Parlemen januari

Page 1

Fokus

Edisi 13/Januari 2015

Dorong konversi pupuk, minta ppl aktif kerja keras komisi B di tengah kelangkaan pupuk

Majalah bulanan dprd sumenep

laporan utama

APBD

Rp 2 Triliun

Untuk siapa?

Wakil Ketua DPRD Sumenep : Ahmad Salim, SH.i

Mengabdi di Jalur Politik


KETUA DPRD Sumenep Herman Dali Kusuma saat memimpin rapat di gedung dewan.

gallery (butuh foto + caption) SEKKAB Sumenep Hadi Soetarto menyampaikan pandangan dalam forum rapat di gedung DPRD.

RAPAT panitia anggaran dan badan anggaran di gedung dewan.


PARLEMEN

Daftar isi

Majalah Bulanan DPRD Sumenep

Review 2 Hari Jadi Untuk Siapa Editorial 3 Mendorong Optimalisasi Kinerja Pimpinan Komisi Suara Rakyat

Wawancara 12 Pembahasan APBD Tepat Waktu Respon 15 Fokus 16 Dorong Konversi Pupuk, Minta PPL Aktif Legislator Ahmad Salim

19

Photo Gallery

20

Pembina: R. Moh. Mulki, SE (Sekretaris DPRD Sumenep)

Pemimpin Redaksi/ Penanggung Jawab : Akh. Raisul Kawim S.Sos, M.Si (Kabag Humas dan Publikasi)

Dewan Redaksi: Fembri Suandy S.Ip (Kasubag Humas)

HF. Maskuri (Kasubag Publikasi)

PotTre 24 Delapan Tahun Pimpin Patean Dinamika 26 Studi Banding 28 Sukses Kelola Taman yang Mendunia 32

Artikel 34 Kolom 40 Kuasa

www.dprd-sumenepkab.go.id

Pelindung: ketua dprd sumenep

4

Laporan Utama 6 APBD Rp 2 Triliun untuk Siapa?

Suara Desa

Penerbit: Sekretariat dprd Sumenep

Staf Redaksi: Ahmad Yani Chandra Purnomo Reporter: M. Asyim Khairil Anwar Fotografer dan Grafis: M. Asyik Abdullah Slamet Alamat Redaksi & Sirkulasi: Bagian Humas dan Publikasi Sekretariat DPRD Sumenep Jalan Trunojoyo 124 Sumenep

JANUARI 2015

Parlemen

1


Review

Foto: Asik Abdullah/ Parlemen

Tuah Orang-Orang Pilihan

KONSTITUSI memberi perintah jelas atas fungsi lembaga legislatif: anggaran, pengawasan dan legislasi. Perintah konstitusi tak bisa abai oleh kepentingan apapun, apalagi kepentingan politik sesaat. Maka, membincang kerja-kerja pimpinan komisi, misalnya, dalam wilayah tanpa dominasi fungsi, sudah seharusnya menjadi titik tekan di gedung dewan saat ini.

S

emua bisa terwujud dan terlaksana manakala sumber daya di komisi juga siap mendorong kemajuan. Penting di sini, bukan sekedar simbol pelaksanaan kewajiban konstitusional. Tetapi, erat kaitannya dengan keinginan besar lembaga legislatif, yakni mendorong kemakmuran dan kemandirian masyarakat. Dalam rangka mendorong kinerja komisi, Parlemen edisi Desember 2014 lalu sengaja menurunkan liputan tentang kinerja komisi.

2

Parlemen

JANUARI 2015

Terutama, yang menyangkut soal relasi struktural di dalamnya. Baik di internal maupun secara eksternal. Ini karena kerja-kerja strategis di komisi tak lepas dari dinamika baik internal maupun eksternal. Selain menyajikan paparan konsep dari pimpinan-pimpinan komisi, Parlemen juga mengetengahkan berbagai kejadian aktual yang terangkum dalam dinamika. Di sana, berbagai persoalan yang berkaitan langsung dan tidak langsung menjadi perhatian anggota dewan. (*/red)

www.dprd-sumenepkab.go.id


Editorial Implementasi APBD Kunci Kesejahteraan Rakyat

D

ENGAN adanya paradigma penyusunan APBD yang berbasis kinerja, keinginan masyarakat untuk mengetahui orientasi kebijakan pemerintah akan semakin mudah. Harapan untuk lebih meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara adil dan layak melalui berbagai kebijakan dan anggarannya akan semakin terwujud. Penyusunan APBD yang berbasis kinerja merupakan implementasi dari Kepmendagri No. 29 Tahun 2002. Di mana dalam pasal 17 disebutkan bahwa untuk menyiapkan Rancangan APBD, Pemda bersama DPRD menyusun Arah dan Kebijakan Umum (AKU) APBD yang diawali dengan penjaringan aspirasi masyarakat dan Pemerintah Kabupaten/ Kota, berpedoman pada perencanaan daerah dan kebijakan nasional di bidang keuangan daerah. Proses selanjutnya adalah perumusan strategi dan prioritas (SP) dan penyusunan Rancangan Anggaran Satuan Kerja (RASK) atau anggaran dinas/badan/kantor lalu dihantarkan RAPBD oleh Kepala Daerah di dalam rapat paripurna DPRD. Kemudian dibahas dalam rapatrapat kerja Panitia Anggaran DPRD dan Tim Anggaran Eksekutif, dan terakhir ditetapkan dalam Rapat Paripurna DPRD setelah memperoleh pendapat akhir dari fraksifraksi. Dari gambaran proses tersebut, menunjukkan masih adanya peluang bagi masyarakat untuk menyampaikan aspirasi dan tuntutannya untuk diprogramkan dan dianggarkan dalam APBD. Juga adanya peluang yang luas bagi Pemda dan DPRD untuk mendengar, menghimpun dan memperjuangkan aspirasi dan kebutuhan masyarakat untuk menjadi program-progaram yang mampu meningkatklan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat. Masalahnya terletak pada kepekaan dan kemampuannya untuk menangkap masalah, merumuskan kebijakan (program solusi), dan ketegasan untuk membuat skala prioritas yang sesuai kebutuhan

www.dprd-sumenepkab.go.id

dan kondisi. Anggaran daerah hakikatnya merupakan salah satu alat untuk meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan rakyat sesuai dengan tujuan otonomi daerah. Di dalam APBD tergambar arah dan tujuan pelayanan dan pembangunan dalam kurun satu tahun anggaran, yang menggambarkan apa yang akan dilakukan oleh pemerintah dalam satu tahun. Atas dasar itulah, APBD harus disusun dengan mengacu pada norma dan prinsip anggaran : Transparan dan Akuntabel; Disiplin Anggaran (efisien, tepat guna, tepat waktu dan dapat dipertanggungjawabkan); Keadilan Anggaran (penggunaannya harus dialokasikan secara adil untuk kepentingan seluruh kelompok masyarakat); Efisien dan Efektif (harus dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan bagi masyarakat). Maka, setelah APBD didok dan sudah berjalan, sejatinya perjuangan para wakil rakyat tak lantas berhenti. Anggota dewan, dari berbagai latar belakang apapun, harus sepakat untuk mengawal APBD. Sehingga harapan rakyat akan APBD pro mereka bisa dapat menjadi kenyataan. Bentuk pengawalan APBD tentu saja tak bisa dimaknai secara sektoral. Pengawalan APBD harus komprehensif. Ini tentu saja melahirkan konsekuensi yang harus dijalani, misalnya, semua komisi bersepakat untuk mewujudkan visi prioritas untuk pengejahwantahan APBD. Ukuran bagi anggota dewan sukses mengawal APBD ketika semua program pemerintah melalui SKPD terkait bisa dipantau. Maklum, melalui program yang dijabarkan dalam APBD itu semua kehendak rakyat akan diwujudkan. Dan, di sinilah letak keberpihakan anggota dewan diuji, apakah pro rakyat atau pro kepentingan. Mereka yang dapat mengawal APBD untuk kesejahteraan rakyat, minimal di daerah pemilihannya, akan menjadi catatan. Mungkin tidak sekarang, tapi rakyat akan member evaluasi lima tahun mendatang. (*)

JANUARI 2015

Parlemen

3


Suara rakyat Tagih Perubahan Puskesmas Ke Rumah Sakit Kami masyarakat Pulau menunggu realisasi perubahan Puskesmas Arjasa menjadi Rumah Sakit. Bertahun-tahun rencana tersebut belum terwujud. Sampai kapan, masyarakat Pulau menunggu mendapat pelayanan kesehatan yang maksimal. (Abd. Rahman, warga KoloKolo Arjasa Kangean) Komitmen dan iktikad untuk merubah Puskesmas Arjasa menjari Rumah Sakit Kelas D oleh Pemkab Sumenep sudah ada. Kami tidak bisa menentukan kapan rencana terse but terwujud, sebab ada proses dan tahapan yang perlu dipersiapan. Tidak hanya dari sisi administrasi, sarana, tenaga, dan anggaran perlu dipersiapan. Namun, pastinya Pemerintah Daerah tetap berupaya untuk memberikan pelayanan kesehatan secara maksimal dan memadahi khususnya bagi masyarakat kepulauan. (Kepala Dinas Kesehatan Sumenep, dr Fathani)

Pembangunan Pasar Tidak Jelas Tolong diperhatikan nasib pedagang Pasar Anom di lokasi terkena dampak kebakaran 2007. Pembangunannya bertahun-tahun tidak selesai, bahkan saat ini, tidak ada kejelasan. Sementara, kondisi pasar semrawut dan sesak karena tidak selesainya bangunan tersebut. (Haris, Pedagang Pasar Anom).

Dari Redaksi Pembaca yang budiman‌ Majalah Parlemen kembali hadir menyapa Anda semua. Seperti edisi sebelumnya, kami juga membuka ruang kepada publik untuk menyampaikan aspirasi kepada DPRD Sumenep. Semua aspirasi itu bisa dikirimkan melalui : Email: humasdprdsumenep@gmail.com Website: www.dprdsumenep.com SMS center: 085942803888 Kami akan meneruskan semua aspirasi yang disampaikan kepada para pihak. Termasuk, jika aspirasi tersebut disampaikan kepada SKPD di lingkungan Pemkab Sumenep.

Parlemen

BBM Turun, Sembako Juga Harus Turun 1 Januari 2015 lalu, Presiden memutuskan harga BBM turun, bahkan per 19 Januari Pemerintah kembali menurunkan harga BBM bersubsidi tersebut. Hampir sebulan BBM turun, namun harga lainnya terutama sembako masih bertahan. Tolong diperhatikan, karena rakyat tidak hanya ingin BBM turun, tapi harga-harga lainnya juga turun. Sama seperti BBM naik, harga kebutuhan termasuk angkutan juga naik. (Samsul Arifin, Warga Manding). Terima kasih. Memang berdasarkan pantauan Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) harga sejumlah komuditas kebutuhan pokok masyarakatb pada umumnya trendnya tidak turun walaupun Pemerintah menaikkan harga BBM. Terlepas dari faktor lain diluar harga BBM, kami memperkirakan penurunan sembako itu akan terasa setelah satu bulan turunnya harga minyak tersebut. Pedagang atau pelaku usaha kemungkinan masih berpatokan pada sebelumnya diturunkannya BBM. (Kepala Bidang Perdagangan Disperindag Sumenep, Heny Yulianto)

Redaksi

4

Pada prinsipnya, Pemerintah Daerah berkometmen menyelesaikan pembangunan pasa pasca bencana kebakaran. Namun, dalam perjalanan pembangunan pasar selalu ada kendala yakni rencana bangunan pasar dan harga kios yang ditawarkan investor tidak sesuai dengan keinginan pedagang, sehingga prosesnya melampaui batas waktu yang direncanakan. Namun demikian, Pemkab berupaya pembangunan Pasar Anom khususnya dilokasi pedagang terkena dampak kebakaran 2007 selesai ditahun 2015. (Sekretaris Daerah Sumenep, Hadi Sutarto)

JANUARI 2015

www.dprd-sumenepkab.go.id


aghalicek

Sumber: http://static.inilah.com/data/berita/foto/1847568.jpg

www.dprd-sumenepkab.go.id

JANUARI 2015

Parlemen

5


Laporan Utama

APBD Rp 2 Triliun Untuk Siapa? Komisi-Komisi DPRD Kawal Fokus Program Tiap tahun APBD Sumenep cenderung meningkat. Tahun ini APBD mencapai angka Rp 2 triliun. Angka yang sangat besar jika pemanfaatannya tepat sasaran.

M

A S YA R A K AT di Kabupaten Sumenep boleh berbangga diri. Maklum, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun anggaran 2015 luar biasa besar. Angkanya mencapai Rp 2 triliun

6

Parlemen

JANUARI 2015

lebih. Angka ini sangat besar, setidaknya jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Tahun 2014 silam APBD Sumenep �hanya� di kisaran Rp 1,7 triliun. Berdasarkan informasi yang dihimpun

Parlemen, sesuai hasil pembahasan bersama antara tim anggaran pemkab dan badan anggaran DPRD, diketahui kekuatan pendapatan pada APBD 2015 sebesar Rp1,85 triliun lebih. Rinciannya, pendapatan asli daerah (PAD) sebesar

Rp164,70 miliar lebih, dana perimbangan (dana dari pemerintah pusat) sebesar Rp1,30 triliun lebih, dan pendapatan lain-lain yang sah sebesar Rp378,66 miliar lebih. Sementara kekuatan belanja pada APBD 2015 sekitar Rp2,01 triliun, yakni

www.dprd-sumenepkab.go.id


PROSESI penyerahan berita acara pengesahan APBD Sumenep antara Ketua DPRD Herman Dali Kusuma dan Bupati A.Busyro Karim.

belanja tidak langsung sekitar Rp1,27 triliun dan belanja langsung sekitar Rp731,94 miliar. Kalau dibandingkan dengan proyeksi pendapatan, memang ada defisit sekitar Rp159,40 miliar. Namun, defisit tersebut bisa ditutupi dengan

www.dprd-sumenepkab.go.id

Foto: Asik Abdullah/ Parlemen

Tentu besaran APBD itu harus diimbangi dengan pengawasan dari kami sebagai legislatif yang notabene memiliki fungsi kontroling terhadap anggaran.

