Parlemen desember 2017

Page 1

membahas & menyelesaikan apbd

merumuskan wisata

EDISI 12/ DESEMBER 2017

menuntaskan jarak

Majalah Bulanan DPRD Sumenep

setahun melayani rakyat

PARLEMEN | DESEMBER 2017

1


Ketua DPRD bersama masyarakat Gili Genting saat turba.

Dari Redaksi Pembaca yang budiman‌ Majalah Parlemen kembali hadir menyapa Anda semua. Seperti edisi sebelumnya, kami juga membuka ruang kepada publik untuk menyampaikan aspirasi kepada DPRD Sumenep. Kami juga menerima tulisan berbentuk opini, artikel dan kolom. Anda bisa mengirimkan melalui : Email: redaksi.majalahparlemen@gmail.com Website: www.dprd-sumenepkab.go.id SMS center: 085942803888 Kami akan meneruskan semua aspirasi yang disampaikan kepada para pihak. Termasuk, jika aspirasi tersebut disampaikan kepada SKPD di lingkungan Pemkab Sumenep. Redaksi

Pemimpin Redaksi/ Penanggung Jawab : Drs. R. Abd Halim, M.Hum Penerbit: Sekretariat DPRD Sumenep Pelindung: Ketua DPRD Sumenep Pembina: R. Moh. Mulki, SE

(Sekretaris DPRD Sumenep)

(Kabag Humas dan Publikasi)

Dewan Redaksi: Tabrani, S.Sos (Kasubag Humas)

HF. Maskuri

(Kasubag Publikasi)

Staf Redaksi: M. Asyik Abdullah, S.Sos Ahmad Yani Chandra Purnomo

Reporter: M. Asyim Khairil Anwar Fotografer: Ibnu Fajar Lay outer & Grafis: DAV Production Alamat Redaksi & Sirkulasi: Bagian Humas dan Publikasi Sekretariat DPRD Sumenep Jalan Trunojoyo 124 Sumenep


SAPA REDAKSI

Satu Tahun Penuh Perjuangan Oleh: R. Abd. Halim*

R

asa syukur patut kita haturkan karena sejak merdeka, bangsa ini mengalami perbaikan di berbagai sektor. Infrastruktur yang mengkilap, kesehatan yang diperhatikan, pendidikan terus berkembang, hingga pertumbuhan ekonomi yang menunjukkan tren yang cukup bagus. Namun, fakta tentang kemiskinan masih cukup mencengangkan, sebab sampai sekarang jumlah pengangguran dan rakyat miskin masih tinggi. Data BPS mengungkapkan bahwa jumlah pengangguran terbuka pada Februari 2016 sekitar 7,02 juta orang (5,5% total angkatan kerja sebanyak 127 juta orang) dan pengangguran semi-terbuka (disguished unemployment) sekitar 30 juta orang. (sindonews) Bagaimana Sumenep, angka kemiskinan ternyata masih saja menyisakan persoalan. Warga yang berada di bawah garis kemiskinan itu menyebar di seluruh daerah. Angka buta huruf masih tinggi. Pengangguran terbuka pun masih menyisakan lubang yang menganga. Seperti fakta yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS), bahwa warga di Kabupaten Sumenep yang berada dibawah garis kemiskinan mencapai 216 ribu jiwa. Atau penduduk Sumenep yang masuk kategori miskin i t u mencapai 20,20 persen dari t o t a l penduduk 1 juta 72 ribu 133 jiwa. Walaupun angka kemiskinan relatif menurun sekitar 2 ribu lebih dibanding tahun sebelumnya. Ada banyak faktor y a n g membuat angka kemiskinan masih tinggi. Salah satunya kue pertumbuhan ekonomi yang masih timpang antara kota dan desa. Sebab kue itu masih

dinikmati oleh penduduk yang umumnya tinggal di kotakota. Selain kue pertumbuhan ekonomi, tingginya pengangguran dan kemiskinan juga disebabkan oleh gizi buruk dan rendahnya kualitas SDM. Tak dapat dibantah, gizi buruk dapat berdampak cukup signifikan terhadap generasi penerus. Jika fisiknya lemah, mudah sakit, dan perkembangan otaknya terganggu tidak mungkin melahirkan generasi yang cerdas. Untuk itulah, selama setahun penuh ini, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumenep bekerja penuh perjuangan. Tiga fungsi betul-betul dijalankan. Legislatif membahas anggaran secara tepat dan pro rakyat. Bahkan yang terkesan boros di belanja langsung mereka tekan. Sehingga anggaran pun proporsional. Rakyat pun merasa diperhatikan. Soal pengawasan dalam setiap kebijakan tak pernah luput dari perhatian seluruh anggota legislatif. Infrastruktur yang acak-acakan mereka langsung tinjau. Pasar amburadul mereka sidak, hingga soal kelistrikan di kepulauan mereka bertandang. Untuk mengetahui sejauh mana kepuasan masyarakat terhadap pemerintahan Busyro-Fauzi mereka rutin melakukan serap aspirasi. Usai bertemu, mereka langsung sampaikan kepada pemerintah. Terutama soal kemiskinan di berbagai daerah. Sehingga sebelum APBD disepakati, 50 anggota DPRD di komisinya masing-masing bekerja ekstra untuk menelaah, mengoreksi, kemudian disinkronisasi untuk membuat APBD agar tidak sekadar copy paste. Termasuk kue pertumbuhan ekonomi, mereka tak menginginkan timpang. Apalagi, visi dan misi pemerintah Sumenep adalah membangun desa dan menata kota. Tentu, hal itu menjadi pintu agar pembangunan di desa cukup menggeliat. Sehingga tidak ada kesenjangan antara kota dan desa, atau yang miskin dan yang kaya. Inilah kerja keras dan perjuangan para legislator guna mensejahterakan rakyat. Dari APBD yang pro rakyat, produk-produk perda yang bikin rakyat bahagia, hingga soal wisata yang berbasis local wisdom. Selemat Membaca. (Pemimpin Redaksi)

PARLEMEN | DESEMBER 2017

1


APBD & LKPJ

Membahas & Menyelesaikan APBD

M

embahas Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) bukanlah perkara mudah, butuh kesabaran dan perjuangan yang cukup panjang untuk sampai pada kata “purna”. Menyelesaikan APBD sama saja telah menyelesaikan separuh amanah rakyat. Sebab berbicara APBD tidak saja untuk eksekutif maupun legislatif, tetapi untuk kepentingan rarkyat. Sehingga ekseskutif maupun legislatif tanpa mengenal batas waktu bekerja penuh untuk mempurnakan APBD. Menjadi mafhum silang pendapat dan perang gagasan antar legislatif dan eksekutif tak terhindarkan, namun itu semata-mata serupa dinamisasi menuju harmonisasi. Sebab membahas APBD bukan soal iya atau tidak, ini serupa suami istri, harus melewati proses yang cukup sakral untuk mencapai kata “sah”, hingga akhirnya saling sinergi dan melengkapi. Ada suatu proses proses yang harus diikuti dan tak boleh dilanggar. Maka tak heran, untuk sampai kepada kata “purna” harus melalui perjuangan keras dan kerja ekstra. Di sinilah yang harus diketahui, bahwa sebelum masuk pada subtansi, pemerintah daerah harus terlebih dahulu menyusun rancangan APBD yang memuat Kebijakan Umum APBD (KUA) serta Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS). Pada sisi inilah, pemerintah

2

PARLEMEN | DESEMBER 2017

daerah dituntut menggunakan asumsi-asumsi makro, perubahan fiskal, maupun acuan lain sebagai pedoman. Apalagi, untuk tahun 2018 mendatang, ada banyak amanah rakyat yang perlu diselesaikan. Disinilah, eksekutif tertantang dan memotar otak untuk membuat Kebijakan Umum (KUA-PPAS) serta Prioritas dan Platfon Anggaran Sementara. Kemudian, di situlah musyawarah akbar antara pemerintah daerah dengan eksekutif. Tentu tidak mudah membahas APBD, sebab hal mendasar yang paling ingin diketahui publik terhadap APBD adalah sejauh mana pemerintah daerah pro rakyat atau pro aparatur? Dengan kata lain, apakah APBD yang disusun sudah mencerminkan kepentingan rakyat? Perdebatan mengenai alokasi APBD yang tidak pro rakyat memang tidak pernah usai, baik dari sejumlah cendekiawan, analis, termasuk masyarakat itu sendiri. Tentu yang mereka harapkan, alokasi dana APBD betulbetul berpihak kepada rakyat, bukan sekadar mimpi yang tak pasti. Tidak sedikit yang menilai, merancang APBD pro rakyat merupakan bagian dari kesulitan menerapkan konsep ideal otonomi daerah. Ingin tahu bagaimana dinamisasi pembahasan APBD kita? Inilah proses dan perjuangan DPRD dalam membahas dan menyelesaikan APBD yang pro rakyat. (*)


