Shirvano Insight Vol. 2 No. 1: Rural and Communities Development

Page 1

Rural and communities development

Volume 2 Nomor 1 Periode Januari-Maret 2023 ISSN 2986-4135

Content

Other facts Things to expect from rural community development

Current event Desa wisata dan partisipasi masyarakat di Indonesia

Digest

We summarize some of our rural projects, which base on communities development

Activating AgroGeoTourism of Margomarem through local communities empowerment Exploring eco-village development through community development in Sikunang Village

Growing smarter: how Blederan is revolutionizing agriculture with smart development

Wonosari eco-cultural village, harnessing the potential of natural springs

Opinions Margomarem dan pemberdayaan masyarakat Menuju satu dasawarsa UU Desa: mengakselerasi desa melalui pendampingan dan masterplan

From our perspective An Interview: rethinking rural community development Singgih Kartono Desa Wisata Karangrejo

2
Sumber: Fiqri Aziz Octavian, Yannis H, Dikaseva, Claudia Fernández Ortiz | Unsplash
05 06 08 11 14 18 29 32 34 22 26 ISSN 2986-4135
Sumber: Alvian Hasby, Z, Idris R, Fiqri Aziz | Unsplash

Editorial Team

Adviser Retas Aqabah Amjad

Editor

Fadhila Nur Latifah Sani

Writers

Ardhasari Syahputri Hidayat

Dyah Meutia Nastiti

Hasna Munifah

Prisca Bicawasti Budi Sutanty

Syifa Awalia

Layouter

Leony Angela

Instagram @shirvanoconsulting

LinkedIn

SHIRVANO Architecture and Planning

Youtube Shirvano Consulting

Email shirvanoconsulting@gmail.com contact@shirvano.co.id

Website shirvano.co.id

Published by

Maret 2023

3 ISSN 2986-4135
Bukit Pergasingan, Sembalun Lawang, East Lombok Regency, West Nusa Tenggara, Indonesia Sumber: Fajruddin Mudzakkir | Unsplash

Selamat berjumpa kembali Shirvamates !

Dalam perbincangan isu pembangunan wilayah, tentunya tidak hanya melekat pada isu pembangunan perkotaan, namun juga menekankan pada elemen pembangunan perdesaan atau yang kita kenal sebagai rural development. Atas dasar keterkaitan hubungan perkotaan-perdesaan yang erat tersebut, pada edisi kali ini Shirvano Insight akan mengulas lebih jauh mengenai topik Rural and Community Development.

Pada konteks desa-perdesaan kita memahami adanya karakteristik spesifik seperti keragaman bentang alam pertaniankehutanan, sumber mata pencaharian dari sektor pertanian serta keunikan kultur sosial-budaya masyarakatnya. Menilik lebih jauh dari fungsi desa itu sendiri, peran desa-perdesaan juga turut berkontribusi besar dalam suplai pembangunan perktoaan. Hal tersebut mendasari pentingnya kita sebagai perencana dan desainer kawasan untuk menaruh perhatian lebih pada pembangunan kawasan perdesaan.

Pada issue ketiga kali ini, Shirvano Insight akan memberikan beberapa ulasan menarik mengenai pembangunan desa. Kami mencoba mengangkat beberapa pengalaman kami dalam mendampingi desa menyusun master plan dan kegiatan pemberdayaan. Keterlibatan kami tersebut kami ringkas dalam rubrik digest melalui perspektif fasilitator dalam perjalanan pembangunan kawasan desa-perdesaan. Adapun, pada edisi kali ini kami juga mencoba menghadirkan perspektif dari penggerak desa yang sudah malang melintang di dunia tersebut serta pembelajaran dari pada rubrik from their perspective. Kami juga mengutip sedikit banyak pengalaman staf kami yang memiliki pengalaman langsung baik sebagai pendamping desa maupun pernah terlibat dalam kegiatan perencanaan-pendampingan desa pada rubrik opinions.

Kami berharap, Shirvamates dapat mengambil pelajaran penting dari edisi kali ini khususnya dalam meningkatkan kepedulian bagi pembangunan desa. Pesan yang kemudian ingin kami sampaikan adalah bahwa keberlanjutan pembangunan desa menekankan pada kekuatan dan kapasitas sumber daya manusia serta kelembagaan. Untuk itu, segala perencanaan desa alangkah lebih baiknya jika kemudian disertai pendampingan desa sebagai wujud pemberdayaan dan keberlanjutan pembangunan. Konteks spasial rural akan selalu melekat erat pada communities development. Sebagaimana halnya, membangun desa adalah sama dengan membangun masyarakatnya.

Demikian kami hadirkan Shirvano Insight kali ini dalam upayanya untuk turut berkontribusi dalam upaya pembangunan desa dan wilayah sekitarnya. Nantikan edisi berikutnya dalam perspektif isu pengembangan wilayah perkotaan-perdesaan serta isu-isu menarik lainnya.

Writer: Dyah Meutia Nastiti

INTRODUCTION
Sumber:  Wahyu Widiatmoko | Pexels Sumber:  Dikaseva | Unspalsh
4
Bapak Singgih Kartono Desa Wisata Karangrejo

Expounding rural community development

Kepmendagri 050-145/2022 melaporkan bahwa Indonesia

memiliki 8.506 kelurahan dan 74.961 desa1 yang terbagi dalam 4 klasifikasi yaitu maju, berkembang, tertinggal, dan sangat tertinggal. Desa-desa yang termasuk dalam kategori tertinggal dan sangat tertinggal sebenarnya memiliki potensi sumber daya yang tidak kalah dengan desa lainnya, hanya saja belum dimanfaatkan secara optimal. Oleh karena itu, diperlukan optimalisasi potensi desa dengan melibatkan partisipasi masyarakat dan dukungan dari stakeholder secara proporsional untuk mencapai pembangunan nasional berkelanjutan. Sumbangsih pembangunan desa telah memberikan kontribusi sebesar 74% dalam pencapaian program SDGs nasional dengan komitmen untuk menyejahterakan masyarakat, meningkatkan kualitas pendidikan, kesehatan, lingkungan, sumber daya masyarakat desa, atau berbagai poin dalam SDGs Nasional2.

Keterangan Maju Berkembang Tertinggal

Sangat tertinggal

Diagram Jumlah Desa dan Klasifikasinya

Sumber: Mariyadi (2023), Desa Mandiri di Indonesia: Meninjau Hasil Dan Tantangan, Updesa,

Oleh karena itu, diperlukan perencanaan pedesaan yang komprehensif3, mencakup pengembangan pertanian dan sumber daya alam seperti mineral, hutan, perikanan, dan lanskap, serta konservasi; yang juga meningkatkan akses masyarakat perdesaan ke infrastruktur, pendidikan, perumahan, dan fasilitas pendukung lainnya. Hal ini selaras dengan tujuan pembangunan desa, yaitu untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan kualitas hidup manusia serta penanggulangan kemiskinan, sesuai dengan Undang-Undang

Nomor 6 tahun 20144, dengan melalui pembangunan ekonomi dan memperkecil kesenjangan pendapatan. Dengan demikian, jika pembangunan desa berhasil, desa akan menjadi desa maju yang ditandai salah satunya dengan meningkatnya indeks pembangunan desa.

Why is rural development and rural community development important?

Rural development menyangkut usaha merubah nilai ekonomi dan sosial untuk mendorong konsep retensi, pertumbuhan, danperluasan sebuah wilayah dengan tujan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat rural8. Untuk mencapai tujuan ini, dilakukan program-program penyelesaian masalah yang dihadapi oleh masyarakat perdesaan, yang bertujuan membantu masyarakat desa memperkuat diri serta meningkatkan potensi mereka. Usaha-usaha inilah yang disebut sebagai rural community development, yang memiliki tiga komponen penting yaitu kesadaran akan potensi desa, partisipasi masyarakat, dan peran pemerintah serta kerjasama dengan NGO dan swasta.

Proses rural community development melibatkan berbagai pendekatan dan kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan mata pencaharian masyarakat pedesaan. Salah satu contohnya adalah pengembangan Pasar Papringan yang dilakukan oleh masyarakat desa dengan dimotori Komunitas Spedagi. Proyek ini melibatkan partisipasi masyarakat dari perencanaan hingga pelaksanaan untuk meningkatkan pemahaman mereka terhadap manfaat kegiatan dan dampak positifnya terhadap perekonomian mereka3.

Saat ini, tantangan yang dihadapi oleh mayoritas desa di Indonesia yang masih dalam tahap berkembang adalah keterbatasan kemampuan memanfaatkan sumber daya alam yang dimilikinya secara optimal5. Oleh karena itu, pendekatan community development menjadi penting dalam mengembangkan desa, sebab desa memiliki hubungan erat dengan masyarakatnya dalam konteks spasial sehingga pengelolaan sumber daya alam di desa sangat bergantung pada kemampuan SDM yang ada dalam mengelolanya. Untuk itu, community development yang memprioritaskan partisipasi masyarakat dalam proses pengembangan desa serta

meningkatkan kemampuan dan keterampilan SDM desa secara berkelanjutan menjadi cara pengembangan desa yang paling rasional. Dengan demikian, program rural community development dapat membantu memperkuat ekonomi pedesaan dan mengembangkan desa secara berkelanjutan di Indonesia.

WHAT AND WHY 1
2 Kominfo, P.
2020):
74
A
3 Dewanti, R A
A
2021
Papringan di Dusun Ngadiprono Desa Ngadimulyo Kecamatan Kedu Kabupaten Temanggung, Solidarity, vol. 10(1) 4 Ratnadila, N.S. (2018): Perencanaan Skenario untuk Pembangunan Desa Tertinggal: Sebuah Telaah Kritis, Jurnal Penyuluhan Perikanan dan Kelautan, vol. 12(2), hal. 116 117 5 Jumlah Desa
Banten Atkinson, C L. (2017) Rural Development. In: Farazmand, A . (eds) Global Encyclopedia of Public Administration, Public Policy, and Governance. Springer, Cham.
Lokomedia.web.id (2022): Kemendagri Mutakhirkan Kode, Data W ilayah Administrasi Pemerintahan dan Pulau di Seluruh Indonesia, Ditjen Bina
Administrasi Kewilayahan Kemendagri
(
Kontribusi SDGS Desa
Persen
tas pencapaian Nasional, Website Resmi Kementerian Komunikasi dan Informatika RI
. dan Gustaman, F
. (
):
Partisipasi Masyarakat dalam Pengembangan Pasar W isata Berkembang
B
erdasarkan Indeks Pembangunan Daerah Menurut Kabupaten/kota di provinsi banten. (2022):
Datasets
5
Sumber:  Alvian Hasby | Unsplash Writer: Ardhasari Syahputri Hidayat

OTHER FACTS

Things to expect from rural community development

Sebuah produk perencanaan spasial tidak hanya menggambarkan struktur tata letak umum daerah tersebut, tetapi juga harus dapat mencerminkan karakter lingkungan, ruang, budaya, dan tradisi dengan beragam keunikan dan keberagaman1. Dalam konteks perdesaan, karakter-karakter tersebutlah yang akhirnya akan menjadi identitas dari sebuah perdesaan. Lingkungan perdesaan memiliki daya tarik dan keunikan tersendiri yang senantiasa tergambarkan sebagai lingkungan asri yang memiliki hubungan harmonis dengan masyarakatnya. Tak terkecuali pada pembangunan lingkungan perdesaan, masyarakat turut memiliki peranan penting dan perlu didukung dengan pendekatan pengembangan masyarakat. Pengembangan masyarakat diupayakan sebagai motor penggerak pembangunan desa agar memiliki sumber daya manusia yang unggul. Pengembangan masyarakat lebih fokus pada interaksi manusia dalam batas geografis tertentu, sementara pengembangan perdesaan lebih mengadopsi perspektif ekologis. Pendekatan pengembangan masyarakat ini ternyata pertama kali diperkenalkan di Nepal pada tahun 1951 dengan nama Pengembangan Desa. Pembangunan desa dibangun berdasarkan aspirasi manusia dan memiliki banyak dimensi: ekonomi, sosial, politik, dan intelektual2.

Ciri khas dari pengembangan masyarakat adalah partisipasi dari masyarakat itu sendiri dalam upaya untuk meningkatkan taraf hidup mereka dengan mengandalkan sebanyak mungkin inisiatif mereka sendiri; ditambah penyediaan layanan teknis dan lainnya dengan cara yang mendorong inisiatif, swadaya dan bantuan timbal balik, serta membuatnya lebih efektif2. Di Indonesia, kebijakan mengenai pembangunan desa dan pengembangan masyarakat sendiri telah diatur pada Undang- Undang No.6 Tahun 2014 yang mencakup segala sesuatu mengenai desa. Undang-Undang ini pun mengatur kebijakan mengenai pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat desa. Bahkan, telah disebutkan jelas pada Undang-Undang ini tepatnya pada Bab I Pasal I No.8 bahwa pembangunan desa adalah upaya peningkatan kualitas hidup dan kehidupan untuk sebesar besarnya kesejahteraan masyarakat desa. Yang mana semakin menguatkan bahwa keterlibatan masyarakat sangat vital bagi pembangunan desa itu sendiri. Selain Undang-Undang tersebut, pada tahun 2020, telah disahkan kebijakan terbaru berupa Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia No.21 yang diharapkan semakin meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelaksanaan pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat desa.

Sustainable Development Goals menjadi arah kebijakan pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat desa yang turut tercantum dalam Permendes tersebut. Idealnya, pemberdayaan masyarakat desa dapat didampingi oleh profesional dan program yang dilaksanakan berupa pengembangan kapasitas masyarakat yang meliputi penegakan hak dan kewajiban desa serta masyarakatnya, penguatan desa dinamis, dan penguatan budaya desa yang adaptif sebagaimana telah disebutkan dalam Permendes. Pengembangan kapasitas masyarakat dapat dilaksanakan dengan metode pendidikan pelatihan, pembelajaran, penyuluhan, dan pendampingan desa. Program pelatihan tersebut dapat mengambil fokus pada peningkatan pengetahuan, keterampilan, serta sikap masyarakat untuk mencapai Sustainable Development Goals desa.

3. 10.3126/opsa.v3i0.1076. Occasional Papers in Sociology
- Volume 3, 1993 6
1 Poerwoningsih, D., Antariksa, Setyo Leksono, A., & Wahid Hasyim, A. (n.d.). Integrating visibility analysis in rural spatial planning (Vol. 227). Procedia.
[https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2016.06.153] 2 Pyakuryal,
Kailash. (2008). Community Development as a Strategy to Rural Development. Occasional Papers in
Sociology and Anthropology.
and Anthropology
Foto pelatihan keterampilan masyarakat Kelurahan Semampir Sumber: Syamsul Akbar | probolinggokab.go.id Writer: Hasna Munifah

Dasar dari pemikiran pemberdayaan masyarakat ialah untuk memajukan kemampuan masyarakat desa untuk mengelola secara mandiri komunitasnya. Pemberdayaan masyarakat  perlu memprioritaskan partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan keputusan sekaligus mengembangkan kontrol publik atas implementasi dari keputusan-keputusan publik3. Dalam pelaksanaannya, kegiatan pemberdayaan masyarakat memerlukan rencana dan tahapan yang terstruktur agar kegiatan yang dihasilkan pun dapat berjalan dengan baik dan menghasilkan kegiatan yang bermanfaat bagi masyarakat. Menurut (Adi, 2013) tahapan dalam proses pengembangan masyarakat, yaitu:

Tahapan persiapan (engagement)

Tahapan pengkajian (assessment)

Tahapan perencanaan alternatif kegiatan (planning)

Tahap formulasi rencana aksi (formulation action plan)

Tahap implementasi kegiatan (implementation)

Tahap evaluasi (evaluation)

Tahap terminasi (termination)

Ketujuh tahapan di atas merupakan proses siklus yang dapat berulang guna mencapai perubahan yang lebih baik, terutama setelah dilakukan evaluasi proses (monitoring) terhadap pelaksanaan kegiatan yang ada. Siklus juga dapat berbalik di beberapa tahapan yang lainnya, misalnya ketika akan memformulasikan rencana aksi, ternyata petugas dan masyarakat merasakan ada yang ganjil atau perkembangan baru di masyarakat sehingga mereka memutuskan untuk melakukan pengkajian kembali (reassessment) terhadap apa yang sudah dilakukan sebelumnya3.

