GONAS MEDIA

Page 1

GONAS MELURUSKAN

‘98

www.gonas.co

EDISI PERDANA, 10 NOVEMBER 2012

Harga Rp5.000

Penerbit: Gerakan Oposisi Nasional

Terbit 16 Halaman

4

REFORMASI

Proklamator Kemerdekaan RI, Soekarno-Hatta, resmi menjadi Pahlawan Nasional. Mengapa begitu lama dwitunggal ini baru beroleh gelar pahlawan? Ikuti penjelasan keluarga dan tokoh lainnya.

5

Menjelang peringatan Hari Pahlawan 10 November 2012, Prabowo Subianto menulis surat terbuka untuk publik. Apa isinya. Tak cuma sejarah, tapi juga menyoroti kondisi bangsa belakangan ini rupanya.

7

Baru menjabat Kapolda Metro Jaya, seorang tahanan teroris kabur. Irjen Putut Eko Bayuseno langsung bekerja. Ia juga bertemu dengan Gubernur Joko Widodo membahas kejahatan dan kemacetan.

15

Apa kabar budayawan Pong Harjatmo yang menjadi aktivis demokrasi ini? Setelah menyemprot cat di atap Gedung Nusantara DPR RI, apa saja kiprahnya? Simak fragmenfragmen kehidupan nyatanya.

Habis Pahlawan Terbitlah Jutawan (Reformasi) Bukan soal mereka (para Pahlawan Reformasi) kini

menjadi jutawan. Persoalannya, bagaimana mereka memperoleh penghasilan?

KORUPSI BUKAN REjEKI Mas

Bro

P

ahlawan. Setiap 10 November Indonesia memperingati hari pahlawan. Mengapa 10 November? Letjen (Pur) Prabowo Subianto, dalam surat terbukanya baru-baru inni menjelaskan: “Pada tanggal 10 November 1945 dan kurang lebih 10 hari sesudahnya berkobar suatu pertempuran dahsyat di Surabaya, Jawa Timur – suatu kota yang sekarang kita kenal sebagai Kota Pahlawan.” Sahabatku, lanjut Prabowo, dalam suratnya, kalau kita membaca mengenai sejarah hari-hari tersebut, kita dapat larut dalam suatu kekaguman dan kebanggaan bahwa pada awal berdirinya negara kita, pada saat Republik Indonesia belum memiliki apa apa, rakyat Indonesia terutama arekarek Suroboyo memilih untuk tidak tunduk kepada ancaman dan ultimatum bangsa asing. “Pada saat itu, tentara Inggris mengeluarkan ultimatum kepada rakyat Surabaya: Kalau dalam waktu yang ditentukan oleh Inggris (satu kali 24 jam) para pemuda Surabaya tidak meletakkan senjata dan meninggalkan Surabaya, maka tentara Ing-

gris akan menggempur Surabaya dengan tembakan dari kapal perang dan pesawat udara.” Kita bisa bayangkan, lanjutnya, ultimatum ini diberikan oleh tentara yang baru menang Perang Dunia II. “Namun kakek-kakek kita, pada usia mereka yang sangat muda, tidak gentar bahkan tidak bergeming. Mereka menolak ultimatum yang congkak dan arogan tersebut,” sambungnya. Mereka, kata Prabowo, menjawab dengan teriakan Allahuakbar dan pekikan merdeka atau mati! “Mereka memilih melawan penjajah asing daripada tunduk, daripada menyerah, daripada berlutut di hadapan kekuatan congkak dan arogan,” tandasnya. Prabowo menambahkan, kita sungguh pantas untuk kagum dan hormat kepada generasi tersebut. Kepada mereka, arek-arek Suroboyo. Kita yang selalu diejek oleh bangsa-bangsa asing sebagai bangsa yang lemah, bangsa yang bodoh, bangsa yang malas, ternyata pernah tidak tunduk kepada ancaman, kepada intimidasi, kepada kekuatan asing. ***

Tapi, apakah pahlawan itu hanya mereka yang terlibat dalam pertempuran di Surabaya seperti dikisahkan Prabowo? Tentu saja tidak. Jika ya, pastilah kosong taman-taman makan pahlawan kita. Bangsa Indonesia pun menemukan banyak pahlawan dalam perjalanannya selepas 10 November 1945. Ada Pahlawan Revolusi, Pahlawan Ampera, dan belakangan Pahlawan Reformasi. Pahlawan Reformasi melekat dengan gugurnya empat mahasiswa Universitas Trisakti: Elang Surya Lesmana, Hafidin Royan, Hendriawan Sie, dan Hery Hartanto. “Mereka menjadi pahlawan reformasi dari sebuah perubahan untuk menuju Indonesia yang lebih baik,” kata Sekretaris Jenderal Lingkar Studi Mahasiswa (Lisuma) Indonesia Dhika Yudistira. Selain itu, mereka yang hilang tak tentu rimbanya sejak saat-saat menjelang reformasi hingga kini, semisal tokoh mahasiswa, figur pergerakan, tokoh buruh, dan berbagai elemen reformis lainnya pun boleh disebut pahlawan reformasi. Toh, pahlawan bukanlah hanya untuk yang gugur dalam perjuangan. Jika ya, sekali lagi, tak akan ada lagi

yang akan dimakamkan di taman pahlawan di masa damai. Demikian pula pahlawan reformasi. Banyak pahlawan reformasi yang masih segarbugar dan melihat hasil perjuangannya. Lebih dari itu, sebagaimana pahlawan di manapun yang berhasil dalam perjuangan, mereka mendapat privilese dalam sistem kekuasaan. Ada yang menjadi pejabat, anggota parlemen, malah merangkaprangkap menjadi pengusaha pula. Merekalah pahlawan reformasi yang menjadi jutawan. Dari penghasilan resmi para pahlawan reformasi itu mereka sudah layak disebut jutawan, berpenghasilan belasan hingga puluhan, dan mungkin ratusan juta rupiah per bulan. Bukan soal mereka kini menjadi jutawan. Bangsa Indonesia pun agaknya rela mereka menikmati hasil perjuangannya. Persoalannya, bagaimana mereka memperoleh penghasilan: Legal atau ilegal? Terbukti, sebagian pahlawan reformasi telah menjadi terdakwa, terpidana, dan terduga tindak pidana korupsi. Kelakuan korupsi masih mau jadi pahlawan reformasi? Pengkhianat kaleee! v GE


SALAM PERGERAKAN

02

PAHLAWAN

Penerbit: GERAKAN OPOSISI NASIONAL INDONESIA

Pembaca yang budiman, Izinkanlah edisi perdana Gonas Media hadir di tengah-tengah kita semua. Sengaja kami memilih momentum peringatan Hari Pahlawan 10 November 2012 sebagai tanggal penerbitan perdana ini. Tujuannya antara lain mengiringi peringatan Hari Pahlawan dengan tindakan nyata. Sudah sewajarnya perjuangan para pahlawan tak sekadar diperingati dengan kegiatan seremonial. Terlebih lagi, banyak sudah kritik terhadap sikap kita terhadap para pahlawan karena hanya mengingat jasa-jasanya dalam acara seremonial atau kegiatan mengheningkan cipta. Kami memilih bertindak melanjutkan perjuangan para pahlawan sesuai dengan konteks kekinian. Pahlawan, dalam satu definisi, berasal dari kata pahala dan wan. Dengan begitu, pahlawan adalah orang yang berjuang memerdekakan, membebaskan, mencerahkan, atau mengabdikan jiwa dan raganya untuk kepentingan orang lain jauh lebih besar dari pamrih individualnya. Dengan

batasan longgar itu, kita mengenal berbagai pahlawan. Ada pahlawan nasional, pahlawan kemanusiaan, pahlawan reformasi, pahlawan lingkungan, atau juga pahlawan keluarga. Maka, penerbitan perdana yang diharapkan berlanjut dengan penerbitan Gonas Media secara teratur mudah-mudahan tak akan luput mengingat jasa segenap pahlawan. Pada edisi kali ini kami tampilkan sejumlah pahlawan, tak terkecuali dwitunggal SoekarnoHatta yang baru saja resmi menjadi Pahlawan Nasional. Sedangkan bagi generasi muda, kami juga mengulas Pahlawan Reformasi yang perlu diingatkan agar tak tergelincir dari semangat Reformasi 1998 yang antara lain mengagendakan pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Namun, ibarat gading yang selalu ada retaknya, edisi kali ini pun pasti ada kekurangannya. Untuk itu kami berharap kritik konstruktif dan masukan positif untuk kemajuan Gonas Media dan bangsa secara keseluruhan. Akhirnya, selamat membaca edisi perdana. Sampai juma di edisi-edisi berikutnya.v

Akte Notaris Nia Rosaina No: 33/15/10/2012 NPWP: 31.613.028.5-011.000 Pembina: Permadi SH Penasehat: Pong Harjatmo Pemimpin Umum: M Egi Sabri Pemimpin Perusahaan: Gunawan Effendi Pemimpin Redaksi: Ferdiansyah Anis Redaktur Pelaksana: Pandhu Herwahyudi Sekretaris Redaksi: Melani Dewan Redaksi: Andi Naja FP Paraga Effendi Saman Sarman L. Hakim Desain Grafis: GET Networks Redaksi & Tata Usaha: Jl Sumbangsih V No 1 Setiabudi, Jakarta Selatan DKI Jakarta 12920 Tlp/Fax: (021) 33385058 Iklan/Sirkulasi: Melani Penasehat Hukum: Umar Tuasikal SH MH email: redaksi@gonas.co Edisi online: www.gonas.co

Keluarga Besar GONAS menjunjung tinggi kode etik jurnalistik universal dan tunduk pada hukum yang berlaku

TARIF IKLAN Cover Depan: Kuping Atas Full Color 7,5 X 7,5 Cm Rp5.000.000,Banner Bawah Full Color 26,5 X 3 Cm Rp5.000.000 Cover Belakang: Advetorial/Display/Foto, Full Color, 1 Halaman Rp10.000.000,½ Halaman Rp7.5.00.000,¼ Halaman Rp5.000.000,-

Halaman Dalam: Advertorial/Disply/Foto, BW 1 Halaman Rp7.000.000,½ Halaman Rp5.000.000,¼ Halaman. Rp2.500.000,Iklan Keluarga: 10,5 X 12 Cm Rp500.000,- (BW) Rp1.000.000 ( FC ) 21 X 12Cm Rp1.000.000 ( BW) Rp2.000.000 ( FC )

Iklan Kolom: 4 X 6 Cm 8 X 6 Cm 14 X 6 Cm 6 x 13 Cm 10 X 13 Cm

Rp. 150.000 Rp. 300.000 Rp. 500.000 Rp. 500.000 Rp. 1.000.000

Redaksi akan memuat kiriman artikel yang sesuai dengan visi dan misi penerbitan Gonas.


UTAMA

03

Dialektika Berjalan Terus

D

ugaan bahwa para Pahlawan Reformasi dapat tergelincir dalam gelimang uang haram ketika sudah terkooptasi sistem politik memang bukan barang baru. Namun, peringatan Hari Pahlawan 10 November boleh jadi

merupakan momentum baik untuk mencegahnya. Bahkan, dalam pengantar rubrikasinya di media online Kompas.com, Wanda Hamidah, mantan aktivis dan pesohor yang kini menjadi anggota DPRD DKI Jakarta tertulis begini: Banyak pihak menilai agenda reformasi telah gagal terlaksana. Bukan cuma melulu korupsi semakin merajalela, banyak hak rakyat juga belum terpenuhi. Belum lagi perilaku elite politik yang jauh dari mengundang simpati rakyat. Salah satu pihak yang dituding bertanggung jawab adalah para aktivis 1998. Di antara mereka banyak yang menjadi pejabat, termasuk menjadi anggota Dewan. Nama Wanda Hamidah yang kala itu menjadi mahasiswa Universitas Trisakti cukup dikenal sebagai aktivis pada masa-masa awal reformasi bergulir. Dalam perjalanannya, dia kemudian bergabung dengan Partai Amanat Nasional dan kini menjadi anggota Komisi E DPRD DKI Jakarta. Wanda berjanji akan meneruskan perjuangan rekan-rekan mahasiswanya yang hilang ataupun gugur di masa Reformasi 1998. “Saya berjanji akan meneruskan perjuangan mereka,” ujarnya.

