teratai dari kolam, tumbuhnya tunas pohon cendana di Gunung Himalaya, dan munculnya bulan yang baru terbit.

Kini, rakyat negeri Jepang yang memusuhi Saddharmapundarika-sutra telah mengundang malapetaka dari kejauhan puluhan ribu mil. Sebaliknya dapat dirasakan, bahwa orang yang percaya Saddharmapundarika-sutra akan mengumpulkan karunia dari kejauhan puluhan ribu mil.

Bayangan senantiasa berasal dari tubuh. Negara yang rakyatnya memusuhi Saddharmapundarikasutra, akan diiringi malapetaka, sama seperti bayangan mengikuti tubuh. Orang yang percaya Saddharmapundarika-sutra sama seperti kayu cendana yang mengandung wangi yang amat harum.

Sekian dahulu, di lain kesempatan akan Saya jelaskan kembali.

Hari ke-lima bulan pertama.

Surat Balasan Kepada Nyonya Omonsu Hormat Saya, Niciren

Januari 2017 | Samantabadra

37

KUTIPAN GOSYO |

1

2

Tanggal 1 bulan kesatu adalah awal hari, awal bulan, awal tahun, dan juga awal musim semi, sehingga barang siapa yang merayakannya berdasarkan Hukum Sakti, sama seperti bulan yang bergerak dari barat ke timur lambat laun menjadi penuh, matahari dari timur menuju barat lambat laun menjadi terang, kebajikannya menjadi semakin unggul dan dicintai semua orang.

Ketika kita bermaksud mencari dimana adanya neraka dan Buddha, maka ada sutra yang mengatakan bahwa mungkin neraka terdapat di bawah tanah dan Dunia Buddha mungkin terdapat di sebelah barat, dan lain sebagainya. Namun, bila kita mencari dengan teliti, sesungguhnya “neraka dan Buddha” dibabarkan terdapat di dalam badan kita yang setinggi 5 kaki ini.

Keterangan : Tanggal 1 bulan kesatu disebut sebagai hari pokok Tiga Awal (gansan). Tiga awal berarti awal dari hari, bulan, dan tahun. Dalam surat ini dikatakan, “Awal hari, awal bulan, awal tahun”, jadi tanggal 1 merupakan dasar pokok dari ketiga tahapan ini. Selain itu juga menunjukkan tiga hari dari tanggal 1 sampai tanggal 3 bulan kesatu. Di dalam Surat Balasan Kepada Ueno Dono juga dikatakan, “Khususnya pada tanggal 3, perasaan kesungguhan hati melebihi hari pertama”.

Betapapun, tanggal 1 bulan kesatu merupakan awal dari tahun, bulan, dan hari; juga awal musim semi. Dengan demikian, hari tersebut merupakan hari yang sangat dipentingkan dalam satu tahun. Orang yang mengutamakan tanggal 1 bulan kesatu dan merayakannya berdasarkan hati kepercayaan, bukan main besar karunia kebajikannya. Oleh karena itu, Nyonya Omonsu yang merayakan tanggal 1 bulan kesatu dengan gembira serta menyumbang dengan sungguh hati, dikatakan Niciren Daisyonin bahwa ia memperkaya karunia kebajikan diri sendiri, bahkan menjadi sumber untuk dicintai orangorang.

Sama seperti bulan, malam demi malam, dari bulan yang baru terbit akan menjadi bulan sabit dan akhirnya penuh menjadi bulan purnama, demikian pula karunia kebajikannya terus bertambah. Juga, seperti matahari yang terbit di arah timur pada pagi hari bergerak ke barat memberi kasih sayang kepada seluruh alam semesta dengan sinar dan kehangatannya, demikian pula NyonyaOmonsu akan disukai orang banyak.

Setelah memuji kesungguhan hati Nyonya Omonsu dalam menyumbang, diajarkan bahwa baik Dunia Neraka maupun Dunia Buddha seluruhnya terdapat di dalam jiwa sendiri. Pada waktu itu, umumnya orang menganggap Dunia Neraka adalah dunia yang terdapat di bawah tanah yang sangat dalam, sedangkan Dunia Buddha terdapat pada tanah suci surga di arah barat. Hal ini dibabarkan di dalam sutra-sutra ajaran sementara dan pandangan ini tetap tinggal melekat.

Mahavibhasa-sastra dan Kosa-sastra menerangkan secara rinci bahwa Dunia Neraka terdapat di bawah tanah. Dalam Kosa-sastra jilid 11 dikatakan, “Di bawah dunia ini, di kedalaman 20.000 yojana lebih, terdapat neraka penderitaan yang tak terputus-putus, memiliki dalam dan luas yang sama, dan di atasnya terdapat tujuh neraka. Di bawah Dunia Manusia (embudai), di kedalaman lebih dari 20.000 yojana terletak neraka penderitaan yang tak terputusputus. Di atasnya, yakni diantara 1000 hingga 19.000 yojana di bawah tanah terdapat tujuh neraka besar”.

Dan juga, sebagai umpama, dalam Sutra Amitabha dikatakan, “Dari sini ke arah barat terdapat dunia yang melampaui 10 milyar Tanah Buddha yang dinamakan Sukhavati”. Tanah Suci Buddha Amitabha di arah barat merupakan Tanah Buddha yang paling diketahui secara luas oleh masyarakat umum. Selain itu, dari Tathagata Baisyajaguru, mulai dari Dunia Jojuri di arah timur, terdapat Tanah Buddha sepuluh penjuru.

Keduanya mempunyai persamaan bahwa dunia

38

Samantabadra | Januari 2017

saha ini adalah tempat kotor yang penuh dengan penderitaan.

