Climate Action Book: Prepare For A Change

Page 1

Preface

a i dengan bangga e perse bahkan buku hasil kolaborasi dari Ti Intern Batch 18 dari Shirvano Consulting ini kepada pe baca ang peduli dengan lingkungan dan enginginkan kota ang lebih baik untuk asa depan.

Buku ini berisi hasil-hasil riset dan penelitian dari ti intern sebelu n a engenai strategi pencegahan dan adaptasi terhadap perubahan ikli Dengan dipublikasikann a buku ini secara online, ka i berharap dapat eningkatkan kesadaran dan pengetahuan tentang rancangan kota/ wila ah ang dapat encegah dan engurangi da pak perubahan ikli .

a i ingin engucapkan teri a kasih kepada se ua pihak ang telah berkontribusi dala pe buatan buku ini, teruta a kepada ti intern sebelu n a ang telah elakukan riset dan penelitian dengan sangat serius dan enghasilkan laporan ang berkualitas a i juga berteri a kasih kepada perusahaan Shirvano Consulting ang telah e berikan kese patan bagi ka i untuk berkontribusi dala pro ek ini.

Terakhir, ka i berharap buku ini dapat e berikan anfaat ang besar bagi as arakat, khususn a dala engurangi da pak perubahan ikli dan enciptakan kota ang lebih baik untuk asa depan

Acknowledgments

Buku "Climat Action Book: Pr paring for C ang " ini tidak akan terwujud tanpa dukungan dan kontribusi dari berbagai pihak Oleh karena itu, ka i ingin engucapkan teri a kasih kepada

Shirvano Consulting, ang telah e berikan kese patan kepada Ti Intern Batch 18 untuk berkontribusi dala pro ek ini a i engapresiasi dukungan dan keperca aan ang diberikan sehingga ka i dapat enghasilkan buku ang ber anfaat bagi as arakat

Ti Intern Batch sebelu n a, ang telah elakukan riset dan penelitian dengan sungguh-sungguh dan enghasilkan laporan ang berkualitas a i enghargai kerja keras dan dedikasi ang telah diberikan dala e persiapkan ateri ang ke udian enjadi bahan untuk buku ini Para narasu ber, ang telah e berikan wawasan dan infor asi ang sangat berharga dala proses penulisan buku ini a i berteri a kasih atas waktu dan perhatian ang telah diberikan untuk e bantu ka i dala enghasilkan buku ini

Te an-te an dan keluarga ka i, ang selalu e berikan dukungan oral dan se angat dala enghadapi tantangan dala pe buatan buku ini Para pe baca, ang telah e berikan perhatian dan waktu untuk e baca buku ini a i berharap buku ini dapat e berikan anfaat dan enjadi su ber inspirasi bagi Anda dala e perjuangkan lingkungan ang lebih baik dan engurangi da pak perubahan ikli

Akhir kata, ka i ingin engucapkan teri a kasih sekali lagi kepada se ua pihak ang telah berkontribusi dala pe buatan buku "Climat Action Book: Pr paring for C ang " Se oga buku ini dapat e berikan anfaat dan e berikan pengaruh positif bagi lingkungan dan as arakat kita

04
03

INTRODUCTION

Climate Action Movement:

Act now for a better tomorrow

Climate change atau perubahan iklim menurut United Nation ialah perubahan suhu dan pola cuaca dalam jangka panjang yang penyebab terbesarnya disebabkan oleh aktivitas manusia. Dampak dari climate change yang dirasakan dapat berupa terjadinya bencana alam dan kerentanan akan bencana, meningkatnya risiko kesehatan, dan masih banyak lagi. Bencana alam yang terjadi telah meningkat kejadiannya, seperti banjir, tanah longsor, kekeringan, dan badai yang merusak. Dampak-dampak lainnya juga tidak kalah urgensinya, seperti pemanasan global, kenaikan permukaan air laut, dan kekeringan yang semakin parah telah mengancam keberlangsungan hidup manusia di berbagai wilayah. Hal ini menegaskan betapa seriusnya dampak perubahan iklim pada kehidupan manusia, tidak terkecuali juga berdampak pada lingkungan, ekonomi, dan sosial. Oleh karena itu, upaya pencegahan dan adaptasi terhadap perubahan iklim menjadi hal yang sangat penting dan mendesak untuk dilakukan.

Tanpa tindakan yang cepat dan tepat, tentunya kita akan menghadapi akibat yang semakin merugikan dan berdampak jangka panjang pada kehidupan manusia. Dengan demikian, dalam rangka menghasilkan pengetahuan yang lebih baik dan menyebarkan kesadaran tentang caracara mengatasi dampak perubahan iklim, Shirvano Consulting bekerja sama dengan Tim Intern Batch 18 untuk membuat buku "Climate Action Book: Preparing for Change". Buku ini berisikan hasil-hasil research project dari intern-intern batch sebelumnya yang mengambil tema-tema pencegahan & adaptasi terhadap dampak Climate Change dan dipublikasikan dalam bentuk buku.

Buku ini memiliki tujuan untuk meningkatkan kesadaran dan pengetahuan tentang rancangan kota/wilayah yang dapat membantu kita beradaptasi terhadap perubahan ikilm. Buku ini nantinya akan dipublikasikan secara online kepada publik, sehingga dapat diakses oleh siapa saja yang ingin mempelajari lebih lanjut mengenai strategi perencanaan dan perancangan kota demi menciptakan kota yang lebih baik untuk mengurangi dampak perubahan iklim.

Buku ini terdiri dari enam topik berbeda yang mencakup strategi perencanaan dan perancangan, dengan tujuan untuk memberikan pandangan yang luas tentang upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi perubahan iklim. Setiap topik memiliki pendekatan yang berbeda, namun semuanya berkaitan dengan tema utama yaitu pencegahan dan adaptasi terhadap perubahan iklim.

Research project merupakan salah satu proyek yang dikerjakan oleh para intern di Shirvano selama masa magang mereka. Para intern melakukan riset terhadap isu-isu keruangan yang menjadi fenomena yang terjadi di kota dan wilayah. Salah satu topik research project yang banyak diangkat adalah adaptasi terhadap dampak Climate Change.

Flood (Priyank, P., 2019)
08
07

a

urban sustain ability

10
Sunrise at Gardens by The Bay in Singapore (Matthew, I., 2020) 09

Infrastructure

What is Green Infrastructure (GI)?

Penduduk di Indonesia semakin terus meningkat setiap tahunnya, khususnya daerah perkotaan.

Berdasarkan berita pada website Badan

Pengembangan Infrastruktur Wilayah

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan

Rakyat Republik Indonesia, diperkirakan pada tahun 2024  jumlah penduduk perkotaan mencapai 72,8% dari seluruh penduduk di Indonesia. Peningkatan jumlah penduduk perkotaan ini, salah satunya disebabkan oleh urbanisasi. Urbanisasi memang memberikan manfaat pada perekonomian Indonesia. Namun jika tidak diikuti dengan pengembangan infrastruktur yang efisien dan efektif, maka akan menyebabkan hunian padat, kawasan kumuh, kemacetan, dan lain-lain. Pada salah satu target dari Sustainable Development Goal, target yang ke-11, yaitu Sustainable and Cities and Communities menjeslakan tentang akses untuk mendapatkan perumahan yang layak, aman, dan terjangkau, serta infrastruktur yang baik pada tahun 2030 sehingga diperlukan perumahan maupun infrastruktur yang berkelanjutan, smart, dan inovatif. Oleh karena itu, muncul salah satu solusi, yaitu Green Infrastructure.

Why do We need GI?

Wilayah kota yang semakin padat penduduk menyebabkan semakin banyaknya pula bangunanbangunan tempat tinggal. Hal ini menyebabkan area penyerapan air semakin berkurang, padahal di Indonesia sering terjadi curah hujan yang tinggi dan perubahan iklim yang tidak menentu menyebabkan curah hujan semakin parah. Menurut The Environmental Protection Agency (EPA), permukaan suatu wilayah perkotaan rata-rata hanya dapat menyerap air hujan sekitar 5% dibandingkan wilayah hutan hijau dengan luas yang sama yang dapat menyerap air hujan sekitar 25%. Air yang tidak terserap tadi, 55% menjadi limpasan air hujan  di permukaan tanah sehingga dapat menyebabkan banjir, wabah nyamuk, kumuh, dan lain-lain.

Green Infrastructure (GI) adalah konsep penataan ruang atau pembangunan infrastruktur yang mengaplikasikan ramah lingkungan, yaitu infrastruktur dibangun dengan tidak merusak lingkungan dan tidak mengganggu siklus alami material-material di lingkungan, serta pembangunan infrastruktur dapat menambah ruang hijau. GI pertama kali dikembangkan pada tahun 1870-an sebagai urban farming dan garden allotment. Konsep GI ini penting karena semakin majunya jaman, lingkungan semakin terkikis dan berkurang areanya, material-materialnya, maupun siklusnya. Oleh karena itu, GI merupakan salah satu inovasi pembanguan infrastruktur yang baik untuk dilakukan sehingga kelestarian dan keberlanjutan lingkungan terus terjaga.

12
Source: U.S. Environmental Protection Agency (EPA), 2003. Source : Collins, Tudor Washington (1898-1970) via wikimedia.com
Get to Know G
reen
11 Penulis Aarth Schäfer H. 2018 reviewer Aina N. M Farah L . I M. Kurnia Ramadhan

Tradisional infrastruktur penanganan air hujan terlalu membutuhkan banyak biaya pembangunan dan biaya perawatannya, yaitu sekitar $106 miliar selama 20 tahun. Hal inilah yang menyebabkan Green Infrastructure diperlukan. Selain dapat menjaga lingkungan dan alam, GI juga memberikan manfaat ekonomi, yaitu penggabungan antara berkurangnya dampak kerusakan yang terjadi, berkurangnya biaya pembangunan, dan bertambahnya manfaat nilai. Beberapa inovasi GI dalam penanganan air hujan, antara lain :

Manfaat lain dari Green Infrastructure adalah mencegah penyebaran penyakit, menjaga agar tidak munculnya polusi dan air yang tercemar, meningkatkan ekonomi lokal, sebagai ruang rekreasi dan pemandangan, mengurangi CO2 dan polusi udara, menurunkan suhu udara, dan menjaga kehidupan hewan-hewan yang ada di alam maupun lingkungan.

Challenges on Green Infrastructure

Di samping banyaknya keunikan dan manfaat natural ecosystem yang difungsikan menjadi infrastruktur bagi alam dan manusia, masih terdapat aspek-aspek yang menjadi kendala dalam proses implementasinya.

Pada aspek teknis, jumlah praktisi/kontraktor dengan pengetahuan teknis yang mumpuni terkait green infrastructure masih sedikit sehingga menjadi salah satu faktor yang signifikan dalam menghambat perkembangan model infrastruktur tersebut. Selain itu, terdapat kondisi fisik lingkungan suatu area yang kurang sesuai dengan standar green infrastructure yang terkadang mempersulit proses instalasinya seperti ketidaksesuaian kelerengan, jenis tanah, dan tidak adanya ruang yang cukup terutama di kota-kota besar.

Pada aspek ekonomi, pencatatan mengenai performance and cost comparison untuk green infrastructure masih sedikit. Prosedur pemeliharaan jangka panjang green infrastructure juga belum jelas. Di samping itu, manfaat yang dihasilkan green infrastructure juga cenderung terwujud pada periode waktu yang panjang sehingga tidak bisa dilihat dengan jelas pada waktu yang singkat. Faktor-faktor tersebut menyebabkan investor kurang tertarik pada green infrastructure. Pada aspek penataan ruang, green infrastructure belum masuk kedalam peraturan pengaturan bangunan seperti di dalam RDTR. Belum umumnya pembahasan mengenai green infrastructure di kalangan pemerintah dan masyarakat menyebabkan kurangnya minat dan penerimaan terhadap model infrastruktur berbasis alam tersebut.

source : unsplash

Sebagai upaya mengatasi kendala yang ada, hal-hal yang dapat dilakukan antara lain (1) memberikan insentif bagi developer yang mengurangi area terbangunnya melalui kemudahan perizinan, pengurangan biaya perizinan, dan perizinan penambahan lantai bangunan, (2) memberikan subsidi pada proses instalasi/pembangunan green infrastructure seperti pemberian dana hibah, matching funds, low-interest loan, tax credit, dan reimbursements, (3) memberikan penghargaan dan pengakuan bagi praktisi yang telah berhasil membangun dan menggunakan green infrastructure.

source : unsplash 14
Downspout Disconnection source unsplash Media Strip source unsplash Pocket Wetland source unsplash Green roof source unsplash Permeable Pavements source unsplash Tree Box source flickr.com source unsplash source unsplash 13

Case Study Singapura

Untuk melihat manfaat nyata dari implementasi green infrastructure diperlukan suatu studi kasus pada lokasi tertentu. Salah satu lokasi yang cukup menarik untuk dibahas adalah Singapura. Sejak tahun 1961 negara ini harus mengimpor air bersih dari Malaysia1. Kondisi ini memunculkan gagasan untuk mempraktikkan green infrastructure. Pada tahun 1972 disusun masterplan air yang mencakup hydro-hub bernama “New Water” yang memberikan perubahan cukup signifikan bagi Singapura.