Jadi, kesadaran untuk menjaga keluhuran Reformasi 1998 memang masih kental di kalangan pelakunya sendiri. Sejak awal memang muncul kekhawatiran para aktivis terkooptasi oleh sistem politik formal akan lebih mudah tergelincir. Begitu pula yang terjadi ketika beberapa figur seperti Pius Lustrilanang, Budiman Sudjatmiko, dan Dita Indah Sari berniat menjadi anggota parlemen. Kala itu, aktivis yang dianggap berhaluan kiri pada awal usainya rezim Soeharto mulai mendaftar menjadi calon anggota legislatif. Budiman Sudjatmiko dan Dita Indah Sari, dua bekas Ketua Umum Partai Rakyat Demokratik itu menjadi calon legislatif dari partai berhaluan nasional dan Islam. Budiman bergabung dengan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Ia menjadi caleg nomor satu PDIP untuk daerah pemilihan Jawa Tengah. Sementara Dita bergabung dengan Partai Bintang Reformasi yang dikenal sebagai

partai dan parlemen. Sebab ideologi partai-partai yang mereka masukin berbeda. Apalagi, kata Sangap Surbaki, pendiri Forkot, mereka terikat dengan sistem partai tersebut. Belakangan Budiman dan Pius yang lolos menjadi anggota DPR. Sedangkan Dita Indah Sari yang gagal tetap berada di lingkaran kekuasaan dengan menjadi Staf Ahli Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Hingga saat ini ketiga tokoh itu boleh dibilang selamat dari jerat korupsi yang telah menyeret nama-nama tokoh muda segenerasinya. Katakanlah misalnya Nazaruddin dan Al Amin Nasution. Terkait itu, dalam peringatan 13 tahun Reformasi 1998, sejumlah aktivis menggelar aksi di gedung parlemen, Sabtu 21 Mei 2011, Aksi yang berlangsung pukul 13.30-15.30 WIB itu membentangkan beberapa spanduk yang bertuliskan antara lain: “SBY-Boediono Game Over, Pengkhianat Reformasi Mundur” dan beberapa spanduk lainnya.

yang negatif seperti banyaknya kasus mafia hukum, mafia peradilan, dan kasus KKN. Menurutnya pejabat dan politikus di Indonesia saat ini tidak mempunyai mental yang berani dan mental ksatria. “Ini yang membuat saya anggap Presiden SBY telah gagal total melaksanakan agenda reformasi,” imbuhnya. Pong juga angkat bicara mengenai kasus Bendahara Umum Partai Demokrat Nazaruddin dan Angelina Sondakh. Menurutnya Nazaruddin mereka hanya menumpang ketenaran dan keberhasilan Demokrat yang saat ini menjadi pemegang tampuk kekuasaan. Dialektika di kalangan aktivis terus berlanjut dan meluas tak sekadar menyoal jutawan reformasi. Tengok saja pernyataan sejarawan muda JJ Rizal, yang menggambarkan ada sekelompok aktivis mahasiswa yang mendurhakai sejarah dengan pergi ke Ciganjur dan melakukan deal dengan generasi tua.

partai Islam. Selain Budiman dan Dita, ada Pius Lustrilanang. Salah satu aktivis yang pernah menjadi korban penculikan pada 1997 itu yang bergabung dengan Prabowo Subianto di Partai Gerindra. Banyak orang kaget dengan keputusan Pius itu. Pasalnya, Prabowo dianggap orang yang bertanggung jawab atas kasus tersebut. Belakangan terungkap pelaku penculikan adalah Tim Mawar dari pasukan elit Komando Pasukan Khusus. Kasus penculikan itu yang membuat karier militer mantan Komandan Jenderal Kopassus ini tamat. Budiman, Dita, dan Pius tentu memiliki alasan sendiri-sendiri memindahkan jalur perjuangan mereka dari jalanan ke parlemen. Meski demikian, ada yang sinis melihat langkah mereka. Yenni Rosa Damayanti, aktivis 1980-an, meragukan konsistensi ketiga aktivis itu jika sudah ada di dalam

Dalam aksi ini seniman Pong Hardjatmo menyampaikan kekecewaannya kepada pemerintah. Pong sedang melintas di jalan Gatot Subroto dan berinisiatif

“Konteksnya membicarakan keterlibatan dan posisi politik setelah Soeharto jatuh, pagipagi sekelompok angkatan 98 itu melakukan penyerahan kekuasaan kepada generasi tua. Belakangan kelompok ini yang menjadi bagian kekuasaan politisi muda yang banyak menimbulkan kekecewaan,” terangnya. Ia menegaskan, masih banyak kelompok lain di angkatan 98 menolak deklarasi Ciganjur dan menilainya sebagai pengkhianatan terhadap perjuangan. “Termasuk Adian dari Forkot dan sejumlah besar lainnya seperti Syafieq dari Driayakarya di Famred dan lain-lain, banyak dan saya tahu itu,” terangnya. Pernyataan JJ Rizal yang dimuat di detiknews.com mengenai angkatan 98 mendurhakai sejarah menimbulkan protes keras dari mereka yang merasa tak pernah terlibat Deklarasi Ciganjur dan bahkan mengutuk keras

bergabung dengan para aktivis. “Reformasi telah gagal total, dan presiden SBY telah gagal untuk mewujudkan agenda reformasi,” kata Pong. Pong mengatakan di bawah rezim Presiden SBY, reformasi malah kebablasan dalam arti

hal tersebut. Aktivis lainnya, Masinton Pasaribu, menjelaskan bahwa agenda Deklarasi Ciganjur berada di luar agenda utama Gerakan Mahasiswa 1998 yang terus bergerak memperjuangkan diakhirinya otoritarianisme Orde Baru, seperti pemberantasan korupsi, Pencabutan Dwi Fungsi ABRI (sekarang TNI/Polri), Adili Soeharto, dan pembentukan Pemerintahan Transisi yang bersih dari sisa-sisa Orde Baru. Malah, kata dia, Deklarasi Ciganjur dibelokkan oleh loyalis Orde Baru seperti Wiranto, yang memegang kendali militer untuk menembaki aksi protes gerakan mahasiswa di depan kampus Universitas Atmajaya, Semanggi, 13 November 1998. “Delapan orang kawan kami, mahasiswa di dalam barisan massa aksi Famred (Front Aksi Mahasiswa utk Reformasi dan Demokrasi), serta komite aksi mahasiswa lainnya, gugur di Semanggi ditembak dengan peluru tajam. Hingga sekarang keadilan atas kematian kawan kami Wawan, Sigit, Engkus Kusnaedi, dan lain-lain belum dituntaskan,” tuturnya. “Harapan bahwa agenda perubahan yang digelorakan melalui gerakan mahasiswa 1998, belum terwujud bukan karena aktivisnya durhaka, lebih disebabkan karena pengingkaran dan

pembelokan agenda reformasi yang ditumpangi oleh agenda neo liberalisme melalui elite kekuasaan pascareformasi. Sedangkan aktivis mahasiswa 1998 yang bergerak saat itu hingga sekarang dipinggirkan dari pusaran utama perubahan, hanya segelintir yang bisa masuk dalam pemerintahan maupun legislatif,” tandasnya.v Ferdiansyah Anis


POLITIK

04

Sang Dwitunggal Kini Pahlawan Nasional

S Terbayang baktimu Terbayang jasamu Terbayang jelas Jiwa sederhanamu Bernisan bangga Berkafan doa Dari kami Yang merindukan Orang sepertimu. (Iwan Fals)

etelah 67 tahun merdeka, negara baru menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada Proklamator Kemerdekaan RI Soekarno dan Muhammad Hatta. Begitu lama gelar itu baru disandang sang dwitunggal karena dinamika politik panjang dan melelahkan. Tak mengherankan jika salah seorang puteri Soekarno, Megawati Soekarnoputri, menyatakan sudah sepatutnya memperoleh gelar pahlawan nasional. Bahkan, dia mengatakan, pemberian gelar itu sudah dilakukan sejak dulu. Menurut Mega, pemberian gelar pahlawan ini menghapus keraguan soal Ketetapan MPRS Nomor 33/MPRS/1967 tentang Pencabutan Kekuasaan Negara dari Presiden Soekarno. Ketetapan itu memberi cap kepada Presiden Sukarno sebagai pengambil kebijakan yang menguntungkan G30S/ PKI dan melindungi tokoh-tokoh G30S/ PKI. Lantas ketetapan itu menjadi sikap MPRS untuk menjatuhkan Soekarno dari kekuasaan dengan dugaan pengkhianatan. Sukmawati Soekarnoputri, puteri Soekarno lainnya, menambahkan, gelar pahlawan nasional bagi kedua figur itu masih belum cukup. Menurut dia, pemerintah harus juga mencabut Tap MPRS No. 33/MPRS/1967 itu. Dengan melekatnya Tap MPRS No. 33/MPR/1967, Soekarno seolah-olah terlibat dan sebagai orang yang bertanggung jawab atas pemberontakan G30S/PKI. Dengan demikian, kata dia, Soekarno bahkan dicap

sebagai pengkhianat. Menurut Sukma, ketetapan ini meninggalkan kepedihan yang begitu mendalam dari keluarga maupun pendukung Soekarno. Sedangkan puteri Hatta, Meutia FH Swasono berharap penganugerahan gelar Pahlawan Nasional bagi ayahnya, yang juga wakil presiden ke-1 RI, diharapkan dapat menghentikan segala bentuk fitnah yang ditujukan kepadanya. “Dengan penganugerahan Pahlawan Nasional, saya berharap beliau dilihat sebagai sosok yang berjuang untuk kepentingan bangsa,” kata Meutia seusai hadir pada acara dialog di Kompas TV. Meutia mencontohkan salah satu fitnah tersebut, yakni Bung Hatta hendak menurunkan mendiang Presiden Soeharto dari jabatannya. Harap maklum, dalam perjalanan sejarah Bung Hatta pernah sepemikiran dengan figur lain semisal mantan gubernur DKI Ali Sadikin dan Letjen HR Dharsono dalam mengkritik kebijakan-kebijakan Presiden Soeharto. “(Fitnah hendak menggulingkan Soeharto) ini tidak masuk akal. Saat itu, beliau sudah lanjut usia, yaitu 74 tahun. Bagaimana beliau bisa dituduh mau menjatuhkan Presiden Soeharto?” kata Meutia. Ada pula persepsi keliru soal pengunduran diri Hatta sebagai wakil presiden. Di tengah masayarakat memang pernah berkembang anggapan bahwa pengunduran itu dilakukan semata-mata lantaran Bung Hatta tak merasa cocok dengan Bung Karno.

“Itu bukan satu-satunya alasan beliau mengundurkan diri. Ini juga dipicu sikap DPR yang tidak menetapkan keduanya sebagai presiden dan wakil presiden dengan peranan seharusnya dalam kabinet presidensial,” katanya. Pada kesempatan itu, Meutia mengungkapkan, belum ada jalan protokol di kota-kota besar yang menggunakan nama Bung Hatta. Meutia mengindikasikan adanya harapan nama Moh Hatta digunakan sebagai nama jalan protokol di kota-kota besar. “Belum ada jalan yang menggunakan nama Soekarno dan Hatta secara terpisah,” katanya. Meski begitu, Meutia menekankan, nama jalan hanyalah sebuah identitas. Hal yang terpenting adalah meneladani prinsip-prinsip yang digagas oleh pahlawan nasional tersebut. “Prinsip-prinsip ini, misalnya, bagaimana Indonesia dapat menjadi tuan di negeri sendiri, bagaimana ada kemandirian, dan kebersamaan gotong royong,” kata Meutia. Hal lainnya adalah soal adanya jaminan bagi setiap warga negara untuk memperoleh hidup yang layak dari segi kemanusiaan. Sebelumnya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memimpin upacara penganugerahan gelar pahlawan yang berlangsung di Istana Negara, Jakarta, Rabu (7/11/2012). Keputusan penganugerahan gelar Pahlawan Nasional bagi Bung Karno tertuang dalam Keputusan Presiden Nomor 83/

TK/2012, sedangkan keputusan bagi Bung Hatta tertuang dalam Keppres No 84/TK/2012. Kedua Keppres ini ditandatangani Presiden Yudhoyono pada 7 November 2012. Penganugerahan ini menjadi tonggak sejarah baru bagi bangsa Indonesia. Pasalnya, gelar ini tidak hanya bermakna sebagai pengakuan dan penghargaan pemerintah atas jasa dan pengabdian pendiri bangsa, tetapi terutama juga menandai dihapuskannya stigma negatif atas diri Bung Karno. ”Penganugerahan gelar Pahlawan Nasional ini menegaskan bentuk pengakuan, penghargaan, penghormatan, dan ucapan terima kasih atas perjuangan dan pengorbanan beliau-beliau. Kita patut mengenang dan melestarikan nilai-nilai kejuangan yang telah diteladankan Bung Karno dan Bung Hatta,” kata Presiden. Ada ajakan menarik yang disampaikan Yudhoyono dalam sambutannya, yakni segenap bangsa diajak untuk meninggalkan stigma negatif yang mungkin masih melekat terhadap kedua Bapak Bangsa itu. Dalam pandangannya, jasa, perjuangan, pengorbanan, serta pengabdian keduanya jauh melampaui dan lebih besar dibanding kekurangan dan kelemahan keduanya. Bangsa ini memang kadang lemah berhitung tentang jasa dan pengabdian. Setelah itu baru bandingkan dengan kelemahannya.v Egi


POLITIK

05

Surat Terbuka Prabowo Subianto

S

ahabatku sekalian yang saya hormati dan cintai dimanapun engkau berada. Sebentar lagi kita akan memperingati hari pahlawan. 67 tahun yang lalu, pada tanggal 10 November dan kurang lebih 10 hari sesudahnya berkobar suatu pertempuran dahsyat di Surabaya, Jawa Timur – suatu kota yang sekarang kita kenal sebagai kota pahlawan... Sahabatku, kalau kita membaca mengenai sejarah hari-hari tersebut, kita dapat larut dalam suatu kekaguman dan kebanggaan bahwa pada awal berdirinya negara kita, pada saat Republik Indonesia belum memiliki apa apa, rakyat Indonesia terutama arek-arek Suroboyo memilih untuk tidak tunduk kepada ancaman dan ultimatum bangsa asing. Mungkin kita akan tercengang, mungkin kita akan kaget melihat betapa gagahnya para pendahulu kita. Bahwa dalam sejarah Indonesia, sepanjang ratusan tahun, selalu muncul pemimpin-pemimpin tangguh, pendekar pendekar pembela rakyat dan keadilan, tokoh-tokoh pejuang yang berani melawan penjajahan dan dominasi bangsa lain. Sahabatku, kalau dulu penjajahan datang dengan fisik secara brutal, kondisi sekarang mungkin lebih sulit. Penjajahan sering tidak terlihat. Tidak membawa tentara, tidak membawa kapal perang – walau di ujungnya ancaman itu selalu ada. Intimidasi, penekanan, dominasi, dan penguasaan bentuknya mungkin lain sekarang. Para penjajah menyogok pejabat-pejabat kita, mempengaruhi para intelektual kita, mengadu domba suku-suku kita dan agama-agama kita ala politik divide et impera. Ini semua masih terus berlaku. Mereka yang tidak mau belajar sejarah akan dihukum oleh sejarah, dengan mengulangi kesalahan yang sama yang dilakukan oleh pendahulunya. Kita harus ingat akan hal tersebut. Karena itu saya prihatin kalau mendengar orang-orang pintar sekarang, meremehkan kata-kata seperti nasionalisme. Sungguh menyedihkan kalau ada tokoh masyarakat yang mengatakan nasionalisme itu tidak perlu lagi di jaman sekarang. Ada juga orang-orang pintar, bahkan saya pernah dengar seorang doktor mengatakan bahwa sekarang perbatasan sudah tidak berlaku. Saya geleng-geleng kepala,