JANUARI 2015

Parlemen

7


Laporan Utama

BUPATI Sumenep A. Busyro Karim bersama pimpinan dewan dalam sebuah sidang paripurna pengesahan APBD.

kekuatan pembiayaan pada APBD 2015 yang juga sebesar Rp159,40 miliar. Pembiayaan pada APBD itu terdiri atas penerimaan dan pengeluaran daerah. Pada APBD 2015, penerimaan pada kekuatan pembiayaan sekitar Rp162,51 miliar dan pengeluarannya sekitar 3,11 miliar. Artinya, ada penerimaan bersih sekitar Rp159,40 miliar. Ketua DPRD Sumenep Herman Dali Kusuma mengatakan, APBD tahun ini memang mengalami peningkatan. Hal itu didasarkan pada besaran dana pendapatan maupun belanja yang dialokasikan untuk tahun ini. ”APBD Sumenep bisa dikatakan memang lumayan besar. Angkanya sampai Rp 2 triliun lebih,” katanya kepada Parlemen. Sebagai pimpinan parlemen, Herman mengaku akan mendorong seluruh anggota dewan untuk bisa bekerja maksimal. Terutama,

8

Parlemen

JANUARI 2015

dalam hal perwujudan tri fungsi, yakni penganggaran, pengawasan dan legislasi. Menurut dia, untuk mengukur kinerja anggota legislatif memang dapat dilihat dari trifungsi tersebut. ”Tentu besaran APBD itu harus diimbangi dengan pengawasan dari kami sebagai legislatif yang notabene memiliki fungsi kontroling terhadap anggaran,” terang politisi PKB itu. Sementara itu, Ketua Komisi A DPRD Sumenep Darul Hasyim lebih banyak memberikan saran terhadap hasil pembahasan APBD. Darul mengatakan, pemkab harus bisa mendorong agar birokrasi bisa meningkatkan kinerjanya. Sehingga masyarakat mendapatkan pelayanan maksimal dari birokrasi. Politisi asal Kecamatan Masalembu itu juga menegaskan, dengan APBD yang cukup besar sudah sewajarnya masyarakat mendapatkan pelayanan

birokrasi prima. Hal itu lantaran program yang berbasis pelayanan di SKPD semuanya sudah didukung anggaran memadai. ”Tidak ada alasan untuk tidak memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat,” tegas Darul Hasyim. Di sisi lain, komisi A meminta kepada para Camat untuk melakukan pembinaan kepada para kepala desa yang tidak memberikan pelayanan kepada warganya. Bahkan, jika perlu komisi A mendukung adanya pemberian sanksi kepada kepala desa yang lalai dari tugas dan fungsinya sebagai pemimpin desa. ”Intinya kami tekankan soal pelayanan. Dari pelayanan ini nanti kita akan menata birokrasi inti sebagai basis perubahan paradigma di pemerintahan,” papar Darul. Ketua Komisi B DPRD Sumenep Nurus Salam menyoroti hal lain yang berkatan dengan APBD. Dia mengatakan, dalam

www.dprd-sumenepkab.go.id


Laporan Utama meningkatkan PAD sebenarnya dibutuhkan kiat-kiat tertentu dengan jalan mengoptimalisasikan sumber –sumber daya yang ada (misalnya PT WUS dengan SPBU dan perbengkelannya). Dijelaskan, seperti yang iketahui bersama kondisi PT WUS sampai saat ini belum bisa dikatagorikan sebagai Perusahaan yang sehat atau sedang sekarat. Untuk itu, komisi B berharap kepada Bupati Sumenep hendaknya menganjurkan kepada seluruh SKPD agar pengisian BBM dan perawatan kendaraan dinas tersebut untuk dilakukan pada SPBU dan bengkel milik Pemerintah Daerah (PT WUS). Jika hal ini benar-benar terlaksana dan seluruh SKPD akan mematuhi anjuran Bupati tersebut dapat dipastikan sakitnya PT WUS berangsur – angsur menjadi sehat dan tidak lagi sekarat. PT WUS mengelola beberapa unit usaha yang seharusnya mampu memberikan income profit seperti pengelolaan SPBU, pengelolaan

Tidak ada alasan untuk tidak memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat. Participacing interst (PI), namun pada kenyataannya PT WUS menjadi miskin diladang emas dan tidak mampu memberikan PAD kepada Pemkab Sumenep. Di sisi lain, perlu juga dilakukan restrukturisasi perusahaan sehingga benar – benar akan menempatkan orang yang benar ditempatnya (the right man on the right place) atau perusahaan akan dikelola oleh orang yang profesional. Sebab, jika

sebuah perusahaan tidak diberikan pengelolaannya kepada ahlinya maka tunggu akan kehancurannya dan jangan berharap PT WUS akan bisa membackup PAD Kabupaten Sumenep. Dalam setiap perencanaan program/kegiatan yang akan dimasukkan dalam APBD oleh SKPD, sebelumnya perlu dilakukan kajian dan analisa secara lebih cermat dan teliti tidak terjebak pada rutinitas anggaran serta egosektoral di masing-masing SKPD. Sehingga diharapkan program/kegiatan tersebut dapat menghasilkan output dan outcame yang jelas serta mampu menciptakan gerakan ekonomi bagi masyarakat yang pada gilirannya akan meningkatkan PAD. Keberadaan perusahaan daerah pada dasarnya untuk memback up peningkatan PAD, namun pada perjalanannya sampai saat ini beberapa BUMD yang ada tidak mempu memberikan kontribusi

BUPATI Sumenep A. Busyro Karim menyampaikan sambutan di acara sidang paripurna pengesahan APBD. Foto: Asik Abdullah/ Parlemen

www.dprd-sumenepkab.go.id

JANUARI 2015

Parlemen

9


Laporan Utama

Diharapkan kepada SKPD untuk segera merealisasikan seluruh belanjanya setelah Rancangan APBD TA. 2015 hasil evaluasi Gubernur ditetapkan dan agar dihindari pelaksanaan program/ kegiatan khususnya bidang infrastruktur direalisasikan diakhir tahun.

kepada PAD bahkan seakan - akan hidup enggan mati tak mau, yang pada akhirnya untuk memberikan gaji karyawan tidak memenuhi standart UMK Kabupaten. Sedangkan Ketua Komisi C DPRD Sumenep Dul Siam tidak banyak memberikan saran. Dia hanya menegaskan soal penyerapan anggaran agar bisa lebih dimaksimalkan. �Diharapkan kepada SKPD untuk segera merealisasikan seluruh belanjanya setelah Rancangan APBD TA. 2015 hasil evaluasi Gubernur ditetapkan dan agar dihindari pelaksanaan program/kegiatan khususnya bidang infrastruktur direalisasikan diakhir tahun,� kata Dul Siam. Selain itu, perlu terus diupayakan dan mendapat fokus perhatian yang sungguh-sungguh dari Pemkab Sumenep terhadap kebijakan peningkatan pembangunan bidang infrastruktur baik peningkatan secara kuantitas, kualitas, dan

pengawasan. Hendaknya juga dalam kegiatan infrastruktur perlu memberdayakan konsultan lokal demi asas kemanfaatan anggaran secara terbuka. Ketua Komisi D DPRD Sumenep Moh. Subaidi juga memberikan saran terkait pembahasan APBD di komisina. Salah satunya terkait peningkatan kesejahteraan dan kinerja para guru swasta. Menurut dia, hendaknya bantuan berupa transport dan honor guru swasta yang pada tahun ini berkurang diharapkan untuk tahun yang akan supaya ditambah. Sedangkan untuk kebijakan sertifikasi, ke depan diharapkan untuk lebih banyak porsinya kepada guru swasta. Alasannya, guru negeri sudah banyak memeroleh anggaran, khususnya gaji yang sudah memadai. Adanya kebijakan BLUD yang akan diterapkan di Puskesmas dan pembebasan penuh terhadap biaya /gratis agar tidak mengendorkan pelayanan kepada masyarakat.

JURU bicara Fraksi PPP Ahmadi Said menyerahkan pemandangan umum kepada pimpinan dewan. Foto: Asik Abdullah/ Parlemen

10

Parlemen

JANUARI 2015

www.dprd-sumenepkab.go.id


Laporan Utama

Bahkan, komisi D minta lebih ditingkatkan sebagaimana sebelum menjadi BLUD, terutama kepada masyarakat miskin supaya tidak ada anggapan bahwa kalau orang miskin tidak terlayani secara baik. ”Tunjangan

bagi tenaga medis di daerah terpencil supaya slalu diperhatikan agar mereka yang bertugas di daerah terpencil senantiasa memberikan pelayanan yang terbaik,” paparnya. Selanjutnya, pelayanan terhadap pasien di rumah

sakit supaya selalu ditingkatkan hal ini untuk menghilangkan imej masyarakat yang selama ini menganggap pelayanan di rumah sakit kurang maksimal. Karena itulah, sebelum merencanakan program, bupati berwenang meminta paparan rencana program kepada jajarannya agar dilengkapi dengan data yang berkelanjutan. ”Komisi D menilai, bupati perlu menerapkan reward dan punishment kepada jajarannya yang berhak menerimanya sebagai konsekuensi dari kinerja yang dilakukan,” tandasnya. Yang tidak kalah pentingnya, ujar Subaidi, bupati perlu melakukan uji rencana program yang direncanakan jajarannya untuk membedakan yang superioritas dan yang bukan prioritas. ”Yang paling mendasar, bupati harus mengintegrasikan SKPD dengan SKPD lainnya agar program yang direncakan saling mendukung dan tidak tumpang tindih,” pungkasnya. (*)

JURU bicara Fraksi PKB Akis Jasuli menyerahkan pemandangan umum kepada pimpinan dewan. Foto: Asik Abdullah/ Parlemen

www.dprd-sumenepkab.go.id

JANUARI 2015

Parlemen

11


Wawancara

Pembahasan APBD

tuntas tepat waktu

P

embahasan Raperda APBD Kabupaten Sumenep Tahun Anggaran 2015 tuntas sesuai dengan waktu yang ditentukan ditadai dengan Rapat Paripurna di DPRD. Hasilnya sudah disampaikan ke Gubernur untuk dievaluasi, bahkan catatancatatan dari Gubernur sudah

12

Parlemen

JANUARI 2015

dibenahi bersama antara Tim Anggaran Eksekutif dan Badan Anggaran Legislatif. Berdasarkan hasil pembahasan, kekuatan Anggaran APBD Kabupaten Sumenep di 2015 meningkat bahkan mencapat Rp. 2 Triliun lebih. Namun, disisi lain, komposisi berbandingan anggaran

belanja antara langsung dan tidak langsung masih jomplang. Lalu bagaimana Pemkab menanggapi persoalan tersebut?. dan Bagaimana Pula proses penyusunan APBD Kabupaten termasuk langkah-langkah yang akan dilakukan Pemkab agar penyerapan APBD

tetap maksimal. Berikut hasil wawancara Parlemen dengan Bupati Sumenep, A Busyro Karim. Pak Bupati bisa dijelaskan bagaimana proses penyusunan APBD Sumenep? Penyusunan Rancangan APBD Kabupaten Sumenep

www.dprd-sumenepkab.go.id


Wawancara Tahun Anggaran 2015 mengacu pada dokumen perencanaan dan penganggaran tahunan daerah yang telah disepakati bersama, meliputi Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), Kebijakan Umum Anggaran (KUA), Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) serta berpedoman pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kabupaten Sumenep Tahun 2011-2015. Perlu juga kami sampaikan Penentuan program pembangunan yang strategis adalah merupakan hal yang urgen untuk dilaksanakan secara terencana, sistimatis dan tepat guna. Yang menjadi acuan dalam hal tersebut adalah Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) yang bersifat 5 tahunan. Dan untuk periode 1 tahunan adalah Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) yang merupakan output dari pelaksanaan kegiatan Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) yang dilaksanakan secara rutinitas setiap tahun. Di tahun ini, seberapa besar kekuatan APBD Kabupaten 2015? Kekuatan APBD Tahun Anggaran 2015 secara akumulatif mengalami peningkatan. Dari sisi pendapatan Rp. 1 triliun 854 milyar lebih bertambah sebesar Rp. 1 milyar 947 juta 500 ribu rupiah atau naik 0,11% dari tahun lalu sebesar Rp. 1 triliun 852 milyar, kemudian dari sisi Belanja setelah pembahasan Komisi dan Badan Anggaran Rp. 2 triliun 12 milyar lebih. Artinya, kekuatan belanja juga mengalami kenaikan Rp. 804 juta 787 ribu atau naik 0,04% dari tahun lalu Rp. 2 triliun 11 milyar 880 juta lebih.

www.dprd-sumenepkab.go.id

Seberapa Besar Komposisi Perbandingan antara belanja langsung dan tidak langsung? Belanja Tidak Langsung Tahun Anggaran 2015 dianggarkan kurang lebih Rp. 1 triliun 279 milyar 935 juta. Ini berarti ada peningkatan kurang sebesar Rp. 197 Milyar 384 juta 496 dibanding tahun anggaran 2014 lalu sebesar Rp. 1 Triliun 82 milyar . Sedangkan, belanja Langsung pada Tahun Anggaran 2015 dianggarkan kurang lebih Rp. 731 milyar 944 juta atau bertambah Rp. 43 milyar 227 juta lebih dibanding 2014 yang mencapai Rp. 688 milyar 717 juta. Hampir setiap tahun anggaran, perbandingan komposisi belanja langsung dan tidak langsung cukup jauh. Apa faktonya pak Bupati? Memang setiap pembahasan APBD selalu tidak lepas dari sorotan tentang Belanja Tidak Langsung yang lebih besar dari Belanja Langsung. Perlu diketahui bersama bahwa penggunaan Dana Alokasi Umum (DAU) dari pusat, yang paling besar adalah untuk Gaji PNS yang merupakan belanja wajib selain dari belanja rutin disetiap SKPD. Perlu juga garis bawahi bahwa komposisi belanja tidak langsung tidak hanya merupakan Belanja Pegawai, tapi juga meliputi Belanja Hibah, Belanja Bantuan Sosial, Belanja Bagi Hasil, Bantuan Keuangan Kepada Provinsi/Kabupaten/Kota dan Pemerintahan Desa serta Belanja Tidak Terduga. Khusus untuk Belanja Pegawai dapat kami juga jelaskan tidak hanya merupakan Gaji PNS, tapi terdiri dari Gaji dan Tunjangan Pimpinan dan Anggota DPRD, Gaji dan

Bupati Sumenep

KH. A. Busyro Karim Tunjangan KDH dan WKDH, Tambahan Penghasilan PNS baik dari Pusat maupun Daerah, Upah Pungut Pajak dan Retribusi Daerah, Anggaran BPJS PNS, Jasa Medis RSUD dan Sertifikasi Guru. Sejauh ini, Pembangunan diwilayah Kepulauan khususnya infrastruktur belum memadahi. Adakah perhatian khususnya dari Pemkab? Kondisi tersebut adalah suatu realitas dan prioritas yang harus disikapi

bersama. Semua pihak utamanya Pemerintah Kabupaten dan DPRD harus bekerja sama, bersinergi dan konsisten untuk akselerasi pembangunan infrastruktur wilayah kepulauan, terutama pada tahap perencanaan program dan kegiatannya. Kondisi wilayah kepulauan memang spesifik sehingga memerlukan tahapan pembangunan dan jumlah anggaran pembangunan yang sangat besar. Selama ini, Pemkab telah memperhatikan

JANUARI 2015

Parlemen

13


Wawancara

aspirasi masyarakat pasca Safari Kepulauan dan aspirasi lainnya. Bahkan, senantiasa mengintensifkan komunikasi dan promosi kepada Pemerintah Pusat dan Pemprov untuk memperbanyak masuknya program dan kegiatan pembangunan infrastruktur kewilayah kepulauan. Namun, Persoalan yang sering terjadi setiap tahunnya adalah rendahnya tingkat penyerapan APBD, padahal ini menjadi salah satu tolok ukur kemajuan pembangunan. Bagaimana Pemkab menyikapinya? Kami sangat sepakat dan sependapat bahwa salah satu ukuran keberhasilan pembangunan adalah kemajuan terhadap

14

Parlemen

JANUARI 2015

realisasi atau penyerapan anggaran yang telah direncanakan. Perlu kami sampaikan bahwa terhadap penyerapan anggaran telah

kegiatan telah dijadwalkan sesuai dengan kebutuhan masing-masing diantaranya, SKPD yang kegiatannya perlu disesuaikan dengan

Kekuatan APBD Tahun Anggaran 2015 secara akumulatif mengalami peningkatan.

disesuaikan dengan sistem pengelolaan keuangan daerah khususnya terhadap ketersediaan dana pada dokumen anggaran kas. Disamping itu, setiap

adanya musim, seperti Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan dan Dinas Kehutanan dan Perkebunan yang kegiatannya banyak dilaksanakan pada bulan

Oktober atau Nopember kerena pada bulan tersebut diperkirakan telah masuk pada musim tanam. Kemudian, SKPD yang kegiatannya perlu menyesuaikan terhadap proses-proses dalam rangka pengadaan barang dan jasa, seperti pada Dinas PU, Pendidikan, dan lainnya diproses sesuai dengan urutan pengadaan barang dan jasa, sehingga penyerapan anggaran banyak dilakukan pada bulan Nopember dan Desember. Begitupun dengan kegiatan SKPD yang perlu menyesuaikan dengan ketersediaan dana APBD Provinsi dan APBN perlu disesuaikan dengan jumlah dana yang telah masuk dan diterima kas daerah. (*)

www.dprd-sumenepkab.go.id


respon

Realisasi APBD Jangan Sampai Berimplikasi Hukum

D

isahkannya Raperda APBD 2015v mendapat perhatian sejumlah pihak tidak terkecuali dari tokoh masyarakat Sumenep, Raud Faiq Jakfar. Pria yang akrab disapa Aud ini mengapresiasi pembahasan APBD 2015 yang selesai tepat waktu. Menurutnya, saat ini, hasil pembahasan APBD 2015 itu sudah mendapat evaluasi dari Gubernur Jawa Timur, bahkan sejumlah program yang dianggarkan sudah bisa dilaksanakan oleh sejumlah SKPD tekhnis. Ia meminta pelaksanaan APBD itu tidak berimplikasi hukum. Untuk itu, realisasi kegiatan di APBD itu harus tepat manfaat, tepat waktu, dan sesuai dengan tujuan dari penganggaran APBD 2014. Hal ini dilakukan agar pelaksanaan APBD itu sesuai dengan ketentuan yang berlaku, sehingga tidak terjadi penyimpangan. Mantan Anggota DPRD Sumenep ini juga berharap, semua pihak melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan APBD di Sumenep. ”Yang terpenting juga Eksekuti harus selektif melihat anggaran terutama yang bernuasa politis, sehingga tidak berimplikasi hukum,” ujarnya. (*)

