Edisi207

Page 1

halaman KULITi


halaman KULI KULITii LITi LI Tii Ti


Penerbit: PT. Sagang Intermedia Pers

Daftar Isi

SIUPP No. 492/MENPEN/SIUP/1998 ISSN: 1410-8690 Alamat redaksi: Gedung Graha Pena Riau, Lantai 8 Jalan HR Soebrantas KM 10,5 Pekanbaru 28294, Riau, Indonesia Telepon Redaksi: (0761) 566810 Tata usaha dan Pemasaran: (0761) 566810 Faksimili (0761) 64636 www.majalahsagang.com e-magazine Harga (Edisi Cetak) Rp 50.000,No. 207 l DESEMBER 2015 l tahun XVIII

n Leon........................................................1 n Esei Pantun, Pantoun dan Pantoum ............ 3 n Cerita-Pendek - Terima Kasih Ayah oleh Enda Fuspitasari ........................13 - Pengantin Bunian karya Dantje S Moeis ........................ 22 n Sajak - Selendang Sulaiman ......................... 30 - Baiq Ilda Karwayu ............................ 36

Penampilan Mahasiswa FKIP Unri (UKM Batra), pada acara Madah Poedjangga 28 November 2015. Foto Arif

- Irna Novia Damayanti ...................... 44 n Musik Gaudeamus Igitur .............................. 56 n Suluh bahasa LeksikograďŹ ......................................... 60

Perintis: Rida K Liamsi l General Manager: Armawi KH l Wakil General Manager: Kazzaini Ks l Pimpinan Perusahaan: Mega Setara l Pimpinan Redaksi: Kazzaini Ks l Redaktur: Armawi KH, Kazzaini Ks, Eriyanto Hady, Dantje S Moeis, Zuarman Ahmad, Sutrianto l Pra cetak: Rudi Yulisman l Ilustrator Tetap: Purwanto l Manager Keuangan: Erda YulďŹ . Redaksi menerima sumbangan tulisan berupa esei, kritik seni, resensi buku, laporan dan tulisan budaya. Foto seni, sketsa, karya puisi dan harus menyertakan fotokopi aslinya. Pengiriman naskah harus menyertakan keterangan alamat yang jelas. Karya dikirim ke e-mail: puisisagang@yahoo.co.id, cerpensagang@yahoo.co.id, eseisagang@ yahoo.co.id, umumsagang@yahoo.co.id. Karya termuat diberikan honorarium yang padan.

halaman 1


Tajuk

Leon l azhar menelepon. Leon Ag Agusta meninggal. Bagi seorang seniman yang berusia satu atau seni dua generasi di bawah almarhum, saya tidak begitu mengenal secara akrab, sebagaimana halnya almarhum Hasan Junus, Idrus Tintin, BM Syamsuddin, dan lain-lain. Kenapa begitu? Karna Leon setelah beberapa tahun tinggal di Riau, di Bengkalis sebagai guru di SGB Bengkalis (1958) kemudian di SMP 1 Pekanbaru, dan kemudian dikenal sebagai sastrawan Riau, dan akhirnya pergi hijrah ke Jakarta, dan seniman-seniman seperti saya dan apalagi di bawah saya tidak lagi berhubungan dengan beliau. Secara pribadi ketika beliau menikahkan anaknya di Pekanbaru saya dan beberapa orang kawan seniman musik bermain orkes Melayu pada kenduri anak beliau tersebut. Menurut Al azhar, semasa di Pekanbaru, Leon Agusta terlibat penuh dengan kegiatan sastra dan seni pertunjukkan, antara lain bersama Alm Tenas Effedy, bersama Alm Idrus Tintin, dan H. OK Nizami Jamil. Walaupun Leon Agusta sudah meniggalkan Pekanbaru, namun pada tahu tahun 1980-an almarhum sering berkunjung ke Pekanbaru untuk mementaskan puisi-puisi dari Antologi Hukla bersama Sanggar Taman Republik (1983) bersama Al azhar dan kawankawan. Kata para penulis seni dan kebudayan dan filsafat, bahwa karya akan panjang usianya jika senatiasa berbicara maupun dibicarakan. Jika tidak karya para seniman itu yang berbicara sehingga usianya panjang, maka orang yang masih hiduplah yang diharapkan untuk dapat senantiasa membicarakannya,

halaman 2

maka karya para seniman itu terus hidup dan bersipongang, biarpun sastrawan, musikus, teaterawan, dan para seniman pembuat karya seni sudah tiada. Dan tugas generasi sesudahnyalah yang akan berkarya dan kemudian dibicarakan oleh generasi sesudahnya pula, begitulah selayakya berketerusan. Sebagaimana karya-karya puisi sufi Al Halaj, Rumi, Hafis, dan banyak karya sastra para sufi lainnya ditulis dan dibicarakan oleh para muridnya dan generasi sesudahnya. Begitu pentingnya para murid dan generasi sesudah karya itu dibuat, sehingga karya seni itu akan senantiasa abadi, jika tidak maka karya seni itu akan musnah dan hilang bersama perginya sang kreator ke dunia keabadian. Sebagai halnya tukang cerita, jika tidak ada yang menulis dan mencatat ceritacerita lisan yang disampaikannya, maka cerita yang banyak nilai filsafat dan nilainilai kehidupan itu akan musnah, hilang dan mati bersama kepergian dan kematian tukang cerita itu. Karena itulah mungkin, penting, paling kurang mengenang para seniman pendahulu yang dalam hal tertentu membuat dasardasar (fundamental) seni dan berkesenian (paling kurang) di tanah Riau ini, sebagai halnya Leon Agusta (menurut Al azhar) dalam berbagai kesempatan sering menyatakan bahwa Pekanbaru (dan Riau) baginya adalah pelantar penting kesenimanan yang ada dalam dirinya. Selamat jalan Leon Agusta, suatu masa entah pabila nanti semua seniman akan pergi ke tempat keabadian itu, dan apakah kita masih dapat menciptakan seni? ***


Esei

Pantun, Pantoun dan Pantoum

ada abad kesembilan belas pantun dibawa oleh Voctor Hugo ke dalam diba sastra Perancis. Victor Hugo, penyair Perancis yang dianggap agung, pada tahun 1829 menghasilkan “Les Orientales” (Puisi-puisi ketimuran) yang di dalamnya termuat “Les Papillons”, sebuah puisi yang memiliki ciri-ciri pantun dan dinamakan “PANTOUM”. Mungkin bentuk dan isi pantun memukau penyair-penyair romantisme, sehingga ciptaan Victor Hugo diikuti oleh penyair romantisme yang lain. Pada tahun 1836 Theophile Gautier menulis puisi yang sangat mirip dengan ciri-ciri pantun dan dapat dikategorikan sebagai genre pantoum. Pada tahun 1857 Theodore Banville menghasilkan puisi berkait yang antara lain berjudul “Harmonie du Soir” (Keselarasan

Senja). Pada tahun 1884 Leconte de Lisle menulis puisi yang diberi judul “Pantoum Malais” (Pantun Melayu). Pada tahun itu pula Verlain menertawakan Leconte de Lisle dengan menciptakan “Pantoum Neglige” (Pantun Plesetan), yang sama sekali tidak menghiraukan ciri-ciri pantaum yang biasa, tetapi masih tetap dinyatakan mirip bentuk pantun. Bentuk pantoum rupanya sangat digemari oleh penyair-penyair romantis Perancis dan ditulis pada periode Romantisme atau pada abad ke-19. Yang menjadi permasalahan dalam sastra bandingan ialah: dari manakah asal pantoum (genetik pantoum); bagaimana terjadi kesejajaran antara pantun dengan pantoum; sejauh mana pengaruh pantun terhadap pantoum?

halaman 3


Melalui “Larousse Encyclopedique” dapat ditemukan catatan yang menyatakan bahwa “Pantoum” atau “Pantoun” itu merupakan sejenis puisi berbentuk tetap yang dipinjamkan daripada puisi Melayu oleh kaum romantis Perancis; dan dalam “Petit Robert” disebutkan bahwa pantoum adalah sejenis puisi asli Melayu. Dari manakan Victor Hugo menemukan bentuk pantun yang kemudian populer di Perancis pada periode Romantisme? Pada abad ke-17 bangsa Eropa sudah sampai ke Asia dan pulau-pulau sekitarnya. Mulamula hanya berdagang, tetapi kemudian menguasai wilayah yang didatangi itu. Inggris, pada abad ke-18 telah menjadi penguasa di India dan kerajaan-kerajaan Melayu. Pada tahun 1770-an seorang sarjana Inggris menyelidiki tata bahasa Melayu, dan pada tahun 1812 diterbitkan sebagai buku dengan judul “Grammer of Malayan Language” di London. Mungkin buku yang ditulis oleh William Mursden inilah yang dibaca oleh Hugo, dan di buku itu pula Hugo menemukan pantun Melayu. Jadi pantun dapat mengembara sampai ke Perancis karena perantaraan William Mursden. Penyair-penyair Romantis Perancis segera memiliki kecenderungan menulis puisi-puisi yang “dipengaruhi” pantun tentulah mempunyai kaitan yang sangat erat dengan falsafah Romantisme. Victor Hugo sebagi penyair agung dan penting dalam kesusastraan Perancis pada khususnya, dan kesusastraan dunia pada umumnya, menghasilkan implikasi yang tidak kecil dalam masalah ini. Ketika pertama kali Victor Hugo memunculkan puisi pantoum dalam masyarakat Perancis, tentu puisi itu dianggap sebagai karya aslinya yang memukau.

halaman 4

Masyarakat Perancis pada waktu itu dalam Revolusi Industri. Masyarakat terdiri atas tiga golongan, yaitu kaum borjuis, kaum Romantisme, dan kaum Marxist. Kaum borjuis adalah kelas atas, cara hidupnya kapitalistik dan mementingkan diri sendiri. Kaum marxist adalah kelas bawahan, kaum pekerja dan dan kaum tertindas. Kaum borjuis dan Marxist selalu bertentangan, terutama dalam bidang politik. Kaum Romantisme adalah kelas menengah, terdiri atas para pengarang. Bagi kaum Romantisme, manusia, alam, alam metafisika merupakan satu kesatuan. Pertentangan kaum borjuis dengan kaum Marxist bersifat politik, mencetuskan ketegangan kelas, dan ini tentunya juga memisahkan mereka dari alam nyata dan alam metafisika. Bagi kaum romantis, kedua alam itu merupakan sumber kekeyaan intuitif dan aspirasi yang harus dipertahankan. Begitulah cita dan citra Romantisme, maka tidak mengeherankan mengapa pantoum yang dimunculkan oleh Victor Hugo itu mudah mendapat tempat dari hati penyair-penyair Romantis, yang kemudian mengikuti jejak Victor Hugo dengan menghasilkan puisi yang bercirikan pantun, dengan melakukan serba sedikit penyesuaian mengikuti cita rasa perpuisian dalam kesusatraan Perancis. Menurut Suzuki, pantun merupakan “suatu hasil kesusastraan yang tulen Melayu, dan yang dapat mengemukakan sikap kepribadian Melayu”. Apakah sikap dan kepribadian Melayu itu? Hal ini harus dilihat dalam konteks pendangan hidup Melayu. Bagi orang Melayu, dirinya, alamnya (segala yang ada disekitarnya, seperti pohon, bukit, sungai, dan sebagainya.) dan alam supranatural atau alam metafisika dianggap mempunyai pertalian yang sangat erat,


malah berada dalam satu kesatuan. Pertalian orang Melayu dengan alam nyata dan alam supernatural, mengakibatkan terwujudnya nilai menghargai, menghormati, dan menyayangi manusia dengan dirinya, dengan sesama manusia, dengan alam, dan denga alam supernatural atau alam metafisika. Segala nilai ini memang jelas terpancar dalam pantun Melayu dan sekaligus memperlihatkan keterkaitan manusia dengan unsur-unsur alam. Seperti pantun di bawah ini :

satu bentuk peniruan yang terjadi tanpa disadari”. Kedua jenis puisi tersebut dibandingkan karena telah memenuhi syarat yang harus dipenuhi dari segi genre dan tipe sudah sama, sehingga kedua jenis karya sastra tersebut dapat dibandingkan. Selain itu, ketiga syarat yang harus dipenuhi dalam pembandingan karya sastra adalah berbeda bahasanya, berbeda wilayahnya, dan berbeda politiknya telah dipenuhi oleh kedua karya sastra tersebut.

Anak ayam turun sepuluh, Mati seekor tinggal sembilan.

DENGARLAH PANTUN

Bangun pagi sembahyang Subuh, Minta ampun kepada Tuhan.

Buah ara batang dibantun Mari dibantun dengan parang.

Pantun itu menunjukkan hubungan tiga unsur sekaligus dalam satu kesatuan yaitu “anak ayam” (unsur alam), “bangun pagi” dan “minta ampun” (perbuatan manusia yang menunjukkan penglibatan diri), dan “Tuhan” (unsur alam metafisik). Hubungan ketiga unsur tersebut tidak sekadar menunjukkan terwujudnya satu kesatuan, tetapi malah memiliki keharmonisan yang bersifat intiutif. Jadi apabila “keistimewaan” ketimuran alam Melayu seperti ini dimunculkan oleh Victor Hugo, tentulah menarik minat penyair-penyair Romantisme Perancis yang sangat dahaga akan unsur dan nilai seperti ini. Tidak mengherankan jika penyair-penyair romantis Perancis tersebut terpengaruh oleh ciri dan bentuk pantun dalam karya puisi mereka. Hal ini dinyatakan sebagai pengaruh karena menurut J.T. Shaw: “Pengaruh adalah proses transmisi dan reorganisasi tanpa sadar” atau menurut Ulrich Weisstein: “Pengaruh merupakan

Hai saudara dengarlah pantun, Pantun tidak mengata orang. Mari dibantun dengan parang, Berangan besar di dalam padi. Pantun tidak mengata orang, Janganlah syak di dalam hati. Berangan besar di dalam padi, Rumpun buluh dibuat pagar. Pantun tidak mengata orang, Maklumlah pantun saya baru belajar. Rumpun bulu dibuat pagar, Cempedak dikerat-kerati. Maklum pantun tidak belajar, Saya budak belum mengerti. (dari “PUISI LAMA” oleh St. Takdir Alisyahbana)

halaman 5


VICTOR HUGO

Burung besar terbang ke Banda.