Dilihat dari tahapan-tahapan diatas, pemberdayaan masyarakat merupakan proses yang berkelanjutan, dan untuk sampai pada titik keberhasilan perlu memperhatikan dampaknya pada indikator-indikator tertentu. Untuk mengetahui pencapaian tujuan pemberdayaan secara operasional, maka perlu diketahui berbagai indikator keberdayaan yang dapat menunjukkan seseorang atau komunitas sudah tergolong berdaya atau tidak. Keberhasilan pemberdayaan masyarakat dapat dilihat dari indikator keberdayaan yang menyangkut kemampuan ekonomi, kemampuan akses kesejahteraan, dan kemampuan kultur serta politis. Ketiga aspek tersebut dikaitkan dengan empat dimensi kekuasaan, yaitu: ‘kekuasaan di dalam’ (power within), ‘kekuasaan untuk’ (power to), ‘kekuasaan atas’ (power over) dan ‘kekuasaan dengan (power with)3.

Pemberdayaan masyarakat desa merupakan upaya meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat desa melalui penetapan kebijakan, program, dan kegiatan yang sesuai dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat desa. Pemberdayaan juga menjadi sarana untuk menstimulasi, mendorong maupun memotivasi masyarakat agar mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan apa yang menjadi pilihannya, yang pada akhirnya akan bergerak selaras dengan pembangunan desa.

3
Purbantara, A., Mujianto.  (2019). Modul KKN Tematik Desa Membangun Pemberdayaan Masyarakat Desa. Badan Penelitian dan Pengembangan, Pendidikan dan Pelatihan dan Informasi Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi.
1 2 3 4 5 6 7
7

CURRENT EVENT

Desa wisata dan partisipasi masyarakat di Indonesia

Pengembangan desa wisata di Indonesia telah berkembang pesat sejak program Visit Indonesia diluncurkan pada tahun 2007 oleh pemerintah1. Perkembangan ini menunjukkan bahwa pariwisata di Indonesia semakin berkembang dan semakin maju, termasuk desa wisata yang merupakan hasil dari program pengembangan desa. Untuk mencapai itu, partisipasi aktif seluruh komponen masyarakat dalam proses pengembangan desa sangatlah penting. Melalui pendekatan partisipatif yang memfasilitasi inisiatif masyarakat desa, masyarakat diajak untuk menjadi penggerak utama dalam perubahan dan memiliki tanggung jawab terhadap seluruh proses pengembangan. Dalam hal ini, partisipasi masyarakat akan mendorong pemberdayaan yang dapat berdampak pada kesejahteraan ekonomi masyarakat.

Pasar Papringan

Mengenal Pasar Papringan

Berbeda dengan pasar pada umumnya, Pasar Papringan merupakan pasar tradisional yang menerapkan prinsip keberlanjutan lingkungan, mengambil inspirasi dari gaya hidup nenek moyang yang memanfaatkan bahan-bahan alami. Dalam pasar ini, penggunaan plastik dilarang dan pengunjung diharuskan menggunakan keranjang dari anyaman bambu serta peralatan makan yang terbuat dari bahan alam2. Masyarakat Ngadiprono mempersiapkan pasar yang menggunakan sistem bongkar pasang satu minggu sebelum pelaksanaan. Konsep tradisional dan penggunaan uang pring sebagai alat transaksinya menjadi daya tarik yang unik dan menarik. Dengan keunikan ini, Pasar Wisata Papringan mampu menarik minat para pengunjung sehingga dapat memberikan kontribusi positif bagi pertumbuhan ekonomi dan pendapatan daerah dari sektor pariwisata2.

Partisipasi aktif masyarkat Ngadiprono

Pasar Papringan adalah sebuah kegiatan pengembangan yang dibangun di Dusun Ngadiprono, Desa Ngadimulyo, Kecamatan Kedu, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah. Kegiatan ini merupakan hasil kepekaan dari organisasi non-pemerintah untuk meningkatkan nilai hutan bambu & pemberdayaan masyarakat. Kegiatan ini dibuat oleh organisasi non-pemerintah untuk membantu menemukan potensi dan memecahkan permasalahan masyarakat setempat. Komunitas Spedagi membantu masyarakat dalam mengikuti program pemberdayaan, yang mana kegiatan ini pada awalnya dilakukan dengan pembiayaan mandiri tanpa bantuan pemerintah. Seluruh proses pengembangan Pasar Papringan berjalan secara mandiri dengan partisipasi aktif masyarakat2.

1 Syarifah, R. dan Rochani, A. (2021): Studi Literatur: Pengembangan Desa Wisata Melalui Community Based Tourism Untuk Kesejahteraan Masyarakat, Jurnal Kajian Ruang, vol.1(1) 2 Istianah, D.A. dan Nihayatuzzain, N. (2020): Intervensi Komunitas Spedagi dalam Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Berbasis Potensi Lokal di Pasar Papringan Temanggung, Amalee: Indonesian Journal of Community Research and Engagement, vol. 1.
8
Foto suasana Pasar Papringan Sumber: Frista | discoveryourindonesia.com Writer: Ardhasari Syahputri Hidayat

Desa Wisata Pentingsari

Keberhasilan Desa Pentingsari

Desa Pentingsari yang terletak di Umbulharjo, Sleman, DIY, merupakan desa berprestasi yang telah memperoleh beragam penghargaan. Di antaranya adalah Best Practice Tourism Ethics

dari UNWTO pada 2011, Green Bronze Benefit Economy Category pada ISTA 2017, Juara II Festival Desa Wisata

Kabupaten Sleman Tahun 2018 untuk Kategori Desa Wisata Mandiri, Green Destination Award Netherland Nomination 2019, dan yang baru saja diraih pada tahun ini yaitu, Penghargaan

Pariwisata Berbasis Masyarakat Terbaik se-ASEAN 20233. Banyaknya prestasi yang diraih ini adalah berkat komitmen dan partisipasi masyarakat.

Transformasi menjadi desa wisata

Pada mulanya, Desa Pentingsari adalah desa yang kondisi ekonomi masyarakatnya relatif rendah dengan mayoritas mata pencaharian penduduk sebagai petani. Namun, pendapatan yang hanya mengandalkan hasil pertanian dirasa tidak cukup karena hasil panen tidak selalu dihargai dengan baik oleh pasar4. Menyadari hal itu, masyarakat terdorong untuk mengubah keadaan desa mereka dan mulai mencari ide bagaimana membangun desa dengan tetap mempertahankan tradisi dan kearifan lokal yang ada. Keputusan untuk menjadikan desa Pentingsari sebagai desa wisata dilatarbelakangi keyakinan bahwa melalui desa wisata akan dapat mengakomodasi semua komponen masyarakat untuk aktif bergerak sebagai subjek dan bukan hanya sebagai objek5.

Dalam pengembangannya menjadi desa wisata, masyarakat Pentingsari melihat daya tarik utama yang dimiliki yaitu kondisi alam dengan keanekaragaman vegetasi yang masih terjaga dengan baik dan kehidupan masyarakat khas pedesaan. Hal ini kemudian dikemas dalam bentuk atraksi wisata berupa kegiatan live in6. Wisatawan dimungkinkan untuk mengikuti kegiatan tuan rumah dan kegiatan kelompok berbasiskan pertanian (mengolah kopi, dan atraksi pertanian), petualangan (outbond, kemah, dan trekking), seni dan budaya (atraksi menari, gamelan, membatik, membuat makanan tradisional, membuat wayang rumput dan janur), maupun kegiatan sosial kemasyarakatan6. Atraksi wisata live in ini akhirnya menjadi daya tarik yang mampu menarik minat wisatawan. Berdasarkan penuturan Kepala Bidang Pemasaran Pariwisata Dinas Pariwisata Kabupaten Sleman, Kus Endarto, dalam TribunJogja, okupansi penginapan di Desa Wisata Pentingsari pada saat ini menyentuh 90% pada tahun 20237. Hal ini tentu saja menjadi dampak positif pada peningkatan perekonomian masyarakat Pentingsari serta melestarikan

keanekaragaman alam dan budaya lokal.

Manfaat

wisata bagi lokal

Dalam pengelolaan desa wisata, masyarakat terbagi ke dalam kelompok-kelompok kegiatan wisata sesuai dengan kapasitas yang dimiliki. Adapun kelompok tersebut terdiri dari penyedia homestay, pemandu wisata, pemandu atraksi kesenian, homeindustry makanan, kerajinan, dan konsumsi6. Dapat disimpulkan, bahwa keterlibatan partisipasi masyarakat lokal dalam kegiatan wisata sangat besar. Partisipasi yang besar tersebut disertai dengan pembinaan dan penyelenggaraan berbagai pelatihan. Hal ini ditunjang oleh kerjasama dengan pihak swasta, melalui program CSR salah satu bank kenamaan di Indonesia yang ambil andil dalam pengelolaan sarana prasarana dan SDM Desa Pentingsari sebagai salah satu desa wisata binaan pada tahun 20156. Alhasil, Desa Wisata Pentingsari dapat memberikan manfaat bagi masyarakat secara material dan non material. Secara material yaitu, meningkatkan ekonomi, pembangunan desa yang lebih baik, dan mengurangi pengangguran. Sementara manfaat non materialnya berupa peningkatan kapasitas pengelolaan wisata, pelatihan pelayanan, manajemen organisasi, pengelolaan keuangan, serta teamwork antar warga yang solid8. Secara keseluruhan, keberadaan Wisata Pentingsari telah membawa banyak manfaat bagi masyarakat lokal, termasuk mengubah pola kehidupan mereka dan meningkatkan kesadaran akan pentingnya industri pariwisata. Dengan semakin banyaknya kunjungan wisatawan, diharapkan bahwa masyarakat akan semakin termotivasi untuk menjadi tuan rumah yang baik dan memberikan pengalaman wisata yang tak terlupakan bagi setiap tamu yang datang ke desa mereka.

]

4 Admin. (2023): Pengembangan Desa Wisata Pentingsari dalam Perspektif Partisipasi Masyarakat, Penelitian Pariwisata RIPPDA [https://penelitianpariwisata.id/pengembangan-desa-wisata-pentingsari-dalam-perspektifpartisipasi-masyarakat /]

5 Zaroh, E.C. (2022): Dampak Desa Wisata Pentingsari terhadap Kondisi Ekonomi Masyarakat di Dusun Pentingsari Desa Umbulharjo Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman, Society: Jurnal Jurusan Tadris Ilmu Pengetahuan Sosial, vol. 13(1), hal. 28 34 6 Wahyuni, D. (2019): Pengembangan Desa Wisata Pentingsari, Kabupaten Sleman dalam Perspektif Partisipasi Masyarakat, Aspirasi: Jurnal Masalah-Masalah Sosial, vol. 10(2) 7 Rukmana, N.I. (2023) Desa Wisata Pentingsari Raih Penghargaan Pariwisata Berbasis Masyarakat Terbaik Se-ASEAN, [https://jogja.tribunnews.com/2023/02/06/desa-wisata-pentingsari-raih-penghargaan-pariwisataberbasis-masyarakat-terbaik-se-asean] 8 Admaja, T.K., Oktiva, A.

3
Okezone. (2019) Sempat Porak-poranda, Desa Wisata Pentingsari Kini Tumbuh dan Raih Banyak Prestasi [https://news.okezone.com/read
/2019/07/16/1/2079692
/sempat-porak-poranda-desa-wisata-pentingsari-kinitumbuh-dan-raih-banyak-prestasi
dan Suwarjo, S. (2021) Desa Wisata Pentingsari Upaya Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan Desa Wisata,  Jurnal Manajemen Publik & Kebijakan Publik (JMPKP), vol. 2(2), hal. 44–45
9
Sumber: Pengurus Desa Wisata Pentingsari

Desa Bayung Gede

unikan Desa Bayung Gede

Desa Bayung Gede terletak di Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, dianggap sebagai desa tertua yang menjadi induk dari desa-desa kuno lainnya di Bali, seperti Desa Penglipuran, desa wisata yang telah mendunia9. Desa ini memiliki budaya yang identik dengan Bali kuno dan tidak dapat ditemukan di desa lain10. Sejak era penjajahan pada tahun 1940-an, Desa Bayung Gede telah menjadi daya tarik bagi wisatawan asing karena budayanya yang unik. Margaret Mead dan suaminya, Gregory Bateson, keduanya adalah antropolog terkenal yang tinggal di desa tersebut selama beberapa waktu dan menulis karya tentang Desa Bayung Gede yang dimuat dalam majalah ilmiah The Yale Review (1940) dan The American Scholar (1942) yang memperkenalkan Desa Bayung Gede kepada dunia11. Pada tahun 2010, Desa Bayung Gede menjadi pilot project pengembangan desa dan pemberdayaan masyarakat berbasis pariwisata budaya, serta menjadi desa wisata percontohan oleh Program Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM) yang juga memberikan bantuan dan fasilitas penunjang untuk membantu pengembangan desa tersebut12.

Ciri khas yang menjadi daya tarik wisatawan

Mayoritas pengunjung yang datang ke Desa Bayung Gede tertarik dengan budaya dan tradisinya yang unik. Hal itu secara tidak langsung memiliki dampak positif terhadap pariwisata di Desa Bayung Gede, terutama pada setra ari-ari13. Setra ari-ari (pengutangan kau) atau tempat penguburan khusus untuk bayi yang baru lahir adalah ciri khas Desa Bayung Gede11. Ari-ari bayi tersebut digantung di pohon bukak, dibungkus dengan tempurung kelapa, dan tidak dikubur di pekarangan rumah seperti di desa-desa lainnya11. Selain itu, pelestarian tatanan adat termasuk pola permukiman dan arsitektur rumah masyarakat juga merupakan aset yang mampu menarik wisatawan.

Desa Bayung Gede memiliki tatanan khusus dari struktur desa tradisional yang menampilkan ciri khas pedesaan dengan unsur budaya yang kuat14. Pekarangan desa diatur oleh penjuru adat14 dan rumah masyarakatnya terbuat dari bambu dinamakan rumah taboan karena bentuk rumah yang berkerumun seperti sarang lebah10. Cycling tour dengan mengunjungi obyek wisata setra ariari dan berkeliling melihat pemukiman kuno masyarakat desa15. Hal ini juga didukung dengan aksesibilitas dan infrastruktur yang mendukung dan memadai untuk memudahkan aktivitas pariwisata di Desa Bayung Gede11.

Peran masyarakat dalam pariwisata

Awalnya, pengembangan pariwisata di Desa Bayung Gede dimulai dengan beberapa kegiatan individu, yang kemudian berkembang menjadi sebuah Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis)11. Hal ini disebabkan meningkatnya kesadaran masyarakat Desa Bayung Gede akan keunikan budaya dan alam di desa mereka sehingga mereka mulai memperhatikan potensi pariwisata sebagai penggerak ekonomi. Kelompok Pokdarwis terdiri dari anggota masyarakat Desa Wisata Bayung Gede yang dipilih melalui perwakilan masyarakat/pengurus desa adat dan dibentuk atas dorongan dan bimbingan Dinas Pariwisata Kabupaten Bangli11.

Dalam masyarakat, Pokdarwis dan bendesa adat merupakan salah satu komponen yang dihormati dan dijadikan panutan berkat peran ketokohan dan kepeloporannya yang kuat dan penting. Karena adanya payung tradisi yang dijaga, masyarakat dengan sukarela dan spontan berpartisipasi dalam menjalankan tradisi tersebut dalam kehidupan sehari-hari, seperti mengadakan upacara budaya, merawat rumah tradisional, dan menguburkan ari-ari dengan cara yang unik12. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya peran Pokdarwis dan bendesa dalam memelihara tradisi dan kebudayaan lokal serta mendukung pengembangan pariwisata yang berkelanjutan di Desa Bayung Gede. Salah satu kegiatan yang dilakukan oleh Pokdarwis adalah event tahunan Adventure Bayung Gede, yang bekerja sama dengan Club Offroader Kaung Bali dan mendapat dukungan sepenuhnya dari masyarakat dan pengusaha setempat16. Berdasarkan pengelolaan yang telah dilakukan, diharapkan pengembangan pariwisata di Desa Bayung Gede dapat terus berkembang dan memberikan manfaat ekonomi yang lebih besar bagi masyarakat setempat.