Saat ini, dua per tiga dari luas kota merupakan area resapan yang akan mengalir menuju 18 waduk dan memenuhi 35% dari total kebutuhan air bersih di Singapura. “New Water” juga memberikan manfaat lain, yaitu return ekonomi yang diperkirakan mencapai $11,2 miliar.

Selain infrastruktur air, Singapura juga mendukung implementasi green infrastructure pada bangunan dengan menyediakan berbagai skema keuangan dengan bentuk yang berbedabeda. Beberapa diantaranya adalah skema insentif fiskal dan subsidi langsung serta skema ukuran finansial. Salah satu skema yang paling jelas adalah Skyrise Greenery Incentive Scheme 2.0 yang memberikan pengembalian dana bagi pihak-pihak yang menyediakan ruang terbuka hijau pada area tapak yang dimiliki.

Cambourne, Inggris

Studi kasus lain terkait implementasi green infrastructure juga dapat dilihat dari Cambourne, Inggris. Green infrastructure di kawasan ini merupakan aplikasi pada kasus permukiman. Konsep utamanya adalah menggabungkan kondisi lanskap awal dengan habitat semi-natural sehingga didapatkan 40% area terbangun dan 60% area hijau yang dapat digunakan sebagai danau, lahan basah, padang rumput, tempat bermain, dan lain sebagainya.

UK

Manfaat dari implementasi green infrastructure ini antara lain manajemen banjir, penyediaan habitat, serta area hijau untuk manusia dan hewan.

Shirvano had Done and could Do

Sebagai salah satu grup placemaking multidisiplin, Shirvano dapat melakukan beberapa tindakan sebagai wujud nyata dalam mendukung implementasi green infrastructure. Diantaranya adalah mempromosikan green infrastructure dalam setiap proyek yang dikerjakan, baik pada level tapak maupun kawasan atau wilayah. Valuasi lingkungan dapat digunakan sebagai salah satu alat untuk meyakinkan pihak lain untuk mengimplementasikan green infrastructure. Valuasi lingkungan merupakan metode yang dapat menampilkan untung-rugi dari implementasi green infrastructure pada proyek tersebut. Shirvano juga dapat membuat berbagai strategi dalam pengembangan proyek dengan skema low-green, middle-green, maupun high-green. Selain itu, Shirvano juga dapat bekerja sama dengan pihak lain seperti lembaga konservasi lingkungan ataupun lembaga lain yang bergerak dengan memperhatikan kelestarian lingkungan.

16
Masterplan Perkantoran Terpadu Mixed Use - 3 Ha (Shirvano Consulting, 2020)
SINGAPORE
Ministry of Foreign Affairs. n.d.) Water Agreements. Diakses dari http://www.mfa.gov.sg/SINGAPORES-FOREIGN POLICY/Key-Issues/WaterAgreements 15 Water Supply Cycle (PUB, 2023)

Sustainable Building for Sustainable Cities

Penulis

Miftah Farid T. 2018

reviewer Windianeke Jelitamara Muhammad Akbarinda F.

The Biggest Environmental Problem

Menurut para ilmuwan IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change), global warming berada diurutan pertama sebagai masalah lingkungan yang paling besar saat ini. Aktivitas manusia yang menyebabkan konsentrasi karbon dioksida  (CO2) semakin tinggi digadang-gadang menjadi penyebab utama pemanasan global. Berdasarkan laporan NASA terbaru (17/02/23), jumlah CO2 mencapai level tertinggi dengan angka 419,49 ppm. Gas ini sebagian besar dihasilkan dari penggunaan bahan bakar fosil sebagai penghasil listrik, penggerak kendaraan, dan perindustrian.

Dampak pemanasan global dapat diminimalisir dengan adanya konsep berkelanjutan yang mempertimbangkan kesehatan lingkungan dan efisiensi energi. Tentunya upaya ini membutuhkan kerjasama dari berbagai disiplin ilmu. Sementara itu, sebagai praktisi perencanaan bangunan dan tata ruang kota, kita harus berperan dalam upaya perubahan dari pembangunan konvensional menuju pembangunan yang berbasis lingkungan.

What Steps We Can Take?  Sustainable Building for a Better Environment

Sustainable building atau bangunan berkelanjutan merupakan konsep dan goals dalam arsitektur dan lingkungan. Konsep ini mengenalkan upaya membuat bangunan baru atau bangunan yang telah ada, dengan sistem pengelolaan sumber daya dari alam maupun buatan dengan metode yang tidak berbahaya, serta dapat meminimalisir dampak negatif bagi lingkungan hingga kesehatan manusia untuk kehidupan yang dapat terus bertahan guna mencapai Sustainable Cities.

Secara umum, untuk mencapai Sustainable building, konsep gedung yang dirancang, dibangun, dan dioperasikan harus mengedepankan kualitas lingkungan. Komponen-komponen sustainable building terimplimentasikan dalam komponen rancangan berupa: (1) Penentuan tapak & desain, (2) Konstruksi, (3) Operasi (4) Pemeliharaan (5) Renovasi lingkungan

18 source unsplash
17 Diagram
dari tahun 2007 2022
peningkatan konsentrasi CO2

Sustainable building concept adaptation

Di dunia, setiap negara memiliki standarisasi dan penilaian untuk sustainable building yang berbeda-beda,  menyesuaikan kondisi lingkungan dan iklim dari setiap negara. Berikut ini merupakan beberapa contoh sustainable buildings dari berbagai negara :

One Central Park at Central Park, Sydney

One Central Park Sydney, residential apartment dengan vertical landscape pada fasadnya, ditumbuhi sekitar 250 spesies tumbuhan Australia. Area hijau ini membantu mengurangi efek panas kota dan memperbaiki kualitas udara. Bangunan ini memiliki panel surya, turbin angin, dan instalasi air hujan untuk menghasilkan energi listrik dan air bersih untuk menyiram tanaman dan toilet.

Bullit Center,

Seattle

Bullit Center, dijuluki Living Building, merupakan gedung komersil terhijau di dunia, dengan kemampuannya yang dapat menghemat energi sebesar 82% dari rata-rata gedung komersil di Seattle. Gedung ini dapat menghasilkan 100% energi sendiri oleh 575 panel surya yang berada di atap gedung, tidak menggunakan AC melainkan menggunakan ventilasi udara, menghasilkan sumber air bersih dari pemrosesan air hujan.

Indira Paryavaran Bhawan, New Delhi

Indira Paryavaran Bhawan, bangunan net-zero pertama India yang memperoleh peringkat 5 bintang (tertinggi) dari GRIHA dan Platinum (tertinggi) dari LEED. Didesain dan dibangun mempertimbangkan aspek lingkungan, seperti meminimalisir energi dan penggunaan air, serta menggunakan pencahayaan alami. Material bangunan menggunakan bata daur ulang limbah industri dan bambu. Sementara, dinding dan atapnya dilapisi bahan isolasi termal dan suara yang ramah lingkungan.

Vancouver Convention Center West,  dibangun menggunakan material berkelanjutan, seperti kaca hasil daur ulang dan kayu yang disertifikasi oleh Forest Stewardship Council Atap hijaunya terbesar di Kanada dengan luas 6 hektar, berfungsi sebagai pengatur suhu, mengurangi limpasan air hujan, serta menyediakan habitat bagi burung dan serangga. Sistem pengelolaan limbah seperti pengomposan dan daur ulang juga diperhatikan. Sistem pemanas dan pendingin bangunan menggunakan air laut dari pelabuhan terdekat. Untuk irigasi dan toilet, bangunan ini memanfaatkan sistem pengelolaan air hujan. Bangunan ini telah diakui dengan peringkat Platinum (tertinggi) dari LEED.

Bosco Verticale (Vertical Forest), Milan

Bosco Verticale di Milan memiliki dua menara setinggi 80 dan 112 meter yang menampung 480 pohon besar dan sedang, 300 pohon kecil, 11.000 tanaman tahunan dan tanaman penutup, serta 5.000 semak belukar. Selain berperan sebagai filter sinar matahari yang masuk ke dalam bangunan, hutan vertikal ini membantu mengembangkan iklim mikro yang menghasilkan kelembapan, menyerap CO2 dan polusi dari kota, menghasilkan oksigen, serta melindungi dari radiasi dan polusi suara. Panel surya di atapnya berkontribusi pada efisiensi energi bangunan. Selain itu, bangunan ini menggunakan teknologi water reuse untuk mengolah limbah air.

Fasad One Central Park Source Fredericks, Murray Source Fredericks, Murray Vertical landscape
Fasad Bullit Center Source living-future.org  Fasad Bullit Center Source S., Balkar, dkk Fasad Vancouver Convention Center (West) Source Vancouver Convention Center Material yang digunakan untuk Gedung Vancouver Source Lehoux, Nic Atap panel surya Bosco Verticale Source Drone Snap Fasad Bosco Verticale Source Rosselli, Paolo 20
Panel surya di Indira Paryavaran Bhawan
Vancouver Convention Center West, Vancouver
19

The implementation of sustainable building in Indonesia

Untuk merancang bangunan dengan konsep serta goals sustainable buildings di Indonesia, terdapat lembaga mandiri (non goverment) yang memberikan assesment standarisasi untuk bangunan berkelanjutan, yakni GBCI atau Green Building Council Indonesia. GBCI berkomitmen penuh terhadap pendidikan masyarakat dalam mengaplikasikan praktik-praktik terbaik lingkungan dan memfasilitasi transformasi industri bangunan global yang berkelanjutan dengan skema :

GBCI untuk menuju green building dengan goals sustainable buildings. Berikut ini merupakan strategi dari 6 kategori tersebut meliputi :

Appropriate Site Development (Tepat Guna Lahan)

Bertujuan dari memelihara kehijauan bangunan dan kota - menjaga keseimbangan air bersih dan air tanah, meningkatkan kualitas iklim mikro, mengurangi beban sistem drainase dengan sistem manajemen air hujan secara terpadu hingga mengurangi penggunaan kendaraan pribadi, mendorong pembangunan yang telah memiliki jaringan konektivitas dan pencapaian pengguna.

Energy Efficiency and Conservation (Efisiensi dan Konservasi Energi)

Apresiasi terhadap prosedur pemantauan dan inventarisasi konsumsi, pengelolaan selubung bangunan gedung, aplikasi langkah-langkah efisiensi energi, penggunaan ventilasi alami, pemahaman efisiensi pola konsumsi energi terhadap perubahan iklim, penggunaan pencahayaan alami, energi terbarukan dalam tapak. Sehingga akan terjadi peningkatan pengetahuan dan kesadaran akan pentingnya efisiensi energi dalam keseluruhan fase pembangunan.

Water Conservation
 (Konservasi Air)

Sertifikasi Sustainable Building di Indonesia yang disebut dengan GREENSHIP, GBC Indonesia saat ini sudah mengeluarkan 5 jenis Greenship, yaitu:

Greenship New Building

Greenship Existing Building

Greenship Interior Space

Greenship Homes

Greenship Neighbourhood

Greenship sendiri memiliki beberapa peringkat, yakni:

Material Resources and Cycle (Sumber dan Siklus Material)

Kesadaran pentingnya langkah penghematan air, pengelolaan sistem air berupa meteran, pencatatan penggunaan dan pemasangan fitur air efisiensi tinggi. Pengadaan unit daur ulang air, pemanfaatan air hujan dan penggunaan air alternatif sebagai upaya konservasi. Hingga pemilihan sistem irigasi lansekap yang efisien mampu mengurangi penggunaan air bersih.

Apresiasi terhadap budidaya bahan baku kayu yang dapat dipertanggungjawabkan, pemakaian material bekas, terbarukan, bersertifikat manajemen, prefabrikasi, tidak berpotensi merusak ozon, produk lokal untuk mengurangi penggunaan bahan mentah yang baru, sehingga dapat mengurangi limbah pada pembuangan akhir serta memperpanjang usia pemakaian suatu bahan material, sekaligus mengurangi jejak karbon.