Terhadap pemikiran yang ada pada waktu itu, Niciren Daisyonin membabarkan bahwa ajaran ini hanya merupakan Ajaran Sementara yang menerangkan ajaran upaya sementara. Dan sebenarnya, seperti yang dikatakan, “Namun, bila kita mencari dengan teliti, sesungguhnya ‘neraka dan Buddha’ dibabarkan terdapat di dalam badan kita yang setinggi 5 kaki ini”, Dunia Neraka dan Dunia Buddha sejak asal mula tercakup di dalam jiwa manusia biasa. Sutra yang menjelaskan hal ini adalah Saddharmapundarikasutra. Teori Hukum ini dikatakan sebagai Sepuluh Dunia yang Saling Mencakupi, yang berarti umat manusia Sepuluh Dunia, siapapun, pasti mencakupi Sepuluh Dunia lainnya. Maka, di dalam jiwa kita, Dunia Manusia, tercakup Sepuluh Dunia secara keseluruhan. Dan, di dalam Surat Kepada Nyonya Janda Ueno Dono dikatakan, “Yang dikatakan Tanah Suci maupun neraka tidak terdapat di luar tubuh kita, hanya terdapat di dalam dada kita. Yang menyadari dinamakan Buddha dan yang tidak menyadari dinamakan manusia biasa. Yang memberi kesadaran ini adalah Saddharmapundarika-sutra”. (Gosyo, hal.

1504). Dengan demikian, menyadari dengan tepat bahwa dalam jiwa sendiri tercakup Sepuluh Dunia, merupakan pencapaian Kesadaran Buddha.

Mengenai contoh adanya neraka di dalam jiwa kita, dalam surat ini dikatakan, “Dapat dipikirkan demikian, karena di dalam perasaan jiwa orang yang merendahkan ayah dan meremehkan ibunya terdapat neraka. Sebagai contoh, dalam biji teratai terlihat bunga dan buah”. Pada umumnya dikatakan bahwa budi terbesar yang diterima dalam kehidupan kali ini adalah dari ayah bunda. Ayah bundalah yang memberi kehidupan kita dalam dunia ini. Jiwa adalah pusaka yang terunggul. Oleh karena itu, menghina dan meremehkan ayah bunda yang telah memberi budi terbesar ini, merupakan perilaku yang melukai diri sendiri secara mendalam. Oleh karena itu, tidak dapat luput dari penderitaan neraka. Sebab, karma dari

neraka yang terdalam, neraka penderitaan yang tak terputus-putus, adalah kelima dosa besar: membunuh ayah, membunuh ibu, dan lainnya.

Di samping itu, perbuatan menghina dan meremehkan ayah bunda, tidak hanya mengundang akibat imbalan terjatuh ke dalam neraka, bahkan kalau disorot dari teori Hukum Saddharmapundarika-sutra, maka di dalam hati yang menghina dan meremehkan, sudah menjadi neraka. Berarti, karena mempunyai jiwa neraka, maka melakukan perbuatan menghina dan meremehkan orang tua, dan juga ketika melakukan perbuatan menghina dan meremehkan, dalam sekejap waktu akan merasakan penderitaan neraka. Hal ini diperumpamakan bahwa di dalam bibit teratai telah tercakupi bunga dan buah. Bunga adalah sebab, buah adalah akibat. Dalam hubungan ini, perbuatan menghina dan meremehkan yang merupakan sebab Dunia Neraka adalah bunga, sedangkan waktu sesaat langsung merasakan penderitaan neraka adalah buah. Oleh karena itu dikatakan, bahwa bunga dan buah sekaligus dapat terlihat di dalam sebutir bibit.

Selanjutnya, mengenai Buddha ada di dalam jiwa kita diambil perumpamaan, “Juga dikatakan, bahwa Buddha ada di dalam jiwa kita seperti adanya api di dalam batu dan adanya harta di dalam permata”. Dengan ini ditunjukkan sifat yang laten dengan tegas. “Adanya api di dalam batu” berarti batu api; “Adanya harta di dalam permata” berarti nilai batu permata. Bila dua batu saling dipukulkan akan menimbulkan api, setelah batu permata digosok bersih dan dikeluarkan di toko akan memiliki harga.

Keduanya sejak asal mula sudah terkandung, tetapi dengan adanya jodoh baru terwujud.

Begitu juga dengan jiwa Buddha yang terdapat di dalam jiwa kita, dengan bertemu Hukum Sakti dan melaksanakan pertapaan akan terwujud secara nyata. Hanya saja, sama seperti bulu mata sendiri tidak dapat dilihat secara langsung, jiwa Buddha yang sejak asal mula telah terdapat di dalam jiwa kita, sekalipun sangat dekat, tidak dapat diketahui oleh manusia biasa. Tetapi, bulu mata sendiri dapat dilihat melalui cermin. Sama halnya, ketika menghadap Gohonzon sebagai

Januari 2017 | Samantabadra

39

jodoh Dunia Buddha, kita dapat menyadari sifat Buddha diri kita sendiri melalui sekejap perasaan jiwa kita yang berfungsi sebagai cermin terang Sifat Dharma.

3

Hanya timbul keragu-raguan bahwa kita menjadi manusia sebagai hasil percampuran dari sperma dengan sel telur dari ayah dan ibu, jadi berakar pokok pada tiga racun dan bersumber pada hawa nafsu, maka bagaimana mungkin Buddha menetap dalam diri?

Keterangan: Pada bagian ini diterangkan bahwa jiwa manusia biasa dapat dikatakan sumber pokok ketiga racun: keserakahan, kemarahan dan kebodohan, sehingga diajukan pertanyaan keragu-raguan, bagaimana mungkin di dalamnya terkandung Dunia Buddha yang paling unggul. Untuk menjelaskan hal ini digunakan perumpamaan yang mudah di mengerti.

Pertama-tama, mengenai jiwa manusia adalah sumber ketiga racun, dikutip Surat Syimon Bucejo Gi, “Kalau menyelidiki secara mendalam, dasar hakekat jiwa kita berasal dari dua tetes darah putih dan merah ayah bunda yang membentuk satu badan. Oleh karena itu, merupakan sumber pokok keburukan yang paling kotor. Sebagai umpama, sekalipun dicuci dengan air lautan luas, tidak akan suci bersih. Apabila menyelidiki akar pokok akibat penderitaan ini, terlihat semua berasal dari tiga racun: keserakahan, kemarahan, dan kebodohan”. (Gosyo, hal 983).

