SAYYIDUL AYYAM EDISI VII | DESEMBER 2015

Page 1

EDISI VII| DESEMBER 2015

SAYYIDUL YYAM

BEBAS, BERKARYA, BERKALA

BYE 2015! 10, Sect. D Nouveau Kouass Yacoub El-Mansour 10050 Rabat E-mail: ppimaroko@gmail.com | Situs: http://www.ppimaroko.com


Daftar Isi

23-24

Puisi Sedikit Lebih Gila

2

Salam Redaksi

25-28

3-6

Hot Topic Perburuan Tahun Baru: Indonesia & Maroko

Fakta Tahun Kabisat

7-10

29-32

Opini Kita Sedang Berjalan di atas Lintasan

Kaleidoskop Potret 2015

11-19

Opini (2) Sambungan

33-34

Cerita Pendek Hilang

20-22

Sosok Al-Bushiri

35-37

Tahukah Kamu? Zaitun

38-40

Life Style Ayam Zaitun Lemon

41-43

Pojok Takdir

SUSUNAN REDAKSI Penanggung Jawab: Fakih Abd. Azis | Pimpinan Redaksi: Agus G. Ahmad | Wakil Pimpinan: Azhari Mulyana | Keuangan: Layyinah CH | Staf Redaksi: Rumaisah MA, Fahruddin A, M. Risky HK

Layout: Giovani

1 SAYYIDUL AYYAM | EDISI VII | DESEMBER 2015


Salam Redaksi Salam Sejahtera untuk kita semua. Pergantian tahun merupakan momen singkat yang selalu dinantikan. Hampir seluruh belahan bumi tersihir dalam pesona dunia, dan untuk sejenak, bumi berkelap-­ kelip di bawah cahaya kembang api. Menyambut momen yang menjadi gerbang menuju tahun berikutnya ini, kami dari redaksi buletin Sayyidul Ayyam tak ingin melewatkannya begitu saja. Setelah bulan lalu kami hadir dengan mengusung tema “Guru Negeri Sipil”, me­ngupas persoalan tentang kurikulum sampai guru honorer. Kali ini, kami kembali hadir dengan wajah baru, dan turut memeriahkan perayaan tahun baru yang akan datang. Tentu saja bukan dengan rangkaian kembang api dan tiupan terompet, namun dengan untaian tulisan dari teman-teman yang tahun depan akan semakin bertambah tua umurnya. Memperingati tahun baru 2016 ini. Kami dari redaksi Sayyidul Ayyam ingin mengucapkan selamat jalan kepada tahun 2015 yang akan meninggalkan kita. Setahun mungkin hanya waktu yang sebentar untuk singgah, namun detik waktu terus berputar dan hidup harus terus berjalan. Ba­nyak kena­ngan dan peristiwa yang istimewa bersama tahun 2015, banyak tunas-­tunas baru yang tumbuh pun juga daun-daun tua yang berguguran meninggalkan pohonnya. Apapun, kami belajar bahwa waktu -sesebentar apapun itu- jika kita telah melangkahinya, tak ada kesempatan untuk berbalik mundur. Selamat datang tahun 2016, semoga nasib baik menanti di ujung sana. Selamat jalan kawan. Bye 2015! Senang berkenalan denganmu.

Kepada para pembaca, kami ucapkan: “Selamat Menikmati!” Redaksi

SAYYIDUL AYYAM | EDISI VII | DESEMBER 2015

2


Fakta

TAHUN KABISAT Leap Year

Wiam Ahmada AS *Mahasiswi S1 Jurusan Dirosat Islamiyyah, Univ. Sidi Mohammed Ben Abdellah

Pernah mendengar tahun kabisat? Tahun kabisat menurut KBBI adalah tahun yang jumlah harinya 366 hari (di tahun itu, jumlah hari di bulan Februari adalah 29 hari). Dalam bahasa Inggris tahun kabisat disebut dengan Leap Year, kata leap sendiri berarti lompatan atau loncatan. Tahun kabisat pada pengertian di atas adalah tahun kabisat pada kalender syamsiyah. Jumlah hari pada tahun syamsiyah adalah 365 hari kecuali pada tahun kabisat berjumlah 366 hari. Mengapa demikian? Hal ini terjadi karena perhitungan tahun Syamsiyah didasarkan pada perputaran bumi mengelilingi matahari (revolusi). Dalam satu tahun, bumi berevolusi selama 365 hari 5 jam 48 menit 45,1814 detik. Tetapi dalam sistem penanggalan syamsiah dibulatkan menjadi 365 hari, sehingga setiap 4 tahun akan kekurangan hampir 1 hari. Kerancuan ini disadari oleh kaisar Romawi, Julius Caesar. Ia kemudian memerintahkan ahli perbintangan Sosigenes untuk memperbaiki sistem penanggalan yang berlaku saat itu agar menunjukkan musim dengan tepat. Sosigenes menemukan bahwa revolusi bumi terhadap matahari berlangsung selama 365,25 hari, yang berarti perlu menambahkan 1 hari setiap 4 tahun. Ia menambahkan 1 hari pada bulan Februari dengan jumlah hari paling sedikit yaitu 29 hari menjadi 30 hari. Sistem penanggalan ini disebut de足 ngan ka足lender Julian.

3 SAYYIDUL AYYAM | EDISI VII | DESEMBER 2015


Perubahan pada sistem penanggalan Saymsiyah terjadi lagi pada masa kekaisaran Augustus. Ia mengganti nama bulan Hexalius dengan namanya, Agustus. Selain itu, ia menambahkan 1 hari di bulan Agustus dengan me­ ngurangi 1 hari di bulan Februari, de­ ngan alasan agar musim dingin berlalu dengan cepat (bulan Februari adalah akhir musim dingin). Dengan itu, bulan Agustus berjumlah 31 hari sedang­ kan Februari berjumlah 28 hari pada tahun biasa dan 29 hari pada tahun kabisat. 1500 tahun kemudian pada masa Paus Georgian XIII, penetepan kalender Julian kembali membingungkan, perayaan paskah yang seharus­ nya dirayakan pada musim semi ber­ geser. Hal ini disebabkan perhitungan kalender Julian meleset 11 menit 14 detik setiap tahun. Akibatnya, setelah 1500 tahun, kesalahannya menjadi 10 hari. Perbaikan sistem penanggalan Julian dilakukan oleh ahli perbinta­ ngan Cristopher Calviusatas atas pe­ rintah Paus XIII. Ia menetapakan agar tahun kabisat tetap dilakukan setiap 4 tahun sekali kecuali pada tahun keli-

patan 100 (1000,1100,1200,...). Pada tahun-tahun tersebut, penambahan hari dilakukan pada tahun yang habis dibagi 4 dan 400. Dengan demikian, setiap 2500 tahun hanya perlu menambahkan 1 hari lagi. Sistem pe­ nanggalan ini disebut dengan kalender Georgian yang dimulai pada tahun 1582. Untuk menyesuaikan kelebihan 10 hari dari tahun-tahun sebelumnya, maka dilakukan pemotongan hari, ya­ itu setelah hari Kamis 4 Oktober, hari berikutnya langsung mejadi Jumat, 15 Oktober. Jadi, tanggal 5-14 Oktober 1582 tidak pernah ada dalam kalender Syamsiyah. Bagaimana caranya mengetahui apakah tahun ini termasuk tahun kabisat atau tidak? Caranya mudah. Tahun kabisat harus habis dibagi 4, kecuali untuk tahun kelipatan 100 atau permulaan abad seperti 1600, 1800, dst. Harus habis dibagi 4 dan 400. Berarti tahun depan 2016 adalah tahun kabisat, tahun istimewa bagi para leaplings (sebutan bagi yang lahir di leap day, 29 Februari). Selamat! Tahun kabisat tidak hanya ter-

SAYYIDUL AYYAM | EDISI VII | DESEMBER 2015

4


dapat pada kalender Syamsiyah, tapi juga pada kalender Hijriyah, namun dengan ketentuan yang berbeda. Ka­ lender Hijriyah atau Qomariyah adalah sistem penanggalan yang ditetapkan berdasarkan perputaran bulan mengelilingi bumi. Waktu yang diperlukan revolusi bulan terhadap bumi adalah 29,5 hari atau 29 hari 44 menit 3 detik. Jumlah bulan pada kalender qomariyah adalah 12 bulan dengan jumlah hari pada setiap bulan 29/30 hari berselang-seling. Maka, setiap tahun akan terbuang waktu 12 x 44 me­ nit 3 detik = 8 jam 48 menit 36 detik. Jika waktu yang terbuang ini dikumpulkan dan dibulatkan menjadi bila­ ngan bulat dengan satuan hari maka waktu yang terbuang selama 30 tahun adalah 11 hari (30 x 8 jam 48 menit 36 detik = 11 hari). 11 hari tersebut akan ditambahkan pada tahun-tahun dalam setiap periode 30 tahun di bulan Dzul hijjah. Jadi terdapat tahun kabisat sebanyak 11 kali dalam interval 30 tahun.

Menentukan tahun kabisat hijriyah dapat dilakukan dengan perhitu­ ngan matematis mudah. Yaitu dengan metode sisa 2-3-3 yang berjumlah 11 (2-5-8-10-13-16-18-21-24-26-29). Jika suatu tahun hijriyah dibagi 30 memiliki sisa salah satu dari 11 angka diatas berarti itu tahun kabisat. Tahun kabisat Hijriyah tidak banyak diketahui sebagaimana tahun kabisat Syamsiyah, hal ini disebabkan karena perubahan tahun kabisat hijriyah tidak mencolok dan sulit diingat. Sehingga penyebutan tahun kabisat sering kali dimaksudkan untuk tahun Syamsiyah, dan penyebutan bulan kabisat hanya untuk bulan Februari, begitu pula hari kabisat adalah 29 Februari.

Tahun kabisat Hijriyyah tidak banyak diketahui

sebagaimana tahun kabisat Syamsiyyah.