Indoor Air Health and Comfort (Kualitas Udara dan Kenyamanan Ruang)

Upaya mempertahankan lingkungan dalam ruangan yang kondusif dengan menyediakan laju ventilasi yang sesuai untuk kesehatan pengguna, memantau konsentrasi karbondioksida (CO2), mengurangi paparan lingkungan asap rokok, mengurangi polusi udara ruang dari emisi material bangunan, menyediakan pemandangan jarak jauh, menjaga kenyamanan visual dan tingkat pencahayaan, menjaga kenyamanan suhu, kelembaban udara ruangan dan tingkat kebisingan untuk meningkatkan produktivitas pengguna gedung

Building and Environment Management (manajemen lingkungan bangunan)

Penekanan pada pentingnya suatu standar manajemen yang terencana dan baku untuk mengarahkan tindakan dari pelaku operasional bangunan dalam melakukan pengelolaan gedung agar dapat menunjukkan hasil yang ramah lingkungan (green performance). Dengan membudayakan koordinasi dan sinergi antara pihak-pihak ahli bangunan yang terlibat di dalam perencanaan teknis, pelaksanaan konstruksi, dan juga pengawasan konstruksi.

ASD
WAC
IHC
BEM
MRC
EEC
22
P eringkat GREE N S HIP
Transformasi pasar
21
pelatihan Program Kerjasama dengan Stakeholder Sertifikasi Bangunan Hijau GREENSHIP

sendiri terdapat beberapa bangunan yang sudah menerapkan praktik sustainable building, contoh bangunan tersebut yaitu, sebagai berikut:

(YIA)

Bandara YIA telah berhasil meraih Sertifikasi gedung baru GREENSHIP. Bandara ini mendapat peringkat GOLD dengan total poin 62 . Bangunan ini mendapatkan skor tertinggi pada aspek konser vasi air (WAC) sebesar 85,71% daripada aspek green building lainnya. Konser vasi air tersebut tercapai dengan penggunaan sanitair dengan fitur dual flush and auto faucet. Selain itu bangunan juga memiliki fasilitas stormwater management kawasan yang berfungsi untuk menangkap, mengumpulkan, mengolah, meresapkan air limpasan hujan untuk digunakan kembali sebagai sumber air alternatif yang mendukung keperluan operasional bandara.

Grha Unilever

er telah berhasil meraih Sertifikasi Gedung GREENSHIP. Meraih peringkat PLATINUM dengan

78, serta mendapat skor 100% pada aspek kesehatan dan kenyamanan ruang (IHC) dalam dengan menerapkan desain aktif dan desain pasif secara komperehensif. Desain pasif diterapkan pada sistem pencahayaan gedung dengan menggunakan curtain wall sehingga cahaya alami masuk dengan baik, serta menggunakan skylight double glass untuk memaksimalkan penetrasi cahaya dan mengurangi heat gain dari atap bangunan. Desain aktif diterapkan pada sistem tata udara dengan menggunakan 4 chiller dilengkapi dengan VSD (Variable Speed Drive) untuk memodulasi suplai aliran udara sehingga sesuai dengan perubahan beban ruangan.

The role of sustainable building for sustainable cities

Bangunan-bangunan yang berdiri di suatu kota bertanggung jawab besar atas banyaknya konsumsi energi dan konsentrasi emisi gas rumah kaca. Di perkotaan Indonesia sendiri saat ini masih terdapat banyak bangunan perkantoran, rumah, dan infrastruktur yang bersifat konvensional. Bangunan ini biasanya akan menggunakan energi lebih tinggi dan menghasilkan limbah lebih banyak, karena dalam perencanaannya kurang memperhatikan dampak terhadap lingkungan.

Sustainable building atau bangunan berkelanjutan merupakan bentuk upaya untuk menciptakan kota yang berkelanjutan. Dengan menggunakan prinsip sustainable, kita dapat membantu mengurangi polusi udara, pencemaran lingkungan, melestarikan sumber daya alam, dan meningkatkan kualitas hidup penghuninya. Selain itu sustainable building juga dapat menghemat energi karena menggunakan sumber energi terbarukan dan mengurangi limbah melalui daur ulang dan konservasi air. Pembangunan sustainable building juga diupayakan menggunakan bahan yang tidak beracun mengurangi dampak lingkungan dari konstruksi.

Selain berperan secara fisik, praktik sustainable building berdampak signifikan terhadap berbagai aspek non fisik, diantaranya:

Aspek Ekonomi Sustainable building dapat memberikan keuntungan ekonomi jangka panjang karena dapat  meminimalkan biaya operasional dan perawatan, serta meningkatkan nilai properti.

Aspek Sosial Praktik sustainable building merupakan bentuk tanggung jawab sosial kita terhadap lingkungan untuk seluruh penghuninya dan generasi yang mendatang.

Aspek Budaya

Penggunaan konsep sustainable dapat mempromosikan nilai budaya dengan menciptakan desain berkelanjutan yang menghormati warisan budaya dan lingkungan sekitarnya.

akarta telah berhasil meraih Sertifikat bangunan SHIP. Ia mencapai peringkat PLATINUM dengan total poin angunan ini mendapatkan poin dari efisiensi dan konser asi

readjust dan replacing energi, terutama pada penggunaan listrik pada penyejuk ruangan bangunan sehingga menghemat hingga air yang digunakan ialah dengan memanfaatkan air daur ulang guna memenuhi kebutuhan air di luar dan dalam bangunan.

Aspek Agama Sustainable building juga merupakan bentuk tanggung jawab dan toleransi antar umat beragama dalam menjaga bumi yang kita tempati.

Aspek Politik

Pembangunan kota berkelanjutan menunjukkan komitmen negara untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan memperbaiki dampak perubahan iklim dunia. Hal ini dapat memperkuat citra positif negara dalam skala internasional.

Berdasarkan manfaat sustainable building diatas dapat kita simpulkan peranannya yang cukup besar dalam membangun sustainable cities. Oleh karena itu, kita sebagai praktisi perencana bangunan dan tata ruang kota harus mendukung praktik sustainable building di Indonesia, agar lingkungan yang kita huni dapat terus berlangsung untuk generasi mendatang.

23
Yogyakar ta International Airpor t
Di Indonesia
P ific C y Pla e kar ta Source Medcom.id & Fabrictecture Source EBTKE (2021) 24 Source PCPD

b

Water Conservation Strategies

26
M., 2020) 25
Blakeney Rapids, Mississippi Mills, ON, Canada (McGregor,

Sistem Pemanen Air Hujan

Rooftop water harvesting

Penulis

Bramanta Fajar Pradipta 2019

reviewer Berliana Putri N.

Wahyu Rizky Pratama

Pemenuhan kebutuhan air bersih di area urban: PDAM vs Air Tanah

Air bersih diperlukan untuk memenuhi kebutuhan air manusia, di mana kebutuhan pokok minimal penggunaan air mencapai 121 liter per hari, termasuk minum, masak, cuci pakaian, mandi, bersih rumah, dan keperluan ibadah. 1.5 liter per hari diperlukan untuk memenuhi kebutuhan air bersih untuk minum dengan mempertimbangkan berat badan manusia. Kebutuhan air di area urban berasal dari dua sumber, yaitu PDAM dan air tanah. Air tanah sebagai salah satu sumber air di area urban diambil secara intensif untuk memenuhi kebutuhan air masyarakat. Hal ini disebabkan oleh tingginya biaya air PDAM dan debit air PDAM yang terbatas. Meskipun demikian, penggunaan air tanah belum dapat merespon sepenuhnya kebutuhan air bersih, baik dari segi kualitas dan kuantitas.

Dari segi kuantitas, tingginya kebutuhan sumber air yang direspons dengan penggunaan air tanah, diperparah dengan kondisi drainase area perkotaan. Hal ini disebabkan oleh kemampuan meresap air yang buruk di area urban. Sehingga kuantitas air tanah semakin menurun. Di sisi lain, tingkat ketersediaan air tanah bagi tanaman bervariasi di seluruh kota di Indonesia. Pulau Jawa, sebagai daerah padat penduduk memiliki tingkat ketersediaan air tanah bagi tanaman paling rendah, yaitu di rentang 0-20%1. Dari segi kualitas, kualitas air tanah menurun akibat adanya zat pencemar dari limbah domestik seperti air sisa deterjen dan sampah plastik yang menumpuk, yang ikut terbawa oleh air hujan di wilayah urban yang meresap ke tanah.

Kondisi tersebut didukung dengan hasil uji air sumur pemukiman warga di wilayah sungai Winongo, Yogyakarta tahun 2017. Terdapat 14 parameter uji air baku yaitu suhu, pH, DHL, warna, kekeruhan, tersuspensi, Fe, SO4, Alkalinitas, Asiditas, Mn, Detergen, BOD, dan COD. Hasil menunjukkan bahwa air tidak memenuhi 3 dari 14 parameter yang ada, yaitu parameter alkalinitas, BOD dan COD1.

Air hujan sebagai respons kebutuhan air bersih

Dengan demikian, seiring bertambahnya penduduk, kebutuhan air bersih akan meningkat, sementara air tanah akan berkurang dari segi kuantitas dan kualitas. Sehingga diperlukan suplai air bersih dalam jumlah yang besar dan mudah untuk diakses dengan kualitas yang baik untuk memenuhi kebutuhan air tersebut. Salah satu respons untuk memenuhi kebutuhan air bersih masyarakat adalah melalui pemanfaatan air hujan. Meskipun demikian, air hujan saat ini belum dimanfaatkan dengan baik.

source unsplash
28 source unsplash
27 Pradipta, Bramanta F. (2019) Rooftop Water Harvesting. Shirvano Research and Development Project.

Mengapa Air Hujan?

Alasan penggunaan a r hujan untuk merespon kebutuhan a r masyarakat apat l hat ar s s kual tas an potens . Dar seg kual tas, kual tas a r hujan yang ba k bera a rentang pH 6.1-7, mana a r hujan sangat ba k an cen erung netral, serta ukung engan has l uj fis k an k m a ar a r hujan agar apat memenuh syarat kebutuhan a r m num manus a. Dar seg potens , a r hujan mem l k curah yang t ngg set ap tahunnya, seh ngga jumlah volume a r hujan yang apat tampung oleh atap cukup t ngg .  A r hujan yang turun apat tampung melalu beberapa tahapan, ya tu:

Tangk A r

A r hujan yang jatuh atas atap rumah akan tampung ke alam tangk a r, a r hujan yang tampung alam tangk akan manfaatkan untuk kebutuhan sehar har .

Sumur Resapan

A r hujan yang t ak apat tampung alam tangk a r akan jatuh keatas tanah an akan tampung alam sumur resapan. Sumur resapan berfungs untuk mener ma keleb han a r hujan ar tangk penampung. A r akan en apkan sebelum l mpaskan menuju ra nase kota. Sumur resapan berfungs meresapkan a r untuk ca angan a r tanah.

Kolam Konservasi

Berfungs untuk menampung a r l mpasan ar ra nase kota sebelum buang ke ra nase akh r/sunga . A r kolam konser vas apat gunakan untuk pera ran maupun resapkan ke a r tanah.

Air hujan yang turun berpotensi membawa debu dan rasa daun pada air yang terkena daun. maka dari itu sistem rooftop water harvesting bisa dilengkapi dengan sistem penyaring debu dan menambahkan karbon aktif kedalam bak penampung agar menghilangkan rasa daun pada air.

Sumur resapan merupakan salah satu cara untuk menampung a r hujan. Kapas tas yang apat tampung oleh sumur resapan engan ameter 80 cm an ke alaman 1,5 meter apat menampung kurang leb h

753 l ter a r. Sela n sumur resapan, ter apat juga alternat f penampungan a r ya tu “Lubang Jogangan” yang mem l k konstruks n ng beton. Lubang Jogangan mem l k keleb han b sa gunakan untuk tempat pembuangan sampah organ k, sampah organ k yang terura mampu men ngkatkan kesuburan tanah. D bal k kemu ahan-kemu ahan alam menampung a r hujan past ter apat tantangan-tantangan yang t ak mu ah, ber kut n a alah tantangan alam menampung a r hujan.

01

Tantangan

Penerapan Rooftop

Water Harvest ng

Deb t a r hujan t ak selalu sama set ap wakt

D butuhkan penyar ng khusus untuk logam berat sepert (As, C , Cr, Ag, Cu) sepert bak Koagulas -Flokulas Perseps sebag an masyarakat bahwa a r hujan t ak apat manfaatka

Kual tas a r hujan yang sangat buruk kota-kota besar sepert Jakarta an yang mengalam kebakaran hutan

Tantangan

Penerapan Sumur

Resapan

Hanya b sa terapkan pa a rumah yang mem l k halama

Kemampuan tanah untuk meresapkan a r sangat terbatas seh ngga membutuhkan waktu lama untuk mengosongkan sumur

Gambar (K r ) Ilustras Tangk A r

Penampung A r Hujan, (Kanan Atas) Ilustras

Sumur Resapan (Kanan Bawah) Ilustras

Kolam Konservas

Tantangan

Penerapan Kolam

Konservas

Membutuhkan lahan yang sangat lua

Membutuhkan b aya yang besar alam pembuatanny

Leb h bers fat menahan ar pa a meresapka

S stem ra nase a r hujan mas h banyak menggunakan s stem gabungan, mana a r l mbah ar perumahan an fas l tas umum bergabung engan a r l mbah n sutr alam saluran ra nase gabungan yang membawa ke ua jen s l mbah tersebut menuju satu penampungan

source : unsplash
03 30
Ilustras Lubang Jogangan (Maryono, Agus an S. Nugroho E y, 2006)
02
source unsplash source unsplash source unsplash
29

Lalu, apa yang dapat kita lakukan menyikapi persoalan ini? diantaranya adalah dengan cara memilih bahan konstruksi yang mendukung sistem pemanen air hujan dan mewujudkan desain pemanen air hujan pada bangunan industri maupun bangunan rumah tinggal, menerapkan gaya hidup hemat dan bijak dalam menggunakan air bersih serta mengkampanyekan pentingnya pemeliharaan kualitas air. Semua kembali kepada diri sendiri, sebagai manusia yang sangat bergantung kepada air bersih maka sebaiknya kita dapat menggunakan air bersih dengan baik mengingat susahnya mengolah air menjadi air bersih yang dapat kita pakai sehari-hari.