Dan juga, di dalam Maka Syikan jilid ke-7 dikatakan, “Bagaimanapun, badan ini merupakan peninggalan badan lain yang mengeluarkan air mani. Dua tetes air merah dan putih bersatu, menarik dan menaruh kecenderungan, dan dengan ini membentuk sifat badan”. Merah yang dikatakan di sini berarti darah ibu, sedang putih adalah sperma ayah; sehingga dapat disimpulkan sebagai telur dan sperma. Kedua tetes merah dan putih ini dengan ketiga racun ayah bunda, karena hawa nafsu, berpadu dalam waktu sekejap. Kecenderungan ini, pada saat keadaan statis (mati) dengan awal pembentukan badan 40

Samantabadra | Januari 2017

manusia, masuk dan terwujud nyata sebagai badan, hingga terlahirlah jiwa manusia. Dengan demikian, badan manusia biasa semestinya dikatakan sebagai sumber ketiga racun.

Akan tetapi, di dalam jiwa manusia yang seperti itu semenjak semula sudah terkandung Dunia Buddha. Untuk mengajarkan timbul nyatanya Dunia Buddha di dalam jiwa manusia biasa ini digunakan bermacam-macam perumpamaan. Teratai, cendana, bunga sakura, Yang Kuei Fei melambangkan jiwa Dunia Buddha; lumpur, tanah besar, pohon, wanita yang berkedudukan rendah mengumpamakan manusia biasa yang penuh tiga racun. Bila berpikir dari lumpur dapat timbul bunga teratai yang suci, maka dapatlah dipercaya bahwa dari manusia biasa yang penuh dengan tiga racun dapat timbul jiwa Buddha yang suci. Selanjutnya mengenai “Bulan terbit dari balik gunung, tetapi menerangi gunung itu sendiri”.

Bila jiwa manusia biasa dapat mewujudkan jiwa Buddha, maka jiwanya akan bersinar cemerlang, yang berarti merombak hawa nafsu menjadi kesadaran. Keistimewaan orang seperti ini, segala sifat buruk yang dimiliki ketika masih manusia biasa yang sesat dapat menjadi kebalikannya, digunakan sebagai kebaikan.

“Bulan terbit dari balik gunung, tetapi menyinari gunung itu sendiri”, juga berarti seluruh keinginan hati atau karma hati yang terwujud sebagai karma mulut (ucapan) dan karma badan (perilaku) dapat membahagiakan diri sendiri atau sebaliknya akan mendatangkan malapetaka.

Kebencian dan iri hati di dalam hati membuat perkataan dan perilaku melukis karma buruk di dalam jiwa sendiri dan akhirnya mengundang akibat imbalan penderitaan bagi diri sendiri.

Perilaku maitri karuna yang memikirkan orang lain, ucapan yang keluar dari hati sesungguhnya, dan percaya serta mempertahankan Hukum Sakti; semua ini akan menjadi akar kebaikan yang dilukis dalam jiwa sehingga akhirnya menerima akibat imbalan kebahagiaan.

4

Kini, rakyat negeri Jepang yang memusuhi Saddharmapundarika-sutra telah mengundang malapetaka dari kejauhan puluhan ribu mil.

Keterangan : Keagungan hati kepercayaan yang tulus yang membangkitkan keinginan menyumbang Gohonzon di awal tahun dipuji dengan berbagai perumpamaan seperti yang diterangkan terdahulu. Diajarkan bahwa rejeki kebajikannya yang besar akhirnya terlihat dalam suasana; dengan demikian seperti mengumpulkan kebahagiaan dari kejauhan puluhan ribu mil.

Khusus mengenai keadaan yang nyata dalam suasana, diambil perbandingan antara orang yang percaya Saddharmapundarika-sutra dengan orang yang menentangnya. Jiwa yang memfitnah Hukum ini dikatakan akan “mengundang malapetaka dari kejauhan puluhan ribu mil”, sebaliknya orang yang percaya Hukum Sakti akan mengumpulkan rejeki dari kejauhan puluhan ribu mil. Ini berarti, memfitnah Saddharmapundarikasutra akan menjadi sebab karma yang mengundang serta mengumpulkan malapetaka yang akan nyata di dalam suasana. Sebaliknya, hati yang percaya Saddharma akan merombak segala suasana menjadi perlindungan para dewa sehingga akan memperoleh rejeki jiwa. Dengan

demikian, baik rejeki maupun malapetaka tidak terjadi secara sekonyong-konyong tanpa mempunyai hubungan dengan diri sendiri; semuanya berasal dari sebab karma yang dibuat sendiri dan merupakan pencerminan dari rejeki kebajikan. Untuk itu diterangkan bahwa sebab akibat yang terdapat dalam jiwa adalah badan; sebab karma dan akibat karma akan nyata pada suasana berupa rejeki karunia kebajikan atau malapetaka adalah bayangan.

Di sini yang dikatakan “negara yang rakyatnya memusuhi Saddharmapundarika-sutra, sama seperti bayangan mengikuti tubuh, akan ditimpa malapetaka”, menunjukkan secara nyata kedatangan serangan dari Mongolia. Di dalam Surat Sulit Mudahnya Pelaksanaan antara Sutrasutra lainnya dengan Saddharmapundarika-sutra dikatakan, “Hukum Buddha bagaikan badan, masyarakat bagaikan bayangan. Bila badannya bengkok, bayangannya pun akan bengkok”.

(Gosyo, hal 992). Kehidupan orang yang memfitnah Dharma seperti bayangan mengikuti badan, akan diserang oleh malapetaka, dan sebaliknya orang yang menerima dan mempertahankan Gohonzon akan seperti kayu cendana yang berbau harum, kehidupannya akan terbuka dan rejekinya akan berbinar-binar seperti terbungkus harumnya cendana. ***

Catatan

Januari 2017 | Samantabadra

41

42

Samantabadra | Januari 2017

Catatan

Januari 2017 | Samantabadra

43

riwayat

Nanjo Tokimitsu

[南条時光] (1259–1332)

K

arena tinggal di daerah Desa Ueno Propinsi Suruga wilayah Fuji, Jepang dan sebagai pengurus daerah tersebut, maka Nanjo Tokimitsu juga dikenal sebagai Ueno.