Dalam ilmu astronomi dikenal juga istilah leap second atau detik kabisat. Detik kabisat tidak ada kaitannya dengan tahun kabisat. Detik kabisat adalah detik yang disisipkan dalam kalender. Gravitasi matahari dan bulan serta peristiwa alam se­perti gempa bumi dan gunung meletus menyebabkan gerak rotasi bumi melambat, se­ hingga perlu menambahkan satu detik untuk memelihara waktu supaya tetap sinkron dengan gerak bumi

5 SAYYIDUL AYYAM | EDISI VII | DESEMBER 2015


(waktu rata-rata matahari). Penambahannya bisa pada bulan Juni atau Desember menurut keputusan International Earth Rotation and Reference Systems Service, yang ditetapkan di Paris 1972. Penambahan ter­ akhir dilakukan pada 30 Juni 2015, hari itu tidak berakhir pada 23:59:59 tapi pada 23:59:60 . Segala sesuatu yang istimewa atau unik akan menimbulkan reaksi unik pula. Sebagian masayarakat menganggap tahun kabisat dan hari kabisat sebagai momen yang istimewa dan menyikapinya secara berlebihan. Keistimewaan ini memunculkan ba­nyak mitos dan takhayul terhadap tahun kabisat atau hari kabisat (29 Februari). Sebagai contoh, di Finlandia, perempuan diperbolehkan melamar laki-laki pada hari kabisat sebagai keberuntungan, dan laki-laki yang di-

lamar dilarang menolak­ nya. Jika ia menolak maka diwajibkan membayar tebusan. Masyarakat Scotlandia dan sebagian gereja umat Kristen menolak mengadakan pernikahan atau perceraian di hari kabisat karena diyakini membawa kesialan. Mereka juga percaya bahwa orang banyak meninggal pada tahun kabisat dibandingkan tahun-tahun biasa­nya, dan banyak lagi mitos-mitos yang beredar di masya­ rakat yang berhubungan dengan tahun kabisat . Semua kepercayaan ini ha­ nyalah takhayul belaka tanpa didasari penjelasan rasional. Oleh karena itu, pengetahuan mengenai asal mula tahun kabisat dan perhitu­ngannya pen­ ting, selain untuk menambah ilmu, pengetahuan tentang tahun kabisat dapat membantu mencegah berkembanganya mitos dan takhayul terkait tahun kabisat di masyarakat.

SAYYIDUL AYYAM | EDISI VII | DESEMBER 2015

6


Opini

Kita Sedang Berjalan di atas Lintasan

Fairuz Ainun Na’im *Mahasiswa S1 Jurusan Dirosat Islamiyyah Univ. Ibn Tofail

Cermin dan Rekonstruksi Setidaknya tulisan ini jika

tidak pantas merepresentasikan apa yang dinamakan sebuah rekonstruksi baik teoritis maupun empiris, maka maafkanlah karena sesungguhnya penulis adalah orang yang benar-benar butuh berbagai kritikan dan masukan dari berbagai pihak dalam mengemukakan sebuah paradigma dalam diskursus tertentu. Jikapun memang tulisan ini memang benar-benar tidak mewakili apa yang diharap­ kan, maka biarlah tulisan ini akan terpatri dalam diri penulis sendiri karena penulis pernah mencoba melemparkan gagasan atau paradigma kepada orang lain. Karena memang sebuah paradigma yang dikemukakan dalam diskursu tertentu, tentu tidak sama pengalamannya pada tiap-tiap orang. Akan tetapi, penulis mencoba mengambil benang merah bahwa sebuah pembangunan gagasan adalah salah satu hal penting dalam kehidupan manusia di berbagai masa dan berbagai aspek kehidupan manusia. Karena tanpa pondasi yang jelas, rasa-rasanya kita tak akan mencapai apa yang kita maksud dari apa yang kita perbuat. Dari keyakinan itu, penulis akan mendeskripsikan pemahaman umum mengenai sebuah paradigma dalam hal ini membangun dan menemukan kembali apa yang harus diperbaiki dan apa yang mesti kita jalani selanjutnya, dengan melihat bahwa masing-masing kita bermaksud men-

7 SAYYIDUL AYYAM | EDISI VII | DESEMBER 2015


capai tujuan kita dengan jalan ‘meng­ ulang’ kembali pondasi awal sikap dan pemikiran kita. Meski tulisan ini ditujukan untuk para pembaca, sejati­ nya penekanan utamanya adalah untuk penulis sendiri dan maka dari itu sesungguhnya sebuah pikiran yang tertuang dalam medium yang bernama tulisan adalah untuk dipahami dan (semoga) diaplikasikan bersama. Masing-masing dari kita hampir pasti mempunyai sebuah atau bebe­ rapa cermin di tempat tinggal kita masing-masing. Cermin itu kita gunakan rutin tiap hari untuk melihat penampilan wajah dan tubuh kita, atau kita melihat diri kita sendiri de­ ngan bantuan sebuah alat bernama cermin. Kita menata rambut, wajah, pakaian dan lain-lainnya yang berkaitan dengan penampilan fisik kita dengan menggunakan cermin agar kita tampil percaya diri ketika keluar rumah, ketika berhadapan dengan orang banyak. Sedemikian pentingnya peran cermin bagi kehidupan kita sehingga kita sangat sekali membutuhkannya. Bisa jadi, tak apalah kita tidak mandi asalkan kita berkaca pada cermin sebelum melakukan berbagai aktivitas dengan keadaan rapih, meski tidak wangi misalnya. Bahkan bagi kaum perempuan, cermin juga harus dibawa ke berbagai tempat bila perlu,

untuk menjaga penampilan tetap baik dan pantas dilihat orang. Bukankah, menjaga penampilan fisik adalah anjuran agama? Dengan tidak berlebih-lebihan tentunya. Dengan begitu vitalnya peran cermin dalam menjaga penampilan kita, maka bercermin itu sendiri menjadi sebuah rutinitas yang harus kita lakukan setiap harinya. Al-Ghazali dalam Misykat Al Anwar mengatakan bahwa manusia paripurna adalah manusia yang mampu menggabungkan makna dhahir dan makna bathin. Kita, manusia, berkaca dan melihat tubuh kita dalam sebuah cermin adalah dalam rangka memenuhi makna pertama tadi. Sedang yang kedua, manusia butuh mengoreksi dirinya sendiri. Jika cermin pertama wujudnya adalah sebuah kaca, maka yang kedua adalah sebuah kesadaran untuk mengenali apa-apa yang ada pada dirinya sendiri. Kesadaran untuk me­ngenali dan menganalisa jiwanya. Ibnu ‘Athoillah mengatakan dalam Syarah Sulthanul ‘Arifin: “Identifikasilah sifat-sifatmu, seperti fakirmu, kelemahanmu, ketidakberdayaanmu dan ke­ rendahan dirimu. Apabila kamu telah menemukannya, maka kamu telah melihat sifat-sifatmu sebenarnya, tetapi selama ini tertutupi”. Ini sangat pen­ting bagi kita untuk menemukan debu-debu yang masih

SAYYIDUL AYYAM | EDISI VII | DESEMBER 2015

8


melekat pada diri kita untuk telanjang dan benar-benar bersih. Dan pemenuhan makna kedua manusia ini, membutuhkan kesadaran sekecil apapun. Kita butuh merenung, mengoreksi diri sendiri, berinstropeksi dan meng­ evaluasi kinerja jiwa kita sebagai manusia yang masih memiliki sifat-sifat yang rendah. Bahkan seja­ tinya kita perlu ‘mendebat’ diri sendiri tentang kebaikan-keburukan kita sendiri dalam rangka menjadi manusia paripurna yang dimaksud Al-ghazali tadi. Dampak dari mendebat diri sendiri jelas sangat baik untuk mengukur dan berhati-berhati terhadap apa yang akan kita jalani. Ini tidak jauh berbeda dengan ungkapan Al-ghazali setelah definisi manusia paripurna tadi yaitu untuk mendapatkan jiwa yang sempurna, pertama-tama manusia harus mengosongkan jiwanya dari sifat-sifat tercela. Memang untuk menjadi manusia seperti apa yang diungkapkan Algha­zali sangatlah sulit bagi kita. Akan tetapi penempuhan langkah-langkah tersebut bisa kita upayakan sedi­ kit demi sedikit untuk kemaslahatan diri. Kaitannya dengan perbaikan diri adalah kita berupaya untuk tidak meng­ u­ lang kesalahan yang sama, atau setidak­ nya, meminimalisir hal-hal tersebut agar tidak terjadi lagi. Jika cermin adalah alat yang kita butuhkan untuk menata penampilan kita, maka kesadaran mengidentifikasi kekura­ ngan-kekurangan pada diri kita ada-

lah upaya untuk mendapatkan diri yang lebih baik. Dan Allah, menganjurkan kita untuk mengevaluasi apa yang sudah kita lakukan sebelumnya guna mempersiapkan rencana selanjutnya. Dan indikator pentingya adalah me­ ngoreksi diri sendiri demi kebaikan kita selanjutnya. Modal penting untuk membangun sebuah gagasan dan semangat baru. Nasehat Ada Pada Belajar Dalam Diwan-nya, Imam Syafi’i mengatakan, “Setiap saya di-ber­ adab-kan oleh masa, ia menunjukkan kurangnya pikiranku”. “Ketika saya bertambah dalam ilmu-- ia menambah pengetahuan akan kebodohanku”. Dan dalam syi’irnya yang lain yang masyhur, Imam Syafi’I me­ngungkapkan bila tidak merasakan pahitnya belajar dalam beberapa waktu, maka akan ter-

9 SAYYIDUL AYYAM | EDISI VII |DESEMBER 2015


jerumus dalam kebodohan sepanjang hayat. Kedua syi’ir tadi tidak bisa tidak adalah teguran untuk kita yang mudah menyerah ataupun enggan belajar. Dua-duanya menyinggung soal waktu, juga belajar. Dan semakin kita belajar, maka semakin tahu dimana dan menambah pengetahuan akan kebodohan kita. Firman Allah yang pertama kali turun dan kita sama-sama tahu, berkenaan dengan pentingnya membaca (belajar). Karena, seperti yang dikatakan oleh Kyai Sahal Mahfudh ketika diminta memberi sambutan (nasehat) kepada para santrinya, beliau mengatakan nasehat buat kamu para santri adalah terletak pada apa yang kamu pelajari. Maka perkataan itu menegaskan apa yang diungkapkan oleh Imam Syafi’I betapa belajar sa­ ngatlah penting untuk menunjukkan

bagaimana semestinya kita bersikap, berperilaku dan mengerjakan ber­ bagai hal. Manusia tidak akan bisa me­ lakukan suatu pe­kerjaan tanpa ada­nya pembelajaran baik formal maupun autodidaktik. Apabila terjadi kekeliruan, maka manusia tinggal kembali melihat apakah apa yang dipelajari­nya benar-benar sudah diterapkan dan dipahami de­ngan baik ataukah ada kekeliruan dalam mengaplikasikan­ nya. Dalam hal ini, membangun suatu formulasi baru, merekonstruksi ide-ide ataupun re­solusi baru, manusia ha­rus belajar, terlebih pada pe­ ngalamanpengalaman sebelumnya agar tidak keluar dari koridor yang seha­rusnya. Bagaimana bisa manusia membuat suatu rencana baru tanpa memahami peristiwa-peristiwa yang sudah terjadi karena sesungguhnya ketika manusia menghendaki sesuatu yang baru tidak lain karena dia memahami bahwa yang lama, mesti diperbaiki atau didaur ulang. Bagaimana cara memperbaikinya? Ya dengan belajar. Tidak lain tidak bukan. Karena hanya Allah Yang Maha Mengetahui, maka belajar dan mencari ilmuNya agar kita me­ nyadari betapa bodohnya kita.