Gaji Pegawai Naik, Kinerja Juga Harus Naik

K

omposisi anggaran untuk belanja pegawai selalu menyedot banyak anggaran di ABBD Kabupaten. Bahkan, ditahun 2015 ini, belanja untuk aparatur ini jauh lebih meningkat dibanding tahun sebelumnya dengan angka yang cukup fantastis hingga Rp. 984 Miliar lebih. ”Belanja pegawai di APBD kita itu hampir Rp. 1 Triliun. Dan otomatis, jika dibanding dengan belanja program yang bersentuhan langsung dengan publik, persentasenya sangat timpang,” Kata Dosen tetap STKIP PGRI Sumenep, Rusmiyati, M.Kons. Disisi lain, lanjut Ros, ditengah terus naiknya anggaran untuk aparatur itu, kinerja PNS dalam memberikan pelayanan diniali biasa-biasa saja. Seharusnya,

alokasi anggaran yang cukup besar untuk belanja pegawai itu seharusnya diimbangi dengan kinerja yang lebih maksimal. ”Bagi saya pribadi itu hal yang wajar jika belanja pegawai naik karena adanya kenaikan gaji dan tunjangan. Namun, faktnya gaji yang besar itu tidak bedampak positif terhadap pelayanan,” pengurus harian Ikatan Sarjana NU (ISNU) Sumenep ini. (*)

Isi Masa Fakum Dengan Bahas Raperda

P

asca disahkannya Raperda APBD Kabupaten Sumenep 2015 di DPRD, kegiatan dan agenda kedewanan di Gedung DPRD dipastikan fakum. Ketua LSM Gerindo Sumenep, Syarkawi meminta DPRD Sumenep mengisi masa kekosongan tersebut dengan membahas Rancangan Peraturan Daerah (Raperda). ”Biasanya jika berkaca pada pengalaman sebelumnya, kegiatan di DPRD fakum. Kami tidak ingin waktu yang kosong itu digunakan pada kegiatan yang kurang bermanfaat, makanya lebih baik diisi dengan kegiatan yang lebih pro rakyat seperti membahas Raperda,” ujar Syarkawi.

www.dprd-sumenepkab.go.id

Dia menuturkan, sebagai wakil rakyat DPRD mempunyai fungsi menentukan kebijakan misalnya dengan membuat produk hukum yang berkaitan dengan masyarakat luas. Produk hukum tersebut diantaranya diwujudkan dalam bentuk Perda. Untuk itu, Syarkawi menilai alangkah lebih baik jika DPRD menginisiasi pembahasan Raperda diwaktu-waktu yang tidak pada kegiatan tersebut. ”Diawal-awal setelah pembahasan anggaran tentu kegiatan Dewan agak longgar, makanya sebainya diisi dengan membahas Raperda,” pungkasnya. (*)

JANUARI 2015

Parlemen

15


fokus

Dorong Konversi Pupuk, Minta PPL Aktif

Kerja Keras Komisi B di Tengah Kelangkaan Pupuk

PIMPINAN dewan dan komisi B sidak pupuk di Kecamatan Lenteng.

Pupuk menjadi bahan berharga di musim tanam. Meski tak seperti seberharga emas, pupuk nyatanya menjadi rebutan. Buah proses yang salah dalam tata kelola pertanian.

T

AK ada yang lebih berharga dari pupuk bagi petani di awal masa tanam. Tak mendapatkan pupuk berarti masalah. Ini maklum karena pupuk di masa tanam

16

Parlemen

memang sangat diperlukan. Hal itulah yang dirasakan oleh sejumlah petani saat ini. Di awal musim tanam padi ini kebutuhan pupuk adalah nomor satu. Maklum, ketika pupuk

JANUARI 2015

tersendat, tanaman yang akan merasakan dampak langsung. Tanpa pupuk sulit tanaman seperti padi bisa tumbuh subur di awal masa tanam. Salah satu petani asal Desa Sendir, Kecamatan Lenteng,

Abdullah, mengakui besarnya kebutuhan pupuk saat ini. Selain karena memang kebutuhan riil, kebutuhan pupuk cenderung meningkat. Masa awal tanam menjadi titik penting dalam hidup petani. “Kalau tidak ada pupuk bagaimana bisa memupuk. Makanya, kebutuhan pupuk di awal masa tanam pasti tinggi,” paparnya. Sayangnya, persoalan pupuk seperti sebuah hal klise. Tiap tahun cenderung muncul. Inti persoalannya sama, yakni kekurangan stok akibat kebutuhan tinggi. Sementara ketersediaan pupuk sangat terbatas, untuk tak mengatakan tak sesuai kebutuhan. Hal itu pula yang dialami Abdullah. Meski dirinya hanya menanam pada pada petak sawah ukuran sedang, tapi urusan pupuk tak bisa kompromi. “Kalau sudah mulai awal masa tanam, kebutuhan urea untuk sawah tinggal menghitung saja. Pasti tinggi sekali,” paparnya kepada Parlemen. Abdullah tidak sendiri. Sejumlah petani di desanya juga mengalami. Mereka merasakan betapa pupuk di awal tanam ini begitu berarti. “Namanya juga awal padi. Pasti urea tinggi untuk proses pemupukan awal,” kata Moh. Warid, asal Desa Meddelan, Kecamatan Lenteng. Untuk mendapatkan pupuk warga terkadang harus membeli ke daerah lain. Itu pun tidak bisa dilakukan sesuai selera.

www.dprd-sumenepkab.go.id


Fokus Sebab, pembelian pupuk kebanyakan dilakukan dengan cara dibatasi untuk menghindari adanya penyimpangan tata niaga. “Sebenarnya kami di kelompok tani sudah ada. Tapi, sangat terbatas sekali. Makanya, harus mencari cara lain,” paparnya. Menyadari persoalan pupuk sangat kritis, komisi B yang banyak mendengar dari bawah langsung responsif. Salah satunya dengan turun ke bawah mengecek kebutuhan masyarakat. Tak heran, komisi B memiliki kesibukan tersendiri dalam beberapa waktu terakhir. Selain mengurus kelangkaan pupuk yang dialami petani, komisi membidangi perekonomian itu juga rajin mendorong peningkatan kualitas pertanian. Ketua Komisi B DPRD Sumenep Nurus Salam menjelaskan, musim awal tanam memang sering timbul persoalan. Terutama, menyangkut kelangkaan pupuk yang dialami petani. Ini karena kebutuhan pupuk di awal masa tanam memang relatif tinggi. “Kami langsung merespon dengan melakukan sidak sebagai langkah awal. Baik

www.dprd-sumenepkab.go.id

ke distributor atau ke kios untuk memastikan,” kata Oyuk, sapaan Nurus Salam. Dikatakan, dari tujuh distributor yang ada, semuanya sudah didatangi komisi B. Selain itu, komisi B juga mendatangi puluhan kios di sedikitnya lima kecamatan. “Intinya, memang ada kebutuhan besar pupuk di awal tanam. Selama ini tidak diantisipasi dengan baik,” terangnya. Karena itulah, komisi B telah merekomendasikan beberapa hal. Misalnya, pendistribusian dirubah menjadi 40-20-40. Pada kwartal pertama (JanuariApril) digerojok 40 persen, kwartal kedua (Mei-Agustus) pupuk digerojok 20 persen dan kembali digerojok 40 persen pada kwartal terakhir. “Kalau kwartal kedua kebutuhan minim, makanya cukup 20 persen saja,” terangnya. Yang tak kalah pentingnya, masyarakat diimbau untuk mengetahui bahwa kelangkaan pupuk tak hanya akibat kebutuhan meningkat. Kelangkaan juga terjadi akibat kuota pupuk kurang. Sehingga antara kekurangan dan pemenuhan tak berimbang. Selain itu, pihaknya

juga merekomendasikan program SDSP (Satu Desa Satu Penyuluh). Ini penting agar warga bisa mendapatkan pemahaman benar tentang teknologi pertanian. “Ya minimal dua desa satu penyuluh, sehingga pemahaman masyarakat bertani benar bisa diperoleh,” jelas Oyuk. Lebih jauh dikatakan, keberadaan petugas penyuluh lapangan (PPL) sangat strategis bagi pertanian. Ini karena PPL dapat bersentuhan langsung dengan petani, sehingga dapat memengaruhi cara berpikir mereka. “Dengan PPL bisa lebih aktif, maka perlahan kualitas pertanian secara perlahan

Kami langsung merespon dengan melakukan sidak sebagai langkah awal. Baik ke distributor atau ke kios untuk memastikan.

JANUARI 2015

Parlemen

17


fokus akan meningkat. Kalau PPL pasif, ya pertanian kita selalu begitu,” paparnya. Ditegaskan, pertanian modern memang lebih banyak mengandalkan teknologi. Sehingga pola yang diterapkan bisa lebih bermanfaat. “Di negara seperti Thailand, rekayasa teknologi pertanian betulbetul dilakukan. Dan, tak mungkin itu dilakukan tanpa dorongan dari insinyur pertanian yang bertindak sebagai penyuluh ke warga,” bebernya. Untuk itulah, sekali lagi, pihaknya akan mendesak dinas terkait lebih mendorong peningkatan kualitas penyuluh. “Ke depan, jumlah PPL harus bisa proporsional sesuai kebutuhan lahan. Jangan sampai satu PPL ngurus

18

Parlemen

JANUARI 2015

banyak desa, tak bisa maksimal,” tegas politisi Partai Gerindra itu. Secara terpisah, Wakil Ketua Komisi B DPRD Sumenep Juhari menambahkan, komisinya juga mendorong konversi pupuk kimia ke organik dalam rangka rehabilitasi lahan. “Kenapa pupuk organik, ini karena memang pertanian modern menghendaki yang non kimia demi kesehatan,” katanya. Lebih jauh dikatakan, selain karena urusan produk pertanian berwawasan kesehatan, dalam pertanian modern memang diperlukan pupuk organik untuk rehabilitasi lahan. “Pertanian itu kan mengenal ekstensifikasi lahan dan intensifikasi dan mekanisasi

serta rehabilitasi lahan. Nah, pupuk organik memang penting untuk rehabilitasi lahan,” terang Juhari. Kepala Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan (Disperta) Sumenep Bambang Herianto membenarkan, petani di Kota Sumekar banyak membutuhkan pupuk. Terutama, pupuk urea yang memang diperlukan di awal masa tanam. Ini karena tingkat kebutuhan akan pupuk urea sangat tinggi di masa awal tanam. ”Untuk masa tanam awal memang kebutuhan sangat tinggi,” kata Bambang kepada sejumlah wartawan Dari analisanya, tingginya kebutuhan pupuk yang pada situasi tertentu berakibat kelangkaan dipastikan akibat minimnya

kuota untuk Sumenep. Bahkan, menurut Bambang, bisa disebut sangat kurang. ”Kita memang kekurangan banyak untuk pupuk karena memang kuotanya sangat tidak proporsional dengan kebutuhan,” terangnya. Ke depan, sambung Bambang, pihaknya akan berupaya meminta tambahan kuota kepada pihak terkait. Sehingga persoalan kelangkaan pupuk di awal masa tanam bisa dihindari. Selain itu, pihaknya juga akan mendorong petani bisa mengkonversi pupuk dari pupuk kimia ke pupuk organik. Menurut Bambang, ada kecenderungan petani lebih memilih pupuk kimia. Padahal, pupuk organik lebih tepat untuk pertanian modern. (*)

www.dprd-sumenepkab.go.id


Legislator

Mengabdi Di Jalur Politik

S

osoknya begitu ramah dan tenang. Begitulah kesan pertama yang dapat ditangkap bila bertemu Wakil Ketua DPRD Sumenep yang satu ini. Ketika Parlement mendatangi ruang kerjanya, Faisal Mukhlis menyambut hangat dan simpatik di tengah kesibukannya bekerja. Nama Moh. Salim tidak asing lagi dikalangan legislatif. Ia merupakan salah satu Anggota Legislatif yang duduk di unsur Pimpinan DPRD Sumenep untuk priode 2014-2019. Legislator asal Kecamatan Paragaan ini dipercayai oleh Partai Persatuan Pembangunan (PPP) menjabat sebagai Wakil Ketua DPRD Sumenep, selama lima tahun kedepan. Diunsur Pimpinan Dewan, sosok legislator yang dikenal ramah ini tergolong baru. Namun demikian, soal organisasi dan kepemimpinannya kemampuannya tidak perlu disanksikan lagi. Selain aktif diberbagai organisasi, sebelum menjadi Pimpinan DPRD, dipriode 2009-2014 Salim menduduki sejumlah posisi strategis di Gedung Parlemen Sumenep. Disamping Anggota Komisi D, Salim juga dipercaya oleh Fraksinya saat itu

duduk di alat kelengkapan lainnya seperti Badan Anggaran (Banggar), bahkan juga pernah bergabung di jajaran Badan Musyawarah (Bamus) DPRD. Karena itulah, ia tidak canggung lagi ketika dudul di kursi Pimpinan. Tidak jarang pula, Legislator yang lahir 20 Agustus 1972 itu memimpin rapat menggantikan Pimpinan lainnya ketika berhalangan. Disis lain, soal politik baginya bukanlah hal yang baru. Jauh sebelum terjun ke dunia Politik praktis, secara tidak langsung Salim banyak terlibat dalam dinamika Politik. Ia memahami betul hiruk pikuknya politik, sejak masa orde baru, masa transisi, reformasi hingga sekarang. Pesantren juga memberi andil besar terhadap pengalaman dan pengetahuannya terhadap Politik. Selama beberapa tahun di pesantren, Ia tidak tidak hanya banyak mengetahui mengenai ilmu pengetahuan dan keislaman, tetapi secara tidak langsung juga banyak belajar mengenai Politik. Waktu di An-Nuqoyah, Salim mengaku secara emosional cukup dekat dengan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Sebagai satusatunya Partai berasas Islam waktu itu,

Salim terdorong untuk lebih mengenal dengan Partai berlambang Ka’bah tersebut. Ia merasa tertarik dengan Partai tersebut, bukan karena didirikan oleh para kiai, tetapi juga merupakan Partai yang konsisten dengan asasnya yaitu Islam. Hal itulah, yang menjadi salah satu alasannya untuk bergabung ke PPP. Baginya tidak punya alasan lain untuk menolak bergabung ke Partai berlambang Ka’bah tersebut. ”Dari sisi ideologi, saya merasa cocok dengan PPP. Dan, sejauh ini, masih konsisten dengan islam sebagai dasar berpolitiknya,” ujar Mantan Ketua AlKaustar Bragung ini. Baginya Partai bukan hanya sebagai suatu bungkus atau kendaraan politik. Namun partai adalah landasan pemikiran dan ideologi politik seseorang dalam merealisasikan karyanya demi kemajuan masyarakat, bangsa, dan negara. ”Bergabung di Partai bukan hanya sekedar memilih atau asal masuknya saja, tapi yang terpenting adalah memahami terhadap pemikiran atau ideologi Partai, sehingga menjadi landasan kita untuk berjuang,” ujar Politisi yang kini menjabat sebagai Wakil Ketua DPC PPP Kabupaten.... Bersambung ke hal. 22

www.dprd-sumenepkab.go.id

JANUARI 2015

Parlemen

19


ARTIKEL

20

Parlemen

JANUARI 2015

www.dprd-sumenepkab.go.id


ARTIKEL

ROMBONGAN Komisi B sidak ke Pasar Anom Baru.

www.dprd-sumenepkab.go.id

JANUARI 2015

Parlemen

21


Legislator Sumenep ini.

Politik Adalah Jalan Untuk Pengabdian

Dan tentu sudah menjadi resiko sendiri, siap mengabdi berarti harus siap berkorban. Tak ada satu alasanpun yang mengharuskan memakan uang rakyat.