LES PAPILLONS

Dari dahulu hingga sekarang, Banyak muda sudah kupandang

Les papillons jouent sur leurs ailes,Iis volent Vers le mer, pres dela chainedes Mon coeur

Burung besar terbang ke Banda,

S’est sentir malade dans ma poitrine

Bulunya lagi jatuh ke pantai.

Depuis mes premiers kours jus’qual’heure presente.

Banyak muda sudah kupandang,

Iis volent vers le mer, pres de la chaine de roches,

Bulunya lagi jatuh ke Pantai,

La vautour dirige son essor vers Bandam. Depuis mes premiers kours jus’qual’heure presente. J’ai admire bien jaunes gens. La vautour dirige son essor vers Bandam Et lisse tomber de ses plums a Patani J’ai admire bien jeunes gens, Mais nul n’ est a comparer a L’objet de mon choix

Tiada sama mudaku ini.

Dua puluh anak merpati. Tidak sama mudaku ini, Sungguh pandai membujuk hati.

Pelaksanaan Perbandingan a. lapis bunyi Lapis norma yang pertama adalah lapis bunyi. Rangkaian bunyi yang terdapat pada puisis lama berjudul “Dengarlah Pantun” memiliki bunyi yang cukup merdu. Bunyi akhir pada setiap bait tersebut memiliki arti tersendiri.

Iilaisse tomber de ses plumes a Patani

Buah ara batang dibantun

Voici deux jeunes pigeons!

Mari dibantun dengan parang.

Aucum jeune homme ne peut comparer a celui de mon choix,

Hai saudara dengarlah pantun, Pantun tidak mengata orang.

Habile comme il l’est a toucher le cour. Terjemahan oleh Harry Aveling KUPU-KUPU

Kupu-kupu terbang melintang, Terbang di laut di hujung karang. Hati di dalam menaruh bimbang, Dari dahulu sampai sekarang. Terbang di laut di hujung karang,

halaman 6

Bunyi akhir pada larik pertama bait pertama “un” pada kata dibantun yang berarti “ditarik agar lepas” memiliki kesesuaian dengan bunyi akhir pada larik ketiga pada kata pantun. Kata pantun “un” memiliki kesesuaian dengan larik kedua. Perbedaannya terdapat pada nama masingmasing larik. Larik pertama tersebut disebut dengan sampiran, dan larik ketiga disebut dengan isi. Bunyi akhir pada larik kedua yaitu “ang”. Bunyi tersebut sama


dengan bunyi akhir pada larik keempat. Parang pada larik kedua tersebut memiliki kesinambungan dengan kata dibantun pada larik pertama. Kedua kata akhir tersebut memiliki pengertian bahwa untuk membantun buah ara tersebut ditarik agar lepas dengan menggunakan bantuan parang. Keempat bunyi akhir tersebut disesuaikan dengan larik sebelum dan sesudahnya pada bait tersebut, sehingga bunyi akhir memiliki arti tersendiri. Kupu-kupu terbang melintang, Terbang di laut di hujung karang. Hati di dalam menaruh bimbang, Dari dahulu sampai sekarang. Bunyi akhir pada bait pertama puisi lama yang berjudul “Kupu-Kupu” tersebut adalah ‘ang’. Semua larik yang terdapat pada bait tersebut memiliki bunyi akhir yang sama. Keempat bunyi akhir tersebut disesuaikan dengan konvensi bahasa pada masa itu. Bunyi akhir tersebut disusun sedemikian rupa, sehingga menimbulkan arti. Mari dibantun dengan parang, Berangan besar di dalam padi. Pantun tidak mengata orang, Janganlah syak di dalam hati. Pada bait kedua, bunyi akhir larik pertama adalah “ang”. Bunyi akhir tersebut sama dengan bunyi akhir pada larik ketiga. Larik pertama memiliki kata akhir yaitu orang, dan pada larik ketiga memiliki kata akhir orang. Persamaan bunyi akhir pada kedua kata tersebut berarti adanya kesesuaian antara kedua larik tersebut. Persamaan bunyi akhir pada larik kedua dan keempat adalah “i” pada kata “padi” dan “hati”. Kedua

kata tersebut bunyi akhirnya disesuaikan agar membentuk suatu arti. Terbang di laut di hujung karang, Burung besar terbang ke Banda. Dari dahulu hingga sekarang, Banyak muda sudah kupandang Bunyi akhir pada bait kedua “KupuKupu” tersebut memiliki bunyi akhir “ang”, “a”, “ang”, dan “ang”. Bunyi akhir pada larik kedua berbeda dengan dengan bunyi akhir pada larik yang lainnya. Perbedaan bunyi akhir tesebut menimbulkan kurangnya estetik atau keindahan pada pantun tersebut. Selain itu, perbedaan bunyi kahir tersebut menimbulkan arti yang sukar untu ditebak karena dirasa tidak berkesinambungan. Berangan besar di dalam padi, Rumpun buluh dibuat pagar. Pantun tidak mengata orang, Maklumlah pantun saya baru belajar. Pada bait ketiga puisi lama tersebut memiliki bunyi akhir ‘i’, ‘ar’, ‘ang’, ‘ar’. Berbeda dengan bait-bait sebelumnya yang memiliki kesamaan bunyi akhir pada setiap larik, antara sampiran dan isi. Pada bait ketiga tersebut memiliki bunyi akhir yang agak kacau. Larik ketiga pada bait tersebut memiliki keterkaitan dengan larik ketiga pada bait kedua, sehingga isi yang terdapat pada pantun bait ketiga tersebut memiliki kesinambungan dengan isi pada bait kedua. Bunyi akhir yang terdapat pada bait tersebut tidak terlalu berpengaruh terhadap isi yang ingin disampaikan oleh pentun tersebut, meskipun dari segi keindahan bunyi akhir sangat kurang karena tidak memiliki kesamaan pada bunyi akhir.

halaman 7


Burung besar terbang ke Banda, Bulunya lagi jatuh ke pantai. Banyak muda sudah kupandang, Tiada sama mudaku ini. Bunyi akhir yang tedapat pada bait ketiga puisi “Kupu-Kupu” tersebut ialah “a”, “i”, “ang”, dan “i”. Seperti halnya dengan bunyi akhir yang terdapat pada bait kedua puisi lama tersebut, pada bait ketiga puisi lama tersebut memiliki bunyi akhir yang berbeda setiap lariknya. Perbedaan bunyi akhir tersebut tampaknya mengurangi keindahan pada pantun tersebut. Perbedaan bunyi akhir dirasa mengganggu atau mempengaruhi arti yang terdapat dalam bait tersebut sehingga antara sampiran dan isi kurang sesuai atau kaurang nyambung.

tersebut memiliki kesamaan bunyi akhir, namun cara pengucapannya berbeda. Hal tersebut terlihat pada kata “pantai”. Kata “pantai” tersebut meskipun berakhiran dengan huruf “i”, namun cara pengucapannya berbeda yaitu “ai”. Namun, perbedaan tersebut tidak begitu mengurangi keindahan pada puisi lama tersebut, karena bunyi akhir setiap larik pada bait tersebut hampir mirip meskipun tdak sama persis. Perbedaan bunyi akhir pada salah satu larik pada bait tersebut, tidak begitu berpengaruh terhadap isi pantun yang ingin disampaikan. b. Lapis Arti Lapis arti berupa rangkaian fonem, suku kata, frase, dan kalimat. Buah ara batang dibantun

Rumpun bulu dibuat pagar,

Mari dibantun dengan parang.

Cempedak dikerat-kerati.

Hai saudara dengarlah pantun,

Maklum pantun tidak belajar,

Pantun tidak mengata orang.

Saya budak belum mengerti. Bunyi akhir pada bait keempat yaitu ‘ar’, ‘i’, ‘ar’, ‘i’. Masing-masing bunyi akhir tesebut memiliki kesamaan dengan dengan bunyi akhir tiap larik antara sampiran dengan isi. Bunyi akhir yang terdapat pada masingmasing larik pada bait tersebut menimbulkan keindahan bunyi pada bait tersebut. Bunyi akhir pada bait tersebut menimbulkan arti yang saling berkaitan. Bulunya lagi jatuh ke Pantai, Dua puluh anak merpati. Tidak sama mudaku ini, Sungguh pandai membujuk hati. Bunyi akhir puisi lama “Kupu-Kupu” pada bait keempat yaitu “i”. Keemapat larik

halaman 8

Isi yang terdapat dalam pantun tersebut adalah bahwa pantun tidak pernah mengata orang. Hal tersebut dapat dilihat dari keterikatan atau pertalian anatara katakata yang terdapat dalam sampiran dan isi. Kata bantun yang yang terdapat dalam bait tersebut berarti “menarik supaya lepas”. Kata bantun tersebut diperkuat dengan kata parang. Parang merupakan senjata tajam. Kaitan antara kata bantun dengan parang adalah jika ingin lepas haris dibantu dengan senjata tajam yaitu parang. Kata “bantun” pada larik pertama memiliki persamaan bunyi akhir dengan “pantun” pada larik ketiga. Kata bantun yang memiliki arti menarik supaya lepas, diseimbangkan dengan kata “pantun” yang yang biasanya pantun tersebut menarik


orang untuk mendengarkannya. Persamaan bunyi akhir pada kata “bantun” dan “pantun” memiliki kesamaan pada arti pula, yaitu sama-sama dugunakan untuk menarik. Kata “parang” tersebut berkaitan dengan kara “orang”. Parang merupakan senjata tajam, dan orang pun dapat menjadi tajam dengan perkataannya. Tajamnya orang dapat diibaratkan dengan parang. Disamakan ata dipadakan dengan parang karena untuk menyamakan bunyi akhir pada pantun tersebut agar pantun menjadi indah. Kupu-kupu terbang melintang, Terbang di laut di hujung karang. Hati di dalam menaruh bimbang, Dari dahulu sampai sekarang. Arti yang terdapat pada serangkaian kata tersebut memiliki arti yang culup luas. Pilihan kata yang digunakan untuk pantu tersebut merupakan pilihan kata yang indah sehingga menimbulkan arti yang indah pula. Arti dari serangkaian kata “terbang melintang” pada larik pertama berkaitan dengan kata “bimbang” pada larik ketiga. Terbang melintang yang terdapat pada larik pertama tersebut diibartakan sebagai orang yang sedang dalam kebimbangan sehingga ia berjalan kesana kemari tak tentu arah tujuan. Seperti halnya dengan kata “dihujung karang” dengan kata “sekarang”. Di hujung karang merupakan sebuah ungkapan yang menandakan bahwa kehidupan yang tidak pernah berakhir meskipun dalam goncangan ombak yang terus melanda hingga saat ini yang disimbolkan dengan kata “sekarang”. Lapis ati yang terdapat pada bait tersebut memiliki arti yang sangat dalam. Mari dibantun dengan parang, Berangan besar di dalam padi.

Pantun tidak mengata orang, Janganlah syak di dalam hati. Arti yang terdapat pada bait tersebut adalah mengenai kekurang percayaan terhadap diri sendiri ataupun orang lain. Serangkaian kata “dibantun dengan parang” memiliki arti bahwa jika ingin melepaskan sesuatu agar lebih mudak dibantu dengan senjata tajam. Senjata tajam tersebut dianalogikan dengan perkataan orang. Perkataan orang yang sangat tajam yang biasa dilakukan tidak terjadi pada pantun. Pantun biasnya berisi “penghalus” dari setiap perbuatan atau perkataan. Jika orang mengatakan hal pedas mengenai diri sendiri atau mengkritik diri dengan kata-kata pedasnya, selayaknya kita tidak perlu “syak” di dalam hati, “Syak” yang dimaksudkan adalah rasa kurang percaya, tidak yakin, dan ragu-ragu. Kekurangpercaan tersebut diakibatkan oleh perkataan atau perbuatan orang terhadap diri kita. Terbang di laut di hujung karang, Burung besar terbang ke Banda. Dari dahulu hingga sekarang, Banyak muda sudah kupandang Pantun tersebut memiliki arti perjuangan. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan adanya larik yang berbunyi “terbang di laut di hujung karang, dri dahulu hingga sekarang, banyak muda sudah kupandang” dari serangkaian kata tersebut telah dapat membuktikan bahwa manusia yang dianalogikan dengan seekor burung besar yang terbang ke Banda untuk mencari cinta sejatinya dari dahulu hingga sekarang, hingga ia telah merasakan banyaknya lawan jenis yang sudah ia kenal namun ia

halaman 9


tetap dengan pendiriannya yang dibuktikan dengan adanya larik “terbang di laut di hujung karang”. Larik tersebut menadakan bahwa sebesar apapun badai atau ombak yang menimpanya ia tetap dapet terbang di ujung karang yang berarti di tempat yang cukup berbahaya. Berangan besar di dalam padi, Rumpun buluh dibuat pagar. Pantun tidak mengata orang, Maklumlah pantun saya baru belajar. Arti yang terdapat pada bait ketiga puisi lama tersebut adalah seseorang yang pempunyai pelindung atau pengetahuan walau hanya dengan belajar perlahan. “Berangan besar di dalam padi” memiliki arti yang cukup luas. Kata padi biasanya digunakan untuk orang emiliki banyak ilmu yang kian berisi kian merunduk. Anganangan tersebut ditanam di dalam hatinya agar ketika ia menjadi sesorang berhasil ia menjadi seperti padi, yang kian berisi kian merunduk. “Rumpun buluh menjadi pagar”, serangkaian kata tersebut dapat diartikan bahwa agama yang sudah ada pada diri seseorang harus dibuat pagar untuk menjaga iman yang dimiliki seseorang karena setiap iman manusia memiliki tingkatan yang berbeda. “Pantun tidak mengata orang”, arti dari rangkaian kata tersebut adalah bahwa pantun diibaratkan dengan orang yang telah mendalami ilmu padi sehingga orang yang telah memiliki banyak ilmu tdak mungkin akan mencela orang lain meskipun ilmu yang didapatkan masih jauh dari sempurna. Burung besar terbang ke Banda, Bulunya lagi jatuh ke pantai. Banyak muda sudah kupandang, Tiada sama mudaku ini.