*bersambung ke halaman 33

SAYYIDUL AYYAM | EDISI VII | DESEMBER 2015

10


Cerita Pendek

HILANG

Rumaisah MA *Mahasiswi S1 Jurusan Dirosat Islamiyyah Univ. Ibn Tofail

“Kuakui susah sekali menjelaskan keadaan tanah dimana aku sedang berpijak sekarang ini meski entah sudah berapa ratus pagi kuhabiskan di kota ini. Namun akan kuusahakan menjelaskannya pada kalian, karena kisah-kisah unik terdapat disini, dan hanya disini.” Kotaku, kotaku ini. Mereka, para penduduk negeriku, menyebut­ nya dengan nama ‘Kota Impian’ –yang selanjutnya akan disebut dengan KI. Sudah masyhur di seluruh dunia bahwa di negeriku, tidak ada nama resmi untuk setiap kotanya. Nama sebutan dari rakyat pun bukan turun temurun datangnya, melainkan dapat berubah setiap waktunya, bergantung pada keadaan masing-masing daerah pada saat itu. Kecuali kotaku ini, yang memang sedari masa bujang ayahku, namanya masih saja sama hingga kini. Negeriku dikenal sebagai negeri yang damai karena seluruh penduduk­ nya telah mendapat jaminan kebahagiaan. Seluruh penduduk memiliki hak untuk bahagia setiap hari selama hidupnya. Kebahagiaan seumur hidup itu diberikan cuma-cuma, dan de­ngan syarat agar setiap orang menaati pe­ raturan negara yang salah satunya adalah agar tidak pernah memiliki impian atau keinginan bahkan yang kecil sekalipun untuk diperjuangkan. Karena menurut Kepala Negeri Damai, hal itu dapat membuat keadaan menjadi

11 SAYYIDUL AYYAM | EDISI VII | DESEMBER 2015


tidak damai lagi. Namun lagi-lagi, kota yang kucintai ini menjadi pengecualian. Entah bagaimana asalnya, KI seperti sengaja dibuat berbeda dari kota-kota lain. Pemerintah KI sejak dahulu tidak pernah memberlakukan peraturan tentang persyaratan masuk KI bagi seluruh penduduk negeri. Semua orang bebas saja masuk sesuai keinginan mereka. Sebab di dalam sana, semua orang bisa mendapatkan apa yang mereka inginkan. Dari sinilah julukan KI disematkan. Karena semua orang da­ pat mewujudkan apa saja yang pernah menjadi mimpi mereka sebelumnya, saat mereka berada di kota-kota lain. Salah satu sebab yang menjadi muasal dari munculnya peraturan utama KI tersebut adalah penduduk asli yang memang nyaris tidak ada. KI hanya memiliki lima bilik rumah persalinan di rumah sakit di ujung perbatasan. Karena memang jarang ada yang dapat berjuang dan bertahan hingga memiliki keturunan. Tetapi ayahku, ia adalah seorang dari yang jarang itu. Aku selalu ingat cerita-cerita dari ayahku tentang masa bujangnya. Bagaimana saat itu banyak orang di sekelilingnya berbondong-bondong masuk KI sehingga ayah memutuskan keluar dari jalur nasib bahagia yang sudah terpatri padanya dan berpindah ke KI. Kota dimana semua orang da­pat mewujudkan impiannya, terdengar menyenangkan memang, namun tidak

semua orang dapat bertahan lama di dalamnya. Karena hanya disini, ja­ minan kebahagiaan tidak lagi berlaku, semua orang harus memperjuangkan cita-citanya sendiri, dan semua orang menjadi tidak memiliki apapun selain mimpi yang mereka bawa. Ayahku dahulunya putra se­orang pengusaha di kota sebelah sana. Sudah tercatat dalam dirinya bahwa ia akan terjamin bahagia karena ia akan meneruskan usaha ayahnya, kakekku. Namun dalam usianya yang masih belia saat itu, ayahku di dalam dirinya menemukan sesuatu yang akhirnya menjadi impian yang harus ia perjuangkan. Aku ingat cerita tentang ayah yang keluar dari kota sebelah atas izin kakek dan merantau menuju KI ha­ nya bersama impiannya. Ayah senang sekali menyemangatiku dengan ceri­ tanya sendiri ketika aku mulai terlihat putus asa menghadapi sesuatu. Cerita tentang bagaimana saat itu ayah tidak memiliki apapun selain mimpi, meraih kesuksesan dengan hasil keringat­ nya, cerita tentang ketika ayah jatuh, depresi, semua kawan ayah menjauh hingga ayah berhasil bangkit lagi, juga cerita bagaimana ayah bertemu ibu. Namun dalam masa seperti ini aku hanya bisa mengenang saja dan memutar cerita ayah berulang kali dalam kepalaku, seperti saat aku berlutut di depan pusara mereka, ayah dan ibuku, sesaat sebelum aku pergi meninggalkan negeri.

SAYYIDUL AYYAM | EDISI VII | DESEMBER 2015

12


Aku meninggalkan kota dan ne­ geri yang sangat kucintai ini, sesuai harapan ayahku yang tak kalah ter­ ngiang-ngiang di kepalaku, terutama setelah kepergiannya dan kepergian ibu yang tak terduga, mereka pergi bersamaan –dan yang ini tak bisa kuceritakan, pilu. Aku pergi menuju negeri yang ayahku impikan bagiku, segera setelah aku lulus sekolah menengah, bersekolah disana hingga pendidikanku selesai. Di negeri antah­ berantah aku berjuang dan berjuang, mengingat selalu seluruh impian dan nasihat ayah, hingga kudapatkan apa yang kuinginkan untuk dibawa pulang dan kupersembahkan untuk ayah dan ibuku dan berkata di depan mereka, yah, anak ayah sudah berubah menjadi insinyur. *** Sepulang merantau tampak sa­ ngat banyak perubahan yang tejadi di KI. Baru kusadari ternyata aku cukup lama meninggalkan tanah airku ini. Penduduknya, tentu banyak berubah, sudah tiada lagi yang kukenal. Hal yang tidak berubah, hanya sebuah rumah yang merupakan rumah kami dahulu, dengan pusara kedua orangtuaku di sampingnya. Aku selanjutnya menjalani hidup normal layaknya para lelaki seumuranku pada umumnya yang memiliki pekerjaan. Hari demi hari, pekan, hingga bulan kesepuluh, kehidupan normal ini lama-lama terasa tidak normal. Bahkan hidupku ini lebih pantas

dibilang datar saja, bukan normal. Penuh berisi namun kosong. Setiap hari semua hal yang kulakukan sama saja. Bangun pagi, bekerja, pulang, dan berlibur di rumah saat akhir pekan. Aku berpikir keras selama beberapa waktu, hingga aku sadar, astaga, sejak kapan aku tak bermimpi? Aku menjalani hari-hariku tanpa memiliki impian. Aku bekerja dan menghasilkan uang untuk kebutuhan sehari-hari diriku sendiri. Aku tidak sedang memperjuangkan apapun. Orangtua, adik, saudara, bahkan cita-cita? Aku hidup seorang diri sela-

ma ini. Mimpi? Sudah berapa lama? Bahkan dalam lelap malam pun, tak pernah aku didatangi bunga tidur. Sekarang aku tahu aku butuh mimpi, impian, cita-cita, sesuatu yang perlu kuperjuangkan, kuraih. Dan yang belum kuketahui, adalah apa yang ha­ rus kulakukan agar aku mendapatkan yang kubutuhkan itu. Tidur kah? Tapi rasanya aku sudah terlalu cukup tidur pagi ini, sudah tidak mampu lagi kelopak mataku dikatupkan. Lagipula, bermimpi ini kiranya dapat ditemukan

13 SAYYIDUL AYYAM | EDISI VII | DESEMBER 2015


dengan mata terbuka. Sambil berpi­ kir, pandanganku kusebar ke seluruh ruang tidur, mencari-cari, entah apa yang kucari. Mimpi, impian, barangkali. Tidak kutemukan apapun. Mataku tak berkedip, masih berusaha mencari-cari, sambil berpikir tentang apa yang harus kulakukan sekarang, sampai pandanganku berhenti pada mantel tebal yang tergantung di belakang pintu. Tak kusadari kakiku melangkah beriringan dan sedikit cepat, segera kusabet mantel itu, dan keluar dari pintu kamar lalu menguncinya. Tiba-tiba aku berpikir

ingin berjalan santai keluar rumah, ya, barangkali diluar sana aku mendapat mimpi. Langkahku santai namun tegas, penuh harapan agar hampa ini segera terisi. Impian, cita-cita, apapun itu, tolong datanglah. Kususuri jalan-jalan, melewati toko-toko yang tampak selalu ramai pada akhir pekan. Toko-toko yang entah mengapa baru kusadari keberadaannya detik ini, astaga, sudah berapa lama pula aku tidak jalanjalan? Biasanya aku jalan-jalan bersa-

ma ayah dan ibu akhir pekan begini. Oh, ayah, ibu. Belum lama aku berjalan aku menemukan sesuatu yang menarik perhatianku. Sebuah cafe yang eksteriornya di desain mirip dengan suasana negeri perantauanku dulu. Mungkin disini aku bisa dapat ins­ pirasi. Aku sering mendapatkan­ nya di negeri jauh sana. Kiranya suasana yang mirip dapat membantu. Tapi se­ sungguhnya, bukan itu yang menarik langkahku masuk. Kudorong pintu kaca berwarna cokelat transparan itu, sehingga terdengar bunyi ‘kring’ dari lonceng kecil di sisi dalam ruangan dekat pintu. Selangkah masuk saja aku sudah mera­ sakan suasana yang menarik. Mata dan kakiku mencari-cari sesuatu. Bukan apa-apa, melainkan tempat duduk. Namun bukan tempat duduk yang kosong, melainkan seorang yang menarik perhatianku dari luar tadi. Oh, itu kau disana. Aku melangkah perlahan sambil melihat sekitar, namun sesungguhnya aku hanya memperhatikannya. Tidak salah lagi, itu memang dia. Kuberanikan diri mendekatinya untuk lalu duduk di hadapannya. Aku menarik kursi di depannya tanpa permisi, dan duduk. “Hai.” “Hai,” dia menjawab, tidak mengusirku, wajahnya menerawang mengha­ dap jendela, dia melamun. Kau bisa dihipnotis penjahat jika begini. “Kau tentu mengingatku bukan?” Lamunannya seolah buyar, kepalanya

SAYYIDUL AYYAM | EDISI VII | DESEMBER 2015

14


menoleh dan wajahnya tepat di depan wajahku sekarang. “Hei! Diaz? Astaga, maafkan aku. Sudah berapa lama kau duduk dihadapanku begini? Sudah pesan minuman?” Aku mengangguk sambil tersenyum. Matanya yang bening dan pipinya yang selalu memerah tersapu angin musim dingin selalu membuat jantungku berdebaran. “Aku tak menyangka kita dapat bertemu lagi seperti ini. Bagaimana kabarmu? Wah, ternyata kita tinggal di kota yang sama ya.” Sekarang pelamun itu seperti kegirangan. “Sekarang aku mengerti alasan kita berdua dahulu enggan menyebutkan kota asal masing-masing.” “Hahaha, kota ini begitu banyak me­ nyimpan misteri.” Tawanya masih sama. “Hahahahaha...” Kerinduanku pecah dalam tawa kami berdua. “Tapi, mengapa,” “Ah, Diaz, maafkan aku harus pergi sekarang. Aku berjanji kita akan bertemu lagi, yaz, di tempat ini. Kau bisa datang besok,” dia memotong kalimatku yang belum sempat terucap. Masih sama juga, dia masih seorang yang selalu terburu-buru. “Oh, ok, silahkan.”