FOKUS

Membahas APBD 2017

sinergi Kepentingan untuk Kesejehteraan Rakyat

P

embahasan APBD (Anggaran Pendapatan Belanja Daerah) 2017 dilalui dengan proses yang tidak mudah. Disamping pembahasan di eksekutif, juga dibutuhkan proses “legalitas politik” melalui DPRD Sumenep. Sinergi kepentingan eksekutif sebagai eksekutor anggaran dengan kepentingan “kaum politik” harus bisa berjalan seirama, jika tidak maka pembahasan bisa saja deadlock. Inilah problem terbesar dalam pembahasan anggaran, khususunya di kabupaten ujung timur pulau Madura setiap tahunnya. Hanya saja, proses dualisme kepentingan itu bisa dilaluli secara bertahap dengan kekuatan komunikasi eksekutif dan legisatif. Sehingga, ada pemufakatan anggaran dengan mengakomodir semua kepentingan. Tentunya, tetap mengacu kepada aspek kebutuhan dasar dan kepentingan masyarakat, baik dari sisi infrastruktur, pemberdayaan, ekonomi, pemberian dana hibah maupun yang lain. Esensinya,semua kepentingan itu harus bemuara pada kesejahteraan masyarakat. Sebab, keberadaan warga menjadi objek positif keberadaan birokrasi. Dampaknya, pembangunan daerah bisa disentuh dan dirasakan oleh masyarakat. Nah, proses “sekutu” kepentingan itu menyatu dalam deal pembahasan APBD Sumenep 2017. Awal Januari penganggaran tuntas dan disepakati bersama untuk dilakukan evaluasi kepada Gubernur Jawa Timur, yang selanjutnya disahkan dalam sidang paripurna untuk dijadikan peraturan daerah (Perda) APBD 2017. Yang jelas, pembahasan APBD

Sumenep 2017, ini mengacu kepada peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13/2006 sebagaimana diubah dalam peraturan menteri dalam negeri nomor 22/2011. Itu dilakukan agar pembahasan APBD memiliki standar mutu yang sesuai dengan perundang-udangan yang berlaku. Akhirnya, pembahasan APBD Sumenep bergulir di gedung legislator itu. Pembahasan tampak sangat alot pada pembahasan di masing-masing komisi, mulai dari komisi I, II, III dan IV sesuai dengan konterpat instansinya. Terjadi dialogis kepentingan di ruang komisi, tak ayal ada juga pembahasan yang hingga terjadi deadlock, sehingga pembahasan dipending. Itu terjadi akibat tidak adanya singkronisasi penganggaran. Hanya saja, dialektika pembahasan itu hanya sebagian dinamika dalam penganggaran tahun 2017. Sebab, endingnya semua elemen kemudian melunak dan pembahasan berjalan mulus, serta menghasilkan kesepakatan antara komisi dengan konterpat. Melunaknya kesepakatan antara eksekutif dengan legislatif bukan menghilangkan idealisme masing-masing. Namun, mereka menginginkan yang terbaik untuk pembangunan kabupaten yang dikenal dengan kota Sumekar ini. Eksekutif dan legislatif bisa menyatu dalam satu kepentingan, yakni pembangunan dan kesejahteraan masyarakat Sumenep. Sehingga, meski agak terlambat pembahasan dimulai, namun awal Januari pemabahasan APBD Sumenep sudah berhasil dituntaskan. Inilah komitmen DPRD Sumenep dalam mengawal pembangunan di bumi Sumekar.

Komisi I berhasil menuntaskan pembahasan APBD bersama konterpat masing-masing. Itu didapat setelah terjadi dialog dengan eksekutif, khusunya dalam merencanakan anggaran yang sudah dilakukan, supaya tidak ada kesan copy paste. Dari hasil pembasan itu terungkap, target pendapatan sesuai dengan perencanaan sebesar Rp 407.075.000. Rinciannya, Badan Kepegawaian Pendidikan, Pelatihan dan Pengembangan SDM sebesar Rp 143.000.000, Bagian Umum Sekretariat Daerah sebesar Rp 172.500.000, dan Kecamatan sebesar Rp 91. 575.000. Selain itu, untuk belanja tidak langsung pada pegawai di dinas kependudukan dan pencatatan sipil (disduk capil) sebesar Rp 5.566.247.673, sementara belanja tidak langsung sebesar Rp 5. 924. 224.492. Sementara pada Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (BakesbangPol memiliki belanja tidak langsung sebesar Rp 3.078.319.748 untuk belanja langsung sebesar Rp 2.012. 219.135, untuk Satpol PP belanja tidak langsung berkisar Rp 4.011.667.444 dengan belanja langsung Rp 1.555.342.575. Kemudian untuk Sekretariat DPRD Sumenep belanja pegawai mencapai Rp 11.038.407. 605 dengan belanja langsung sebesar Rp 55.420. 782 124. Belanja tidak langsung untuk kepala daerah dan wakil kepala daerah sebesar Rp 936.416.009. Sementara untuk belanja tidak langsung di sekretariat DPRD Sumenep sebesar Rp 4.805.863.712, dan belanja langsung sebesar Rp 55.420.782.124. UntukBadan Kepegawaian,Pendidikan dan pengembangan SDM belanja tidak PARLEMEN | DESEMBER 2017

3


FOKUS

langsung Rp 4.679.583.772dengan belanja langsungRp 8.965.527.000. Kemudian, belanja tidak langsung untuk inspektorat sebesar Rp 4.063.985.653, dan untuk belanja langsung sebesar Rp 3.666. 068 800. Belanja tidak langsung untukDinas Komunikasi dan Informatikasebesar Rp 5.049.373.216 dengan belanja langsung sebesar Rp 7.964. 865. 606. Lalu, belanja tidak langsung untuk 27 kecamatan sebesar Rp 39.729.921.802 dengan belanja langsung Rp 9.284.260.556, sementara anggaran belanja tidak langsung untuk kelurahan sebesar Rp 2.333.052.637 dengan belanja langsung sebesar Rp. 437.822.203. Untuk belanja tidak langsung di sekretariat daerah Rp 14.565.135.935 dengan belanja langsung sebesar Rp 37.025. 236.171. Untuk pemberdayaan masyarakat dan desa dengan belanja langsung sebesar Rp 926. 351.000. Anggaran tersebut tidak termasuk pada belanja tidak langsung di bantuan keuangan. Sementara itu Komisi II juga mampu menyelesaikan pembahasan APBD bersama pihak eksekutif dengan anggaran yang sudah ditetapkan secara bersama. Dalam pembahasan tersebut Komisi II,Pendapatan sebesar Rp. 1.962.311.730.130 dengan rincian Dinas Koperasi dan Usaha Mikro sebesar Rp. 575.000, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu sebesar Rp. 805.000.000, Badan Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah sebesar Rp. 1.959.025.053.163, Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan, Holtikultura dan Perkebunan Rp.158.741.000, Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan sebesar Rp. 132.385.000, Dinas Perikanan sebesar Rp. 2.300.000 dan Dinas Perindustrian dan Perdagangan sebesar Rp. 2.187.675.967. Sedangkan untuk belanja tidak langsung belanja pegawai di Dinas Koperasi dan Usaha Mikro sebesar Rp. 2.485.236.403 dan belanja langsung sebesar Rp. 8.113.101.670. sementara pada Dinas Penanaman

4

PARLEMEN | DESEMBER 2017

Modal dan Pelayanan Terpadu belanja tidak langsung sebesar Rp. 2.300.465.054 dan belanja langsung sebesar Rp. 2.151.697.915. untuk Badan Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah belanja tidak langsung sebesar Rp. 39.495.402.429 dengan belanja langsung sebesar Rp. 12.952.161.244. kemudian pada Badan Pertanian dan Tanaman Pangan, Holtikultura dan Perkebunan belanja tidak langsung sebesar Rp.12.034.061.367 dengan belanja langsung sebesar Rp.18.706.666.725. untukDinas Ketahanan Pangan dan Peternakan belanja tidak langsung sebesar Rp. 3.661.813.225 dengan belanja langsung sebesar Rp. 5.491.231.654. lalu pada Dinas Perikanan belanja tidak langsung berkisar sebesar Rp. 3.661.813.225 dan belanja langsung sebesar Rp.4.395.238.272. sementara pada Dinas Perindustrian dan Perdagangan belanja tidak langsung mencapai sebesar Rp. 4.662.361.916 dengan belanja langsung sebesar Rp. 20.656.678.94. anggaran di atas tidak termasuk dalam anggaran belanja tidak langsung di bantuan keuangan. Pada Komisi III setelah melakukan pembahasan APBD bersama pihak eksekutif, tercatat dalam target pendapatannya tidak mengalami perubahan dari draft PAPBD 2017 yaitu berkisar sebesar Rp. 5.310.491.926, jumlah tersebut merupakan akumulasi dari dinas PU

Bina Marga sebesar Rp. 715.000.000, Dinas Lingkungan Hidup sebesar Rp. 230.040.000, PU Sumber Daya Air sebesar Rp. 198.000.000 dan Dinas Perhubungan sebesar Rp. 4.167.451.926. Selain itu untuk belanja tidak langsung pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah sebesar Rp. 4.444.231.563 dan belanja langsung sebesar Rp. 4.849.695.640. Kemudian pada Dinas Lingkungan Hidup belanja tidak langsung sebesar Rp. 7.686.782.853 dengan belanja langsung sebesar Rp. 8.454.074.350. untuk Dinas PU Bina Marga belanja tidak langsung berkisar sebesar Rp. 20.486.863.972 dan belanja langsung sebesar Rp. 78.459.778.035. lalu pada Dinas PU Sumber Daya Air belanja tidak langsung sebesar Rp. 8.224.997.638 dan belanja langsung sebesar Rp. 34.768.087.367. Sementara pada Dinas Perumahan Rakyat, Kawasan Pemukiman dan Cipta Karya belanja tidak langsung mencapai sebesar 20.176.205.383 dengan belanja langsung sebesar 63.085.384.599. belanja tidak langsung untuk Dinas Perhubungan sebesar Rp. 5.940.702.156 dan belanja langsung sebesar 97.170.767.652 serta untuk PT. Sumekar dalam penpadapatannya sebesar Rp. 175.025.000. Sementara untuk komisi IV dalam pembahasan APBDnya manargetkan pendapatan di