halaman 10

Arti yang terdapat pada bait puisi lama tersebut adalah kerapuhan karena sudah merasa cukup usia. Perjuangan yang dilakukan tak seperti dulu ketika masih muda. “Bulunya lagi jatuh ke pantai”, rangkaian kata tersebut menandakan bahwa seseorang yang terbang ke Banda atau negeri orang demi mencari sang kekasih hati kini telah layu karena usia yang sudah cukup tua. Ketika ia muda ia telah banyak mengecap banyak kehidupan, mengarungi liku-liku kehidupan. Kini ia telah mencapai usia lanjut, perjuangannya tak seperti dahulu ketika ia masih muda. Ia mulai loyo dan mulai jatuh perlahan. Rumpun bulu dibuat pagar, Cempedak dikerat-kerati. Maklum pantun tidak belajar, Saya budak belum mengerti. Arti yang terdapat dalam bait tersebut adalah seseorang yang memiliki iman atau pengetahuan yang cukup lembek atau kurang, sehingga harus benar-benar dijaga agar tidak terpengaruh oleh hal-hal yang tidak diinginkan. Cempedak merupakan nama buah seperti nangka namun memiliki daging buah yang lebih lembek daripada nangka, sehingga dapat dianalogikan dari cempedak tersebut bahwa seseorang yang memiliki pengetahuan dan pengalaman yang dangkal harus dipagar seperti dalam serangkaian kata “rumpu buluh dibuat pagar”. Buluh merupakan nama lain dari bambu yang biasanya digunakan untuk dibuat pagar. Maka keimanan atau pengetahuan seseorang yang belum benarbenar kuat harus dipagari seperti pada ungkapan tersebut. Pada isi yang teradapat dalam bait tersebut mencerminkan bahwa ia bukanlah orang yang telah memiliki banyak


pengetahuan atau pengalaman karena ia tidak belajar, sehingga dia tidak mengerti dengan apa yang terjadi di sekelilingnya. Bulunya lagi jatuh ke Pantai, Dua puluh anak merpati. Tidak sama mudaku ini, Sungguh pandai membujuk hati.

menyakiti hati orang lain. Bait ketiga memiliki dunia harus saling menjaga hati sesama, meskipun ilmu yang didapatkan belum sempurna. Begitupun dengan bait keempat yang memiliki dunia bahwa seseorang yang memiliki ilmu yang cukup rendah harus benar-benar dijaga agar tidak mudah dibodohi oleh orang lain.

Arti pada bait tersebut adalah adanya atau datangnya kembali penyemangat hidup yang tadinya semnagat untuk hidup telah musnah atau telah tiada. Penyemangat itu dibawa oleh orang-orang di sekitarnya yang menyayanginya dan merasa iba melihat perjuangan yang telah dilakukan. Semangat yang telah jatuh kemudian datang kembali dengan dibawa oleh orang-orang disekitarnya. Orang-orang disekitarnya pintar membujuk hati sehingga semangat itu telah kembali meskipun tak seperti ketika ia masih muda.

Adapun bait pertama pada puisi lama berjudul “Kupu-Kupu” memiliki dunia bahwa seseorang yang memiliki kebimbangan yang tak berujung, yang dianalogikan dengan keadaan alam terbuka dengan buktu adanya burung dan laut, sehingga cakupan dunia yang pengarang gunakan tidak hanya berkutat pada dalam diri sesorang, melainkan pada dunia luar. Begitupun dengan bait kedua, ketiga, dan keempat. Ketiga bait tersebut memiliki persamaan dunia yaitu sama-sama berada di sebuah kota atau wilayah tertentu yang menggambarkan alam terbuka pula.

c. Lapis Dunia

d. Lapis Metafisis

Lapis dunia menggambarkan dunia pengarang yang digunakan untuk mengungkapkan isi hatinya. Lapis dunia yang digunakan pada puisi lama berjudul “Dengarlah Pantun” adalah diibaratkan dengan ilmu padi dan kehidupan nyata seseorang. Sedangkan lapis dunia yang digunakan pada “Kupu-Kupu” adalah suasana alam terbuka yang dimisalkan dengan laut dan tempat atau wilayah lain bertolak dari keseharian manusia.

Lapis metafisis berupakan lapis yang menumbulkan pembaca tersebut merenungkan (berkontemplasi) isi dari setiap puisi lama yang diungkapkan.

Bait pertama pada puisi lama “Dengarlah Pantun” memiliki dunia bahwa manusia memiliki sifat seperti parang, yang memiliki perkataan yangs angat tajam. Bait kedua memiliki dunia bahwa menjadi seseorang harus seperi padi yang tidak pernah

Lapis metafisis yang terdapat pada puisi lama “Dengarlah Pantun” adalah setiap manusia hendaknya tidak saling menyakiti dan saling menjaga hati agar tidak ada hati yang tersakiti. Selain itu juga setiap manusia diharapkan untuk menuntut ilmu setinggitingginya agar tidak mudah dibodohi oleh orang lain ataupun oleh keadaan. Lapis metafisis yang terdapat pada puisi lama yang berjudul “Kupu-Kupu” mengajak kita untuk tak pernah putus asa dalam menghadapi hidup dan selalu berjuang meskipun hingga ke negeri orang untuk halaman 11


mencari pengalaman hidup.

lingkungan penciptanya lebih luas.

Persamaan kedua puisi tersebut adalah sama-sama menceritakan tentang kehidupan manusia dan perjuangan untuk hidup. Sedangkan perbedaan dari kedua puisi tersebut adalah jika puisi yang berjudul “Dengarlah Pantun” memiliki cakupan pengungapan hanya pada diri manusia yang diibaratkan dengan keadaan lingungan sekitar, sedangkan pada puisi kedua yang berjudul “Kupu-Kupu” memiliki cakupan wilayag pengungkapan perasaan yang lebih luas, tidak hanya dari dalam diri seseorang, tetapi juga mencakupi wilayah lain atau kota atau bahkan negara lain. Sehingga cakupan pengungkapan wilayah pada puisi “KupuKupu” lebih luas jika dibandingkan dengan puisi “dengarlah Pantun”.

Pantun dan Pantoum tidak berdiri sendiri, tetapi saling mempengaruhi. Di dalam ciri-ciri pantun terdapat genre pantoum sehingga antara pantun dan pantoum tidak berdiri sendiri-sendiri melainkan saling mempengaruhi. Bahkan di dalam pembuatan pantoum cenderung mengabaikan ciri-ciri pantaoum, tetapi terdapat ciri-ciri pantun di dalam pantoum tersebut.

Simpulan Berdasarkan pada pelaksannan pembandingan kedua puisi tersebut, kedua puisi yang dibandingkan sama-sama memiliki bentuk empat baris seuntai dan terdiri atas empat bait. Diksi yang digunakan pada kedua puisi lama tersebut secara keseluruhan telah menggunakan diksi yang tepat, meskipun ada beberapa penggunaan diksi yang kurang tepat sehingga menimbulkan ketidaksesuaian dengan isi. Masyarakat lingkungan pencipta pada puisi lama yang berjudul “Dengarlah Pantun” menggunakan masyarakat dalam satu wilayah yaitu menggambarkan wilayah Indonesia yang diidentikkan dengan padi, sedangkan pada puisi kedua pencipta menggunakan cakupan wilayah yang lebih luas yaitu menggunakan nama-nama daerah di negara Eropa, sehingga cakupan

halaman 12

Secara langsung pantun berpengaruh terhadap pantoum di Perancis. Pada dasarnya, pantoum merupakan tiruan atau saduran dari pantun, karena jika dilihat dari sejarah dan ciri-ciri yang terdapat di dalam pantoum, pantaoum memiliki ciri-ciri yang hampir sama dengan pantun, begitu pula dengan bentuk yang dimiliki oleh pantoum memiliki bentuk yang sama dengan pantun. *** (Red. Dari berbagai sumber)


Cerita-Pendek

Terima Kasih Ayah oleh Enda Fuspitasari

adira berlari penuh semangat. Hatinya bergejolak dan piki pikirannya penuh gemuruh. “Aku akan menghabiskan kitab agar bisa kuliah di negeri 1001 menara itu!” Begitu tekadnya. Nadira melahapnya dengan penuh ambisi. Semakin dekat jarak Nadira dan impiannya ke Mesir, semakin semangat dia mempersiapkan segalanya, “Ayo Dira, jangan nyantai. Jika kamu malas, kapan kamu bisa kuliah? Al-Qur’an ini syaratnya, maka cepatlah”. Ayahnya mengajukan dua pilihan sebagai syarat untuk menembus impian ke Mesir : menikah atau hapal Al-Qur’an 30 juz. Gadis kecil itu memilih yang kedua, walau saat itu pilihan pertama lebih muda. Telah beberapa tawaran untuk menikah, baik melalui ayahnya atau langsung kepadanya. Hari-harinya pun dilalui dengan Al-Qur’an, rangkaian huruf yang terkadang membuatnya takjub, terpikat, atau terpesona. Di lain waktu membuatnya terdiam dan tersedu-sedan. Seakan halaman demi halaman Al-Qur’an adalah lorong labirin yang harus dilaluinya

halaman 13


untuk mewujudkan impian terbesarnya ; Kuliah di Al-Azhar, Mesir! Menara kembar Al-Azhar, pasar seni Hussein, Wisma Nusantara, dan semua bayangan indah seperti yang ia lihat di foto-foto temannya yang sudah lebih dulu ke sana. Satu setengah tahun pun dilalui, dan tibalah doa khatam Al-Qur’an dilantunkan penuh haru oleh Ustadzah Rofiqah. Seketika selaksa haru di dada semakin berkecamuk hingga memenuhi ruang hati. Tiada yang lain di hatinya. Hanya Al-Qur’an. Suara ustadzah Rafiqah semakin terdengar sendu syahdu. Nadira tenggelam dalam munajatnya. Duhai, seperti mimpi aja. Hatinya berbisik bahagia. Bukankah baru kemarin aku menghapal surah al-Baqarah? Atau terbata-bata menghapal surah an-Naba’? Ustadzah Rafiqah melantunkan doa dengan suara yang meninggi dan terisak, terdengar di telinga Nadira seperti suara Syaikh Hani ar-Rifa’i. Semakin meninggi suaranya, semakin menggedor-gedor dinding kenyataan bahwa impian Nadira semakin dekat. Aku akan ke Mesir… Rabb, sungguh, ini semua karena kelebihan yang Kau berikan kepadaku, untuk mengujiku apakah aku pandai bersyukur atau kufur? Ini bukan tentang apa yang telah kuperbuat. Aku ini lemah. Ini murni anugerah-Mu. Bagi-Mu pujian, Ya Rabb. Singkatnya, hari itu dunia dan seisinya tersenyum padanya dan mengatakan, “Kau akan segera menyentuh dinding tebal kampus alAzhar, Nadira! itu impianmu kan? Hari ini kau telah menyelesaikan persiapan tersulit itu. Kau sudah hapal 30 juz Al-Qur’an. Kau layak terbang dan menuntut ilmu di kampus tertua didunia yang penuh

halaman 14


legenda itu!�. Betapa hati Nadira berbungga-bungga, “Allah, betapa besar anugerah-Mu.� Namun musim semi di hati Nadira tak lama. Seminggu sejak Khataman itu berlalu, ayahnya belum juga menyinggung impiannya. Karena ini janji yang harus ditepati oleh ayahnya, setelah syarat berat yang diajukan telah Nadira lalui pula dengan baik. Nadia mulai risau. Ia bertanyatanya kepada ibunya apakah sang ayah pernah berbicara mengenai kepergiannya ke Mesir? Ibunya menggeleng. Bagaimana caranya? Otak Nadira berpikir keras. Dia menyadari hubungannya dengan ayahnya bukanlah hubungan yang hangat. Perlu persiapan penuh untuk mengungkapkan suatu hal penting kepadanya. Apalagi ayahnya tergolong orang yang teliti, hati-hati, dan apik dalam mengambil keputusan. Pertimbangan agama harus menjadi prioritas, tanpa melupakan nilainilai budaya. Maka Nadira mencoba bersabar lebih lama atas diamnya sang ayah. Sambil menunggu sikap ayahnya, Nadira bergerilya sendirian mencari informasi untuk pergi ke Mesir. Diam-diam Nadira mengikuti seleksi beasiswa al-Azhar yang diselenggarakan oleh kementrian Agama. Sialnya, dua kali ikut seleksi, dua kali pula ia gagal. Nadira pun nekat berkeliling kota Jakarta mencari jalan lain kesana, dia menemui biro swasta yang biasa menjadi fasilitator pengantar mahasiswa Indonesia ke Mesir. Sekali lagi semuanya dilakukan Nadira sendiri. Bahkan tak satupun pihak kelurga yang mengetahui hal itu. Nadira bukannya tak menyadari, jika ingin bersandar pada ayahnya, semuanya serba

halaman 15


mudah. Beberapa pejabat teras di Kementrian Agama, termasuk pak menteri, hingga pak Duta Besar RI di Mesir adalah rekan ayahnya. Tapi ini bukan cara-cara Nadira. Dia memilih berjuang dengan jalan yang lebih fair. Hingga lelah itu berujung. Nadira merasa letih berjalan sendiri. Pagi itu dia mengumpulkan segenap menanyakan perihal impian besarnya.