“Sungguh aku masih ingin bernostalgia denganmu lebih lama lagi, namun aku benar-benar harus pergi sekarang.” “Tidak apa, aku mengerti. Hati-hati ya.” Sekarang langkahnya sudah tak terdengar. Dia pergi. Dia, yang selalu dalam mimpiku dahulu, dan menjadi sumber semangatku yang kesekian setelah ayah dan ibu saat aku di ne­ geri perantauan. Dia kini datang dan menghidupkan semangatku lagi. Tapi, Jean, aku hanya ingin bertanya, mengapa ada dua cangkir penuh kopi dingin dihadapanku sekarang... Seorang pelayan datang mengantar pesananku. “Ini pesanan Anda, Tuan, selamat menikmati.” Pelayan itu tersenyum. ...Sedangkan kopi yang kupesan baru saja datang. *** Esok harinya aku datang lagi membawa sealbum kenangan berisi foto-foto kami, aku dan Jean ketika kami masih di negeri jauh sana. Aku sudah tak sabar lagi ingin menunjukkannya pada Jean. Tapi, rupanya dia tak datang. Sebab sudah hampir tiga jam aku menunggu namun tak kunjung kudengar langkah terburunya yang khas. Ayolah, Jean, datanglah

15 SAYYIDUL AYYAM | EDISI VII | DESEMBER 2015


bukankah kau tak pernah mengingkari janjimu? Kopiku bahkan sudah dingin sejak dua jam yang lalu. Kopiku seperti sudah enggan diseruput, dan kopiku menyuruhku pergi. Ah, Jean, kau masih saja sama, akhir pekan pun kau sibuk. Apa gerangan yang sedang kau lakukan, Jean? Hari-hari selanjutnya, kusempatkan mengunjungi cafe itu, meski sebentar, aku rela menunggu Jean di tempat yang sama setiap harinya sambil mengingat kembali masa-masa lalu kami yang begitu indah. Aku dan Jean, dahulu kami selalu bersama-sama, melalui hari bersama hingga kami terpisah sebab Jean mendapat beasiswa di negara lain. Namun masih sama juga, dia tidak datang, hingga hari ketujuh terhitung semenjak pertemuan pertamaku dengan Jean di cafe itu. Aku keluar dengan langkah gontai, seperti sudah kehilangan sema足 ngat hidupku, tapi aku memang kehilangan semangatku, aku kehilangan seorang yang kuimpi-impikan selalu di dekatku, Jeanku. Jean, andai waktu itu kau tak menjanjikan kita akan bertemu lagi mungkin perasaanku tak akan segelisah ini.

Di tengah perjalanan pulang, aku melihat Jean di seberang jalan. Langkahku berhenti, jantungku tiba-tiba berdegup lebih cepat dan mataku terbuka selebar-lebarnya. Kau kah itu, Jean? Aku berdiri kaku terpaku. Seharusnya aku selalu bahagia saat melihat Jeanku. Tapi kali ini tidak, karena di sampingnya, seseorang menggeliat manja pada lengan Jean. Kepala足 nya bersandar pada pundak Jean. Jean lalu mengelus rambut seseorang itu, membuat wanita itu semakin erat memeluk lengan Jean. Jean, mengapa kau lakukan ini padaku? Sampai di rumah aku tak bisa diam. Semakin gelisah aku memikirkan Jean. Aku berputar-putar di dalam kamar tidurku sambil kuputar ingatan tentang masa lalu, juga apa yang baru saja kutemui bersama Jean. Sedikit demi sedikit air mataku berlinang. Sekarang aku tahu kopi itu untuk siapa, juga alasan kau tiba-tiba pergi. Me足 ngapa tak kau katakan saja, Jean, bahwa kau sudah punya kekasih dan tak ingin menemuiku lagi. Oh, Jean, hidupku sudah lebih dari hampa sekarang, Jean, karenamu. Mimpiku yang sudah lama hilang, lalu datang, dan pergi lagi dengan cara lebih tragis.

SAYYIDUL AYYAM | EDISI VII | DESEMBER 2015

16


Kurebahkan tubuh pada kasurku. Kupejamkan mata sejenak berharap pikiranku menjadi tenang. “Diaz, apa kau tak ingat tentang mimpimu semalam?” Sebuah suara mengagetkanku, membuat mataku yang terpejam terbelalak kembali. Mimpi? Apakah semalam aku bermimpi? Lagi-lagi aku berpikir keras, kali ini tentang apa yang terjadi dalam mimpiku semalam. Ingatanku kuputar-putar hingga tanpa sadar, mataku terpejam dan lalu terlelap. *** Aku terbangun dengan mata sembap. Semalam aku tertidur dalam tangisan. Hahaha, aku menertawakan diriku sendiri di depan cermin. Lucu sekali, aku menangisi seorang Jean. Bagaimana bisa aku mena­ngis semalam? Oh, Jean, apa yang harus kulakukan sekarang? Aku teringat Jean lagi. Lagi-lagi aku teringat Jean. Aku melihat diriku di dalam cermin sedang menangis. Air mataku kukira sudah habis semalam. Ah, apa yang harus kulakukan sekarang? Pertanyaan itu terasa sulit sekali untuk dijawab. Ayah, apa kau melihatku, Yah? Tolong jawab,Yah, apa yang harus kulakukan sekarang? Dengan sisa isakan samar-samar kulihat suatu bayangan di dalam cermin. Kubalikkan tubuhku untuk melihat benda apa yang pantulan­ nya masuk dalam cermin. Gitar? Apa aku punya gitar? Ah, ya, sudah berapa

lama aku tak bermain-main dengan senar-senarnya? Selama ini entah apa yang kulakukan hingga banyak hal terlupa, termasuk gitar ini. Teman yang pernah menemaniku berkarya dan bermusik di jalanan sebelum kutinggalkannya merantau. Kuambil sebungkus hitam yang berdebu itu. Lalu kubuka resleting yang melingkar di pinggiran sebungkus hitam itu sambil terbatuk kerana debu yang berterbangan darinya. Sesuatu mulai terlihat dari dalam. Si coklat ini masih mengkilat. Kutatapi si coklat ini. Aku teringat ayah lagi. Lalu dengan ragu kumainkan senar-senarnya, membuka memori tentang kunci-kunci dasar yang dahulu ayah ajarkan padaku, barulah ku­ susun menjadi sebuah lagu. Kunikmati melodi yang keluar dari­nya. Mulutku mulai mengikuti melodi menyanyikan baris-baris lirik. Tak buruk juga, aku masih mengingatnya. Kucoba lagi de­ ngan lagu lain. Dan, aha! Aku ingat aku punya buku lagu. Dengan sigap kutarik bungkus hitam berdebu itu dan kurabai dalamnya. Buku lagu itu masih disana. Segera kuambil buku lagu itu. Lalu mulai kutulis beberapa bait lirik. Lirik lagu. Aku masih bisa menulis lagu. Lagu ini, kutulis untuk-

17 SAYYIDUL AYYAM | EDISI VII | DESEMBER 2015


mu, Jean.

*** Hari ini bukan akhir pekan, namun kusengaja untuk tidak pergi ke kantor. Aku pun berencana untuk mundur dari pekerjaanku besok. Percuma rasanya bekerja jika itu hanya untuk menghidupi tubuhku saja. Jiwaku kosong. Aku rindu masa-masa menjadi penyanyi jalanan. Tidak kuharap sepeserpun dari se­ tiap orang yang datang atau hanya kebetulan lewat. Bukan berarti apa-apa, melainkan di jalanan aku merasa jiwaku lebih hidup dengan bait-bait lirik dan melodi. Aku lebih bersemangat hari ini, di­ bandingkan hari-hari kerja di kantor. Pera­ saanku kehilangan Jean sudah tertum­pah dalam tangis. Tangisan itu kutuang akhirnya pada bait-bait lagu dan kupadukan dengan nada. Oh, Jean, bahkan ketika aku kehilanganmu, aku malah membuatkanmu lagu. Aku sudah siap dengan kostum penyanyi jalanan andalanku untuk musim dingin, sweater hitam, jaket kulit cokelat muda, celana jeans biru gelap, boot hitam yang mulai me­nua karena tak mungkin kupakai pergi bekerja ke kantor, dan topi rajutan

abu-abu, dan tak lupa, si coklat dan bungkus hitamnya yang masih tersisa sedikit debu. Pagi-pagi begini mungkin belum banyak orang di jalanan, aku bisa melatih diriku dahulu, mungkin sedikit kaku sebab sudah lama aku tak lagi bermain gitar terlebih di depan orang lain. Kuhirup sejuk pagi jalanan. Serasa hidup baru sedang menungguku disana. Drap.. Drap.. Drap.. Drap.. Brak!!! Prang!!! Gitarku terlepas dari genggaman tangan kananku. Kurasakan sebuah benda keras menabrakku sebelum seluruh tubuhku terpelanting ke aspal dan kesadaranku pergi sejenak, hingga samar-samar aku mendengar sebuah suara masuk ke dalam telinga­ ku. “Terimakasih, Diaz, kau sudah mengajariku bahwa manusia sepertimu tidak pantas hidup lebih lama lagi, terlebih dalam kebahagiaan.” Kau kah itu, Jean? “Ayo Jean, cepatlah, sebelum matahari semakin tinggi dan orang-orang melihat ini.” Suara kekasih Jean. Jean lalu meninggalkan tubuhku yang terbaring tak berdaya di jalanan. Suara­ ku yang ingin berteriak memanggilnya hanya tersumbat saja di tenggorokan. Mataku pun tak kuasa