FOKUS

masing-masing SKPD yang meliputi dinas pendidikan sebesar Rp. 66.700.000, Dinas Kesehatan 48.213.000.000,Rumah Sakit Daerah Dr. H. Moh. Anwar sebesar Rp. 69.000.000.000 dan Dinas Pariwisata, Kebudayaan, Pemuda Dan Olahraga sebesar Rp. 322.000.000. Sedangkan untuk belanja tidak langsung pada Dinas Pendidikan sebesar Rp.1.244. 924.000 dan belanja langsung sebesar Rp. 44.272.025.771. kemudian belanja tidak langsung pada Dinas Kesehatan sebesar Rp.69.502.213.009, dan belanja langsung sebesar Rp.137.657.223.499. untuk Rumah Sakit Daerah Dr. H. Moh. Anwar belanja tidak langsung sebesar Rp. 62.493.009.667 dengan belanja langsung sebesar Rp. 61.541.512.000. untuk Dinas Sosial belanja tidak langsung sebesar Rp. 3.335.094.694 dan belanja langsung Rp. 3.658.548 750, lalu belanja tidak langsung Dinas Tenaga Kerja sebesar Rp. 2.739.943.491 dengan belanja

langsung sebesar Rp.6.203.189.500. Selain itu juga, pada Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak Dan Keluarga Berencana belanja tidak langsung mencapai sebesar Rp. 9.305.894.639dengan belanja langsung sebesar Rp. 4.066.135.250. untuk belanja tidak langsung pada Dinas Pariwisata, Kebudayaan, Pemuda dan Olahraga sebesar Rp.3.271.398.993 dan belanja langsung sebesar Rp.9.092.521.800. sementara Dinas Perpustakaan dan Kearsipan belanja tidak langsung sebesar 1.975.019.289 dan sebesar Rp1.128.884.416 untuk belanja langsung. Pada Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa belanja tidak langsung sebesar Rp. 2.947.794.304dengan belanja langsung Rp. 11.231.738.004. kemudian belanja tidak langsung padaBadan Penanggulangan Bencana Daerah sebesar Rp. 2.294.741.146 dan belanja langsung sebesar Rp.

1.673.947.500. anggaran tersebut juga tidak termasuk pada belanja tidak langsung di bantuan keuangan. Dari hasil pembahasan komisi, kemudian disampaikan dalam paripurna DPRD Sumenep. Selanjutnya, dilakukan evaluasi oleh Gubernur Jawa Timur (Jatim). Untuk kemudian disahkan dan dijadikan peraturan daerah (Perda). Memang, pembahasan APBD Sumenep pembahasannya cukup lambat, yakni dimulai sekitar akhir Desember. Itu terjadi lantaran pembahasan (struktur organisasi) baru cukup memakan waktu. Hanya saja, tidak sampai satu bulan pembahasan APBD sudah dipastikan tuntas. “Kejar tayang� pembahasan APBD itu tidak menghilang ruh anggaran yang pro rakyat, malah pembahasannya sangat mengedepankan kepentingan masyarakat, meski harus terjadi deal kepentingan. (*)

PARLEMEN | DESEMBER 2017

5


FOKUS

"Drama" Tuntas KUA PPAS

K

UA PPAS ( Kebijakan Umum Anggaran Perioritas dan Plafon Anggaran Sementara) sudah tuntas dibahas oleh anggota DPRD Sumenep. Bahkan, hasil pembahasan itu sudah di paripurnakan, dengan nota kesepakatan antara Pemerintah Kabupaten (Pemkab) dan DPRD. Dengan begitu, “drama� pembahasan KUA PPAS ini sudah sah secara hukum. Kenyataan tersebut tetap mengacu kepada RKPD (rencana kerja pembangunan pembangunan daerah) yang sudah tersusun secara bagus. Pembahasan KUA PPAS di gedung parlemen penuh dinamika. Maklum, sejumlah anggota dewan memiliki pandangan dan persepsi berbeda dengan eksekutif di dalam memaknai konsep kesejahteraan masyarakat. Sehingga, dialog dan bahkan deadlock dalam pembahasan menjadi pemandangan biasa. Maklum, para wakil rakyat tentu saja menginginkan yang terbaik untuk konstituen dan masyarakat. Dengan kata lain, anggaran yang nantinya akan dimasukkan dalam APBD 2018 bisa berorientasi dan berdampak langsung kepada kesejahteraan masyarakat. Parahnya, pembahasan KUA PPAS ini sempat terjadi

6

PARLEMEN | DESEMBER 2017

penolakan oleh sebagian anggota DPRD sekaligus anggota badan anggaran (banggar). Itu lantaran belanja pegawai dinilai terlalu besar. Sebab, anggaran sangat membengkak dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Hal itu harus dimafhumi, karena beban bidan PTT (pegawai tidak tetap) yang baru diangkat menjadi PNS diberikan kepada APBD Sumenep. Kendati demikian, hal itu bisa diselesaikan dengan cara dialogis, hingga akhirnya pembahasan tersebut tuntas dan bisa disahkan dalam sidang paripurna DPRD Sumenep beberapa waktu lalu. KUA PPAS ini menjadi sangat penting untuk dibahas sebagaimana amanah dari Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No 13/2006 tentang pedoman pengelolaan keuangan daerah, yang telah diubah menjadi permendagri no 21/2011. Kemudian, permendagri no 31/2016 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah 2017. Itu dilakukan sebagai bentuk penyelarasan program daerah, provinsi dan pusat, Optimalisasi pelaksanaan APBD, menentukan arah kebijakan pembangunan dengan program dan kegiatan strategis sesuai dengan RKPD, dan gambaran ekonomi secara makro. Dalam konteks

Sumenep juga harus mengacu kepada peraturan daerah (Perda) no 9/2011 tentang RPJPD 2005-2025 dan perda no 4/2016 tentang RPJMD 2016-2021. Dalam KUA PPAS yang sudah ditetapkan, Pendapatan Daerah terjadi penurunan dibandingkan dengan tahun 2017. Pendapatan Tahun 2018 ditargetkan sebesar Rp 1.952.164.819.477. Padahal tahun ini, pendapatan daerah mencapai Rp 2.090.630.997.056. Jadi, ada penurunan sekitar 7.09 persen atau sekitar Rp 138.466.177.579. Penurunan pendapatan ini terjadi lantaran dana perimbangan sektor dana bagi hasil pajak atau hasil bukan pajak dan alokasi dana khusus (DAK) belum diperhitungkan sepenuhnya. Termasuk, dana hibah dan dana bantuan dari provinsi yang belum diperhitungkan secara rinci dan digit. Pendapatan itu diperoleh dari PAD (Pendapatan asli daerah) sebesar Rp 221.196.639.290. PAD itu meliputi hasil pajak daerah, retribusi daerah, pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan pendapatan lain-lain asli daerah yang sah. Kemudian, Dana Perimbangan ditargetkan Rp. 1.378.895.040.700 yang terdiri dari hasil pajak atau hasil bukan pajak, DAU (Dana Alokasi Umum), dan DAK.


FOKUS

Kemudian, pendapatan lain-lain yang sah sebesar Rp 352.073.139.487. Ini semua merupakan pendapatan yang menjadi target pemerintah Sumenep di tahun 2018 mendatang. Dari sisi pengangguran dan kemiskinan, di tahun depan ditargetkan terus mengalami penurunan. Dengan begitu, upaya pemerintah dalam menekan angka pengangguran dan kemiskinan lewat program dinilai ada dampak bagi masyarakat. Misalnya, dari sisi pengangguran pemerintah sudah mencetak wirausahawan muda, yang merupakan program andalan pemkab.Di mana di setiap kesempatan ini, selalu disampaikan akan pentingnya mencetak wirausaha muda. Selain, memberikan ruang lapangan kerja, juga dianggap jitu untuk membangkitkan kreasi muda di bidang usaha. Maka tidak salah jika angka pengangguran terbuka mengalami penurunan di tahun 2016. Di mana di tahun 2015

angka pengangguran mencapai 3,17 persen sementara di tahun 2017 mencapai 3,13 persen. Tidak besar penurunannya, namun dianggap cukup signifikan. Ditargetkan di tahun-tahun akan datang akan terus mengalami penurunan. Selain itu, angka kemisikinan juga sudah mulai mengalami penurunan. Di mana angka kemiskinan di Sumenep tahun 2015 mencapai 20,20 persen atau 216.840 jiwa penduduk kota Sumenep, kemudian menurun di tahun 2016 menjadi 19,68 persen atau 212.441. Itu merupakan angka proyeksi pertumbuhan penduduk. Angka penurunan kemiskinan diakibatkan program pemerintah yang berorientasi pada kesejahteraan masyarakat terus digalakkan oleh pemerintah Sumenep. Bahkan, menjadi komitmen pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan. Sementara untuk target ekonomi makro di tahun 2018

diharapkan terus mengalami pertumbuhan. Target laju pertumbuhan ekonomi setiap tahunnya sudah tertuang di dalam RPJMD 2016-2021. Yang jelas, pertumbuhan ekonomi setiap tahunnya mengalami pertumbuhan yang cukup baik. Di tahun 2018 mendatang diproyeksikan pertumbuhan ekonomi mencapai 6,52 persen. Proyeksi itu naik dibandingkan di tahun 2017 yang hanya ada pada kisaran 6,43 persen. Diharapkan ekonomi Sumenep secara perlahan akan terus mengalami pertumbuhan yang cukup bagus. Yang jelas, KUA PPAS sudah disahkan dalam sidang paripurna. Tinggal 50 anggota wakil rakyat dituntut untuk kembali bekerja ekstra dalam melakukan pembahasan APBD Sumenep 2018 mendatang. Dengan segala harapan bisa sesuai dengan target pembahasan yang sudah ditentukan. Kerja keras dan tepat waktu. (*) PARLEMEN | DESEMBER 2017