alangkah naifnya doktor tersebut. Kenapa Ia begitu mudah terbuai oleh ajaran-ajaran, dan pandangan-pandangan yang dikeluarkan oleh pihak-pihak yang saat ini sedang mendominasi dunia. Kita akui, bahwa ada peradaban-peradaban yang sekarang mendominasi dunia. Kita juga perlu belajar dari mereka. Mereka juga banyak keberhasilan . Kita dalam hati memang kagum kepada keberhasilan mereka. Kita ingin negara kita dan rakyat kita meniru, menyusul serta mengejar pencapaianpencapaian mereka. Tetapi hendaknya janganlah kita terlalu naif, sifat manusia (human nature) tidak jauh berbeda. Maka itu selalulah kita rajin belajar sejarah. Teknologi boleh berubah, ilmu sains terus berkembang, kerumitan peradaban terus bertambah, tetapi sifat manusia, human nature, tidak berubah. Hasrat satu kaum untuk mendominasi kaum lain, hasrat satu bangsa untuk ingin menekan bangsa lain, tidak atau belum hilang. Sifat keserakahan, sifat ingin berkuasa dan menjajah orang lain dan bangsa lain masih tetap bertahan di dunia kita. Kadang-kadang caranya lebih santun, dibungkus dengan bahasa dan teknik yang lebih halus. Tetapi diujungnya kepentingan diri dan kepentingan bangsanya akan selalu menjadi motivasi utama dalam menjalankan hubungan dengan bangsa atau pihak lain. Karena itu saya merasa sungguh aneh, bangsa bangsa lain boleh patriotik, boleh nasionalis, boleh mengutamakan kepentingan nasional mereka. Kalau bangsa Indonesia, kok tidak boleh? Saya juga merasa sedih, di saat bangsa bangsa lain begitu gencar membangun peradaban mereka dengan memperbaiki teknologi mereka, industri mereka, pendidikan mereka, prasarana infrastruktur mereka, kita masih saja ribut dengan hal hal yang tidak mendasar. Pertikaian kecil dengan cepat menjalar menjadi perkelahian antara suku. Kalau sudah terjadi, saat ada korban yang meninggal, baru kita saling mencari kesalahan. Banyak kalangan orang pintar selalu mencela dan mencari kelemahan aparat pemerintah dan aparat keamanan. Sebaliknya banyak pribadi dalam pemerintahan dan institusi keamanan sering tidak sungguh sungguh mementingkan kepentingan nasional dan kepentingan rakyat

dalam menjalankan kebijakan publik. Sahabatku, sekarang kita mulai terasa betapa pentingnya ada pemerintahan yang bersih. Dengan pemerintahan yang tidak bersih, tidak efisien, kebocoran kekayaan negara terlalu besar. Dengan kebocoran yang terlalu besar, akhirnya jasa-jasa yang paling dasar, yang dibutuhkan oleh suatu negara moderen tidak bisa tersedia. Kebutuhan air bersih saja untuk rakyat banyak tidak bisa disediakan oleh pemerintah di banyak tempat di Republik kita. Apakah kita heran kalau terjadi pertikaian dan kerusuhan antara suku dan antara desa, bisa cepat menjalar menjadi kerusuhan yang menghilangkan banyak nyawa? Karena terus terang saja sering aparat pemerintahan tidak dapat menunjukkan kehadirannya di banyak tempat di Indonesia. Reaksi pemerintah sering terlambat karena memang sistim yang dibangun oleh suasana demokrasi liberal ala menyontek dari barat telah menambah ketidakefisienan dan tidak efektifnya pemerintahan kita. Sahabatku, sudah bertahun tahun saya mengatakan bahwa di Indonesia ini terdapat paradoks, terhadap kondisi janggal. Sudah sejak delapan tahun saya ungkapkan keadaan yang saya namakan “paradoks Indonesia�, bangsa yang kata tetapi rakyatnya miskin. Menurut pendapat saya, kemiskinan ini tidak perlu terjadi apabila para pemimpin yang menguasai pemerintahan melakukan kebijakan kebijakan yang berdasarkan kepentingan nasional dan kepentingan rakyat serta didasarkan atas akal sehat. Sebagai contoh: baru saja dalam harian Kompas hari Jumat tanggal 2 November 2012, halaman 34, kita kembali diingatkan bahwa bangsa kita mengalami kerugian besar dari lapangan gas di Tangguh, Teluk Bintuni, Papua Barat. Di lapangan tersebut, gas yang dikelola oleh perusahaan asing, dipatok dengan harga US$ 3,35. Sedangkan gas yang sama, yang dari lapangan gas Bontang, yang pabriknya dikelola oleh Pertamina, bisa dijual dengan harga US$ 20 per mmbtu. Menurut hitungan pakar energi saudara Kurtubi, kerugian yang dialami oleh negara kita sangat besar, kurang lebih Rp. 30 triliun. Kalau kita pelajari masalah kebijakan di bidang energi, kita kadang merasa sedih, mengapa ada suatu pemerin-

tah yang tidak berani berpihak kepada bangsanya sendiri. Kita dapat bayangkan seandainya lapangan Tangguh dikuasai oleh PT Pertamina, perusahaan kita sendiri, betapa banyak keuntungan yang dapat dinikmati oleh putra dan putri Indonesia. Contoh lain, saya baru saja berbicara dengan seorang pejabat Pemda yang baru saja dipilih oleh rakyat. Ia bercerita kepada saya, bahwa hampir semua anggaran proyek dari APBD di daerahnya bocor antara 40 sampai 50 persen. Ia berkeyakinan bahwa hal ini terjadi di semua Pemda di seluruh Indonesia, bahkan di APBN kita. Kalau rata rata setiap APBD pemerintahan kabupaten dan kota adalah Rp. 1 triliun, berarti APBD seluruh kabupaten dan kota berkisar di angka Rp. 500 triliun. Kalau kita bisa hemat dan menutup kebocoran 20 persen saja, maka kita bisa memiliki uang tunai Rp. 100 triliun. Kemudian kalau kita bisa menghemat APBN kita 20 persen saja, itu berarti kita bisa menghemat Rp. 300 triliun. Dari penghematan kebocoran saya kita bisa menghemat Rp400 triliun setiap tahun. Saya juga sudah membaca laporan Bank Dunia baru mengenai laporan penerimaan pajak berbagai negara, sebagai perbandingan dari produk domestik bruto suatu negara (nilai semua jasa dan produk yang dihasilkan oleh suatu negara). Saat ini, penerimaan pajak negara kita kurang lebih 10 persen dari PDB kita yang Rp. 1.000 triliun, atau kurang lebih Rp. 100 triliun. Sebagai perbandingan, penerimaan pajak Singapura adalah 22 persen dari PDB mereka. Thailand 16 persen dari PDB. Zambia, sebuah negara di Afrika, penerimaan pajaknya adalah 16 persen dari PDB mereka. Bayangkan saudara-saudaraku, berarti kinerja pemerintahan kita kalah dengan kinerjanya Zambia. Seandainya kita bisa memperbaiki kinerja kita agar sama dengan Zambia, maka penerimaan kita bisa bertambah Rp. 500 triliun tanpa investasi baru. Bayangkan kalau kita bisa mengurangi kebocoran kita, kita bisa menambahkan Rp. 900 triliun setiap tahun ke APBN kita. Artinya, setiap tahun bisa memiliki tambahan Rp. 900 triliun, uang yang dapat kita gunakan untuk menambah puluhan juta hektar lahan baru, eksplorasi minyak dan gas di bawah laut yang belum tersen-

tuh, bangun sekolah, rumah sakit, yang baik. Kita bisa, dalam satu generasi, menghilangkan kemiskinan di Indonesia. Hakim, jaksa, PNS, bisa kita tingkatkan taraf hidupnya agar mereka tidak perlu korupsi. Angkatan bersenjata kita bisa jadi moderen dan mampu menjaga kedaulatan dan wibawa negara kita. Kita bisa membuat tidak ada seorang pun dari suku manapun yang merasa tertinggal. Kita bisa menjadi negara besar. Kuncinya ada di pemerintahan yang bersih, pemimpinpemimpin yang bersih. Inilah perjuangan kita. Saya ingatkan kembali, kalau orang orang baik diam, kita akan selalu ditindas oleh bangsa lain. Kalau saudara-saudara sekalian tidak mau terlibat di politik, saudara membiarkan elit oligarki yang selalu berbohong, yang bertutur kata manis namun hatinya menipu rakyat. Sahabatku, inilah masalah bangsa kita saat ini. Menurut saya inilah makna dari renungan kita menjelang 10 November 2012, hari pahlawan kita. Kita harus bertanya kepada diri kita sendiri, apakah jasad para pemuda, para pejuang, para rakyat Indonesia di seluruh nusantara hanya akan menjadi tulang tidak berarti, atau menjadi inspirasi bagi gerakan kita kedepan. Jangan sampai, anak-anak bangsa kita tidak tahu perjuangan I Gusti Ngurah Rai, Ignasius Slamet Riyadi, Wolter Mongindisi, bung Tomo, Pak Dirman. Jangan sampai nama Diponegoro, nama Gajah Mada, nama Untung Suropati, tinggal menjadi nama jalan dan nama taman di kota kota Indonesia. Sahabatku, marilah kita sejenak berpikir tentang hal ini. Terima kasih anda sudah terus bersama saya di halaman ini. Saya merasa sangat dihormati. Sekarang sudah mendekati 1,4 juta para sahabat saya di media ini. Semoga komunikasi kita bermanfaat bagi bangsa dan rakyat yang kita cintai. Wassalamualaikum Warohmatullahi Wabarokatuh. Salam sejahtera bagi kita semua. Shalom Shanti Shanti Om. Selamat berjuang. Semoga Tuhan yang Maha Besar menyertai kita semua. Bojong Koneng, 4 November 2012 Sahabatmu, Prabowo Subianto


POLITIK

06

Sebut Saja Mereka

Maling! Dedi Alfiandri Allison

Lihat saja, hanya dengan sebuah teriakan maling, orang yang disangka maling dapat babak belur dihajar massa, bahkan mati diamuk massa. Tapi

tidak ada yang akan mengamuki orang yang diteriaki ‘koruptor’. Massa hanya akan diam saja, karena kata koruptor tidak menghidupkan ‘alarm pencuri’ mereka. Sampai

capek kita meneriaki seseorang sebagai koruptor, tidak akan ada orang yang akan menangkapnya.

S

ekian banyak kita melihat dan mendengar kasus-kasus korupsi disidangkan. Sekian banyak pula kita melihat dan mendengar orang-orang dijatuhi hukuman karena tersangkut tindak pidana korupsi. Namun sedemikian banyak pula kasus korupsi yang terjadi setiap hari. Korupsi seperti tidak ada habisnya, tidak ada matinya. Patah tumbuh hilang berganti. Akhirnya kita terbiasa setiap hari melihat para koruptor dengan muka dan tampang sumringah seolah tak bersalah. Sebagian dari mereka sepertinya bangga bisa melakukan tindak korupsi. Hakim tindak pidana korupsi (tipikor) pun seperti tidak mau kalah, mereka mempermainkan pengadilan tipikor sehingga para koruptor banyak yang melenggang dengan bebas murni, atau kalau dihukumpun pasti seringan-ringannya, maling sendalpun kalah ringan hukumannya. Itulah gambaran tindak pidana korupsi dan koruptor di Indonesia. Di negeri yang katanya punya rasa dan budaya malu yang tinggi itu, ternyata mengambil hak-hak rakyat tidaklah dianggap sesuatu yang tercela. Tapi benarkah begitu? Seperti ada penjelasan lain untuk keanehan ini? Dulu sewaktu bersekolah di Bandung, saya sama sekali tidak mengerti bahasa Sunda. Saya hanya mengerti bahasa Indonesia. Di telinga saya yang bukan Sunda, justru setiap tutur kata orang Sunda terdengar halus dan merdu. Bahkan kata makian merekapun bagi saya malah membuat yang tertarik adalah urat tertawa saya. Ternyata naluri ke-Sunda-an saya tidak ada, atau tidak nyambung dengan naluri kebanyakan orang Sunda. Itulah mengapa saat saya dan teman saya yang orang Sunda dimarahi ibunya karena pulang pagi setelah begadang semalaman, saya tidak bisa menahan tawa mendengar ibu teman saya itu mengomel-omel. Saya mensinyalir bahwa nilai rasa kebanyakan orang Indonesia terhadap bahasa Inggris, adalah sama seperti nilai rasa saya terhadap bahasa Sunda. Bagi kebanyakan orang Indonesia, mungkin kata kalkulator, separator, kontraktor, koruptor, manipulator, eskalator, estimator, orator, adalah sama indahnya. Sehingga disematkan salah satu kata itu tidak menjadi masalah bagi orang kita. Semua sama-sama menyenangkan di telinga. Nyamannyaman saja. Lain halnya kalau orang kita diperdengarkan kata copet, jambret, rampok, apalagi maling…, pasti semua telinga jadi berdiri. Semua waspada. Dan tidak ada satupun gelaran copet, jambret, rampok, apalagi maling akan diterima dengan senang hati oleh kebanyakan orang Indonesia. Tidak satupun gelaran itu diterima, karena orang Indonesia terkenal santun dan selalu menjaga hati orang lain. Di masa orde baru, pemerintahpun mengeluarkan berbagai macam jargon-jargon kesantunan. Semua istilah diupayakan enak di telinga, enak saat dituliskan dan dibaca. Kita mengenal kata pasutri untuk pasangan suami istri, keluarga berencana untuk pembatasan kelahiran, narasumber untuk orang yang menjadi sumber berita, pramuwisma untuk pembantu, pramuria untuk atau pramu syahwat untuk pelacur, narapidana untuk orang hukuman, dan koruptor untuk maling uang negara. Sekarang bandingkan, mana yang lebih tepat guna dalam hal “reward and punishment”, “penghargaan dan hukuman”? Kalau untuk orang-orang yang berjasa, tentu tidak masalah kalau kita memberi istilah santun seperti pramuwisma untuk pembantu, pramusaji untuk pelayan restoran, pramugari untuk pelayan di pesawat udara.