22

Parlemen

JANUARI 2015

Dalam pandangan Salim politik bukanlah adu kekuatan, persaingan, atau semata-mata adu dukungan. Tapi politik adalah jalan untuk pengabdian. Politik seharusnya menyejukkan, bukan melahirkan perpecahan, apalagi permusuhan. Dan politik sejatinya harus berbuah manis, bukan pahit. Sebab politik adalah sarana atau jalan untuk berjuang demi kesejahteraan rakyat. Prinsip politik itulahlah yang senantiasa dipegang oleh Ahmad Salim. Anggota DPRD Sumenep yang satu ini berobsesi untuk mengabdikan dirinya demi kesejahteraan masyarakat di jalur politik. Sebab, melalui politik itulah, seluruh aspirasi dan harapan masyarakat dapat diakomudir. ”Politik ujungnya akan melahirkan sosok penguasa atau Pemerintah. Melalui kekuasaan itulah bisa digunakan untuk kepentingan masyarakat khususnya rakyat yang diwakilinya,” ujarnya. Salim juga mengumpamakan, politik tidak ubahnya sebuah pisau. Tergantung pada siapa yang akan menggunakannnya. Pisau fungsi dasarnnya digunakan untuk memotong, mengupas, atau memangkas. Tentu fungsi pisau itu akan memberi manfaat dan dampak yang sangat positif baik pada diri sendiri maupun orang lain. Namun sebaliknya, bisa saja, pisau itu digunakan pada hal yang negatif, jika tidak difungsikan sebagaimana mestinya. Ia bisa saja tidak hanya membuat celaka orang lain, tetapi juga dirinya jika digunakan pada di luar fungsi dasarnnya, misalnya untuk menusuk, mencelakanan, bahkan membunuh. Begitulah Politik. Tergantung pada siapa pelakunya, apakah akan digunakan untuk kebaikan atau sebaliknya digunakan pada kejahatan. ”Semuanya tergantung pada orangnya. Jika niatnya berpolitik baik, maka tentu akan Positif, namun jika diniatkan untuk hal yang buruk melanggaran hukum dan agama, maka tunggulah dampak negatifnya,” terang Salim ketika berdiskusi soal politik dengan Parlemen.

Bagi Salim, politik harus berbuah manis. Politik harus memberi manfaat, bukan madharat. Dan untuk mencapainya, diperlukan sosok politisi yang tulus dan tidak hanya berjuangan semata-mata untuk mencari kekuasaan atau harta. Seseorang berpolitik akan terasa nikmat jika tidak hanya mengejar kebutuhan duniawai, tapi adalah kenikmatan yang hakiki adalah ukhrowi. Untuk itulah, sejak memilih terjun ke dunia Politik, Alumnus Sekolah Tinggi Ilmu Keislaman An-Nuqoyah (STIKA) Guluk-Guluk ini senantiasa diniatkan untuk mengabdi. Salim tidak ingin dikatakan Politisi yang salah dalam menyalahgunakan Politik. Ia ingin iktiyar politiknya yang selama ini diperjuangkan berbuah manis baik untuk dirinya sendiri terlebih pada masyarakat umum. Salim sangat menyesalkan dengan pandangan umum orang termasuk Politisi yang menganggap politik hanya untuk mencari kekuasaan atau jabatan. Pemikiran bahwa Politik hanya untuk mengejar kekuasaan atau jabatan. ”Saya juga tidak sepakat dengan sebagai kelompok yang menyatakan golput di Pemilu. Itu berarti kurang memahami dengan subtansi politik. Politik bukan mencari kekuasaan, tapi ikhtiyar untuk pemerataan kesejahteraan dan pengawalan terhadap hak-hak berbangsa dan bernegara,” tandasnya.

Dorong Pembangunan SDM dan Infrastruktur

Sebagai Legislator di Kabupaten Sumenep, Salim mengaku mempunyai tugas dan tanggung jawab yang cukup berat. Bukan hanya karena posisinya sebawai Wakil Ketua DPRD, namun sebagai Wakil Rakyat Ia mendapat amanat rakyat dipercayakan kepadanya untuk diperjuangkan di kursi Legislatif. Tidak sedikit harapan dan persoalan masyarakat yang perlu diperjuangkan di kursi legislatif. Melalui Jabatan yang dimilikinya saat ini, Salim mempunyai tekad untuk terus berjuang demi kesejahteraan rakyat. Baginya tidak ada kata akhir untuk mengabdi demi kesejahteraan masyarakat. ”Bagaimanapun ini adalah pengabdian. Sehingga, apa yang saya lakukan dan perjuangkan di Legislatif diniatkan untuk mengabdi pada masyarakat,”

www.dprd-sumenepkab.go.id


legislator tuturnya tersenyum. Diakuinya, selama lima tahun di priode sebelumnya, memang banyak yang telah dilakukan untuk kepentingan rakyat di Gedung Parlement. Dan selama lima tahun itu pula, diakuinya banyak persoalan atau program berkaitan dengan kepentingan rakyat yang belum terselesaikan. Di priode sekarang ini, Salim mengaku telah menyusun beberapa program yang perlu jadi skala prioritas. Salah satu incarannya adalah mengenai pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM). ”Salah satu yang menjadi target kami kedepan yaitu pembangunan SDM. Bagaimanapun sebagai Subjek dari Pembangunan itu sendiri, SDM menjadi kunci dari semuanya,” terangnya. Dalam pandangannya, sebesar apapun Sumber Daya Alam (SDA) yang dimiliki satu daerah, namun apabila tidak diimbangi dengan SDM yang kompeten, maka akan sia-sia. Sumenep menurutnya mempunyak banyak potensi baik dari sisi kelautan, pertanian, wisata hingga potensi gasnya. Namun Potensi tersebut tidak dikelola oleh SDM yang bagus. Sumenep masih bergantung pada

tanaga luar daerah, karena SDM yang dimiliki sendiri tidak punya kapasitas untuk mengelola SDA tersebut. SDM lokal hanya sebagai penonton, sementara SDM luar daerah bahkan negara lain menjadi pelaku. Akibatnya, keberadaan SDA itu tidak berdampak maksimal terhadap pembangunan dan kesejahteraan masyarakat. ”Percuma kita mempunyai potensi alam yang besar dan sia-sia kita mempunyai potensi wisata yang bagus, kalau tidak diimbangi dengan SDM yang berkwalitas. Makanya, Pembangunan SDM sangat penting,” tandasnya dengan nada serius. Untuk itulah, Pembangun SDM perlu terus ditingkatkan. Pembangunan SDM itu yaitu tidak ada lain kecuali melalui Pendidikan. Sejauh ini, Anggaran untuk pendidikan yang dikucurkan oleh Pemerintah cukup besarl, yaitu 20 persen dari total kekuatan anggaan baik APBD maupun APBN. Tinggal bagaimana Eksekutif mengemas anggaran yang besar itu dengan baik agar sesuai dengan semangat ditetapkannnya anggaran 20 persen untuk pendidikan tersebut. Soal pendidikan, menurut Salim, sejauh ini, Pemerintah Kabupaten Sumenep dinilai belum mempunyai renstra pendidikan yang jelas.

Pembangunan pendidikan seolah tidak mempunyai arah, sehingga kesannya berjalan tanpa tujuan. ”Percuma anggarannya besar, tapi Instansi tekhnis tidak mempunyai program dan target yang jelas dalam pendidikan. Saya kira, perlu juga duduk bersama dengan para pihak untuk merumuskan bagaimana arah kebijakan pendidikan di Sumenep,” tandasnya. Selain Pembangunan SDM, pelayanan kesehatan juga menjadi salah satu bidikan Salim. Ia berkomitmen untuk mendorong terwujudnya pelayanan kesehatan prima kepada masyarakat tanpa diskriminasi. Sejauh ini, keluhan terhadap pelayanan kesehatan masih mengemuka. Tidak soal sulitnya masyarakat miskin mendapat pelayanan kesehatan, keterbatasan tenaga dan sarana medis, termasuk masih adanya punguan masih nyaring terdengar. Persoalan tersebut perlu mendapat perhatian serius dari Pemerintah. ”Dan yang tidak kalah penting adalah mengenai masalah infrastruktur seperti jalan dan jembatan terutama di daerah-daerah terpencil seperti Kepulauan,” pungkasnya. (*)

Biodata

Nama Lengkap : Ahmad Salim, SH.i Tetala : Sumenep, 20 Agustus 1972 Alamat : Desa Jeddung Kecamatan Paragaan Pendidikan Terakhir : Strata Satu (S1) Agama : Islam Istri : Ny. Faizah Anak : Mohammad Hafiluddin Salim, Zaidatul Mumayyizah, Mohammad Romzi, Mohammad Rofiq, dan Mohammad Jakfar Asshodik

Riwayat Pendidikan 1. 2. 3. 4. 5.

SD Negeri Guluk-Guluk 2 Kecamatan Guluk-Guluk MI Raudlah Najiah Bragung - Guluk-Guluk MTs. Annuqoyah Guluk-Guluk MA Annuqoyah Guluk-Guluk STIKA Annuqoyah Guluk-Guluk

Pengalaman Organisasi 1. 2. 3. 4. 5.

www.dprd-sumenepkab.go.id

Ketua Ikatan Santri Beragung (Iksbar) Ketua Forum Pemuda Beragung (Fobra) Al-Kaustar Beragung MWC NU Kecamatan Paragaan Wakil Ketua DPC PPP Sumenep

JANUARI 2015

Parlemen

23


pottre

M

Delapan Tahun Pimpin Patean

enjadi pemimpin bukanlah perkara mudah, apalagi hal itu dilakukan oleh seoraang perempuan. Namun, bagi Kepala Desa Patean Kecamatan Batuan Lely Mariana, hal itu tidak membuatnya menjadi beban. Sejak kecil, dirinya mengaku sudah benyak belajar bagaimana menjadi pemimpin yang baik, walaupunn pengalaman tersebut tidak

24

Parlemen

JANUARI 2015

didapat dari Sekolah ataupun kampus. Hidup yang memang berada dilingkungan keluarga seorang Kepala Desa, baik secara langsung maupun tidak membuatnya memberinya banyak pengetahuan dan pengalaman baik berorganisasi dan memimpin. “Kebetulan, orang tua atau ayah saya dulu sebelum saya adalah Kepala Desa. Sehingga, sedikitnya banyak sudah mendapat ada pengalaman dari situ,” tutur ibu tiga anak ini. Diakuinya, memang banyak keluh kesah yang dihadapi selama menjadi kepala Desa. Disatu sisi, Ia senang dapat berbuat banyak untuk

masyarakat, namun disisi lain menjadi “orang tua” khususnya bagi masyarakat Patean sebenarnya bukanlah perkara gampang atau mudah. “Yang paling berat sebenarnya adalah ketika ada pertengkaran sesama warga di Desanya. Sebagai, seorang Kepala Desa sekaligus orang tua mereka ya harus menjadi penengah. Kemudian, kalau ada kriminalitas seperti pencurian. Ini yang terasa beras bagi saya, apalagi saya sebagai perempuan,” ujarnnya. Disisi lain, tambah Kades dua priode ini, Salah satu konsekuensi sebagai seorang pemimpin di tingkat Desa,

www.dprd-sumenepkab.go.id


pottre

Tidak ada larangan perempuan berkarir. Silakan perempuan berkarir asal jangan kebablasan menangalkan tanggung jawabnya sebagai ibu bagi anakanaknya dan meninggalkan kewajibannya sebagai seorang istri. Kepala Desa Patean Kecamatan Batuan Sumenep tentu tidak semuanya ada yang senang. Tidak menutup kemungkinan, mereka ada yang justru tidak senang dirinnya menjadi seorang Kepala Desa. “Tidak usa menjadi Kades, orang senang dan tidak senang itu lumrah. Tetapi, yang paling penting bagaimana kita menyikapinya. Mereka tidak perlu dimusuhi, tapi bagaimana justru harus merangkulnya,” ujarnya tersenyum. Motivasinya menjadi Kepala Desa bukanlah untuk mengejar kekuasaan atau jabatan, tetapi Ia ingin mengabdi kepada masyarakat. Masih banyak persoalan baik sosial maupun ekonomi, termasuk infrastruktur yang dihadapi masyarakat di Desanya masih belum terselesaikan. Patean memang masuk daerah di kawasan yang tidak jauh dari perkotaan.

www.dprd-sumenepkab.go.id

Lely Mariana

Namun, bukan lantas persoalan infrastruktur semuanya sudah terpenuhi. “Contohnya listrik. Tidak semua warga atau Dusun di Patean sudah ada jaringann listrik oleh PLN. Padahal, daerah kami tidak jauh dari kota. Ini barang kali salah satu yang perlu saya kawal,” ungkapnya dengan nasa serius. Lely mengaku selama menjabat sebagai Kepala Desa sejak 2007 memang banyak hambatan atau kendala yang dihadapi selama menjalani Pemerintahannya. Namun demikian, Istri dari Hasan Basri ini menjalani dengan tegar dan diimbangi oleh usaha dan do’a.

Selain dibicarakan melalui rapat desa yang melibatkan pihak berkepentingan, Lely mengaku tidak segan-segan berkonsultasi dan meminta saran baik kepada suami maupun orang tua dalam menyelesaikan persoalan atau menentukan kebijakan. Dengan. Cara tersebut, setidaknya beban yang ditanggung dan persoalan yang dihadapi akan lebih ringan. “Tentu sewaktu-waktu, saya minta pendapat suami dan saran dari orang tua setiap menyelesaikan masalah, apalagi menyangkut masyarakat luas,” pungkasnya. (*)

JANUARI 2015

Parlemen

25


Dinamika

K

Dewan Sayangkan Pengelolaan Water Park

omisi B DPRD S u m e n e p menyayangkan pengelola Water Park Sumekar (WPS), Desa Kasengan, Kecamatan Manding, yang belum mengurus ijin untuk pengembangan salah satu objek wisata tersebut. Ketua Komisi B DPRD Sumenep, Nurus Salam mengatakan, pengelola WPS sama sekali tidak menghiraukan bahkan dinilai mengabaikan terhadap masukan yang disampaikan Komisinya, saat melakukan sidak. “Kami sudah pernah menyarankan saat sidak ke WPS beberapa waktu lalu. Pengembangan WPS ternyata belum mengantongi ijin. Waktu itu mereka

P

Parlemen

peghentian sementara pembangunan pengembangan WPS, sampai perijinannya selesai diurus. Kalau ijinnya sudah selesai, baru pengembangan bisa dilanjutkan lagi,” tandasnya. Nurus menambahkan, meskipun WPS termasuk salah satu aset atau obyek wisata di Sumenep, namun apabila tidak mematuhi aturan yang ada, maka tetap harus dijatuhi ‘punishment’. “Kami akan panggil pengelola WPS, meminta penjelasan mengapa belum juga mengurus ijin,” jelasnya. Sementara itu, owner WPS Abd. Latif mengakui jika pengembangan lokasi bangunan yang dikelolnya belum mengantongi ijin. Namun, pihaknya berjanji akan segera memproses ijin tersebut. ”Memang sejauh ini masih belum ada. Tapi, kami akan segera memprosesnya ke pihak-pihak terkait di Pemkab,” ujarnya. (*)

Bank Berbasis Syari’ah Masih Minim

erilaku agamais yang tertanam di kalangan masyarakat ternyata belum banyak masuk dalam sendi ekonomi, khususnya perbankan. Di Sumenep misalnya, bank syariah yang mengacu pada syariat Islam jumlahnya sangat minim. Sebaliknya, bank konvensional justru bertaburan hingga ke sejumlah wilayah yang jauh dari pusat perkotaan. Wakil Ketua Komisi B DPRD Sumenep Ach. Juhari mengatakan, minimnya bank berbasis syariah disebabkan bank semacam ini masih dalam masa pertumbuhan. Namun, dirinya optimistis ke depan bank syariah akan mampu menyaingi bank konvensional. ”Sumenep hanya memiliki BPRS Bhakti Sumekar dan Baitul Mal Wal Tamwil (BMT) di Gapura yang menerapkan basis syariah.

