7 - Akad Tanpa Sertifikat

Page 72

72

Segantang Minda

S

EDISI 7, Minggu III maret 2013

ekilas tanpa pencermatan yang arif, seolahsyukur? Boleh jadi kita lupa bahwa banjir, olah peringatan PM Mahathir kepada Orang debu bouksit, jalan rusak, limbah minyak, ‘Melayu’ sebagai yang rasis, tendensius, kekurangan air adalah bagian kecil dari provokasi atau hal negatif lainnya. Padahal kelalaian dan kebodohan para pemimpin bila hendak dicermati dengan arif dan bijak, membuat kebijkan? Para pengusaha yang ucapan PM Mahathir merupakan pesan ingin cepat kaya sendiri? Para cerdik pandai penting bagi Bangsa Malaysia yang memang yang tak lagi peduli? Tokoh masyarakat dan berbilang kaum dalam menjaga keutuhan adat yang banyak intervensi? Para generasi dan integritas di Malaysia. muda yang sibuk berdemontrasi eh.. maaf, Memaknai ucapan Mahathir sebagai berdemokrasi? Dan para wakil yang meniniktibar (pelajaran) dalam hubungannya ggalkan rakyatnya? dengan menjaga keutuhan Kepulauan Riau Kalau boleh saran, sudah sepatutnya (‘Rumah Kita’) teramat sangat perlu untuk pelbagai pertanyaan tersebut menjadi pendirenungi. Sebab keberagaman (pluralisme) dorong bagi semua pihak untuk menyadari adalah bagian dari kehendak Allah (sunatulsejatinya bahwa Kepulauan Riau adalah lah) yang tak dapat dimungkiri. Menjadi Rumah Kita, bukan rumah Kami. Sehingga orang China, India atau Melayu di Malaysia, semua pertanyaan tadi menjadi bertolak bukanlah kehendak manusia. Jikalau diperbelakang dan tidak benar! kenan, Saya ingin terlahir menjadi Rumah Kita, bukan Rumah Kami, anak Sultan Hasanah Bolqiah, menjadi pondasi keluhuran Raja Kaya Raya dari Brunei yang memedomani teks Darussalam. Namun, Proklamasi Indonesia Warga Kepulauan Riau keinginan tersebut yang menggunakan tak lagi penting insebuah hal yang tidak perkataan kami, bugin memperlihatkan mungkin (mustahil). kan Kita. Perkataan keakuan siapa Kami. Oleh karena itu Kami tersurat untuk Sebab sejarah menundaripada selalu menunjukkan eksisjukkan bahwa Kepumempersoal dan tensi bangsa Indolauan Riau dibangun dan memperdebatkan nesia kepada bangsa berdiri di atas pluralisme yang tidak mungkin lain. Lalu, untuk (keberagaman) (impossible) yang sangat menunjukan kecintaan menguras tenaga, mensemua orang yang menjadi gapa tidak alihkan saja perdewarga Kepulauan Riau (hidup batan itu kepada hal yang lebih mati di tanah ini), istilah Kita menkonstruktif (membangun). Bagi Saya memjadi penting, dan bukan lagi Kami. bincangkan perihal ‘Rumah Kita’ adalah Artinya, warga Kepulauan Riau tak lagi sesuatu yang lebih penting, prospektif dan penting ingin memperlihatkan keakuan masa depan. Ini disebabkan ‘Rumah Kita’ siapa Kami. Sebab sejarah menunjukadalah bagian tak terpisahkan dari kehidukan bahwa Kepulauan Riau dibangun dan pan dan lingkungan Kita. Sudah merupakan berdiri di atas pluralisme (keberagaman) kewajiban kita untuk mencemaskan perihal yang bertanggungjawab untuk menjadi keberadaan lingkungan (Rumah) kita yang kesinambungan dan keberadaan Rumah sedang porak-poranda, tersadai berkecai(kampung) Kita, bukan Rumah Kami. Oleh mecai dan rusak parah. karenanya, maka janganlah ada dusta lagi Tak pernahkah kita memahami kerusakan di antara Kita. lingkungan di seputaran kita yang sedang Pasal Keduabelas Gurindam Sang Pumiris? Tak pernahkan kita merenungi sumjangga Agung, Raja Ali Haji, mengingatkan, ber daya alam yang seharusnya bermanfaat “Raja muafakat dengan menteri, seperti dan menjadi anugerah berbelok jadi benkebun berpagarkan duri.” Maka maknailah cana di Rumah (lingkungan) kita? Bukankah pesan Sang Pujangga Agung itu dalam konini semua mempertontonkan rasa tidak berteks kekinian. Suai! ***


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.