Beliau adalah pengikut dari Nichiren Daishonin dan merupakan anak kedua dari Nanjo Hyoe Shinichiro. Nama lengkap beliau adalah Nanjo Shinichiro Jiro Taira no Tokimitsu. Beliau mulai menjadi pelaksana mengikuti ajaran Nichiren dari usia yang cukup muda. Dia juga sangat berjasa membantu Kosen-rufu penyebarluasan Dharma. Sejarah dari Nanjo Tokimitsu telah beredar dari satu generasi ke generasi selanjutnya.

Di tahun 1265 ayahnya yang sebagai pejabat Keshogunan Kamakura meninggal, dan di tahun 1274 dia juga kehilangan Kakak laki laki tertuanya, Shichiro Taro. Hal ini memaksakan Tokimitsu untuk memikul tanggung jawab sebagai pengurus Ueno di usia yang masih remaja. Tokimitsu masih seorang anak-anak ketika ayahnya bertemu Nichiren dan menjadi pengikut dari ajarannya. Setelah kematian Nanjo (ayah Nanjo Tokimitsu), Nichiren mengadakan perjalanan dari Kamakura ke Desa Ueno untuk memanjatkan doa atas wafatnya Nanjo.

Saat itu Tokimitsu baru berusia tujuh tahun, itulah pertemuan beliau pertama kali dengan Nichiren.

Di tahun 1274, segera setelah Nichiren menetap di Minobu, Tokimitsu pergi menemui beliau lagi. Tampaknya pertukaran pertemuan ini memperdalam keyakinannya terhadap ajaran Nichiren.

Di tahun 1275 Nikko, yang selanjutnya sebagai pengganti penerus yang ditunjuk Nichiren, mengunjungi makam Nanjo Hyoe Shiniciroon sebagai perwakilan dari Nichiren.

Mulai dari saat itu, Tokimitsu memandang 44

Samantabadra | Januari 2017

Nikko sebagai guru dan seorang kakak untuk berlatih ajaran Nichiren. Dan membantu Nikko untuk menyebarluaskan Dharma.

Penyebarluasan berlangsung dengan gencar, khususnya di daerah Ueno dan Atsuhara. Dan banyak orang yang bergabung. Dimulai dari Niida, Matsumono, dan Keluarga Kazu, semua anggota keluarga Nanjo, juga termasuk didalamnya Bhikksu Nisshu, Nichiben, Nichizen dari Kuil Ryusenji, dan Nichigen dari Kuil Shijuku.

Tokimitsu juga menawarkan tempat tinggalnya untuk digunakan sebagai pusat aktivitas penyebarluasan dharma. Dilihat dari jumlah yang bergabung, termasuk didalamnya bhikkhu lokal maupun para petani, semua meningkat dibawah kepemimpinan Nikko. Para pejabat dan oposisi pribadi meningkat.

Kecemburuan dan kebencian Gyochi, pemimpin tertinggi dari Kuil Ryusenji, berkembang selanjutnya menjadi suatu tragedi. Kemudian hari kejadian ini dikenal sebagai Peristiwa Tragedi Atsuhara.

Tokimitsu menggunakan pengaruhnya untuk melindungi para penganut, dan beberapa bersembunyi di rumahnya. Nichiren memberikan penghormatan atas keberanian

dan tak henti-hentinya menyerukan dengan sepenuh hati “Ueno yang terhormat�, padahal saat itu beliau baru berumur dua puluh tahun.

Sebagai pembalasan untuk dukungan Tokimitsu terhadap Nichiren dan pengikutnya, keshogunan memberikan pungutan pajak yang amat sangat tinggi kepada beliau.

Para pejabat terus menekan sampai beberapa tahun kemudian, dan keluarga Nanjo diserang dengan kehidupan yang dilanda kemiskinan. Meskipun dalam keadaan hidup yang seperti ini dan berjuang untuk membesarkan sembilan anak laki-laki dan empat anak perempuan, Tokimitsu dan istri, Otozuru (juga dikenal sebagai Myoren), secara konsisten tetap berdana paramitha untuk Nichiren.

Bulan ke-2 Tahun 1282 Ketika Tokimitsu berusia 24 tahun, ia jatuh sakit, kemungkinan dikarenakan stress dan kuatir berjuang melawan keshogunan. Ketika ia semakin parah, kesehatan Nichiren pun dalam keadaan kritis. Namun dalam Gosyo Pembuktian Teratai Sutra, Nichiren menyemangati Tokimitsu dengan kata-kata ini: Anda sudah berhasil sebagai penerus ayahmu.

Anda sudah menganut ajaran ini dengan sepenuh hati tampa terbawa bujukan dari pihak lain. Anda telah diancam dan dicerca oleh banyak orang dari petinggi

maupun rendah, tapi Anda tidak pernah menyerah dari kepercayaan, tampaknya saat ini Anda pasti akan mencapai Kebuddhaan, sehingga iblis dari surga ke enam dan semua kejahatan berusaha mencoba menggunakan kesakitan ini untuk menekan Anda (Gosyo, Hal. 1591) Ketika Nichiren wafat di hari ke-13 bulan ke-10 1282, Tokimitsu berkunjung ke perayaan pemakaman bersama-sama dengan pengikut lama seperti Shijo Kingo, Toki Jonin, Ikegami bersaudara, dan Ota Jomyo.

Atas undangan Tokimitsu di tahun 1289 Nikko meninggalkan Minobu dan tinggal kediaman Tokimitsu di Desa Ueno.

Tokimitsu menyumbangkan sebidang tanah yang di Oishigahara, yang mana kuil tersebut dinamakan sebagai Dai-bo selesai dibangun di hari ke20 bulan ke-10 tahun 1290.

Ini adalah asal mula dari Kuil Taisekiji.

Beberapa tahun belakangan, Tokimitsu menjadi Bhikkhu awam dan dinobatkan dengan nama Daigyo (Pelaksana yang Agung).

Mengikuti hati kepercayaan Tokimitsu, keluarga Nanjo melanjutkan menyumbang dan mampu mempertahankan hati kepercayaan pada Hukum dan kepala kuil. Diantaranya adalah keponakan Tokimitsu yang menjadi salah seorang

murid yang bersemangat menyebarluaskan dharma.

Kemudian atas kepercayaan dari Nikko Syonin, Nichimoku Syonin menjadi Bhikkhu tertinggi ke-3, selanjutnya lagi buyut dari Tokimitsu Bhikkhu tertinggi ke-4 Nichido Shonin dan Ke-5 Nichigyo Shonin.