keberanian

untuk

Menghadap ayahnya yang dingin. Pagi yang mendung, beku. Bahkan darahnya seperti berhenti mengalir. Hanya rangkulan ayahnya yang membuat hangat. Rangkulan bisu tanpa suara. Itupun sekejap. Karena ayahnya kembali disibukkkan oleh acara berita pagi dilayar televisi. Tidak ada kata yang terucap darinya. Nadira terdiam. Hanya berbisik, “Bukankah ini waktunya membahas kuliahku? Sang ayah menatap anak gadisnya, lekat. Pandangannya seperti menembus hati. Akhirnya suara berat itu memecahkan keheningan. “Menuntut ilmu itu tidak harus formal, nak. Ilmu di Indonesia juga banyak. Kamu kuliah di sini saja. “Ayah lihat saja sekarang banyak sarjana yang menganggur. Lapangan pekerjaan sempit. Akhirnya banyak dari mereka yang bekerja tidak sesuai dengan ilmu yang diambilnya saat kuliah. Tapi ayah nggak pernah tuh liat, ada papan yang bertuliskan “Lapangan dakwah telah penuh” nggak pernah. Kamu bisa belajar di Indonesia, sambil berkhidmat di medan dakwah. Nadira terpaku mencoba menerka-nerka ke mana arah pembicaraan ayahnya. Kuliah di Indonesia saja? “Bukankah ayah telah menyetujui keinginanku? Aku pun sudah penuhi syaratmu, Yah?” Nadira tidak terima. “Ayah kok gitu…kenapa setelah semuanya dipersiapkan sematang ini? Setelah semua pengorbanan yang telah Dira lalui…?” Semua pertanyaan bernada protes itu tak pernah keluar dari mulutnya. Tapi hatinya bergempa, lalu datang tsunami air mata. Pagi itu langit kota bandung bukan Cuma mendung tapi menangis meraung-raung. Angin pun bertiup lebih liat, beberapa pohon tumbang diterpa angin. Apakah alam ikut menyuarakan perasaan Nadira? Nadira terdiam. Tanpa reaksi. Dia yang duduk tidak jauh dari ayahnya mulai goyah. Rasanya dia ingin meraung-raung saja meminta

halaman 16


belas kasihan padanya. Namun Nadira tetap diam, tertunduk. Memandangi jajaran keramik di bawah kakinya. Tetes-tetes air mata mulai jatuh ke lantai, setelah tak mampu menahan genangan di mata hangat Nadira. Dengan lunglai, ia pamit undur dari hadapan ayahnya. Nadira tak kuasa membendung air mata yang terus mengalir. Ia masuk ke kamarnya. Pintu kamar dikunci rapat-rapat. Nadira tak ingin ayahnya mengetahui betapa dia merasa tersakiti. Hingga saat ini pun, ayahnya tidak mengetahui nestapa di pagi ini. Perasaan telah dikhianati oleh orang yang paling dia hormati. Nadira hanya ingin menangis. Lalu pelan-pelan, sebuah film dokumenter berputar jelas di rongga kepalanya. Saat nadira berusia 14 tahun, jari kelingkingnya dikaitkan ke kelingking temannya, tanda mengikat janji. Lalu keduanya bersama mengikrarkan,”Kami berjanji akan menjadi ahli tafsir dan kuliah di al-Azhar.” Saat berusia 16 tahun, dengan malu-malu Nadira mengutarakan keinginannya untuk kuliah di Mesir itu, di depan saudarasaudaranya, kepada ayah dan ibunya. Ayahnya hanya tersenyum dan berkata,”Berdoa yah, dan mulailah mempersiapkannya dari sekarang”. Saat berusia 17 tahun, kala teman-temannya berjibaku dengan buku-buku SPMB, Nadira dengan bangga membawa kitab Jami’adDurus al-Lughah al-‘Arabiyah kemana-mana. Setiap ditanya oleh siapa pun perihal kuliahnya, Nadira pasti menjawab. “Mau kuliah di Mesir, doain ya…” Maka pikirannya pun harus dibagi dua, satu untuk menyiapkan Ujian Nasional, satu lagi meyiapkan Bahasa Arab. Semuanya terasa ringan bagi Nadira. Impian itu mengalahkan perasaan apa pun. Saat keluar dari SMU, perasaan Nadira semakin bahagia, dia akan menyongsong impiannya! Lalu satu pernyataan yang keluar dari ayahnya, bahwa dia harus menyelesaikan hapalan Al-Qur’an sebelum pergi ke Mesir. Demi tekadnya itu nadira menyanggupinya. “Biarlah, yang penting aku bisa kuliah di sana”. Gumamnya. Satu tahun setengah setelah kelulusannya, studinya jadi tertunda. Pengalaman unik dilalui Nadira saat reuni dengan kawan-kawan SMA nya di sebuah restoran mewah. Mereka hiruk pikuk bercerita bagaimana serunya pengalaman menjadi mahasiswa baru dan segala hal-hal yang berbau kuliah. Sedangkan Nadira yang saat ini belum menginjak bangku kuliah hanya tersenyum menjadi pendengar, hatinya berkata, “Insya Allah sebentar lagi aku pun akan berbagi cerita tentang indahnya Mesir”.

halaman 17


Kini saat usianya 19 tahun, impiannya haruslah telah tercapai. Seharusnya dia telah menyusul temannya yang telah dahulu saling berjanji. Nadira bahkan masih ingat jari kecil sahabatnya itu, muka riangnya, lalu gerak bibir mereka yang serentak membuat janji. Langit terasa runtuh. Tangis pun pecah. Dalam isak tangisnya, tangan Nadira berusaha menulis pesan untuk temannya di Mesir,”Maaf, sahabat, aku tidak bisa memenuhi janji kita. Mungkin Allah belum mengizinkanku untuk menyusulmu. Tapi berjanjilah padaku, kamu akan menjadi ahli Tafsir yang handal mewakiliku”. Malamnya Nadira mengaduhkan persoalannya kepada Pencipta Alam Semesta. Sepertiga malam itu dilewatinya, Nadira berusah mengetuk pintu-Nya. Mengemis agar hatinya terbuka untuk meraih ibrah yang tercecer dalam kesembrautan perasaan. “Apa yang salah dalam impianku? Apakah niatku salah? Dosa apa yang telah aku buat? Mengapa saat semuanya terasa semakin mudah untuk kugapai, Kau malah menjauhkannya?” “Duhai Allah jawablah.” Lalu adzan subuh berkumandang merdu, terdengar syahdu di telinga Nadira. Dia memandang langit subuh dari jendela kamarnya. Pikirannya menembus cakrawala. Pikirannya terbang melintasi samudera, hingga rasanya kini ia sedang berdiri di depan Universitas Al-Azhar. Hatinya tiba-tiba lirih,”Suara azan di sini sangat ramai. Sepertinya aku lebih menyukai adzan di jendela kamarku, lebih khusu’ mendengarkannya.” Nadira kembali kedunianya. Ke pemandangan langit shubuh dari bingkai jendelanya,”Aku harus mulai menerima kenyataan ini”. Salah seorang tokoh yang menginspirasinya adalah KH. Ilyas Ruhyat, Pimpinan pesantren di Cipasung, Tasik. Beliau juga pernah bermimpi kuliah di Mesir. Semua sudah siap, tinggal berangkat saja, tapi ayahnya berkehendak lain. Ayahnya tetap ingin dia di tanah air, membina pesantren miliknya. Kiai patuh tanpa protes, husnudzan dengan instruksi sang ayah. Dan inilah yang terbaik. Subhanallah, pesantren itu mencapai kegemilangannya di bawah kepemimpinan KH. Ilyas dengan kerendahan hatinya. Nadira mencoba meresapi pelajaran ini. Akhirnya Nadira benar-benar kuliah di Indonesia. Impian ke Mesir mulai di kuburnya dalam-dalam. Dan Nadira memang berbuat lebih banyak di sini. Mengukir prestasi di dunia yang jauh lebih indah, dunia dakwah, seperti harapan sang ayah.

halaman 18


Nadira menjadi aktifis dakwah yang teguh. Sumbangan pikiran, jaringan, gagasan dan gerak lincah Nadira banyak membantu temanteman di dunia dakwah. Di sisi lain, hapalan Al-Qur’an Nadira tidak sia-sia. Dia merasakan betapa damainya hidup dalam pelukan petunjuk Al-Qur’an. Bahkan Nadira tak ingin merasakannya sendirian. Semakin banyak orang yang dapat merasakan kedamaian Al-Qur’an, tentu akan semakin baik dan luar biasa. Dia merasakan sendiri, seiring dengan interaksinya yang terus menerus dengan Al-Qur’an, kecintaan itu semakin bertambah. Dia menemukan bahagia setiap mengkaji tafsir, membacanya dari berbagai kitab tafsir dan mengikuti majlis-majlis Al-Qur’an. Semua aktivitas ini membuatnya berpikir lebih mulia, “Apa yang harus ku lakukan agar orang lain ikut merasakan kenikmatan ini?” Nadira percaya banyak orang yang sebenarnya ingin mengkaji AlQur’an lebih dalam tetapi sedikit sekali fasilitator yang ada di bidang ini. Seperti ada fenomena, bahwa Al-Qur’an masih dianggap angker. Bahwa yang layak bergaul dengannya hanya wanita-wanita berjilbab, lelaki yang berjenggot, bersurban, atau bersarung. Padahal selain mereka pun sebenarnya ingin sekali mempelajari Al-Qur’an. Nadira melihat adanya fenomena eksklusivitas antara orang yang berilmu dan orang yang mencari ilmu. Di luar sana, banyak yang ingin belajar tetapi tidak tahu harus kemana. Dibagian lain, banyak orang yang berpotensi mengajar tetapi terlalu menikmati dunianya, sehingga melupakan tuntutan ilmunya yaitu mengajarkannya kembali. Bagaimana caranya agar ada dua kutub ini saling bertemu? Sebuah skenario Ilahi indah bermain, Nadira dipertemukan dengan salah satu santri Almarhum Kiai Ilyas. Segala keresahan itu kemudian dibagi dengan santri ini, lalu darinya pula kemudian muncul ide gemilang itu. Nadira mengumpulkan teman-teman yang satu pemikiran. Mereka berkumpul dan membicarakannya lebih serius. Dan mereka mengikrarkan sebuah tekad ; membentuk satu komunitas bernama Komunitas Pencinta Al-Qur’an (KOMPAQ). Tekad itu sangat kuat sekaligus amat indah, “Bumikan Al-Qur;an, Niscaya Allah Langitkan Hidupmu”. Selanjutnya ide-ide berganti menjadi rencana yang kian matang. Gagasan untuk menembus lembaga pemerintahan, perkantoran, kepolisian, rumah sakit, rumah singgah, anak jalanan, entertainment, para narapidana, bahkan para pekerja seksual. Nadira dan teman-

halaman 19


temannya ingin Al-Qur’an masuk ke semua kalangan. Agar fungsinya sebagai petunjuk bagi seluruh semesta tak menjadi lumpuh. Bagi Nadira, yang terpenting adalah impian yang tinggi, dan Allah akan memeluk impian mereka. Tidak jarang mereka ditertawakan karena terlalu gila menuliskan ide-ide, tidak fokus, bercabang, dan seterusnya. Bahkan oleh salah seorang guru mereka waktu itu pun mereka sempat ditertawakan. “Biarlah. Tertawa. Karena kami punya Allah yang Maha Agung. Dan tangan Allah yang mengarahkan kami”. Satu persatu lahan dakwah terbuka untuk mereka garap. Mulai menjadi Event Organizer pesantren kilat sebuah sekolah elit di Jakarta, mengemas acaranya menjadi ajang bermain yang seru, dan anak-anak tidak sedang belajar Al-Qur’an. Sambutannya sungguh luar biasa. Anak-anak itu ketagihan. Di tempat lain mereka menjadi trainer di acara OSPEK sebuah kampus, Event Organizer acara mukhayyam (perkemahan) Al-Qur’an bagi sebuah lembaga Al-Qur’an ternama di Jakarta. Lalu mereka juga mendirikan lembaga Tahfizh AlQur’an di daerah jatipadang, Pasar Minggu. Sedikitnya 60 mahasiswi tercatat sebagai pesertanya. Allahu Akbar. Tak hanya itu, Nadira dan sahabat-sahabatnya menyelenggarakan sarasehan Al-Qur’an untuk para mantan Pekerja Seks Komersial, yang diasuh oleh departemen social. Subhanallah, sambutan mereka sangat baik, dengan terus terang mereka berkata ingin belajar mengaji, bahkan pengurus dari departemen sosial pun tidak mau kalah. Mereka ingin juga belajar mengaji. Segala puji bagi Allah. Begitulah KOMPAQ menyelenggarakan acara-acara lain seperti seminar, daurah, dan tes klasifikasi Al-Qur’an untuk masyarakat di Jakarta. Di setiap acara, antusiasme peserta selalu tinggi. Mereka mengaku jarang sekali ada acara khusus tentang Al-Qur’an, sehingga sering sekali masyarakat kecewa jika mereka ketinggalan, sehingga tidak sempat mengikuti acara-acara itu. Tentu saja, rintangan-rintangan itu ada. Ada masalah keuangan yang menghimpit, maklumlah ini bukan lembaga profit. Semata-mata berkhidmah untuk Al-Qur’an. Dan perjalanan itu masih panjang. Tapi kebahagiaan yang Nadira rasakan terkadang membuatnya lupa akan keletihan dan rintangan-rintangan itu. Nadira merasakan kenikmatan yang luar biasa di setiap nafas dakwah ini. Hidup terasa lebih bermakna manakala bukan hanya untuk diri sendiri. Inilah sekolah yang sebenarnya. Inilah tarbiyah yang sesungguhnya. Setidaknya, KOMPAQ yang mereka gagas telah berani punya halaman 20


impian, dan mereka telah mempunyai impian itu. Pengakuan dan apresiasi dari banyak pihak tak membuat Nadira dan teman-temannya sombong. Bahkan menjadi pemicu semangat yang cantik. Kegiatan mereka diliput beberapa stasiun televisi, diliput banyak media cetak, dan dukungan mulai dari mana-mana. Malam ini Nadira tersenyum bahagia,”Benar sekali kata ayah, tidak akan pernah ada papan yang bertuliskan ‘Lapangan dakwah telah penuh’ “Terima kasih, ayah. Terima kasih, Allah.” Gumam Nadira. ***

Enda Fuspitasari Nama pena Endah Az-Zahra, lahir di Sungai Rotan, 10 Pebruari 1995. Bermastau!n di Palembang. Facebook/ Twi!er: Enda Fuspitasari / @ EndahScout.