32
31
The rain fell on the water, causing the water to splash into shapes. (Harirak, F., 2022)

Water and Its Dynamics

Air memiliki peran yang besar bagi kehidupan dan seluruh makhluk hidup di bumi yang membutuhkan air. Bumi adalah satu-satunya planet di semesta yang memiliki air dan belum ada penemuan lain yang meyakinkan tentang keberadaan air di planet lainnya.

Lebih dari 71% permukaan bumi tertutup oleh air dan 97% air tersebut adalah air laut. Kurang dari 3% adalah air tawar yang dapat diminum. Lebih dari 70% air tawar berupa salju abadi, es kutub, dan gletser. Selain itu, 30% masih tersimpan jauh di bawah tanah dan hanya 1% berupa air permukaan.

Desain

Air merupakan zat yang vital bagi tubuh manusia. Pada bagian rangka, seorang manusia dapat mengandung 31% air sementara pada bagian paru-paru, seorang manusia dapat mengandung 83% air. Manusia dapat bertahan hidup selama 40 hari tanpa makan tetapi tidak akan bertahan hidup lebih dari 7 hari tanpa minum.

Namun faktanya, tidak semua orang mempunyai akses terhadap air yang cukup. Satu dari tiga orang di dunia tidak memiliki akses ke toilet. Akibatnya, satu dari sepuluh orang tidak memiliki akses terhadap air bersih. PBB memperkirakan jumlah pada tahun 2025 akan ada sekitar 1,8 miliar manusia akan tinggal di negara yang mengalami kelangkaan air absolut yang artinya jumlah air tidak akan mencukupi untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan mendasar untuk hidup. PBB juga memprediksi sekitar dua per tiga populasi dunia akan berada dalam ancaman kekurangan air.

source : unsplash
34 source : unsplash
source : unsplash
Penulis Khairani Rizki Septini 2020 reviewer Khansa Saffana Zon Hajji Akhilmi Zahidan
33
Perkotaan Berbasis Manajemen Air Hujan: Introduksi dan Peran Strategi Low-Impact Development

Water Problems in Indonesia

Apa masalah air di Indonesia?

Menurut ASEAN Integrated Water Resource Management (WRM), terdapat beberapa permasalahan air di Indonesia, yaitu:

Adanya variasi musim dan ketimpangan spasial ketersediaan air. Pada musim hujan, beberapa wilayah mengalami kelimpahan air yang luar biasa namun pada musim kering, kekeringan melanda sebagian

2

Distribusi air yang tersedia dan jumlah populasi penduduk yang tidak merata

Meningkatnya penggunaan air dengan cepat beriringan dengan menurunnya kualitas air yang pada akhirnya mempersempit alternatif sumber air yang bisa dimanfaatkan oleh masyarakat.

Apa itu air hujan?

Air hujan merupakan setiap curah air yang berasal dari langit (hujan air, hujan es/salju yang mencair). Menurut Green County Soil and Water Conservation District, secara umum terdapat dua jenis air yang turun ke bumi. Pada lanskap alam tanpa pembangunan, air hujan diserap ke tanah atau jatuh ke badan air1. Pada area terbangun, air hujan jatuh ke area kedap air seperti jalan, trotoar, atap, dan area parkir dan tidak dapat terserap ke tanah.

Bagaimana hujan dalam siklus hidrologi?

Pada siklus hidrologi, air hujan merupakan proses yang dapat membawa air dari badan air menjadi air tanah yang

dapat berguna bagi kehidupan. Namun, jika air hujan tidak ditangkap atau diserap maka akan menjadi aliran permukaan (surface runoff) yang dapat membawa berbagai macam polutan menuju badan air.

Apakah sumber air dapat terus terjamin?

Pulau Jawa hanya tujuh persen dari luas lahan di Indonesia dan dihuni oleh 57,5 persen penduduk dan potensi air hanyalah 4 ,2 persen dari seluruh yang ada di Indonesia. Pulau Jawa terancam menjadi net importer air. Penduduk yang berdiam di pulau pulau kecil di Indoensia seringkali sulit untuk mendapatkan sumber air bersih, mereka harus menampung air dari hujan.

Potensi ketersediaan air di Indonesia

hanya mencapai 690 miliar meter kubik per tahun. Diperkirakan baru sekitar seperempatnya yang telah

dimanfaatkan

Kerusakan di hulu, baik karena deforestasi maupun konversi lahan hutan, pencemaran, sistem pendistribusian dan air permukaan terbuang percuma (run off) menjadikan penggunaan air belum efisien.

Menurut Environmental Protection Agency (EPA), Stormwater Management adalah upaya untuk mengurangi limpasan air hujan atau salju yang mencair ke badan jalan, halaman rumput dan area lainnya serta peningkatan kualitas air.

Ketika air hujan diserap ke dalam tanah, air disaring dan akhirnya mengisi kembali akuifer atau mengalir ke badan air dan sungai. Namun, ketika air hujan deras melanda, tanah yang jenuh air menciptakan kelembapan berlebih yang mengalir melintasi permukaan dan masuk ke saluran drainase. Air ini sering membawa bahan kimia, bakteri, tanah yang mengalami erosi, dan polutan lainnya, dan membawanya ke sungai, sungai, danau, atau lahan basah.

Mengapa stormwater management

Di daerah perkotaan dan area yang berkembang dengan pesat, permukaan kedap air seperti trotoar dan atap mencegah presipitasi meresap ke dalam tanah secara alami. Sebaliknya, air mengalir dengan cepat ke saluran drainase dan dapat menyebabkan banjir, erosi, kekeruhan, luapan sistem saluran pembuangan air hujan dan sanitasi, serta kerusakan infrastruktur. Sementara itu, apabila sistem manajemen air hujan dan infrastruktur hijau diciptakan, hal tersebut dapat menangkap dan menjadikan air hujan dapat digunakan kembali sehingga dapat mempertahankan sistem hidrologi alam, bahkan memulihkan.

36 The Rain Source Mysuwanneeriver.com
1
3
Mantan Menteri Pekerjaan Umum, Djoko Kirmanto (2012) source unsplash
source unsplash 35
source unsplash

Stormwater Management dapat dibagi menjadi dua bentuk, yaitu

Hard Engineering

Gray infrastructure atau sistem konvensional adalah sistem yang mengandalkan pipa dan selokan untuk mengalirkan air hujan ke fasilitas pengolahan. Air tersebut dapat menempuh perjalanan jauh melalui permukaan yang tidak tembus air, mengambil polutan, racun, dan makhluk yang tak terhitung jumlahnya.

Soft Engineering

Green infrastructure terdiri dari unsur-unsur yang membantu alam melakukan tugasnya. Green infrastructure membiarkan air meresap ke dalam tanah, menyaring polutan dan menahan air secara alami.

Low Impac t Development

LID memanfaatkan praktek pengelolaan air hujan skala mikro yang terintegrasi antara sistem drainase lokal, skala kecil, dan pengendalian sumber daya air regional. Praktek pengelolaan air hujan yang terintegrasi ini tidak hanya tergantung pada jaringan saluran drainase dan bangunan pengontrolnya, tetapi juga memanfaatkan gedung-gedung, infrastruktur drainase dan penataan lahannya dalam usaha menahan aliran air hujan ke daerah hilir.

Pengelolaan air hujan secara lokal yang ramah lingkungan dikenal dengan teknik Low Impact Development (LID). Konsep pengelolaan air hujan dengan teknik ini adalah pengelolaan air hujan dengan skala mikro yang dilakukan dilokasi atau di sekitar daerah tangkapan air hujan. LID dikembangkan untuk mempertahankan kondisi lingkungan dari dampak negatif yang terjadi akibat pembangunan kota dan keterbatasan praktek pengelolaan air hujan secara konvensional1. Sistem drainase konvensional direncanakan dengan konsep mengumpulkan, mengalirkan dan membuang air limpasan permukaan secepat dan efisien mungkin. Sistem drainase konvensional yang efisien kinerjanya akan menurunkan penambahan air tanah, meningkatkan volume limpasan permukaan, mempersingkat waktu pengaliran, meningkatkan frekuensi dan menambah besarnya banjir. Hal ini akan menambah tingkat kemungkinan terjadi banjir/genangan di daerah hilir daerah tangkapan air, penurunan kualitas badan air, dan erosi. LID dikembangkan dengan memanfaatkan teknologi yang telah ada dan murah tetapi dapat mempertahankan kelestarian lingkungan2 .

5 Persyaratan Utama dalam

Mendesain dengan Teknik LID

Melestarikan kawasan alami sebisa mungkin (tidak mengaspal seluruh situs jika diperlukan)

Prinsip Sistem Drainase Lokal/LID

LID memanfaatkan praktek pengelolaan  air hujan yang terintegrasi antara sistem  drainase lokal, skala kecil, dan  pengendalian sumber daya air regional.   Praktek pengelolaan air hujan yang  terintegrasi ini tidak hanya tergantung  pada jaringan saluran drainase dan  bangunan pengontrolnya, tetapi juga  memanfaatkan gedung-gedung,  infrastruktur drainase dan penataan  lahannya dalam usaha menahan aliran  air hujan ke daerah hilir. Untuk mempertahankan kondisi hidrologi dari  wilayah yang dikembangkan seperti  kondisi awal, teknologi pengelolaan air  hujan dengan LID memfokuskan pada beberapa elemen utama hidrologi.

Meminimalkan dampak pembangunan pada hidrologi.

Pertahankan laju dan durasi limpasan dari lokasi (tidak membiarkan air mengalir keluar situs yang dirancang)

Menyebarkan praktik pengelolaan terintegrasi di seluruh site yang dirancang, desentralisasikan, kontrol skala mikro untuk penyimpanan, penguapan, dan atau penangkap limpasan di dekat sumbernya.

Menerapkan program pencegahan pencemaran air, pemeliharaan yang tepat dan sosialisasi kepada publik.

Elemen utama yang harus diperhatikan adalah meminimumkan limpasan permukaan dengan mengurangi  perubahan lahan menjadi lahan kedap  air. Selain itu perlu pula memperbanyak tumbuh-tumbuhan penutup tanah seperti lahan yang tertutup rumput dan tanam-tanaman. Memperlama waktu konsentrasi (Tc) dengan memperpanjang jalur aliran, meningkatkan kekasaran dengan mengurangi penggunaan saluran  pasangan atau pipa, melakukan  konservasi dari sistem drainasi alam  sehingga dapat menurunkan puncak  banjir. Tampungan air yang permanent atau sementara sangat diperlukan untuk  mengontrol volume dan puncak banjir, serta kualitas air limpasan.

Menggunakan saluran dengan  bangunan check yang menahan aliran

Saluran lebar dengan kemiringan kecil (Long Storage)

Penampungan air hujan dengan tangki air penampung.

Penampungan air hujan di atap rumah

Penampungan dangkal dilapangan parkir

Lahan basah dan kolam-kolam tampungan

Penerapan Low Impact Development dapat diaplikasikan dengan berbagai green infrastructure sebagai berikut:

38
6
5
4
3
2
1 5
Teknik tradisional menampung air
Skema Aliran Banjir dan Rentang Waktu BIORETENTION GREEN ROOFS PERMEABLE PAVEMENT SOIL AMeNDMENT TREE BOX FILTER RAIN BARREL AND CISTTERNS source source source unsplash source unsplash source unsplash source unsplash 37
1
2
3
4
5
Elemen Kunc dari LID Darsono S (2007). Sistem Pengolahan Air Hujan Lokal yang Ramah Lingkungan. Berkala Ilimiah Teknik Keairan Vol. 13 Coffman Larry (2000) Low-Impact  Development Design Strategies An  Integrated Design Approach. EPA 841 B 00 003 Prince George s County, Maryland. Department of  Environmental Resources Programs and Planning Division.