Mereka mewarisi dan menyebarluaskan Hukum Agung turun temurun. Lebih jauh, Kediaman Tokimitsu, Kuil Myorenji dijadikan sebagai cabang dari kuil pusat Taisekiji. Bhikkhu awal Myorenji adalah Nisshin dan Nichigen. Keduanya adalah anggota keluarga dari keluarga Nanjo.

Di hari ke-13 bulan ke-8 tahun 1323, istrinya meninggal. Bulan ke-3 di tahun berikutnya, Tokimitsu membangung Kuil Myoren sebagai penghormatan untuk istrinya. Penamaan itu diambil dari nama Buddhist beliau sebagai Myoren (Teratai yang sangat indah).

Pemikiran tentang kuil ini menjadi awal kediaman Tokimitsu.

Tokimitsu wafat di hari pertama bulan ke-5 tahun 1332. Surat (Gosyo) yang disampaikan Nichiren lebih dari 30 surat, jumlah terbanyak yang diberikan Nichiren dibandingkan ke pengikut yang lain. *** Sumber: http://www.sgilibrary.org/search_dict. php?id=1497 http://alt.religion.buddhism.nichiren. narkive.com/B6gYJ3lx/nanjo-tokimitsu

Januari 2017 | Samantabadra

45

syin gyo gaku

Etika di Vihara

S

ebagai umat NSI yang baik, kita perlu menjaga etika Buddhis selama berada di vihara agar lingkungan religius, sosial dan fisik vihara terjaga.

Apakah Etika itu? Etika, menurut KBBI, ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (ahlak). Dalam Kamus Webster, ethics itu moral beliefs dan rules about right or wrong. Kalau diterjemahkan: etika itu keyakinan moral dan aturan tentang benar atau salah.

Secara sadar atau tak sadar, berlakulah etika berperilaku di vihara NSI. Vihara itu ada untuk menaungi kita semua. Segala perjuangan para pendahulu telah lakukan untuk menjaga dan memperbaiki vihara tercinta. Bagaimana caranya? Menjaga secara fisik dan sosial, religius. Secara fisik, menjaga kebersihan dan kerapian di semua sudut gedung.

Secara sosial, umat menyambut tamu dengan baik, menyambut umat yang baru datang atau sebaliknya menyapa umat yang sudah berada di vihara. Secara religius, kita menjaga suasana keagamaan dengan selalu mengutamakan Dharma di atas segala kepentingan.

Jika diurut dari mulai masuk ke vihara hingga pulang berlaku etika demi kebaikan bersama: 1. Salam: Menyambut umat yang baru datang di vihara atau menyapa umat yang sudah hadir lebih dahulu di vihara dengan beranjali dan berucap “Selamat pagi/siang/sore/malam�

2. Saat bergongyo: Sedapat mungkin membaca buku Paritra, karena ada banyak aksentuasi/ penekanan kata.

3. Saat berdaimoku: Menatap Gohonzon tidak memejamkan mata. Ketika berdaimoku, kita wajib sepenuh hati berdaimoku tanpa melakukan hal-hal lain apakah mengobrol, membaca SMS apalagi chatting, menonton TV atau mendengarkan lagu (ketika di rumah).

4. Saat diskusi dharma/ceramah gosyo: menghindari mengobrol, membaca SMS apalagi chatting, jangan mengambil contoh keburukan umat lain, meskipun tidak menyebutkan nama.

Menegur umat bermasalah sebaiknya dilakukan empat mata, tidak di depan umum.

5. Berdana paramitha: Menyampaikan dana paramitha kepada pengurus terdekat ketika di pertemuan atau di rumah.

6. Menggunakan fasilitas umum: Bersandal di dalam vihara sangat tidak dianjurkan mengingat kesucian dan penghormatan kita kepada rumah ibadah. Seharusnya gunakan sandal khusus yang sudah disediakan untuk dipakai di dalam vihara.

7. Makan dan minum: Cuci piring, sendok, dan gelas yang telah Anda pakai.

8. Salam/Pamit: Sambil beranjali dan berucap “Selamat pagi/siang/sore/malam�

Demikian sekadar mengingatkan pentingnya etika di vihara. Sebagai warga NSI yang tertib, semua umat wajib mengamankan etika Buddhis selama berada di vihara agar lingkungan religius, sosial dan fisik vihara terjaga. (Kyanne Virya)

46

Samantabadra | Januari 2017

pengumuman

Jadwal Pelatihan Ketrampilan NSI Kelas Make Up dan Rambut Senin Jam 15.00-17.00 Peserta belajar dasar-dasar make up wajah dan rambut, make up sehari-hari dan pesta.

Bisa bermanfaat untuk make up diri sendiri dan orang lain.

Peserta belajar bagaimana mengoperasikan komputer dan memanfaatkan teknologi agar bisa mengikuti perkembangan zaman.

Kelas Prakarya Kamis Jam 13.00-15.00 Peserta mampu menghasilkan Kelas Memasak Selasa Minggu ke-1 (Pertemuan karya-karya kerajinan tangan yang bermanfaat untuk Ibu) Jam 10.00-12.00 kreativitas dan wirausaha Selasa Minggu ke-2,3,4 Jam mandiri.

13.00-15.00 Peserta belajar untuk ahli membuat makanan dengan ahli-ahli memasak yang sudah berpengalaman. Tema bulan ini: membuat tumpeng Kelas Komputer Dasar Rabu Jam 13.00-15.00

Kelas Bahasa Inggris (kelas diliburkan jika bertepatan dengan kensyu)Â Jumat Jam 10.00-12.00 Peserta melatih kemampuan dasar bahasa Inggris yaitu writing, reading, grammar, listening, dan vocabulary agar bisa berkomunikasi lisan dan tulisan secara fasih.

Tempat: Vihara Sadaparibhuta NSI. Jl. Minangkabau Jakarta Selatan.