halaman 21


Cerita-Pendek

Pengan!n Bunian karya Dantje S Moeis

halaman 22


nisa terjelepok duduk di tikar, bersandar pada tepi ranjang. nisah Sudah hampir sebulan ini bang Karim, suami Anisah Suda puli pulih kesehatannya. Namun sudah hampir dua bulan penuh, Anisah melewati dingin malam dengan beban kegelisahan. Kegelisahan lazim seorang nyonya muda dalam penantian untuk mereguk anggur nikmat penghangat malam, anggur lezat yang tersedia di cawan Bang Karim. Menjadi tanda tanya besar yang hingga saat ini belum tampak jawabnya bagi Anisah. Enam tahun sudah, Anisah menjalani hidup berumah tangga, berlayar dalam satu biduk menerpa badai, dihempas gelombang, menikmati riak riak kecil lautan kehidupan dan angin segar yang mempertahankan kelangsungan perjalanan biduk rumah tangga mereka. Hampir selama itu pula tiada malam yang terlewatkan bagi mereka berdua untuk menghirup dan menikmati cawan demi cawan anggur malam kenikmatan. Sudah empat orang anak terlahir dari buah kasih cinta mereka, tapi pikiran dan keinginan untuk tetap setiap saat mereguk anggur dari cawan kenikmatan, tak pernah lekang dari pikiran mereka. Tapi kenapa, sejak ditemukannya kembali bang Karim dua bulan lalu, semenjak ia, menurut dukun tuk Jambang, telah dilarikan oleh para Bunian penunggu sawang Cenaku, bang Karim jauh berubah. Berkat ketelatenan Anisah, secara berangsur phisik bang Karim mulai terlihat pulih. Hal ini jelas terlihat oleh siapa saja yang melihat betapa buruknya kondisi bang Karim saat ditemukan. Bang Karim ditemukan berada di dahan batang kempas yang sudah meranggas. Menurut logika dan akal sehat, tak lah mungkin dia dapat memanjat pohon yang sedemikian tinggi dengan lingkar batang lebih kurang delapan pelukan. Rasanya tak mungkin dan sulit diterima akal dia dapat melakukan hal itu tanpa bantuan banyak orang atau alat alat yang diperlukan untuk itu. Sungguh suatu keajaiban. Bang Karim di temukan dalam keadaan memilukan. Tubuhnya, tanpa ditutupi oleh sehelai benangpun, menelungkup memeluk dahan batang kempas, tanda tanda yang menunjukkan bahwa Bang Karim saat itu masih hidup hanyalah, gerakan gerakan pinggulnya yang secara teratur bergerak naik turun, layaknya orang yang sedang melakukan hubungan badan. Tanda tanda lain akan hidupnya Bang Karim saat itu sungguh tidak ada. Tubuhnya pucat seperti mayat. Hanya tulang bersalutkan kulit kering

halaman 23


keriput dan berkudis di sana sini, membangkitkan rasa putus asa bagi yang melihat. *** Aku dengan Bang Karim, walau perbedaan umur kami cukup jauh, tapi persahabatan aku dengannya sangatlah kental, seperti ungkapan masa lalu, “setikar seketiduran, bak keris dengan hulunya.” Begitulah, eratnya hubungan persahabatan kami. Begitu mendengar hilangnya Bang Karim secara misterius dan ditambah lagi dengan ditemukannya mobil yang biasa dikendarainya di pesawangan Cenaku, mempertebal keyakinanku bahwa hilangnya Bang Karim pastilah disebabkan sifatnya yang terlalu suka takkabur. Kesimpulan yang didasari pengalaman pengalaman bergaul dengannya selama ini. *** “Aku tak menyangka Tab, kau Katab yang metropolis, Katab yang lama bermukim di kota besar masih saja percaya kepada hal hal yang berbau mistik.” Katanya dengan nada mencemooh. “Dunia ini milik kita, milik manusia. Apapun yang akan kita lakukan, kita tidak perlu minta izin kepada makhluk jenis lain. Apalagi makhluk yang tak jelas ada dan tidaknya seperti hantu, jembalang, demit, bunian atau yang sebangsanya.” Begitu selalu kata bang Karim, apabila aku berusaha untuk menasihatinya, untuk tidak berkelakuan sembarang di tempat tempat yang ku perkirakan berpenunggu, angker atau keramat yang biasanya dihuni makhluk halus. Ketemberangannya ini sungguh sangat mengerikan menurutku. Walau tidak berharap, namun pada suatu kali, kalau kesombongan atau ketemberangannya ini berlangsung terus, aku yakin Bang Karim akan mendapatkan ganjaran. *** Sudah duabelas orang dukun atau paranormal silih berganti berupaya mencari di mana Bang Karim berada, tentu dengan kemampuan supranatural yang dimiliki oleh masing masing mereka. Namun hanya pada dukun yang ketiga belaslah, suatu urutan angka yang menurut orang banyak dianggap sebagai angka sial namun untuk perihal Bang Karim, angka ini menjadi satu kemujuran. Pada dukun yang ketigabelas inilah titik tik terang tentang keberadaan Bang Karim diawali. Bukan untuk menggagahkan diri, atau keinginan untuk dianggap

halaman 24


berjasa, tapi aku rasa andilku dalam menemukan posisi Bang Karim, walau tidak banyak namun ada. Setengah penekanan aku isyaratkan kepada para pencari untuk tetap melibatkan dukun, orang pandai atau paranormal dalam usaha pencarian Bang Karim. Kepada tuk Jambang dukun, pernah kubisikkan bahwa orientasi pencaharian di titik beratkan ke tempat tempat ataupun benda benda yang diperkirakan berpuaka. Alhamdulillah, entah karena kemampuan paranormal tuk Jambang dukun sangat tinggi dan mungkin juga berkat bisikan informasi pradugaku kepadanya, Bang Karim dapat ditemukan. *** Topik pembicaraan yang selalu mengisi perbualan di kedai kedai kopi, di warung warung lontong, tempat dimana para ibu bergunjing sehabis berbelanja, tidak lagi tentang hilangnya atau telah ditemukannya Bang Karim. Tetapi beralih kebeberapa berita lain yang menjadi lebih hangat. Berita tentang pak guru Drs.Kleon Rajipur yang menghamili murid perempuannya. Tentang mie beracun, tentang maling yang apabila kepergok bisa berubah wujud menjadi kucing, atau binatang lain dan isu isu yang lebih hangat dan menasional, seperti demonstrasi di Dresden dengan Sri Bintang Pamungkas yang diperkirakan pemerintah sebagai tokoh dibalik itu. Isu ini secara otomatis menutupi isu tentang Permadi SH seorang tokoh paranormal kondang di negeri ini, juga banyak isu isu lain yang menenggelamkan berita tentang Bang Karim. Tetapi, bagiku sebagai seorang sahabat kental Bang Karim yang juga secara otomatis menjadi sahabat isterinya Anisah, masalah Bang Karim ternyata belum selesai. Tadi siang, Anisah melalui pembicaraan empat mata denganku, kembali mengeluhkan hal hal yang sama. “Cobalah dik Katab bayangkan,” Anisah memulai pembicaraan, “sebagai seorang yang sudah berkeluarga, sehat lahir batin, tentu dik Katab dapat membayangkan bagaimana kalau seandainya dik Katab diperlakukan oleh isteri dik Katab seperti ini, atau begitupun sebaliknya.” “Perlakuan seperti apa yang kakak maksud?” “Memang selama ini aku tidak pernah menceritakan kepada siapapun hal hal yang menjadi beban penderitaanku lahir batin hingga saat ini. Yang kukeluhkan kepadamu dulu dulu, hanya sebahagian kecil dari kelainan kelainan perilaku Bang Karim, sejak ia hilang dulu. “Jadi? Persoalan apa yang paling mendasar yang menyebabkan

halaman 25


kakak begitu menderita?” Aku begitu antusias menanggapi dan ingin tahu apa permasalahan yang sebenarnya. “Orang lain atau dik Katab sendiripun, aku yakin pasti menganggap Bang Karim sudah sehat seratus persen. Betul kan?” “Betul kak, memang aku menganggap begitu. Mengenai tingkah laku Bang Karim seperti yang kakak keluhkan padaku kemarin kemarin, aku anggap hal itu adalah hal yang mungkin saja terjadi pada orang lain. Aku yakin Bang Karim masih dalam keadaan shock, sehingga pada saat saat tertentu dia akan melamun, hanyut dalam halusinasi dan mengenangkan kejadian buruk yang pernah dialaminya tempo hari.” “Mulanya memang aku berpikiran seperti dik Katab, tetapi semakin hari tingkah laku Bang Karim semakin aneh kulihat.” “Aneh bagaimana kak?” Aku seakan tak sabar ingin mendengar penjelasannya lebih lanjut. “Bagaimana tak aneh, akhir akhir ini hampir setiap lepas tengah malam, Bang Karim secara sembunyi sembunyi membakar kemenyan putih di pedupaan dan di hadapan asap yang membubung itu, dia menangis tersedu sedu, mengungkapkan rasa rindu dan menyebut serta memanggil manggil sebuah nama, Manikamsuri…….. Manikamsuri, berkali kali sampai ia letih dan terkadang tertidur di depan pedupaan.” Aku hanya bisa melongo dan terbingung bingung tanpa dapat mengomentari keluhan kak Anisah. “Dan yang lebih menyakitkan lagi,” Anisah terhenti sejenak berbicara. Seakan ada hal yang berat, yang sebenarnya ia enggan menyampaikan. Tapi dari air mukanya terlihat bahwa beban ini harus ia bagi. Dengan wajah bersemu malu dan kepala yang ditundukkan kak Anisah lanjut berkata, “sudah dua bulan dik, ya…sudah dua bulan Bang Karim abangmu, tidak menyentuhku. Ia seakan tak berminat lagi untuk berhubungan badan denganku.” Anisah menghentikan pembicaraan, sambil menyeka air mata yang mengalir di pelupuk matanya yang indah, dengan bola mata bulat bersinar bak bintang kejora, ia pamit pulang dengan wajah tertekuk menanggung beban penderitaan batin tak terperi. *** Ini baru suatu keanehan, siapapun lelaki itu, yang penting normal lahir batin tentu akan sangat tertarik, melihat sosok penampilan kak Anisah isteri Bang Karim. Walau pada saat ini, dari rahimnya telah

halaman 26


terlahir empat orang putra putri, namun tampaknya rona kecantikan, keelokan bentuk tubuh masih saja menggoda mata lelaki. Kulitnya, walau tidak terlalu putih namun bersih licin bak porselein China. Tak sebuah parut lukapun tampak menodai kemulusan kulit dari tubuh langsing semampai. Rambutnya yang hitam dan sedikit ikal berombak, seakan mengimbangi kecantikan wajahnya yang berhiaskan dua buah lesung pipi, sangat kentara sekali apa bila ia tertawa ataupun hanya tersenyum. Sungguh aneh kalau Bang Karim tidak lagi tertarik kepada Anisah isterinya. Padahal, aku tahu persis bagaimana susahnya, bagaimana ketatnya persaingan persaingan yang di hadapi Bang Karim dulu untuk mendapatkan Anisah hingga menjadi isterinya. Terus terang sampai saat ini, akupun masih mengagumi kecantikan dan keelokan tubuh kak Anisah dan aku tak habis mengerti, mengapa sampai bisa Bang Karim membiarkan Anisah terhempas dalam kesepian kesepian malam panjang yang memilukan. *** Pada suatu kesempatan, dengan rasa berat hati karena hal ini menyangkut masalah yang sangat pribadi dan masalah rumah tangga orang lain. Tetapi didorong oleh rasa kasihan dan tanggung jawab moral kepada Anisah isteri sahabatku, aku upayakan juga untuk mencari jalan keluar yang terbaik. Bang Karim, sebelumnya aku mohon maaf kalau perkataanku nanti akan membuat abang tersinggung.” Aku memulai pembicaraan dengan Bang Karim. “Ah, kau ini ada ada saja. Ada apa rupanya, katakanlah.” “Begini Bang, sebetulnya masalah ini bukanlan masalah yang layak aku campuri.” “Masalah apa rupanya? Kok serius betul kau.” Kata bang Karim menimpali dengan nada sedikit berseloroh dan ini membuat keberanianku untuk mengungkapkan persoalan lebih lanjut. “Kak Anisah.” “Ada apa dengan Anisah isteriku, apa kau naksir dia,” sambil terus berseloroh Bang Karim mencuil pinggangku sehingga sedikit kegelian. “Ah, Abang ada ada saja. Bukan, bukan begitu Bang. Kak Anisah beberapa hari yang lalu mengeluh kepadaku dan keluhannya ini ia sampaikan hanya betul betul kepada aku seorang. Tidak kepada orang lain.”