SAYYIDUL AYYAM | EDISI VII | DESEMBER 2015

18


kubuka. Kurasakan langkahnya yang semakin jauh, lalu pintu mobil yang ditutup, dan suara mobil yang berjalan menjauh. Ingatanku semakin berputar, membuat kepalaku semakin pe­ ning. Sekarang ingatanku berhenti pada sebuah kejadian yang bahkan alam sadarku tak dapat mengingatnya. Kepalaku semakin pening, baru kurasakan sesuatu mengalir melalui ubun-ubunku. Udara yang beku membuatku mati rasa ketika darah menga­ lir. Sekarang alirannya sudah semakin jauh sehingga dapat kulihat dengan jelas. Tentang ingatanku, aku melihat hal buruk disana dan tak dapat kuceri­ takan. “Diaz, apa kau tak ingat tentang mimpimu semalam?” Suara itu muncul lagi. Mimpi? Mimpi apa? Apa aku pernah mimpi lagi? Kejadian tentang hal buruk itu kembali terngiang. Sakit di kepalaku sudah tidak dapat kugambarkan lagi bagaimana rasanya. Dan oh, kejadian buruk itu, apa aku sudah mengalami­

nya dalam mimpi? Apa aku sudah mimpi buruk. Dan apakah ini semua... arti dari mimpi itu? Badanku masih saja kaku diba­ lut dingin dan tubuhku mungkin sudah memar membiru di dalam jaketku. Jalanan masih sepi, sedangkan aku tak mampu lagi bangkit dan berjalan. Gitarku. Mungkin sudah patah seperti lenganku ini. Yah, kenapa kau tak pernah be­ ritahu aku bahwa bahkan mimpi buruk bisa terwujud juga di kota ini. Yah? Apa orang-orang di kota lain berbahagia juga, Yah, ketika hal seperti ini terjadi? Aku ingin bercerita banyak kepada ayah. Tapi setidaknya dengan begini aku masih bahagia, Yah, aku akhirnya bisa bertemu dengan ayah dan ibu lagi. Tunggu sebentar, Yah, aku akan segera datang, Yah... (red.) ***

19 SAYYIDUL AYYAM | EDISI VII | DESEMBER 2015


Al-Bushiri

Sosok ‫أمن تذكر جريان بذي سلم‬ ‫مزجت دمعا حرى من مقلة بدم‬

‫أم هبت الريح من تلقاء كاظمة‬ ‫و أو مض الربق يف الظلماء من إضم‬

‫فما لعينيك إم قلت اكففا مهتل‬ ‫و ما لقلبك إن قلت استفق يهم‬

*Makam Imam Bushiri

Setelah membaca bait demi bait di atas, adakah yang tahu bait-bait apa itu? Ya, itu adalah sedikit dari banyak bait yang diambil dari salah satu Qasidah yang sangat terkenal. Bahkan beberapa dari kalangan ulama menerjemahkannya ke dalam berbagai bahasa seperti Persia, Urdu, Turki, Punjabi, Swahili, Melayu, Pastum, Ing­gris serta men-syarah-kan qasidah tersebut.

‫حممد سيد الكونني و الثقاليني‬ ‫و الفريقني من عرب و من عجم‬

Bahkan banyak dari ulama di Indonesia yang menerjemahkannya dalam bentuk sya’ir dalam bahasa indonesia dan tak ketinggalan alm. K.H. Irfan Hielmy (pengasuh Pondok Pesantren Darussalam Ciamis) menerjemahkannya dalam bentuk syair berbahasa Sunda. Qasidah ini bernama Qasidah Burdah yang dikarang oleh salah seorang Sufi yang bernama Al-Bushiri.

SAYYIDUL AYYAM | EDISI VII | DESEMBER 2015

20


Ingin tahu sekilas tentang Al-Bushiri dan bagaimana bisa Ia mengarang qasidah yang sangat indah dan cantik juga menarik makna juga gaya bahasanya (uslub)? Jangan berhenti sampai di sini yaa... Adalah Al-Bushiri –nama lengkapnya Syarafuddin Abu Abdillah Muhammad bin Zaid Al-Bushiri-. Lahir di kota Dallas, Maroko pada tahun 610 H (1213 M). Ia keturunan Berber/Barbar Maroko. Ia besar di kota Bushir, Mesir. Sejak kecil Ayahandanyalah yang mengajarinya mengaji Al-Qur’an juga beberapa ilmu keagamaan lainnya. Juga kepada beberapa sumber ilmu yang ada pada zamannya, ia menggali beberapa ilmu pengetahuan baik agama maupun umum. Kemudian ia pindah ke Kairo untuk memperdalam ilmu agama dan kesusasteraan Arab­ nya. Di sinilah ia menjadi seorang sastrawan dan penyair yang sangat ter­ kenal dan ulung. Bahkan kemahiran dan kepandaiannya di bidang sastra syair melebihi para penyair pada za­ mannya. Juga beberapa karya kaligrafi miliknya amat sangat terkenal akan keindahannya. Beberapa ahli sejarah menyatakan bahwa pada awal mula­ nya ia adalah seorang yang bekerja sebagai penyalin naskah-naskah. Beliau adalah salah satu dari banyak murid dari seorang sufi Imam As-Syadzili dan penerusnya yang bernama Abdul Abbas Al-Mursi (dimakamkan di kota Alexandria Mesir)

Yang merupakan salah satu nggota tarekat Syadziliyah. Dalam bidang fiqh Al-Bushiri menganut madzhab Syafi’i, yang merupakan madzhab fiqh ma­ yoritas di Mesir. Al-Bushiri hidup pada suatu masa transisi perpindahan kekuasaan Dinasti Ayyubiyah ke tangan Dinasti Mamalik Bahriyah. Pergolakan politik terus berlangsung, akhlak masyarakat merosot, para pejabat pemerintahan mengejar kedudukan dan kemewahan. Maka dengan munculnya qasidah burdah itu merupakan reaksi ter­hadap situasi politik, sosial, dan kultural pada masa itu, agar mereka senantiasa mencontoh kehidupan Nabi yang berfungsi sebagai uswatun hasanah (suri tauladan yang baik), mengendalikan hawa nafsu, kembali kepada ajaran agama yang murni, Al Quran dan Hadis. Sedikit kisah khusus alasan dikarangnya qasidah ini adalah ketika Al-Bushiri menderita sakit lumpuh bertahun-tahun akibat terkena angin merah. Berbagai usaha dilakukan dan tak sedikit pula dokter dihadirkan, tetapi penyakitnya itu tak kunjung sembuh. Dalam hatinya ia berbisik, barangkali dengan menyampaikan sanjungan kepada Rasulullah SAW ­Allah akan mengabulkan harapannya. Maka Al-Bushiri pun menyusun qasidah yang sangat indah dan menarik ini. Konon ketika telah selesai me­ nyusun sya’irnya, ia bermimpi ber-

21 SAYYIDUL AYYAM | EDISI VII | DESEMBER 2015


jumpa dengan Rasulullah SAW. Beliau mengusapkan tangannya dan menyelimuti badan Al-Bushiri dengan baju bulu yang biasa dipakainya. Ke­ tika bangun dari tidurnya, dengan izin Allah ternyata ia telah sembuh dari sakit yang dideritanya bertahun-tahun lamanya. Oleh sebab itu qasidah ini diberi nama qasidah Al Burdah. Qasidah ini tersusun atas 160 bait (sajak) yang berisi panduan mengenai kehidupan Nabi Muhammad SAW, cinta kasih, pengendalian hawa nafsu, doa, pujian terhadap Al-Qur’an serta jihad dan tawasul. Pada bagian awal qasidah ini Al-Bushiri berkata kepada seseorang yang tak lain adalah dirinya sendiri. Ini ditimbulkan oleh perasaan yang teramat dalam yang tak seorangpun mengetahuinya. Digambarkannya Rasulullah SAW sebagai kekasih yang tak sekejap pun hilang dari mata batin­nya. Kesufiannya dibuktikan dengan tertulis namanya dalam buku karangan Sayyid Mahmud Faidh Al-Manufi yang

oleh: Wardatun Hamra*

berjudul Jawharat al-Awliya’ bahwasanya ia adalah sosok Sufi yang tetap konsisten sampai akhir hayatnya, seorang sufi besar yang tercermin dalam kezuhudannya dan ketekunannya dalam beribadah. Beliau wafat pada tahun 695 H (1296 M) dan dimakamkan di kota Alexandria, Mesir. Sekitar 5 jam perjalanan menggunakan transportasi darat dari Ibu Kota Mesir, Kairo. Sampai saat ini pusaranya masih sering diziarahi oleh banyak peziarah yang datang dari kota Alexandria itu sendiri bahkan banyak dari peziarah yang berasal dari luar Mesir hanya untuk menziarahi pusarannya. Seperti halnya peziarah dari Maroko, Indonesia, Malaysia, India bahkan negara-negara Eropa lainnya. Makamnya berdekatan dengan makam gurunya, Abdul Abbas al-Mursi, hanya sekitar 200 meter. Semoga Allah merahmati Al-Bushiri dan menerangi pusarannya dengan sinar kasih sayang Allah SWT. Amin. Wallahu A’lam.

*Mahasiswi S1 Jurusan Dirosat Islamiyyah, Univ. Mohammed V

SAYYIDUL AYYAM | EDISI VII | DESEMBER 2015

22


Puisi

SEDIKIT lebih

GILA

M. Fitrohuddin A.

Kau membuatku sedikit lebih gila

Kau paksa aku mengorbankan beberapa rasa rindu mereka kepadaku hanya untuk membelai senyummu.