Nasional Arsitektur dan Tata Ruang (SAMARTA).

11 Sonder, I.W. dan Yulianie, F. (2019): Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan Desa Wisata Bayung Gede, di Kecamatan Kintamani Kabupaten Bangli, Prosiding, hal. 5-10.

12 Pujiwiyasnawa, I.M. dan Mahagangga, I.G.A.O. (2018): Problematika Masyarakat Lokal dalam Pengembangan Desa Wisata Bayung Gede, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, Jurnal Destinasi Pariwisata, vol. 6(2).

13 Yulianie, F., Aryati, K.F. dan Sanjaya, I.W.K. (2022): Optimalisasi Pengembangan ‘Setra Ari-ari’ sebagai Daya Tarik wisata Budaya di Desa Bayung Gede, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli,

14

15

Gede [https://baliexpress.jawapos.com/nusantara/05/02/2018/pokdarwis-adakan-adventure-bayung-gede/]

9 Pangasih, F. dan Asvitasari, A. (2016): Pergeseran Konsep Morfologi pada Desa Bali Aga Studi Kasus: Desa Bayung Gede dan Desa Panglipuran. 10 Paturusi, S.A. (2017): Permukiman Bali Kuno Desa Bayung Gede sebagai Atraksi Pariwisata di Bali, Seminar Pariwisata Budaya: Jurnal Ilmiah Agama dan Budaya, vol. 7(2), hal. 150–161. Pangasih, F. dan Asvitasari, A. (2016): Pergeseran Konsep Morfologi pada Desa Bali Aga Studi Kasus: Desa Bayung Gede dan Desa Panglipuran. Putra, I.P.E.P. (2017): Pengembangan Strategi dan Analisis Resiko Desa Wisata di Bali; Studi Kasus Desa Bayung Gede, ITS Repository. 16 Suyatra, I.P. (2019): Pokdarwis Adakan Adventure Bayung
Ke
Foto rumah arsitektur Desa Bayung Gede (kiri atas), kegiatan cycling tour (kanan atas), kegiatan off-road (kiri bawah), dan ari-ari yang dibungkus tempurung kelapa (kanan bawah)
10
Sumber: Wayan Mauliana (kiri atas) arsitektur12ruangdalam50muliana.wordpress.com, Mariske Regina (kanan atas dan bawah) travelingyuk.com, balipuspanews.com (kiri bawah)

Activating AgroGeoTourism of Margomarem through community empowerment

Proses penyusunan RPKP

Margomarem mungkin terdengar unik sebagai nama sebuah kawasan. Fakta menariknya adalah kata “Margomarem” sebenarnya merupakan akronim dari gabungan nama lima desa yang terletak di lembah Pegunungan Dieng, Jawa Tengah. Secara berurutan desa-desa tersebut yaitu yang telah bersepakat membentuk sebuah kawasan perdesaan pada tahun 2020 lalu.

Kawasan Perdesaan Margomarem terletak di Kecamatan Garung, Kabupaten Wonosobo, Provinsi Jawa Tengah. Secara konstelasi wilayah, kawasan ini berada pada sebelah barat jalur utama (Jalan Raya Dieng) menuju Dataran Tinggi Dieng dari arah Borobudur. Secara lebih strategis, kawasan ini juga dilalui oleh Jalan Rakai Panangkaran yang merupakan jalan alternatif yang tengah dikembangkan Pemerintah Kabupaten untuk mengurangi kepadatan lalu lintas saat peak season dari Kawasan Wisata Dataran Tinggi Dieng.

Kaladeioskop pembentukan kawasan perdesaan Margomarem sudah dimulai semenjak tahun 2017. Walaupun pada awalnya, kawasan ini diinisiasi secara top-down oleh pemda kabupaten, namun warga pada kawasan tersebut untuk pengembangan kawasan. Kala itu, Shirvano bersama pemda secara bersama-sama mendampingi Kawasan Margomarem untuk menyusun berbagai berkas dan persiapan PKP (Pembentukan Kawasan Perdesaan) hingga kemudian menyusun RPKP (Rencana Pembangunan Kawasan Perdesaan) pada tahun 2021.

merespon secara bottom up

Penyusunan RPKP berorientasi pada akomodasi kebutuhan pengembangan kawasan dengan memaksimalkan potensi yang sudah ada. Terdapat beberapa tahapan yang dilakukan, mulai dari tahap studi literatur dan research yang kemudian dilanjutkan dengan tahap penggalian data, informasi, dan potensi lokal.  Karena pentingnya tahap penggalian data ini, maka dibutuhkan waktu yang cukup intensif untuk memahami kondisi geografis desa dan berproses bersama warga. Pertamatama, dilakukan indepth interview dengan tokoh kawasan dan beberapa stakeholders kunci serta warga masyarakat yang bergerak di bidang pertanian dan pariwisata. Setelah itu, diadakan setidaknya 3x Focus Group Discussion (FGD) formal dan beberapa kali FGD informal dalam setiap pembahasan progress penyusunan dokumen untuk mengkonfirmasi data dan informasi yang diperoleh. Dalam sesi FGD yang terakhir masyarakat dapat turut serta menyumbangkan gagasannya dalam penyusunan konsep kawasan serta rencana implementasi program.

Selama proses tersebut, komunikasi aktif terus dijalin dengan berbagai kelompok yang ada di kawasan, mulai dari kelompok petani, penggiat wisata, jajaran pemerintahan desa, pemuda desa, penggerak kawasan dan pengelola sampah. Secara hierarkis, koordinasi juga dilakukan dengan Pemerintah Kabupaten Wonosobo mengenai proses perencanaan serta pihak ketiga baik swasta maupun luar kawasan yang terkait dengan Kawasan Margomarem. Hal ini merupakan bentuk respon terhadap pelaksanaan yang mana telah menjadi metode dasar dalam setiap perencanaan kawasan khususnya pada skala desa-perdesaan. Kami memahami bahwa keterlibatan stakeholders dengan melibatkan mereka dalam setiap tahap merupakan kunci penting untuk terlaksananya pembangunan kawasan. Pengembangan sumber daya manusia dan kelembagaan menjadi poin penting dalam keberlanjutan kawasan.

stakeholders mapping

DIGEST
Desa Maron, Tlogo, Menjer, Larangan Lor, dan Mlandi Foto penyusunan dan pelaksanaan RPKP
11
Writer: Dyah Meutia Nastiti

Mengulik kawasan perdesaan margomarem

Kawasan Perdesaan Margomarem masih menjadi bagian dari Kawasan Pariwisata Dieng dan merupakan bagian dari . Kedekatan dan keterkaitan lokasi Margomarem dengan Dieng tersebut kemudian dimaknai sebagai peluang sekaligus tantangan bagi pengembangan kawasan. Selain potensi dari konektivitas pariwisata, kawasan ini juga memiliki danau atau telaga yang cukup populer yaitu Telaga Menjer. Telaga ini kini juga sudah terdaftar dalam geosite warisan bumi untuk pengajuan geopark Dataran Tinggi Dieng oleh pihak provinsi dan kabupaten.

KSPK Kejajar-Garung dan Sekitarnya

Secara geografis, kawasan Margomarem terletak pada ketinggian 700-2.000 mdpl dengan luas total sekitar 1.266 Ha dan dihuni oleh kurang lebih 13.826 jiwa. Kawasan ini bersuhu rata-rata 20 °C - 27 °C dan memiliki curah hujan tinggi sekitar 3.500-4.000 mm/tahun. Iklim yang demikian, didukung dengan dominasi jenis tanah andosol regosol, latosol cokelat tua, dan regosol kelabu membuat kawasan ini menjadi . Secara umum, 72,2% kawasan adalah ladang/tegalan, 3,1% berupa sawah dan 9% berupa perkebunan (kebun teh dan perkebunan warga). Selain bertani, warga juga mengembangkan budidaya ikan dengan memanfaatkan keberadaan Telaga Menjer. Sektor lain yang berkembang di kawasan ini yaitu pariwisata didukung dengan kerajinan tangan dan kebudayaan kawasan.

daerah pertanian perkebunan yang cukup subur

Isu strategis yang cukup menjadi bahasan dengan warga adalah mengenai kesulitan pemasaran dan pengolahan hasil-hasil pertanian. Minimnya teknologi penanganan pasca panen seperti media penyimpanan dan biaya angkut produksi yang mahal tidak jarang membuat petani merugi. Belum lagi, dalam beberapa waktu belakangan terdapat satwa liar yang mulai turun gunung dan memasuki lahan pertanian warga. Namun di sisi lain, warga secara aktif mengembangkan budidaya perikanan, peternakan domba wonosobo (dombos), pemanfaatan kawasan hutan, serta budidaya alpukat dan kopi.

Sementara itu, pada bidang pariwisata, terdapat beberapa spot wisata yang telah aktif khususnya Telaga Menjer sebagai geosite dan kawasan sekitarnya seperti kebun teh, camping ground, dan wisata budaya. Namun, warga masih mengalami kesulitan dalam pengelolaan kelembagaan dan pengelolaan sumber daya. Selain itu, isu mengenai pengelolaan persampahan juga menjadi perhatian kawasan oleh karena timbulan sampah yang cukup tinggi di kawasan. Inisiasi pengelolaan persampahan juga sedikit banyak sudah dimulai dengan pembangunan beberapa bank sampah dan pengadaan alat pencacah sampah.

Meninjau kembali potensi dan kebutuhan kawasan tersebut, dikemaslah perencanaan kawasan ke dalam konsep , sebuah konsep yang berfokus pada tiga aspek yaitu

Tourism

Pembentukan kawasan agropolita

Penggunaan teknologi dalam menuju kawasan agropolitan baik dalam budidaya pertanian, pengolahan dan penanganan pasca pane Pengembangan geosite dalam perencanaan Geopark Kawasan Dataran Tinggi Dieng.

Kunci penting pelaksanaan dari konsep ini yaitu adanya dengan sumber-sumber yang tersedia agar menjadi daya tarik utama kawasan. Untuk mewujudkan konsep tersebut, kebutuhan dan potensi kawasan direspon melalui beberapa poin rencana strategis berikut:

pengelolaan secara bersama-sama oleh komunitas

Gambar wilayah Perdesaan Margomarem Agro Geo
12
Ilustrasi konsep pengembangan kawasan perdesaan margomarem Sumber: Tim penyusun RPKP 2021

Rencana agribisnis melalui penyusunan hulu hilir pertanian kawasan

Fokus rencana ini yaitu pembentukan sistem agribisnis, pemetaan komoditas unggulan, hingga rencana pengelolaan sumber daya manusia. Tahapan pemetaan komoditas unggulan dilakukan bersama-sama dengan warga untuk memilih alternatif produk yang dapat dikembangkan. Setelah itu, dipetakanlah kebutuhan sarana prasarana tani, model kelembagaan, serta alur pemasaran hasil tani

Rencana pengembangan sumber daya manusia dan kelembagaan

Rencana ini dirumuskan berdasarkan adanya pemetaan pemangku kepentingan/stakeholders mapping pada tahap analisis. Fokus rencana ini adalah mengalokasikan sumber daya sesuai kapasitas masing-masing dalam pengelolaan kawasan

Rencana pengelolaan pariwisata

Rencana ini dirumuskan berdasarkan adanya pemetaan pemangku kepentingan/stakeholders mapping pada tahap analisis. Fokus rencana ini adalah mengalokasikan sumber daya sesuai kapasitas masing-masing dalam pengelolaan kawasan

Rencana pengolahan persampahan

Untuk merespon isu timbulan sampah yang cukup masif, dibutuhkan sebuah fokus pelaksanaan kegiatan bersama di kawasan melalui inisiasi pengelolaan sampah. Pada fase ini juga dilakukan kolaborasi dengan penggiat lingkungan hidup untuk menyusun road map program

Rencana strategis prioritas kawasan

Rencana strategis dengan konsep Mengalor, Monggo dan Menjelor berfokus pada pengembangan titik-titik potensial strategis yang dapat menjadi pengungkit kawasan.

Dalam perwujudan konsep strategis tersebut terdapat beberapa titik yang menjadi prioritas yaitu:

Kawasan edukasi pertanian yang merupakan pengembangan lanjutan dari konsep agrowisata. Ke depannya, wisatawan dapat mendapat pengalaman belajar agrikultur langsung dengan view dan suasana pegunungan

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan dokumen RPKP, keberlanjutan dari pelaksanaan dokumen ini justru menjadi hal penting dan utama dalam perjalanan Margomarem membentuk kawasan perdesaan yang berdaya. Merespon hal tersebut, dirumuskanlah beberapa quick wins untuk mempermudah pengelola kawasan dalam memulai pelaksanaan program. Quick wins tersebut utamanya difokuskan pada restrukturisasi kelembagaan pengelola kawasan dan unit usaha pada BUMDESMA; penguatan SDM kawasan melalui pelatihan peningkatan kapasitas manajemen usaha tani dan wisata; serta pengelolaan persampahan

Dari sisi kelembagaan, sebagai tindak lanjut RPKP ini, kami mendelegasikan seorang pendamping kawasan untuk dapat secara intensif mendampingi Margomarem dalam melaksanakan pembangunan kawasan. Cerita lebih lanjut mengenai perjalanan dan pengalaman pendamping kawasan Shir vano dapat dibaca pada rubrik opinions di halaman 26

Tim perencana Masterplan Margomarem (2020-2023): Ayu Annasihatul Ainaqo, Muhammad Irfan, Zam Zam Masrurun, Dyah Meutia Nastiti, Nurmaristia, Nurul W ilda, Annisa

Pusat kawasan merupakan pengembangan sentra BumdesMa, pusat pemasaran produk kawasan UMKM/Prukades dan sekaligus menjadi rest area dari atau menuju Dataran Tinggi Dieng

Gambar rencana strategis prioritas kawasan
13

Exploring eco-village development through community development in Sikunang Village

Discover

Desa Sikunang yang terletak di Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah, memiliki potensi wisata alam dan budaya yang menarik untuk dikunjungi. Terletak di titik pusat Pulau Jawa, Desa Sikunang dapat dijangkau dari berbagai penjuru kota, sehingga memungkinkan pengembangan pariwisata yang berkelanjutan.

Desa Sikunang terdiri dari tiga dusun, yaitu Dusun Siterus, Dusun Sikunang, dan Dusun Ngandam, yang seluruhnya merupakan bagian dari Kawasan Strategis Pariwisata Kabupaten (KSPK) Kejajar Garung. Desa Sikunang memiliki keindahan alam yang memukau, seperti Telaga Warna, Telaga Pangilon, Bukit Sikunir, dan Telaga Cebong yang merupakan alur perjalanan TWTP.

Selain wisata alam, Desa Sikunang juga memiliki wisata budaya yang menarik, seperti upacara adat dan kegiatan seni dan budaya. Kawasan desa ini juga dilewati jalur alternatif dan rest area bagi para wisatawan yang ingin mengunjungi tempat wisata di sekitar Kabupaten Wonosobo.

Dengan potensi wisata alam dan budaya yang menarik, serta lokasinya yang strategis, Desa Sikunang diharapkan dapat menjadi salah satu destinasi wisata unggulan di Jawa Tengah dan meningkatkan perekonomian masyarakat setempat melalui sektor pariwisata yang berkelanjutan.

Pada perkembangannya, Desa Sikunang bisa membangun tempat wisata dan budaya melalui bantuan dana desa, CSR, dukungan masyarakat dan pemerintah, serta kemitraan dengan swasta. Di sisi lain, Desa Sikunang juga memiliki potensi besar menjadi lokasi wisata alternatif dan tempat istirahat/rest area bagi wisatawan yang ingin pergi ke Bukit Sikunir.