halaman 27


“Mengeluh? Mengeluh tentang apa?” Bang Karim balik bertanya dan mulai menanggapi serius. Walau resiko bagaimanapun yang akan kuhadapi, namun aku sudah bertekad untuk tetap menyampaikan masalah ini kepada bang Karim. “Kak Anisah mengatakan kepadaku, bahwa akhir akhir ini Abang selaku suami sahnya, telah melalaikan kewajiban abang sebagai suami yang sehat lahir batin.” “Mengabaikan bagaimana?” Bang Karim sedikit tersentak menanggapi akhir kalimatku. “Bukankah segala kebutuhan rumah tangga kami aku penuhi dengan baik. Rumah, mobil, perhiasan, tabungan hari tua di bank dan juga kebutuhan anak anak serta keperluan mertuaku, aku penuhi dengan cukup dan itu semua aku sadari sebagai tanggung jawabku. Apalagi?” Katanya dengan nada tinggi. “Tapi Bang, itu saja saya rasa tidaklah cukup. Ada satu kewajiban yang mutlak harus Abang penuhi. Menurut kak Anisah, Abang terlalu lama membiarkan dia melewati malam malam panjangnya dengan kekosongan yang menjemukan dan malah menyakitkan. Untuk lebih jelasnya, Abang lupa atau mungkin Abang tidak mampu lagi memberikan na$ah batin untuk kak Anisah.” Dengan lantang dan gamblang aku mengutarakan keluhan keluhan yang di derita Anisah selama dua bulan ini. Jelas Bang Karim terkesiap mendengar kata kataku dan aku siap menghadapi kalau kalau Bang Karim menilai yang bukan bukan kepadaku. Bang Karim tercenung. Lama dia baru bisa menaggapi kata kataku. Aku lihat pandangan matanya kosong menatap sesuatu yang tak jelas. Satu demi satu, tetes air mata jatuh membasahi pipinya. Dari wajahnya yang aku lihat akhir akhir ini, tergambar suatu beban penderitaan yang berat menghimpit. Sehingga garis garis ketuaan yang tak semestinya dan seyogianya belum saatnya tergurat diwajahnya yang masih belum seberapa, terlihat mulai muncul di sana sini. “Betul Tab, aku, aku….” Dengan terbata bata ia berupaya mengakui kesalahannya. “Memang aku lalai, sesungguhnya aku sehat kok. Sehat lahir batin, sehat seperti dulu. Tapi tak tahu mengapa, aku rasa ini semua bukan kesalahanku.” “Bukan kesalahan Abang? Tapi Abang mengakui Abang sehat

halaman 28


walaďŹ at. Mengapa Abang siksa Kak Anisah seperti itu? Sungguh aku tak mengerti apa maunya Abang.â€? “Sungguh semua ini bukan kesalahanku. Kau ingat dua bulan lalu. Ketika aku dilarikan oleh mahluk halus, orang bunian penghuni sawang Cenaku. Saat itu mereka mengawinkan aku dengan putri raja mereka. Manikamsuri nama isteriku yang di sana. Seorang bunian cantik yang memberikan aku kenikmatan abadi, kenikmatan rasa gadis perawan setiap saat kami berhubungan badan dan hal yang seperti itu hanya sekali kudapatkan dari Anisah isteriku yang di sini. Ya, hanya sekali saat malam pertama dulu dan setelah itu, hanya Manikamsurilah yang dapat memberikannya setiap saat. ***

ď ‡

halaman 29


Sajak

Selendang Sulaiman Riwayat Pohon Ketapang Seperempat Abad Selendang Mitos Kaum Romatik Sebabak Bir dan Regge Soneta Kasih Sayang Hari Lahir Ke-12 Adikku

Selendang Sulaiman Lahir di Sumenep, Madura 18 Oktober 1989. Puisi-puisinya tersiar di Riau Pos, Padang Ekspres, Majalah Sagang, Jurnal Sastra Santarang dll. Antologi Puisi bersamanya; Mazhab Kutub (Pustaka Pujangga 2010), 50 Penyair Membaca Jogja; Suluk Mataram (MP 2011), Satu Kata Is"mewa (Ombak 2012). Di Pangkuan Jogja (2013) Lintang Panjer Wengi di Langit Jogja (Pesan Trend Ilmu Giri, 2014), Ayat-ayat Selat Sekat (Antologi Puisi Riau Pos, 2014), dan sebagainya.

halaman 30


Riwayat Pohon Ketapang

akan kuceritakan padamu seonggok pohon ketapang sejak ia masih remaja, ia belajar pada pagi dan sore sebabnya, ia sehat, tumbuh subur setiap hari dan malam sampai ia dewasa dengan tubuh yang indah semampai usianya baru lima tahun usia manusia yang berarti limaratus tahun kehidupan pohon batangnya kekar, dahan dan rantingnya kuat serta daun-daunnya rindang permai penuh hijau lama kali musim kemarau dan lima musim penghujan ia lewati dengan kepatuhan penuh cinta semesta saat akar-akarnya menembus zat tanah terdalam tahukah kamu, cintaku, siang yang bergerimis ini daun-daun pohon ketapang itu, menjulurkan cinta bnahwa debu kiriman kelud adalah kasih bumi manusia 25 Februari 2014

halaman 31


Seperempat Abad Selendang

pada seperempat abad kelahiranku, dunia bertanya perihal cita-cita, cinta, dan harapan masa depan diam-diam aku bertanya pada dunia yang cerewet adakah kehidupan berjalan tanpa keyakinan? jiwaku meruncing indera-inderanya yang tumpul akal sehat terangkis dari kabut kerancuan sisi-sisi keyakinan membeningkan sinar pertama disepuh ratusan malaikat dalam diri yang agung wahai kemuliaan yang fana, tunjukkanlah padaku peta beserta sandi-sandi rumit bagi masa depan sebab kini, masa silamku menghardik daya hadup dua puluh lima tahun aku buka mata akan tuhan harmoni dan kebahagiaan yang tampak bayangan sebenarnya sebatas satu pelajaran dari kitab kehidupan 24 Februari 2014

halaman 32


Mitos Kaum Romatik

cinta, impian terakhir orang-orang kuno yang tersisa ia tak lain dari mitos dan takhayul kaum romantik cinta, hanya puisi dan legenda tragis dalam buku tetapi di kehidupankau, cinta adalah keniscayaan 23 Februari 2014

Sebabak Bir dan Regge

tiga gelas bir dengan musik regge warna merah aku tenggelam ke neraka, tempat cinta kita mekar kupikir inilah surga dengan keabadiannya kesejatian cinta dan kita bersati tanpa kasta tiada aturan dan undang-undang pencegah sebab cinta adalah kebebasan manusia kemerdekaan dengan perjuangan dan pengorbanan segala yang dimiliki kehidupan 22 Februari 2014

halaman 33


Soneta Kasih Sayang

kuhafal garis dan lekuk di wajahmu sejak ďŹ trahku tergambar di langit dan bumi darah dan daging kita lahir dari cinta dan berkah tuhan ang satu kita tumbuh dan subur dari tanah gambur padi, jagung, dan ketela gizi utamanya dengan air sumur kita minum dengan teh atau kopi kemudian kita tahu bahwa hidup begitu sederhana namun di luar tanah kita lahir dan tumbuh ada ang hidup seperti monster-monster kejahatan hampir terjadi setiap waktu maka lindungilah tanah kelahiran kita kabarkan pada kehidupan di seberang bahwa khidupan yang nyata begitu sederhana 21 Februari 2014

halaman 34


Hari Lahir Ke-12 Adikku

tanpa lilin di atas kue tar abad dua satu kuucap selamat ulang tahun padamu, adikku tak ada nyanyian ala eropa dan doa basa-basi aku pikirkan engkau sepanjang waktu dari rantau hadiah terbesar yang kupersiapkan padamu kini masih berupa surat atau prosa pebuh cinta kasih aku rindu dan bayang-bayang cita-cita untukmu namun aku seringkali sangsi mencintaimu dari jauh usiamu kini menjelang masa remaja adikku, kampung halaman dan kota pun semakin muda pelajarilah sekian tanda-tanda dunia dari zamanmu aku tidak ingin memilihkanmu apapun dari duniaku sebab duniamu akan lebih terang oleh sinar murni yang terpancar dari jiwa-jiwa ibu-bapak kita 20 Februari 2014

ď ‡

halaman 35


Sajak

Baiq Ilda Karwayu Yang Hatinya sedang Karam Titik Balik Ke�ada�an Sajak Sonnet Selalu Ada Hal yang Belum Tuntas Gaun Puisi Menyambut Kenyataan Mesiat Bursa Kerja Sajak Perjalanan Rose Glass Syndrome Holocaust Andai Aku Menjauh dari Ibu

Baiq Ilda Karwayu Lahir di Denpasar, 10 Juli 1993. Mahasiswa Pendidikan Bahasa Inggris FKIP Universitas Mataram. Puisinya terbit dalam buku Antologi Perempuan dalam Puisi KPPI (2013), Antologi Puisi Perempuan Indonesia Timur (2014), Himpunan Puisi Penyair Perempuan NTB "Taman Pitanggang" (2015). Ak"f dalam kegiatan Pers Mahasiswa. Memperdalam sastra pada Pengajian Sastra Senin Sore, Komunitas Akarpohon, Mataram, Nusa Tenggara Barat.

halaman 36


Yang Hatinya sedang Karam : Afrizal Malna “mengapa ingin menikah?” “karena belum pernah” pun ayah---ibuku tak pernah menjahit kekata sedemikian baku untuk aku yang hatinya sedang karam : “apakah popok tetap tak ubahnya celana dalam?” 2015

Titik Balik Ke”ada”an

ingatanku menabrak wajahmu dalam pigura di ruang tamu ranum angka-angka kalender kita masih gemar menampar bola kasti serupa home-run membuar ktia berlari kencang mengejar titik balik ke”ada”an 2015

halaman 37


Sajak Sonnet

setiap mengaji sajak sonnet rukun iman hanya melahirkan telunjuk kanan dari mulut tuan guru “ee… neneq kaji..” 2015

Selalu Ada Hal yang Belum Tuntas

selalu ada hal yang belum tuntas dari kaki yang terjebak panas —nya sapuan ceramah tamah mamah ramah remah 2015

halaman 38


Gaun Puisi

jangan pakaikan anak-anak katamu gaun puisi hanya akan jadi pupuk bibir-bibir subur di pelupuk percayalah pada janji laporan kedinasan pekerja kantor —ia songket 2015

Menyambut Kenyataan

aku takut menjadi tua dan ker(ip/uk)ut menyambut kenyataan melipat-lipat imaji ke dalam peti mati 2015

halaman 39


Mesiat : mrid

/I/ aku mesiat tanah berubah pekat lebih tajam tombak mata(di)hari kala tanganku—tanganmu termakan paruh pengeras suara masjid di ujung mimpi sang mujahid : sedang mulut tak lagi untuk makan 2015

/II/ kampungku—ombak senggigi sinyal-sinyal telepon genggam jabat-jabatan tangan sekam buah-buah bibir tak teredam jilat-jilatan berang pualam : kita mesiat lagi (nanti malam) ? 2015

halaman 40


Bursa Kerja

/I/ berpasang-pasang mata telah bersalaman di bursa barbie-barbie menyulam tetinta rayu menahan malu meremas brosur-brosur —menjilat ludah yang terlunta— tuhan, mengapa manusia (perempuan) bertekuk lutut pada (man)usia?

/II/ ada iklan produk kecantikan menawariku uang yang diambil dari saku kananku

/III/ sembari menunggu malaikat memilah-milah takdir untukmu aku setia mencatat sejarah singkat : puisi 2015

halaman 41


Sajak Perjalanan : mrid

bagimu kemesraan ialah membaca puisi terseorang indera -ku menyimak rerima matamu memintal sumpah agama 2015

Rose Glass Syndrome

rektorku: rose glass syndrome pemakan edamame pengembala rusa buta : hei, tuhan! kau kecolongan pita kaset indonesia ’65 2015

halaman 42


Holocaust

dekanku: holocaust sarapan pagi dengan sanjungan pasang mulut—tutup telinga —melihat senapan andai surga benar adanya kuharap mulutnya tak menganga 2015

Andai Aku Menjauh dari Ibu

andai aku menjauh dari ibu kantong berkarung hati terkatung termakan debu 2015

ď ‡

halaman 43


Sajak

Irna Novia Damayanti Mengisi Sepi Pelabuhan Para Penyair Hujan Kesekian Hari Masalah Tiga Senyum Senja Purwokerto Transaksi Episode Hujan

Irna Novia Damayan!. Lahir di Purbalingga, 14 September. Seorang mahasiswa di IAIN Purwokerto dan Santri di Pesantren Mahasiswa An Najah. Ak!f di Komunitas Sastra Santri Pondok Pena.

halaman 44


Mengisi Sepi

Bapak Pergi ke hutan Ibu Pergi ke hutan Adik Pergi ke hutan Dan Senyum-senyum mengungsi Seketika sunyi menjadi wajahmu yang kucari di setiap musim kita melahap waktu dan bercumbu Itulah tungku Tempat pembakaran Ketika suasana pahit di telan dan Sajak yang kupesan untuk menjagaku Lemah tak berdaya Terikat oleh tipu laknat Dan dibungkam dengan kelupaan Apakah pantas aku bacakan sepi ini Di hari perhitungan Di dengar oleh semua orang Yang tercipta Kadang aku hanya menjadikan semua batu Ketika kalam Tuhan datang Menyuarakan keadilan An Najah, Maret 2015

halaman 45


Pelabuhan Para Penyair

Di teras sastra dan puisi sedang berkumpul Tanpa peduli waktu-waktu yang lewat Dengan senyum penuh warna Suara gitar dan kata menjadi lahapan pendengaran Ini menjadi pelabuhannya para penyair Yang berlayar dengan sajak-sajaknya Dari berbagai kota Perbincangan yang panjang dan Dalam tarian paling menyita konsentrasi Sampai sapaan pagi tak terdengar Lenyap di telan dinding yang membatas An Najah, Maret 2015

halaman 46


Hujan Kesekian

Di hujan kesekian, setiap rintiknya membawa pertanyaan tentang kepulanganku yang belum tercium beritanya. Dari balik jendela, angin mengabarkan rindu ibu yang terkapar di pelataran doa yang sebelumnya berenang di airmatanya sendiri mencari wajahku sampai ketidakberdayaan menguasai tubuhnya. Di hujan kesekian, kudengar bisik-bisik gapura dan jembatan Sungai Kuripan membicarakan kedurhakaanku yang lama tak mengunjungi tubuh peramu rindu. Ilalang di samping sungai sampai habis suara berteriak memanggil namaku Ikan-ikan sampai tak perduli ketika ada yang berbicara tentangku Semangatku seketika terkubur reruntuhan berita-berita itu . Di hujan kesekian, para padi di depan rumahku, air sungai yang dulu kuajak bermain, dan jalan-jalan yang merekam kisahku menginjak-injak namaku lalu dilempar ke langit dialamatkan rintik hujan kepadaku. Di hujan kesekian arus airmataku mengalir ke samudraNya membawa wajah ibu kubalut dengan doa keselamatan yang terjatuh dari bayang-bayang. Maataku hanya memandang dari jeruji sunyi sebab terikat kewajiban menuntut ilmu. Purbalingga , Maret 2015