Bioretention (Grading), Commercial / Industrial/ Institutional

Bioretention (Inlet), Commercial / Industrial/ Institutional

Bioretention, Commercial / Industrial/ Institutional

Grass Swale, Commercial / Industrial/ Institutional

Bioretention, Commercial / Industrial/ Institutional

Bioretention, Commercial / Industrial/ Institutional

Permeable Pavers (Walkway), Commercial / Industrial/ Institutional

Permeable Pavers (Overflow parking), Commercial / Industrial/ Institutional

Green Roof, Commercial / Industrial/ Institutional

Permeable Pavers, Commercial / Industrial/ Institutional Bioretention (To storm drain system), Commercial / Industrial/ Institutional Disconnectivity, Commercial / Industrial/ Institutional

Permeable Pavers (Treatment train), Commercial / Industrial/ Institutional

Bioretention (Treatment train), Commercial / Industrial/ Institutional

Grass Swale (Treatment train), Commercial / Industrial/ Institutional

Legenda - Area Residensial

Bioretention / Rain Garden, Low Density Residential

Soil Amendments, Low Density Residential

Bioretention / Rain Garden, Low Density Residential

Grassed Swale, Low Density Residentia

Disconnectivity (Rain Barrel), Low Density Residential

Permeable Pavers, Low Density Residential

Grassed Swale, Low Density Residentia

Bioretention / Rain Garden, Low Density Residential

Conservation, Low Density Residential

Conservation, High Density Residential

Permeable Pavers, High Density Residential

Disconnectivity (Rain Barrel), High Density Residential

Disconnectivity (Dry Well), High Density Residential

Minimizing Imperviousness (Reduced street width), High Density

Jalur Transportasi 3

Bioretention (Grading), Transportation Bioretention, Transportation

Permeable Pavers (Interlocking Concrete), Transportation

Permeable Pavers (Concrete only under wheels), transportation

Grassed Swale, Transportation Permeable Pavers, Transportation

Grassed Swale (Calvert under intersection), Transportation

Grassed Swale (Pretreatment gravel shoulder), Transportation Disconnectivity, Transportation

Grassed Swale, Transportation

Permeable Pavers (On-street parking), Transportation Minimizing Imperviousness (Reduced street width), Transportation Bioretention, Transportation

Grassed Swale, Transportation

Grassed Swale (First catch basin outputs to swale), Transportation Grassed Swale (Overflow connection to storm drain system), Transportation

Area 2Residensial

40
Penerapan LID pada Jalur Transportasi (LID Center, 2007)
Legenda - Jalur Transportasi A B C D E F 3 4 5. 6. 7. 8. 9 10. 11. 12. 13 14. 15. 16
39 Aplikasi Teknik Low Impact Development pada Perkotaan1 Teknik Low
elop
ersial/ Industrial 1 LID pada Area Komersi atau ndustrial1
Impac t Dev
ment Area Kom
/I
A B C D
Penerapan LID pada Area Residensia
Legenda - Area Komersial
ndustrial
4. 5. 6. 7. 8. 9 10. 11. 12 13. 14. 15
A B
10. 11. 12. 13. 14 Low Impact Development Center (2007) Low Impact Development (LID) Urban Design Tools Website Urban Uses of LID Diakses melalui https: //www lid-stormwater net/general urban htm
Residentia

Kota Mana yang Sudah Menerapkan LID?

Philadelphia memiliki permasalahan utama:

Saluran pembuangan air utama di Philadelphia hanya terdiri dari 40% saluran pembuangan terpisah (separate storm sewer ystem) dan 60% saluran pembuangan gabungan (combined sewer)

ika intensitas hujan tinggi, air hujan yang menjadi runoff yang dialokasikan ke saluran pembuangan gabungan akan membanjiri sistem saluran. Akibatnya, air bercampur limbah dan membanjiri permukaan

Philadelphia menerapkan LID seper ti bioretention, rain garden, porous pavement, dan lain-lain. Penerapan dilakukan secara terpadu pada skala kota dan merupakan gabungan dari private dan public project.

Setelah 2 tahun penerapan LID, aliran permukaan berkurang hingga 500 juta galon atau 1,9 miliar liter air. Nilai ini setara dengan 340 juta USD (biaya kerugian akibat banjir). LID Saylor Groove Wetland menangkap dan menyaring 1,8 cm pertama dari setiap peristiwa hujan yang terjadi di daerah aliran sungai Malden seluas 156 Ha, serta mengolah 70 juta galon air limpasan dan mencegah sekitar 13 ton sedimen yang mencapai sungai lokal tiap tahun.

Lesson learned

Saluran Pembuangan

Area penerapan LID di PA mencakup pre-developed dan developed area baik yang bersifat publik maupun privat

Proyek didukung oleh US EPA dan Philadelphia Water Department. Pengembangan dilakukan dalam skala sub-DAS dan secara holistik melibatkan seluruh masyarakat dan pihak berwenang.

Intensitas air Hujan

LID dengan pemanfaatan lahan basah menajadi satu teknik yang paling efektif untuk mengurangi volume runoff dan sedimentasi oleh air hujan. Kekurangan teknik ini, yaitu perlu lahan luas dan spesifikasi tertentu sehingga tidak dapat diterapkan pada semua kondisi wilayah.

Kesimpulan

Konsep pengelolaan air hujan harus dikembangkan dan dievaluasi mengikuti kondisi lokal. Air hujan harus ditahan mulai dari tempatnya jatuh sejauh mungkin, diuapkan, digunakan, dan/atau disusupi melalui zona tanah aktif. Efektivitas penerapan LID tidak bisa disamaratakan pada setiap wilayah karena faktor yang membentuk karakteristik akan berbeda di setiap wilayah.

Saran dan Rekomendasi

Transisi dari sistem pengelolaan air konvensional ke sistem yang lebih berkelanjutan adalah proses yang tidak mudah, namun bukan tidak mungkin jika para pemegang kepentingan, masyarakat dan para pengembang infrastruktur dapat bersinergi bersama dan selalu mengambil langkah maju yang berkelanjutan.

Tingkatkan sensitivitas akan pentingnya penerapan teknik dan strategi perancangan kota yang ramah lingkungan, terutama kepada generasi muda, calon urban designer, arsitek, atau ahli perencana untuk menciptakan kota yang berkelanjutan di masa depan.

Urban designer harus bisa merancangan dan menularkan tren baru, dimana design tidak hanya untuk manusia, tidak hanya untuk penggunaan komersial. Tren desain yang berorientasi pada manusia penting dikaji kembali demi menciptakan keseimbangan antara aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan dalam suatu rancangan dan tidak hanya menjual kata eco atau green pada suatu rancangan.

42
41
Wissahickon Valley Park, Philadelphia, United States (Michalsky, S., 2015)

Pada siklus air terutama proses runoff dimana proporsi air yang mengalir di permukaan sangat bergantung pada kondisi lahan. Semakin banyak lahan terbangun dapat mengurangi air yang mengerap atau infiltrasi sehingga terjadi peningkatan proporsi runoff. Dalam proses yang panjang hal tersebut berdampak pada siklus air yang terjadi. Berkaitan dengan perubahan iklim yang juga berdampak pada siklus air dimana terjadinya peningkatan tinggi muka air laut dan suhu menyebabkan air yang mengalami evaporation dan precipitation juga semakin tinggi.

Rainwater Management

Souce: britannica.com

Menurut PBB, perubahan iklim mengakibatkan lebih banyak bencana cuaca setiap tahun seperti gelombang panas, kebakaran hutan, angin topan, dan banjir1. Hal tersebut selaras dengan kejadian bencana di Indonesia maupun di Kabupaten Wonosobo yang juga menunjukan tren meningkat. Di Kabupaten Wonosobo sendiri tanah longsor menjadi bencana alam yang paling sering terjadi. Selain itu masih terdapat bencana alam lain seperti karhutla, angin puting beliung, dan banjir.

Terjadinya perubahan komposisi atmosfer global atau variabel iklim alami pada periode waktu tertentu dapat diperbandingkan. Hal tersebut sebagai akibat dari aktivitas manusia secara langsung maupun tidak langsung1. Secara alami perubahan yang terjadi dalam kurun waktu 100 tahun terakhir menyebabkan iklim bergerak ke arah lebih hangat yang disebabkan oleh gas rumah kaca sehingga terjadi peningkayan suhu global sehingga salju dan es lebih banyak mencair, peningkatan muka air laut, dan terjadinya cuaca ekstrem. Menurut Emanuel (2016) peningkatan 1˚C suhu bumi akan meningkatkan hujan ekstrem di wilayah tropis lebih lebat sebesar 10%2.

Source: water.phila.gov/stormwater

Wonosobo, a climate change-affected city

Seperti kutipan statement dari PBB, “Perubahan Iklim berarti memicu lebih banyak bencana cuaca setiap tahun. Bencana iklim melanda dunia 4 hingga 5 kali lebih sering dan menyebabkan kerusakan tujuh kali lipat lebih banyak1”. Hal itupun terjadi di Indonesia, khususnya Wonosobo. Secara statistik, Kejadian bencana alam di Indonesia dan wonosobo terus meningkat dari tahun 2006-2020. Hal ini menunjukkan bahwa Wonosobo, merupakan salah satu kota yang terdampak dari adanya Climate change atau dengan kata lain ‘a climate change-affected city’.

44
PBB. 2020. WMO annual report highlights continuous advance of climate change. Jenewa: World Meteorogical Organization.
source unsplash
Penuis Dwi Fitri Ananda 2021
i
Strategy in Wonosobo Urban Area
reviewer Raisha Adila Putr
Ahmad Dani Dahlan
43 UNFCCC 2006. United Nations Framework Convention on Climate Change: Handbook. Germany: Climate Change Secretaria Emanuel, Kerry A 2016. Climate Science and Climate Risk: A Primer. Cambridge: Massachusetts Institute of Technolog Badan pusat Stastik. 2018 Indeks Pembangunan Desa 2018 Badan Pusat Statistik.
Climate Change, affected the frequency and intensity of rain?

Secara lebih kontekstual, dalam kawasan perkotaan Wonosobo, terdapat beberapa kategori ataupun tipologi yang memiliki karakteristik berbeda. Kategori ini memiliki karakteristik yang berbedabeda.  (1) Inti perkotaan: merupakan pusat kegiatan ekonomi, pemerintahan, pelayanan umum, dan permukiman dengan kepadatan sedang hingga tinggi dengan mayoritas adalah kawasan terbangun; (2) Peri Urban: Kawasan resapan air, kegiatan pertanian, industri, dan permukiman kepadatan rendah hingga sedang; (3) Sungai: Kawasan non-terbangun. Masing-masing kawasan tersebut tentunya memiliki permasalahan terkait air hujan, dampak kerusakan, dan urgensi yang berbeda. Seperti dapat dilihat pada gambar

Source: Ananda, 20211

Seperti yang tertuang dalam diskusi stakeholder pada telaah enstra DPUP 2017-2021, laju limpasan air yang tinggi, banjir limpasan di jalur utama ekonomi, kapasitas saluran drainase yang tidak memadai, dan pengurangan area resapan merupakan permasalahan-permasalahan yang memicu terjadinya banjir, tanggul sungai jebol disaat musim penghujan dan yang tentunya akan mempengaruhi dan memicu terhambatnya mobilisasi, aktivitas, dan kegiatan masyarakat Wonosobo1.

Climate Change Solution and Adaptation: Managing Urban Stormwater

Stormwater atau limpasan air merupakan air yang berasal dari salju es yang mencair, dan sisa air hujan yang masih mengalir di permukaan atau yang jatuh pada badan air dan saluran pembuangan. Air limpasan pada lingkungan perkotaan disebut dengan urban stormwater2. Air ini mengalir melalui atap rumah, jalanan, atau permukaan lain. Limpasan air tidak dapat terserap ke dalam tanah karena daya serap tanah yang berkurang akibat adanya perkerasan di permukaan seperti aspal dan beton atau bisa juga karena karakteristik tanah yang sulit menyerap air serta kurangnya pepohonan atau tumbuhan lain yang bisa membantu penyerapan air ke dalam tanah.

Dimana seperti yang kita ketahui, perkotaan Wonosobo berada pada dataran tinggi yang memiliki kecenderungan intensitas hujan yang tinggi. Buruknya manajemen air hujan di perkotaan ini akan berdampak tidak hanya untuk perkotaan Wonosobo, tetapi bagi kawasan hilir yang tentunya akan mendapatkan air limpasan yang besar dari kawasan dataran tinggi, atau kawasan perkotaan Wonosobo itu sendiri. Hal itu menjadikan adanya urgensi mengenai manajemen air hujan di perkotaan Wonosobo.