Tapi apakah memang perlu kita bermanis-manis ria kepada orang-orang yang menjadi penyakit masyarakat seperti maling uang rakyat dihaluskan menjadi koruptor?! Maling tetap saja maling, uang siapapun yang dicurinya. Tapi saat ini koruptor “bukan” maling. Itulah yang terasa. Bahkan, kalau melihat kenyataan saat ini, di mana para maling yang disebut koruptor itu, dengan bangganya tampil di televisi. Senyum-senyum seperti tidak ada dosa saat difoto-foto oleh media. Adanya “dikotomi maling dan koruptor” telah menyebabkan tidak adanya efek jera dari sebuah penghukuman. Seorang koruptor akan tenangtenang saja saat diteriaki “KORUPTOR..!!”. Tapi akan beda reaksinya kalau mereka diteriaki “MALING..!!”. Penyematan istilah maling kepada siapapun yang mencuri sepertinya akan memberikan efek jera yang besar. Siapa di Indonesia ini yang bersedia menjadi istri, suami, bapak, ibu, saudara, anak, adik, kakak, dari seorang ‘MALING’. Semua merasa malu. Sehingga semua karin-kerabat itu akan mewanti-wanti seluruh anggota keluarganya untuk tidak terlibat dalam perbuatan bernama maling. Masyarakat juga sangat antipati terhadap maling. Lihat saja, hanya dengan sebuah teriakan maling, orang yang disangka maling dapat babak belur dihajar massa, bahkan mati diamuk massa. Tapi tidak ada yang akan mengamuki orang yang diteriaki ‘koruptor’. Massa hanya akan diam saja, karena kata koruptor tidak menghidupkan ‘alarm pencuri’ mereka. Sampai capek kita meneriaki seseorang sebagai koruptor, tidak akan ada orang yang akan menangkapnya. Tapi…, kalau sebutan koruptor itu diganti dengan ‘MALING’, maka semua orang langsung menyala ‘alarm pencuri’ mereka. Berbondong-bondong mereka akan merangsek menangkap pencuri yang bagi masyarakat Indonesia adalah dianggap sebagai laknat tersebut. Jadi, menyadari itu, tindakan mengurangi tindak pidana korupsi tidak cukup hanya dengan menangkap dan memenjarakan pelakunya. Tetapi harus ada penjeraan tidak saja pada pelaku, tetapi juga bagi orang-orang di sekitarnya, dan juga bagi masyarakat banyak. Karena itu, marilah kita kembalikan istilah ‘KORUPTOR’ menjadi ‘MALING’, karena jelas hakikat perbuatannya adalah sama, yaitu ‘PENCURIAN’. Kata ‘corrupt’ dalam bahasa Inggris lebih banyak berkonotasi kepada kata rusak atau tercemar, dan mungkin itu benar. Tetapi ternyata kata itu tidak membawa efek jera. Dan berdasarkan asas Persamaan di Depan Hukum (equality before of the law) yang dijamin oleh konstitusi negara seperti tercantum dalam UUD 1945 Amandemen pasal Pasal 28D ayat 1, ‘Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.’, maka penyebutan penyebutan terhadap setiap orang yang mengambil harta orang lain seharusnya sama, yaitu: “MALING”. Koruptor adalah maling. Sama derajatnya dengan maling sandal jepit, maling jemuran, maling listrik, maling kuda, dan maling-maling lainnya. Jadi tentu tidak boleh ada perlakukan khusus pada maling uang negara dengan menghalus-haluskan istilah untuk mereka itu. Jadi mari ganti istilah pencuri bernama koruptor ini menjadi “MALING”. Niscaya efek jeranya akan sangat terasa. Kalau sekarang…, koruptor ‘bukan’ maling.v


HUKUM

Yang Merepotkan Kapolda Baru

Seiring pergantian pejabat Kapolda Metro Jaya, seorang tahanan teroris kabur. Kapolda Metro Irjen Putut Eko Bayuseno tentulah harus langsung bekerja. Ia juga bertemu dengan Gubernur Joko Widodo membahas kejahatan dan kemacetan.

M

atahari masih terik pada Selasa siang itu, 6 November 12 sekitar pukul 13.30 WIB. Sekumpulan wanita berjubah dan bercadar hitam keluar dari ruang tahanan Narkoba Polda Metro Jaya. Mereka baru saja usai membesuk suami dan keluarganya yang ditahan karena kasus terorisme. Tak diduga sebelumnya, dalam rombongan pembesuk itu terselip Roki Aprisdianto, 29, terpidana terorisme. Ia kabur diduga bersamaan waktunya dengan saat kumpulan wanita bercadar tadi keluar. Maka jajaran Polda Metro Jaya pun tampak blingsatan. Terlebih lagi, baru beberapa hari saja Kapolda Metro diserahterimakan dari pejabat lama Irjen Untung S Rajab kepada Irjen Putut Eko Bayuseno. Indonesia Police Watch (IPW) menilai ada kejanggalan atas kejadian kaburnya tahanan teroris di Rutan Polda Metro Jaya bernama Roki Aprisdianto. Lembaga ini menduga ada upaya menjatuhkan citra Kapolda Metro

Inspektur Jenderal Polisi Putut Eko Bayuseno yang baru saja dilantik menggantik Irjen Pol Untung S Radjab. “IPW mempertanyakan kaburnya tahanan teroris dari Rutan Polda Metro Jaya. Apakah kaburnya tahanan itu karena kecerobohan atau ada unsur untuk menjatuhkan citra Kapolda Metro yang belakangan disebut-sebut sebagai calon kuat Kapolri setelah Timur Pradopo,” ujar Ketua IPW Neta S Pane Rabu (7/11). Neta menilai selama ini belum pernah ada tahanan teroris bisa kabur, terlebih tahanan teroris itu ditahan di rutan yang berada di Jakarta. Untuk itu IPW mendesak Polri mengusut kasus ini secara serius. Kaburnya Roki dinilai sebagai hal sangat aneh dan patut dicurigai. Sebab selama ini tidak pernah ada satupun tahanan teroris yang bisa melarikan diri. Bahkan Polri sangat tegas dan represif terhadap para penjahat teroris. “Kalau tahanan (kriminal biasa) kabur, mungkin masih bisa dimaklumi. Namun kalau

tahanan teroris, jelas ini sangat memalukan, terutama di saat Polri tengah gencar-gencarnya memberantas terorisme dan membangun pencitraan lewat keberhasilan memberantas terorisme,” kata Neta. Sedangkan kepolisian masih menyelidiki kaburnya Roki dari Rumah Tahanan Narkoba Polda Metro Jaya. Salah satu saksi yang juga tahanan mengaku melihat Roki kabur dengan mengenakan cadar. “Menurut kesaksian salah satu teman tahanan Roki, ada yang melihat Roki memakai penutup kepala (cadar) seperti yang dipakai pembesuk lainnya. Jadi analisis sementara dia kabur dengan rombongan pembesuk,” kata Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Rikwanto. Dia bilang, teroris yang berada di Rutan Narkoba Polda Metro berjumlah 70 orang dan hampir 95 persen menjadi narapidana karena putusan hukumnya tetap. “Polda sudah beberapa kali menyurati Kejati supaya mereka ditahan di Lapas. Tapi karena pertimbangan lain belum dikabulkan oleh Kejati,” tandasnya. Roki sendiri merupakan rekrutan dari kelompok Klaten yang ditangkap pada akhir 2010. Roki dijatuhi hukuman selama enam tahun penjara oleh pen-

07

gadilan pada 2011. Ia merupakan seorang calon “pengantin” yang siap untuk meledakkan diri. Berantas Kejahatan Selain kaburnya teroris, Kapolda Putut juga akan sibuk dengan penanganan kejahatan serta kemacetan lalu lintas di ibu kota. Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo meminta Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Putut Eko Bayuseno lebih tegas menindak kejahatan konvensional. Permintaan itu disampaikan saat Jokowi bertemu dengan beberapa pejabat tinggi di jajaran Polda Metro, Senin (5/11) di Balaikota. “Ada dua hal penting yang saya bahas bersama pak Kapolda tadi. Pertama, masalah kemacetan dan kedua, masalah kemanan di Jakarta. Ada satu terobosan yang akan kita buat bersama,” kata Jokowi. Pada kesempatan yang sama, Putut mengatakan, terkait masalah kemacetan, Kapolda Metro Jaya dan Dinas Perhubungan (Dishub) DKI akan bersamasama mengatasi masalah kemacetan di sekitar 70 titik kemacetan di Jakarta. “Untuk masalah kemacetan lalu lintas, Polda Metro Jaya dan Dishub DKI akan secepatnya menguraikan sekitar 70 titik kemacetan. Petugas lalu lintas dan petugas Dishub akan mengatur dan menjaga titik-titik

kemacetan tersebut,” kata Putut. Sementara itu, terkait masalah keamanan, Putut menuturkan pihaknya bersama Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI akan menjalankan Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Kamtibmas). “Kami, Polda Metro Jaya dan Pemprov DKI akan bersama-sama melaksanakan dan memelihara Kamtibmas untuk menegakkan hukum sekaligus menjaga keamanan di wilayah Jakarta,” ujar Putut. Ia menambahkan Polda Metro Jaya juga telah menjalankan operasi premanisme yang dimulai sejak Sabtu (3/11) malam. Puluhan preman di Blok M, misalnya, sudah diciduk. Jadi, selamat bertugas Pak Kapolda.v Ferdiansyah Anis

Mafia Hukum dalam Kasus Edih M

edia cetak, elektronik/TV dan media online mungkin sudah berulang kali mengangkat berita tentang kasus seorang warga negara Indonesia yang benama Edih Kusnadi, 32. Ia mendapat perlakuan tidak adil sejak di tangkap, sidik dan diadili di Pengadilan Negeri Jakarta Timur. Agen asuransi prudential ini didakwa melakukan tindak pidana “permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana narkotika dan precursor narkotika secara tanpa hak atau melawan hokum menerim anarkotika golongan 1 dalam bentuk bukan tanaman beratnya melebihi 5 (lima) gram” pasal 114 ayat 2 jopasal 132 ayat 1 UU RI no. 35 tahun 2009. “Padahal, jangankan memegang , melihat barangnya saja saya tidak pernah, begitulah pengakuan Edih kepada wartawan saat mengunjunginya di Rutan Cipinang beberapa waktu lalu. Berdasarkan dokumen berupa fotocopy putusan pengadilan tinggi dan kronologi kasus yang diberikan oleh Edih kepada

wartawan, terdapat banyak kejanggalan – kejanggalan dalam putusan tersebut antara lain : Riki pemilik narkoba dinyatakan DPO padahal sedang menjalani hukuman di nusa kambangan (berdasarkan keterangan Edih), barang bukti 54 gram shabu disita dari rumah Iswadi Chandra di batu ampar kramat jati jakarta timur bersama kurniawan seorang tukang ojek, sementara Edih ditangkap di jalan Gajah Mada Jakarta Pusat, hasil pengembangan penyidik melalui hubungan telepon antara Iswadi Chandra dan Edih Kusnadi. Menurut keterangan Edih Kusnadi pada kronologi kasusnya, sebelum siding vonis berlangsung, Zuherma, SH panitera pengganti PN Jakarta Timur diduga mencoba meminta uang sebesar Rp15 juta kepada orang tuanya dan dari Kurniawan Rp5 juta atas perintah ketua majelis hakim dengan imbalan vonis 8 tahun 8 bulan. Tapi Edih tidak menyanggupinya karena kasihan kepada orang tuanya yang tidak memiliki uang sebanyak itu.

Pada sidang vonis perkara yang sama dengan terdakwa Kurniawan, Vonis yang dijatuhkan ternyata 8 tahun 8 bulan denda Rp1 miliar subsider dua bulan penjara. Sedangkan Edih divonis 10 tahun penjara denda Rp1 miliar subsider empat bulan penjara. Selanjutnya tanpa lelah Edih sebagai korban berjuang mencari keadilan. Keluarga korban merasa ada permainan beberapa oknum. “Kami butuh keadilan, butuh perhatian dari masyarakat Indonesia”, ucap Kusnadi, ayah korban. Sementara itu, Jaringan Masyarakat Anti Penyiksaan Indonesia (JAPI), telah mengeluarkan pernyataan untuk menentang anti penyiksaan. Secara tegas JAPI mengajak masyarakat untuk menolak berbagai tindak penyiksaan dan tindakan lain yang merendahkan martabat kemanusiaan. Mendesak aparat Negara atau penegak hukum untuk tidak melakukan penyiksaan dan tindakan lain yang merendahkan martabat kemanusiaan dalam menjalankan tugasnya. Mendesak Pemerintah, Lembaga Legislatif dan Yudikatif

untuk lebih serius mengimplementasikan Konvensi Menentang Penyiksaan dalam peraturan perundangan yang berlaku, serta mencabut peraturan perundangan yang berpotensi dilakukannya tindakan penyiksaan oleh aparat penegak hukum. Mendesak untuk memberikan sanksi hukum yang tegas kepada aparat Negara penegak hukum yang melakukan tindakan penyiksaan dan merendahkan martabat kemanusiaan dengan menyediakan mekanisme hukum yang adil dan jujur. Namun pengesahan ratifikasi yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia ini belum menjamin praktek-praktek penyiksaan di hapus dari Bumi Indonesia. Aparat penegak hukum masih melakukan tindakan penyiksaan, baik secara fisik dan psikis untuk mengorek keterangan pihak yang diduga pelaku suatu tindak kejahatan atau kriminal. Aparat Negara juga masih mempraktekkan tindakan penyiksaan untuk membungkam kebebasan berekspresi masyarakat.