7


FOKUS

Tuntas Tepat Waktu, Realisasi APBD Harus Bermutu

8

PARLEMEN | DESEMBER 2017


P

restisius!. Kata itu tampaknya sangat pantas disematkan kepada legislatif dan eksekutif di Kabupaten Sumenep. Itu karena berhasil menyelesaikan pembahasan APBD (Anggaran Pendapatan Balanja Daerah) 2018 tepat waktu. Di mana anggaran tahun mendatang sudah berhasil dituntaskan pada bulan Oktober ini. Kenyataan ini bukan hal lazim dilakukan kabupaten ujung timur pulau Madura ini. Biasanya, setiap tahunnya pembahasan anggaran selalu terlambat, bahkan nyaris mendapatkan sanksi tidak gajian bagi legislatif, bupati dan wakil bupati. Trend ini menujukkan kinerja yang

cukup membaik dari sebelumnya. Apalagi, kalangan wakil rakyat memiliki spirit luar biasa untuk menuntaskan draf pembahasan yang disodorkan pihak eksekutif. Sehingga, secara maraton anggaota dewan melakukan telaah dan kajian terhadap semua item kegiatan yang ada di dalam APBD 2018 itu. Setelah nota keterangan bupati dan jawaban fraksi, anggaran ini kemudian dibahas di masing-masing komisi sesuai dengan konterpat yang sudah ditentukan. Memang, dalam setiap pembahasan anggaran selalu terjadi dinamika. Dialog, debat bahkan deadlock sekalipun sering mewarnai pembahasan APBD ini, tak terkecuali untuk anggaran 2018

ini. Kadangkala persepsi antara eksekutif dan legislatif tidak sama. Hanya saja, perdebatan itu bermuara kepada kepentingan dan kebutuhan masyarakat kota Sumekar sebagai objek dari setiap anggaran yang disahkan. Kendati demikian, dialog, debat berhasil dituntaskan ketika persepsi sama. Itu dibuktikan dengan tuntasnya pembahasan Anggaran 2018 sesuai dengan yang diinginkan, pada bulan Oktober ini. Bagi pemangku kebijakan, anggaran yang dibahas secara panjang tentu saja diharapkan mampu memberikan sinyal positif bagi kesejahteraan masyarakat, dan diorientasikan pada kebutuhan masyarakat. Di mana, kebutuhan itu sudah diperoleh melalui

PARLEMEN | DESEMBER 2017

9


FOKUS

musyawarah rencana pembangunan (musrembang), sementara anggota dewan juga sudah melakukan serap aspirasi (reses) sesuai dengan daerah pemilihan (dapil) masingmasing. Sehingga, saat membahas anggaran tentu saja dengan mudah bisa menginventarisir kepentingan dan kebutuhan masyarakat kota Sumekar. Keinginan dan kebutuhan masyarakat tentu tidak semua bisa diakomodir dalam anggaran, melainkan dilakukan secara bertahap, apalagi di bidang pembangunan. Sehingga, para legislator dan eksekutif tentu saja melihat aspek perioritas dari semua kebutuhan masyarakat yang diusulkan. Keinginan pemerintah tentu akan membangun dan memberdaya semua kebutuhan masyarakat. Sayangnya, postur anggaran dipastikan tidak mencukupi. Yang terpenting saat ini, APBD 2018 untuk Sumenep sudah

10 PARLEMEN | DESEMBER 2017

tuntas di bahas. Jika tidak ada aral, hal tersebut akan segera menjadi Perda dan dengan cepat pula bisa direalisasikan lebih awal, pada tahun anggaraanya. Terlepas dari itu, dalam pembahasan anggaran 2018 ini tetap mengacu kepada Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendari) Nomor 33/2017 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja daerah Tahun Anggaran 2018, dan peraturan lainnya. Dalam penyusunannya juga harus mengacu kepada Peraturan Daerah Kabupaten Sumenep Nomor 4 Tahun 2016 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah 2016 – 2021 (RPJMD). Sehingga, anggaran yang dibahas bisa dinilai terstruktur dan sesuai dengan aturan yang berlaku. Dari hasil pembahasan yang dilakukan antara eksekutif dengan legislatif terungkap bahwa pendapatan dari postur

APBD Sumenep tampaknya tidak terlalu jauh berbeda dengan tahun sebelumnya. Bahkan, mengalami sedikit penurunan, meski masih berkutat di pendapatan Rp 2 triliun. Tahun 2018 pendapatan dalam postur APBD Sumenep sebesar Rp .014.137. 460. 477, padahal tahun sebelumnya mencapai Rp 2.090. 630. 997. 056. Jadi, pendapatan untuk postur anggaran Sumenep lebih kecil dibandingkan dengan tahun 2017 sebesar Rp 76. 493. 536. 579. Kendati demikian, program perioritas yang berhubungan dengan masyarakat dipastikan akan diakomodir, tentunya dengan indikasi sangat mendesak. Pendapatan yang dimaktub dalam APBD 2018 didapat dari sejumlah sumber yang sudah dicanangkan dalam satu tahun di masa anggaran 2017. Salah satunya, pendapatan diperoleh dari pendapatan asli daerah (PAD) Rp. 221.196.639.290. PAD Sumenep mengalami kenaikan sebesar 15,24 %, atau sekitar Rp. 29. 246. 154. 721. Jadi, mengalami progress report yang cukup membaik dari sisi PAD kota Sumekar ini. Dengan begitu, trend kinerja untuk meraup pendapatan dari berbagai bidang menunjukkan hal positif. Berarti kinerja OPD (organisasi perangkat daerah) makin meningkat. Sementara itu, Pendapatan juga didapat dari dana perimbangan sebesar Rp. 1.381.536.081.700 berkurang sebesar Rp 163. 996. 291. 300 atau turun sekitar 10,61% dari Penerimaan Dana Perimbangan Tahun Anggaran 2017 sebesar Rp 1.545.532.373. Penurunan dana perimbangan ini terjadi karena anggaran dari Dana Alokasi Khusus (DAK) belum dicantumkan dalam APBD Sumenep 2018. Sebab, hingga anggaran ini dibahas ternyata belum ada penetapan dari pemerintah terkait alokasi DAK melalui Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). Penerimaan lainnya juga diperoleh dari pendapatan lain-lain sebesar Rp 411.404.739.487, bertambah sebesar


FOKUS

Rp 58. 256. 600.000 atau naik sekitar 16,5% dari penerimaan lain-lain pendapatan yang sah tahun anggaran 2017 sebesar Rp 353.148.139.487. Untuk belanja daerah pada tahun 2018, mencapai Rp. 2.063.941.705.562. Angka tersebut mengalami penurunan sebesar 6,97% dari tahun 2017. Di mana tahun 2017 ini pendapatan daerah hanya berkisar Rp 2.218. 682. 287. 470. Dalam realiasisinya belanja daerah meliputi belanja langsung dan tidak langsung. Untuk belanja langsung daerah bakal mengeluarkan dana sebesar Rp 651.650.864.808. Atau mengalami penurunan sebesar Rp 150.534.925.408 atau turun 18,77 persen. Sebab, pada tahun 2017 ini belanja langsung dianggarkan sebesar Rp 802.185.790. 216. Penurunan itu terjadi lantaran belanja dari DAK belum ada kepastian. Sedangkan untuk belanja tidak langsung dianggarkan sebesar Rp Rp. 1.412.537.860.754. Belanja tidak langsung ini juga mengalami penurunan sebesar Rp 3.958.636. 500 atau turun 0,28% dari Anggaran 2017 yang sebesar Rp 1. 416.496.497 254. Sementara belanja tidak langsung

ini meliputi belanja pegawai sebesar Rp 947.333. 326.952 . Untuk belanja pegawai ini mengalami kenaikan sekitar Rp 12. 049. 298.000 atau sekitar 1,29% dari Anggaran 2017 sebesar Rp 935. 284. 028. 952. Kemudian, belanja bagi hasil, hibah, bantuan sosial, bantuan keuangan pemerintah, Provinsi, Kabupaten, Kota dan Pemerintahan Desa sebesar Rp 462.204.533.802, mengalami penurunan sebesar Rp 16.007. 934 500 rupiah atau naik 3,35% dari tahun 2017 sebesar Rp 478. 212. 468. 302. Terakhir, belanja tidak terduga sebesar Rp 3 miliyar. Itu adalah merupakan postur anggaran APBD Sumenep Tahun 2018 mendatang. Meskipun belanja tidak langsung di item pegawai masih mendominasi anggaran di tahun 2018 ini. Kendati demikian, kegiatan yang berkaitan dengan masyarakat dipastikan diakomodir dengan maksimal sesuai dengan kekuatan anggaran yang dimiliki. Infrastruktur dan sejumlah program yang berkaitan dengan masyarakat kecil sudah dipastikan akan dimaksimalkan pada tahun 2018 mendatang. Dengan harapan bisa meningkatkan

kesejahteraan masyarakat kabupaten ujung timur pulaun Madura ini. Dengan awalnya penetapan anggaran 2018 ini maka diharapkan serapan anggaran juga akan terjadi lebih awal dan lebih maksimal lagi. Bahkan, eksekutif berkomitmen ketika usai disahkan, maka proses pekerjaan sejumlah program dan proyek akan segera dimulai sejak awal. Utamanya, proyek besar yang ada di tiga dinas Pekerjaaan umum (PU). Bahkan, proyek tiga dinas itu pelelangan dari pekerjaan itu bisa dimulai pada bulan Nopember ini. Sehingga, pada Januari proyek “jumbo� di tiga instansi itu sudah bisa digelar. Sedangkan untuk Dinas non PU akan didorong pula agar pada bulan Nopember 2017 segera melakukan proses pelelangan perencanaan, dan awal Januari 2018 bisa dilakukan kontrak perencanaan dan segera dilaksanakan. Otomatis, pekerjaan proyek fisik bisa dituntaskan pada bulan November 2018. Sementara untuk proyek tahun Jamak bisa dituntaskan pada Desember. Semoga. (*)