Source: Metrobancouver.org

46
Urban Stormwater unoff. Ecology Law Quarterl. Vol. 43, No. 2 (2016), pp. 421-448
Ananda, D., F. 2021. Strategi Manjemen Air Hujan Di Perkotaan Wonosobo. Shirvano esearch and Development Project Subramanian, oopika. 2016. ained Out: Problems and Solutions for Managing
source unsplash
45
Menurut dokumen Kajian Risiko Bencana Kabupaten Wonosobo, Kecamatan Wonosobo, yang merupakan kawasan perkotaan memiliki potensi bahaya banjir ataupun banjir bandang yang tinggi2. Permasalahan terkait sirkulasi air dan manajemen air merupakan salah satu hal yang perlu menjadi perhatian di Wonosobo.
UNFCCC 2006. United Nations Framework Convention on Climate Change: Handbook. Germany: Climate Change Secretaria Emanuel, Kerry A. 2016. Climate Science and Climate isk: A Primer. Cambridge: Massachusetts Institute of echnolog Badan pusat Stastik. 2018. Indeks Pembangunan Desa 2018. Badan Pusat Statistik.
Source: BPBD Kabupaten Wonosobo

Bentuk upaya yang dilakukan untuk mengurangi dan mengelola limpasan air pada area tangkapan air dinamakan dengan Urban Stormwater Management1. Urban stormwater management juga bertujuan untuk mengatasi masalah dan mencegah masalah baru berkaitan dengan limpasan air. Upaya ini meliputi perencanaan limpasan, pemeliharaan sistem air hujan, pengendalian, pengumpulan, penyimpanan, serta penggunaan limpasan air.

Salah satu bentuk urban stormwater management yaitu water sensitive urban design. Water sensitive urban design merupakan pendekatan manajemen air, aplikasi pada perancanaan dan pengembangan guna lahan. Pendekatan ini bertujuan untuk melindungi dan meningkatkan keberlanjutan sumber air dan meniru proses alam guna kebagian ekosistem yang ada2. Pengertian tersebut selaras dengan pendapat Hoyer J et al (2011) dimana water sensitive urban design merupakan pendekatan multidisiplin manajemen air, rancang kota dan rancang landskap dengan mempertimbangkan semua bagian dari siklus air di perkotaan. Pendekatan ini mengintegrasikan stategi pengembangan ekologi, ekonomi, sosial, dan budaya berkelanjutan.

Source: Megamanual.geosyntec.com

Berbeda dengan wetland yang dapat menahan air dalam kurun waktu yang lama

bahkan permanen, bioretention hanya dapat menahan air dalam kurun waktu yang relatif singkat hanya dalam hitungan jam saja.

Selanjutnya vegetated swale yaitu saluran bervegetasi terbuka yang mengalirkan air saat terjadinya hujan1. Dalam manajemen air hujan juga berfungsi sebagai penghambat laju air serta mengurangi volume air limpasan.

Pervious Paving

Pervious Paving merupakan perkerasan yang memungkinkan penyerapan air1. Pervious paving berfungsi sebagai pengurangan limpasan air dalam skala kecil hingga sedang serta meningkatkan infiltrasi.

Wetland merupakan salah satu bentuk elemen teknis dari water sensitive urban design. Wetlan transisi antara tanah dan air. Wetland yaitu natural wetland dan constru Natural wetland adalah area yang sudah ada secara alami misalnya rawa rawa pesisir pantai atau mangrove wet Sedangkan constructed wetland adalah lahan basah buatan seperti waduk dan embung4. Wetland

penyimpanan atau parkir air sementara sehingga air yang tergenang memiliki kesempatan untuk menyerap ke dalam tanah atau infiltrasi maupun evaporasi. Selain itu dengan bantuan vegetasi terjadi proses fisika, kimia, dan biologi yang dapat mengurangi kontaminan air limpasan sehingga meningkatkan kualitas air. Berdasarkan penelitian oleh (2021) adanya wetland juga dapat mengurasngi bencana banjir .

GREENROOF

Selanjutnya yaitu greenroof yang merupakan atap suatu bangunan yang sebagian atau seluruhnya ditutup oleh oleh vegetasi dan media tumbuh. Greenroof dapat meningkatkan pervious area dan berperan sebagai filter air. Greenroof dapat diintegrasikan dengan rainwater harvesting sehingga menjadikan greenroof sebagai filter dan rainwater harvesting sebagai penampungan. Hal tersebut menjadikan laju air menjadi lebih lambat, runoff berkurang, dan air yang tertampung dapat dimanfaatkan kembali.

48
bioretention
source unsplash
source unsplash Farrant et al. 2019. Water Sensitive Design for Stormwater: Treatment Device Design Guideline. Wellington: Wellington Water 4
m WETLAND CSIR 2006. CSIR Annual Report 2006 07 Australia: CSIR Hoyer et al. 2011. Water Sensitive Urban Design: Principles and Inspiration for Sustainable Stormwater Management in the City of the Future. Berlin: J I UN-HABITAT. 200 Annual report 200 UN-HABITA Tian M. 2011. Application of Constructed Wetland Technology in Urban andscape Designs. Advanced Materials Research ols. 211 212, pp. 939 943 Kumar et al. 2021. Constructed Wetland Management in Urban Catchments for Mitigating Floods. Stochastic Environmental Research and Risk Assessment.
Source: onstructionplusasia.co

Is “water sensitive urban design a good idea

for the Wonosobo Urban Area to help it adapt to climate change?

Tipologi menjadi dasar acuan dalam memberikan rekomendasi respon desain/elemen desain. Penyusunan tipologi mengacu pada jenis kegiatan dan intensitas bangunannya, dimana setiap tipologi menghasilkan respon desain yang berbeda sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik wilayahnya. Pada area inti urban, terdapat 3 jenis kegiatan, yaitu:

Berada di koridor utama dengan koefisien dasar bangunan > 70% , minim ruang, aktivitas Kawasan tinggi, dengan skala pelayanan hingga skala kota. Rekomendasi desain dapat diimplementasikan pada trotoar dan gedung gedung tinggi.  Komersial dan Jasa

Berada di koridor utama dengan koefisien dasar lebih rendah dari kawasan komersial, memiliki space pada area parkir/pekarangan, sehingga desain dapat diimplementasikan di area trotoar, parkir/pekarangan, dan pada gedung perkantoran Perkantoran dan SPU

Tipologi terakhir dari perkotaan Wonosobo adalah area Sungai. Sungai merupakan muara dari saluran drainase perkotaan, dengan debit dan laju air yang cukup tinggi. Sungai Serayu yang berada pada perkotaan Wonosobo terletak di area hulu, sehingga penting untuk mengurangi laju run off dengan memastikan bahwa area wetland (riparian) itu memiliki kondisi yang baik, dengan penambahan batuan alam dan vegetasi untuk memperlambat laju air. Dapat juga melalui penambahan tanggul bervegetasi, promenade, atau jalur pejalan kaki di perairan dengan menggunakan pervious paving.

Potential Constructed Wetland in Wonosobo Urban Area

NDWI dan overlay peta merupakan metode yang dapat digunakan dalam menentukan lokasi potensial dalam pembuatan wetland, dimana salah satu kriteria pentingnya adalah dengan melihat tingkat kebasahan lahan yang tinggi.

Permukiman

Dalam area permukiman Kepadatan sedang hingga tinggi, desain biorentration tree pits dapat diimplementasikan pada sisi sisi jalan. Apabila di daerah kepadatan tinggi dapat menggunakan pot, dan bisa juga menambahkan raingarden komunal.

Sama halnya dengan inti urban, peri urban juga memiliki tiga aktivitas utama, yaitu:

Permukiman Kepadatan rendah hingga sedang.

Permukiman

Desain dapat diimplementasikan area parkir. Selain itu, lahan yang besar menjadikan rekomendasi desain berupa green roof dapat bekerja maksimal pada kawasan ini.

Pada area ini Wetland/sawah menjadi desain yang direkomendasikan karena dapat menampung air sementara. Selain itu, agar air terserap lebih maksimal, vegetated swale dapat menjadi solusi untuk desain saluran air.

Industri

Source: Ananda, 2021

Secara prosesnya, dengan melakukan deliniasi pada area dengan tingkat kebasahan lahan yang tinggi (ditunjukkan warna biru) yang kemudian dilakukan overlay dengan guna lahan eksisting, mengeliminasi area terbangun dan hutan, sehingga dapat dihasilkan bahwa area potensial untuk perkotaan Wonosobo adalah area persawahan dan area tegalan yang dalam implementasi desainnya dapat berbentuk seperti rawa buatan. Dimana, rawa buatan tersebut dapat memberikan nilai tambah bagi perkotaan Wonosobo karena dapat menjadi ruang terbuka yang dapat dimanfaatkan untuk area resapan, ruang publik untuk masyarakat, ataupun tempat rekreasi. Lokasi potensial tersebut secara spasial dapat dilihat pada gambar di samping ini.

Konsep WSUD ini sangat direkomendasikan untuk perkotaan Wonosobo mengingat sebagai daerah di dataran tinggi, perlu adanya pengurangan aliran limpasan ke daerah hilir. Tetapi, dalam implementasi nantinya, perlu ada kerjasama lintas stakeholder termasuk masyarakat. Perubahan pola pikir masyarakat diperlukan untuk menciptakan perkotaan Wonosobo yang memiliki ketahanan serta tingkat keberlanjutan yang tinggi. Beberapa hal yang dapat dilakukan antara lain meningkatkan rasa kepedulian, kepemilikan, dan menjaga sebuah wilayah.

Pertanian

Source: Ananda, 2021

50
49
Source: Ananda, 2021

51

Community

c

Participation 52
Padley Gorge Trail, UK (Rounce, S., 2018)

Kampung Iklim apakah relevan dan

mendesak untuk Indonesia?

Studi

Proklim Bulakan Asri, Langgongsari, Banyumas

Dikutip dari artikel Kompas.com1 dan Republik Online2, perubahan iklim menjadi ancaman baru untuk pembangunan berkelanjutan.  Ancaman ini mengancam hidup makhluk hidup dan bumi, termasuk manusia yang juga menjadi aktor yang paling berkontribusi dalam perubahan iklim melalui aktivitasnya. Beberapa akibat perubahan iklim yang terjadi, di antaranya adalah berubahnya warna bunga, kutub utara mulai menghangat yang menyebabkan perilaku satwa liar yang berubah, emisi karbon yang menumpuk menyebabkan efek GRK (Gas Rumah Kaca), potensi risiko kelahiran prematur, urban heat yang meningkatkan persen kematian makhluk hidup akibat kepanasan, es di Laut Artik menipis dua kali lebih cepat karena pemanasan global. Beberapa contoh permasalahan akibat perubahan iklim tersebut mengancam keberlanjutan bumi beberapa tahun ke depan.

Dampak perubahan iklim mengancam seluruh manusia tanpa terkecuali, termasuk kelompok masyarakat rentan. Masyarakat pedesaan lebih rentan mengalami perubahan iklim. Hal ini dikarenakan ketergantungan terhadap sumber daya alam dalam semua pemenuhan aspek kehidupan mereka, hal ini diperparah dengan tingkat pembangunan masyarakat pedesaan (Indeks Pembangunan Desa) yang masih rendah sehingga sulit menghadapi ancaman perubahan iklim.

Dikutip  dari Indeks Pembangunan Desa Tahun 20183, secara nasional tahap perkembangan desa di Indonesia termasuk dalam kategori desa berkembang dengan nilai IPD sebesar 59,36, berbanding terbalik dengan Indeks Pembangunan Manusia di perkotaan yang bisa mencapai nilai sebesar 60 sampai 70.

Fokus pembangunan yang cenderung terpusat di pusat kota daripada pedesaan juga menyulitkan peningkatan respons masyarakat pedesaan terhadap perubahan iklim. Pembangunan yang berfokus pada keuntungan sebesar-besarnya menyebabkan eksploitasi sumber daya alam tanpa memperhatikan daya dukung dan kemampuan lingkungan. Pemerintah juga seakan melupakan aspek kelestarian lingkungan dalam memenuhi kebutuhan pembangunan.