UU No. 5 tahun 1998 sebagai dasar hukum yang memayungi hal ini belum bisa berlaku efektif karena belum ada aturan-aturan pendukung yang dapat mengimplementasikan isi konvensi, dan membawa pelaku penyiksaan dalam proses hukum. “Hakim sudah dilaporkan ke KY pak, Saya tdk tahu lagi harus bagaimana? Ini murni rekayasa, saya bisa buktikan itu, baca kronologi saya pak. Korban ada 2, Kurniawan dan Edih, Kurniawan keterangannya dipakai disamakan dengan Iswadi agar dapat bukti untuk dapat memproses, dia juga sedang proses Kasasi pak.” kata Edih. Kalah pada proses banding di Pengadilan Tinggi DKI jakarta, keluarga Edih melanjutkan pada proses kasasi ke Mahkamah Agung sekaligus melaporkan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur yang menangani perkara ini ke Komisi Yudisial, dan komisi III DPR RI. Sejauh ini belum ada tanda-tanda Edih akan lepas dari masalahnya.v Pandhu


08

GONAS MELURUSKAN

REFORMASI

IN DEPTH

‘98

EDISI PERDANA, 10 NOVEMBER 2012

Amir Syamsudin

Nakhoda yang Mengenal Betul Awak Kapal & Penumpangnya “Refleksi ini merupakan waktu untuk melakukan intropeksi diri atas apa yang sudah dilakukan dan yang sedang dilakukan. Hal ini semakin berarti ketika kita bisa bersikap jujur dalam membedah berbagai kondisi yang terjadi dalam satu perjalanan pengabdian ini.” Menkumham Amir Syamsudin

S

eiring dengan dinamika perubahan dan perkembangan, tak terasa duet Menteri Amir Syamsudin dan Wakil Menteri Denny Indrayana sudah satu tahun memimpin Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham). Maka, beriringan dengan Hari Dharma Karyadhika Tahun 2012, berlangsung pula kegiatan refleksi satu tahun kinerja Kementerian Hukum dan HAM RI. Acara yang digelar di ruang Soepomo lantai 7 Gedung Utama Kementerian Hukum dan HAM RI, Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan ini memaparkan kinerja Menteri Hukum dan

HAM RI, Amir Syamsudin dan Wamenkumham Prof Denny Indrayana. Acara ini dihadiri segenap jajaran pejabat eselon I, II Pusat dan Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM RI melalui fasilitas Video teleconference. Menteri Hukum dan HAM RI, Amir Syamsudin menjelaskan, “Banyak isu yang telah kami hadapi, seperti persoalan Lapas, permasalahan narkoba sampai pemberian grasi terhadap para pelaku kejahatan narkoba.” Dalam refleksi 1 tahun ini juga Pak Menteri mendengarkan laporan dari berbagai daerah seperti Bali, Manado dan daerah lainnya terkait persoalan yang menjadi tupoksi Kementerian Hukum dan HAM RI di daerah. Dalam sambutannya Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsudin mengatakan, refleksi ini merupakan waktu untuk melakukan intropeksi diri atas apa yang sudah dilakukan dan yang sedang dilakukan. Hal ini semakin berarti ketika kita bisa bersikap jujur dalam membedah berbagai kondisi yang terjadi dalam satu perjalanan pengabdian ini. Amir Syamsudin menyadari bahwa perjalanan ke depan semakin besar tantangan yang dihadapi baik yang datang dari lingkungan global dan internal. Tapi ini tidak menyurut langkah untuk terus memberikan yang terbaik. Banyak yang sudah dilakukan dan ini mendapatkan apresiasi yang besar dari kementerian atau lembaga Negara yang lain, seperti, WTP (Wajar Tanpa Pengecual-

ian) dari BPK, Penilaian terhadap laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah dengan predikat B, Penghargaan Parahita Eka Praya dari Presiden RI dibidang perencanaan anggaran responsive gender, Indeks Persepsi Korupsi dalam pelayanan public yang semakin meningkat, program inisiatif anti korupsi yang meningkat. Penguatan pelaksanaan tupoksi yang sudah online ke UKP4, ditetapkannya beberapa satuan kerja sebagai wilayah bebas korupsi dan mendapat penghargaan melalui Open Government Indonesia (OGI) dengan mendapatkan juara II dari UKP4 dalam pelayanan passport. Diakhir sambutannya Amir Syamsudin mengatakan bahwa penilaian keberhasilan dikembalikan kepada masyarakat dan semua kritik membangun yang disampaikan dapat melahirkan performa yang lebih sempurna. Masih beriringan dengan kegiatan ini, berlangsung pula pembukaan kegiatan Legal Expo 2012 yang dipusatkan di Daerah Istimewa Yogyakarta. Acara yang dibuka langsung oleh Menteri Hukum dan HAM RI bertempat di Graha Pengayoman menggunakan fasilitas video teleconference ini dihadiri Wakil Menteri Hukum dan HAM RI, Para Pejabat Eselon I, II dan para pelajar di wilayah DKI Jakarta dengan menampilkan berbagai musik tradisional. Dalam sambutan pembukaan Legal Expo 2012 Amir Syamsudin mengatakan, “Semangat dan pesan yang terkandung dalam penyelenggaraan Legal Expo yang sama-sama kita hadiri ini adalah kenyataan bahwa pembangunan hukum dan HAM tidak dapat dilakukan sendiri oleh Kementerian Hukum dan HAM.” Menurut dia, perlu ada kerja sama dengan para pihak khususnya institusi yang bergerak di bidang hukum dan HAM.

Sejalan dengan itu peran serta masyarakat juga menjadi penting sebagai energi yang potensial untuk mendorong percepatan pembangunan di bidang hukum dan HAM. Pembangunan hukum dan HAM di Indonesia yang masih belum maksimal seperti sekarang ini bisa jadi disebabkan oleh kesalahan pengenalan dan pemahaman masyarakat akan institusi pelaku pembangunan hukum dan HAM itu sendiri. Masyarakat lebih melihat para pelaku pembangunan hukum dan HAM sebagai entitas elitis, daripada sebagai pihak yang menentukan kehidupan masyarakat melalui berbagai program dan kebijakan di bidang hukum dan HAM. Saat ini, sambungnya, wacana dan citra yang berkembang di tengah masyarakat adalah institusi pelaku pembangunan Hukum dan HAM berjalan sendiri-sendiri, tidak terkoordinasi, bahkan terjebak dalam relasi yang bersifat konfliktuil. Jika ini yang terjadi, kata Amir, maka paradigma kampanye hukum dan HAM perlu diubah, yakni dari elitis menjadi populis, dari parsial menjadi terintegrasi dengan harmonis. Perubahan paradigma ini menjadi penting selain untuk menumbuh-kembangkan kesadaran warga negara tentang makna penting hukum dan hakhak warga yang asasi, juga pada sisi lain untuk membuka partisipasi publik bagi pembangunan hukum dan HAM, demi pembangunan hukum yang bermuara pada keadilan dan kesejahteraan bangsa. Ia menjelaskan, untuk mewujudkan kampanye dan pembangunan hukum dan HAM yang populis maka paling tidak terdapat tiga hal yang perlu mendapat perhatian. Pertama, perlu disadari bahwa kampanye tentang kesadaran hukum dan HAM bukanlah gera-


GONAS

IN DEPTH

MELURUSKAN

REFORMASI

09

‘98

EDISI PERDANA, 10 NOVEMBER 2012

kan atau tindakan yang menghasilkan efek besar dan segera. Kampanye tentang hukum dan HAM lebih cenderung memiliki efek yang halus. Hal ini dikarenakan persoalan kesadaran hukum dan HAM merupakan persoalan mental, yang melibatkan kesadaran, karakter dan kemauan.

tiga tahun. Amir menilai, dia dan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Denny Indrayana selama ini sudah menjalankan program dan kegiatan yang berbeda dari biasanya. “Jadi terarah pada harapan kita Indonesia yang lebih baik ke depan,” tutur Amir.

“Sungguh kami berada dalam satu pelayaran dengan nahkoda yang mengetahui betul awak kapal serta para penumpangnya.” Sekjen Kemkumham Bambang Rantam Sariwantio Karena sifatnya yang halus maka tolak ukur keberhasilan peningkatan kesadaran hukum dan HAM tidak bisa diletakkan dalam rentang waktu yang sedikit.Maka sudah seharusnya pula para pelaku pembangunan hukum dan HAM melakukan sosialisasi dan komunikasi secara terus-menerus dengan masyarakat mengenai program serta kebijakan di bidang hukum dan HAM melalui berbagai kegiatan komunikatif seperti Legal Expo. “Pada jangka panjang, kampanye yang seperti ini akan menghasilkan generasi berikut, yang memiliki pemahaman dan kesadaran di bidang hukum dan HAM,” ujarnya. Usai acara, kepada wartawan Amir mengaku sudah bekerja semaksimal mungkin dalam satu tahun jabatannya. Ia berharap kinerjanya mendapat penilaian baik dari Unit Kerja Presiden untuk Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4). “Kami lakukan apa yang mampu kami lakukan. Semaksimal mungkin,” kata Amir. UKP4 menyampaikan penilaian kinerja para menteri dalam sidang kabinet. Pada 20 Oktober 2012, pemerintahan Kabinet Indonesia Bersatu II genap berusia

Terkait dengan persoalan lembaga pemasyarakatan yang disinggung dalam sambutannya, Amir Syamsuddin mengungkapkan, keterbatasan anggaran menjadi salah satu penyebab kurang maksimalnya rehabilitasi terhadap narapidana. “Keterbatasan anggaran membuat kami belum bisa maksimal untuk melakukan rehabilitasi,” kata Amir. Ia menjelaskan, sampai saat ini, kapasitas rutan, khususnya tempat rehabilitasi terhadap narapidana yang melakukan kejahatan narkoba sudah mencapai 40 persen. Lebih dari itu, Amir juga mengakui bahwa masih belum sterilnya rutan atau lapas dari peredaran narkoba. Untuk itulah, lanjut Amir, dirinya kini tengah berusaha menciptakan lapas yang steril dengan mengadakan MoU dengan pihak terkait. “Jadi kami terus meningkatkan sinergitas dengan pihak lain seperti BNN. Kita tahu sepanjang setahun masa tugas saya dan Wamen banyak dinamika bagaimana menangani Lapas,” ucap Amir. Sekretaris Jenderal Bambang Rantam Sariwantio mengatakan bahwa selama kepemimpinan Amir Syamsudin muncul dina-

mika perubahan yang sangat besar. Tergambar sangat jelas semangat kemitraan yang terjalin dengan sangat alami, tegas dalam penguatan namun lembut dalam pembimbingan. “Sungguh kami berada dalam satu pelayaran dengan nahkoda yang mengetahui betul awak kapalnya serta para penumpangnya,” kata Bambang Rantam disambut tepuk tangan yang meriah dari yang hadir. Menteri Hukum dan Ham Amir Syamsudin menambahkan “Faktor kedua untuk menjadikan hukum dan HAM lebih populis adalah dengan memudahkan pilihan mental masyarakat. Pilihan untuk menjadikan hukum dan HAM sebagai entitas strategis (dan karenanya harus diperjuangkan) adalah pilihan dengan kategori yang rumit. Pilihan dengan kategori high-involvement mengandung kompleksitas dalam penilaian, karena memang produk yang ditawarkan (dalam hal ini hukum dan HAM) memang bersifat tidak sederhana. Untuk mengurai kompleksitas produk tersebut maka publik pun menuntut hasil konkret.

Jika selama ini dikatakan bahwa dengan penegakan hukum dan HAM rakyat akan menjadi lebih sejahtera, maka sebenarnya masyarakat sebagai konsumen dari kampanye hukum dan HAM justru memiliki proses mental yang terbalik; yakni terlebih dahulu menuntut bukti sejauh mana penegakan hukum dan HAM sudah berakibat baik bagi kualitas hidup mereka. Maka dalam konteks ini lagi-Iagi kita menemukan relevansi penyelenggaraaan Legal Expo, yakni sebagai medium sosialisasi dan informasi kepada publik tentang sejauh mana pemerintah dan para pihak terkait telah melakukan pembangunan di bidang hukum dan HAM, serta bagaimana pengaruhnya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Faktor ketiga untuk menjadikan hukum dan HAM lebih populis adalah mengubah citra lembaga yang bergerak di bidang pembangunan hukum dan HAM sedemikian rupa sehigga dekat dengan masyarakat. Pencitraan ini menjadi penting agar masyarakat tidak bersikap apatis terhadap program dan kebijakan yang ditelurkan institusi hukum. Seberapa bagusnya kinerja, program dan kebijakan yang ditunjukkan oleh suatu institusi hukum dan HAM, jika masyarakat kemudian melihat bahwa apa yang dilakukan tidak bersentuhan dengan hajat hidup dan kesejahteraan masyarakat maka hal upaya-upaya tersebut justru kontra-produktif bagi pembangunan hukum itu sendiri. Dalam konteks ini, adanya fakta keterlibatkan oknumoknum institusi pembangunan hukum dan HAM janganlah menyurutkan upaya kita untuk terus melakukan pembangunan hukum dan HAM,” tandasnya.v

Ferdiansyah Anis


10

K

AGENDA

RUU Keamanan Nasional Masih Kontroversial

antor DPP Partai Demokrat (PD) sempat menjadi sasaran aksi penolakan Rancangan Undang Undang Keamanan Nasional (RUU Kamnas). Di tempat itu, elemen mahasiswa mendesak agar Ketua Umum PD, Anas Urbaningrum mengintruksikan kepada anak buahnya di DPR untuk menolak RUU tersebut. “Anas sebagai mantan aktivis tentu tahu, bagaimana jika aparat TNI yang mengamankan para demontrans. Sudah sepantasnya Anas ikut berjuang bersama kami,” kata Presedium KAMERAD, Haris Pertama kepada wartawan, awal November lalu. Haris menilai Anas sebagai pimpinan partai mayoritas di DPR wajib hukumnya menolak RUU Kamnas. “Dalam bentuk revisi apapun, RUU Kamnas harus ditolak. Kita tidak ingin para mahasiswa yang memperjuangkan rakyat akan kembali diperlakukan seperti zaman orde baru,” tegasnya. Tidak hanya Demokrat, seluruh partai yang ada di DPR juga sepantasnya menolak RUU yang mengancam kebebasan berdemokrasi. Pasalnya, kata Haris jika