26

berjanji segera mengurus ijin. Tapi kenyataannya sampai sekarang pengelola WPS belum juga mengurus ijin,” katanya menyesalkan, beberapa waktu lalu. Menurut dia, Negara ini bukanlah hutan belantara, sehingga segala sesuatu juga harus tunduk pada aturan yang berlaku. “Kalau mau menang sendiri, itu namanya pakai hukum rimba belantara. Tidak perlu aturan,” ujarnya kesal. Politisi Gerindra ini meminta agar pengelola WPS segera mengurus ijin untuk pengembangan bangunan, maupun ijin penangkaran dan pemeliharaan satwa yang ada di kebun binantang WPS. Apabila tetap membandel, ia meminta agar aparat berwenang memberikan tindakan tegas. “Kami akan merekomendasikan

JANUARI 2015

Tapi, kami yakin, bank yang menerapkan syar’i mampu berkompetisi,” kata politikus asal PPP itu. Juhari mengatakan, bank syariah sebenarnya sangat memungkinkan diterima oleh masyarakat. Pasalnya, bank tersebut menerapkan praktik qordhul hasan atau pinjaman tanpa laba. Sistem tersebut, menurut dia, tentu saja akan menguntungkan masyarakat dan terjauh dari perbuatan riba. ”Sedangkan bank konvensional memberikan bunga 0,5 persen. Bank syariah di Sumenep mengandalkan keberanian saja. Tapi, kami tetap dukung dan memacu pertumbuhan ekonomi syariah untuk terus berkembang,”

terangnya. Sementara itu, sejumlah masyarakat masih memilih bank konvensional dengan alasan adanya tawaran bunga yang menggiurkan. Di samping ketidaktahuan mereka mengenai sistem perbankan syariah. Hal itu disampaikan Moh. Hasyim warga Kelurahan Kepanjin, Kecamatan Kota Sumenep. Hasyim mengatakan, dia dan istrinya menyimpan ke bank konvensional karena bank tersebut menjanjikan banyak bunga kepada nasabah. ”Lagi pula, kami kurang begitu tahu sistem yang diterapkan bank syariah. Umumnya sudah ke bank konvensional,” paparnya. (*)

www.dprd-sumenepkab.go.id


Dinamika

P

Proyek Jembatan Nambakor Disorot Dewan

royek rehab Jembatan Nambakor, Kecamatan Saronggi, disesalkan Komisi C DPRD Sumenep. Proyek yang sumber dananya berasal dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) 2014 itu mangkrak. Jembatan di jalan nasional tersebut mulai rusak. Misalnya, pondasi dan aspal di badan jembatan mengelupas. Semestinya, konstruksi jembatan itu segera dilakukan sehingga tidak meresahkan pengguna jalan. Sekretaris Komisi C DPRD Sumenep Moh. Syukri mengatakan, Komisinya telah melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke lokasi untuk melihat langsung keberadaan jembatan tersebut. Hasilnya, keberadaan jembatan saat ini dinilai membahayakan. Sebab, besinya karatan dan cor banyak yang retak. Syukri mengakui jika pihaknya sangat kecewa karena program pemerintah pusat tersebut tidak segera selesai. ”Kami akan berkoordinasi dengan kontraktor. Juga instansi yang menangani untuk

memastikan kelanjutan pembangunan jembatan ini,” paparnya. Proyek yang pengerjaannya 2014 itu ditangani UPT Dinas PU Jatim di Pamekasan. Lantaran tidak bisa menyelesaikan, akhirnya rekanan diputus kontrak. Sementara itu, wakil rakyat mempertanyakan langkah instansi teknis setelah rekanan gagal mengerjakan. Instansi teknis, lanjut Syukri, seharusnya memperhatikan aspek kedaruratan. Sebab, kondisi jembatan dimanfaatkan pengendara siang dan malam. Dengan demikian, membutuhkan langkah sigap untuk menghindari kerusakan secara tiba-tiba. ”Kalau ambruk, khawatir menimbulkan korban jiwa. Sebab, di bawah jembatan terdapat sungai yang cukup dalam,” jelasnya. Total panjang jembatan sekitar 20 meter. Kerusakan

terjadi di dua kaki jembatan dan beton penyangganya. Berdasar rencana sebelumnya, rehab jembatan selesai 2014. Namun, karena rekanan tidak bisa menyelesaikan, akhirnya proyek tersebut terbengkalai. ”Nama rekanannya saya kurang tahu. Namun informasinya, kontraktor berasal dari Sampang. Nanti kami cari tahu,” katanya. Jembatan Nambakor tersebut adalah akses jalan nasional di Madura bagian selatan. Kendaraan berat banyak melewati jalur tersebut. Tak pelak, banyaknya kendaraan yang melintas membuat kondisi jembatan kian mengkhawatirkan. Sementara itu, Kepala UPT Dinas PU Bina Marga Jatim di Pamekasan Purwanto juga membantah proyek tersebut tanggung jawab instansinya. Dia mengaku tidak memiliki program rehab Jembatan Nambakor pada 2014. (*)

Dewan Minta Pemkab Atasi Tingginya Harga BBM Di Pengecer

M

eski sudah diturunkan, harga bahan bakar minyak (BBM) jenis premium ditingkat pengecer masih sangat tingi. Hal itu mendapat tanggapan Anggota Komisi A DPRD Sumenep Abrori Mannan. Abrori meminta agar pemerintah tidak berpangku tangan dengan persoalan itu. Dijelaskannya, kehadiran pemerintah dalam menyelesaikan persoalan tersebut sangat penting. Sebab, jika dibiarkan, persoalan itu akan berkelanjutan. Sementara itu, yang dirugikan adalah konsumen. Abrori menyatakan, sejak ada informasi penurunan harga, seharusnya pemerintah langsung merespons dengan mengontrol kondisi di bawah. Sebab, jika tidak dikontrol, pedagang bensin eceran akan mematok harga sepihak. ”Namanya juga pedagang pasti

www.dprd-sumenepkab.go.id

mencari untung,” katanya kepada Parlement. Lebih lanjut Politisi asal PKB ini mengatakan, sebagai kepanjangan tangan pemerintah pusat pemkab seharusnya membantu dalam mengimplementasikan semuak kebijakan dari atas. Termasuk penurunan harga BBM. Sebab, jika pemkab bersifat acuh, maka kebijakan itu tidak akan terealisasi dengan baik. Menurutnya, pedagang BBM eceran yang tetap menjual dengan harga tinggi, merupakan bentuk pembangkangan. Eksekutif harus memiliki instrumen solutif untuk mengentas pembangkangan tersebut. ”Kebijakan pemerintah pusat harus diimbangi dengan implementasi pemerintah kabupaten,” terangnya. Kebijakan pemerintah pusat

merupakan sikap realistis dalam merespon kebutuhan rakyat. Artinya, menaikkan atau menurunkan harga dengan argumentasi berpihak pada spectrum kerakyatan merupakan sikap faktual bahwa pemerintah prorakyat. Sayangnya, sampai saat ini pernyataan yang dilontarkan politikus PDIP itu belum direspons pemkab. Saat dikonfirmasi, Kabag Perekonomian Sekretariat Kabupaten (Setkab) Mohammad Hanafi yang bertanggung jawab atas persoalan itu belum bisa dimintai keterangan. Saat dihubungi melalui nomor telepon genggam yang biasa dia pakai, tidak ada respons. Bahkan, pesan singkat yang dikirim koran ini tidak ditanggapi. Untuk diketahui, Sebelumnya, harga BBM di tingkat pengecer masih sangat tinggi. Meski pemerintah telah menurunkan harga BBM menjadi Rp 7600, harga masih sama seperti sebelum diturunkan. Kondisi seperti itu terjadi di sejumlah wilayah. Khususnya, daerah pelosok, termasuk di kepulauan. (*)

JANUARI 2015

Parlemen

27


Studi Banding

Belajar Pengelolaan Taman Kota ke Pemerintah Kota Surabaya

Sukses Kelola Taman Yang Mendunia

SALAH satu taman kota yang terkenal di Surabaya, yakni Taman Bungkul.

TAMAN kota merupakan salah satu bentuk ruang terbuka hijau yang banyak digunakan oleh masyarakat untuk melakukan berbagai macam aktivitas mulai rekreasi, olahraga maupun aktivitas yang bersifat pasif. Sebagai bentuk ruang terbuka hijau (RTH), taman kota memiliki fungsi ekologis, sosial budaya, estetika dan ekonomi.

B

atam merupakan sebuah kota dengan letak sangat strategis. Selain berada di jalur pelayaran internasional, kota ini memiliki jarak yang cukup dekat dengan Singapura dan Malaysia. Batam merupakan salah satu kota dengan

28

Parlemen

JANUARI 2015

pertumbuhan terpesat di Indonesia. Ketika dibangun pada tahun 1970-an awal kota ini hanya dihuni sekitar 6.000 penduduk dan dalam tempo 40 tahun penduduk Batam bertumbuh hingga 158 kali lipat. Dari sekian daerah di tanah air,

Surabaya termasuk yang sukses menata kota dengan menyulap menjadi ”Kota Taman”. Salah satu taman yang terkenal di sana adalah Taman Bungkul. Ia merupakan salah satu taman kota di Surabaya yang keberadaannya sangat sentral bagi masyarakat Surabaya dikarenakan berbagai elemen yang sangat menunjang keberadaannya mulai aktivitas masyarakat didalamnya, sejarah, kenyamanan masyarakat yang berada disana, akses lingkungan dan kondisi sosial. Surabaya, sebagai kota terbesar di Jawa Timur, wajib menerapkan RTH seluas 20% luas kota, dimana 10% berupa hutan kota, maka Surabaya diharapkan menjadi kota taman atau “Green City”.

www.dprd-sumenepkab.go.id


studi banding Kota taman menurut Utomo (2003), adalah: penatan ruang kota yang menempatkan RTH sebagai asset, potensi dan investasi kota jangka panjang yang memiliki nilai ekonomi, ekologis, edukatif dan estetis sebagai bagian penting nilai jual kota. Kota taman atau “Green City� sebagai konsep realisasi RTH di Surabaya, diharapkan terjadi keseimbangan tata guna lahan untuk pembangunan dibidang ekonomi, social-politik, budaya dan lingkungan dan mencapai tujuan dibentuknya RTH dalam berkehidupan di Surabaya. RTH di Surabaya luasannya yang ada sekarang menurut data Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Kota Surabaya, RTH di Surabaya realitanya hanya 3.000 Ha dibandingkan dengan luasan kawasan yang terbangun, masih belum mencukupi bagi Surabaya yang luasnya 326 ribu Ha. Berdasarkan RTRWP Jawa Timur tahun 2005 –2020, RTH di Surabaya seharusnya ada sekitar 6.500 Ha termasuk hutan kota. Bentuk RTH yang sudah ada di Surabaya, adalah hutan kota, taman kota, taman rekreasi kota, Area hutan kota di Surabaya, ada di Lakarsantri seluas 8 Ha, Kebun Bibit Wonorejo seluas 2 Ha dan waduk Wonorejo seluas 5 Ha. Taman rekreasi kota di Surabaya ada di Taman Surya, Taman Bungkul, dan Taman Flora Kebun Bibit, sedangkan bentuk RTH lainnya adalah taman kota dan jalur hijau ditepi atau ditengah jalan utama, misalnya jalan Raya Darmo, serta area hijau di bangunan - bangunan yang melestarikannya. Realisasi RTH di Surabaya, sama dengan kota - kota besar di Indonesia lainnya, yaitu kendala sulitnya ruang bagi RTH. Kesulitan ruang diperkotaan seringkali disebabkan menjamurnya perumahan kumuh karena

www.dprd-sumenepkab.go.id

tingginya tingkat urbanisasai, keberadaan sector informal, akibat peningkatan kepadatan penduduk yang sangat cepat, atau pentingnya tujuan pembangunan berkelanjutan yang lain, sehingga banyak areal RTH alih fungsi menjadi guna lahan yang lain. Sangat terbatasnya ketersediaan ruang bagi RTH di perkotaan, seperti di Surabaya juga disebabkan harga tanah yang tinggi, kurangnya kemauan masyarakat untuk berpartisipasi, dan pelaksanaan regulasi perundangan-undangan yang kurang memperhatikan pentingnya RTH bagi kenyamanan hidup masyarakat didalam kota besar. Menurut Hakim dan Abu Bakar (2003), pemfungsian RTH masih punya makna pelengkap bagi kota, lebih parah lagi dianggap cadangan untuk penggunaan lahan di masa mendatang. Dari uraian diatas maka Pemerintah kota harus jeli dan tegas serta konsisten dalam memanfatkan ruang – ruang yang dapat difungsikan sebagai RTH. Pemerintah Kota Surabaya, sudah berusaha menata RTH lebih baik dari sebelumnya, diawali dari Ibu Tri Risma Harini yang pada saat itu menjabat sebagai Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Madya Surabaya. Beliau memulai dengan menghijaukan dan menata kembali jalur - jalur hijau, taman rekreasi kota dan taman - taman kota di Surabaya yang sudah lama tidak diperhatikan. P e n a t a a n penghijauan di Surabaya masih diteruskan sampai kini oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Madya Surabaya dan berhasil menghijaukan sebagian besar jalur-jalur hijau, taman-taman kota, taman - taman rekreasi kota dan hutan kota, sehingga telah mempercantik dan

mempersegar kota Surabaya. Di Surabaya, salah - satu RTH yang cukup luas dan dapat berperan sebagai taman rekreasi kota adalah Taman Flora Kebun Bibit Bratang dengan luas sekitar 45 ribu meter persegi, berada diujung jalan Manyar dan jalan Ngagel Jaya Selatan. Saat ini Kebun Bibit, tertata rapi dengan tingkat kerapatan vegetasi yang cukup tinggi, dilengkapi dengan sarana taman rekreasi kota berupa sangkar burung yang cukup besar, tempat bermain anak-anak, air mancur, toilet untuk umum, area parkir dan perpustakaan yang dibuka saat hari libur, serta hotspot. Pada hari libur, area ini berperan sebagai taman rekreasi masyarakat, terutama karena fasilitas yang disediakan sangat menunjang masyarakat bercengkerama dan bersantai bersama keluarga tanpa biaya. Kebun Bibit, yang berperan sebagai taman rekreasi kota sangat bermanfaat dan memiliki nilai ekonomi, edukatif dan estetis bagi masyarakat disekitarnya, terbukti dengan banyaknya masyarakat yang memanfaatkannya untuk rekreasi beserta keluarga. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota dan Peraturan Daerah No 7/2002 tentang pengelolaan RTH, kerapatan vegetasi di hutan kota mencapai 90 -100%., sedangkan taman kota mempunyai kerapatan

Batam, bersama dengan Bintan dan Karimun kini telah berstatus sebagai Kawasan Ekonomi Khusus(KEK).

vegetasi sampai 60%, sisa areanya dapat digunakan untuk kelengkapan penunjang taman rekreasi kota. Kebun Bibit sebagai taman rekrasi kota dibandingkan kedua taman rekeasi lainnya, yaitu Taman Bungkul dan Taman Surya, di Kebun Bibit mempunyai kerapatan vegetasi yang lebih tinggi. Dari tingkat kerapatan vegetasinya, Kebun Bibit berpotensi menjadi kawasan konservasi yang memiliki nilai ekologis, edukatif dan estetis, disamping taman rekreasi kota juga berfungsi sebagai paru paru kota. Atas dasar semua itu, Surabaya banyak meraih penghargaan. Salah satunya Juara I Indonesia Green Region Award (IGRA) untuk Kategori Kota pada tahun

SEJUMLAH pelajar asyik belajar di salah satu taman kota di Surabaya.

JANUARI 2015

Parlemen

29


Studi Banding 2011 dan 2012, penghargaan ADIPURA KENCANA (Peraih penghargaan ADIPURA selama 8 tahun berturutturut), Kota dengan partisipasi publik terbaik di Kawasan Asia Pasifik tahun 2012, Kota Langit Biru Terbaik tahun 2011 dan pionir aksi Gerakan Indonesia Bersih Tahun 2012, melalui kegiatan bersih-bersih sungai dan jalur hijau Kalimas yang melibatkan 73 ribu warga. Ada tiga hal yang menjadi istimewa di Surabaya. Pertama, Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya memiliki inovasi, konsistensi dan komitmen yang tinggi dalam penataan ruang terbuka hijau. Kota Surabaya memiliki ratusan taman kota, dimana 45 merupakan taman kota aktif yang bisa dikunjungi dan lebih dari 250 titik taman kota pasif yang hanya berfungsi sebagai elemen keindahan. Ruang terbuka hijau yang dikelola Pemkot mencapai 20,3 % dan 13 % milik swasta. Yang menarik adalah taman kota dilengkapi fasilitas lengkap seperti tempat nongkrong dan makan, area sepatu roda, lapangan futsal, lapangan basket hingga koneksi internet gratis. Beberapa bahkan dilengkapi dengan perpustakaan umum. Adapula taman yang dibuat untuk penderita kanker, yaitu

30

Parlemen

JANUARI 2015

WALIKOTA Surabaya Tri Risma Harini membawa penghargaan dunia atas keberhasilan pengelolaan taman kota.