54 Rahcman,
https:// www.kompas.com/skola/read/2022/09/30/090000869/dampak-perubahan-iklim-global-terhadap-kehidupan?page=al Republik One. 2023. Hawa Panas, Akibat Perubahan Iklim Global, Ini Penjelasan Pakar. Jurnal Perguruan Tinggi. Diakses melalui https://jurnal.republika.co.id/posts/212391/hawa-panas-akibat-perubahan-iklim-global-ini-penjelasan-paka Badan pusat Stastik. 2018. Indeks Pembangunan Desa 2018. Badan Pusat Statistik. source
Ani & K. M. P., Vanya (Eds.). 2022. Dampak Perubahan Iklim Global terhadap Kehidupan. Diakses melalui
unsplash
Kasus:
Kontribusi Proklim sebagai Upaya Adaptasi Mitigasi Perubahan Iklim Berbasis Komunitas Penulis Ikrima Asyifa 2021 reviewer gracella Angelina I. Qonieta Maulidya 53 Program Iklim

Pembangunan ekonomi berbasis sumber daya alam yang tidak memperhatikan kelestarian lingkungan akhirnya berdampak negatif pada lingkungan itu sendiri dan menyebabkan permasalahan pembangunan di kemudian hari. Untuk mengatasi permasalahan pembangunan ekonomi yang mengeksploitasi alam konsep pembangunan berkelanjutan (sustainability). Konsep ini merupakan upaya untuk memperbaiki mutu kehidupan dengan tetap berusaha tidak melampaui ekosistem pendukung kehidupannya. Pembangunan berkelanjutan dan program pemberdayaan masyarakat merupakan dua hal yang tidak terlepas dari upaya mencegah perubahan iklim. Selain itu, pemerintah yang kurang memperhatikan hal ini menyebabkan keterbatasan pemerintah setempat dalam merencanakan program penanggulangan perubahan iklim. Oleh karena itu, perlu adanya kontribusi masyarakat pedesaan dalam aksi menanggulangi perubahan iklim dalam bentuk kebijakan/program di level komunitas masyarakat tingkat bawah.

Respons Perubahan Iklim berbasis Community Based Climate Change Action melalui Program Kampung Iklim

Program Kampung Iklim (Proklim) dikutip dari Ditjen PPI-KLHK1, merupakan program berlingkup nasional dikelola oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam rangka meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam melakukan aksi adaptasi dan mitigasi perubahan iklim, ser ta penurunan emisi gas rumah kaca. Tujuan dibentuknya Proklim adalah untuk meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam melakukan penguatan kapasitas adaptasi dan menurunkan emisi GRK, ser ta sebagai tindak lanjut dari upaya adaptasi dan mitigasi perubahan iklim.

Indikasi Kelemahan Proklim di Indonesia

Program Kampung Iklim di Indonesia (Proklim) dinilai masih memiliki kelemahan yang menghambat kontribusinya dalam menanggulangi perubahan iklim di Indonesia. Beberapa indikator yang menunjukkan masih lemahnya implementasi Proklim2 dari temuan Riyanti (2018), yaitu:

Perubahan iklim merupakan perubahan komposisi dari atmosfer global dan variabilitas iklim alami pada periode waktu tertentu yang dapat disebabkan oleh aktivitas manusia (UNFCCC). Perubahan iklim yang mengancam keberlangsungan hidup manusia direspons melalui  respom mitigasi. Respon mitigasi merupakan intervensi manusia untuk mengurangi emisi gas rumah kaca1. Emisi gas rumah kaca menjadi faktor utama dari perubahan atmosfer dan temperatur global yang mengancam keberlangsungan hidup manusia, sehingga reduksi emisi GRK berkaitan erat dengan masyarakat. Hubungan tersebut dapat dilihat dari korelasi aksi reduksi emisi GRK dengan masyarakat (community based mitigation) melalui aksi perubahan gaya hidup masyarakat yang rendah emisi. Hal ini dikarenakan aksi perubahan gaya hidup masyarakat dapat menurunkan permintaan barang produksi dan emisi GRK. Aksi perubahan gaya hidup masyarakat ini menunjukkan salah satu tujuan community based climate action yang dapat dikatakan berkontribusi bagi perubahan iklim.

Secara umum, terdapat 3 (tiga) komponen Proklim, yaitu :

01

Kelembagaan dan

Dukungan

Kelembagaan dan dukungan berkelanjutan  dilihat dari beberapa indikator yang mencakup masyarakat, pemerintah, dunia usaha, LSM, dan akademisi. Keterlibatan beberapa kelembagaan ini terlihat dari kapasitas, inisiator dan penanggung jawab kegiatan, keberadaan kebijakan, dan pengambilan manfaat dari kegiatan adaptasi dan mitigasi.

Adaptasi

Komponen adaptasi yang dimaksud berupa penanganan atau antisipasi kenaikan muka laut, rob, intrusi air laut, abrasi, ablasi, dan gelombang tinggi; pengendalian penyakit akibat iklim; kegiatan yang terkait dengan upaya penyesuaian (adaptasi) diri terhadap perubahan iklim; pengendalian kekeringan, banjir, dan longsor; serta peningkatan ketahanan pangan.

2

3

Indikasi-indikasi ini juga terjadi di Kampung Iklim Bulakan Asri sebagai pilot project Proklim di Banyumas yang programnya diinisiasi sendiri oleh masyarakat setempat. Untuk itu dirumuskan beberapa rumusan masalah yang ingin diteliti, seperti seberapa jauh keterlibatan masyarakat, kontribusinya terhadap perubahan iklim, tantangan, dan hal yang bisa dipelajari dari Proklim di Bulakan Asri.

55

Verifikasi Program Kampung klim (Proklim) Wilayah Sumatera, Menapak Hingga Dusun - Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim. (n.d.). Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan klim. Rifyanti, R. 2018 Evaluasi Program Kampung Iklim Dalam Mengurangi Risiko Dampak perubahan Iklim Desa Nglegi, Kecamatan Patuk, Kabupaten Gunungkodul Skripsi PW

K UGM.

Komponen Mitigasi

Sivaramanan,

Kegiatan mitigasi yang diinisiasi di Proklim terkait penanganan lahan pertanian rendah emisi GRK, penggunaan energi baru terbarukan serta konservasi dan penghematan energi (Energi Baru), pengelolaan sampah/ limbah padat dan cair, peningkatan dan atau mempertahankan vegetasi atau tutupan hijau, pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan, kegiatan-kegiatan lain yang terkait dengan penurunan emisi GRK.

56
source unsplash
03
source unsplash source unsplash
Sivakumaran
Berkelanjutan (2015). Acid rain, causes, effects, and control strategies, Central Environmental Authority, Battaramulla, DOI 10 13140/RG.2 1 1321 4240/ 1 April 2015
1
Dalam proses implementasinya belum berjalan optimal, dikarenakan proses partisipasi masyarakat hanya diwakili oleh beberapa perwakilan terbatas yang cenderung memiliki pengaruh di komunitas tersebut
Pengetahuan dan kesadaran iklim masyarakat yang masih rendah
Masih kuatnya money oriented untuk memenuhi kebutuhan dasar tanpa memperhatikan ketangguhan iklim
Berkaca dari kesadaran tersebut, pemerintah Indonesia telah menyusun aksis penanganan perubahan iklim berbasis komunitas, yaitu Program Kampung Iklim (Proklim) yang diinisiasi dari Paris Agreement dan Nationally Determined Contribution (NDC).

Bagaimana aksi penanganan iklim berbasis masyarakat?

Aksi penanganan iklim berbasis dapat dilihat dari 3 (tiga) indikator, yaitu

Menilik Pengimplementasian

ProKlim Desa Bulakan Asri

Masyarakat pedesaan merupakan golongan dengan kerentanan tinggi terhadap perubahan iklim. Keadaan ini juga dirasakan oleh masyarakat Desa Bulakan Asri yang masuk ke dalam kerentanan sedang terhadap perubahan iklim. Hal ini terjadi karena mayoritas penduduk bekerja disektor pertanian yang rentan terhadap perubahan iklim. Kualitas pendidikan penduduk juga tergolong rendah. Oleh karena itu, masyarakat tergerak untuk menjadikan Desa Bulakan Asri Sebagai Kampung ProKlim yang bertujuan mendukung penanganan iklim. Bukan suatu perjalanan yang singkat, tetapi perlu diapresiasi karena berkat kegigihan masyarakat Desa Bulakan ditetapkan sebagai ProKlim Utama tahun 2019. Beragam aksi proklim sudah dilakukan yang terangkum sebagai berikut:

Meningkatkan kapasitas adaptif

Meningkatkan kapasitas adaptif, yang berfokus pada aset penghidupan meliputi kemampuan diversifikasi aset dan kemampuan mengakses aset untuk beradaptasi, dukungan kelembagaan yang membentuk dukungan institusi, jaringan, partisipasi, pembiayaan serta monitoring, dan pengetahuan (awareness) yang meliputi pengetahuan, kepedulian, motivasi, dan sistem informasi terkait iklim

Perubahan gaya hidup yang dapat mereduksi emisi secara langsung, meliputi pengurangan, pergeseran dan pembatasan konsumsi daging, produk non sekali pakai, dan listrik, serta pemilihan produk yang menghasilkan emisi lebih rendah untuk mendukung efisiensi energi dan materia

Perubahan gaya hidup yang mengarah pada reduksi emisi (indirect) meliputi  perubahan pola konsumsi (menggunakan ulang/reuse) dan memproduksi barang konsumsi sendiri, perubahan dalam kebiasaan menggunakan produk seperti sharing, repair dan donate, serta merubah perilaku pembuangan sampah seperti pemisahan limbah organik dan anorganik.

Program tersebut telah terlaksana namun belum diikuti dengan antusiasme masyarakat yang masih tergolong rendah. Perilaku dan gaya hidup masyarakat belum sepenuhnya mencerminkan gaya hidup ramah lingkungan. Selain itu, masih terdapat beberapa hambatan seperti: rendahnya tingkat pengetahuan masyarakat, langkah adaptasi cenderung bersifat inkremental, dan dukungan mitra yang terbatas, namun begitu masyarakat telah merasakan manfaat keberadaan program ini. Adanya dukungan terus menerus dari stakeholder berperan penting dalam keberhasilan program tersebut. Sehingga kebermanfaatan dari ProKlim yang dirasakan tidak hanya berdampak pada lingkungan saja namun juga dalam aspek ekonomi dan sosial masyarakat di Desa Bulakan Asri.

58
Aksi ProKlim Desa Bulakan Asri (Asyifa, I. 2021) (Gambar diolah kembali oleh Qonieta, 2023) source unsplash
57
1
2 Perubahan gaya hidup (Direct)
3 Perubahan gaya hidup (Indirect)

lesson learned

green Infrastructure (GI)

Peningkatan populasi penduduk di kawasan perkotaan di Indonesia memerlukan solusi yang berkelanjutan dan inovatif untuk pengembangan perumahan dan infrastruktur. Infrastruktur Hijau (GI) muncul sebagai pendekatan ramah lingkungan yang tidak hanya mengatasi tantangan ini tetapi juga melestarikan lingkungan alam. GI menawarkan banyak manfaat sembari mengurangi masalah yang dihadapi di daerah perkotaan yang padat, seperti kapasitas penyerapan air yang berkurang dan aliran air yang meningkat, sehingga dapat menyebabkan banjir, penyebaran penyakit oleh nyamuk, dan kondisi tidak higienis. Berbeda dengan sistem pengelolaan air hujan tradisional, GI menyediakan alternatif yang hemat biaya dan meminimalkan dampak negatif pada lingkungan.

Meskipun memiliki keuntungan, implementasi GI menghadapi beberapa tantangan. Ini termasuk kurangnya keahlian teknis di kalangan praktisi, kendala fisik di lingkungan perkotaan, keterbatasan data ekonomi untuk kinerja dan perbandingan biaya, dan integrasi yang kurang memadai ke dalam regulasi bangunan dan perencanaan tata ruang. Untuk mengatasi hambatan ini, penting untuk memberikan insentif kepada pengembang, memberikan subsidi untuk pemasangan GI, dan mengapresiasi kasus implementasi yang berhasil. Dengan melakukan hal ini, adopsi GI dapat didorong dan integrasinya ke dalam praktik pengembangan perkotaan dapat difasilitasi.

Selain itu, infrastruktur hijau tidak hanya terbatas pada pengelolaan air tetapi juga mencakup penghijauan bangunan untuk meningkatkan lingkungan perkotaan melalui integrasi alam dalam struktur bangunan. Sehingga, pengembangan ini dapat menawarkan beberapa manfaat seperti pengelolaan banjir, penyediaan habitat, dan ruang rekreasi, yang memperlihatkan efektivitas dan fleksibilitas GI dalam menciptakan komunitas yang berkelanjutan dan layak huni.

Secara keseluruhan, GI menegaskan pentingnya menggabungkan infrastruktur hijau ke dalam praktik pengembangan perkotaan. Dengan melakukannya, tantangan yang ditimbulkan oleh urbanisasi dapat dikurangi, lingkungan alam dapat dilestarikan, dan kesejahteraan masyarakat dapat ditingkatkan.

60
Olinger, H. 2018 59

Membangun Masa Depan yang Berkelanjutan dengan Sustainable Infrastructure

Masalah lingkungan terbesar menurut para ilmuwan IPCC adalah pemanasan global, yang utamanya disebabkan oleh aktivitas manusia yang meningkatkan konsentrasi karbon dioksida (CO2). Untuk meminimalkan dampak pemanasan global, praktik bangunan berkelanjutan yang mengutamakan kesehatan lingkungan dan efisiensi energi tentunya sangat diperlukan.