Untuk mengembangkan potensi wisatanya, desa memerlukan perbaikan sarana prasarana dan juga pelatihan pariwisata. Selain itu, Desa Sikunang juga menghadapi beberapa tantangan, seperti kebencanaan, sistem persampahan, dan konflik lahan. Untuk mengatasinya, desa dapat menggunakan teknologi mitigasi bencana pada lokasi pengembangan wisata yang rawan longsor, melibatkan masyarakat dalam mitigasi bencana terhadap kekeringan, dan menyelesaikan konflik lahan serta persampahan  dengan melibatkan masyarakat.

Potensi wisata Desa Sikunang yaitu Andha Budha, Silewek, Bukit Sarinah, Telaga Pakis Jangan, Batu Lik-Lik,

the hidden gems of Sikunang Village: a perfect blend of nature, culture, and strategic location
Unleashing the full potential of Sikunang Village through balancing development opportunities with effective problem management
7 titik wisata Desa Sikunang
DIGEST
Kawasan Pengumben, dan Gunung Bisma.
14
Writer: Syifa Awalia

Solving Sikunang Village's challenges with effective strategies for sustainable sevelopment

Berangkat dari potensi serta masalah yang dimiliki oleh Desa Sikunang, dirumuskanlah konsep pengembangan Eco-Village. Eco-Village sendiri menekankan pada pengembangan desa yang eco-friendly sekaligus economically viable. Sehingga, warga Desa Sikunang secara dapat berpartisipasi dalam upaya-upaya lokal untuk meregenerasi lingkungan sosial dan alamnya sendiri.

Solving: penurunan kualitas lingkungan hidup & kesejahteraan masyarakat

Di balik potensi besar Desa Sikunang untuk menjadi destinasi wisata berkelanjutan, kesadaran lingkungan dan kebersihan yang rendah, serta masalah kebencanaan dan konflik lahan masih menjadi tantangan bagi desa. Oleh karena itu, peningkatan kualitas lingkungan hidup, penanganan sampah, serta peningkatan kesadaran masyarakat dalam mendukung pembangunan berkelanjutan sangat diperlukan. Dengan dukungan dan kerjasama yang kuat antara masyarakat, swasta, dan pemerintah, Desa Sikunang dapat menjadi contoh bagi desa-desa lain dalam mewujudkan lingkungan hidup yang bersih, sehat, dan berkelanjutan.

ECO-FRIENDLY ECO VILLAGE

Eco-village mengusung integrasi secara holistik asas keberlanjutan ekonomi, lingkungan dan sosial dengan tetap mengadopsi dan mempertimbangkan budaya masyarakat setempat.

Dimensi Sosial

Tujuan: Menciptakan Desa Sikunang yang berkolaborasi dan inklusif melalui program pemberdayaan masyarakat.

Prinsip-prinsip utama dalam mencapai tujuan tersebut meliputi menghargai perbedaan, memperjuangkan kesetaraan akses fasilitas, keterbukaan dalam pengambilan keputusan, memupuk kesamaan, dan memperjuangkan keadilan bagi semua anggota masyarakat.

Dimensi Budaya

Tujuan: Mewujudkan Desa Sikunang melalui harmonisasi dengan alam dan sesama melalui seni dan gaya hidup ramah lingkungan.

Melalui perayaan seni, Desa Sikunang memperlihatkan keberagaman dan keindahan alam yang menjadi inspirasi bagi para seniman. Selain itu, gaya hidup yang bersahabat dengan lingkungan sosial juga diterapkan untuk memperkuat hubungan harmonis antara masyarakat dan alam.

Dimensi Ekologi

Tujuan: Menciptakan Desa Sikunang yang mampu meregenerasi alam dengan gaya hidup ramah lingkungan, sehingga meningkatkan keanekaragaman hayati.

Prinsip-prinsip yang diterapkan antara lain menggunakan energi terbarukan, mengembangkan teknologi bangunan hijau, dan memandang sampah sebagai sumber daya yang berharga untuk dimanfaatkan kembali.

ECONOMICALLY VIABLE

Solving: terhambatnya pertumbuhan ekonomi desa

Mengingat pentingnya peran masyarakat Desa Sikunang, pihak swasta, serta pemerintah kabupaten dan desa, dibutuhkan kelembagaan yang baik serta penyelenggaraan fasilitas desa dan pariwisata yang memadai untuk membuat Desa Sikunang menjadi desa wisata yang tangguh dan mandiri. Selain itu, peningkatan kualitas hidup masyarakat juga menjadi fokus utama melalui pengelolaan kelembagaan dan peningkatan kualitas lingkungan hidup. Dengan demikian, perkembangan ekonomi Desa Sikunang dapat didorong secara berkelanjutan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Tujuan: Mewujudkan masyarakat Desa Sikunang yang mandiri secara ekonomi dan berkelanjutan dengan kerjasama dan kewirausahaan berbasis sosial.

Dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat tanpa merusak lingkungan, Desa Sikunang mengembangkan sistem dan praktik ekonomi lokal yang kuat dan terintegrasi dengan baik. Hal ini dilakukan dengan membangun kerja sama dan saling tolong-menolong antar warga; mengembangkan kewirausahaan berbasis sosial; serta menjunjung tinggi prinsip keadilan dalam setiap tindakan.

Dimensi Ekonomi
15

Kele ihan Eco-Villag

Me gedepa a eles ar a l g u ga

Me ca up seluruh aspe pe gemba ga desa are a erdapa d me s sos al, budaya, e olog , da e o om

Mudah d emba g a oleh swadaya masyara a Sesua de ga be a g alam pegu u ga

Kek rangan Eco-Villag

Impleme as lapa ga ser g da meme uh e spe as o sep ya g erlalu dea

Membu uh a wa u ya g lama u u me erap a secara op mal

Realizing eco-village in Sikunang Village

Terdapa empa lo us ya g d re ca a a dalam pe yusu a mas erpla , ya : lo us per ama ya g mel pu Desa S u a g secara eseluruha ; lo us edua ya g mel pu Dusu S erus secara husus; lo us e ga ya g mel pu Dusu S u a g secara husus; da lo us eempa ya g mel pu Dusu Nga dam secara Khusus. Secara umum, lo us-lo us d emba g a de ga berfo us epada pembe aha l g u ga desa da pe gemba ga awasa - awasa s ra eg s me ggu a a o sep Eco-Village ya g d ser a par s pas masyara a

Pe gemba ga mas erpla d jabar a e dalam ga s ra eg pe gemba ga desa ya g emud a d jabar a lag dalam program fis da o -fis . Adapu s ra eg ya g d rumus a u u mewujud a Desa S u a g ya u:

Pem enahan lingk ngan d s n Me g ga ada ya urge s u u me g a a ual as h dup desa da me g a a ual as eseha a masyara a , perlu ada ya pembe aha da pemba gu a aspe l g u ga fis permu ma desa.

The quick wins

Pem ang nan kawasan strategis U u me ghas l a pemasu a ambaha Desa S u a g dar se or epar w sa aa se al gus membu a lapa ga pe erjaa baru, perlu pe gemba ga awasa - awasa ya g mem l lo as maupu ara er s rua g ya g has. Kawasa - awasa mel pu Kawasa Bu Sar ah, Kawasa Ber umpul, da Kawasa Pe gumbe .

Pem erdayaan masyarakat Dalam ra g a me g a a ema d r a masyara a , husus ya per hal e eramp la warga dalam member a jasa da me ghas l a produ bag emaslaha a desa, perlu ada ya pe gemba ga sumber daya ma us a Desa S u a g dalam aspe sos al, e o om , maupu l g u ga .

Mes pu Desa S u a g mem l po e s ya g besar, mas h erdapa beberapa permasalaha ya g me ghamba real sas pemba gu a desa ya g leb h maju. Oleh are a u, d bu uh a program-program pr or as u u member a dampa besar da s g fi a bag per umbuha da per emba ga desa ersebu . Program-program quick wins d susu berdasar a r er a ya g pe g, me desa , da dapa d la sa a a dalam wa u 1-2 ahu e depa . Sela u, program ersebu haruslah out of the box a au da b asa, inspiring a au membu a jala e program-program la ya g leb h besar, se al gus dapa me yelesa a masalah u ama ya g d hadap oleh Desa S u a g. Dalam o e s pe gemba ga Desa S u a g, program-program quick wins sa ga pe g u u member a has l ya g cepa da s g fi a dalam ja g a pe de , de ga a a la , pe a ga a ya g cepa da epa erhadap berbaga permasalaha ya g seda g d hadap seh gga mempermudah pemba gu a u u edepa ya.

Mas erpla Dusu S erus, S u a g, da Nga dam
16
Mas erpla Desa S u a g

Namun, tetap perlu diingat bahwa program yang disusun sebagai quick wins harus diintegrasikan dengan program-program jangka panjang yang lebih komprehensif dan berkelanjutan untuk memastikan pertumbuhan dan perkembangan desa yang lebih berkelanjutan.

Perbaikan jalan lingkungan di tiap dusun

Dengan berfokus kepada perbaikan jalan yang rusak, tidak hanya akan meningkatkan mobilitas penduduk dan pengunjung Desa Sikunang, tetapi juga akan meningkatkan nilai visual dan citra keseluruhan desa.

Pembangunan jalan lingkar Dusun Sikunang

Karena Dusun Sikunang tidak memiliki akses dan kapasitas jalan dusun yang memadai, maka diperlukan jalur alternatif keluarmasuk desa untuk melancarkan sirkulasi kendaraan di Dusun Sikunang.

Pembangunan jalur pendakian menuju Gunung Bisma

Walaupun Gunung Bisma merupakan salah satu daya tarik utama di Dusun Sikunang, namun demikian tidak ada jalur pendakian yang layak, sehingga dibutuhkan jalur pendakian dan promosi yang gencar mengenai jalur pendakian ini.

Lesson learned

Pembangunan food court Bukit Sarinah

Untuk memanfaatkan sebaik mungkin Bukit Sarinah yang memiliki lokasi strategis, perlu pengadaan pujasera sedini mungkin sehingga Desa Sikunang dapat menjadi desa yang pertama membangun sentra kuliner di Daerah Dieng.

Pembentukan kepengurusan wisata Bukit Sarinah

Perangkat desa perlu memastikan terdapat kepengurusan yang tetap dan bertanggung jawab penuh untuk Wisata Bukit Sarinah sehingga dapat lebih terkontrol dan terukur.

Pelatihan Pokdar wis terkait pengelolaan wisata dan P3K

Dengan meningkatkan tingkat profesionalitas Pokdarwis dan BumDes akan memungkinkan aktivitas wisata yang stabil dan berkelanjutan.

Desa Sikunang memiliki potensi dan karakteristik yang beragam yang perlu diakomodasi dalam perencanaan masterplan untuk memberikan arahan dalam pembangunan desa. Masterplan tersebut ter fokus pada tiga strategi yaitu pembenahan lingkungan dusun, pembangunan kawasan strategis, dan pemberdayaan masyarakat . Masterplan ini mengembangkan potensi dalam aspek fisik dan non-fisik , serta menyelesaikan masalah yang ada di desa. Rencana penataan kawasan permukiman, perbaikan fasilitas sarana prasarana desa, program pengembangan masyarakat , dan pengembangan kawasan strategis termasuk dalam masterplan ini. Semua pihak dan organisasi yang ada di desa terlibat dalam program program yang terdapat dalam masterplan tersebut .

T im perencana Masterplan Sikunang: V ivin Setyo Putri, M Tsaqif, Intan, Sayyid, Fadhila NLS, M Irfan, Ibrahim Wicaksono, Radik, M Mursyidul Umam, Alisia Amanda

Ilustrasi kawasan Pengumben

Ilustrasi kawasan berkumpul mencakup lapangan bola, taman, dan area pelayanan publik Ilustrasi kawasan Bukit Sarinah
17

Growing smarter: how Blederan Village is revolutionizing agriculture with smart development

A portrait of successful governance and promising community

Terletak di Kabupaten Wonosobo, Provinsi Jawa Tengah, Desa Blederan menjadi sorotan karena penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan yang berjalan dengan baik. Dengan dua dusun yang dimiliki, yaitu Dusun Blederan dan Dusun Klesman, Desa Blederan kini telah meraih status sebagai desa mandiri dengan data Indeks Pembangunan Manusia yang memuaskan. Tak hanya itu, Desa Blederan juga mendapat penghargaan sebagai kampung ramah iklim dari KLHK pada tahun 2022 berkat program pengelolaan sayur organik di lahan pekarangan rumah.

Namun, meski telah mencapai hasil yang membanggakan, segenap warga Desa Blederan merasa masih perlu untuk terus mengembangkan potensi dan memperkuat diri dalam menghadapi tantangan perubahan zaman. Dalam upaya mencapai akselerasi pembangunan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, perlu adanya penyelarasan perkembangan serta perencanaan yang komprehensif dan holistik. Dengan begitu, Desa Blederan dapat menjamin masa depan yang cerah bagi seluruh masyarakatnya.

Blederan Village: harvesting agriculture potential through innovative tourism and technology development

Desa Blederan, seperti halnya Desa Sikunang, merupakan sebuah permata tersembunyi yang terletak di Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah. Desa ini memiliki lokasi yang strategis di pusat Pulau Jawa, sehingga dapat dijangkau oleh masyarakat dari berbagai daerah. Lokasinya yang dekat dengan pusat kota dan jalan raya menuju Dieng, menjadikannya sebuah destinasi wisata yang menarik bagi para wisatawan. Keberadaan Desa Blederan ini sangat potensial untuk mendukung pengembangan pariwisata yang berkelanjutan. Di samping itu, Desa Blederan juga terkenal sebagai wilayah pertanian pangan basah dan tegalan/ladang yang subur dan produktif. Kondisi lahan datar dan tanah yang subur di sana, memungkinkan Desa Blederan untuk menghasilkan beragam jenis tanaman holtikultura, terutama sayuran yang berkualitas.

Agriculture at its core

Dikenal sebagai kampung sayur, Desa Blederan merupakan destinasi pertanian sayur organik yang menakjubkan dengan lahan perkarangan yang subur di Dusun Blederan. Tak heran jika budidaya pertanian sayur organik ini mampu menjadi penghidupan bagi sebagian besar masyarakat Desa Blederan. Bahkan, banyak dari mereka bergabung dalam Kelompok Tani untuk memajukan pertanian di desa ini.

The market and UMKM

Desa Blederan telah sukses memanfaatkan aset dari BUMDes dengan membangun pasar desa bernama Pasar Jawar yang menjadi salah satu sumber Pendapatan Asli Desa dan mendapatkan bantuan program pemerintah. Tidak hanya itu, masyarakat Desa Blederan juga telah mengembangkan UMKM dengan jumlah mencapai 97 produsen industri rumah tangga dan 26 produsen industri kecil. Mayoritas produsen UMKM di Blederan fokus pada industri makanan ringan, dengan UMKM pembuatan opak menjadi salah satu yang paling terkenal.

DIGEST
18

Sumber: RPJMDes 2021

Solving Sikunang Village's challenges with effective strategies for sustainable sevelopment

SMART VILLAGE

Sosial budaya

Masyarakat Desa Blederan dikenal memiliki kultur yang sangat bergotongroyong dalam kehidupan sehari-hari, terlihat dari kegiatan pengelolaan kampung sayur yang mereka lakukan. Selain itu, mereka juga menjalankan kegiatan rutin seperti pengajian warga yang diadakan setiap dua minggu sekali. Desa Blederan juga mempertahankan beberapa kesenian tradisional, di antaranya adalah Tari Lengger dan Kuda Kepang yang masih ditampilkan oleh masyarakat setempat. Hal ini menunjukkan bahwa Desa Blederan tidak hanya kaya dalam sumber daya alam dan perekonomian, tetapi juga melestarikan kebudayaan dan nilai-nilai luhur lokal.

Dari beberapa potensi sekaligus tantangan yang dihadapi oleh Desa Blederan, dikembangkanlah konsep . Konsep ini disusun dengan prinsip smart village dan agrotourism yang mengedepankan partisipasi aktif masyarakat setempat dalam mengembangkan agrikulturnya dengan berbasis sistem teknologi informasi yang efisien.