Taman Paliatif di Jalan Soka, Tambaksari. Semua taman tidak boleh dipagar dan terbuka 24 jam. Setiap taman juga diterangi lampu terang plus kamera keamanan untuk mencegah taman menjadi areal mesum. Untuk meringankan beban anggaran untuk pengelolaan taman, Pemkot bekerja sama dengan swasta melalui program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) lokal,

seperti : Pegadaian, PLN, Unilever dan sebagainya. Terkait kebijakan penataan ruang terbuka hijau, Pemerintah Kota Surabaya mewajibkan setiap pembangunan seluas 1 m2 harus menaman 1 batang pohon serta menaikkan tarif reklame ukuran besar dan menurunkan tarif ukuran kecil untuk menekan pertumbuhan reklame yang merusak keindahan kota.

Hal istimewa kedua adalah Kota Surabaya memiliki kampung-kampung hijau (kampung sadar lingkungan) dimana masyarakat setempat melakukan pemilahan sampah, pengomposan, penghijauan, pengelolaan air limbah domestik rumah tangga, recycling air limbah untuk kegiatan penyiraman dan perikanan secara swadaya dengan dibantu dana CSR (Corporate Social Responsibility) dari perusahaan local, misalnya Kampung Hijau di RT 03 RW VIII Genteng, Candirejo. Pemberdayaan masyarakat dilakukan oleh kader-kader lingkungan yang dibentuk dari ibu-ibu PKK atau tokoh masyarakat tempatan. Kaderkader lingkungan inilah yang menjadi motivator dan fasilitator dalam kegiatan pengelolaan lingkungan hidup. Saat ini terdapat lebih dari 30.000 kader lingkungan dari 12 orang pada tahap pembentukan pertama kali. Ketiga, Pemerintah Kota Surabaya telah berhasil menciptakan beberapa Sekolah ADIWIYATA dan

www.dprd-sumenepkab.go.id


studi banding ADIWIYATA Mandiri (Sekolah Peduli dan Berbudaya Lingkungan). Menariknya, beberapa sekolah tersebut yang memiliki pengolahan air limbah yang mengolah air limbah dari kamar mandi, laundri (khusus sekolah asrama) dan laboratorium. Hal ini yang menjadikan Sekolah ADIWIYATA di Kota Surabaya “unik� dari sekolah-sekolah ADIWIYATA di daerah lain. Kesuksesan Surabaya mengelola taman kota membuat berbagai kota luar negeri juga belajar ke Kota Pahlawan. Dua kota di Malaysia, yakni Kota Batu Pahat dan Johor Bahru, menimba ilmu pengelolaan taman ke Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini. Ketua Delegasi Majlis Perbandaran Batu Pahat Norashikin Binti Mohd Yasin mengaku sangat senang medengar Taman Bungkul mendapatkan pengharagaan dari PBB sebagai taman terbaik se-Asia.

Wali Kota Surabaya Tri Risma Harini mengatakan, banyak daerah lain yang belajar ke kota yang dipimpinnya. Baik dari dalam maupun luar negeri. Wali Kota yang diusung PDI-P ini memang dinilai memiliki prestasi dalam memimpin Kota Surabaya. Tidak hanya tamu dari dalam negeri saja yang datang kepadanya sekadar ingin belajar pengelolaan tata kota, tetapi sejumlah lembaga internasional pun kerap bertandang ke kantornya untuk berdiskusi. Taman kota merupakan salah satu bentuk ruang terbuka hijau yang banyak digunakan oleh masyarakat untuk melakukan berbagai macam aktivitas mulai rekreasi, olahraga maupun aktivitas yang bersifat pasif. Sebagai bentuk RTH, taman kota memiliki fungsi ekologis, sosial budaya, estetika dan ekonomi.

Taman Bungkul merupakan salah satu taman kota di Surabaya yang keberadaannya sangat sentral bagi masyarakat Surabaya dikarenakan berbagai element yang sangat menunjang keberadaannya mulai aktivitas masyarakat didalamnya, sejarah, kenyamanan masyarakat yang berada disana, akses lingkungan dan kondisi sosial. Oleh karena itu, Dinas Kebersihan dan Pertamanan

sebagai instansi yang bertanggung jawab mempunyai peran yang sangat vital terhadap pengelolaan Taman Bungkul melalui Seksi Pertamanan agar taman tersebut terpelihara dan fungsi-fungsinya tetap berjalan. Hal yang menarik dari penelitian ini adalah Taman Bungkul merupakan taman kota yang mengusung konsep education, entertainment dan sport. (*)

TAMAN Pelangi di Surabaya yang juga menjadi salah satu tempat favorit.

www.dprd-sumenepkab.go.id

JANUARI 2015

Parlemen

31


Suara Desa

Kolo-Kolo Inginkan Perbaikan Infrastruktur

W

arga Desa Kolo-Kolo Kecamatan Arjasa Pulau Kangean menginginkan agar Pemerintah Daerah memerhatikan kondisi infrastruktur di daerahnya. Sebab, mayoritas jalan Desa didaerah tersebut belum tersentuh perbaikan baik berupa pembangunan makadam, bahkan pengaspalan. Kepala Desa Kolo-Kolo Kecamatan Arjasa, Saini mengungkapkan, beberapa jalan Desa di daerahnya kondisi memprihatinkan, sebab nyaris tidaktersentuh perbaikan sama sekali. Pada umumnya jalan di Desa tersebut becek terutama ketika musim penghujan seperti sekarang ini. ”Otomatis tidak bisa dilalui kendaraan kalau sudah becek

seperti saat ini. Karena, jangkankan diaspal, dimakadampun masih mayoritas belum,” ungkapnya. Menurut Saini, tidak memadahinya infrastruktur jalan di daerahnya itu tentu sangat berpengaruh terhadap akses dan mobilitas ekonomi masyarakat di daerahnya. Aktivitas warga menjadi tersendat, sehingga pihaknya berharap Pemerintah daerah, baik Eksekutif maupun Legislatif mengakomudir harapan warganya. Beberapa kali, pihaknya menyampaikan keluhan itu ke Instansi terkait di Pemkab termasuk melalui Anggota DPRD, namun belum terakomudir. ”Kami berharap dengan media ini, semua harapan kami, mewakili masyarakat Desa KoloKolo khususnya segera mendapat perhatian,” harap Saini. (*)

Bantuan Modal Untuk Home Industri

K

epala Desa Gapura Barat Kecamatan Gapura Rasidi meminta Pemerintah Daerah memperhatikan pelaku usaha khususnya home industry di daerahnya. Hal itu dilakukan untuk meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat di daerahnya terutama pelaku-pelaku usaha kecil. Diungkapnya, di Desa Gapura Barat banyak pelaku usaha kecil sejenis home industri dengan memproduksi krupuk. Namun, sejauh ini, perhatian Pemerintah terhadap mereka masih dinilai kurang maksimal. ”Secara umum warga di Desa Gapura Barat adalah pelaku usaha kecil utamanya

32

Parlemen

JANUARI 2015

krupuk, tapi perhatian pemerintah nyaris tidak ada sama sekali,” ungkapnya. Menurut Rasidi, suntikan modal dan bantuan peralatan bagi pelaku usaha yang memproduksi krupuk sangat penting untuk memotivasi sekaligus tambahan modal usaha bagi mereka. Namun, upaya tersebut sejauh ini masih belum dilakukan oleh Instansi tekhnis di Pemkab Sumenep. ”Sudah selayaknya Pemerintah Daerah memerhatikan usaha mereka. Minimal dengan memberi suntikan dana untuk modal usaha,” harapnya Kades dua priode ini. (*)

www.dprd-sumenepkab.go.id


suara desa

Warga Langsar Inginkan Bantuan Air Bersih

W

arga Desa Kangsar Kecamatan Saronggi mengingin daerahnya mendapat bantuan sarana air bersih. Pasalnya, setiap musim kemarau, warga di daerahnyakesulitan air besih. Mereka terpaksa mengambil air ke Desa lain, karena sumber air di daerahnya tidak memadahi ketika kemarau panjang. Kepala Desa Langsar, Kecamatan Saronggi, Yuliastutik mengungkapkan, jika krisis air bersih di sebagian daerahnya itu memang menjadi rutinitas tahunan, setiap musim kemarau. Untuk membantu kebutuhan warga terhadap air bersih itu, biasanya Pemerintah desa mengajukan Bantuan air bersih ke Badan Penanggulangan Bencana

P

Daerah (BPBD) Sumenep. ”Namun, bantuan air bersih itu, sifatnya hanya sementara saja. Sebab, bantuan yang diberikan melalui mobil tangki,” tuturnya. Ia berharap Program Pemerintah berupa penyediaan sarana air bersih, misalnya mesin bor di kucurkan ke desanya. Menurut dia, di daerahnya sebenarnya terdapat sumber mata air yang potensial untuk dikelola guna memenuhi kebutuhan warga. Taufan yakin, dengan adanya Program penyediaan sarana air bersih itu akan sangat membantu warganya yang selama ini kesulitan, ketika musim kemarau. ”Dan kaitannya dengan air, juga harapan kami berupa program perbaikan irigasi dalam rangka mengoptimalkan lahan pertanian,” harapnya. (*)

Inginkan Pembangunan Tangkis Laut emerintah Desa Padike Kecamatan Talango Sumenep meminta Instansi tekhnis di Pemkab Sumenep membangun tangkis laut di daerahnya. Sebab, di sepanjang pesisir pantai Desa Padike Talango mengalami abrasi karena dihantam ombak terus menerus terutama ketika cuaca

buruk. ”Hampir sepanjang pesisir Pantai sudah tergerus. Bahkan, sebagian jalan yang tidak jauh dari Pantai sudah terkena abrasi karena memang berhadan langsung dengan laut,” ungkap Kepala Desa Padike Kecamatan Talango, Syafaatun Nuriyah.

www.dprd-sumenepkab.go.id

Dia menuturkan, sebenarnya di Desanya terdapat tangkis laut walaupun tidak pada keseluruhan pesisir pantai. Namun, kondisinya saat ini sudah ambruk akibat diterjang ombak. ”Kondisinya sekarang sudah parah dan sudah tidak representatif lagi jadi pertahanan ombak terutama ketika cuaca buruk,” katanya. Pihaknya meminta Pemerintah Daerah melakukan perbaikan dan membangun tangkis laut sebab jika dibiarkan pesisir pantai akan terus tergerus. ”Tidak hanya jalan yang terkena abrasi, pemukiman warga yang tidak jauh dari pesisir pantai juga terancam,” pungkasnya. (*)

JANUARI 2015

Parlemen

33


ARTIKEL

Tahun Baru, Apa Pentingnya? Oleh: H. Lidan*

MALAM pergantian tahun baru masehi sangat ditunggutunggu oleh semua kalangan. Tidak saja dibelahan bumi lain seperti di Eropa dan Amerika, masyarakat kita juga sibuk dan sangat menanti-nantikan malam pergantian tahun tersebut.

B

erbeda halnya dengan pergantian tahun baru hijriah, banyak masyarakat yang tidak merayakannya, bahkan sekadar tahu saja mereka mungkin tidak. Memang perayaan tahun baru hijriah tidak dituntut untuk merayakannya dengan menyalakan kembang api, meniup terompet, ataupun kumpul di pusat kota dengan tujuan yang tidak jelas. Tetapi lebih kepada bagaimana memaknainya. Kita lebih dituntut untuk merefleksikan apa yang telah kita lakukan pada tahun sebelumnya, dan diharapkan lebih baik pada tahun selanjutnya. Sungguh ironis, hal tersebut terjadi di bumi Aceh yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Masyarakat lebih mengenal dan menantikan detik-detik pergantian tahun baru masehi. Melihat fenomena tersebut, penulis merasa tergugah untuk sedikit mengupas sejarah dan pandangan Islam terhadap tahun baru masehi. Sejak Abad ke-7 SM bangsa Romawi kuno telah memiliki kalender tradisional. Namun kalender ini sangat kacau dan mengalami beberapa kali perubahan. Sistem kalendar ini dibuat berdasarkan pengamatan terhadap munculnya bulan dan matahari, dan menempatkan bulan Martius (Maret) sebagai awal tahunnya. Pada tahun 45 SM Kaisar Julius Caesar mengganti kalender tradisional ini dengan Kalender Julian . Urutan bulan menjadi: 1) Januarius, 2) Februarius, 3) Martius, 4) Aprilis, 5) Maius, 6) Iunius, 7) Quintilis, 8) Sextilis, 9) September, 10) October, 11) November, 12) December.

34

Parlemen

JANUARI 2015

Di tahun 44 SM, Julius Caesar mengubah nama bulan “Quintilis” dengan namanya, yaitu “Julius” (Juli). Sementara pengganti Julius Caesar, yaitu Kaisar Augustus, mengganti nama bulan “Sextilis” dengan nama bulan “Agustus”. Sehingga setelah Junius, masuk Julius, kemudian Agustus. Kalender Julian ini kemudian digunakan secara resmi di seluruh Eropa hingga tahun 1582 M ketika muncul Kalender Gregorian. Januarius (Januari) dipilih sebagai bulan pertama, karena dua alasan. Pertama, diambil dari nama dewa Romawi “Janus” yaitu dewa bermuka dua ini, satu muka menghadap ke depan dan yang satu lagi menghadap ke belakang. Dewa Janus adalah dewa penjaga gerbang Olympus. Sehingga diartikan sebagai gerbang menuju tahun yang baru. Kedua, karena 1 Januari jatuh pada puncak musim dingin. Di saat itu biasanya pemilihan konsul diadakan, karena semua aktivitas umumnya libur. Di bulan Februari konsul yang terpilih dapat diberkati dalam upacara menyambut musim semi yang artinya menyambut hal yang baru. Sejak saat itu Tahun Baru orang Romawi tidak lagi dirayakan pada 1 Maret, tapi pada 1 Januari. Tahun Baru 1 Januari pertama kali dirayakan pada tanggal 1 Januari 45 SM. Orang Romawi merayakan Tahun Baru dengan cara saling memberikan hadiah potongan dahan pohon suci. Belakangan, mereka saling memberikan kacang atau koin lapis emas dengan gambar Dewa Janus. Mereka juga mempersembahkan hadiah kepada kaisar. Firman Allah SWT dalam surah al-Furqan ayat 72, yang artinya: “Dan orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu, dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya.” Dalam ayat tersebut terdapat kata

“al-Zur” (perbuatan-perbuatan yang tidak berfaidah). Menurut Ulama Tafsir, maksud al-Zur adalah perayaanperayaan orang kafir (Ibn Kasir, 6/130). Jelas dari pada ayat ini Allah melarang kaum muslimin menghadiri perayaan kaum muyrikin. Hadis Sahih al-Bukhari dan Muslim berikut ini, sabda Rasulullah SAW yang artinya: “Sesungguhnya bagi setiap kaum (agama) ada perayaannya dan hari ini (Idul adha) adalah perayaan kita”. Oleh Syekh Ibnu Hajar AlAsqalani menjelaskan maksud hadis tersebut bahwa dilarang melahirkan rasa gembira pada perayaan kaum musyrikin dan meniru mereka (dalam perayaan). (Fathul Bari, 3/371). Dalam adat masyarakat Aceh yang identik dengan nilai-nilai Islam, dulu hanya merayakan peringatan hari besar Islam saja seperti perayaan maulid dan tahun baru hijriah yang malamnya dihiasi dan dihidupkan dengan dalail khairat di balee dan meunasah. Melihat sejarah, pandangan Islam serta adat Islami dalam masyarakat Aceh, tidak ada celah sedikit pun bagi umat Islam untuk ikut merayakan atau sekadar untuk mengucapkan “happy new years”. Pada kenyataannya, pada malam tahun baru dihiasi dengan berbagai hiburan yang menarik dan sayang untuk dilewatkan. Muda-mudi tumpah ruah di jalanan, berkumpul di pusat kota menunggu pukul 00.00, yang seolah-olah dalam pandangan sebagian orang “haram” untuk dilewatkan. Sudah sepantasnya umat Islam menghidupkan kembali syiar-syiar Islam. Jika tidak tradisi Islam akan tergerus tanpa ada yang peduli. Toh, kita semua ini manusia yang harus taat dan menjunjung tinggi aturan Allah. Tidak ada alasan untuk menafikan syiar-syiar Islam. Pantaskah kita menenggelamkan syiar Islam dan menghidupkan syiar budaya Barat? (*/ Penulis adalah mahasiswa PTN)

www.dprd-sumenepkab.go.id


ARTIKEL

Relasi Kuasa Kyai-Blater Oleh: M. Ali Humaidi*

PENANGKAPAN Fuad Amin Imron, Ketua DPRD Bangkalan, dalam kasus suap suplai gas untuk PLTG Gili Timur, telah membuka harapan baru. Sebuah harapan akan adanya perubahan mendasar dalam tata kelola sosial dan pemerintahan di Kota Salak. Ini karena begitu kuatnya daya cengkeram Fuad Amin Imron dalam hampir semua bidang kehidupan di sana.