halaman 47


Hari

kini hari telah candu sebab pernah kuajak meneguk namamu di Kudus ketika hatinya begitu tandus dan di petak-petak sawah hanya ada luka dan cinta yang terkapar Karena dehidrasi dengan kucuran sayang kekasih namamu lagi namamu lagi yang diminta namun aku membiarkan suara-suaranya hilang diterpa angin Selalu kusuguhkan kalam Tuhan di embun dan sorenya kadang hanya dicicipi, kadang di buang aku takut dia sakit karena kulit dan tulangnya semakin dekat dan di hari nanti hidungnya tak lagi mencium kasturi matanya tak bisa melihat mata cahaya mulutnya, tangannya, kakinya dan wajahnya oh tidak bagaimana aku membuat peringatan sedangkan rindunya selalu membuang segala kata-kata penyelamatan yang kutempel di dinding rumahnya

halaman 48


sekarang dia sedang mengembara menyusuri semak berduri menuju namamu aku tahu dipikirannya tak tergambar peta darah dari tubuhnya telah menetes sebab bau amisnya telah sampai ke hidungku angin, dedaunan, sawah-sawah dan jalan yang kukenal telah kupesan untuk menggagalkan niatnya tapi semua telah di hajar semangat bajanya Pun Tuhan ikut membantuku dengan kasih dan sayangnya tapi hasilnya sewarna dengan segala usaha yang telah tercipta kuaduk-aduk cuaca mencari cara berharap mendapat senjata atau apa pun namun aku hanya membuang waktu kau dimana tolonglah hari-hariku yang sedang menjemput mautnya Kini, Aku menunggumu di pelataran rindu kuharap kau datang dan membawa hariku pulang An Najah, Maret 2015

halaman 49


Masalah

Kesadaranku akhirnya terbangun dan menangis melihat masalah-masalah yang belum sampai pada titik masih tertinggal di koma-koma Aku tersibukan dengan kunjungan wajah yang menyita jiwa, raga, tenaga, airmata rindu dan doaku yang hanya mengajak melahap waktu bersama kebahagiaan semu menjadikan masalah pada koma koma semakin mengganda Di keheninganku Masalah yang dadanya tetulis cinta kepadaku tergopah kakinya sambil membawa amplop doa yang berisi keinginan, memelukku ketika sampai di rumahku. Suaraku menunggu lama jari-jari selesai menghitung amplop-amplop itu. Seketika keikhlasan masalah-masalah menjadi sampan sebab kedua mataku mengalir deras sungai keharuan An Najah, Maret 2013

halaman 50


Tiga Senyum

Di pinggiran tong sampah, tiga senyum memekar indah Yang satu kelopak-kelopaknya mulai senja Yang dua baru memekar memulai menghirup waktu Sebab garis-garis kuncupnya masih pagi “Kehidupan boleh saja tercemar kekejaman zaman Tapi wangi aroma ilahi harus tetap abadi pada diri� Kata pemilik kelopak yang mulai senja Membuatku tak ingin beranjak pergi Sebab mataku selaksa menempel dengan tiga senyum itu Terlalu menikmati awanginya An Najah, 2015

halaman 51


Transaksi

Pasar ramai dengan tipu daya yang Bersembunyi pada timbangan Rupiah hanya diam Mengetahui dosa yang ikut berperan Pada setiap transaksi Sunyiku ingin mengobrak-abrik semua yang Tergambar pada mata Dosa dianggap doa Dilahap mengalir pada nadi Bermukim Pada daging, darah dan menyebar Seharusnya menjadi sambungan nyawa hari esok Bagi wajah yang bahagianya dicuri kekejaman hidup Sunyiku semakin ingin membunuh Dengan segala kekejaman kehidupan Ketika mengalamatkan pinta Memeluk mimpi Malaikat tak bisa masuk sebab Dosa mengunci pintu rizki Seketika rintik senyum turun memadamkan amarah Yang hampir membakar jalan keadilan An Najah, Maret 2015

halaman 52


Episode Hujan

Langit mengabarkan ricik air akan datang Meneteslah kata menetaslah segala kegalauan Di rumah-rumah yang Tuannya sedang bercengkrama dengan kesibukan Malam mengantuk binar udara yang meredup padahal Waktunya menjaga semesta dari Tetesan hujan itu mengantar gigil menyelimutkan kehangatan Lelah yang berkeliaran mendekap tanpa sekat Suara adzan dan langkah di depan rumah berpadu Mengadu pada pemilik semesta untuk Menghentikan rahmat yang tak dipinta Sebab air hujan akan mencuri keindahan buku-buku Buku-buku di ransel yang mendesah Dan tak ada kaki-kaki penghuni surga Mengisi masjid dengan rentetan doa Rajawana, 2015

halaman 53


Senja Purwokerto

Motor-motor semakin kencang membawa keletihan-keletihan ke rumah Berserabut bersama angin berlomba dengan waktu Jalan-jalan hanya memberi nasehat Untuk tidak mempermainkan nyawa Sebab murka akan datang Kapanpun, kesiapapun dan bagaimanapun Jika ketentraman tuannya terusik Mega merah dan suara adzan dari Masjid Baitussalam berpadu Mengetuk setiap hati Ada yang tetap mendengkur Ada yang menjamunya dengan senyum dan syukur Ada pula yang menjadikannya pengingat waktu Ada Tuhan, waktu, keselamatan yang berserabut Pepohonan di alun-alun dengan sunyinya menyaksikan kebingungan Yang berlarian pada jiwa-jiwa yang menangkap isyarat senja An Najah, Maret 2015

ď ‡

halaman 54


Musik

Gaudeamus Igitur

Gaudeamus igitur iuvenes dum sumus Let us, therefore, we yuvenesdum! Karena itu bersenang-senanglah sewaktu kita masih muda

alimat di atas merupakan baris pertama dari lagu Gaudeamus, pertam yang biasanya dinyanyikan pada saat Sidang Guru Besar memasuki ruangan. Menurut sejarahnya, lagu yang diciptakan pada abad pertengahan ini sering dinyanyikan para mahasiswa pada saat minum-minum, yang dicerminkan dari liriknya yang menggambarkan kehidupan mahasiswa yang bebas dan nyaris tanpa beban.

Gaudeamus igitur menjadi salah satu lagu “resmi� yang dinyanyikan sebagai pembuka acara wisuda. De Brevitate Vitae (Dalam Singkatnya Kehidupan), atau lebih dikenal dengan judul Gaudeamus igitur (“Karenanya marilah kita bergembira�) adalah lagu berbahasa Latin yang merupakan lagu komersium akademik dan sering dinyanyikan di berbagai negara Eropa. Di negara-negara Barat, lagu ini dinyanyikan sebagai anthem dalam upacara

halaman 55


kelulusan. Melodi lagu ini terinspirasi oleh lagu abad pertengahan, bishop of Bologna ciptaan Strada. Gaudeamus ini pada zaman dahulu di jerman merupakan lagu perjuangan kebebasan akademi. Liriknya sendiri mencerminkan semangat para pelajar yang tetap semangat meskipun dengan pengetahuan bahwa pada suatu hari nanti kita semua akan mati, seperti terangkum dalam bait pertama pada baris ke-4 dan yang lebih diperjelas lagi pada isi bait ketiga, yang mengandung arti kesadaran akan dekatnya kematian dengan kehidupan manusia di bumi ini. Dengan demikian bukanlah sebuah ‘ajakan’ untuk hidup dalam hedonisme seperti yang sering dituduhkan, hal ini dapat dilihat dari bait kedua dari stanza ini yang secara tersurat dan tersirat berisi pengakuan akan keberadaan alam lain setelah kematian yaitu surga dan neraka Meskipun sering dipakai sebagai ‘lagu pembuka’ acara sebelum bersulang, sebagai sebuah kebiasaan di negara-negara Barat untuk merayakan sesuatu dengan minum bir, anggur, atau sampanye sebagai penghangat diri, lagu ini sendiri bukan dimaksudkan untuk mabuk-mabukkan namun lebih kepada perayaan atas segala keberhasilan yang telah dicapai oleh seseorang, misalnya berhasil menyelesaikan pendidikan. Itulah sebabnya Gaudeamus igitur banyak dipakai di hampir seluruh universitas di dunia dalam acara wisuda.

dinyanyikan sebelum acara minum (bir) bersama untuk merayakan kelulusan. Di negara Belgia dan Belanda, dimana aktivitas minum sambil bernyanyi dianggap lazim, lagu ini menjadi salah satu lagu yang sering dinyanyikan sebagai ‘lagu pembuka’ acara pada pesta para pelajar. Tidak diketahui sejak kapan lagu ini menjadi pengiring ‘pesta-pesta’ tersebut, namun seringkali karena lagu tersebut merupakan lagu yang membuat mereka mengenang akan masa-masa sekolah dan kuliah menjadi alasan lagu tersebut selalu dipilih dalam menemani acara minum. Kebiasaan ini berkaitan erat dengan acara minum bersama pada malam hari setelah acara kelulusan, setelah sekian lama mengikuti kegiatan akademis yang melelahkan, dan para pelajar tersebut mengulangi lagu Gaudeamus igitur yang dinyanyikan sebelumnya oleh paduan suara Universitas untuk merayakan keberhasilan mereka. Kebiasaan inilah yang akhirnya terbawa-bawa dalam acara-acara resmi publik dan acara private lainnya yang membuat lagu ini dikenal sebagai lagu pesta.

De Brevitate Vitae dikenal dengan sebutan “Gaudeamus igitur” atau “Gaudeamus”, yang merupakan kata pembuka lagu ini. Di Britania Raya, lagu ini juga dikenal sebagai The Gaudie.

Di Universitas Indonesia, sudah menjadi tradisi tersendiri untuk menyanyikan lagu ini saat Upacara Pelepasan Wisudawan dan Penyambutan Mahasiswa Baru. Mahasiswa Baru di bawah pelatihan seorang dosen komunikasi dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Agustinus Sudibyo akan menyanyikan lagu Gaudeamus igitur saat petinggi universitas memasuki atau meninggalkan lokasi upacara di Balairung UI. Sedangkan di Institut Kesenian Jakarta ini adalah salah satu lagu wajib yang harus dihafalkan oleh semua mahasiswa baru.

Di negara-negara seperti Italia, Jerman, Belanda, dan Swiss, lagu ini juga sering

Teks yang tertulis di bawah ini merupakan versi Christian Wilhelm

halaman 56


Kindleben yang ditulis pada tahun 1781, dan diterjemahkan ke dalam banyak bahasa, termasuk bahasa Indonesia. Sebagai catatan, kata antiburschius (“anti-mahasiswa”) sebenarnya bukanlah kata asli dari bahasa Latin, melainkan sebuah kata serapan dari bahasa Jerman Bursch atau Bursche, yang berarti “anak muda” atau “mahasiswa”. Ketika dinyanyikan, dua baris pertama dan baris terakhir setiap stanza dinyanyikan secara berulang, sebagai contoh:

Gaudeamus igitur Juvenes dum sumus. Gaudeamus igitur Juvenes dum sumus. Post jucundam juventutem Post molestam senectutem Nos habebit humus Nos habebit humus. Selain itu dalam acara wisuda umumnya lagu ini ‘dipersingkat’ dengan hanya menyanyikan bait kesatu dan bait keempat saja.

La!n

Indonesia

Gaudeamus igitur

Mari kita bersenang-senang

Juvenes dum sumus.

Selagi masih muda.

Post jucundam juventutem

Setelah masa muda yang penuh keceriaan

Post molestam senectutem

Setelah masa tua yang penuh kesukaran

Nos habebit humus.

Tanah akan menguasai kita.

Ubi sunt qui ante nos

Kemana orang-orang sebelum kita

In mundo fuere?

Yang pernah hidup di dunia ini?

Vadite ad superos

Terbanglah ke surga

Transite in inferos

Terjunlah ke dalam neraka

Hos si vis videre.

Bila kau ingin menjumpai mereka

Vita nostra brevis est

Hidup kita sangatlah singkat

Brevi finietur.

Berakhir dengan segera

Venit mors velociter

Maut datang dengan cepat

Rapit nos atrociter

Merenggut kita dengan ganas

Nemini parcetur.

Tak seorang pun mampu menghindar

Vivat academia!

Panjang umur akademi!

Vivant professores!

Panjang umur para pengajar!

Vivat membrum quod libet

Panjang umur se!ap pelajar!

Vivant membra quae libet

Panjang umur seluruh pelajar!

Semper sint in flore.

Semoga mereka terus tumbuh berkembang!

halaman 57


Vivant omnes virgines

Panjang umur para gadis!

Faciles, formosae.

Yang sederhana dan elok

Vivant et mulieres

Juga, hidup para wanita!

Tenerae, amabiles

Yang lembut dan penuh cinta

Bonae, laboriosae.

Jujur, pekerja keras

Vivant et res publica

Hidup negaraku!

et qui illam regit.

Dan pemerintahannya

Vivat nostra civitas,

Hidup kota kami!

Maecenatum caritas

Dan kemurahan ha! para dermawan

Quae nos hic protegit.

Yang telah melindungi kami

Pereat tris""a,

Enyahlah kesedihan

Pereant osores.

Enyahlah kebencian

Pereat diabolus,

Enyahlah kejahatan

Quivis an"burschius

Dan siapa pun yg an! mahasiswa

Atque irrisores.

Juga mereka yang mencemooh kami

Di Indonesia lagu ini di beberapa perguruan-perguruan tinggi yang memiliki tradisi paduan suara yang kuat, seperti di Yogyakarta, Makassar, Pekanbaru, Manado, Medan, Jakarta, Bandung, dan Surabaya. Biasanya, lagu ini dimainkan untuk mengiringi kehadiran jajaran Pimpinan Universitas, Majelis Wali Amanat, Dewan Guru Besar dan Senat Akademik pada upacara penerimaan mahasiswa baru dan upacara wisuda, dan juga menggunakan lagu-lagu lain seperti hymne atau mars universitas setelah lagu-lagu gaudemus dinyanyikan, salah satunya yang paling kental adalah di Universitas Indonesia, Jakarta dan Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta. Ada beberapa juga yang tidak menyertakan lagu ini karena beberapa alasan yang salah kaprah, salah satunya karena

halaman 58

mereka beranggapan lagu gaudemus sangat bernuansa hedonis padahal tidak demikian sebenarnya (karena kurangnya pengetahuan para penerjemah lagu latin ini dan juga kurangnya pengetahuan atas sejarah lagu gaudemus) yang adalah lagu perjuangan para mahasiswa di Jerman. *** (Dari berbagai sumber)

ď ‡


Suluh-Bahasa

Leksikografi

Leksikologi

Leksikografi

Leksikologi (dari bahasa Yunani: lexiko-, “leksikon”) adalah cabang ilmu linguistik yang mempelajari kata, sifat dan makna, unsur, hubungan antarkata (semantis), kelompok kata, serta keseluruhan leksikon. Ilmu ini terkait erat dengan leksikografi yang juga mempelajari kata, terutama dalam kaitannya dengan penyusunan kamus. Secara sederhana, leksikografi disebut sebagai penerapan praktis dari leksikologi.