Solving: Belum terpenuhinya sarana dan prasarana dasar penunjang desa

Smart Agrotourism

Serupa dengan pengertian smart city yang sudah banyak diungkapkan pada dekade terakhir ini, digitalisasi atau teknologi informasi komunikasi berperan besar dalam pembangunan serta pengembangan pedesaan di dalam smart village, namun yang tidak kalah pentingnya dan kebanyakan tidak banyak disinggungnya adalah pengembangan masyarakat desa menjadi lebih kreatif dan inovatif, sekaligus tetap mempertahankan kearifan lokal yang dimilikinya. Sehingga, pada kasus Desa Blederan, pengembangan komunitas yang cerdas merupakan kunci utama untuk mewujudkan desa yang kompetitif secara ekonomi, sekaligus melestarikan sumber daya alamnya dan menciptakan kohesi sosial. Selain digitalisasi, hal yang menarik dari konsep Smart Village menekankan adanya modernisasi pertanian dan diversifikasi sumber pendapatan desa. Dengan demikian,  potensi besar dalam pengembangan teknologi informasi, Desa Blederan perlu meningkatkan beberapa aspek infrastruktur seperti jalan dan sirkulasi desa, sistem drainase, dan sistem persampahan agar bisa menjadi Smart Village yang lebih baik dengan akses internet di pedesaan, akses digital ke pasar, modernisasi pertanian, pengembangan pasar, diversifikasi sumber pendapatan desa, dan komunitas berkelanjutan. Fokus pada modernisasi pertanian dan diversifikasi sumber pendapatan tersebut dapat membantu Desa Blederan mengembangkan potensi ekonominya secara lebih baik lagi.

Agrotourism

Solving: Belum optimalnya potensi pertanian dan desa wisata Blederan dan belum adanya rencana serta konsep pengembangan desa yang mempertimbangkan potensi desa

Desa Blederan memiliki potensi agrikultur dan wisata yang masih belum optimal dan dapat dikembangkan melalui agrowisata. Konsep agrowisata adalah usaha dalam bidang pertanian yang menawarkan rangkaian kegiatan wisata dengan memanfaatkan potensi pertanian sebagai objek dan atraksi wisata, termasuk panorama alam kawasan pertanian, keunikan dan variasi aktivitas produksi dan teknologi pertanian, serta budaya masyarakat pertanian. Dengan pengembangan agrowisata, Desa Blederan dapat menarik minat wisatawan dan menghasilkan sumber pendapatan tambahan bagi masyarakat desa.

SMART AGRO-TOURISM

Desa pertanian organik dengan pemanfaatan lahan permukiman

Dalam upaya merespon berbagai kebutuhan, permasalahan dan potensi Desa Blederan ini,  maka disusunlah sebuah konsep Smart Agrotourism. Konsep ini disusun melalui diskusi dengan lapisan masyarakat, perangkat desa, serta komunitas desa melalui focus group discussion serta observasi langsung di lapangan dengan warga masyarakat. Konsep yang merupakan gabungan dari konsep Smart Village dan Agrotourism ini diusung untuk dapat memaksimalkan potensi pertanian dengan mengintegrasikan panorama alam, aktivitas produksi pertanian, teknologi pertanian, dan budaya masyarakat pertanian dengan pelayanan wisata yang inovatif, didukung dengan penggunaan teknologi informasi dan pengembangan SDM yang kreatif.

Smart Agrotourism berkomitmen untuk membangun pedesaan yang berkelanjutan, mempertimbangkan aset sosial dan budaya masyarakat setempat melalui integrasi ekonomi, ekologi, dan sosial budaya.

19

Komponen Sosial Budaya

Smart Agrotourism dirancang dengan tujuan untuk merekatkan kohesi sosial masyarakat melalui kolaborasi dan keterbukaan antar warga, serta meningkatkan nilai kepercayaan dan kerekatan di antara mereka. Dengan demikian, diharapkan tercipta komunitas masyarakat desa yang berkelanjutan dan mempertahankan nilai-nilai budaya serta adat istiadat lokal. Konsep Smart Agrotourism diharapkan mampu menciptakan masyarakat pedesaan yang menjadikan desa sebagai tempat yang nyaman untuk hidup dan bekerja.

Komponen Ekonomi

Konsep  Smart Agrotourism bertujuan untuk mengembangkan kegiatan ekonomi lokal yang berkelanjutan dan mengoptimalkan sumber daya alam lokal melalui pengembangan sektor pertanian, wisata, UMKM dan jasa. Konsep ini diharapkan dapat menjadi motor penggerak ekonomi desa dan meningkatkan lapangan pekerjaan, pendapatan masyarakat, serta pendapatan desa. Dengan adanya tata kelola yang baik, kegiatan ekonomi dapat dilaksanakan dengan memanfaatkan sumber daya alam lokal secara berkelanjutan untuk mewujudkan keuntungan lokal dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa.

Komponen Ekologi

Smart Agrotourism menjaga kelestarian sumber daya alam dan ekosistem lingkungan desa guna mencapai pembangunan yang berkelanjutan. Melalui agrowisata, teknik berkelanjutan dapat dikembangkan dan memiliki dampak positif terhadap keanekaragaman hayati, lanskap, dan sumber daya alam. Prinsip-prinsip seperti penggunaan energi terbarukan, pengembangan teknologi green building, dan pengolahan sampah sebagai sumber daya yang bernilai dapat diterapkan dalam dimensi ini. Dengan mengembangkan agrowisata yang berkelanjutan, diharapkan dapat mempromosikan pembangunan pedesaan dan melindungi lingkungan.

Komponen Teknologi dan Informasi

Konsep Smart Agrotourism diharapkan dapat memperbaiki kemampuan masyarakat dalam memfasilitasi layanan serta inovasi produk melalui penggunaan teknologi informasi dan telekomunikasi. Selain itu, pengembangan desa diarahkan untuk menyediakan layanan jaringan internet yang baik, akses informasi yang terbuka, dan dapat mengakses pasar digital, sehingga dapat memperluas jangkauan pemasaran produk dan meningkatkan potensi penghasilan masyarakat desa.

Realizing smart-agrotourism in Blederan Village

Terdapat tiga zona arahan kawasan yang dikembangkan, meliputi kawasan komersial dan transit, kawasan permukiman dan pendukung pertanian desa, serta kawasan permukiman dan kawasan utama pertanian desa.

Pemenuhan infrastruktur dasar Mengingat urgensi untuk meningkatkan kualitas lingkungan desa, perlu pembangunan infrastruktur dasar desa seperti jalan, TPS, dll.

Pengembangan produksi per tanian

Pengembangan masterplan ini dijabarkan ke dalam empat strategi pengembangan desa yang kemudian dielaborasi lagi dalam program fisik dan non-fisik. Adapun strategi yang dirumuskan untuk mewujudkan Desa Blederan yaitu:

Akibat pertanian memerlukan perhatian khusus karena telah mengalami penurunan produktivitas akibat pandemi, maka perlu ada pengembangan produksi pertanian di Desa Blederan.

Pengembangan kawasan strategis

Untuk menghasilkan pemasukan tambahan bagi desa, perlu pengembanagn kawasan yang memiliki lokasi maupun karakteristik yang unggul. Kawasan-kawasan tersebut meliputi lapangan desa, welcoming gate desa, kawasan kampung sayur, dan kawasan strategis

AgroHub.

Pemberdayaan masyarakat

Untuk meningkatkan kemandirian guna mengemangkan keterampilan masyarakar, perlu pengembangan sumber daya manusia desa dalam aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan.

20

The quick wins

Mengingat masih banyak permasalahan yang perlu diselesaikan di Desa Blederan, terdapat beberapa program unggulan yang telah diprioritaskan untuk memberikan dampak yang besar dan signifikan pada pertumbuhan dan perkembangan desa dalam waktu yang relatif singkat (1-2 tahun). Sebagai bentuk usaha membuka jalan bagi program-program lain sekaligus menyelesaikan masalah utama di Desa Blederan, program-program quick wins ini disusun menjadi solusi yang kreatif sekaligus pendekatan yang inovatif untuk mendorong pembangunan serta pengembangan desa yang lebih masif dan optimal. Walaupun program-program quick wins ini bersifat jangka pendek dan membutuhkan penanganan yang cepat, penyusunannya tetap mempertimbangkan program jangka panjang, sehingga keseluruhan program tersusun secara terintegrasi.

Pembangunan AgroHub

Pembangunan AgroHub berperan penting dalam mendukung

wisata kampung sayur organik lahan pekarangan sehingga

diharapkan Desa Blederan dapat menawarkan wisata pendukung

lain yaitu waterpark dan eduwisata pertanian.

Pembentukan dan pelatihan Pokdarwis

Untuk mendukung pengembangan destinasi agrowisata, perlu dukungan yang baik dari kelembagaan yang tersistem, sehingga Pokdarwis selaku penggerak wisata perlu dibentuk agar kegiatan pelayanan di Desa Blederan dapat dikelola secara tertata. Setelah itu, perlu juga dilakukan pelatihan agar mampu menjalankan organisasi dengan baik dan bertanggung jawab secara optimal dalam melakukan kegiatan pengelolaan pariwisata.

Entrance Gate

Pelatihan KWT dan Gapoktan

Dalam merealisasikan visi Desa Blederan sebagai “Desa Pertanian Organik dengan Pemanfaatan Lahan Pekarangan”, KWT (Kelompok Wanita Tani) dan Gapoktan (Gabungan Kelompok Tani) selaku aktor utama pengelola kegiatan wisata kampung sayur perlu melakukan pelatihan sehingga dana mengembangkan SDM pertanian yang diharapkan.

Perbaikan jalan desa

Mengingat beberapa ruas jalan yang rusak di Blederan akan menghambat mobilisasi warga maupun mempersulit akses bagi wisatawan, perbaikan jalan desa perlu dilakukan sehingga diharapkan dapat meningkatkan rasa aman dalam melakukan mobilitas sekaligus meningkatkan kesejahteraan.

Lapangan Desa

Kampung Sayur Blederan

AgroHub

Lesson learned

Masterplan Desa Blederan dikembangkan secara berkelanjutan dengan mengoptimalkan potensi yang tersedia.

Tujuan utama dari masterplan ini adalah untuk meminimalisir masalah yang ada di desa dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia desa melalui pengembangan kawasan strategis, sarana dan prasarana, serta program fisik dan non-fisik . Pentingnya kerjasama antar stakeholder desa dan eksternal juga menjadi kunci keberhasilan dalam

mewujudkan rencana masterplan ini. Dengan adanya Masterplan Desa Blederan, diharapkan desa dapat menjadi mandiri, maju, dan berprestasi.

Tim perencana Masterplan Blederan:

Wilda Rizkina Ulfa, Diajeng Nashuka, Fakhrul Ramadhan, Haniek

21
Azizie, Zam Zam Masrurun, Muhammad Irfan

Wonosari eco-cultural village, harnessing the potential of natural springs

Mengenal Desa Wonosobo

Desa Wonosari terletak di Kecamatan Wonosobo, Provinsi Jawa Tengah, berada dekat Perkotaan Wonosobo. Desa ini berada pada  ketinggian ± 843 mdpl dengan luas lahan sekitar 152,14 ha yang didominasi oleh hutan, sawah, dan permukiman. Desa Wonosari diberkahi dengan kekayaan alam, sosial, seni, dan budaya yang didukung dengan akses ke area perkotaan. Keberadaan tiga sumber mata air menjadi keunggulan utama desa yang menghidupi sektor pertanian, peternakan, dan usaha rumah tangga.

Menyadari persoalan

Sayangnya, keberadaan potensi yang dimiliki Desa Wonosari belum seutuhnya dikembangkan. Seperti ketersediaan SDM di mana terdapat 23% penduduk yang menjadi wiraswasta dan memerlukan pelatihan untuk meningkatkan nilai kreatif, inovatif, dan pertisipatif; ketersediaan lahan kas desa seluas ± 9,9 ha yang masih dapat ditingkatkan nilai daya guna, terkhusus lahan yang bersinggungan dengan dengan Kawasan Wisata Mata Air Desa Wonosari; kebutuhan dasar masyarakat yang masih belum terpenuhi termasuk konektivitas, furnitur jalan, dan air bersih; serta pengelolaan tiga sumber mata air yang masih belum optimal dalam mengembangkan potensi yang dimilikinya.

Bertolak dari potensi dan masalah yang dimiliki, perlu dilakukan perencanaan terstruktur untuk mengembangkan Desa Wonosari sesuai dengan karakteristiknya. Pendekatan bottom-up digunakan sebagai pendekatan partisipatif untuk menampung aspirasi perwakilan masyarakat. Selain menghimpun data sekunder dan observasi lapangan, dilakukan juga wawancara dengan beberapa stakeholders, key person desa, serta pengurus yang berpengaruh dari tahap inisiasi hingga pembuatan rencana. Tak luput, dilaksanakan  diskusi dengan pemerintah dan pemangku kepentingan desa untuk menghimpun potensi serta menyelesaikan permasalahan yang ada di desa Wonosari. Hal ini menjadi bagian penting dalam pemetaan stakeholders sehingga nantinya dapat mengalokasikan sumber daya yang dimiliki secara tepat sasaran.

DIGEST
Sumber mata air Desa Wonosari
22
Sumber: Pengolahan ArcGIS Earth, 2022 Writer: Prisca Bicawasti B. S.

Perencanaan konsep

Berdasarkan RTRW Desa Wonosari

2011-2031, Perda Kab. Wonosobo

RIPPARKAB Wonosobo 2017-2032, dan RPJMD Kabupaten Wonosobo

2021-2026, pengolahan lahan Desa

Wonosari mengarah pada

pengembangan wisata alam, pertanian berkelanjutan, serta peningkatan fungsi konservasi alam. Dari data yang terhimpun serta hasil aspirasi dan observasi lapangan bersama warga, penataan Desa

Wonosari disusun dengan basis

agroindustri dan pariwisata yang didukung pertanian berkelanjutan. Sehingga memunculkan konsep pengembangan Eco-Cultural Village. Konsep ini menekankan pada aspek alam dan budaya dengan integrasi seluruh kawasan desa. Konsep tersebut bertujuan untuk menjadikan Desa Wonosari menjadi desa dengan destinasi wisata air yang mampu mengembangkan agrikultur dan ekonomi kreatif berdaya saing dengan basis integrasi desa.

Konsep alam diwujudkan dengan pengelolaan desa wisata yang memanfaatkan sumber mata air untuk ekowisata air, produk pertanian, dan sumber mata air. Untuk mewujudkan hal tersebut, pembentukan desa wisata perlu didukung dengan aktivitas agrowisata, pengolahan limbah, penanaman pohon sebagai konservasi vegetasi penyangga, dan bangunan pendukung. Sementara itu, konsep budaya memiliki relasi dengan pemberdayaan UMKM sebagai bentuk pengembangan ekonomi kreatif masyarakat. Eksistensi kelompok wirawasata di Desa Wonosari dapat dikembangkan untuk memajukan kesenian lokal seperti produk kerajinan dan makanan tradisional. Dua konsep besar tersebut tidak bisa dilepaskan dari pentingnya integrasi desa seperti kemudahan akses menuju desa, furnitur jalan, distribusi sumber daya air, dan sistem bank sampah.

Rencana pengembangan strategis

Wisata air

Rencana pengembangan wisata air berada pada salah satu lahan kas desa seluas ± 1.3 ha yang bersinggungan dengan sumber mata air. Kawasan wisata air Desa Wonosari ditargetkan menjadi destinasi wisata keluarga dengan meminimalkan intervensi terhadap alam. Menilik daya tarik wisata air yang berada di sekitarnya, perencanaan wisata air Desa Wonosari memposisikan diri untuk bersaing dengan fitur utama: kolam berstandar nasional, kolam dewasa, kolam rekreasi, kolam untuk anak, dan area bermain.

Proses memfungsikan kembali kawasan mata air juga didukung dengan jalur pedestrian menuju sumber mata air yang sebelumnya memiliki akses kecil, kemudian diolah dengan membuat akses lebih lebar dan dapat dijangkau langsung dari kawasan inti wisata air. Kenyamanan pengunjung juga diperhatikan dengan mempertahankan lanskap kawasan yang asri dengan tempat duduk untuk beristirahat.