T

etapi ingat, penangkapan Fuad Amin Imron oleh KPK Selasa (2/12) dini hari itu tak berarti tuntasnya semua persoalan. Begitu banyak kroni yang berada di belakang pemimpin 68 tahun dengan aset maha banyak itu. Putra mahkotanya kini masih memegang tampuk kepemimpinan di Pemkab Bangkalan sebagai bupati. Sejumlah petinggi di pemkab dan DPRD setempat juga bagian dari dinasti Fuad Amin Imron. Keturunan Bani Kholil memang banyak memangku jabatan strategis di sana. Fakta itu menegaskan kepada kita, politik dinasti tengah berdiri di antara asa dan harapan rakyat Bangkalan. Terlepas apakah nanti rezim Fuad Amin Imron akan bernasib sama seperti dinasti Ratu Atut Chosiyah atau tidak, setidaknya harapan baru untuk rakyat di sana sudah terbuka lebar. Mari berasumsi baik saja, belum tentu putra mahkota dan kerabatnya memiliki watak sama dengan Fuad Amin Imron. Bahwa mereka, misalnya, menikmati hasil kejahatan biar KPK yang melakukan penelitian. Jika nanti ada yang berkaitan, baik langsung atau tidak langsung, biar hukum ditegakkan. Tapi sebaliknya, jika tidak berkaitan maka kita harus ingat pepatah hukum: lebih baik melepas 100 orang bersalah dari pada menghukum 1 orang tidak bersalah. Di luar persoalan hukum, menarik memang mencermati model kepemimpinan Fuad Amin Imron. Tak

www.dprd-sumenepkab.go.id

banyak di negeri ini yang sukses dan berhasil mengelola kepemimpinan seperti dia. Model kepemimpinan yang menggabungkan pendekatan blater (preman) dengan kyai, mampu dan efektif menyusun sebuah dinasti politik. Sudah banyak penelitian yang menjelaskan hubungan blater dan kyai dalam konteks sosial. Kedua aktor ini dalam praktik sosialnya, tak jarang berseberangan dalam visi dan paham. Tetapi, dalam konteks lain cenderung saling menjalin relasi kultural, ekonomi dan politik kuasa (Rozaki: 2004). Di sanalah sebenarnya citra simbolik yang dekat dengan akar kekerasan dan religiusitas saling berkelindan. Mereka ini nyaris memenuhi semua ruangruang sosial dan publik masyarakat Madura. Namun, sekali lagi, tak semua pemimpin di Madura memiliki karakter ini atau menerapkan dalam tata kelola kepemimpinannya. Kembali pada sosok Fuad Amin Imron, kesuksesan menata model kepemimpinan dualistik itu, diakui atau tidak, merupakan anak kandung reformasi. Pascareformasi dengan munculnya model politik desentralisasi dan otonomi daerah, geliat politik lokal memang begitu terasa. Sejak itu, orang-orang kuat lokal tumbuh bertebaran memanfaatkan kran demokratisasi dan angin keterbukaan politik (Jhon Harris, dkk: 2004). Salah satunya ya Fuad Amin Imron. Setelah sukses mencalonkan sebagai anggota DPR RI, di akhir masa jabatannya dia sukses alih profesi ke jalur eksekutif. Ia pun bertahan hingga dua periode hingga 2012 silam. Dari empat bupati di Madura yang merupakan anak kandung reformasi, memang dominan berasal dari kalangan santri-kyai. Dan, Fuad Amin Imron lah yang mengembangbiakkan model kepemimpinannya dengan mengajak serta blater dan klebun(kepala desa) di lingkar kekuasaannya. Apakah model kepemimpinan yang

mentransformasikan semua kekuatan pada kuasa politik itu salah? Belum tentu. Jelas ada sisi positif yang bisa dibaca. Misalnya, keberlangsungan pembangunan berkelanjutan yang berjalan mulus. Maklum, semua potensi sudah sama-sama mengerti tentang sebuah tujuan bersama. Sehingga tidak ada persoalan yang berarti dalam kerangka pembangunan. Dalam konteks ini, Fuad Amin Imron bisa dibilang melahirkan banyak proyek-proyek mercusuar untuk daerahnya. Dari empat kabupaten di Madura, hanya di Bangkalan satu-satunya mallyang ada di Pulau Garam, misalnya. Tetapi, sisi negatif juga hadir menjadi satu kesatuan di sana. Sejumlah proyek, baik besar atau kecil, cenderung hanya monopoli kekuatan yang dekat dengan kuasa politik. Mereka ini berhasil masuk dan bahkan mengintervensi birokrasi agar berbagi proyek. Meski saling menguntungkan, tapi tetap saja inilah yang menjadi bibit lahirnya kekuatan politik dinasti itu. Di luar plus minus model kepemimpinan Fuad Amin Imron, tentu kita semua mengapresiasi kinerja KPK. Penangkapan Fuad Amin Imron membukakan mata kita semua bahwa hukum masih tegak. Tidak ada yang kebal di depan hukum. Keberhasilan tersebut sekaligus mengirim pesan canda bagi rakyat Madura: ternyata tidak ada yang berani melawan Fuad Amin Imron, kecuali KPK. Padahal, begitu banyak sarjana hingga doktor di Pulau Garam, tapi selama ini tiarap dan cenderung diam. Baru setelah KPK sukses menghadiahi rompi oranye untuk Fuad Amin Imron, semua pada bersorak. Pesan canda itu selaras dan mirip seperti candaan yang juga sering disampaikan orang Bangkalan. Beruntung Fuad Amin Imron tidak punya ijazah mumpuni. Coba punya ijazah mumpuni, pasti bukan hanya jadi bupati atau ketua dewan,tapi jadi gubernur atau presiden! Tak iye. (*/ Dosen STAIN Pamekasan)

JANUARI 2015

Parlemen

35


Artikel

Perlunya Singkronisasi Soal Pilkada Oleh: Thoriq Anugrah FP*

MESKIPUN Rancangan Undang-undang (RUU) Pilkada saat ini belum disetujui oleh DPR. Akan tetapi, berbagai rilis media sudah banyak yang menimbulkan pro dan kontra baik di kalangan masyarakat umum maupun kalangan politisi. Pro dan kontranya terletak pada perubahan sistem pemilihan Kepala Daerah dari yang langsung menjadi tak langsung yang dimana menyebutkan bahwa Kepala Daerah dipilih oleh DPRD bukan rakyat yang memilihnya.

T

entu dengan adanya UU Pilkada tersebut, ketika Kepala Daerah kemudian dipilih oleh DPRD, berarti Pemilihan Kepala Daerah bukan lagi dalam rezim pemilu. Otomatis menimbulkan sebuah impilikasi hukum terhadap sistem pemilihan Kepala Daerah, hingga pada institusi yang sebelumnya telah ditunjuk sebagai penyelenggara pemilu. Ketentuan dalam UU No 32 Tahun 2004 yang mengatur pemilihan

36

Parlemen

JANUARI 2015

kepala daerah dipilih secara langsung memunculkan dua pendapat. Pertama, dipilih secara demokratis tidak mesti berarti dipilih secara langsung. Menurut pendapat ini, ada dua model dipilih secara demokratis, yakni dipilih melalui perwakilan dan dipilih secara langsung. Apa pun opsinya, kedua cara itu akan menghasilkan pemimpin daerah yang memiliki legitimasi yang sama. Pendapat kedua, walaupun berlandaskan pada pemahaman yang sama, pemilihan secara langsung memiliki legitimasi lebih kuat dibandingkan pemilihan melalui perwakilan. Apabila UU sudah mengatur penerapan opsi tertinggi melalui pemilihan langsung, jangan dimundurkan kembali menjadi dipilih melalui perwakilan atau DPRD. Dalam hal kepemimpinan pemerintahan daerah, UUD 1945 mengatur bahwa provinsi, kabupaten/ kota masing-masing akan dipimpin oleh gubernur, bupati/wali kota. Pemilihan mereka antara lain berkaitan dengan pemilihan secara langsung sebagai terjemahan dari ketentuan UUD yang berbunyi dipilih secara demokratis. Memang di dalam UUD dibedakan dari untuk pemilihan

presiden, yakni dipilih secara langsung. Ketentuan UU No 32 Tahun 2004 yang mengatur pemilihan kepala daerah secara langsung memiliki legitimasi lebih tinggi dibandingkan perwakilan. Karena itu, pilkada langsung sebaiknya jangan didegradasikan kembali menjadi dipilih melalui perwakilan. Sebaiknya pengesahan oleh DPR atas UU tersebut ditunda, lebih elok kiranya jika dibahas oleh anggota DPR periode 2014-2019. Alasan penundaan ini, terkait dengan tidak dapatnya RUU Pilkada tersebut berdiri sendiri, hanya dalam satu pembahasan, dengan memandang tanpa ada implikasi hukum yang lainnya. Bahwa perlu adanya sinkronisasi dan harmonisasi peraturan dalam payung hukum yang sama. Sebaliknya, jika angggota DPR sekarang, suatu waktu nanti berhasil mengesahkan RUU Pilkada itu, tanpa ada harmonisasi peraturan dengan UU terkait Pilkada. Maka ini sudah pasti meninggalkan pekerjaan rumah bagi anggota DPR dan Presiden berikutnya. Anggota DPR yang baru dilantik nanti, harus melakukan sinkronisasi UU Pilkada terhadap UU Penyelenggaraan Pemilu. (*/ Mahasiswa ST Telkom)

www.dprd-sumenepkab.go.id


Artikel

Mewujudkan Harapan Rakyat di Parlemen Oleh: Siti Fatimah *

AKHIR-akhir ini istilah �Demokrasi� seringkali menjadi topik perbincangan yang mengasyikkan, tidak hanya bagi kalangan pengamat namun juga masyarakat yang notabenenya tidak punya hubungan langsung dengan kata demokrasi itu. Sepertinya setiap orang telah sepakat bahwa demokrasi adalah sistem politik terbaik setidaknya hingga detik ini. Banyak yang berpandangan bahwa demokrasi mampu memberikan ruang kebebasan berekspresi, partisipasi public, dan persamaan hak politik serta hukum bagi setiap warga Negara. Bagi para maniaknya, demokrasi seringkali menjadi symbol pertahanan maupun perlawanan terhadap pemerintahan otoriter.

D

alam Negara demokrasi seperti Indonesia, parlemen merupakan poin penting yang berfungsi sebagai instrumen perubahan dan merupakan lembaga yang sangat urgen karena melalui badan inilah masalah accountability dari mereka yang memerintah kepada wakil dari massa rakyat terwujud. Namun malangnya, permasalahanpermasalahan ditubuh parlemen muncul begitu saja layaknya

www.dprd-sumenepkab.go.id

jelangkung yang tak tahu arah pulang. Permasalahan-permasalahan yang seharusnya tidak ada justru telah mendarah daging yang akhirnya hanya akan membunuh rakyat secara perlahan. Seiring dengan berjalannya waktu, demokrasi seolah tak ingin ketinggalan untuk memodifikasi dirinya menuju hal yang jauh lebih buruk dari sebelumnya. Dandanan luar yang begitu mempesona berbanding terbalik dengan apa yang ada didalam. Ia telah menjelma menjadi monster yang menyeramkan dan siap menerkam rakyat kapan saja ia mau, membuat rakyat merasa ketakutan. Pelan tapi pasti, kepercayaan rakyat terhadap demokrasi semakin terdegradasi hingga titik terendah yang ia bisa. Bagaimana tidak, proses demokratisasi yang dieluk-elukkan oleh para maniaknya, secara nyata gagal menghasilkan pemimpin atau paling tidak wakil rakyat yang amanah, adil, jujur, dan berdedikasi tinggi terhadap pekerjaannya. Hubungan antara demokrasi dan wakil rakyat (dalam hal ini katakanlah sebagai DPRD) sangat erat, bahkan tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Demokrasi merupakan suatu metode dalam melahirkan para wakil rakyat, dengan cara-cara tertentu demokrasi dianggap mampu melahirkan wakil rakyat yang berkompeten dibidangnya. Entah mengapa hal itu dapat terjadi karena kenyataan yang ada sekarang adalah kebalikan dari anggapan yang ada. tapi lupakanlah mengenai

demokrasi itu, karena yang terpenting adalah hasil dari demokrasi itu yakni para wakil rakyat. Para wakil rakyat yang kini tengah asyik duduk di DPRD sekiranya perlu tahu bahwa rakyat sangat mengapresiasi ketika mereka tengah mensosialisasikan partai dan diri mereka didepan publik. Rakyat seolah terhipnotis ketika mereka mengobral janji-janji yang entah kapan mereka tepati, sangat mengasyikkan memang ketika mereka turun ke lapangan, bercengkrama dengan rakyat, diskusi kecil mengenai kondisi daerah dan lain sebagainya. Di sisi lain, harapan-harapan rakyat seolah gugur ketika melihat kinerja DPRD yang bisa dikatakan jauh dari kata baik. Ketidakmampuan DPRD saat ini dalam memenuhi segenap aspirasi masyarakat menjadi alasan utama ketidakpuasan masyarakat dalam menilai kinerja anggota DPRD. Saat ini bagian terbesar masyarakat merasa tidak yakin akan kemampuan para wakil rakyat dalam menjalankan fungsi idealnya baik dalam hal pembuatan Perda maupun merespons tangisan rakyat. Selain itu, DPRD sebagai badan yang memperjuangkan kepentingan rakyat setidaknya mampu meningkatkan kesadaran dan pengawasan terkait kinerja pemerintah. Dengan semakin baik kinerja pemerintah daerah maka pelayanan yang diberikan kepada masyarakat akan semakin baik sehingga akan berdampak terciptanya good governance. (*/ Mahasiswi STITA Terate)

JANUARI 2015

Parlemen

37


artikel

Pengaruh Negatif Rokok bagi Remaja Oleh:Lukyta Dwi Prasetya*

LATAR belakang dari permasalahan rokok yaitu semakin meningkatnya perokok di usia remaja yang berdampak negative bagi kesehatan remaja. Merokok merupakan kegiatan yang masih banyak dilakukan oleh banyak orang, walaupun sering ditulis di surat-surat kabar, majalah dan media masa lain yang menyatakan bahayanya merokok. Di tempat-tempat yang telah diberi tanda “dilarang merokok� sebagian orang ada yang masih terus merokok. Anak-anak sekolah yang masih berpakaian seragam sekolah juga ada yang melakukan kegiatan merokok.