PARLEMEN | DESEMBER 2017

11


PERATURAN DAERAH

MERUMUSKAN REGULASI

P

ublik sudah memahami bahwa tugas penting sang wakil rakyat adalah mengartikulasikan aspirasi rakyatnya. Setiap aspirasi yang masuk harus diperjuangkan secara maksimal agar lahir kebijakan yang tidak pincang. Bila aspirasi murni rakyat terakomodasi dalam setiap kebijakan publik maka kebijakan itu sudah pasti berpihak pada kepentingan rakyat. Bila tidak, akan sebaliknya, akan timbul kesenjangan antara harapan dan kenyataan. Peluang terjadinya “bias� antara harapan dan kenyataan akan terbuka lebar. Rakyat menilai bahwa kebijakan itu telah menguntungkan satu pihak. DPRD adalah jembatan untuk mempertemukan dua kutub tersebut; rakyat dan pemerintah. Karena salah satu tugas penting DPRD itu adalah penyampai aspirasi. Oleh karena itu, DPRD harus mampu mengkomunikasikan secara baik aspirasi rakyat kepada pemerintah daerah selaku pemangku kekuasaan. Semua anggota DPRD

12 PARLEMEN | DESEMBER 2017

yang ada di kursi parlemen harus berperan aktif sebagai komunikator yang baik dan andal sehingga bisa meyakinkan pemerintah daerah dalam setiap kebijakan. Pada lain kesempatan Anggota DPRD juga harus memberikan pendidikan politik kepada rakyat untuk menumbuhkan apresiasi yang lebih baik terhadap hak dan kewajiban sebagai warga negara. Seperti yang dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Sumenep dalam menerjemahakan tugas dan tanggung jawabnya sebagai komunikator antara dua kutub yang berbeda. Kini, dalam waktu dekat anggota DPRD bakal disibukkan dengan pembahasan beberapa Rancangan Peraturan Daerah (raperda). Sebab, beberapa raperda tersebut mengharuskan DPRD untuk dituntaskan secepatnya. Apalagi, raperda itu bersentuhan langsung dengan hajat orang banyak, termasuk juga kepentingan masyarakat umum. Sehingga, para legislator ini dituntut selalu bekerja keras agar bisa menuntaskannya. (*)


Membahas 26 Raperda, Dewan Dituntut Kerja Ekstra

B

adan Pembentukan Peraturan Daerah (BP2D) DPRD Sumenep tampaknya akan kerja ekstra di tahun 2017 ini. Sebab, cukup banyak rancangan peraturan daerah (raperda) yang direncakan dan akan di bahas sepanjang tahun ini. Sesuai data di sekretariat DPRD, ada sekitar 26 raperda yang akan digarap. Bahkan, raperda itu dipastikan sudah masuk menjadi program legislasi daerah (prolegda). Sehingga, menuntut anggota dewan untuk bisa menuntaskan raperda itu di dalam masa anggaran 2017 ini. Dari puluhan raperda yang akan dibahas itu bukan semuanya usulan dari eksekutif, melainkan juga atas inisiatif dari wakil rakyat di gedung dewan ini. Rinciannya, 13 raperda usulan eksekutif, 10 raperda inisiatif DPRD, dan 3 raperda APBD. Dari puluhan rancangan peraturan itu ada yang menggarap dari awal, dan ada juga hanya revisi atau perubahan atas perauran terdahulu yang sudah dibentuk. Kendati demikian, mayoritas membentuk peraturan, untuk yang perubahan hanya sekitar 6 peraturan saja. Raperda yang akan dibahas di tahun ini meliputi raperda bantuan hukum untuk masyarakat miskin, penataan dan pemberdayaan pedagang kaki lima (PKL), pemberian insentif dan pemberian kemudahan penanaman modal di kabupaten Sumenep dan Pengelolaan Barang milik daerah. Kemudian, Penyedian dan Penyerahan Prasarana, sarana dan utilitas pada kawasan perumahan, perlindingan dan pengelolaan lingkungan hidup, penyelenggaran kearsipan, penyelenggaran keolahragaan dan pelestarian seni budaya. Sementara yang perubahan, yaitu perubahan atas perda nomor 3/2011 tentang penyelenggaran administrasi kependudukan. Rancangan ini semuanya berasal dari anggota DPRD Sumenep.

Sementara raperda usulan dari eksekutif meliputi, raperda Desa, raperda detil tata ruang bagian wilayah perkotaan kalianget, Talango dan Gapura, rencana detil tata ruang wilayah bagian perkotaan Bluto, Saronggi dan Pragaan, Perlindungan lahan pertanian pangan bekelanjutan (LP2B), Pengelolaan zakat infaq dan shodaqoh, dan penetapan desa di Kabupaten Sumenep. Selanjutnya, Organisasi perangkat daerah pembentukan dan susunan Badan Penanggulangan Bencana Daerah, dan rencana induk pembangunan kepariwisataan daerah Kabupaten Sumenep. Sedangkan yang perubahan dari eksekutif meliputi, perubahan ketiga atas peraturan daerah Kabupaten Sumenep nomor 3/2012 tentang retribusi jasa usaha, perubahan atas perda nomor 1/2012 tentang pajak daerah, perubahan atas perda nomor 2/2012 tentang retribusi jasa umum, perubahan atas perda nomor 4/2012 tentang retribusi perizinan tertentu dan perubahan atas perda nomor 4/2016 tentang RPJMD Sumenep tahun 2016-2025. Juga, raperda rutin tahunan yang juga tidak luput dari pembahasan anggota legislator ini, yaitu pertanggungjawaban pelaksanaan APBD (anggaran pendapatan belanja daerah) 2016, Perubahan Anggaran Keuangan APBD 2017, dan pembahasan APBD 2018. Ketua BP2D Iskandar menjelaskan, rancangan peraturan daerah itu ada yang diusulkan di tahun 2017 dan ada yang sudah diusulkan di tahun 2016 namun tidak tuntas dilakukan pembahasan, sehingga masuk lagi di prolegda 2017. ”Sementara yang usulan di 2017, juga dimasukkan di tahun ini. Jadi, semuanya usulan dari eksekutif dan legislatif mencapai 26 dengan pemabahasan rutin tentang APBD. Raperda memang cukup banyak di tahun ini,” katanya. Dia menjelaskan, dengan banyak raperda yang diusulkan tentu saja

membuat anggota DPRD untuk kerja keras untuk menuntaskannya. Yang jelas, pihaknya berkomitmen untuk menuntaskan semua raperda yang sudah menjadi prolegda. ”Kami tidak mungkin bermain-main dalam melakukan pembahasan. Komitmen kami dari awal akan menuntaskan semua usulan raperda itu. Sebab, itu sudah menjadi tugas kami sebagai anggota dewan sebagai pembuat legislasi,” ungkapnya dengan nada semangat. Menurut politisi PAN, di awal ini dimungkinkan pihaknya akan melakukan pembahasan raperda pada yang berskala perioritas. Jadi, yang dianggap mendesak dipastikan akan didahulukan, sementara yang lain pasti akan dilakukan pembahasan juga namun setelah yang perioritas. ”Bukan mengabaikan lain, namun yang mendesak pasti didahulukan. Yang jelas kami tegaskan semuanya akan dituntaskan di tahun ini. Lihat saja nanti perkembangan seperti apa,” tuturnya. Memang, sambung dia, kadangkala ada kendala yang cukup untuk menuntaskan raperda yang sudah direncanakan. ”Kadangkala ada kegiatan lain ada yang mendesak. Namun, kami tetap akan fokus kepada raperda yang sudah diusulkan. Intinya, komitmen kami dalam menuntaskan sejumlah raperda itu sudah pasti akan dilakukan. Kami harap tidak ada kendala cukup signifikan untuk menuntaskan semua raperda itu,” ujarnya dengan penuh semangat. Iskandar menambahkan, sementara untuk raperda wajib pasti dituntaskan sebab penyangkut anggaran daerah. Raperda wajib itu merupakan tahunan dan tidak ditunda pada tahun berikutnya. Yakni, perubahan APBD 2017 dan APBD 2018, termasuk laporan pertanggungjawaban APBD 2016. ”Kalau tiga raperda itu memang sudah wajib harus dilakukan, karena rutin dilakukan setiap tahunnya,” tukasnya. (*) PARLEMEN | DESEMBER 2017

13


FOKUS

RPJMD Berubah, Rakyat Harus Sejahtera

P

emerintah Kabupaten (Pemkab) Sumenep dan DPRD setempat mulai menggenjot pembahasan perubahan Rencana pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) tahun 2016-2021. Yakni, perubahan atas peraturan daerah (Perda) nomor 4/2016 tentang RPJMD 2016-2021. Pembahasan atas perubahan itu dilakukan melalui panitia khusus (pansus) yang sudah dibentuk oleh dewan rakyat ini. Perubahan Perda RPJMD ini hampir dipastikan dipastikan wajib. Itu lantaran ada perubahan struktur OPD (organisasi perangkat daerah) di lingkungan pemkab Sumenep ini. Perubahan OPD itu terjadi di akhir 2016 lalu, dengan keluarnya perda nomor 9/2016 tentang pembentukan susunan perangkat daerah. Di mana dalam perubahan itu terdapat OPD baru, misalnya Dinas Perpustakaan dan Arsip, ada juga Dinas Satpol PP. Sehingga, diperlukan penyesuaian untuk kerja menangah pemerintahan. Tentu saja, munculnya OPD baru itu bukan hanya menjadi keinginan dari pemkab Sumenep, melainkan amanah dari PP (peraturan pemerintah) nomor 18/2016 tentang perangkat daerah. Di mana PP merupakan implementasi dari UU nomor 23/2014 tentang pemerintahan daerah. Dengan begitu, pemerintah daerah dituntut untuk menyusun perangkat OPD baru, dan bahkan bisa dikatakan sebagai sesuatu “kewajiban�. Fakta ini tidak hanya berlaku di Sumenep saja, melainkan seluruh kabupaten/ Kota di Indonesia. Konteks Sumenep, awal 2017 dilakukan pengisian atas