Pembahasan Rancangan Undang-Undang Keamanan Nasional riuh dengan pro dan kontra. Ada yang mengkhawatirkan jika RUU itu disahkan menjadi UU, maka otoritarianisme Orde Baru akan kembali lagi. Namun, ada pula yang menilai kondisi sudah berubah sehingga masyarakat tidak perlu khawatir UU itu disalahgunakan. RUU disahkan maka kegiatan masyarakat sipil akan dibatasi oleh pemerintah. “Sebagai wakil rakyat sudah sepantas membela kepentingan rakyat, jika mengesahkan RUU tersebut, maka DPR sudah mengkhianati rakyat,” bebernya. Atas sikap penolakan tersebut, Haris mengancam akan melakukan aksi besarbesaran untuk mengepung gedung DPR dan kantor DPP Partai Demokrat dan partai-partai lain. “Kami akan turunkan aksi besar-besaran. Dan kami akan kepung kantornyanya Anas,” tandasnya. (jpnn) Di sisi lain, mantan Panglima TNI, Endriartono Sutarto menyatakan bahwa Rancangan Undang-undang Keamanan Nasional (RUU Kamnas) yang diusulkan pemerintah ke DPR tak perlu disikapi dengan kekhawatiran berlebihan. Menurutnya, RUU Kamnas itu justru diharapkan

menjadi jawaban atas ancaman terhadap keamanan nasional yang makin kompleks. Tarto -panggilan Endriartono- mengatakan, saat ini spektrum Keamanan Nasional sudah begitu luas karena meliputi keamanan negara, keamanan masyarakat dan keamanan insani. “Di zaman modern ini, musuh negara bukan hanya serangan militer dari luar ataupun teroris. Musuh non-militer dapat lebih berbahaya, karena sering tidak terlihat,” kata Tarto. Penyandang empat bintang di pundak saat aktif di militer itu mencontohkan perdagangan internasional yang dalam beberapa hal juga membawa ancaman non-militer. Bahkan dalam perdagangan internasional, lanjutnya, ancaman dan musuh di dalamnya tidak bisa secepatnya teridentifikasi. Mengingat kompleksitas pelaksanaan fungsi keamanan nasional tersebut,

lanjut Tarto, maka diperlukan pengaturan yang tertib, terkoordinasi dan terkendali dengan sebaik-baiknya melalui RUU Kamnas. “Peran, fungsi dan tugas masingmasing aktor keamanan harus diatur dan dikoordinasikan agar tidak terjadi tumpang tindih atau menyisakan daerah abu-abu,” urainya. Bagaimana dengan tudingan bahwa RUU Kamnas hendak mengembalikan fungsi pemerintah dan negara seperti era Orde Baru? Tarto tak sependapat dengan anggapan tersebut. Tarto beralasan, kondisi saat ini dengan era Orde Baru sudah sangat berbeda. “Membandingkan keamanan nasional sebagai suatu hasil dari dua keadaan yang berbeda tentulah tidak fair karena perbandingan itu menjadi tidak apple to apple,” ujar Endriartono, Jakarta, Selasa (6/11).

Meski demikian Endriartono mengingatkan tiga hal jika nantinya RUU Kamnas disahkan. Pertama, RUU tersebut harus memiliki keabsahan filosofis. “Harus ada kesesuaian antara UU Keamanan Nasional dengan sistem nilai filsafat dan ideologi kenegaraan, dalam konteks Indonesia itu tercantum padat dalam empat alinea Pembukaan UUD 1945,” sebutnya. Kedua, UU Kamnas harus memiliki keabsahan secara sosiologis. Artinya, lanjut Tarto, UU Kamnas harus sesuai dengan karakter bangsa yang majemuk dari aspek ras, etnis, suku, agama mapung strata sosial. “Yang ketiga adalah keabsahan yuridis. Yakni harus ada kesesuaian dan konsistensi dengan keseluruhan sistem hukum positif di Indonesia,” sebutnya. Jadi, ia menilai Rancangan Undang-Undang (RUU) Keamanan Nasional (Kamnas) tidak usah terlalu terburuburu disahkan. Berbagai unsur harus dipikirkan secara matang. v MELANI


AGENDA

11

Perlukah Ormas Diatur UU? Sama seperti RUU Kamnas, RUU Ormas juga banyak dipertanyakan. Terlebih lagi, RUU ini dapat membuat semua lembaga sosial termasuk mesjid dan gereja melaporkan sumbangan amal yang diterimanya. Masuk akalkah RUU Ormas seperti ini?

D

engar saja apa kata Choirul Anam. Wakil Direktur Human Rights Working Group (HRWG) Chairul Anam dalam keterangan pers di kantor Wahid Institute mengatakan Rancangan Undang-undang Organisasi Masyarakat (RUU Ormas) yang saat ini sedang dibahas DPR dan pemerintah sifatnya sangat mengontrol masyarakat sipil. Dalam RUU tersebut, kata Anam, dinyatakan bahwa organisasi berbadan hukum yayasan dan perkumpulan maupun organisasi yang tidak berbadan hukum, wajib daftar sebagai ormas dan memiliki Surat Keterangan Terdaftar (SKT) dari Kementerian Dalam Negeri yang dapat diperpanjang, dibekukan dan dicabut. Menurut Anam, proses birokratisasi juga akan dihadapi oleh dua atau tiga orang yang ingin berkumpul karena kesamaan hobi, seni, olahraga dan lain sebagainya. Mereka harus memiliki akta pendirian yang dikeluarkan oleh notaris, memiliki AD/ART, program kerja, kepengurusan, surat keterangan domisili, nomor pokok wajib pajak. Selain itu dalam RUU ini organisasi yang akan mendapatkan sumber pendanaan dari manapun terlebih dahulu harus melaporkan atau mendapatkan

persetujuan pemerintah Anam juga menilai pemerintah dan DPR berupaya membungkam kelompok-kelompok yang kritis terhadap pemerintah melalui peraturan ini. “Kalau ini disahkan, kalau kemarin index kebebasan Indonesia cukup tinggi maka tiba-tiba Indonesia akan disamakan dengan Tiongkok, Laos, Vietnam, dan Afganistan yang tidak memiliki tradisi demokrasi sama sekali. Ini tantangan bagi SBY untuk dua tahun kedepan ini, kalau dia ingin meninggalkan pemerintahannya dengan baik, hentikan RUU ini. Kalau tidak, maka dia akan tercatat dalam sejarah sebagai satusatunya presiden di dunia yang sistemnya modern, yang katanya demokratis, tetapi memberangus masyarakat sipil,” papar Anam. Tokoh agama Romo Benny Susetyo mengungkapkan dalam aturan tersebut organisasi sosial keagamaan juga akan dilarang untuk menerima sumbangan berupa uang, barang ataupun jasa dari pihak manapun tanpa mencantumkan identitas yang jelas. Hal ini, tambahnya, berpotensi menyulitkan organisasi sosial keagamaan yang biasa menerima donasi tanpa identitas jelas. Karena kita tidak bisa lagi mengelolah dana-dana publik karena mereka (pemerintah)

berhak meminta laporan pertanggungjawaban, misalnya kolekte gereja akan terkena ini, dia harus melaporkan ini padahal pemerintah tidak pernah menyumbang. Kotakan mesjid itu akan terkena karena konsekuensi itu. Jadi ini persoalannya adalah bahwa penguasa tidak percaya dengan lembaga-lembaga keagamaan yang secara transparan mempunyai mekanisme sendiri. Kalau ini diterima maka ormas keagamaan akan terancam,” ujar Romo Benny Susetyo. Sedangkan aktivis HAM Usman Hamid, menggalang dukungan masyarakat terkait penolakan RUU Ormas ini. “Dari kajian banyak kalangan, RUU ini sangat tidak layak karena itu kita ingin mengajak siapapun yang ingin mendukung penolakan RUU ini, silahkan langsung ke www. change.org/RUUOrmas, silakan tandatangani petisi tersebut juga bisa sampaikan pendapat anda untuk mencegah adanya undangundang yang dapat memberangus kebebasan berorganisasi kita semua”, papar Usman Hamid. Selain itu organisasi kemasyarakatan maupun yang bernaung di bawah partai politik juga terancam bubar. “Organisasi-organisasi yang berada di bawah partai politik seperti Kosgoro harus bubar,” kata aktivis

dari Kontras, Usman Hamid. Alasannya, organisasi-organisasi tersebut belum mengantongi Surat Keterangan Terdaftar (SKT) dari Kementerian Dalam Negeri. Mereka baru mendapat akta notaris. Padahal dalam Pasal 16 RUU Ormas disebutkan setiap organisasi berbadan hukum yayasan dan perkumpulan, maupun organisasi yang tidak berbadan hukum wajib punya SKT. Tak hanya organisasi besar, kata Usman, perkumpulan semacam pecinta fotografi hingga arisan yang diselenggarakan ibu-ibu juga harus mendapatkan izin dari Kementerian atau kepala daerah di tingkat masing-masing. Lantas, setiap perkumpulan dan organisasi juga harus memiliki akta pendirian yang dikeluarkan oleh notaris, AD/ ART, program kerja, kepengurusan, surat keterangan domisili, Nomor Pokok Wajib Pajak, dan surat pernyataan kesanggupan melaporkan kegiatan. Romo Benny dari Konfernsi Wali Gereja Indonesia menambahkan, jika RUU Ormas jadi disahkan, tak hanya organisasi yang dikhawatirkan akan dibubarkan, bahkan kotak amal pun bisa terancam keberadaannya. Alasannya, dalam Pasal 34 ayat 2 RUU Ormas, setiap

organisasi wajib melaporkan dan mendapat persetujuan pemerintah untuk menerima sumbangan dari sumber mana pun. Padahal kotak masjid juga dikoordinir oleh pengurus masjid, yang lagilagi mesti mendapat SKT. Sementara itu, ketua panitia khusus RUU Ormas Abdul Malik Haramain mengatakan pembahasan RUU Ormas sematamata bertujuan agar Ormas lebih produktif dan bukan mengendalikan. Ini dilakukan karena saat ini banyak ormas kontraproduktif dengan pembangunan nasional seperti mengancam kebebasan orang lain dan melakukan tindakan anarkis. Politikus Partai Kebangkitan Bangsa ini membantah jika RUU Ormas ini akan mengancam kebebasan berserikat dan berkumpul. Abdul Malik Haramain mengatakan, “UU ini dibuat bukan mengekang apalagi mengancam kebebasan. Rujukan kita jelas, konstitusi, dasar kita UUD 1945 pasal 28. Yang jelas tidak hanya memberikan kebebasan tetapi juga menghormati.” Abdul Malik Haramain mengungkapkan saat ini di Indonesia terdapat sekitar 65 ribu Ormas.v PANDHU


12

Y

DAERAH

Para Bupati pun Protes RUU

a, para bupati memang meminta agar pembahasan Rancangan Undang undang Aparatur Sipil Negara (RUU ASN) oleh DPR dan pemerintah ditunda. Sampai kapan? Sampai ada pengkajian yang lebih mendalam tentang beberapa hal krusial yang terdapat di dalamnya. Itulah sebagian putusan Rapat Koordinasi Asosiasi Pemerintah Daerah dalam Menyikapi RUU ASN, di Sekretariat Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI), Jakarta, Kamis (8/11). Ketua APKASI, Isran Noor, menegaskan, pihaknya menilai akan terjadi gesekan kepentingan jika RUU ASN tersebut dipaksakan untuk direalisasikan. "Terutama pada bagian wewenang kepala daerah dalam hal menentukan kebutuhan, pengangkatan dan mutasi PNS dialihkan secara penuh kepada Sekretaris Daerah,” ujar Isran Noor. Dia menegaskan, secara politis yang dipilih oleh rakyat adalah Kepala Daerah (Kada),sehingga yang harus mempertanggungjawabkan, memberikan laporan pada akhir tahun, adalah Kada,

Lagi-lagi RUU yang sedang dalam pembahasan DPR dan pemerintah mendapat reaksi negatif. Kali ini para kepala daerah kabupaten yang meminta penundaan pembahasan RUU Aparatur Sipil Negara. Jika para bupati itu aktivis, mungkin mereka pun berdemo ramai--ramai. bukan Sekda. "Sehingga jika performance dan kinerja tidak tercapai yang disalahkan adalah kepala daerah bukan Sekda. Oleh karena itu ada kekhawatiran dari kepala daerah jika kewenangan Sekda itu dimasukan dalam RUU ini,” kata Isran yang juga bupati Kutai Timur, Kalimantan Timur, itu. Ia memaparkan, penolakan tersebut bukan dikarenakan karena takut kehilangan kewenangan dan kekuasaan. Namun, tegasnya, didasari oleh keinginan untuk tetap menjaga harmonisasi dan jalannya pemerintahan yang satu irama antara pegawai negeri dan para aparatnya. “Kami memiliki komitmen moral dalam memperkuat dan menyelenggarakan pemerintahan yang baik melalui UU ASN ini, selama tidak menggangu dan menimbulkan permasalahan di daerah,” kata Isran.

Pada rapat yang juga dihadiri juga pengurus Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi) ini, Isran Noor mengungkapkan bahwa para kepala daerah secara prinsipil mendukung kehadiran aparatur sipil negara yang berbasis profesionalisme dan kompetensi serta memenuhi kualifikasi dalam menduduki jabatannya. Hal ini disebabkan Aparatur Sipil Negara diserahi tugas untuk melaksanakan tugas pelayanan publik, tugas pemerintahan dan tugas pembangunan tertentu. “Kami menghargai, dan menghormati atas inisiatif DPR RI ini, tapi kita juga menginginkan agar hasil dan undang-undang ini dapat bermanfaat untuk banyak pihak tanpa ada pihak yang dirugikan," ungkapnya. "Jadi, menurut saya tinggal kita pikirkan bagaimana formula yang tepat agar rancangan ini

bermanfaat, berguna dan mampu mempertahankan kondisi yang selama ini sudah berjalan harmonis,” tambahnya. Sedangkan Bupati Bengkulu Utara Imron Rosyadi mengungkapkan bahwa selama ini sistem yang diterapkan sudah berjalan dengan baik dan tidak ada masalah yang berarti. Ia mengungkapkan bahwa rencananya usulan dari hasil Rapat Koordinasi dari Asosiasi Pemerintah Daerah ini akan disampaikan pada Fraksifraksi di DPR RI, Ketua Partai Politik, Mendagri, dan Menpan RB. Seperti diketahui Komisi II DPR RI saat ini sedang menyusun dan membahas RUU ASN, yang aantara lain isinya memangkas kewenangan kepala daerah sebagai Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) dan memberikan kewenangan tersebut kepada pejabat karir tertinggi di daerah yakni sekda.