M

erokok merupakan salah satu masalah yang sulit dipecahkan. Apalagi sudah menjadi masalah nasional, dan bahkan internasional. Survei yang diadakan oleh Yayasan Jantung Indonesia tahun 1990 yang dikutip oleh Saifuddin Azwar mengatakan bahwa Menunjukkan data pada anak-anak berusia 10-16 tahun sebagai berikut : angka perokok <10 tahun (9%), 12 tahun (18%), 13 tahun (23%), 14 tahun (22%), dan 15-16 tahun (28%). Mereka yang menjadi perokok karena dipengaruhi oleh teman-temannya sejumlah 70%, 2% diantaranya hanya cobacoba. Selain itu, menurut data survei kesehatan rumah tangga 2002 seperti yang tercatatat dalam koran harian Republika tanggal 5 juni 2003, menyebutkan bahwa jumlah perokok aktif di Indonesia mencapai 75% atau 141 juta orang. Sementara itu, dari

38

Parlemen

JANUARI 2015

data WHO jumlah perokok di dunia ada sebanyak 1,1 miliar orang, dan 4 juta orang di antaranya meninggal setiap tahun. Hal ini menjadi sulit, karena berkaitan dengan banyak faktor yang saling memicu, sehingga seolah sudah menjadi lingkaran setan. Di tinjau dari segi kesehatan merokok harus dihentikan karena menyebabkan kanker dan penyumbatan pembuluh darah yang mengakibatkan kematian, oleh karena itu merokok harus dihentikan sebagai usaha pencegahan sedini mungkin. Dari segi pemerintahan, pemerintah memperoleh pajak pemasukan rokok yang tidak sedikit jumlahnya, dan mampu banyak menyerap tenaga kerja. Jika pabrik rokok ditutup harus mencarikan pemasukan dana dari sumber lain dan mengalihkan para pekerja pabrik rokok yang tidak sedikit jumlahnya (sulit pemecahannya). Di pihak perokok sendiri, mereka merasakan nikmatnya begitu nyata, sampai dirasa memberikan rasa kesegaran dan kepuasan tersendiri sehingga setiap harinya harus menyisihkan uang untuk merokok. Kelompok lain, khususnya remaja pria, mereka menganggap bahwa merokok adalah merupakan ciri kejantanan yang membanggakan, sehingga mereka yang tidak merokok malah justru diejek. Dewasa ini di Indonesia kegiatan merokok seringkali dilakukan individu dimulai di sekolah menengah pertama, bahkan mungkin sebelumnya. Kita sering melihat di jalan atau tempat yang biasanya dijadikan sebagai tempat “nongkrong� anak-anak tingkat sekolah menengah banyak siswa yang merokok. Pada saat anak duduk di sekolah menengah atas, kebanyakan pada siswa laki-laki

merokok merupakan kegiatan yang menjadi kegiatan sosialnya. Menurut mereka merokok merupakan lambang pergaulan bagi mereka. Hampir semua orang mulai merokok dengan alasan yang sedikit sekali kaitannya dengan kenikmatan. Dalam pikiran remaja, rokok merupakan lambing kedewasaan. Sebagai seorang remaja mereka menggunakan berbagai cara agar terlihat dewasa. Seperti halnya yang diungkapkan oleh Hurlock B Elizabeth bahwa “Remaja ingin mencoba melakukan apa yang sering dilakukan oleh orang dewasa, dengan sembunyi-sembunyi remaja pria mencoba merokok karena seringkali mereka melihat orang dewasa melakukannya.� Pada masa remaja, ada sesuatu yang lain yang sama pentingnya dengan kedewasaan, yakni solidaritas kelompok, dan melakukan apa yang dilakukan oleh kelompok. Apabila dalam suatu kelompok remaja telah melakukan kegiatan merokok maka individu remaja merasa harus melakukannya juga. Individu remaja tersebut mulai merokok karena individu dalam kelompok remaja tersebut tidak ingin dianggap sebagai orang asing, bukan karena individu tersebut menyukai rokok. Sitepoe menyebutkan bahwa alasan utama menjadi perokok adalah karena ajakan teman-teman yang sukar ditolak, selain itu juga, ada juga pelajar pria mengatakan bahwa pria menjadi perokok setelah melihat iklan rokok. Ini berarti bahwa tindakan merokok diawali dari adanya suatu sikap, yaitu kecenderunga seseorang untuk menerima atau menolak, setuju atau tidak setuju terhadap respon yang datang dari luar dalam hal ini adalah rokok. (*/ pemerhati isu kesehatan)

www.dprd-sumenepkab.go.id


artikel

Melirik Upaya Pembangunan Kepulauan Oleh: T Kusumastanto*

INDONESIA merupakan negara kepulauan (archipelago state) terbesar di dunia. Namun Kepulauan Kecil yang dimiliki Indonesia kurang mendapatkan perhatian dari pemerintah, terlebih Kepulauan Kecil yang berbatasan langsung dengan negara tetangga. Padahal potensi Kepulauan Kecil di Indonesia diperkirakan mencapai 10.000 pulau dari sejumlah 17.508 pulau (Kusumastanto, 2003). Jika Percepatan Pembangunan Kepulauan Kecil berhasil dikembangkan secara optimal dan berkelanjutan, Kepulauan Kecil ini bukan saja akan menjadi sumber pertumbuhan baru, melainkan sekaligus akan mengurangi kesenjangan pembangunan antar wilayah dan kelompok sosial.

B

ila dibandingkan dengan Jepang, keseriusan Pemerintah Jepang jauh lebih peduli dalam pengelolaan Kepulauan Kecil daripada Pemerintah Indonesia. Hal ini dicerminkan dengan hanya memiliki sekitar 6,325 pulau, Jepang telah memiliki Undangundang Nasional tentang Pengelolaan Kepulauan Kecil (terpencil) yang disebut dengan Ritou Shinkouho atau Remote Islands Development Act (RIDA) sejak tahun 1953 yang kemudian direvisi pada tahun 1991. Pada dasarnya, RIDA berkonsentrasi pada pulau-pulau yang relatif dekat dengan daratan induk (mainland) atau pulau-pulau di perairan pedalaman (Adrianto, 2004). Lebih lanjut Adrianto (2004) mengungkapkan bahwa untuk pulau-pulau oseanik (oceanic islands),

www.dprd-sumenepkab.go.id

Jepang memberikan payung hukum pengelolaan berdasarkan pendekatan wilayah (regions) misalnya untuk Kepulauan Amami dikeluarkan Undang-undang Pengelolaan Kepulauan Amami (Amami Islands Development Act, AIDA) pada tahun 1954, Undang-undang Kepulauan Okinawa (Okinawa Islands Development Act, OIDA) pada tahun 1972 untuk Kepulauan Okinawa dan Undang-undang Kepulauan Ogaswara (Ogaswara Islands Development Act, AIDA) pada tahun 1964 untuk Kepulauan Ogaswara (Adrianto and Matsuda, 2004). Latar belakang terpenting dari pemberlakukan payung hukum pengelolaan pulaupulau kecil oleh pemerintah Jepang adalah bahwa pendapatan per kapita penduduk pulau harus setara dengan penduduk di daratan induk atau paling tidak tidak terlalu jauh perbedaannya. Lebih lanjut, Briguglio (1995) mengungkapkan bahwa karakteristik penting lain dari kepulauan kecil yang terkait dengan pengembangan ekonomi wilayah adalah tingkat insularitas. Kepulauan kecil memiliki tingkat insularitas yang tinggi karena sebagian besar jauh dari daratan induknya. Persoalan ekonomi kepulauan kecil yang terkait dengan karakteristik insularitas ini terutama yang terkait dengan persoalan transportasi dan komunikasi, lingkungan ekonomi yang cenderung monopolistik, melimpahnya sumberdaya kelautan dan dominasi sektor jasa. Dengan berdasar permasalahanpermasalahan di atas, dalam menciptakan keseteraan pembangunan kepulauan kecil diperlukan perencanaan yang terarah dan terintegrasi, sehingga output pembangunan yang dihasilkan menjadi optimal dan berkelanjutan serta terciptanya pembangunan wilayah kepulauan terpencil atau terluar dapat sejajar atau paling tidak

tidak terlalu ketinggalan dengan wilayah daratan induk lainnya. Dengan demikian, pentingnya penyusunan sebuah guideline kebijakan untuk pembangunan kepulauan kecil menjadi signifikan. Hal ini dimaksudkan agar pemerintah memiliki kerangka pemikiran pembangunan kepulauan kecil yang mampu menciptakan proses transformasi sosial-budaya dan ekonomi, sehingga masyarakat kepulauan kecil benar-benar diberdayakan. Proses transformasi ini terjadi apabila mainstream kerangka pembangunan yang dikembangkan melibatkan semua pemangku kepentingan (stakeholder) yang akan mengelola sebuah pulau-pulau kecil. Hal ini sesuai dengan pendekatan pembangunan daerah tertinggal sebagaimana yang tertulis dalam draft awal Naskah Akademik Rancangan Undang-undang tentang Pola Pembangunan Daerah Tertinggal, yaitu desentralisasi, terpadu, berkelanjutan serta partisipatif dan inovatif. Namun demikan, perlu diingat bahwa pendekatan dalam pengelolaan dan pembangunan kepulauan kecil di Indonesia tidak boleh digeneralisasi untuk semua pulau, baik dengan wilayah daratan induknya maupun antar pulau kecil itu sendiri. Pendekatan yang berbeda ini memerlukan pula sistem dan pola pikir tata kelola yang berbeda pula. Perbedaan sistem dan pola pikir tata kelola ini telah diadopsi oleh Departemen Dalam Negeri, Departemen Kelautan dan Perikanan serta Departemen Keuangan yang kemudian diintegrasikan dalam kebijakan Bappenas dalam mengatur alokasi anggaran DAU (Dana Alokasi Umum) dan DAK (Dana Alokasi Khusus) wilayah administrasi kepulauan baik provinsi maupun kabupaten/kota kepulauan (Adrianto, 2004). (*/ Dosen PTN)

JANUARI 2015

Parlemen

39


Kolom

Kuasa Oleh: Moh. Rasul Junaidy*

ORANG boleh saja menatap, menilai, dan menakar kekuasaan dengan cara pandangnya sendiri. Namun satu hal yang pasti, orang yang biasa bergelut dengan politik (kekuasaan) perlu diperingatkan agar berhatihati dan tidak main-main dengannya.

P

eringatan ini perlu dilontarkan mengingat betapa mudahnya mereka yang tengah memiliki kekuasaan pada umumnya dan penguasa politik pada khususnya sangat mudah untuk lupa diri sehingga tidak jarang justru berbalik menjadi korbannya. Namun demikian, rasanya ada yang kurang fair kalau hanya melihat kekuasaan dengan dimensi represif (negatif) semata. Sebab, dalam interaksi sosial menunjukkan bahwa kekuasaan senantiasa hadir dan diperlukan di dalamnya. Filsuf Perancis, Michel Foucault menyatakan keberadaan dimensi positif dari kekuasaan. ‘’Apa yang membuat kekuasaan memiliki nilai kebaikan (dan) diterima adalah karena kekuasaan tidak hanya membebani kita, tetapi (juga) menghasilkan sesuatu yang menyebabkan kesenangan, bentuk-bentuk pengetahuan (knowledge) dan menghasilkan diskursus/wacana.” Setiap hari di media cetak dan elektronik, kita disuguhi pemberitaan kekuasaan yang korup. Satu orang divonis, satu lagi jadi tersangka, satu lagi tertangkap operasi tangkap tangan, satu lagi dalam penyidikan, satu lagi disebut-sebut berpotensi sebagai tersangka. Pendek kata, terlalu banyak cerita para pemegang kekuasaan menjadi korban akibat penyalahgunaan kekuasaannya(abuse of power). Betapa menyebalkan menyaksikan semua ini. Ironisnya, para pemegang kekuasaan acapkali belum juga kapok-kapok dan masih berani “bermain-main” dengan kekuasaannya. Alih-alih mau

40

Parlemen

JANUARI 2014

belajar dan bercermin dari beberapa kasus koruptor yang tertangkap dengan vonis yang sangat berat, seringkali “kita” lebih suka menjadi “pemimpin” yang berteriak sampai serak akan membangun pemerintahan yang bersih, pemerintahan yang pro rakyat,sambil membiarkan praktek-praktek kolutif, korupsi, dan nepotisme tumbuh subur di sekelilingnya. Jika simplikasi semacam itu tetap dipertahankan, maka apa yang sering disebut sebagai fase reformasi total hanya bakal jadi slogan yang tidak memiliki makna dan nilai sama sekali. Seolah-olah hendak melakukan pembaharuan dan mereformasi, namun sebetulnya tetap dengan posturnya yang kerdil, tak dewasa, jauh dari kematangan. Para elitenya sibuk berdebat soalsoal politik yang tak substansif, sementara rakyat yang mereka atasnamakan sedang bergelut dengan kesulitan hidup dan kemiskinan. Itu sebabnya, Doktor Yudi Latief (2009) menekankan bahwa negeri ini tak bisa dipimpin oleh kebohongan. Sekali menggunakan kebohongan sebagai cara meraih kekuasaan, manipulasi dan destruksi menjadi tak terelakkan sebagai praktik memimpin. Hasil dari tindak kebohongan ini adalah pembodohan dan pengabaian rakyat secara berkelanjutan. Itulah mengapa asas fairness, kejujuran, dan keterbukaan, mendarah seluruh prosesi pemilihan. Sejatinya, kekuasaan yang lahir dari kebohongan merupakan kekuasaan yang abai pada penghormatan martabat manusia. Jenis kekuasaan seperti itu biasanya berwatak pangreh praja

(minta dilayani) ketimbang mau melayani masyarakat (pamong praja). Praktek operasi semacam itulah yang menghasilkan kekuasaaan yang jumawa, angkuh namun sesungguhnya kekanakkanakan dengan berlama-lama mengatasnamakan “pemerintahan dari, oleh, dan untuk rakyat.” Salah seorang proklamator, Bung Hatta, sekitar setengah abad yang lalu pernah mengingatkan kepada bangsa kita agar negara ini tidak dikuasai dan jatuh di bawah tangan tangan mafioso. Ironisnya, episode demi episode yang dipertontonkan di republik ini, para pejabat publik dalam kaitan dengan masalah korupsi akhirakhir ini mendekati kekhawatiran bapak bangsa ini. Memang, persoalan kemiskinan membuat bangsa ini tidak memiliki banyak hal, namun penyalahgunaan kekuasaan yang bermuara pada ketamakan dan keserakahan membuat bangsa ini kehilangan segalanya. “Kehilangan terbesar bangsa ini,” kata Yudi Latief, “Bukanlah kemerosotan pertumbuhan ekonomi, melainkan kehilangan harga diri, yang membuat para abdi negara lebih rela menjadi pelayan cukong ketimbang pelayan rakyat.”

Keteladanan Kita tentu mengharapkan agar para pejabat publik mestinya memiliki semangat keteladanan dan kepeloporan. Semangat ini adalah virus psikologis sebagai energi dan daya dorong bagi pembaharuan. Dengan semangat keteladanan dan kepeloporan, para elite senantiasa berjalan di garda ke depan dan berani mengambil prakarsa bagi perubahan menuju masyarakat

yang lebih bersih, maju, dan berkeadilan. Sebab, semangat keteladanan dan kepeloporan hakikatnya adalah etik kejuangan untuk menegakkan kebenaran dan fitrah kemanusiaan. Bak seorang tabib, sejarah keteladanan dan kepeloporan yang disumbangkan the founding fatherpada masanya berani dan mampu menawarkan terapi bagi masyaratnya yang tertindas. Mereka berhadapan dengan kekuatan dominasi dan penindasan kolonial. Nah, pelajaran itulah yang sepatutnya diambil oleh generasi kita hari ini dan dikontekstualisasikan dengan kondisi tantangan zaman. Kalau generasi kita tak berusaha meneladaninya, maka hukum sejarah akan menempatkan kita sebagai generasi yang hilang. Sebab, semangat keteladanan dan kepeloporan akan memunculkan etik kejuangan baru untuk mengkritisi situasi melawan segala bentuk penyalahgunaan kekuasaan. Di era sekarang, menjadi pejabat publik tidak sekadar soal popularitas dan pencitraan. Lebih dari itu adalah mental pribadi yang bersih dan kemampuan kualitatif yang tercermin dalam visi yang terang dan konsep yang matang. Citra tanpa bukti kinerja akan melahirkan kekecewaan dan apatisme publik. Padahal, seperti kata Robert Maynard Hutchins, “Kematian demokrasi bukanlah karena tikaman oleh penyerangan, melainkan suatu kepunahan secara perlahan oleh apati, ketidakhirauan, dan kekuranggizian. (*Pendiri RAJIN)

www.dprdsumenep.com


Suara Desa

gallery

ROMBONGAN Komisi C DPRD Sumenep saat sidak di WPS.

(butuh foto + caption)

KOMISI C saat sidak lokasi kebun binatang WPS.

KOMISI C sidak WPS terkait kelengkapan ijin yang belum dimiliki manajemen.


Salurkan Aspirasi Anda

untuk sumenep yang lebih maju email : dewan@dprd-sumenepkab.go.id SMS center: 0859 4280 3888 Website: www.dprd-sumenepkab.go.id


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.