Berita Duka Cita

Ibu Loa Tjin Nio Meninggal pada usia 76 tahun 04 Desember 2016 Umat NSI Daerah Sewan Banten

Bapak Yo Kim Guan (Suhanda)

Bapak Hauw Seng Hin (Ahin)

Ketua Daerah NSI Teluk Naga Meninggal pada usia 69 tahun 06 Oktober 2016 Banten

Anak dari Ibu Kim Nio (Citra Raya) Meninggal pada usia 51 tahun 16 Desember 2016 Banten

Karma baik mendiang pasti akan menjadi akibat kebajikan dari Dunia Buddha.

Nammyohorengekyo.

Januari 2017 | Samantabadra

47

resep

Kue Talam Hijau

Oleh Ibu Oking D, Bogor

Cara membuat: 1. Aduk bahan A lalu saring.

2. Tuang adonan dalam cetakan kecil ž penuh.

3. Kukus selama 15 menit.

4. Aduk bahan B lalu saring.

5. Tuang di atas bahan A dan kukus lagi selama 10 menit sambil dibuka tutupnya beberapa kali.

Bakti Donor Mata Sumbangan kornea mata almarhum Bapak Yo Kim Guan (atas) dan Bapak Hauw Seng Hin (bawah) yang diberikan oleh pihak keluarga, didampingi oleh segenap pengurus wilayah NSI Banten, kepada pihak Bank Mata.

Kornea almarhum pasti akan memancarkan cahaya kebahagiaan bagi kehidupan orang lain.

Nammyohorengekyo.

48

Samantabadra | Januari 2017

Bahan A: 50 gram tepung beras 125 gram sagu 150 gram gula 1 sdt garam 50 cc air daun pandan + daun suji 500 cc santan (dipanaskan) dari satu buah kelapa + air 60 gram biang beras (10 gram tepung beras + 50 cc air mendidih, diaduk rata) Bahan B: 500 cc santan kental (dari satu buah kelapa) masak dan dinginkan 125 gram gula merah 75 gram tepung beras 25 gram sagu tani 1 sdt garam

ceritaKIBA & KRUBU ilustrasi: Marvitaria

makan sayur

ide cerita: Samanta

Januari 2017 | Samantabadra

49

18

teka teki silang

19

20

20

21

1 2

2

3

3

4

4

5

6.

3.

8.

6.

7 8

7

9

9 12

11

13 14 15

12

17

13 14

18

15

16 20

17 21

Mendatar

18

Mendatar 3.

6.

Nama gunung tertinggi di Jepang.

Catatan 50 + 50

8.

11.

Nama gunung tertinggi di Jepang.

6.

50 + 50

8.

Kendaraan yang beroperasi di udara.

20

11.

Ibukota Indonesia.

13.

Salah satu dari 4 sravaka besar.

15.

Negera berpenduduk terbesar keempat di dunia.

17.

21 yang menunjukan suatu jangka Satuan waktu waktu yang amat panjang.

18.

Tindakan ( Istilah Jepang)

20.

5.di Jepang.

Karena Salah satu olah raga nasional

21.

Simbol negara Indonesia.

Menurun 1.

2.

Kendaraan yang beroperasi di udara.

3.

Ibukota Indonesia.

4.

7.

Menerima ( Istilah Jepang )

Negera berpenduduk terbesar keempat di dunia.

17.

Satuan waktu yang menunjukan suatu jangka waktu yang amat panjang.

Tindakan ( Istilah Jepang)

20.

Salah satu olah raga nasional di Jepang.

21.

Simbol negara Indonesia.

Salah satu olah raga nasional di Jepang.

Tindakan ( Istilah Jepang)

21.

20.

Simbolsatu negara Salah olah Indonesia. raga nasional di Jepang.

21.

Simbol negara Indonesia.

1.

2.

2.

3.

Menerima Jepang Salah satu( Istilah makanan khas) Yogyakarta.

Salah makanan Yogyakarta.

Bhikkusatu tertinggi ke-3khas mazhab kegon di Tiongkok.

3.

4.

4.

Bhikku tertinggi ke-3 mazhab kegon di Tiongkok.

Salah satu dewa dalam legenda India kuno yang beperawakan buruk dan melambangkan Salah satu dewa dalam legenda India kunojiwa yang angkara-murka. beperawakan buruk dan melambangkan jiwa angkara-murka.

5.

Karena nila setitik, rusak susu ....

7.

Seorang Boddhisatva yang diterangkan dalam Saddharmapundarika sutra & mempunyai suara yang amat merdu.

9.

Nama Putra Mahkota Jepang saat ini.

10.

Jauh di mata, dekat di ...

12.

Satu-satunya negara yang pernah diledakan bom atom.

14.

Ibukota Jepang.

16.

Produsen mie instan terbesar di dunia.

19.

Singkatan dari Central Processing Unit.

Jawaban mata, dekat di ... TTS Desember 2016

atom.

7

1

2

negara Eyang bom E N A M pernah diledakan 3

2.

3.

4.

5

6

P

A 8

S R I M U L Y A N I R

A

U

R U N T U H

14.

Ibukota Jepang.JI

16.

N

D O N A L I G R N Produsen mie instan terbesar di dunia.

19.

S J I N P H Singkatan dari Central Processing Unit.

W H C H I N A U O

9

O

J A N T U N G

S

N

A

U

10

S

D 11

12

14

T O K I

D T R U M P A

S

H

J O N I N

A

P

R A M

13

15

16

N

T

Z

R

N

17

O

19

O

O

S

R

T 18

M

A

I

B

20

M O N A S

D H A R M A D U T A

A

O

D

S E L

R

O

A

21

O

U

N

22

G

S 23

R H O M A I R A M A O

Jawaban TTS Januari 2017

Menerima ( Istilah Jepang )

1 2

Salah satu makanan khas Yogyakarta.

3

B

I

A

A

N G

J

P

7

14

T

O

G

E B

R

E

9

J A K A R T A

L

T

A

R

S A B H U T V

17

I

Y

R

O

G Y O

A

N

N

I

G

H 15

T

18

H

N

K A L P A

A

10

11

13

S

S

U

G D

5

A

S E R A T U S

P E S A W A T

12

E

4

I 6

T

K 8

J

F U J A

A

Bhikku tertinggi ke-3 mazhab kegon di Tiongkok.