. Menurut Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso, RUU ASN rencananya akan merombak secara dramatis dari UU yang mengatur tentang kepegawaian yang pernah ada, “Dulu pernah di zaman Orba pernah ada UU Pokok Kepegawaian No. 8 Tahun 1974, kemudian diperbarui dimasa reformasi, dan dalam pembahasan RUU ASN ini, sekarang saya ingin mengingatkan kembali betapa pentingnya reformasi birokrasi ini, karena dari sejarah ini merupakan kunci dari sebuah Negara berhasil atau tidak dalam meletakan dasardasar berdemokrasinya,” jelasnya seperti yang dilansir dari website resmi DPR RI. Ia juga menjelaskan, jika dahulu di zaman Orba sebagus apapun sistem aparatur sipil di masa itu, tetap timbul kritikan, dimana UU Kepegawaian tersebut didesain khusus untuk menjadikan monoloyalitas seluruh aparatur birokrasi, di mana, siapapun PNS harus loyal tunggal kepada pemerintah dan partai pendukung pemerintah saat itu. v

LINTAS PERISTIWA Rangkul LSM

LSM di Deklarasi Rieke-Teten

D

P

ewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) merangkul lembaga swadaya masyarakat untuk bersama mengawasi penyelenggaraan Pemilu 2014. Kerja sama itu bertajuk 'Meningkatkan Peran LSM dalam Penegakkan Kode Etik Penyelenggara Pemilihan Umum.' Pada hari kedua kerja sama ini, seperti dilansir bawaslu. go.id, Jumat (9/11), digelar brainstroming dari para narasumber dengan materi 'Kode Etik Penyelenggara Pemilu dan Penegakannya serta Peran LSM dalam Penegakkan Kode Etik Penyelenggara Pemilu.' Sedangkan pada sessi bussines meeting, DKPP mengharapkan peserta dapat memberikan ide, gagasan, dan pemikiran tentang peranan LSM dalam penegakan kode etik dan merumuskan format kerja sama yang dituangkan dalam program. Peserta yang hadir terdiri dari 5 utusan dari 12 LSM antara lain SIGMA, TEPI, KIPP, CETRO, JPPR Forum Rektor, Perludem, FITRA, ICW, Transparansi Indonesia, FORMAPPI, 7 Strategic Studies. Acara yang dipandu oleh anggota DKPP Saut Hamonangan Sirait ini diakhiri dengan rekomendasi.v

Pengalihan Isu P

ernyataan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Ida Budhiati terkait konflik internal antara sekretaris jenderal (sekjen) dengan para komisioner, mencengangkan publik. Diduga, pernyataan tersebut merupakan bentuk pelemparan tanggung jawab, mengingat selama ini banyak pihak mengkritik kinerja KPU. “Diduga hanya sebagai bentuk pengalihan isu atau kambing hitam,” kata koordinator LSM pemantau pemilu Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma), Said Salahudin. Dugaan tersebut didasarkan kepada pernyataan Ida, yang tidak rinci menjelaskan bentuk pembangkangan sekjen kepada komisioner KPU. Sehingga pengakuan Ida terkesan hanya sebagai upaya penyelamatan KPU dari segala tuduhan miring, dengan mengorbankan sekjen. “Karena memang dia belum sampaikan terinci, apa saja bentuk pembangkangan (sekjen), seperti bu Ida diusir dari ruangan, dukungan administrasi ke komisioner tidak memadai, dalam bentuk apa?” kata Said. Namun kemungkinan lain dari pernyataan Ida tersebut adalah bentuk respon positif KPU, terhadap masukan dan laporan dari masyarakat yang menginginkan perbaikan kinerja KPU. “Tetapi saya cenderung yang ini, karena konsekuensinya berat. karena mengarangngarang cerita di depan kode etik terlalu beresiko,” terangnya.v

MELANI

asangan Rieke Diah Pitaloka dan Teten Masduki akhirnya resmi diusung Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dalam Pilgub Jabar Februari tahun depan. Acara deklarasi pasangan ini di kantor DPP PDIP diramaikan oleh massa partai dan LSM. Dari massa luar partai tampak antara lain Tosca Santoso dan Romo Benny Susetyo. Mereka menyambut kedatangan pasangan itu dan menghadiri pembacaan keputusan PDIP yang dibacakan Sekjen Tjahjo Kumolo. “Menetapkan Rieke Diah Pitaloka sebagai cagub dan Teten Masduki cawagub yang diusung dari PDI Perjuangan di Jawa Barat. Mereka diusung secara mandiri karena kursi kita mencukupi untuk maju sendiri,” kata Tjahjo yang disambut tepuk tangan oleh massa.v

Gelagapan Ditanya LSM Gubernur Sulawesi Selatan Syahrul Yasin Limpo membela diri setelah diberitakan sebagai daerah terkorup versi Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK) dan LSM Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (Fitra). Politikus Golkar itu berkilah daerahnya menghabiskan anggaran daerah lebih besar dibandingkan dengan daerah Sulawesi lainnya karena kebutuhannya pun begitu besar. “Kalau kebetulan Sulawesi Selatan lebih besar dibandingkan daerah Sulawesi lain karena ada beberapa pos TNI, polisi, pos nasional yang ada di Makassar,” kata Syahrul usai pertemuan dengan pimpinan KPK, di Jakarta, Rabu (7/11/2012). Namun, Syahrul tampak gelagapan saat ditanya besarnya anggaran yang diterima daerahnya sebanding dengan tindakan korupsi yang marak di Sulawesi Selatan. Dia lantas berkelit dengan predikat WTP dari BPK. “Kami tidak dapat evaluasi yang pasti tentang hal tersebut, kalau dikatakan korupsi di mana? Karena kami dua tahun ini dapat predikat WTP (Wajar Tanpa Pengecualian) dengan clear and clean,” ujar Ketua DPD Partai Golkar Sulsel. Syahrul kembali beralasan, faktor penduduk ternyata mempunyai pengaruh dalam proses perputaran uang begitu besar di Sulsel. “Jadi bukan berarti kasusnya yang besar tapi peredaran uang di Sulsel yang besar, karena Sulsel juga provinsi dengan penduduk terbesar di luar Jawa,” kilahnya. v FERDIANSYAH ANIS


EKBIS

B

Isran Terus Melawan

egitulah. Bupati Kutai Timur, Kalimantan Timur, Isran Noor, menyesalkan pernyataan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) yang menyatakan Pemerintah Kabupaten Kutai Timur seharusnya berkoordinasi dengan Pemerintah Pusat mengenai pencabutan izin pertambangan perusahaan tambang Churchill Mining. Ia memertanyakan, apakah Kepala BKPM itu mengerti atau tidak substansi permasalahan sebelum mengeluarkan pernyataan di media massa. “Saya tidak mengerti, Kepala BKPM tersebut mengetahui substansi masalahnya atau tidak, kok bisa mengeluarkan pernyataan seperti itu kepada media,” katanya kepada wartawan usai Rapat Koordinasi Asosiasi Pemerintah Daerah dalam Menyikapi RUU ASN, di Sekretariat Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI), Jakarta (8/11).

Memang, beberapa waktu yang lalu Kepala BKPM, Chatib Basri, menyebutkan bahwa kasus sengketa tambang batubara antara pemerintah dengan perusahaan tambang asal Inggris, Churchill Mining Plc sebenarnya dapat dihindari jika Pemkab Kutim berkoordinasi. Isran menilai pernyataan tersebut dapat melemahkan posisi pihaknya di Pengadilan Aritrase Internasional. “Karena saya lihat pernyataannya juga dilansir beberapa media berbahasa asing sehingga membuat seolaholah kesalahan ada di pihak kita. Jika kita kalah apakah dia mau bertanggung jawab?” bebernya. Ia menjelaskan, dalam hal pemberian izin, Kepala Daerah sudah ada payung hukumnya di Undang-undang. Dia menegaskan, Kepala Daerah itu juga memiliki kewenangan yang dilindungi oleh UU dalam memberikan sanksi pada pengusaha yang berinvestasi di daerahnya.

KRONOLOGI April 2005 Churchill Mining Plc. Mencatatkan diri di Alternative Investment Market (AIM), pasar sekunder London Stock Exchange November 2005 PT Indonesia Coal Development (ICD) berdiri dengan izin usaha di BKPM di bidang jasa pertambangan dan geologi. Saham dimiliki Andreas Rinaldi (5%) dan Profit Point Gourp Limited (95%) Mei 2006 Churchill Mining Plc dan Planet Mining, Pty. Ltd. Akusisi saham ICD (Churchill 95%, Andreas Rinaldi 5%) Mei 2007 Churchill dan PT Techno Coal Utama Prima (TCUP) mengadakan sales agreement untuk mengambil 75% saham East Kutai Coal 26 November 2007 TCUP mendapat hibah saham dari Ani Setiawan dan Florita atas saham-saham milik mereka di PT Ridlatama Tambang Mineral (RTM dan PT Ridlatama Trade Powerindo (RTP) 28 November 2007 Ani Setiawan dan Florita serta ICD tanda tangani Investor Agreement dan Cooperation Agreement

Pejabat daerah otonom kini memiliki otoritas lebih tinggi dibandingkan dengan ketika zaman Orde Baru. Jadi, jika sekarang Bupati berbantah-bantahan dengan Ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal hendaknya dilihat sebagai hal biasa. Sebelumnya, Kepala BKPM Chatib Basri menilai, kasus sengketa tambang batu bara antara pemerintah dengan perusahaan tambang asal Inggris, Churchill Mining Plc, sebenarnya dapat dihindari jika pemerintah Kabupaten Kutai Timur berkoordinasi dengan pemerintah pusat. “Kasus tersebut bisa dihindari jika pemerintah daerah yang mencabut izin pertambangan berkoordinasi terlebih dahulu dengan pemerintah pusat,” kata Chatib saat membuka acara “Gelar Potensi Investasi Daerah” di Jakarta, Senin. Chatib menjelaskan, pemerintah daerah dalam era otonomi memang mempunyai kewenangan yang besar untuk mengeluarkan atau mencabut izin usaha. Namun di sisi lain, dia menilai setiap tindakan yang berpotensi menimbulkan konflik harus

Maret 2008 Perjanjian investor dan perjanjian kerjasama antara Florita dan Ani Setiawan, ICD, TCUP, PT Investama Resources (IR) dan PT Investime Nusa Persada (INP) April 2008 SK Bupati Kutai Timur tentang Kontrak Pertambangan (KP) Eksplorasi untuk Grup Ridlatama

dilaporkan kepada pemerintah pusat. Koordinasi tersebut penting karena sengketa dalam kasus Churchill tidak hanya melibatkan pemerintah Kabupaten Kutai Timur melainkan juga telah menyeret pemerintah pusat dalam gugatan arbitrase internasional yang diajukan perusahaan tambang tersebut. “Meskipun pemerintah daerah berwenang sepenuhnya untuk mencabut izin usaha, sebaiknya setiap kebijakan diberitahukan ke pusat agar dapat diantisipasi dampak-dampaknya,” kata Chatib. Chatib, mengutip pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, menyesalkan tindakan pemerintah Kabupaten Kutai Timur yang baru melaporkan kepada pemerintah pusat setelah terjadinya gugatan. “Presiden sendiri menyesalkan kejadian ini dan mengimbau kepada seluruh pemerintah dae-

ing di area hutan lindung oleh Grup Ridlatama. ICD membeli 99,1% saham TCUP Mei 2010. SK bupati Kutai Timur tentang terminasi IUP Grup Ridlatama. Beredar surat palsu bupati Kutai Timur yang mencaut SK terminasi Grup Ridlatam Agustus 2010 Grup Ridlatama gugat bupati Kutai Timur ke PTUN Samarinda

Februari 2009 Laporan BPK tentang Izin Usaha Pertambangan Grup Ridlatama palsu dan overlap dengan IUP Grup Nusantara

September 2010 Sekda Provinsi Kalimantan Timur klarifikasi adanya surat pemberlakukan kembali IUP Grup Ridlatama

Juni 2009 Annual Report Churcill (sudah drilling meskpun belum ada IPPKH)

Oktober 2010 Bupati Kutai Timur balas surat Sekda Provinsi Kalimantan Timur tentang klarifikasi IUP Grup Ridlatama

September 2009 Surat bupati Kutai Timur ke LSX dan Churchill tentang penjelasan atas aset batubara Indonesia milik Churchill Oktober 2009 Surat kedua bupati Kutai Timur ke LSX dan Churchill tentang penjelasan aset batubara Indonesia milik Churchill Desember 2009 Dirjen Minerba menolak aplikasi IPPKH Eksplorasi IR dan INP karena laporan BPK April 2010 Surat Menhut tentang dugaan illegal min-

27 Januari 2011 Investor Agreement 2007 dibatalkan 28 Januari 2011 Keluar SK Bupati tentang penghentian aktivitas dan pengosongan lokasi Ridlatama Maret 2011 PTUN Samarinda menangkan bupati Kutai Timur atas gugatan Grup Ridlatama Juni 2011 Surat Menteri Kehutanan ke bupati Kutai Timur tentang laporan investigasi illegal mining

13

rah agar tidak bertindak sendiri,” kata dia. Sengketa tambang batu bara di Kutai Timur bermula ketika bupati di daerah tersebut mencabut izin usaha pertambangan Churchill pada 2010 lalu. Perusahaan itu kemudian mengajukan gugatan perdata yang terus gagal sampai pada tingkatan kasasi. Churchill kemudian mengirim surat kepada Presiden untuk mendapat perlindungan dan kepastian hukum pada April lalu. Satu bulan kemudian, perusahaan tersebut mengajukan gugatan ke International Centre for Settlement of Investment Disputes. Gugatan tersebut ditujukan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Bupati Kutai Timur Isran Noor, Menteri ESDM Jero Wacik, Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan, Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa, dan Kepala BKPM. v MELANI

8 Agustus 2011 PTUN Jakarta Menolak gugatan banding Ridlatama 15 Agustus 2011 ICD menggugat Andreas Rinaldi di PN Tangerang atas pengalihan 25% sahamnya di RTM kepada Ridlatama Tambang Energi. Gugatan ditolak karena dalam klausul Investor Agreement, sengketa diselesaikan melalui arbitrase 19 Agustus 2011 Churchill kalah di PT Samarinda 26 November 2011 Ani Setiawan dan Florita menggugat ICD di PN Jakarta Selatan, agar ICD membatalkan hibah yang dinilai menyalahi aturan Januari 2012 Permohonan kasasi Ridlatama ditolak MA April 2012 Churchill menyurati presiden tentang perlindungan dan kepastian hukum 22 Mei 2012 Churchill melakukan gugatan ke ICSID (International Center for Settelement of Investment Disputes)v


14

SIRI SUARA INDEPENDEN RAKYAT INDONESIA

MSBI KOMUNITAS TIM

Mengucapkan Selamat atas Penerbitan Perdana

Semoga Sukses!