14 PARLEMEN | DESEMBER 2017

OPD yang baru ini, namu tetap mengacu pada RPJMD yang lam. Keberadaan OPD yang baru itu maka sudah barang tentu berimplikasi atas tugas dan fungsi perangkat daerah. Selain itu, juga memiliki dampak pada perubahan urusan penyelenggaraan pemerintahan, di dalamnya berisi tentang pemindahan urusan pemerintahan dari pemerintah kabupaten/kota ke pemerintah provinsi maupun ke pemerintah pusat. Kenyataan itu, otomatis akan memberikan dampak pada perubahan alokasi pendanaan dan anggaran belanja. Jadi, keberadaan struktur perangkat baru itu merubah pada sistem pemerintahan mulai dari penyelenggaran hingga masalah anggaran. Maka, untuk melakukan penyesuaian pada kebijakan makro yang nantinya bisa diimplementasikan kepada pengelolaan kebijakan OPD diperlukan review atau perubahan atas perda RPJMD yang telah disahkan pada 2016 lalu. Perubahan RPJMD bukan hal yang mudah, sebab harus melalui proses dan pola penyusunan yang telah diamanatkan dalam peraturan. Utamanya, mengacu kepada surat edaran bersama Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Dan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia nomor 050/4936/sj/0403/m. ppn/12/2016 tanggal 23 Desember 2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penyelarasan Rpjmd Dengan RPJMD Nasional 2015 – 2019. Proses tahapan pembahasan perubahan RPJMD sudah

menggelinding sesuai dengan aturan yang berlaku. Di mana, sudah dilakukan penyampaian bupati terkait perubahan perda RPJMD, lalu Pemandangan Umum Fraksi (PU Fraksi), nota penjelasan bupati atas PU Fraksi hingga pada pembentukan dan pembahasan di pansus. Tentunya, pembahasan itu tidak secepat apa yang dibayangkan karena terjadi dinamika dan pembahasan yang cukup dialogis dan sangat alot. Implikasinya, pembahasan perubahan RPJMD ini memakan waktu yang lumayan. Bahkan, tidak jarang anggota dewan juga melakukan kordinasi dan konsultasi untuk memastikan pembahasan tidak melenceng dari peraturan perundang-udangan yang berlaku alias on the track. Kendati demikian, legislator ini tetap maksimal dan berkomitmen untuk menuntaskan perubahan perda dimaksud. Apalagi, implikasinya sudah pasti bermuara kepada kepentingan masyarakat. Secara umum, materi perubahan RPJMD yang akan dilakukan oleh pemerintah dan DPRD melalui pansus berkaitan dengan substansi penting dan mengisyaratkan adanya perubahan. Pertama, dalam materi akan adanya penyederhanaan indikator kinerja utama. Di mana di dalam RPJMD terdapat 13 indikator, namun pada perubahan hanya akan termaktub 8 indikator utama saja. Yakni, Indek Pembangunan Manusia (IPM), Indeks Kualitas Layanan Infrastruktur; IKLH, Tingkat Pertumbuhan Ekonomi, Nilai SKM / Indeks RB, Indeks Desa Membangun, Indeks keamanan; dan Indeks toleransi. Kedua, terdapat penajaman


FOKUS

tujuan, indikator tujuan, sasaran dan indikator sasaran RPJMD. Sehingga, nantinya akan semakin terarah dengan spesifik. Ketiga, perubahan gambaran pengelolaan keuangan daerah serta kerangka pendanaan, dimana terjadi penyesuaian antara kapasitas riil pendanaaan dan revisi realisasi dan target pendapatan. Keseimbangan dalam pengelolaan dan tata usaha keuangan daerah tentu saja akan menjadi perhatian dari RPJM. Sehingga, Pada tataran keuangan akan memberikan dampak yang cukup bagus. Keempat, penataan kembali program, indikator dan target kinerja dan pagu anggaran per tahun, yang disesuaikan dengan perangkat daerah kabupaten sumenep yang baru. Sebab, dari hasil pembahasan di akhir 2016 lalu, terdapat perubahan struktur organisasi perangkat daerah. Sehingga, diperlukan adanya penyesuaian. Meskipun secara garis beras bisa dilihat pada RPJMD terdahulu. Terakhir, Adanya penyempurnaan indikator kinerja daerah dan indikator kinerja perangkat daerah, yang disesuaikan dengan pembagian urusan dan kewenangan. Sebenarnya, dengan perubahan RPJMD ini diharapkan mampu

memberikan warna baru bagi program pemerintah. Bahkan, program pemerintah harus bisa difokuskan kepada akselerasi pertumbuhan ekonomi, penanganan kemiskinan serta peningkatan kualitas sumber daya manusia yang berkorelasi dengan peningkatan IPM. Sebab, di sadari atau tidak, Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Sumenep pada selama dua tahun terakhir ini sangat rendah. Itu apabila dibandingkan dengan kabupaten lain di Jawa Timur yaitu pada tahun 2015 hanya 1,27 persen dan di tahun 2016 sebesar 2,58 persen. Hal sama terjadi pada penurunan tingkat kemiskinan di Kabupaten Sumenep selama 3 tahun terakhir ini masih stagnan. Yaitu hanya turun sebesar 1,87 persen dari 21,96 persen menjadi 20,09 % pada maret 2016. Dari sisi IPM, Kabupaten ujung timur pulau Madura ini juga sangat rendah. Di mana tahun 2015 IPM Sumenep mencapai 62,38 sementara pada tahun 2016 malah mencapai 63,42. Kenyataan ini tentu sangat miris, maka dengan perubahan ini diharapkan mampu memberikan terobosan program, khususnya program taktis. Sehingga, dampaknya bisa memberikan kesan pertumbuhan ekonomi yang luar biasa. Ini juga akan menjadi harapan masyarakat Sumenep.

Berbagai isu tentu saja menjadi perbincangan di pansus RPJMD. Hanya saja, pansus memberikan isyarat beberapa point yang harus dibenahi pemerintah daerah. Kepala Daerah memilii misi meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) melalui pendidikan, kesehatan dan pengentasan kemiskinan. Namun, misi itu hendaknya tidak hanya masuk pada indikator saja. Melainkan harus disertai dengan tindakan nyata dengan program yang langsung menyentuh dengan masyarakat. Istilanya, tidak hanya sekdar bungkus bagus, namun isinya malah kosong. Spirit untuk meningkatkan ekonomi, kesejahteraan masyarakat dan juga pembangunan harus tetap tumbuh bahkan lebih baik lagi dibandingkan tahun sebelumnya. Meskipun terjadi penurunan indikator utama, dari 13 ke 8 indikator utama. Sebab, dengan penurunan itu tidak akan memberikan ruang menurunnya semangat untuk berpacu mengarah kepada kualitas ekonomi masyarakat. Bahkan, semua indikator yang sudah termaktub dalam RPJMD perubahan, tidak hanya dijadikan sebatas wacana, melainkan dilaksankan secara massif dan menyeluruh. Sehingga, sebelum Bupati dan Wakil Bupati berakhir masa jabatanya, visi dan misinya sudah terlaksana secara baik. Sehingga, tidak menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintahan setelahnya. Sektor PAD (Pendapatan Asli Daerah) juga tidak lepas dari perhatian pansus. Sebab, di antara revisi RPJMD ini juga dii’tikadkan untuk meningkatkan PAD. Sehingga, ke depan pendapatan daerah harus lebih mapan dari sebelumnya. Setidaknya, perubahan atas RPJMD itu harus memiliki spirit perjuangan untuk berubah ke arah yang lebih baik. Sehingga, hasilnya tidak akan mengalami stagnan, melainkan terus mengalami pertumbuhan, khususnya pada peningkatan kesejahteran masyarakat. Kendati demikian, keberadaanya tetap memerhatikan stackholder yang ada. Wallahua’alam. (*)