Leksikografi adalah cabang ilmu bahasa yang mempelajari tentang teknik penyusunan kamus. Kegiatan yang terlibat dalam ilmu leksikografi di antaranya adalah perancangan, kompilasi, penggunaan, serta evaluasi suatu kamus. Pragmatika adalah cabang ilmu linguistik yang mempelajari hubungan antara konteks dan makna. Ilmu ini mempelajari bagaimana penyampaian makna tidak hanya bergantung

halaman 59


pada pengetahuan linguistik (tata bahasa, leksikon, dan lain lain) dari pembicara dan pendengar, tapi juga dari konteks penuturan, pengetahuan tentang status para pihak yang terlibat dalam pembicaraan, maksud tersirat dari pembicara. Alasan Alasan pemunculan pragmatik dalam kurikulum 1984 bervariasi : ·

Praktik, kemampuan / keterampilan bahasa siswa masih kurang; bahasanya berbelit-belit dan banyak didominasi oleh bahasa daerah.

· Karena penggunaan bahasa Indonesia siswa belum baik, maka siswa masih perlu banyak belajar menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar; (3) pencapaian hasil pelajaran bahasa Indonesia belum memuaskan. · Pragmatik melengkapi pelajaran bahasa Indonesia secara utuh. ·

Pragmatik menunjang pencapaian tujuan pelajaran bahasa Indonesia dan selalu ada dalam pergaulan hidup sehari-hari.

·

Pragmatik tidak terlalu kentara dalam pokok-pokok bahasan lain dalam pelajaran bahasa Indonesia.

· Alasan perkembangan bahasa. 1. 1 ilmu tt bahasa; 2 telaah bahasa secara ilmiah; -- deskriptif Ling. 1 bidang linguistik yang menyelidiki sistem bahasa pada waktu tertentu; 2 pendekatan linguistik dengan mempergunakan teknik penelitian lapangan dan tata istilah yang sesuai untuk bahasa yang diselidiki; -- diakronis Ling.. linguistik historis-komparatif; -- historis Ling. cabang linguistik yang menyelidiki perubahan jangka pendek dan jangka panjang dulu sistem bunyi, gramatika, dan kosakata satu bahasa atau lebih; -- historis-

halaman 60

komparatif Ling bidang linguistik yang menyelidiki perkembangan bahasa dari satu masa ke masa yang lain, serta menyelidiki perkembangan satu bahasa dengan bahasa lain; -- komparatif Ling. cabang linguistik yang mempelajari kesepadanan fonologis, gramatikal, dan leksikal dari bahasa yang kerabat atau dari periode historis dari satu bahasa; -- komputasi Ling. Cabang linguistik yang menggunakan teknik komputer dulu penelitian bahasa dan kesusastraan, antara lain, dengan mesin penerjemahan dan sintaksis wicara; -- terapan Ling. Istilah umum bagi pelbagai cabang linguistik yang memanfaatkan deskripsi, metode, dan hasil penelitian linguistik untuk pelbagai keperluan praktis Ringkasan Materi Semester Satu

Linguistik

Umum

Kata linguistik berasal dari bahasa latin “lingua” yang berarti bahasa. Dalam bahasa Inggris “linguistics” sedangkan dalam bahasa jerman “lingustique”. Jadi linguistik adalah ilmu tentang bahasa. Perbedaan spesifik yaitu:

linguistik

umum

dengan

a. Linguistik Mikro yaitu sifat telaahnya sempit/internal, karena khusus mengkaji bahasa tersebut tanpa mengkaitkannya dengan bahasa lain/hanya mengkaji bahasa itu sendiri b. Linguistik Makro yaitu sifat telaahnya luas/eksternal, karena mengkaji bahasa dibubuhkannya dengan disiplin ilmu yang lain. Ciri-ciri keilmuan linguistik terdiri dari: 1. Eksplisit yaitu jelas, tidak bermakna ganda, serta menyeluruh/ajeg dan yang pasti konsisten atau tetap. Contoh: me + siram = menyiram


2. Sistematik yaitu memiliki aturan atau pola. 3. Objektif yaitu apa adanya, sesuai dengan kenyataan. Objek linguistik yaitu: 1. Lisan (objek primer) yang artinya ujaran, ucapan, karena bahasa lisan objektif /apa adanya. 2. Tulisan (objek sekunder) karena bersifat subjektif, maksudnya yang terlihat dan terbaca contoh buku. Hakikat bahasa yaitu: a. Bahasa berwujud deretan bunyi yang bersistem b. Bahasa sebagai alat (instrumentalis), atau mengganti

bahasa sebagai sarananya. 2. Non verbal yaitu komunikasi yang menggunakan non bahasa. Sebagai contoh; lonceng, bedug, warna, bendera. Jenis-jenis linguistik yaitu: a. Jenis linguistik pembidangnya yaitu:

berdasarkan

1. Jenis linguistik umum (general linguitics) artinya ilmu yang mempelajari bahasa secara keseluruhan. Maksudnya adalah suatu jenis linguistik yang mengkaji ciriciri bahasa secara umum. Contoh; morfologi, fonologi, semantic, sintaksis.

Ahli linguistik Perancis “Ferdinand de sawssure� dalam Bukunya “Cours de linguistique general� mengungkapkan 3 istilah linguistic yang terkenal yaitu:

2. Linguistik Terapan (Upplied linguistics) yaitu satu jenis linguistic yang berusaha menerapkan hasil penelitian dalam bidang linguistic untuk keperluan praktis, yang dimaksudkan untuk kepentingan proses bahasa sehari-hari. (untuk memecahkan persoalan berbahasa).

1. Language yang artinya bahasa pada umumnya (abstrak, bahasa milik manusia).

3. Linguistik Teoritis yang artinya sebuah jenis linguistic yang meneliti/mengkaji bahasa itu sendiri saja

2. Langue yamg artinya bahasa tertentu yaitu bahasa nasional /sistem tersendiri.

4. Sejarah linguistik yang artinya uraian kronologis tentang perkembangan bahasa dari masa ke masa.

c. Bahasa bersipat individual d. Bahasa bersipat kooperatif.

3. Parole yang artinya ujaran, ucapan, yaitu konkret (menurut logatnya, (individu) ). - Tautan para digmatik artinya hubungan yang terdapat didalam bahasa namun tidak tampak dalam satuan kalimat.

b. Linguistik berdasarkan sifat telaahnya yaitu: 1. Linguistik mikro artinya linguistik yang sifat telaahnya sempit/internal.

- Tautan sintagmatik artinya hubungan yang terdapat antara satuan bahasa didalam kalimat yang konkret tertentu.

2. Linguistik makro artinya linguistik yang sifat telaahnya uas/eksternal. (mengkaji bahasa dibubuhkannya dengan disiplin ilmu yang lain.

Tahap-tahap proses berkomunikasi yaitu secara:

c. Linguistik berdasarkan pendekatan objek yaitu:

1. Verbal yaitu komunikasi yang menjadikan

halaman 61


1. Linguistik Deskriptif artinya linguistik yang menggambarkan bahasa apa adanya pada saat penelitian dilangsungkan. Dan mempunyai cirri khusus ; menggambarkan apa adanya , menjelaskan apa adanya. 2. Linguistik Historis Komparatif artinya jenis linguistik yang membandingkan dua bahasa/lebih pada waktu yang berbeda. 3. Linguistik Kontranstif artinya jenis linguistik yang membatasi diri pada perbandingan dua bahasa/lebih tapi pada waktu tertentu/satu zaman/satu periode. 4. Linguistik Sinkronis artinya Jenis linguistik yang mempelajari satu bahasa pada satu waktu/satu periode. 5. Linguistik Diakronis artinya jenis linguistik yang mempelajari satu bahasa dari/pada masa ke masa. Tataran Linguistik terdiri dari 4 tahapan yaitu: 1. Fonologi adalah ilmu yang menyelidiki cirri-ciri bunyi bahasa, cara terjadinya, dan fungsinya dalam sistem kebahasaan secara keseluruhan. Contoh; -fonem (satuan terkecil dari bunyi bahasa) ; /L/,/ r/,/b/,/t/ 2. Morfologi adalah ilmu yang mempelajari /menyelidiki bentuk-bentuk kata, perubahan kata, pembentukan kata dan perubahan makna kata akibat terjadinya proses perubahan bentuk kata. Objek kajian dari morfologi adalah; morfem, stem, kata. Contoh morfem; baca (di + baca = dibaca) Kuda (ber + kuda = berkuda) 3. Sintaksis adalah ilmu yang mempelajari tata kalimat (ilmu bahasa yang

halaman 62

membicarakan seluk-beluk kalimat, klausa, dan frase.

wacana,

- Frase ialah dua buah kata /satuan gramatik yang terdiri atas dua buah kata atau lebih yang tidak melampui satu batas unsur fungsional klausa/ kalimat. Contoh; buku itu dibaca, frasenya adalah buku itu. (S) (P) - Klausa ialah satuan gramatik yang terdiri atas subjek, predikat,dan boleh disertai dengan objek pelengkap dan keterangan. Contoh; Saya diperpustakaan

membaca

buku

(S) (P) (O) (K) - Kalimat ialah satuan gramatik yang dibatasi oleh adanya jeda panjang yang disertai naik turunnya nada akhir. Contoh; Sekarang kita harus melompat Melompat? - Wacana ialah satuan gramatik yang bergantung pada cirri konteks atau situasinya. Contoh; 1. Matahari Jakarta serasa di ubunubun 2. Ratusan pemuda bergoyang dalam irama jazz Artinya; membangun koherensi dengan syarat pembaca harus membayangkan mengenai maksud dari kalimat tersebut (ada konser musik jazz saat cuaca panas dan para penontonnya bergoyang.) 4. Semantik ialah cabang sistematik bahasa yang mempelajari makna atau arti. Contoh; 1. Saya membeli jagung (arti jagung disini yaitu makanan)


Umurnya hanya seumur jagung (artinya umurnya pendek). Unsur-unsur bahasa terdiri dari:

menyeluruh, yakni setiap bahasa yang dimiliki di dunia ini mempunyai sifat/ciri dari masing-masing.

maksudnya: lambang_makna_acuan

h. Bahasa itu manusia artinya; dapat dipakai untuk menyatakan sesuatu yang baru berbeda dengan alat komunikasi binatang.

form_ meaning _referent

Teori dan aliran-aliran dalam linguistik

Kuda, sebagaimana kita ketahui bahwa Kuda dapat kita maknai sebagai:

a. Teori Tradisional; yang mendasarkan pada analisis makna. Yaitu:

1. Bentuk (form) 2. Makna (meaning)

- Sejenis binatang - Berkaki empat - Berkuku ganjil - Menyusui - Pemakan rumput, dsb. Sifat-sifat bahasa terdiri dari: a. Bahasa merupakan seperangkat bunyi, bunyi itu bersistem dan dikeluarkan oleh alat bicara manusia. b. Bahasa itu arbiter artinya; hubungan antara bunyi dan wujudnya yang berwujud benda, atau konsep bersifat manasuka. c. Bahasa adalah seperangkat alat lambang, karena bunyi yang dihasilkan oleh alat bicara manusia itu berwujud lambang. d. Bahasa bersifat sempurna maksudnya; bahwa bahasa membawakan amanahnya sebagai wahana komunikasi. e. Bahasa itu produktif artinya; meskipun unsur bahasa itu terbatas tetapi dengan unsur yang jumlahnya terbatas itu terdapat satuan-satuan bahasa yang jumlahnya tidakm terbatas meski secara relative sesuai dengan sistem yang berlaku dalam bahasa itu. f. Bahasa itu unik artinya; mempunyai ciri khas yang spesiďŹ k yang tidak dimiliki oleh orang lain. g. Bahasa itu universal artinya; bersifat

1. Aliran Struktural (aliran taksonomi); aliran ini melihat bahasa dari segi strukturnya. 2. Aliran Skopenhagen; aliran ini memperkenalkan istilah glissematics dalam linguistik. 3. Aliran Praha; aliran ini membahas mengenai hubungan antara fonem dan ciri-ciri pembeda (distinctive features). b. Teori Tagmemik; ada dua hal diantaranya: 1. Perbedaan antara epic dan emic 2. Hirearki tagmemik c. Teori StratiďŹ kasi; teori ini menganggap bahwa bahasa merupakan sistem yang berhubungan d. Teori Konteks; inti dari teori konteks yaitu: - Makna tidak terdapat pada unsurunsur lepas yang berwujud kata, tetapi terpadu pada ujaran secara keseluruhan. - Makna tidak boleh ditafsirkan secara dualis(kata dan acuan)/secara trialis (kata, acuan, tafsiran), tetapi makna merupakan satu fungsi /tugas yang terpadu dalam tutur yang dipengaruhi oleh situasi.; yaitu: Aliran Transformasi (The mit school); menurut teori ini setiap manusia

halaman 63


menggunakan bahasa yang tercermin dalam kalimat-kalimat. e. Teori Semantik Generatif (Abstract Syntax); yakni berpendapat bahwa struktur semantik dan struktur sintaksis bersifat homogen. Untuk menggabungkannya cukup digambarkan oleh satu jenis kaidah, yakni transformasi.

Pimpinan dan Karyawan

f. Teori Kasus; ialah hubungan antara verba dan nomina dalam struktur semantik, yakni verba identik dengan predikat, dan nomina identik dengan argument dalam semantik generatif, hanya argument diberi label kasus. *** (red. Dari berbagai sumber)

Mengucapkan

ď ‡

Selamat Natal dan

Tahun Baru 2016

halaman 64


halaman lxv


halaman lxvi


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.