Salah satu dewa dalam legenda India kuno yang beperawakan buruk dan melambangkan jiwa angkara-murka.

P

4

J K

Menurun 1.

16

nila setitik, rusak susu ....

Salah satu dewa dalam legenda India kuno yang beperawakan buruk dan melambangkan jiwa 12.

Satu-satunya angkara-murka.

15.

20.

18.

Putra Mahkota Jepang saat ini.

Bhikku tertinggi ke-3 mazhab10. kegon di Jauh Tiongkok. di

Salah satu dari 4 sravaka besar.

Satuan berpenduduk waktu yang menunjukan suatudijangka Negera terbesar keempat dunia. waktu yang amat panjang.

Satuan waktu yang menunjukan suatu jangka Tindakan Istilahpanjang.

Jepang) waktu yang( amat

Seorang Boddhisatva yang diterangkan dalam Saddharmapundarika sutra & mempunyai suara yang amat merdu.

9.

Nama Salah satu makanan khas Yogyakarta.

13.

18.

19

3.

17.

18.

Menurun Menurun 1.

Menerima ( Istilah Jepang )

19

N D O N E S

16

I

A

N D 19

C

O

P

F

20

S U M O O

21

G A R U D A

50

Samantabadra | Januari 2017

Ka

7.

Se Kare Sa ya Seor Sadd Na yang

9.

Ibukota Indonesia.

Kendaraan yang beroperasi di udara.

Salah satu dari 4 sravaka besar.

Ibukota Indonesia.

Negera berpenduduk terbesar Salah satu dari 4 sravaka besar.keempat di dunia.

15.

13.

17.

15.

10

5.

7.

50 + 50 Nama gunung tertinggi di Jepang.

Kendaraan yang beroperasi di udara.

50 + 50

11.

8.

13.

11.

10

11

8

5.

5

6

6

21

Mendatar 3.Mendatar Nama gunung tertinggi di Jepang.

1

Ja 9. 10. Nam Sa 10.12. Jauh ato 12.

Satu14. atom Ibu Pr 14.16. Ibuko

Si 16.19. Prod 19.

Singk

Jadwal Kegiatan Susunan NSI

Bulan Januari 2017 Tgl Hari 1 Minggu 2 Senin 3 Selasa 4 Rabu 5 Kamis 6 Jumat 7 Sabtu 8 Minggu

9 Senin 10 Selasa 11 Rabu 12 Kamis 13 Jumat 14 Sabtu 15 Minggu 16 Senin 17 Selasa 18 Rabu 19 Kamis 20 Jumat 21 Sabtu 22 Minggu 23 Senin 24 Selasa 25 Rabu 26 Kamis 27 Jumat 28 Sabtu 29 Minggu 30 Senin 31 Selasa

Jam

Kegiatan

Tempat

13:00 Pendalaman Gosyo Dharma Duta

Vihara Sadaparibhuta NSI Lt. 2

19:00 Pendalaman Gosyo Wilayah DKI Jakarta

Vihara Sadaparibhuta NSI Lt. 2

19:00 Ceramah Gosyo

Daerah Masing‐Masing

10:00 10:00 10:00 14:00 19:00 14:00 19:00 19:00

Vihara Sadaparibhuta NSI Lt. 2 Gedung STAB Samantabadra Lt. 3 Vihara Sadaparibhuta NSI Lt. 4 Vihara Sadaparibhuta NSI Lt. 1 Vihara Sadaparibhuta NSI Lt. 2 Vihara Sadaparibhuta NSI Lt. 2 Vihara Sadaparibhuta NSI Lt. 2 Gedung STAB Samantabadra Lt. 1

Pertemuan Generasi Muda Jabotabekcul Pertemuan Anak‐anak Daimoku Bersama Rapat Koordinator Lansia Pelajaran Pimpinan Daerah & Cabang Pertemuan Wanita Umum Pertemuan Ibu/Wanita Karier Pertemuan Pria Umum

19:00 Pertemuan Cabang

Daerah Masing‐Masing

10:00 Pertemuan Anak‐Anak Daerah 19:00 Pelajaran Pimpinan Anak Cabang

Daerah Masing‐Masing Vihara Sadaparibhuta NSI Lt. 2

14:00 Pertemuan Ibu Daerah 19:00 Pertemuan Pria Daerah

Daerah Masing‐Masing Daerah Masing‐Masing

19:00 Pertemuan Anak Cabang

Daerah Masing‐Masing

10:00 Pertemuan Generasi Muda Daerah 14:00 Pertemuan Lansia Umum 19:00 Pertemuan Empat Bagian

Daerah Masing‐Masing

13:00 Pendalaman Gosyo Dharma Duta 19:00 Rapat DPP & DPD Jabotabekcul

Vihara Sadaparibhuta NSI Lt. 2 Vihara Sadaparibhuta NSI Lt. 2

17:00 Kensyu Gosyo Umum Kensyu Gosyo Umum 13:00 Pendalaman Gosyo Dharma Duta

Mahavihara Saddharma NSI Mahavihara Saddharma NSI Vihara Sadaparibhuta NSI Lt. 2

Daerah Masing‐Masing

Januari 2017 | Samantabadra

51

Vihara & Cetya

BALAI PUSAT NSI

Vihara Sadaparibhuta NSI Jl. Minangkabau No.25 Jakarta Selatan 12970 Telp : (021) 8311844, 8314959 PROVINSI SUMATERA UTARA Vihara Vimalakirti Medan Jl. Gandi No. 116 Kota Medan Telp : (061) 7343673 Vihara Vimalakirti Tebing Tinggi Jl. Persatuan Gang Toapekong No. 29 C Kota Tebing Tinggi Telp : (0621) 21900 PROVINSI SUMATERA SELATAN Cetya Batu Raja Jl. Dr. Setia Budi No. 20 A, Batu Raja Kabupaten Ogan Komering Ulu Telp. (0735) 320724 Cetya Palembang Jl. Mayor H.M. Rasjad Nawawi (Jl.Lingkaran 2 Dempo) Blok F 20 No. 564 RT. 08 / 02 Kec. Ilir Timur Kota Palembang Telp. (0711) 357541 PROVINSI KEP. BANGKABELITUNG Vihara Vimalakirti Pangkal Pinang Jl. Stasiun Induk XXI Semabung Lama Kota Pangkal Pinang Telp. (0717) 433456 PROVINSI JAMBI Vihara Vimalakirti Jambi Jln. Cendrawasih No. 32 Kel. Tanjung Pinang, Kec. Jambi Timur Kota Jambi Telp. (0741) 23782

Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu Indonesia

Vihara Vimalakirti Muncul Diresmikan 3 Mei 1986 Dipugar 28 okt 2007 Jl. Platina II No. 50 Rt. 02/05 Desa Curug – Kec. Gunung Sindur Vihara Vimalakirti Cisauk Depan SMU 1 Serpong Desa Setu (Muncul) – Kec. Cisauk Kabupaten Tangerang Telp. (021) 75872730 Cetya Serang Jl. Lapang Indah Blok C Serang Telp : (0254) 202075, 201696 Vihara Vimalakirti Teluk Naga Kampung Melayu, Teluk Naga Kabupaten Tangerang PROVINSI DKI JAKARTA Vihara Sadaparibhuta NSI Jl. Minangkabau No. 23A Jakarta Selatan 12970 Telp : (021) 8307476 Vihara Vimalakirti Jl. Jembatan Gambang II No. I D RT 012/RW 001 Kel. Pejagalan, Kec. Penjaringan - Jakarta Utara Telp. (021) 6691622 Vihara Vimalakirti Perumahan Puri Kamal Blok B No. 6 Tangerang-Banten Telp. (021) 55951239

Vihara Vimalakirti Cengkareng Jl. Semboja No. 49 Cengkareng Jakarta Barat Telp. (021) 6192512 Cetya Senen Baru Jl. Bungur Besar VIII No. 105 Jakarta Pusat Cetya Fajar Jl. Gang U No. 16 RT 01/17 Fajar – Jakarta Utara Telp. (021) 6611953 Cetya Jatinegara Jl. Otista Raya No. 8 – Jakarta Timur Telp. (021) 8577969

PROVINSI LAMPUNG

PROVINSI JAWA BARAT

Vihara Vimalakirti Lampung Jl. Imam Bonjol No. 114 Kota Bandar Lampung Telp. (0721) 252660, 254728

Mahavihara Saddharma NSI Ds. Sukaluyu, Taman sari Kabupaten Bogor Telp. (0251) 8487033, 8487034

PROVINSI BANTEN Vihara Vimalakirti Tangerang Jl. Imam Bonjol (Karawaci Bansin) Gg. Kavling Sawah No. 8 RT 002/07 Kel. Sukajadi - Tangerang 15113 Telp. (021) 5539903

52

Vihara Vimalakirti Karawang Jl. Wirasaba Rt 03/20 Kabupaten Karawang Telp. (0267) 403821 Vihara Vimalakirti Sukabumi Jl. Lettu Sobri 25 Kota Sukabumi Telp. (0266) 225777 Vihara Vimalakirti Bekasi Jl. Semut Api-Api No. 10 RT. 03/011 Bekasi Timur Kota Bekasi Telp. (021) 98185477 Cetya Cirebon Blok Wanakerta Selatan No. 61 RT 02 RW 09 Kelurahan Tuk Mundal, Sumber Kabupaten Cirebon PROVINSI JAWA TENGAH Vihara Vimalakirti Solo Jl. Taman Seruni 1 Blok CG No. 6-7, Solo Baru Kota Surakarta Telp. (0271) 620298 Vihara Vimalakirti Sukoharjo Dusun Jetis, Desa Manang, Kabupaten Sukoharjo Vihara Vimalakirti Sragen Jl. Muria No.5A Kabupaten Sragen Vihara Vimalakirti Dusun Pendingan Desa Somogawe, Kec, Getasan Kabupaten Semarang Vihara Vimalakirti Boyolali Desa Pilang Rejo, Kec. Juwangi, Telawa Kabupaten Boyolali Vihara Vimalakirti Katong Dusun Kembangan Desa Katong, Kec. Toroh Kabupaten Grobogan Cetya Karanganyar Dusun Ngadirejo RT 02 / RW 03 Desa Ngunut Kec. Jumantono, Kabupaten Karang Anyar Cetya Semanggi Jl. Gang Apel, RT 06/12, Kel. Semanggi, Solo

Vihara Vimalakirti Bandung Jl. Suryani No.15 Kota Bandung Telp. (022) 6014319

Cetya Purwodadi Jl. Kapten Tendean No. 9, Purwodadi 58111 Telp. (0292) 421340

Vihara Vimalakirti Bogor Jl. Merak No. 4 Kota Bogor Telp : (0251) 8332851

Cetya Semarang Jl. Ronggowarsito No.5 Kota Semarang 50127 Telp. (024) 3518682

Samantabadra | Januari 2017

Cetya Kebumen Jl. Pahlawan 147 Kabupaten Kebumen Telp. (0287) 381201 Cetya Cilacap Jl. Abimanyu 192 Kabupaten Cilacap Telp. (0282) 541941 PROVINSI JAWA TIMUR Vihara Vimalakirti Ngawi Dusun Kesongo, Desa Kedung Putri, Kec Paron Kabupaten Ngawi Cetya Surabaya Jl. Mayjend. Sungkono Komp. Wonokitri Indah S-48 Kota Surabaya Telp. (031) 5673148 Cetya Banyuwangi Jl. Kalasan No. 15 Telp. (0333) 423108 Cetya Magetan Dusun Bengkah Desa Plangkrongan, Kec Poncol Kabupaten Magetan Cetya Wonomulyo Dusun Wonomulyo, Desa Genilangit, Kecamatan Poncol Kabupaten Magetan Cetya Madura Jl. Trunojoyo No. 40 Kabupaten Sumenep PROVINSI BALI Vihara Vimalakirti Perum. Citra Nuansa Indah Jl. Nuansa Indah Utara 2 No. 1 Kota Denpasar PROVINSI KALIMANTAN BARAT Vihara Vimalakirti Jl. Waru (WR. Supratman) No. 4 Kota Pontianak Vihara Vimalakirti Jl. Setiabudi Gg. H. Abbas 2 No. 35 Kota Pontianak Telp : 0561 - 767510