PARLEMEN | DESEMBER 2017

15


VISIT SUMENEP

Merumuskan Wisata

V

isit Sumenep di depan mata. Pertanyaan demi pertanyaan disampaikan oleh publik kepada pemerintah. Apa dan bagaimana persiapan Pemkab menyambut Visit. Sudahkah berbenah atau belum sama sekali? Apalagi publik sempat ramai tentang penyampaian Bupati pada pelantikan pejabat beberapa waktu lalu, Bupati Sumenep, A Busyro Karim di Pantai Lombang sebelum akhirnya dijawab oleh Bupati Sumenep bahwa melantik pejabatnya di Pantai Lombang sebagai tanda dimulainya program Visit Sumenep 2018. Tidak hanya itu, Bupati juga menjamin bahwa desain pariwisata jauh dari nalar yang memabukkan, bebas dari miras dan narkoba. Sebab jauh sebelum Bupati menyampaikan itu, beberapa masyarakat, tokoh, termasuk DPRD Kabupaten Sumenep sempat khawatir. Kekhawatiran yang besar terhadap “social impact” pariwisata. Sebab jika Sumenep benarbenar merevitalisasi dunia pariwisatanya, maka akan mengganggu terhadap kultur yang ada. Apalagi pangsa pasar wisatawan yang akan dibidik notabene mempunyai tatanan nilai yang “berseberangan” dengan tatanan keyakinan dan budaya yang ada di Sumenep; kultur agamis. Memang ada dilema antara mempertahankan karakteristik nilai & budaya, dengan meraup keuntungan besar dari kedatangan dan spending para wisatawan mancanegara. Kita pun berada di bawah bayang-bayang kekhawatiran akan hadirnya budaya yang permisif. Namun, wisata sehat atau halal yang mulai digaungkan dalam menyongsong Visit 2018 sedikit memberikan angin segar terhadap banyak kalangan. Pasalnya, trend pasar wisata mulai bergeser ke timur tengah. Sebagai konsumen muslim dalam pasar pariwisata global,

16 PARLEMEN | DESEMBER 2017

tentu saja mereka punya karakterisrik dan kebutuhan tersendiri dalam berwisata ke berbagai belahan dunia. Sehingga ketersediaan akan makanan halal, fasilitas beribadah (bersuci, berwudhu, dan sholat), ketersediaan informasi, dan berbagai fasilitas pendukung yang muslim friendly menjadi persyaratan mutlak untuk meraih dan mendatangkan pasar ini, sebagai bagian dari hospitality terhadap konsumen. Negara-negara seperti Malaysia, Singapura, Thailand, Jepang, Korea, dan Turki tampak lebih sadar dan sigap untuk segera merebut pasar tersebut. Di Indonesia, hal itu juga sudah dimulai, Lombok misalnya. Di sana mulai mewujudkan pelayanan, fasilitas, dan aktivitas wisata yang muslim friendly sebagai bentuk servis terhadap permintaan konsumen & pasar muslim bertajuk “Halal Tourism”. Bagaimana Sumenep? Tentu juga bisa asal desain pariwisata hingga regulasi yang dibuat tidak hanya sekadar melihat untung, tetapi juga harus memperhatikan kultur yang melekat pada tubuh Sumenep. Wisata berbasis local wisdom adalah salah hal yang ditekankan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumenep ketika menggodok Raperda Kepariwisataan. Bagi DPRD, trend “Halal Tourism ini memang merupakan nafas baru bagi pariwisata di Indonesia, tak terkecuali Sumenep jika mau. Sebab ini tidak saja peluang bagi kultur Sumenep yang agamis, tetapi juga merupakan kekuatan tersendiri untuk kekayaan alam wisata yang dimiliki Sumenep. Sehingga pengembangan pariwisata yang dikembangkan oleh pemerintah tidak merusak tatanan nilai & kultur yang ada. Memang tidak mudah meniru Lombok atau Minangkabau. Tetapi tidak ada yang tidak bisa jika Sumenep mau. Tinggal bagaimana menjawab kekhawatiran dengan regulasi pariwisata yang berbasis local wisdom. (*)


FOKUS

Susun Raperda, Genjot Pengembangan Pariwisata

P

engembangan wisata di Sumenep terus digalakkan oleh pemerintah daerah. Lokasi wisata yang selama ini tidak pernah disentuh, kini mulai dilirik dan ditata. Bahkan, keberadaanya menjadi destinasi wisata andalan bagi kabupaten ujung timur pulau Madura ini. Infrastruktur mulai dibenahi dan dibangun secara maksimal, baik melalui anggaran pendapatan belanja daerah (APBD), maupun APBN. Tak tanggungtangung, investor pun ditarik ke Kota Sumekar agar ikut ambil bagian dalam mengembangkan wisata dari pelbagai sektor. Upaya ini sepertinya tidak menjadi sia-sia. Terbukti, banyak lokasi wisata yang sudah mulai bangkit dan banyak dikunjungi oleh wisatawan baik lokal, regional atau bahkan wisatawan manca negara. Sebut saja, wisata bahari Pantai Gili Labak yang dikenal dengan surga tersembunyi (hidden paradise), wisata pantai Sembilan Gili Genting, dan wisata Giliiyang yang terkenal dengan pulau Oksigen. Tiga lokasi ini memang cukup menjadi magnet bagi wisatawan untuk berkunjung. Di samping, wisata yang sudah lama ada di kota Sumenep, misalnya Pantai Lombang, Slopeng dan wisata religi yang menjadi ciri khas sejak dulu, mulai dari Asta Tinggi, Asta Sayyed Yusuf dan sejumlah lokasi lainnya. Hal itu menjadi mafhum, sebab Sumenep memproyeksikan tahun 2018 mendatang sebagai tahun kunjungan yang dipromosikan dengan visit years 2018. Bahkan, itu sudah menjadi program unggulan untuk direalisasikan sebagai unggulan. Promosi sudah dilakukan ke publik. Sehingga, pembenahan

atas destinasi wisata yang ada menjadi suatu yang absah dilakukan oleh pemerintah kabupaten Sumenep. Meskipun pembenahan itu dilakukan secara bertahap, namun bermuara pada program unggulan visit years 2018 ini. Semua instansi terkait digenjot untuk bisa mensukseskan program itu. Bahkan, anggaran juga “disedot” untuk mensukseskan. Apalagi, realisasi ini sudah tinggal menghitung bulan saja. Upaya maksimalimasi dimaksud ternyata tidak didukung dengan rencana induk kepariwisataan. Sebab, hingga 2017 ini pemerintah belum memiliki peraturan daerah (Perda) tentang rencana induk. Padahal, keberadaanya menjadi penting untuk pengembangan pariwisata secara mendalam, lebih kuat, unggul dan tepat sasaran. Maka tidak salah, jika pemerintah mengajukan rancangan peraturan daerah (raperda) tentang rencana induk pengembangan kepariwisataan daerah Kabupaten Sumenep. Raperda ini sudah dilakukan pembahasan oleh legislator di gedung DPRD Sumenep, setelah bupati menyampaikan nota penjelasan tentang raperda dimaksud. Raperda ini dianggap menjadi penting sebagai payung pengembangan wisata di Sumenep. Setidaknya dengan bisa dirancang kepariwisatawaan yang lebih kuat. Sehingga, keunggulan kompetetif di bidang kepariwisataan dalam peta kepariwisataan regional, nasional maupun internasional. Raperda ini tentu saja mengacu kepada UU RI no 10/2009. Di mana dalam UU itu terungkap Setiap Daerah wajib menyusun rencana induk pembangunan kepariwisataan Kabupaten (RIPPARKAB). Maka, tidak ada alasan bagi pemerintah

untuk tidak memiliki perda kepariwisataan. Ini tentu saja menjadi langkah maju bagi kabupaten pimpinan A. Busyro Karim sebagai bupati dan Achmad Fauzi sebagai wakil bupati. Dalam nota penjelasan bupati terungkap raperda ini mencakup arah pembangunan kepariwisataan di kabupaten Sumenep dengan dijabarkan melalui arah kebijakan dan strategi yang telah disepakati bersama dengan bertumpu pada 4 pilar pembangunan kepariwisataan yaitu destinasi pariwisata, industri pariwisata, pemasaran pariwisata serta kelembagaan pariwisata. Sementara Destinasi Pariwisata Kabupaten (DPK) di Sumenep terdapat delapan wilayah, yakni meliputi DPK Batang-batang Dungkek dan sekitarnya, DPK Dasuk dan sekitarnya, DPK Talango- Giligenting dan sekitarnya, dan DPK Pragaan - Guluk-guluk dan sekitarnya. Kemudian, DPK Sumenep kota – Kalianget dan sekitarnya, DPK Pasongsongan - Rubaru dan sekitarnya, DPK Kepulauan Kangean dan sekitarnya, dan DPK Pulau Ra’as-Sapudi dan sekitarnya. Sementara dari masingmasing DPK itu dibagi menjadi kawasan strategis pariwisata kabupaten (KSPK). KSPK ini secara keseluruhan terdapat 16 KSPK, antara lain KSPK Desa Lombang dan sekitarnya, KSPK Giliyang dan sekitarnya, KSPK pantai Slopeng dan sekitarnya, KSPK Gililabak dan sekitarnya; KSPK Giligenteng dan sekitarnya yang didalamnya tercakup pantai Sembilan, dan sejumlah KSPK lainnya yang dianggap strategis dan menjadi objek wisata bagi wisatawan. Termasuk, di dalam dokumen

PARLEMEN | DESEMBER 2017

17


FOKUS

itu akan dirancang proyeksi pengembangan sejumlah wisata. Ini akan menjadi acuan pemerintah dalam membangun dan menata wisata di kabupaten yang mulai dikenal dengan wisata baharinya ini. Raperda yang diusulkan oleh pemerintah kabupaten ini sudah menggelinding di gedung wakil rakyat. Usulan itu diapresiasi oleh fraksi yang ada, sebab hal itu bisa dijadikan sebagai pijakan awal untuk membangun kepariwisataan di Sumenep. Pembangunan dan pengembangan wisata tidak akan lagi canggung, dan akan dilakukan secara transparan sesuai dengan rencana yang sudah dalam peraturan itu. Sehingga, pembangunannya dipastikan akan tepat sasaran, dan memiliki azas manfaat bagi masyarakat sekitar termasuk juga kepada pemerintah Sumenep. Sejumlah fraksi menyambut baik usulan itu, hanya saja terdapat berbagai item catatan yang perlu dijadikan pertimbangan. Dalam catatan salah satu fraksi dinyatakan upaya untuk mempromosikan wisata di Sumenep harus diimbangi dengan pemenuhan fasilitas, sarana dan prasarana wisata. Sebab, bagi mereka masih banyak fasilitas wisata yang belum terpenuhi, untuk wisata bahari, dermaga yang masih minim, tempat tongkrong alias cafe dan yang lainnya. Bahkan, penginapan untuk para wisatawan juga tidak lepas dari sorotan fraksi. Padahal, fasilitas itu menjadi sangat vital yang harus dipenuhi oleh pemerintah, dengan cara apapun. Sebab, dengan keberadaan fasilitas yang memadai, maka dipastiskan para wisatawan