Ah, tak sebanding dengan ucapan pertamamu Hanya sepatah kata Kau akhiri kalimatmu dengan menyuruhku menahan rasa rindu. Percayakah kau, Aku pernah diberitahu bahwa jarak antara kebohongan dan kejujuran mirip antara jarak guntur dan hujan. Pernahkah kau tahu, Pertama kali bayangmu jatuh tepat di fokus hatiku Nyata, tegak, diperbesar dengan kekuatan lensa maksimum Bagai tetes minyak milikan jatuh di ruang hampa

Cintaku lebih besar dari bilangan avogadro Walau jarak kita bagai matahari dan Pluto saat aphelium Amplitudo gelombang hatimu berinterfensi dengan hatiku

23 SAYYIDUL AYYAM | EDISI VII | DESEMBER 2015


Seindah gerak harmonik sempurna tanpa gaya pemulih Bagai kopel gaya dengan kecepatan angular yang tak terbatas Energi mekanik cintaku tak terbendung oleh friksi Energi potensial cintaku tak terpengaruh oleh tetapan gaya. Namun, aku akan menunggu Seberapa lamapun itu. Karna, cintaku bukanlah besi yang dapat mudah berkarat terkena air hujan. Asaku untukmu bukanlah program yang rentan akan terinfeksi virus-virus. Tetapi cintaku adalah energi. Yang tidak dapat dimusnahkan oleh apapun. Maka dari itulah, Sampai bumi berhenti berputar, Sampai matahari berhenti bersinar. Biarkanlah aku tetap menjadi bulan yang selalu mengorbit hatimu‌ Kenitra, 27 Agustus 2014

SAYYIDUL AYYAM | EDISI VII | DESEMBER 2015

24


Hot Topic

Mengamati Perburuan Tahun Baru: INDONESIA

& MAROKO

Kusnadi El-Ghezwa *Ketua PCINU Maroko

25 SAYYIDUL AYYAM | EDISI VII | DESEMBER 2015


Sang waktu terus berjalan dan berubah dan tidak ada sesuatu yang tidak berubah kecuali perubahan itu sendiri. Perubahan itu terjadi de­ngan sendirinya karena dimakan usia se­ perti umur suatu benda yang lama kelamaan terus berubah tanpa harus ada campurtangan manusia. Namun perubahan perilaku manusia memerlukan ikhtiar yang diawali niat, termasuk di dalam memaknai pergantian tahun baru. Momentum pergantian tahun, umumnya dirayakan dengan meriah termasuk di Indonesia. Penuh sorak-­ sorai dan gemuruh tiupan terompet yang ber­aneka ragam bunyinya. Mengamati pergantian Tahun Baru di Maroko ternyata jauh berbeda dengan perayaan Tahun Baru di Indonesia pada umumnya. Jika perayaan Tahun Baru di Indonesia identik de­ngan pesta kembang api, tiup te­ rompet dan adanya panggung hiburan yang diadakan di tiap-tiap kota besar. Maka, lain halnya dengan perayaan Tahun Baru di Maroko. Semenjak

kaki saya menginjakan bumi Maghriby (2010) hingga saat ini (2015), di Maroko tidak ada perayaan akhir tahun di ruang publik, tidak ada tiup terompet, tidak ada pembakaran uang lewat kembang api. Padahal tidak ada fatwa sebelumnya yang mengharamkan perayaan Tahun Baru, atau polemik perihal ucapan selamat Natal dan Tahun Baru.

Menjelang detik-detik

pergantian Tahun Baru hanya terlihat satu kali kembang api menyala di ­angkasa.

Biasanya menjelang detik-detik pergantian Tahun Baru hanya terlihat satu kali kembang api menyala di ­angkasa. Kalaupun lebih dari satu, itupun tidak terkesan meriah seperti di Indonesia pada umumnya. Jalan-jalan besar juga berjalan normal seperti biasanya dan hanya terlihat sebagian para pemuda yang berkerumun di tempat-tempat tertentu seperti pantai, café dan alun-alun.

SAYYIDUL AYYAM | EDISI VII | DESEMBER 2015

26


Menurut salah satu warga setempat menuturkan bahwa, itu semua karena warga Maroko yang mayoritas penduduknya beragama Islam, jadi acara pergantian Tahun Baru Masehi tidak diperingati secara resmi oleh warga Maroko, kecuali pergantian Tahun Baru Islam. Banyak dari warga Maroko yang mengadakan acara-­ acara tertentu untuk menyambut Tahun Baru Islam. Lain halnya ketika me­nyambut tahun baru Masehi, keba­ nyakan warga Maroko lebih memilih untuk berdiam diri di rumah­nya ma­ sing-masing, dengan menyiapkan ber­ bagai macam hidangan khas Maroko dan kue khas Maroko, yang kemudian dinikmati bersama keluarga dan kerabat mereka. Hal Ini tentunya berbeda de­ ngan perayaan tahun baru Masehi di Indonesia pada umumnya, di mana banyak remaja berpasang-pasangan memenuhi jalang raya menggunakan motor, atau pergi ke tempat-tempat sepi yang -tentu saja- berdampak pada perbuatan maksiat. Gemerlap lampu tersebar di berbagai sudut kota. Indahnya pancaran kembang api di angkasa mewarnai kegelapan langit pada detik-detik pergantian tahun. Dan dari berbagai macam persiapan dan rencana yang telah mereka lakukan, tidaklah banyak manfaat yang bisa diambil dari perayaan tahun baru tersebut. Dari hasil pesta perayaan tahun baru itu, yang tampak hanyalah sampah-­sampah yang berserakan di

jalan-jalan dan macetnya lalu lintas yang tak terkendalikan selang beberapa jam kemudian. Bukankah ini menunjukkan bahwa peristiwa pergantian tahun baru hanya merupakan fenomena se­ saat yang memberikan kenikmatan dalam hitungan menit. Itulah sebabnya, orang secara tidak sadar telah menghamburkan sekian banyak uang untuk menikmati perpindahan tahun tersebut. Bukan Tahun Barunya yang penting, tetapi bagaimana setiap manusia mulai menata ulang sikap mentalnya untuk memasuki tahun baru.

Dari hasil pesta perayaan

tahun baru itu, yang tampak hanyalah sampah-­sampah

yang berserakan di jalan-jalan. Menyikapi Huru-Hara Tahun Baru Di balik perayaan malam pergantian tahun baru yang cukup meriah dari tahun ke tahun, sebenarnya ada makna yang bisa diambil dari pergantian tahun itu. Makna yang terkan­dung adalah, kita harus introspeksi diri kita di tahun sebe­lumnya dan menentukan visi dan misi yang akan dicapai pada tahun yang baru ini. Pasti kita masih ingat kejadian-­kejadian atau peristiwa yang kita alami di tahun sebelum­ nya, dari mulai peristiwa atau kejadian yang menyenangkan, menyedihkan,

27 SAYYIDUL AYYAM | EDISI VII | DESEMBER 2015


menjengkelkan atau bahkan yang memalukan sekalipun. Hal-hal itulah yang dapat kita jadikan sebagai pelajaran di tahun-tahun berikutnya agar kita bisa menjadi seseorang yang le­ bih dewasa, karena pengalaman atau setiap peristiwa yang kita alami setiap hari merupakan pelajaran kehidupan yang sangat berharga. Tahun Baru berarti memiliki cara pandang yang baru dan suci dalam upaya dan usaha memperoleh sesuatu yang baru. Tahun Baru juga berarti me­ngasah kompetensi diri dengan metode yang baru untuk meraih jenjang karier yang baru. Jangan sampai seperti se­orang pembelah kayu yang terus mene­rus menyia-nyiakan waktu dan tenaga­nya untuk membelah kayu dengan kapak tumpul, karena tidak punya cukup waktu­untuk berhenti dan mengasah kapak itu. Sebagai manusia yang memiliki akal sehat, tentunya kita harus bisa me­rubah cara berpikir dan berperilakunya yang keliru dengan cara melejitkan potensi-potensi yang ada dalam dirinya secara maksimal dalam bingkai keimanan dan ketaqwaan, menebarkan ke­baikan dan mencegah dari

perbuatan yang mungkar yang me­ rugikan manusia lainnya. Kita akan dianggap kelompok orang yang beriman jika dalam setiap gerak kita dan aksi kita selalu bertaburan kebaikan dan sepi dari kemungkaran. Kesadaran untuk menjadi mukmin secara hakiki akan mengantarkan kita kepada pola pikir dan aksi yang positif, mendorong kita untuk me­ lakukan kerja besar dan menghindarkan kita dari perbuatan/pekerjaan yang sia-sia. Oleh karena itu, kita harus mulai dari diri kita (ibda’ binafsik) selanjutnya kesadaran individu harus berme­ tamorfosis menjadi kesadaran kolektif, menjadi kesadaran umat, sehingga kita mampu menempatkan diri pada tempat yang seharusnya. Kita harus menjadi umat yang mulia dan bukan menjadi hina. Dari sinilah kita bisa menemukan jati diri yang sesungguhnya tentang makna kehidupan dan arti hidup sehingga hidup ini dapat memberi manfaat bagi semua di dalam menyikapi pergantian tahun baru. Selamat tahun baru dengan cara pandang baru!

SAYYIDUL AYYAM | EDISI VII | DESEMBER 2015

28


MARET

FEBRUARI

JANUARI

Kaleidoskop 7-9 Januari Serangan di Kantor Majalah Charlie Hebdo

18 Januari Eksekusi enam terpidana mati kasus NARKOBA

19 Januari Bob Sadino meninggal dalam usia 76 tahun

6 Februari Djudjuk Srimulat meninggal dalam usia 67 tahun

11 Februari Tiga mahasiswa Muslim tewas ditembak di AS

18 Februari Demi stabilitas, Jokowi batal lantik Budi Gunawan

17 Maret KPK tahan bupati Lombok Barat di Rutan Guntur

24 Maret Pesawat Germanwings jatuh tak ada yang selamat

27 Maret Olga Syahputra meninggal dalam usia 32 tahun

29 SAYYIDUL AYYAM | EDISI VII | DESEMBER 2015


Potret 2015

19 April Konfrensi Asia Afrika (KAA) ke-60

APRIL

3 April Mpok Nori meninggal dalam usia 84 tahun

25 April Gempa Nepal, 1000 orang lebih tewas

15 Mei Didi Petet meninggal dalam usia 58 tahun

MEI

3 Mei Pacquiao Vs Mayweather dimenangkan Mayweather

25 Mei Pembekuan PSSI dicabut oleh Menpora

3 Juni Sepp Blatter mundur dari jabatan Presiden Fifa

10 Juni Jasad Angelina korban kekerasan anak ditemukan

JUNI

5 Juni Persipura bubar setelah rapat 3 hari 3 malam

SAYYIDUL AYYAM | EDISI VII | DESEMBER 2015

30


JULI

5 Juli Taklukan Argentina Cile juara Copa America

14 Juli OC Kaligis resmi menjadi tersangka suap PTUN Medan

SEPTEMBER

AGUSTUS

29 Juli Iriana Jokowi diabadikan untuk nama anggrek di Singapura 7 Agustus Haedar Nashir terpilih sebagai Ketum Muhammadiyah