23
Foto lahan kas desa untuk pengembangan wisata air

Keberadaan gerai UMKM juga direncanakan dapat melengkapi area wisata yang berada di pintu masuk wisata air. Sebagai bagian dari pengembangan ekonomi kreatif, pelatihan inovasi direncanakan untuk meningkatkan hasil kerajinan, olahan makanan tradisional, serta produk turunan hasil pertanian dan peternakan. Beberapa bentuk pelatihan bertujuan untuk meningkatkan ragam, kualitas, dan jumlah produk, membangun jejaring dan kerja, serta meningkatkan pemasaran dan branding.

Rencana pengembangan strategis

Pertanian

Sektor pertanian dihidupi oleh 12% penduduk Desa Wonosari yang bekerja menjadi petani. Keberadaan kondisi tanah regosol dan latosol membutuhkan jenis tanaman yang sesuai. Terdapat 31.85% tanah yang sudah diolah sebagai lahan pertanian, sementara terdapat 57,63% tanah yang direncanakan untuk lahan pertanian. Campuran tanah regosol dan litosol pada bagian utara desa dapat dimanfaatkan sebagai kebun stoberi, singkong, rumput gajah, cabai merah, bawang merah, jagung dan tebu. Sementara tanah latosol digunakan sebagai media tanam coklat, kopi, vanili, padi, tebu, karet, dan kapulaga. Tidak hanya perencanaan persebaran jenis tanaman, sosialisasi program dan pengolahan peternakan tidak bisa lepas dari sektor pertanian. Seperti sosialisasi penataan peruntukan lahan, pengembangan jaringan irigasi, pelatihan manajemen unit usaha tani, serta pelatihan sistem produksi, pengolahan, dan pemasaran produk turunan dan hasil peternakan.

Gambar visual wisata air Peta Persebaran Jenis Tanaman Berdasarkan Jenis Tanah
24
Perspektif visual wisata air

Rencana pengembangan strategis

Penyediaan sistem Pengelolaan Air Minum Desa (DPAMDes)

Tidak hanya pengolahan sebagai wisata air dan pertanian, sumber mata air menjadi inovasi pengelolaan sistem air minum desa. Meningkatnya jumlah penduduk di setiap tahunnya memunculkan kebutuhan akan sistem penyediaan air minum yang memadai. Sumber mata air yang berada di dekat lokasi wisata air juga akan dilengkapi dengan instalasi produksi untuk mencapai standar air yang dapat dikonsumsi. Air ini kemudian disalurkan mengikuti kontur tanah menuju permukiman warga di selatan desa dengan sistem pemipaan sambungan langsung.

Lesson learned

Keberadaan potensi dan kebutuhan Desa Wonosari membuat perencanaan dan pembangunan penting dilakukan guna mendukung ibu kota Kabupaten Wonosobo dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa. Visi pengembangan menjadi kunci pembangunan yang sistematis, konsisten dan berkelanjutan, yaitu Desa Wonosari sebagai destinasi wisata air serta potensi agrikultur yang mendukung pengembangan ekonomi kreatif. Konsep Eco-Cultural Village menjadi sumber berkembangnya program fisik dan non-fisik untuk mendukung strategi ekowisata, agrikultur, ekonomi kreatif, kebutuhan dasar masyarakat, dan pengembangan SDM.

Tim perencana Masterplan Wonosari: Zam Zam Masrurun, Muhammad Farhan Attarikshah, Ayu Annasihatul Ainaqo, Muhammad Irfan, Joko Prasetyo, Rizky Nur Asih

25
Peta rencana jaringan air bersih desa wonosari

Margomarem dan pemberdayaan masyarakat

Pembangunan desa berbasis

kolaborasi

Pembangunan kawasan perdesaan (PKP) adalah pembangunan gabungan beberapa desa melalui jalan kolaborasi multi aktor1 dengan tahapan antara lain pembentukan, penetapan, perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi2. Kawasan Margomarem telah melalui proses pembentukan kawasan yang diinisiasi mulai dari tahun 2017 kemudian ditetapkan sebagai

kawasan perdesaan melalui SK Bupati 050/383 Tahun 2020. Pada tahun 2020 pula ditetapkan kelembagaan kawasan yaitu

BKAD dan Bumdesma yang kemudian menyusun RPKP pada awal tahun 2021. Setelah penyusunan RPKP, pada akhir tahun 2021, Kawasan Perdesaan Margomarem mulai

mengimplementasikan atau melaksanakan program pembangunan yang telah direncanakan sebelumnya dengan melibatkan masyarakat, pemerintah, swasta, akademisi, dan komunitas.

Ayu Annisa A. A., S.PWK

Pendampingan kawasan perdesaan Margomarem

PKP Margomarem termasuk model pembangunan campuran top down - bottom up dan melibatkan kolaborasi lima jenis pemangku kepentingan (penta helix) secara bertahap.

Pembangunan berawal dari adanya dukungan kebijakan pemerintah daerah yang kemudian merangsang semangat masyarakat lima desa untuk mengembangkan kawasannya. Selanjutnya, dukungan pemerintah dan modal sosial masyarakat lima desa tersebut pada akhirnya juga menarik perhatian beragam pihak baik swasta, akademisi, maupun komunitas luar wilayah untuk berpartisipasi dalam PKP Margomarem. Artinya, mulai dari pembentukan hingga pelaksanaan awal, proses PKP Margomarem telah melibatkan berbagai jenis stakeholder. Stakeholder-stakeholder tersebut telah dan akan saling berkolaborasi dan berbagi peran melaksanakan programprogram pembangunan hingga tujuan bersama terwujud. Pelaksanaan pembangunan pada tahun-tahun selanjutnya tidak menutup kemungkinan akan terjalin kolaborasi dengan lebih banyak stakeholder.

Pendampingan Kawasan Perdesaan Margomarem (Kawasan Margomarem) dimulai sejak tahun 2020. Saat itu kami (Shirvano) bersama pengelola Margomarem dan pemerintah daerah setempat membangkitkan kembali semangat pembentukan kawasan melalui serangkaian kegiatan seperti pertemuan, forum, rapat, sosialisasi, dan sebagainya. Serangkaian kegiatan tersebut akhirnya menguatkan komitmen Margomarem untuk melanjutkan tahapan pembangunan kawasan. Pada awal tahun 2021, kami membantu memfasilitasi penyusunan dokumen Rencana Pembangunan Kawasan Perdesaan (RPKP) sebagai acuan pelaksanaan Pembangunan Kawasan Perdesaan (PKP) Margomarem Tahun 2021-2026. Dalam proses perencanaan, kami melibatkan beragam kelompok masyarakat dalam kawasan, seperti alumni sekolah lapang, badan usaha milik desa (Bumdes), kelompok sadar wisata (Pokdarwis), pelaku sampah, karang taruna, dan PKK. Kelompok masyarakat kawasan tersebut memberikan masukan dan aspirasinya sehingga perencanaan yang disusun dapat menjawab kebutuhan masyarakat. Kami dan masyarakat kawasan juga tidak luput melibatkan dinas-dinas terkait dan swasta yang beririsan dengan Kawasan Margomarem untuk melakukan sinergisme program. Harapannya, programprogram yang kami susun bersama masyarakat dapat berjalan selaras dengan program yang dimiliki oleh seluruh stakeholder kawasan.

OPINIONS
Diagram Kolaborasi Pembangunan Kawasan Perdesaan Margomarem (Analisis Penulis, 2023) Writer: Urban Planners and Community Organizer
384
N
5
26
1 Diartika, F., & Pramono, R. W. D. (2021). Program Pembangunan Kawasan Perdesaan : Strategi Pengembangan Desa Berbasis Keterkaitan Desa-Kota. Jurnal Pembangunan W ilayah Dan Kota, 17(4), 372
2
Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Permendes PDTT) omor Tahun 2016 tentang Pembangunan Kawasan Perdesaan

Setelah dokumen RPKP tersusun, Kawasan Margomarem mulai mengimplementasikan program-program yang ada dalam dokumen rencana tersebut. Pada akhir tahun 2021, pengelola

Margomarem mengajak kami kembali untuk menjalankan program-program Quick Win, yaitu program prioritas dan mendesak untuk dijalankan segera. Kegiatan perdana yang dilakukan bersama kami yaitu studi banding peningkatan kapasitas kelembagaan kawasan. Kami membawa pengelola

Margomarem dan kelompok masyarakat kawasan untuk belajar pengelolaan dan pengembangan pariwisata, pertanian, dan persampahan ke Magelang dan Yogyakarta. Kegiatan studi banding tersebut menambah wawasan peserta kegiatan, namun belum cukup signifikan dalam meningkatkan kapasitas kelembagaan kawasan.

Untuk membantu Margomarem dalam peningkatan kapasitas SDM dan kelembagaan serta pelaksanaan program-program quick win di tahun pertama, sejak tahun 2022 Shirvano menugaskan pendamping lapangan untuk berinteraksi langsung dengan seluruh stakeholder di Kawasan Margomarem. Gambaran umum tugas Pendamping Kawasan antara lain menganalisis kondisi kawasan (SDM, pembiayaan, program, dll); menyusun rencana aksi yang dapat diimplementasikan bersama SDM kawasan; menginternalisasi pengetahuan dan informasi baru pada SDM kawasan melalui kegiatan pertemuan, diskusi, forum, rapat, dll; menjalin kolaborasi dengan berbagai pihak (pemerintah, akademisi, media, komunitas) untuk bersinergi menyelenggarakan program dalam kawasan; menjembatani komunikasi antara pemangku kebijakan dengan pelaksana kegiatan lapangan di kawasan; memberikan masukan dan saran terhadap pengambilan keputusan oleh pemangku kebijakan; mediator antara pemerintah daerah dan pengelola kawasan; mengarahkan dan membimbing SDM kawasan untuk mempersiapkan sebuah kegiatan yang akan dijalankan; mendampingi pelaksanaan program/kegiatan yang sedang berjalan; serta monitoring dan evaluasi perkembangan kawasan.

Pendampingan Kawasan Margomarem telah berjalan melalui dua tahap. Tahap pertama yaitu pendampingan secara offline yang berlangsung selama tujuh bulan dari Bulan Februari hingga Agustus 2022. Tahap kedua, pendampingan berlanjut dengan sistem hybrid (offline-online) dari Bulan September 2022 hingga saat ini (Maret 2023). Kegiatan pendampingan di lapangan diawali dengan pemetaan stakeholder kawasan untuk mengetahui stakeholder kunci yang terlibat dan perannya, serta untuk menggali isu dan persoalan eksisting yang butuh segera dituntaskan. Kegiatan pendampingan kemudian berlanjut dengan menindaklanjuti program sinergisme dengan berbagai pihak yang telah disepakati sebelumnya ketika menyusun dokumen RPKP.

Program-program pendampingan yang dijalankan antara lain program kerja sama dengan Dinas Pariwisata Wonosobo (pelatihan digital marketing, Wonosobo Tourism Business Forum, pelatihan pemandu outbond, pelatihan desa wisata, dan pelatihan higienitas kuliner) dan kerja sama dengan Balai Latihan Kerja Wonosobo (pelatihan tour guide). Kemudian program kerja sama dengan non-pemerintah untuk promosi kawasan, seperti even Pelaku Wisata Nusantara, pendampingan videografi dan digital marketing bekerja sama dengan Aroundme Studio, serta pendampingan promosi kawasan dan even kreatif bekerja sama dengan jurnalis senior Wonosobo. Kami juga bekerja sama dengan Program Studi Geografi UMS untuk melakukan riset integrasi pengembangan kawasan. Salah satu pencapaian dari kegiatan pendampingan kami yaitu terbentuknya manajemen unit usaha pariwisata yang lahir dari kalangan anak-anak muda di Kawasan Perdesaan Margomarem.

Jika dikaitkan dengan perencanaan, pendampingan merupakan sarana untuk mendorong implementasi program perencanaan (dokumen RPKP) yang termasuk dalam tahapan pasca perencanaan. Manfaat dari adanya pendampingan adalah terlaksananya kolaborasi program dengan berbagai stakeholder kawasan. Pendampingan memungkinkan terjadinya mediasi antara pendamping dengan masyarakat lokal dan seluruh stakeholder luar kawasan. Pendampingan juga merupakan kegiatan perencanaan tindak (community action planning) sebagai fondasi pelaksanaan pembangunan jangka panjang. Melalui kegiatan pertemuan, FGD, sosialisasi, dan pelatihan kepada masyarakat, pendampingan secara langsung melatih masyarakat untuk mengenali potensi dan masalah, serta secara langsung merumuskan solusi bersama dengan masyarakat. Proses ini tidak langsung meningkatkan kapasitas SDM yang signifikan, namun menjadi upaya awal dalam penyadaran dan pembentukan pionir baru dalam keberlanjutan pembangunan. Bagi aktor luar kawasan, pendampingan dapat memfasilitasi keterlibatan stakeholder luar untuk mengimplementasikan program pembangunan kawasan bagi masyarakat.

Alur Kegiatan Pembangunan Kawasan Perdesaan Margomarem (Analisis Penulis, 2022)
27
Foto Rapat Persiapan Event Wisata

Keberlanjutan pembangunan

desa

Kami memahami bahwa keberlanjutan pembangunan dimaknai sebagai berlangsungnya kegiatan pembangunan desa dalam jangka panjang. Menyadari hal tersebut, selama satu tahun pendampingan kami (Shirvano) melakukan observasi dan wawancara kepada 20 stakeholders kawasan terkait faktor keberlanjutan Pembangunan Kawasan Perdesaan (PKP) Margomarem. Hasilnya, terdapat 3 (tiga) faktor yang paling berpengaruh terhadap keberlanjutan pembangunan, yaitu adanya kolaborasi multi aktor, transparansi informasi publik, dan adanya penggerak lokal.

Kolaborasi multi aktor menjadi faktor pengaruh keberlanjutan yang pertama dikarenakan Kawasan Margomarem telah menjalankan prinsip kolaborasi sejak tahap pembentukan, perencanaan, hingga pelaksanaan pembangunan awal kawasan. Kawasan Margomarem melaksanakan proses pembangunan dengan melibatkan masyarakat lokal, pemerintah, swasta, akademisi, dan komunitas secara bertahap. Untuk memaksimalkan pengembangan potensi pariwisata, pertanian, dan persampahan, Kawasan Margomarem tidak melaksanakannya sendiri, melainkan bekerja sama dengan pihak-pihak yang kompeten di bidang terkait. Hal tersebut tentu selaras dengan prinsip utama dalam PKP dimana PKP dijalankan atas dasar kolaborasi multi aktor untuk memaksimalkan pembangunan1.

Faktor kedua yang berpengaruh terhadap keberlanjutan pembangunan yaitu adanya transparansi informasi publik. Dalam PKP Margomarem, pengelola kawasan wajib memberikan informasi kepada masyarakat mengenai kebijakan yang diambil dan program yang akan diterapkan. Kemudian dari sisi anggaran, pengelola kawasan juga harus berlaku transparan terkait sumber anggaran, pengelolaan, dan penggunaan anggaran. Transparansi menjadi penting karena sebagai bentuk merawat kepercayaan masyarakat kepada pemangku kebijakan, sehingga masyarakat mampu memberikan masukan dan saran apabila diperlukan untuk penentuan kebijakan tepat sasaran. Sehingga masyarakat akan timbul rasa memiliki dan dilibatkan dalam pembangunan kawasan. Transparansi terhadap pengelolaan anggaran juga diperlukan untuk memastikan bahwa biaya yang dikelola dan dikeluarkan oleh pengelola kawasan digunakan untuk kepentingan masyarakat3. Oleh karena itu, transparansi menjadi faktor penting dalam berlanjutnya pembangunan Kawasan Margomarem. Sebab, jika pembangunan tidak transparan maka akan menimbulkan ketidakpercayaan dan konflik dalam internal kawasan.