Menyoroti berbagai bangunan berkelanjutan dari negara-negara maju, kita dapat mengetahui bahwa bangunan-bangunan yang dibangun ini telah menggabungkan fitur-fitur seperti lanskap vertikal, panel surya, sistem pengumpulan air hujan, dan bahan-bahan ramah lingkungan untuk mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan dan mendorong efisiensi energi.

Di Indonesia, Green Building Council Indonesia (GBCI) memainkan peran penting dalam mempromosikan praktik bangunan berkelanjutan. Mereka menawarkan penilaian dan sertifikasi dalam program GREENSHIP, yang mengevaluasi bangunan berdasarkan kategori seperti pengembangan lokasi yang tepat, efisiensi energi, konservasi air, sumber daya material, kualitas udara dalam ruangan, dan pengelolaan bangunan.

Dengan demikian, praktik bangunan berkelanjutan tentunya krusial untuk menciptakan kota-kota berkelanjutan. Hal ini disebabkan bangunan di daerah perkotaan memiliki dampak signifikan terhadap konsumsi energi dan emisi gas rumah kaca. Mengadopsi praktik bangunan berkelanjutan dapat membantu mengurangi dampak ini dan menciptakan kota-kota yang lebih ramah lingkungan dan efisiensi energi.

Secara keseluruhan, pelajaran kunci yang dipetik adalah bahwa praktik bangunan berkelanjutan penting untuk mengurangi masalah lingkungan, mengatasi perubahan iklim, dan menciptakan kota-kota yang lebih berkelanjutan dan layak huni.

yang bijak juga menjadi langkah awal untuk menciptakan masa depan yang lebih berkelanjutan. Dengan demikian, pemanfaatan air hujan sebagai solusi kebutuhan air bersih dapat menarik perhatian karena berbagai alternatifnya yang implementatif.

62
61

Low Impact Development Studies

Keterbatasan air dan distribusi yang tidak merata merupakan permasalahan inti dalam pengelolaan air secara global, maupun di Indonesia sendiri. Ketidakmampuan untuk mendapatkan akses universal terhadap air bersih berimplikasi kurang optimalnya kebijakan dan praktik pengelolaan air yang baik dalam memastikan distribusi air yang adil.

Untuk itu, penting menerapkan pengelolaan air hujan yang efektif dalam pengelolaan air di Indonesia. Di daerah perkotaan dan daerah yang berkembang pesat, keberadaan permukaan impermeabel menghambat air hujan untuk meresap secara alami. Hal ini menyebabkan banjir, erosi, dan polusi air. Penerapan teknik-teknik seperti infrastruktur hijau dan pengembangan berdampak rendah (LID) dapat menangkap dan menggunakan kembali air hujan, menjaga sistem hidrologi alami, dan mengurangi dampak negatif urbanisasi.

Teknik Pengembangan Berdampak Rendah (LID) memainkan peran penting dalam pengelolaan air hujan secara efektif. LID berfokus pada integrasi praktik pengelolaan air hujan berukuran mikro ke dalam sistem drainase lokal dan pengelolaan sumber daya air regional. Dengan menggunakan lapisan permeabel, bioretensi, saluran rumput, dan atap hijau, LID mengurangi limpasan permukaan, meningkatkan pengisian kembali air tanah, dan meningkatkan kualitas air. LID mendorong pengelolaan air yang berkelanjutan sambil meminimalkan efek negatif sistem drainase konvensional.

Tidak hanya itu, kita juga perlu melibatkan dan memberi informasi kepada masyarakat tentang pentingnya konservasi air, pengelolaan air hujan, dan teknik LID untuk memberdayakan masyarakat dalam berpartisipasi untuk praktik yang berkelanjutan sekaligus berkontribusi pada peningkatan pengelolaan sumber daya air.

Secara keseluruhan, kita memerlukan pendekatan yang berkelanjutan dan terpadu dalam pengelolaan air. Termasuk dalamnya adalah memastikan akses yang adil terhadap air bersih, menerapkan strategi pengelolaan air hujan yang efektif, mengadopsi teknik LID, melestarikan area alami, serta mendorong keterlibatan dan kesadaran masyarakat.

pada pemenuhan kebutuhan dasar mengabaikan pentingnya pembangunan ketahanan terhadap perubahan iklim.  Kita dapat belajar mengenai proses implementasi program kampung iklim melalui studi kasus Desa Iklim Bulakan Asri, sebuah proyek percontohan Proklim di Banyumas.

Dengan demikian, sesungguhnya tindakan perubahan iklim berbasis masyarakat sangat penting untuk mengurangi dampak perubahan iklim. Dengan mempromosikan gaya hidup rendah emisi dan mengurangi permintaan produk-produk beremisi tinggi, komunitas dapat secara langsung berkontribusi pada pengurangan emisi gas rumah kaca. Melalui program Proklim dan upaya berbasis masyarakat, Indonesia dapat mengambil langkah-langkah signifikan untuk melawan perubahan iklim dan membangun masa depan yang lebih berkelanjutan.

64
63

References

Ananda, D., F. 2021. Strategi Manjemen Air Hujan Di Perkotaan Wonosobo. Shirvano Research and Development Project.

Badan pusat Stastik. 2018. Indeks Pembangunan Desa 2018. Badan Pusat Statistik. Baraputri, Valdya. 2019. Bullitt Center, Gedung Kantor Terhijau di Dunia. Diakses melalui https:// www.voaindonesia.com/a/bullitt-center-gedung-kantor-terhijau-di-dunia/4883226.html

BNPB. 2016. Kajian Risiko Bencana Indonesia. Jakarta: BNPB

BPBD Kabupaten Wonosobo. 2020. Kajian Risiko Bencana Kabupaten Wonosobo 2020. Kabupaten Wonosobo: BPBD

Bullittcenter. (n.d.). Building Features. Diakses melalui https://bullittcenter.org/building/building-

Coffman, Larry. (2000). Low-Impact  Development Design Strategies, An  Integrated Design Approach. EPA  841-B-00-003. Prince George’s County, Maryland. Department of  Environmental Resources, Programs and Planning Division.

CSIRO. 2006. CSIRO Annual Report 2006–07. Australia: CSIRO

Darsono, S. (2007). Sistem Pengolahan Air Hujan Lokal yang Ramah Lingkungan. Berkala Ilimiah

Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim. (n.d). Verifikasi Program Kampung Iklim (Proklim) Wilayah Sumatera, Menapak Hingga Dusun. Diakses melalui https:// ditjenppi.menlhk.go.id/berita-ppi/3180-verifikasi-program-kampung-iklim-proklim-wilayahsumatera,-menapak-hingga-dusun.html

Emanuel, Kerry A. 2016. Climate Science and Climate Risk: A Primer. Cambridge: Massachusetts Institute of Technology

EPA. (2000). Low Impact  Development (LID) A Literature  Review, EPA-841-B-00-005,  Washington, DC 20460 October 2000

Farrant et al. 2019. Water Sensitive Design for Stormwater: Treatment Device Design Guideline. Wellington: Wellington Water

Furqan, M. H. 2020. Implementasi Program Kampung Iklim (ProKlim) di Gampong Lambung Kecamatan Meuraza Kota Banda Aceh. Jurnal Pendidikan Geosfer, V(2), 42-49. Diakses melalui https://jurnal.usk.ac.id/JPG/article/view/21691/14231

Green Building Consultant. (n.d.). New Building Green Building. Diakses melalui https:// bangunanhijau.com/gb/new-building-green-building/

Green Building Council Indonesia. 2020. Green Building Council Indonesia. Diakses melalui https://www.gbcindonesia.org/web

66
65
2021
Maksutova, G.

GWP and UNEP-DHI (2021). Progress on Integrated Water Resources Management (IWRM) in the Asia-Pacific Region 2021: Learning exchange on monitoring and implementation towards SDG 6.5.1.

Hananto, Akhyari. 2016. 10 “Green Building” Terbaik 2016 yang Begitu Menginspirasi. Diakses melalui https://www.mongabay.co.id/2016/12/28/10-green-building-terbaik-2016-yang-begitumenginspirasi/

Hoyer et al. 2011. Water Sensitive Urban Design: Principles and Inspiration for Sustainable Stormwater Management in the City of the Future. Berlin: JOVIS

Hydrogeology & amp. (n.d). Water Quality 101 | Suwannee River Water Management District. Diakses melalui https://www.mysuwanneeriver.com/151/Hydrogeology-Water-Quality-101

Igini, Martina. 2023. IPCC AR6: Scientists Deliver ‘Final Warning’ on Climate Change, Say 1.5C of Global Warming ‘Likely’ in Near Term. Diakses melalui https://earth.org/ipcc-ar6/

Kota Tanpa Kumuh. 2017. Kotaku : Kota Tanpa Kumuh. Diakses melalui https://kotaku.pu.go.id/ view/3879/pembangunan-ekonomi-dalam-konsep-pembangunan-berkelanjutan

Kumar et al. 2021. Constructed Wetland Management in Urban Catchments for Mitigating Floods. Stochastic Environmental Research and Risk Assessment.

Lehoux, Nic. 2009. Vancouver Convention Centre West. Diakses melalui https:// www.archdaily.com/130373/vancouver-convention-centre-west-lmn-da-with-mcm? ad_source=search&ad_medium=projects_tab

Low Impact Development Center. (2007). Low Impact Development (LID) Urban Design Tools Website. Urban Uses of LID. Diakses melalui https://www.lid-stormwater.net/general_urban.htm

Mata Air. 2021. Bosco Verticale, Apartemen Hijau Yang Memukau Di Milan. Diakses melalui https://mataair.id/2021/11/26/bosco-verticale-apartemen-hijau-yang-memukau-di-milan/ Ministry of Foreign Affairs. (n.d.). Water Agreements. Diakses melalui http://www.mfa.gov.sg/

SINGAPORES-FOREIGN-POLICY/Key-Issues/Water-Agreements

Ministry of Foreign Affairs. (n.d.). Water Agreements. Diakses melalui http://www.mfa.gov.sg/ SINGAPORES-FOREIGN-POLICY/Key-Issues/Water-Agreements

Nouvel, Ateliers Jean. 2014. One Central Park. Diakses melalui https://www.archdaily.com/551329/ one-central-park-jean-nouvel-patrick-blanc?ad_source=search&ad_medium=projects_tab

Studio, Beri. 2014. Bosco Verticale. Diakses melalui https://www.archdaily.com/777498/BOSCOVERTICALE-STEFANO-BOERI-ARCHITETTI

PBB. 2020. WMO annual report highlights continuous advance of climate change. Jenewa: World Meteorogical Organization.

Pradipta, Bramanta F. (2019). Rooftop Water Harvesting. Shirvano Research and Development Project.

Rahcman, Ani & K. M. P., Vanya (Eds.). 2022. Dampak Perubahan Iklim Global terhadap Kehidupan. Diakses melalui https://www.kompas.com/skola/read/2022/09/30/090000869/ dampak-perubahan-iklim-global-terhadap-kehidupan?page=all

Rencana Strategis Dinas PUPR Kabupaten Wonosobo 2017 - 2021

Republik One. 2023. Hawa Panas, Akibat Perubahan Iklim Global, Ini Penjelasan Pakar. Jurnal Perguruan Tinggi. Diakses melalui https://jurnal.republika.co.id/posts/212391/hawa-panas-akibatperubahan-iklim-global-ini-penjelasan-pakar

Rifyanti, R. 2018. Evaluasi Program Kampung Iklim Dalam Mengurangi Risiko Dampak perubahan Iklim Desa Nglegi, Kecamatan Patuk, Kabupaten Gunungkodul . Skripsi PWK UGM.

Sivakumaran Sivaramanan, 2015. Acid rain, causes, effects, and control strategies, Central Environmental Authority, Battaramulla, DOI: 10.13140/RG.2.1.1321.4240/1, April 2015.

Studio, Beri. 2014. Bosco Verticale. Diakses melalui https://www.archdaily.com/777498/BOSCOVERTICALE-STEFANO-BOERI-ARCHITETTI

Subramanian, Roopika. 2016. Rained Out: Problems and Solutions for Managing Urban Stormwater Runoff. Ecology Law Quarterl. Vol. 43, No. 2 (2016), pp. 421-448

Tian, M. 2011. Application of Constructed Wetland Technology in Urban Landscape Designs. Advanced Materials Research Vols. 211-212, pp. 939-943.

UNFCCC. 2006. United Nations Framework Convention on Climate Change: Handbook. Germany: Climate Change Secretariat

UN-HABITAT. 2008. Annual report 2008. UN-HABITAT

Vancouver Convention Center. 2022. Sustainability. Diakses melalui https:// www.vancouverconventioncentre.com/about-us/sustainability

Winogradoff, A. Derek. (2001) The  Bioretention ManuaL, Programs & Planning Division Department of  Environmental Resources Prince George’s County, Maryland.

68
67
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.