12 Agustus Reshuffle Kabinet Kerja 11 Menteri diganti

12 September Insiden Crene terjatuh di Masjidil Haram Mekah

14 Agustus Ledakan dahsyat Tianjin Tiongkok, 50 orang tewas

17 September Gempa 8,3 SR di Cile 1 juta orang dievakuasi

23 September Adnan Buyung meninggal dalam usia 81 tahun

31 SAYYIDUL AYYAM | EDISI VII | DESEMBER 2015


26 Oktober Lewis Hamilton berhasil merebut Juara Dunia F1

1 November Pesawat Rusia jatuh di Mesir diduga 224 orang tewas

8 November Jorge Lorenzo merebut Juara Dunia Moto GP 2015

ON GOING

DESEMBER

14 November Penembakan di Paris sedikitnya 18 orang tewas

NOVEMBER

31 Oktober Pak Raden meninggal dalam usia 83 tahun

OKTOBER

13 Oktober Gereja dibakar di Aceh Singkil 1 tewas tertembak

SAYYIDUL AYYAM | EDISI VII | DESEMBER 2015

32


*sambungan dari halaman 10

Tentang Perubahan Bulan desember tahun terasa begitu unik atau boleh kita mengatakannya istimewa dimana terjadi dua peringatan besar yang hanya selisih satu hari: 24 Desember diperingati sebagai Maulid Nabi Muhammad SAW dan 25 Desember diperingati sebagai Hari Natal. Di linimasa media sosial di Indonesia, debat tahunan perihal ucapan natal oleh orang muslim kali ini lebih ‘dengan’ bersandingnya peringatan besar lain. Beberapa waktu sebelu Maulid Nabi, umat Islam merayakan tahun baru Hijriyah dan sebentar lagi akan menyambut tahun baru Masehi 2016 yang mana orangorang punya capaian-capaian tertentu yang akan dituju pada tahun baru juga berusaha mencapai apa yang belum dicapai pada tahun sebelumnya. Kita menyebutnya resolusi. Hijrah, secara etimologis seperti yang diungkapkan Fairuzabadi dalam Al-Qamus adalah berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Dan pemaknaan sederhana terhadap perpindahan ini adalah dimaksudkan untuk perpindahan yaitu perubahan yang lebih baik. Nabi Muhammad SAW hij­ rah dari Mek­kah ke Madinah untuk membentuk suatu peradaban masya­rakat yang

lebih baik daripada ketika di Mekkah. Bila di Mekkah umat Islam dibekali akidah, maka di Madinah Nabi mengajarkan hal-hal yang sifat­nya furu’iyyah dan cakupannya luas sekali. Tentu kita tahu firman Allah yang mengatakan bahwa Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum sebelum mereka mengubah nasibnya sendiri. Hijrah, ketika hanya dimaknai sebuah perpindahan dari tahun yang lama ke tahun yang baru, justru menghilangkan esensi dari hijrah itu sendiri. Pun jika kita hanya mengharap-harap semua target-target kita tercapai tanpa pernah mempersiapkan apapun, tanpa mempelajari apapun. Sederhana­ nya, pemaknaan hijrah yang dinamis diawali dengan refleksi diri terhadap perjalanan kehidupan kita sebelum­ nya dengan pembelajaran-pembelajaran sebagai bekal untuk menyambut ‘migrasi kehidupan’. Kita perlu menegaskan bahwa pemaknaan hijrah yang dinamis itu adalah upaya-upaya nyata yang tidak jauh dari makna sederhananya. Barangkali berubah ke le­ bih baik saja belum cukup, kita bisa mengu­ bah dengan bagaimana cara, fungsi dan manfaat dari perubahan ke lebih baik tersebut bisa benar-benar kita rasakan manfaatnya bagi kita dan

33 SAYYIDUL AYYAM | EDISI VII | DESEMBER 2015


Kita Sedang Berjalan di atas Lintasan

banyak orang. Tentu, melakukan transformasi tidak dengan tangan kosong dan se­ sumbar kalimat-kalimat harapan yang menggunung. Harus ada yang direnungi dan dipelajari untuk mencapainya. Terlebih untuk sesuatu yang baru dengan melihat bahwa manusia adalah ‘baru’, dan Tuhan adalah Yang Maha Terdahulu sekaligus Maha Pembaharu, maka kita minta ditemani untuk mencapai kebaruan-kebaruan kita. Penutup: Kita Selalu Berjalan KepadaNya Tidak akan ada harapan tanpa ada perjuangan, dan perjuangan untuk mencapai tujuan seringkali tidak mudah. Dan karena dia adalah perjuangan, maka membutuhkan usaha keras mengerahkan segala daya dan upaya. Sejatinya manusia sedang berjuang untuk kembali kepada Tuhan, tujuan dari segala tujuan. Dalam bahasa Arab, mujahadah berasal dari kata Jahdu yang artinya kesulitan, dan Juhdu yang berarti potensi. Maka perjuangan (mujahadah) adalah mendayagunakan segenap potensi dengan sekuat tenaga untuk mencapai tujuannya.

Untuk mampu mencapai ‘hij­ rah’, juga ‘hajru’ (kebaikan), dibutuhkan perjuangan yang keras. Tidak­kah kita sadari bahwa sebenarnya kita tiap waktunya mengulang-ulang usa­ ha kita mencapai tujuan kita? Kita merasa kekurangan serta lemah, lalu berupaya memperbaikinya, kemudian berusaha melakukan sesuatu dan memetik hasilnya juga menerima hasilnya. Lalu kita beralih ke pencapaian lain dengan proses yang kurang lebih sama. Momentum hijrah adalah momentum pengulangan perjuangan kita. Kita diingatkan bahwa ada saatnya kita harus mengidentifikasi diri, menelaah jiwa untuk bisa memperbaikinya dan mampu berhijrah lagi. Dan proses sirkulasi itu akan bertemu puncak tujuan kita yang sebenarnya yaitu Allah. Seperti kata Al-Jili, kita akan kembali ke kemuliaan yang sejati yang menciptakan kita yaitu cahaya Ilahi. Dan kita memohon agar didalam perjalanan menuju Allah, kita ‘dite­ mani’ oleh Allah. Dan hijrah kita, sejatinya adalah melakukan perjalanan di atas lintasan menuju kepada­Nya. Bukankah tujuan hijrah itu kepada Allah dan Rasulullah? Tergantung niat kita.

SAYYIDUL AYYAM | EDISI VII | DESEMBER 2015

34


Tahukah Kamu?

oleh: Azhari Mulyana Zaitun (Olea europaea) adalah pohon kecil tahunan dan hijau abadi, yang buah mudanya dapat dimakan mentah ataupun sesudah diawetkan sebagai penyegar. Buahnya yang tua diperas dan minyaknya diekstrak menjadi minyak zaitun yang dapat dipergunakan untuk berbagai macam keperluan. Zaitun adalah anggota suku Oleaceae. Zaitun mulai berbuah saat berumur lima tahun dan usianya dapat mencapai ribuan tahun, sehingga yang tadinya perdu telah menjadi pohon besar. Pohon zaitun yang berumur ribuan tahun di antaranya pernah ditemukan di Palestina yang bertahan hidup hingga 2000 tahun. Zaitun dipanen pada waktu masih hijau sampai sudah berwarna ungu. Buah zaitun hitam dalam kaleng mungkin mengandung bahan ki­mia (biasanya fero sulfat) yang menjadikannya berwarna hitam secara

ZAITUN buatan. Biji Olea europaea biasanya dalam bahasa Inggris di Amerika disebut pit atau rock, sedangkan di Inggris sebagai stone, semuanya bermakna “batu”. Selain disantap segar, buah yang merupakan ‘hadiah dari para dewa’ asal Yunani ini banyak dimanfaatkan untuk membuat acar dan minyak sehat berharga premium. Pertama kali dibudidayakan secara komersial di Athena, Yunani, sekitar 7.000 tahun lalu ini kemudian menyebar ke wilayah Mediterania lain, seperti Italia, Prancis, Spanyol, dan Maroko. Lewat jalur perdagangan, pohon zaitun juga ditanam secara besar-­ besaran di Afrika dan Timur Tengah. Diperkirakan ada sekitar 700 varietas pohon zaitun (Olea europea) yang tersebar di dunia. Masing-­ masing memiliki ciri khas buah yang berbeda-beda, sesuai dengan karakter tanah tempat pohon tersebut tumbuh

35 SAYYIDUL AYYAM | EDISI VII | DESEMBER 2015


dan nutrisi yang diberikan. Buah zaitun mentah berwarna hijau terang. Cita rasanya asam dan terkadang agak getir. Makin matang, warna buah zaitun akan menjadi me­ rah, ungu, hingga kehitaman. Di negara-negara Eropa dan Timur Tengah, buah zaitun sering digunakan dalam campuran salad, pasta atau topping pizza. Bahkan ada yang mengolahnya menjadi acar tau pickle. Acar ini dibuat dengan proses yang cukup lama. Sebelumnya buah ini dibersih­ kan dulu, agar kandungan oleuropein yang menimbulkan rasa getir dan pahit bisa berkurang. Setelah itu dimasukan dalam larutan garam beserta bumbu lainnya dan disimpan selama sekitar satu bulan. Proses yang dinamakan fermentasi ini menjadikan cita rasa buah tersebut jadi lebih ma­ nis. Acar yang telah jadi ini lalu digunakan sebagai campuran topping pizza atau roti. Agar punya tampilan yang lebih menarik, ada yang membuang biji­nya lebih dulu sebelum diolah. Lubang bekas biji ini kemudian diisi dengan paprika, kulit buah lemon atau cabai. Bahkan ada pula yang menyantapnya dengan keju segar dan anggur. Sementara itu untuk minyak­nya, dibuat dengan cara diekstrak dan terdiri atas tiga macam, yaitu ekstra virgin, virgin serta normal. Minya eks­tra virgin merupakan minyak yang rasa­ nya paling baik dan punya tingkat

keasaman rendah. Sedangkan virgin rasanya juga baik tapi tingkat keasaman lebih tinggi. Lalu minyak normal merupakan campuran dari minyak zaitun hasil sulingan dengan minyak ekstra virgin atau virgin. Ketiga jenis minyak ini bisa dicampurkan dalam olahan masakan atau dijadikan alat masker. Diantara manfaat yang terkan­ dung pada buah zaitun : 1. Mencegah obesitas Zaitun adalah salah satu buah yang bisa dimanfaat untuk meng­ ontrol berat badan dan membantu menurunkan berat badan. Zaitun kaya akan lemak tak jenuh yang bisa menghilangkan lemak serta menurunkan sensitivitas insulin. Zaitun juga meng­andung banyak serotonin. Sero­ tonin telah diketahui bisa membuat kita merasa lebih cepat kenyang dalam waktu yang lama. Serotonin juga bisa menurunkan tingkat kalori yang dikonsumsi dalam sehari hingga 200 kalori. 2. Menurunkan risiko kanker Zaitun hitam kaya akan vitamin E yang penting untuk menjaga kesehatan sel. Vitamin E akan menetralkan radikal bebas yang bisa menyebabkan kerusakan sel dan mencegah terbentuknya sel kanker. Kanker usus adalah salah satu jenis kanker yang bisa dicegah dengan mengonsumsi zaitun hitam.

SAYYIDUL AYYAM | EDISI VII | DESEMBER 2015

36


3. Meningkatkan zat besi dalam tubuh Zaitun hitam juga kaya akan zat besi. Mencukupi kebutuhan zat besi dalam tubuh dengan mengonsumsi zaitun akan membantu meningkatkan sistem kekebalan tubuh dengan le­bih efisien. Selain itu, dengan zat besi yang cukup, aliran oksigen dalam darah akan menjadi lebih efektif. Kekura­ ngan zat besi bisa merusak jaringan. 4. Menyehatkan jantung Zaitun mengandung lemak sehat yang bisa menetralkan radikal bebas dan membersihkan tumpukan lemak pada pembuluh darah arteri. Zaitun juga meningkatkan jumlah kolesterol baik dalam tubuh dan bisa menurunkan risiko penyakit jantung. 5. Meredakan nyeri Zaitun dikenal dengan kandu­ ngan antioksidan dan zat anti peradangannya yang bekerja seperti ibu-

profen alami. Minyak zaitun bisa memberikan efek anti peradangan yang bisa meredakan rasa nyeri.