Kemudian faktor ketiga yang berpengaruh terhadap keberlanjutan pembangunan Kawasan Margomarem yaitu adanya penggerak lokal. Menurut kami, penggerak lokal merupakan SDM internal kawasan yang menjadi ujung tombak berlangsungnya setiap kegiatan pembangunan. Penggerak lokal umumnya digambarkan sebagai sosok yang memiliki peran dominan dalam mengarahkan dan mengoordinir pembangunan4. Kepala desa dan perangkat desa menjadi penggerak awal-awal pembangunan karena posisinya sebagai pemangku kebijakan di desa, sehingga mampu mengoordinir masyarakat untuk terlibat dalam pembangunan Kawasan Margomarem. Kami memahami meskipun peran pemerintah desa penting sebagai penggerak, namun posisinya terbatas pada kebijakan. Dalam tataran teknis, Kawasan Margomarem membutuhkan penggerak lokal yang mampu mengimplementasikan kegiatan pembangunan di lapangan serta mampu membangun kerja sama dengan pihak luar. Oleh karena itu, Kawasan Margomarem perlu menemukan penggerak lokal yang berasal dari kelompok-kelompok masyarakat. Adapun penggerak lokal yang dimaksud yaitu penggerak lokal yang netral dari berbagai kepentingan5. Jika tidak ada penggerak lokal, maka pembangunan dipastikan tidak akan berlanjut. Selain itu, jika ada penggerak lokal namun tidak mewakili kepentingan bersama, maka pembangunan Kawasan Margomarem dapat berujung konflik dan pembangunan tidak akan bertahan lama.

Foto Rapat Rutin Manajemen Pariwisata Foto Forum Koordinasi Pembentukan Manajemen Pariwisata 1 Diartika, F., & Pramono, R. W. D. (2021). Program Pembangunan Kawasan Perdesaan : Strategi Pengembangan Desa Berbasis Keterkaitan Desa-Kota. Jurnal Pembangunan Wilayah Dan Kota, 17(4), 372–384 3 Wardiyanto, Bintoro et.al, 2016, Percikan Pemikiran Tata Kelola dan Pembangunan Desa. Surabaya; Penerbit Airlangga University Press 4 Putra, T. R. (2013). Peran Pokdarwis dalam Pengembangan Atraksi Wisata di Desa Wisata Tembi, Kecamatan Sewon-Kabupaten Bantul. Jurnal Pembangunan Wilayah & Kota, 9(3), 225.
28
5 Emerson, K., Nabatchi, T., & Balogh, S. (2012). An integrative framework for collaborative governance. Journal of Public Administration Research and Theory, 22(1),

Menuju satu dasawarsa UU Desa: mengakselerasi desa melalui pendampingan dan masterplan

“Ketika penduduk dunia semakin bergeser ke kota dan menjadi megacities, Indonesia akan berpaling ke desa. Desa akan menjadi tumpuan utama kehidupan dengan wajah ekonomi dan teknologi berbeda dengan yang kita lihat hari ini” tulis Profesor Rhenald Kasali1. Sudah 5 tahun berlalu prediksi dilontarkan. Menuju 10 tahun undang-undang (UU) desa berlaku di Indonesia. Bagaimana potret desa-desa di Bumi Pertiwi saat ini? Apakah wacana revisi UU desa dapat mengakselerasi kondisi desa saat ini menuju kondisi yang diharapkan?

Secara statistik, jumlah desa tertinggal pada tahun 2014 sebanyak 20.4322 sedangkan pada tahun 2022 sebanyak 13.6723. Hal ini berarti sejak berlakunya undang-undang desa hingga tahun 2022 dengan total dana desa hampir 500 triliun, ada dampak peningkatan kesejahteraan pada 6.760 desa atau

33% dari kondisi tahun 2014. Jika alokasi dana desa stabil tanpa intervensi signifikan, maka diperkirakan tidak ada lagi desa tertinggal dan sangat tertinggal pada satu abad Indonesia merdeka nanti.

Lima status desa dalam Indeks Desa Membangun mencerminkan kondisi kemisikinan dan pengelolaan sumber daya desa untuk kesejahteraan masyarakat desa. Desa berkembang atau desa madya sebagai status transisi dari desa tertinggal dan sangat tertinggal menuju desa maju dan mandiri. Status desa transisi ini menunjukkan persoalan kemisikinan di desa tidak besar, namun pengelolaan sumber daya sosial, ekonomi, dan ekologi belum optimal. Melihat status kemajuan dan kemandirian desa 2019-2022 yang dikeluarkan kementerian desa, maka 5 tahun kedepan atau 10 tahun sejak prediksi oleh pendiri Rumah Perubahan, desa-desa Indonesia dimungkinkan menjadi wajah ekonomi Indonesia.

OPINIONS
Writer:
29
Tabel Jumlah Desa Berdasarkan Tahun dan Status Desa
 Sumber: idm.kemendesa.go.id

Desa Sikunang berbenah

Dalam skala nasional, statistik menunjukkan dalam empat tahun terakhir status desa di atas berkembang (maju dan mandiri) tumbuh cepat, mulai hanya sekitar 10% hingga hampir 40% dari 83.794 desa. Banyak desa berbenah dengan adanya suntikan dana desa. Namun ada juga desa yang masih belum tercukupi dari anggaran dana desa (DD) dan alokasi dana desa (ADD) sehingga perlu mencari lembaga donor ataupun mengambil peluang dana lainnya seperti Bantuan Keuangan (bankeu) Provinsi, Kementerian, ataupun Dana Istimewa (danais) khusus Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Adapun untuk mendapatkan dana tambahan, desa tidak serta merta mengadahkan tangan, namun perlu ada dokumen masterplan yang menggambarkan rencana kebutuhan dana. Salah satu contoh desa yang menggunakan dokumen masterplan untuk dapat mengembangkan desanya adalah Desa Sikunang, di Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo, Provinsi Jawa Tengah.

Desa Sikunang berada pada dataran tinggi Dieng dan berdekatan dengan area Geothermal Dieng. Sejak tahun 2012, Dataran Tinggi Dieng merupakan kawasan strategis pariwisata provinsi (KSPP) Jawa Tengah dan menjadi bagian dari kawasan strategis pariwisata nasional (KSPN) Super Prioritas pada tahun 2020. Secara lokasi, Desa Sikunang memiliki lokasi strategis. Banyak magnet yang dapat menggerakkan roda perekonomian masyarakat.

Dua tahun pasca UU Desa disahkan, status Desa Sikunang adalah sangat tertinggal4. Adapun berdasarkan statistik kunjungan, wisatawan selama 2016 di Wonosobo sebanyak ±1.100.000 atau senilai 3.7 miliar. Hampir 80% wisatawan melakukan kunjungan di daerah Dataran Tinggi Dieng. Pada tahun 2018, status desa mulai beranjak menjadi desa tertinggal5 sedangkan tingkat kunjungan wisatawan meningkat 1,5 kali menjadi ±1.500.000 atau senilai 5.1 miliar.

Kepala Desa Sikunang periode 2016-2021, Nur Amin, terus berupaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa. Pada tahun 2019 akhir, Kepala desa berinisiatif untuk menyusun dokumen masterplan desa sebagai pelengkap dokumen rencana pembangunan jangka menengah desa (RPJMDes). Menjadi tantangan tersendiri bagi Shirvano sebagai tim penyusun master plan desa tersebut, apalagi mengingat status Desa Sikunang yang tertinggal ditengah daya tarik wisata yang luar biasa. Sebelum menyusun, Shirvano menyampaikan gambaran konten dokumen, hal-hal yang akan dilakukan, serta keluaran yang akan didapatkan. Hal ini agar Kepala Desa Sikunang dan jajarannya mengerti dokumen yang akan disusun dan mengetahui hal bermanfaat yang dapat dilakukan dengan dokumen tersebut.

Bak gayung tak bersambut, gagasan Kepala Desa yang ingin memaksimalkan pariwisata Desa Sikunang melalui masterplan kurang direspon dengan baik oleh masyarakat. Namun hal tersebut tidak menyurutkan Shirvano dalam upayanya menyusun masterplan, justru pendekatan satu per satu kepada tokoh-tokoh kunci dilakukan untuk menyampaikan maksud dan pengembangan pariwisata nantinya.

Pasca dokumen tersusun, kepala desa dihadapkan dengan pandemi Covid-19 yang menyebabkan segala hal pendanaan diprioritaskan untuk ketahanan ekonomi masyarakat. Meski demikian, Pak Nur Amin tetap bergerak untuk pembangunan fisik desanya, terutama pariwisata, dengan menawarkan rencana-rencana di dokumen masterplan kepada pihak BUMN yang mengelola Geothermal Dieng. Shirvano pun turut mendampingi penyusunan proposal agar Desa Sikunang mendapatkan tambahan pendanaan. Di tahun 2022, meskipun tidak mendampingi Desa Sikunang secara langsung, Shirvano tetap menyinergikan program pemerintah kabupaten dengan masyarakat Desa Sikunang seperti pelatihan. Dalam dua tahun terakhir, sesekali Shirvano berkunjung untuk meng-update kabar dan persoalan desa yang sekiranya dapat difasilitasi lebih lanjut

Satuan Indeks Desa Membangun (IDM)

Keterangan:

Desa sangat tertinggal: IDM ≤ 0,490

Desa tertinggal: 0,4907 < IDM ≤ 0.598

Desa berkembang: 0,5989 <IDM ≤ 0,707

Desa maju: 0,7072 < IDM ≤ 0,815

Desa mandiri: IDM > 0,8155

Tabel Jumlah Desa Berdasarkan Tahun dan Status Desa Sumber: Direktorat Jendral Pembangunan Desa dan Perdesaan, 2021, Peringkat Indeks Desa Membangun Tahun 2021
30

UU Desa berdampak bagi

Desa, namun perlu didukung kebijakan lainnya

Perbaikan kondisi desa-desa di Indonesia yang tercermin dalam indeks pembangunan desa, merupakan salah satu tanda sukses pemerintah memfasilitasi pembangunan desa melalui undang-undang desa, dana desa, serta pendamping desa. Namun demikian, pemerintah harus selalu inovatif dan berkomitmen agar awalan yang baik ini tidak berhenti. Masih ada persoalan-persoalan di desa yang perlu dituntaskan seperti kualitas sumber daya manusia. Bahkan ke depannya, perlu diperkaya dan diperdalam dengan indikator-indikator baru untuk menghindari stagnansi pembangunan.

Sebagai contoh, indikator penentuan status desa saat ini masih menitikberatkan kepada keberadaan dan kondisi fisik sarana prasarana sosial ekonomi lingkungan serta jarak/waktu tempuh terhadap sarana prasarana. Selain itu, indikator yang dipertimbangkan adalah frekuensi aktivitas ataupun jumlah kelompok dalam memanfaatkan sarana prasarana.

Walaupun, memperkecil jarak ke sarana pendidikan (formal, informal) penting, namun setelah itu perlu diperhatikan jumlah pelatihan softskill/hardskill yang sering dilakukan. Lebih jauh lagi, durasi pelaksanaan pelatihan. Lebih dalam lagi model pelatihan yang diberikan. Hal ini karena masyarakat desa tidak cukup dengan pelatihan yang hanya satu hari, perlu beberapa hari agar pelatihan tersebut ditangkap. Model pelatihan pun berpengaruh pada pemahaman masyarakat. Pelatihan dengan bentuk seminar ataupun sejenisnya kurang sesuai bagi masyarakat desa dibandingkan workshop atau ada praktik langsung di lapangan dengan diperhatikan oleh instruktur.

Penutup

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa inovasi dalam kebijakan masih sangat diperlukan dalam upaya pembangunan desa. Begitu halnya dalam penentuan indikator atau capaian indeks desa membangun ke depannya. Pada proses nyata di lapangan, berbenahnya desa juga bergantung besar pada tipe dan pola pendampingan yang diberikan kepada masyarakat baik itu dari segi perencanaan maupun pelaksanaan. Kolaborasi pendampingan dapat dilaksanakan dengan memulai pola pikir untuk mengangkat potensi lokal desa dengan inovasi global yang kreatif. Dengan demikian, pemberdayaan masyarakat dan komunitas di desa akan menjadi lebih efektif dan efisien.

Indeks Desa Membangun
31
Foto Proses Diskusi Desa Sikunang

An interview: rethinking rural community development

Singgih Kartono

dikenal sebagai penggagas Spedagi Movement, sebuah gerakan sosial yang fokus pada kegiatan kreatif berbasis desa. Dengan latar pendidikan desain produk, Pak Singgih memutuskan kembali ke desa untuk memberdayakan potensi yang dimiliki dengan kemampuan dan kegemaran yang ia punya. Cerminan visi Pak Singgih terwujud dalam Dusun Ngadiprono dan Desa Kandangan dengan mengunggulkan material dasar bambu dan kayu. Beberapa produk unggulan yaitu Magno Wooden Radio, Sepeda Spedagi, dan Pasar Papringan.

Mengapa desa menjadi tempat ideal berkarya?

Desa menjadi pondasi terkuat di Indonesia, dengan tersebarnya 80 ribu desa di seluruh wilayah. “Banyak hal yang kita punya di desa sebenernya, sesuatu yang harus kita lihat sebagai sesuatu yang berhaga, sesuatu yang bagus. Memang dia (desa) dalam kondisi yang rentan, karena kebosanan dan inferior. Karena kita tidak percaya diri.” Ujar Pak Singgih. Beliau sadar akan keberadaan potensi pada desa yang luar biasa seperti sumber daya bahan material, alam, manusia termasuk skill dan kerja tangan, serta budaya seperti artefak dan nilai yang dianut masyarakat.

Apa motivasi untuk kembali ke desa?

“Saya bisa menangkap ada pemahaman yang keliru dalam desa, ada kebijakan pemerintah yang keliru juga dengan desa. Dan saya melihat bahwa ini gak boleh begitu. Jadi ada satu pikiran saya bahwa (harusnya tidak seperti itu). Saya orang yang selalu terpanggil untuk nek ono (jika ada) masalah kaya gitu, saya yakin bahwa saya bisa melakukan itu, ya saya akan lakukan.” kata Pak Singgih dengan yakin. Beliau percaya bahwa desa dapat menghasilkan sebuah produk yang berkualitas. Ia merasa menjadi orang yang beruntung karena memiliki peluang, pengetahuan, dan wawasan yang baik untuk membantu orang lain dan menyelesaikan masalah.

kudune ra ngono

Bagaimana menemukan potensi desa?

"Lihatlah desa dari sisi yang berbeda. Menurut Pak Singgih, papringan atau hutan bambu tidak seharusnya menjadi tempat sampah, ia dapat melihat keindahan papringan. Atas pengetahuan yang ia punya, bambu merupakan aset yang berharga. Karena ketidaktahuan, masyarakat hanya bosan dan rendah diri akan potensi yang dipunya. Dibutuhkan inisiator yang menyadarkan masyarakat atas keunggulan, yang Pak Singgih sebut sebagai, nilai masa depan di kehidupan sekarang. Dusun bambu yang ditinggalkan kini dapat menjadi masa depan dengan treasurability yang tinggi seperti pasar bebas plastik, pasar demokratis dengan semua lapisan masayarakat, serta jenis jajanan yang sehat dan mengunggulkan nilai lokalitas

FROM THEIR PERSPECTIVE
Foto Sepeda Spedagi dengan rangka bambu. Foto Magno Wooden Radio dan ragam olahan bambu serta kayu berbasis tangan.
32
Transcribers: Prisca Bicawasti B. S.

Hal apa yang menjadi penting untuk pembangunan sebuah desa?

Pengembangan desa menurut Pak Singgih membutuhkan proses eksperimentasi dalam penemuan solusi sehingga menghasilkan sesuatu produk baru. Umumnya tidak ada teori, referensi, peta yang jelas mengarahkan arah pembangunan, namun hanya ditemukan beberapa bagian yang harus dikumpulkan dan dirangkai sendiri, harus membuat referensi sendiri. Melalui proses eksperimen pribadi, membuat segala risiko harus ditanggung sendiri, sebagai bagian dari mengenali diri sendiri. Tidak semua hal harus direncanakan secara runtut dari awal hingga selesai. Pada proses eksperimen yang dilakukan Pak Singgih, perencanaan hanya dilakukan di awal lalu dalam perjalanan beliau menemukan banyak hal baru yang tidak terduga.