ANEKA

15

Pong Harjatmo Tetap Kritis

P

“Mendingan saya mendukung Pak Abraham sebagai Presiden 2014

jika dia bisa memberantas korupsi.”

ong Harjatmo dikenal sebagai salah satu seniman kritis yang selalu mengikuti perkembangan negara. Ketokohannya dalam aksi aktivis semakin mencuat ketika menaiki atap gedung MPR untuk menyampaikan kritik dengan menulis kata-kata Jujur, Adil, Tegas. Setelah itu ia kerap muncul dalam berbagai event yang melibatkan aktivis. Pada 9 Oktober lalu, misalnya, ia datang dengan rombongan pesohor untuk mendukung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dengan benturan kepentingan antara lembaga itu dengan kepolisian dalam kasus simulator SIM. Pong Harjatmo, tampak hadir bersama Indro Warkop, Deddy Mizwar, Slamet Raharjo dan juga Olivia Zalianty. Ia juga bereaksi ketika beredar film ‘Innocence Of Moslem’ yang berbau SARA. Tak sekadar menghujat, aktor senior ini berencana membuat film perdamaian. Pong akan memasukkan nama artis Dewi Persik sebagai pemeran film. Bentuk filmnya adalah film yang lebih menggambarkan realitas sebenarnya. “Pasarnya belum banyak, tapi mudah-mudahan kitakan berusaha melawan film adu domba. Lebih sulit sih. tapi gambaran surga begini, neraka begini, tinggal pilih saja. Dan pakai bahasa Inggris, supaya bisa dikonsumsi internasional,” kata Pong di Papa Ron’s Apartemen Park Royal, Jl.Gatot Subroto, Jakarta Selatan, September lalu. Pong juga mengimbau umat muslim di Indonesia tidak terpancing emosi dengan munculnya film ‘Innoncence Of Moslem’. “ Ini film nggak ditonton nggak apa-apa kok, ini bukan film kelas oscar atau citra. Ini film ecek-ecek, dan adu domba. Keberhasilan film ini, adu domba antar agama dan ternyata ber-

u Pong Harjatmo dalam salah satu aksinya. hasil. Udah berapa negara yang bergejolak karena film ini. Harus distop,” jelasnya. Pong pun dikenal sangat membenci korupsi. Ia hadir dalam persidangan dan mendukung Deddy Sugarda terdakwa pembacok jaksa nonaktif Sistoyo di Pengadilan Negeri Bandung. Pong berangkat dari Jakarta bersama Komunitas Tionghoa Anti Korupsi (Komtak) untuk memberikan dukungan terhadap Deddy dalam menjalani sidang dengan agenda eksepsi. “Tindakan Deddy bisa dimaklumi karena merupakan efek dari ketidakadilan yang terjadi di negeri ini. Pong mencontohkan pemerintah bisa dengan mudah memberikan grasi kepada warga Australia yang tertangkap membawa narkoba, tetapi itu tak berlaku untuk Deddy yang membancok karena karena kebenciannya terhadap koruptor. “Seseorang yang memperjuangkan keadilan pasti penasaran ketika tak mendapat perhatian dari pemerintah. Sehingga dia akan melakukan tindakan

tertentu untuk menunjukkan pemerintah telah mengabaikan tuntutan rakyatanya,” ucap Pong. Menjelang Pemilukada DKI, Pong Harjatmo mengingatkan calon Gubernur Joko Widodo (Jokowi) berhati-hati menghadapi mafia di Jakarta bila terpilih menjadi Gubernur DKI. Menurut dia mafia di Jakarta jauh lebih buas dibanding mafia di Solo. “Gubernur DKI akan membawahi lima Wali Kota. Mafia Jakarta ini jauh lebih jahat dan kuat dibanding Solo. Contohnya mobil Esemka yang gagal lolos uji emisi, itu penjegalan dari orang-orang yang berkepentingan di industri otomotif,” ujar Pong. Pada kesempatan tersebut, Pong juga menuturkan dalam setiap pemilu, uang selalu mempunyai peranan penting. Karena itu ia juga berpesan terutama pada calon independen, untuk mengutamakan kejujuran atas dukungan yang diberikan warga Jakarta. Satu lagi aksi Pong Harjatmo adalah orasinya yang mendukung Ketua KPK, Abraham Samad

Pong Harjatmo dan Mobilnya R

u Pong Harjatmo dan mobil eks Pak Hoegeng.

asa bangga Pong Harjatmo meluap-luap saat ia menceritakan tentang mobil Toyota Corona berwarna biru itu. Wajar saja Pong merasa seperti itu, selain mobil itu tergolong mobil antik karena diproduksi pada tahun 1975, ternyata mobil itu memiliki nilai historis yang tak terbeli, karena mobil itu dulunya milik dari Jenderal Hugeng, yaitu mantan Kepala Polisi Republik Indonesia (Kapolri), yang namanya harum karena kejujurannya. "Ini dulunya milik Pak Hugeng," ujarnya. Dia memakai mobil bekas Kapolri pertama di Indonesia ini agar tertular kejujuran Hoegeng sebagai kepala polisi. Selanjutnya, kata Pong, dia ingin mengincar mobil bekas Jaksa Agung

menjadi Presiden RI pada Pilpres 2014. Tidak hanya itu, Pong juga membentangkan spanduk yang bertuliskan “Dukung Abraham Samad menjadi presiden RI bila dia berhasil menuntaskan kasus korupsi”. “Buat apa saya mendukung calon calon lain yang cuma bisa memasang spanduk besar besar. Mendingan saya mendukung pak Abraham sebagai presiden 2014 jika dia bisa memberantas korupsi,” ujar Pong Harjatmo dalam orasinya di Gedung KPK. Pong juga mendukung agar ketua KPK Abraham Samad tidak dilemahkan dalam melakukan tindakan pemberantasan Korupsi. Pria kelahiran Surakarta, Jawa Tengah itupun menyarankan agar gaji para pejabat negara tersebut dikurangi demi menambah kinerja KPK. “Lebih baik gaji para asisten menteri itu dikurangi untuk menambah penyidik agar kinerja KPK dalam memberantas korupsi semakin sukses,” tandasnya. v EGI SABRI

Baharudin Lopa. "Saya suka orang yang bersih dan jujur," katanya. Ia mengaku sangat mengaggumi sosok Pak Hugeng, karena sosok seorang polisi yang jujur sangat langka didapatkan pada dewasa ini. "Saya mengagguminya karena ia orang yang jujur. Seperti lelucon Gus Dur, polisi yang jujur hanya ada tiga, yaitu polisi tidur, patung polisi, dan Pak Hugeng," selorohnya sambil terkekeh-kekeh. Dia juga mengincar mobil milik mantan Gubernur DKI Jakarta, Ali Sadikin. "Sekarang lagi mencari kontaknya," katanya.v EGI SABRI


GONAS MELURUSKAN

REFORMASI

EDISI PERDANA, 10 NOVEMBER 2012

16

‘98

Jika Tak Mampu Revolusi, Biar Tuhan Melakukannya

I

ndonesia adalah negeri dengan kekayaan berlimpah. Masih banyak kayaan alam yang tersembunyi, tersimpan di dalam tanah, di rimbunnya hutan, dan banyak ekosistem lautnya yang masih belum terjamah. Hal ini pula yang megundang bencana bagi tanah air tercinta ini.Asing bermain kotor dan curang dengan mengeruk kekayaan alam sedangkan rakyatnya tetap miskin. Disamping itu, pemerintah seakan tidak berdaya menghadapi tekanan asing dan meningkatkan kesejahtraan rakyat Indonesia Di masa sekarang, monopoli asing di Indonesia merupakan dasar pengembangan startegi penguasaan pertanian skala besar (perkebunan), pertambangan, pembangunan infrastruktur, konsesi hutan produksi, sarana pengembangan fasilitas militer, dan pemukiman mewah. Dengan terjadinya krisis kapitalisme global sekarang, terjadi pengembangan usaha-usaha baru dari landasan monopoli di semua bidang yang sudah ada. Pada kesempatan ini tabloid Gonas mewancarai seorang tokoh yang mencoba melihat Puncak dari permasalahan bangsa ini yaitu KRT Permadi Satrio Wiwoho, SH atau biasa dikenal dengan nama Permadi, SH (lahir di Semarang, Jawa Tengah, 14 Mei 1940 umur 72 tahun). Namun ada sumber lain yang menuliskan kelahiran tanggal 16 Mei 1940. Pria ini sangat senang berpakaian hitam. Permadi memiliki banyak catatan penting yang begitu pantas untuk dijadikan kumpulan peta baru membaca sejarah dan meraba masa depan Indonesia. Permadi memulai mengupas Pancasila dengan satu pengantar bahwa sebagai pencetus Pancasila, Soekarno memiliki hak prerogatif untuk menafsir dan mengaplikasikan Pancasila dalam proses bernegara. Soekarno yang begitu kental dengan sosial-

isme pun sejatinya tidak pernah melupakan local wisdom nusantara yang begitu luar biasa. Gambar Garuda yang sekarang mencengkram pita, sementara jaman Majapahit mencengkeram ular, katanya. Seharusnya ada kemauan bersama sia-papun penguasa kelak, bahwa Pancasila secara fisik dikembalikan ke bentuk semula. Lantas Permadi menjelaskan bahwa persatuan antara Garuda dan Ular adalah filosofi kesatuan antara langit dan bumi. Manusia Jawa merepresentasi Garuda itu sebagai Bapak Angkasa, dan Ular adalah Ibu Bumi. Ditambahkannya lagi, bahwa ketika Gajah Mada bersumpah dengan satu ikrar Bhineka Tunggal Ika, Tan Hana Dharma Mangrowa, hal itu adalah bukti sejarah bahwa Pancasila sudah sakti sejak lahir. Dibuktikan dengan kemampuannya menyatukan

“Negara kita sekarang terjajah kembali oleh kepentingan asing, contohnya pertambangan semua dikuasai asing, air pun dikuasai asing, perdagangan dikuasai asing, tanah tanah dikuasai asing. Jadi, itulah hasil reformasi, karena itu dikatakan reformasi kebablasan. Isinya menjual bangsa dan Negara Indonesia.”

bangsa, menangkal kolonialisme. Bagi Permadi Soeharto telah keliru, karena Pancasila hanya diadu dengan PKI. Permadi kemudian mengingatkan tentang dasar-dasar negara yang coba diaplikasikan oleh Soekarno. Banyak catatan sejarah yang menyebutkan bahwa era Soekarno adalah masa anti rambut gondrong, anti lagu ngak ngek ngok, Koes Plus dilarang. Hal itu bukanlah hal yang mengagetkan karena bagi Soekarno ketika itu bentuk musuhnya sangat jelas, dan Soekarno pun dengan berani lebih jelas dalam mengambil sikap. Permadi memang tidak pernah tidak berterus terang dalam membicarakan Soekarno. Menurut Permadi, sejak runtuhnya Soekarno bangsa Indonesia malalui neo kolonialisme dan neo imperalisme sudah diset untuk bermusuhan dengan bangsa sendiri. Dibawah kepemimpinan presiden sby, Permadi menyikapi pasca refornasi dewasa ini, Reformasi arahnya kemana dengan kondisi Negara sekarang ini (Red) : “reformasi itu dibikin oleh kepentingan luar negeri jadi amien rais sebagai tokoh reformasi pada waktu itu berkepentingan memasukan unsur unsur luar negeri termasuk melakukan amademen undang undang

dasar 45, semua itu kepentingan amerika, jadi dasar Negara kita adalah liberar kapitalisme, nah , sebuah akibat dari itu semua, Negara kita sekarang terjajah kembali oleh kepentingan asing , contohnya pertambangan semua dikuasai asing,air pun dikuasai asing, perdagangan dikuasai asing, tanah tanah dikuasai asing, jadi itulah hasil reformasi, karena itu dikatakan reformasi kebablasan, isinya menjual bangsa dan Negara Indonesia, itu seirama kepentingan Presiden SBY yang mengatakan bahwa America is my second country,” katanya. Jadi solusi apa yg harus dilakukan (Red) : “Satu satunya jalan adalah revolusi, bila rakyat tidak berani melakukan revolusi, satu satunya jalan melakukan adalah Gusti Allah yg melakukan revolusi, lebih hebat lebih kejam dan lebih mengerikan dari pada revolusi yang dilakukan oleh manusia” ujarnya. Bagaimana tentang aktivis reformasi, yg sekarang terjadi dualisme pilihan yg membikin banyak masyarakat menilai (hitam) secara sepihak (Red) : aktivis yang benar benar masih murni dan benar benar mempunyai nasionalisme dan idealisme sudah sedikit yang ada sekarang adalah aktivis maju tak gentar membela yang bayar, yang dibayar maupun justru membayarkan diri kepada penguasa. Ada harapan kah menurut eyang permadi aktivis yg mau melakukan apa yang disampaikan eyang melalui jalan revolusi (red) : iya saya bilang bila mereka tidak mampu dan tidak berdaya, biarlah gusti allah yg melakukan nanti. memang diarahkan, ada kesadaran dari manusia manusia dalam melakukan revolusi tapi klu memang mereka tidak mampu karena takut,atau karena dibayar, tuhan yang membuat revolusi kok, kali ini saya bicara bahwa, tuhan revolusi, ujarnya. v Ferdiansyah Anis


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.