6. Kesehatan mata Zaitun mengandung 10 persen vitamin A yang direkomendasikan untuk dikonsumsi sehari-hari. Karena itu, zaitun juga sangat baik untuk menjaga kesehatan mata. Zaitun akan membantu kemampuan mata membedakan terang dan gelap. Vitamin A dalam zaitun juga menurunkan risiko katarak, degenerasi makula, glaukoma, dan penyakit yang berkaitan de­ ngan kemampuan penglihatan. Itulah manfaat kesehatan dari buah zaitun. Baik zaitun hijau atau hitam mengandung banyak nutrisi yang bisa membantu mencegah bebe­ rapa jenis penyakit dan memberikan manfaat yang banyak untuk kesehatan. Jangan ragu lagi untuk menambahkan zaitun maupun mi­nyak zaitun dalam masakan Anda. (red.)

37 SAYYIDUL AYYAM | EDISI VII | DESEMBER 2015


Life Style

Ayam Zaitun Lemon

ala Maroko

“

Bahan:

2 lemon 1 sendok makan minyak zaitun 1 bawang besar, dibelah dua, diiris tipis 2 siung bawang putih, memarkan iris tipis 1 sendok makan potongan paprika 2 sendok teh bubuk jintan 1 sendok teh bubuk kayu manis 1 sendok teh bubuk jahe 2 cangkir kaldu ayam 1 ekor ayam, potong menjadi 8 bagian 1/2 gelas zaitun hijau

bersambung selanjutnya... oleh: Nadia Neli Amalia Mahasiswi S1 Jurusan Dirosat Islamiyyah Ta’lim al Atiq Imam Nafie

SAYYIDUL AYYAM | EDISI VII |DESEMBER 2015

38


“

Cara Membuat

1. Potong 1 lemon ke dalam 8 bagian. Peras jus dari lemon yang ke dua untuk 2 sendok makan. 2. Panaskan minyak dalam wajan besar di atas api sedang-tinggi. Tambahkan bawang dan taburi dengan garam dan merica; tumis sampai berwarna cokelat keemasan, sekitar 8 menit. 3. Tambahkan berikutnya 5 bahan; bawang putih, paprika, bubuk jintan, bubuk kayu manis, bubuk jahe. aduk 1 menit. 4. Tambahkan kaldu; didihkan. 5. Taburi ayam dengan garam dan merica; masukkan ke wajan. 6. Tambahkan irisan lemon. kecilkan api sambil didihkan sampai ayam matang, balik sesekali, 25 sampai 30 menit. tiriskan ayam di piring. 7. Tambahkan zaitun dan 2 sendok makan jus lemon ke wajan. Bumbui dengan garam dan merica. Tuang di atas ayam.

Selamat Menikmati... 39 SAYYIDUL AYYAM | EDISI VII | DESEMBER 2015


Potret

Celah Karaouine

by: G. Ahmad

SAYYIDUL AYYAM | EDISI VII | DESEMBER 2015

40


Pojok

TAKDIR Oleh : Agus G. Saat apel Newton jatuh, disitu terselip takdir, dan takdir membawa Isaac Newton ke rumus gaya tarik bumi. Lalu lagi, saat gereja menja­ tuhkan hukuman tahanan rumah terhadap Galileo Galilei karena menentang rumusan Aris­ toteles tentang bumi sebagai sentral semesta, takdir lagi-lagi berkata demikian. Lalu takdir menyeret Galileo Galilei ke lubang kematian di masanya, dan menyeretnya lagi ke deretan ilmuwan paling berpengaruh setelahnya. Setelah manusia bisa melihat, bumi bundar, dan bumi mengelilingi matahari yang mereka lihat saban hari. Keyakinan Aristoteles dan pengikutnya tentang bumi pun runtuh. Takdir sudah diatur sedemikian rupa tentang bolak-baliknya keyakinan ini. Terkadang takdir di­ ucap sebagai sejarah, dipanggil de­ ngan sebutan ke­ nyataan, kejadian, peristiwa dan lain sebagainya itu, takdir selalu hadir dengan berbagai nama, berbagai bentuk, dima­napun berada dan kapanpun adanya Sabtu, 19 Desember 2015. Diantara sekian takdir yang ada, tercatat nama Eko Prasetyo dan Slamet, mungkin ditulis “THE END” atau “FINISH”, lengkap dengan catatan kaki dibawahnya “meninggal karena ego dan ke­

41 SAYYIDUL AYYAM | EDISI VII | DESEMBER 2015


senangan”. Sementara ribuan, hmm, ratusan ribu, entah berapa, yang jelas, keluarga mereka mendoakan takdir yang lain, “Semoga tenang disisiNya”. Dalam catatan lengkapnya, disebutkan tangan-tangan siapa yang memukuli, kaki-kaki siapa yang menendang, berapa jumlah batu yang dilempar, berapa umpatan cuk yang meluncur ke­ luar, sampai pada apa yang diucapkan Sam Eko dan Slamet sebelum nafas­ nya ditahan utusan Tuhan di tengah jalan. Ha­nya saja, berita-berita yang sampai pada para pembaca tak sempat menulis detail lengkapnya, tak sampai merinci kejadian sebenarnya, karena keterbatasan waktu dan saksi mata. Mungkin, jika takdir berada di tangan manusia, referensi­nya sudah bocor kepada para wartawan dengan harga selangit. Tapi sekali lagi, takdir masih menjadi misteri. Mungkin Sam Eko mendoakan kemenangan Arema di akhir hayatnya, mungkin kalimat Tauhid yang ia lafalkan, mungkin, siapa tahu? Lalu setelah membaca ini, apakah takdir yang anda salahkan? Manusia menyebutnya takdir. Takdir terus bersembunyi sampai waktu­ nya. Manusia berteriak “itu takdir!” baru setelah ia datang. Lalu pertanyaannya, siapa yang tahu takdir seperti apa yang ditulis Tuhan? Wartawan terdiam, ka­ lau mereka sampai tahu, bisa gawat ja­dinya du­ nia pergaiban. Kenyataan bahwa manusia hidup dengan ketidaktahuan ini, disitu Tuhan memberikan kebebasan.

Katakanlah takdir bukan misteri, silakan manusia menyalahkan­nya. Tapi manusia selalu berkata takdir ketika ia tidak tahu apa-apa. Selama takdir masih menjadi urusan pribadi Tuhan, manusia sepantasnya bertang­ gungjawab atas “takdir” yang mereka rekayasa sendiri. Mengambinghitam­ kan takdir, me­ngusung nama Tuhan, di te­ ngah kerusakan yang kita perbuat, apa namanya jika bukan alibi dan alasan? Takdir layaknya mata dadu, kita mene­bak angka yang keluar, dan kemung­kinannya antara benar atau salah. Diantara benar-salah ini kita diberi kebebasan untuk memilih, akan melempar dadu atau tidak? Dan mereka yang ada di meja judi harus siap untung dan rugi. Bermain takdir, sama halnya bermain judi. Dan sebuah kasus pembunuhan, adalah “takdir” yang telah direncanakan. Pembunuh bisa memilih korban, tapi korban tak pernah memilih di­bunuh oleh siapa. Lantas, takdir salah apa? Ketika membicarakan takdir, kita membicarakan sesuatu yang tak akan kembali lagi. Sama halnya Sam Eko Prasetyo dan Slamet yang tak kan pernah kembali pulang ke rumahnya, meninggalkan keluarga mereka selamanya. Mungkin akan lebih baik jika redaksi takdir ditulis begini, “rombo­ ngan supor­ ter Arema Malang seba­ nyak 34 orang menumpang bus pariwisata perjalanan dari Malang menuju Sleman Yogyakarta untuk mendukung timnya berlaga. Kebetulan rombongan

SAYYIDUL AYYAM | EDISI VII | DESEMBER 2015

42


suporter Surabaya juga melintas de­ ngan menumpang empat truk. Mereka membawa buah-­buahan dan makanan lain sebagai muatan truk, lalu dibagikan kepada suporter Arema yang berpapasan di tengah jalan. Kedua rombongan bertegur salam, tersenyum ramah, lalu meneruskan perjalanan­ nya masing-masing”. Seandainya begitu. Ah, manusia memang hanya bisa ber­andai-andai, dan bertanya-­tanya, takdir seperti apa yang akan datang? Lalu ketika takdir datang, sibuk menyesalinya. Apa gunanya menyesali takdir? Lalu manusia diberikan rasa kemanusiaan untuk apa? Bukankah untuk menyesali perbuatannya? Jika masih tidak menyesal juga, lebih baik bertanya kepada diri sendiri, apakah saya manusia? Yang lucu dari takdir ini, ketika Sam Eko dan Slamet harus meregang nyawa hanya karena sepak bola? Jika dulu mereka tahu takdir menjadi suporter sampai harus mati, mungkin mereka lebih memilih untuk menonton pertandingan bola hanya dari layar kaca di rumah. Padahal, dulu takdir pernah bercerita, rakyat Indonesia gotong-­royong bertempur me­ lawan penjajah, takdir mencatat hari pahlawan di tempat yang heroik dan tanggal yang sakral itu, kisahnya digaung-gaungkan dan diagung-agungkan sampai di buku-buku sejarah. Lantas sekarang? Takdir bercerita pemakaman Sam Eko, dihadiri para pelayat yang ikut berduka cita atas

matinya rasa kemanusiaan dan rasa iba, atas takdir yang harus ditang­gung mereka berdua. Dan pemakaman bukan lagi hanya untuk mengasihani mereka yang mati, pun juga ritual untuk orang-orang yang ditinggalkan.

Roda takdir ini terus berputar,­ber­ nama: kebencian.­ Lalu, mau sampai kapan? (red.)

43 SAYYIDUL AYYAM | EDISI VII | DESEMBER 2015


KELUARGA BESAR PPI MAROKO & PCINU MAROKO mengucapkan

“Selamat Hari Maulid Nabi

MUHAMMAD SAW 12 Robi’ul Awwal 1437 H (24 Desember 2015)”

Semoga kita semua mendapat Syafa’at beliau di akhirat kelak. Amin.

Kepuasan Anda Tujuan Kami

CP: +212 630325257

SAYYIDUL AYYAM | EDISI VII | DESEMBER 2015

44


visit us: website: www.ppimaroko.com


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.