Apakah kendala yang dihadapi sebagai penginisiasi gerakan berbasis desa?

“Setiap orang memiliki cara memimpinnya masing-masing. saya  termasuk eksekutor yang kurang pandai dalam bersosialisasi langsung dengan masyarakat. Sehingga saya banyak dibantu oleh tim.” ujar Pak Singgih. Tim yang dimaksud adalah Komunitas Spedagi yang membantu Pak Singgih dalam membangun komunikasi dengan masyarakat.  Kelompok ini yang memetakan masalah dan menemukan potensi tersirat. Terdapat struktur organisasi yang cukup rumit seperti koordinator pelaksana, kurator kuliner, dan lain-lain. Orang-orang ini yang membuat aturan hanya warga sekitar yang boleh berjualan, mengkurasi makanan, sistem pembayaran dengan koin bambu pring.

Bagaimana metode pendampingan sebuah desa?

"Banyak hal baru yang harus diperkenalkan kepada desa dan masyarakat, kita lakukan secara bertahap dari sebuah proses yang panjang untuk menjadi kebiasaan. Carilah tokoh lokal, petakan mana yang memiliki potensi positif terhadap rencana pengembangan dan sebaliknya. Selesaikanlah itu di awal, sehingga tahu mana kelompok atau forum yang biasa diajak berdiskusi.” tutur Pak Singgih untuk menggambarkan metode pendampingan Pasar Papringan. Ia juga menjelaskan bahwa pemerintah juga memiliki peran untuk mendukung perkembangan desa, “Sebisa mungkin memberi tahu keberadaan rencana pengembangan desa (kepada pemerintah) untuk mendapat dukungan kerjasama."

Apakah pernah melalui proses kegagalan dalam membangun sebuah desa? Serta bagaimanakah solusinya?

Tentu ide yang dimiliki banyak terbentur oleh keterbatasan, bereksperimen dengan satu material atau kegiatan dan mencoba bentuk lain. Kegagalan merupakan hal yang biasa untuk mencapai formula yang ideal. Seperti penemuan metal penghubung antar bambu pada Sepeda Spedagi, setelah melewati kegagalan dengan sambungan resin. Sama halnya dengan Pasar Papringan yang telah melewati situasi kurang menyenangkan. Sempat berpindah satu kali sebelumnya, sampai akhirnya menetap di Dusun Ngadiprono.

“Masalah sosial tidak bisa diselesaikan dengan mudah kalau terlanjur salah, sudah tidak bisa lagi.” kata Pak singgih menegaskan bahwa dibutuhkan komunikasi yang baik antara kelompok inisiator, masyarakat desa, dan pemerintah setempat. Beliau juga menekankan adanya ambisi untuk mencapai sebuah visi harus dibalut dengan keberanian memutuskan segala pertimbangan termasuk mengambil risiko. Dengan adanya kesalahan, maka kita akan tahu bagian mana yang salah dan perlu diperbaiki untuk terus maju.

Meskipun banyak hal yang harus dilewati, menurutnya kunci penyelesaiannya adalah mem-breakdown banyak proses dan menyusun SOP ditiap langkah pengerjaan sehingga menjadi sederhana. Ilmu manajemen produksi modern cocok digunakan untuk sistem produksi berbasis tangan. Sehingga pengrajin dan tokoh terlibat yang tidak memiliki keterampilan sama sekali di awal, dapat menghasilkan produk yang sama sesuai dengan konsep, tanpa kegiatan training namun langsung dalam kegiatan produksi/pelaksanaan.

Apakah Pasar Papringan sudah bisa disebut pembangunan desa yang berhasil?

Melihat dari perkembangan Pasar Papringan, Pak Singgih memiliki pandangan tersendiri “(Pasar Papringan) Baru 25%. Ini baru sebuah pembuktian bahwa bisa digelar seperti ini. Pasar papringan indah, iya. Banyak orang datang, iya. Transaksi bisa terjadi, iya. Makanan tradisional sesuatu yang sehat dan pasarnya ada. Orang menikmati situasi seperti ini. Menginspirasi banyak orang, iya. Tapi sebenarnya saya belum menarik kebelakang: pertaniannya belum, bambunya juga belum”. Pak Singgih menginginkan bagaimana pengetahuan bambu didata dengan baik sehingga mudah diketahui oleh masyarakat dan pendatang.

“Ya kalau bersepeda itu, kenapa sih harus diselesaikan. Kita harus belajar untuk mendapatkan sesuatu dari perjalanan. Kita harus mendapatkan sesuatu yang kita menikmatinya nanti. Tidak harus sesuatu yang ringan, manis, harum. Tapi sesuatu itu (proses) yang punya nilai buat kita. Bersepeda itu kan juga sebuah proses. Sesuatu yang pait itu kan (juga proses dan hasil). Jadi kita harus keluar dari terminologi (hasil) yang baik itu, yang seperti kadang-kadang itu cuma masalah hitam sama putih, yang kedua-duanya cuma ngomong tentang warna, tidak bercerita tentang baik dan jelek.” tutur Pak Singgih mengakhiri diskusi siang itu di Pojok Spedagi, Pasar Papringan.

33
Foto Pasar Papringan, Dusun Ngadiprono, Jawa Tengah

Desa Wisata Karangrejo

Sebuah wawancara dengan Pak Rohadi sebagai pengurus desa wisata dan Pokdarwis dan Pak Yazid sebagai pengurus objek wisata.

Desa Wisata Karangrejo merupakan satu dari 20 desa yang menjadi penyangga pariwisata Candi Borobudur Jawa Tengah. Kesadaran masyarakat atas adanya peluang pariwisata disambut aktif oleh aktor pendukung. Selama lebih dari satu dasawarsa Desa Wisata Karangrejo terus menggalami perkembangan hingga menjadi desa wisata berkelanjutan atas potensi dan program yang dimiliki.

Bagaimana awal mula terciptanya Desa Wisata Karangrejo?

“Kita ingin membangun desa, kalau dulu kita lihat Desa Wisata Candirejo (maju karena pariwisata) lalu kita ingin menjadi desa wisata juga tapi wisata alam. Kita punya Punthuk Setumbu, makanya itu kita maksimalkan pengembangan pariwisata di situ.” kata Pak Rohadi. Beliau menjelaskan bahwa Desa Wisata Karangrejo tercipta atas keinginan masyarakat desa untuk lepas dari kondisi ekonomi kurang mampu. Sejak tahun 2006 masyarakat sudah mulai berangan-angan dan menggali potensi, yang kemudian menghasilkan ide untuk mengadakan kembali ritual ucapan syukur leluhur dan mengundang media masa nasional.

Salah satu titik tolak ramainya kunjungan di desa ini adalah keberadaan Punthuk Setumbu. Tempat ini menjadi spot foto populer bagi kalangan fotografer profesional yang ingin mengabadikan Candi Borobudur saat sunrise. Atas adanya perlombaan fotografi dan promosi dari Taman Wisata Candi Borobudur ke luar negeri, pengunjung didominasi oleh warga negara asing. Lambat laun lokasi ini menjadi populer lingkungan masyarakat sekitaran Jawa Tengah. “Dari tahun 2010 sampai 2016 lah wisatawan kan rata-rata yang datang ke Punthuk Setumbu adalah wisatawan dari Jogja. Nginep di Jogja mereka setengah empat pagi datang, nanti jam 7 sudah pulang lagi ke Jogja itu kan menjadi PR kita. Bagaimana cara menahan mereka untuk tinggal lebih lama di sini.” Lanjut Pak Rohadi.  Hal tersebut menjadi pemicu pengurus untuk menciptakan daya tarik lain untuk memperpanjang waktu tinggal wisatawan di Desa Karangrejo.

Bagaimana kolaborasi dan proses pendampingan?

Belum adanya bantuan dari pemerintah pada awal pengembangan, membuat pembangunan fasilitas pariwisata dilakukan secara swadaya dengan iuran warga. Keinginan masyarakat untuk berkembang dilihat oleh beberapa pihak salah satunya mahasiswa UGM yang datang untuk menggali potensi Desa Wisata Karangrejo.  Selain itu PT. Taman Wisata Candi Borobudur termasuk pihak yang memiliki peran penting dalam pembangunan desa wisata. Pada prosesnya kemudian, TWC Borobudur menunjuk BUMN lain untuk mendampingi 20 desa. Perusahaan Pertamina Gas Negara (PGN) diutus untuk mendampingi berkembangnya Desa Karangrejo. Perusahaan Pertamina Gas Negara sebagai pendamping memiliki wewenang untuk menyeleksi karyawan dan melaksanakan training dengan standar yang sudah ditetapkan.

Foto Pak Rohadi (kiri) dan Pak Yazid (kanan)
34
Hasil foto dari Punthuk Setumbu. Sumber : Ikhsan Sugiarto | Unsplash

Seiring berjalannya waktu, keberadaan BumDes dan Pokdarwis berjalan sejajar tanpa tumpang tindih. “Ibaratnya sing due (yang punya) dagangan itu BumDes, kita (Pokdarwis) yang jualan.” Pak Rohadi dan Pak Yazid menjelaskan bahwa Balkondes merupakan salah satu bisnis yang berada langsung di bawah BumDes, sementara hal yang berhubungan dengan UMKM, destinasi wisata, homestay, pendampingan masyarakat, dan lain-lain berada dibawah binaan Pokdarwis. “Kadang Pokdarwis, kontra dengan beberapa pihak lain. Karena urusannya sudah urusan duit dan uang, kalau udah gak bisa menyetel posisinya. Ya memang kita butuh uang tapi kita berjuang untuk kelangsungan hidup wisata di sini. Di Karangrejo kita (BumDes dan Pokdarwis) itu sejajar cuma berbagi peran saja.” Ke-dua pengurus ini melanjutkan bahwa pemerintah desa juga memiliki peran aktif dalam menjadi koordinator untuk membagi peran dan tanggung jawab masing-masing aktor.

Bagaimana strategi Desa Wisata Karangrejo dapat bertahan lama?

“Kuncinya ya dikelola secara profesional. Walaupun yang bekerja itu semua warga kita, itu seleksinya juga mereka (PGN) yang ngetes. Seleksi untuk menjadi karyawan balkondes itu.” jelas Pak Rohadi. Beliau menegaskan bahwa proses pemilihan dan keberlangsungan karyawan harus dilakukan secara profesional. Meskipun masih bagian dari warga sekitar, seleksi dan pelaksanaan training tetap dilakukan selama kurang lebih satu bulan. Hingga saat ini, Balkondes Karangrejo menjadi tempat pelatihan kerja lapangan untuk karyawan perusahaan atau balkondes lain.

Dari awal pengembangan kawasan, pengurus sudah berkomitmen juga untuk melaporkan semua hasil kunjungan dan pendapatan ke dinas terkait. Mereka beranggapan bahwa dengan adanya laporan tersebut, desa dapat diakui dan dilihat oleh pemerintah. Hal ini membuahkan hasil saat Desa Wisata Karangrejo pada akhirnya mendapat kunjungan dari gubernur dan menteri yang membawa bantuan.

Bagaimana pembagian pendapatan dan pengelolaan Punthuk Setumbu?

Pendapatan Punthuk Setumbu dibagi kedalam beberapa bagian. Menurut penuturan Pak Yazid dan Pak Rohadi, 50% pendapatan digunakan untuk kesejahteraan pengelola dan karyawan, 20% digunakan untuk pengembangan kawasan, 20% digunakan untuk pengembangan dusun, dan 10% diserahkan kepada PADesa (Peningkatan Pendapatan Asli).

Punthuk Setumbu merupakan bagian dari aset tanah desa dikelola oleh langsung oleh masyarakat setempat. “Dikelola oleh masyarakat satu dusun, dusun saya kebetulan. Yang bekerja di situ 150 orang, padahal itu dikerjakan 10-15 orang aja itu bisa tapi kan dari awal konsepnya pemberdayaan.” kata Pak Rohadi. Pembagian shift atau pemberlakuan waktu giliran bekerja digunakan dalam sistem ini, dalam satu bulan sebanyak 80 orang bekerja selama 2 minggu dan sisanya bekerja di waktu yang lain. Pengurus melakukan ini untuk meningkatkan rasa kepemilikan kepada masyarakat untuk sama-sama menjaga objek pariwisata. Tingginya jumlah partisipasi masyarakat diimbangi dengan inisiatif pengurus untuk melakukan pertemuan rutin satu kali dalam sebulan yang membahas perkembangan dan evaluasi kendala pada kegiatan pariwisata.

Apakah kendala yang ditemui dalam

pengembangan masyarakat?

“Kedalanya jadi orang agak males untuk berkembang juga, orang merasa sudah diseperti itu.” Ujar Pak Rohadi. Kondisi masyarakat sudah terbiasa untuk bekerja di bidang pariwisata dan mendapatkan uang dari wisatawan. Pola pikir yang terbentuk hanyalah menjadi asongan di Kawasan Candi Borobudur, lalu saat kembali ke desa menjadi jasa pemandu arah, ojek, jualan. Sampai Pandemi Covid-19 datang meluluhlantakkan kegiatan pariwisata membuat kelompok pemuda ini kebingungan karena sudah terbiasa bertopang hidup pada pariwisata, sehingga tidak ada yang mereka bisa lakukan selain minta bantuan.

“Tapi seiring perkembangan waktu, banyak yang berkunjung menjadi ramai. Karena ya iri, sudah banyak pendapatan. Lalu pemuda turun tangan mengambil alih pengelolaan. Pemuda masih sifatnya muda, kurang terkontrol, manajemennya buruk, penggunannya tidak terarah. Akhirnya satu tahun itu ya kacau.” Ujar Pak Yazid. Keadaan tersebut disadari oleh pengurus yang kemudian memberlakukan penegasan sistem pengelolaan objek wisata.

Apakah manfaat yang dirasakan

masyarakat?

“Alhamduliah sampai sekarang masih berjalan dan bisa menghasilkan untuk masyarakat semua, bisa mereka untuk kebutuhan sekolah, untuk kebutuhan sosial itu terpinjam. Jadi salah satu mengurangi rentenir masuk situ. Terus terang.” Kata Pak Yazid. Peningkatan pendapatan pariwisata, membuat masyarakat tidak merasa kekurangan biaya lagi untuk kehidupan sehari-hari. Serta terdapat peningkatan SDM, banyak ditemui ibu rumah tangga yang dahulu hanya mengerti urusan rumah tangga saat ini memiliki pendapatan tambahan menjadi pemandu wisata. Perusahaan PGN juga memfasilitasi jaringan pipa gas untuk memasak pada 250 dari 1.000 KK masyarakat desa.

Pendapatan pariwisata juga digunakan untuk mebangun fasilitas umum masyarakat desa,  “20% untuk pengembangan dusun seperti buat masjid akhirnya 2015 sekitar 600jtan gak ada tarikan. Berkahnya kan dari situ. Dari awal waktu wisatawan ramai bisa membangun masjid, masyrakat menikmatinya.” kata pak Rohadi.

Apa motivasi bapak?

“ Kita pengen membangun kembali desa tapi kalau jaman dulu kan belum ada banyak bantuan pemerintah, jadi kalau kita tidak punya usaha, ya kita tidak bisa bangun,” kata Pak Rohadi. Rasa semangat beliau tergerak melihat desanya yang kurang mampu sementara desa lain bisa berkembang dengan pariwisata. “Kalau kita ada niatnya. Memang kita butuh uang tapi tidak semuanya dinilai dengan uang. Ini kan suatu hal yang penting. Seperti mengobrol dengan orang luar, tidak harus langsung diterima manfaatnya, tapikan ada efeknya, kita punya banyak relasi, kita punya usaha.” sahut Pak Yazid.  Pengurus sadar betul akan hasil yang tidak harus selalu dirasakan, namun memiliki pengaruh jangka panjang seperti meningkatkan taraf hidup orang banyak. Hal ini dibuktikan dari kepercayaan pemerintah desa, perusahaan, institusi atau pihak lain yang datang bergantian mengulurkan bantuan dan pendampingan untuk Desa Wisata Karangrejo.

35

Volume 2 Nomor 1

Periode Januari-Maret 2023

Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.