18 PARLEMEN | DESEMBER 2017

yang datang akan merasa betah. Jika tidak, maka masyarakat ogah untuk berpelesir ke wisata Sumenep. Kenyataannya, pemenuhan fasilitas wisata di Sumenep memang belum maksimal. Lihat saja, di pantai Gili Labak belum tampak ada pemenuhan fasilitas, seperti cafe, cottage dan lainnnya. Termasuk, fasilitas infrastrutur pendukung menuju lokasi wisata, semisal jalan raya. Bayangkan saja, baru-baru ini ada wisatawan yang datang ke Sumenep dan menambat perahunya di Tanjung, yang tidak memiliki dermaga memadai untuk kapal berpenumpang besar. Termasuk di sejumlah wisata lainnya. Ini menjadi perhatian serius dan harus dilakukan oleh pemerintah dalam waktu dekat. Setidaknya itu dilakukan sebelum pelaksanaan visit years 2018. Bahkan, sebagian fraksi malah meminta pemerintah daerah untuk membangun kemitraan dengan swasta, khusunya dalam pengembangan fasilitas wisata. Itu apabila diyakini anggaran yang dimiliki tidak mencukupi untuk pembangunan dan penataan fasilitas wisata. Keberadaan investor juga menjadi penentu kesuksesan visit years 2018 ini. Apalagi, realisasinya dipastikan sudah mepet. Anggaran daerah tidak mungkin untuk dikuras kepada pemenuhan fasilitas wisata ini. Sebab, APBD Sumenep harus juga diorientasikan kepada program lain yang memiliki orientasi kepada kesejahteraan masyarakat. Sehingga, pemkab diharuskan memiliki terobosan baru untuk menarik investor. Termasuk juga menggaet anggaran dari provinsi maupun

daerah. Selain itu, keberadaan wisata yang sudah dibangun nantinya jangan sebatas dijadikan hiburan bagi masyarakat lokal, maupun mancanegara. Melainkan juga harus berorientasi kepada hasil. Yakni, keberadaan wisata di kota Sumekar ini hendaknya memiliki dampak yang bagus untuk pemenuhan pendapatan asli daerah (PAD). Sehingga, memiliki pengaruh yang cukup besar untuk APBD Sumenep pada masa-masa yang akan datang. Ini juga perlu dirancang. Selain itu, keberadaan wisata juga harus menjadi tumbuhnya perekonomian masyarakat. Yakni, dengan hadirnya wisata bisa memberikan efek perputaran ekonomi di masyarakat lokal, termasuk terdampak. Sehingga, tidak akan bergejolak. Nah, untuk memberikan peran bagi masyarakat lokal, terutama yang berdampak pada pendapatan perkapita masyarakat. Maka diperlukan upaya meningkatkan SDM (Sumber Daya Masyarakat). Ini menjadi tugas dari pemerintah daerah. Bahkan, jika diperlukan pendamping wisata harus melibatkan lokal, dengan diberikan keahlian. Maka, versi legislator hal itu harus dilakukan mulai saat ini. Terakhir, sebagian fraksi juga meminta untuk dilakukan grand design secara menyeluruh atas wisata di Sumenep. Itu agar tidak menoton kepada wisata-wisata yang sudah ada. Harus ada pembukaan destinasi wisata baru. Misalnya, ada destinasi wisata kepulauan yang hingga saat ini belum populis. Yakni, pulau Saebus, Mamburit dan sejumlah destinasi wisata lainya. (*)


FOKUS

Warga Ingatkan Tentang Infrastruktur Wisata

S

ecara rutin, anggota DPRD Sumenep melakukan serap aspirasi atau yang biasa dikenal dengan sebutan reses. Mereka bertemu dan dialog dengan konstituen sesuai dengan daerah pemilihanya (Dapil). Maklum, reses memang sudah menjadi keharusan yang dilakukan legislator, untuk sekadar mengetahui keluhan, kebutuhan dan keingan dari masyarakat yang telah memilihnya menuju gedung Parlemen di Jalan Trunojoyo ini. Semua keluhan dan aspirasi itu ditampung dan diakomodir lewat fraksi yang menaunginya di kantor wakil rakyat, untuk disampaikan kepada pemangku kebijakan, dalam hal ini bupati dan wakil bupati dan instansi teknis. Dipastikan setiap anggota legislator datang betemu dan berdialog dengan konstituen dipastikan membawa hasil, utamanya berkaitan dengan program ataupun kegiatan yang bersentuhan langsung dengan masyarakat. Yang paling dominan tentu saja berkaitan dengan infrastruktur masyarakat. Di mana pembangunan yang belum merata dianggap hal yang menjadi atensi masyarakat, khususnya di daerah pedalaman maupun di kepulauan. Sejumlah keluhan lain juga tidak lepas dari kritik dari masyarakat. Memang, dalam pelaksanaan reses masyarakat secara bebas menyampaikan aspirasinya kepada wakil rakyat. Bahkan, tanpa ada sekat apapun. Kegiatan reses ini menjadi hal wajar dan (mungkin) harus dilakukan oleh anggota legislator. Sebab, mereka duduk di kursi “panas� gedung dewan berkat dipilih oleh rakyat, maka sudah menjadi kewajiban untuk

bertanggungjawab kepada rakyat. Inilah dampak demokrasi yang lebih mengedepankan peran masyarakat, dan semuanya bermuara kepada rakyat. Beginilah kodrat demokrasi yang harus dijalankan oleh semua wakil rakyat di kabupaten ujung timur pulau Madura. Reses menjadi hal yang tidak boleh dihindari, ia menjadi fardu ain. Sehingga, secara rutin mereka turun untuk bertemu masyarakat yang telah memilihnya. Secara hukum positif, pelaksanaan reses juga sangat dianjurkan. Hal itu sesuai dengan Undang-Undang (UU) nomor 32/2004 tentang pemerintah daerah. tata tertib DPRD Sumenep no 1/2009 yang diubah menjadi peraturan Tatib DPRD no 02/2010 juga mengakomodir akan pelaksanaan reses ini. Aturan yang sudah baku juga termaktub di dalam Undang-Undang Nomor : 27 tahun 2009 tentang Majlis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Perwakilan Rakyat Daerah, Pasal 351 huruf i. Untuk itu, pelaksanaan reses ini yang dilakukan oleh anggota DPRD tidak menyalahi prosedur, dan sesuai dengan amanah konstitusi. Pada bulan Juli ini, wakil rakyat kembali menggelar reses bertemu dengan konstituen selama satu minggu. Anggota dewan melakukan reses sejak tanggal 3 Juli hingga tanggal 10 Juli. Mereka kembali dan menyapa untuk bertegur sapa dengan para konstituen. Pada kesempatan itu pula, wakil rakyat mengakomodir semua kepentingan dan kebutuhan masyarakat. Meskipun keluhan yang disampaikan tidak jauh beda dengan reses-reses sebelumnya, namun dewan dengan penuh semangat tetap mengakomodir. Keluhan masyarakat itu masih saja dominan pada infrastruktur jalan, dengan

lokasi yang berbeda. Maklum, infrastruktur itu sudah menjadi kebutuhan masyarakat, dan akses mendongkrak perekonomian masyarakat. Salah satu infrastruktur jalan yang menjadi sorotan masyarakat kepada anggota DPRD saat melaukan reses berkaitan dengan jalan rusak menuju akses wisata. Misalnya, menuju akses wisata pantai Lombang, dari Sumenep menuju Kalianget untuk menyeberang ke Kalianget, dan sejumlah jalan menuju tempat wisata lainnya. Padahal, wisata saat ini menjadi brand kabupaten ujung timur pulau Madura. Apalagi, di tahun 2018 diklaim sebagai tahun kunjungan yang disebut visit years 2018. Momen bergengsi itu seharusnya ditopang dengan infrastruktur yang memadai pemerintah. Tidak hanya pada penunjang infrastruktur, melainkan juga harus ada pemenuhan fasilitas di tempat wisata, baik penginapan, coffe atau fasilitas lainnya yang bisa membuat pengunjung wisata akan betah menghabiskan koceknya untuk berada di lokasi wisata kota Sumekar ini. Memang, saat ini pemerintah sangat gencar untuk mempromosikan wisata ke seluruh nusantara. Bahkan, kepada turis mancanegara (wisman). Informasinya, wisata yang sangat diandalkan di pemeritahannya KH. A. Busyro Karim dan Achmad Fauzi adalah bahari. Di mana wisata Gili Labak, Giliyang dan Pantai Sembilan di Kecamatan Giligenting menjadi wisata andalan. Bahkan, tiga wisata ini sudah banyak dipromosikan. Maka, tidak salah jika belakangan ini banyak pengunjung yang berdatangan

PARLEMEN | DESEMBER 2017

19


FOKUS

ke wisata ini. Selain, itu ada wisata religi, Asta Tinggi, Masjid Jamik dan lainnya, yang bisa menjadi jujugan wisata selama berada di Sumenep. Hanya saja, masyarakat meminta jalannya dilakukan perbaikan. Infrastruktur lain yang dikeluhkan, masyarakat meminta adanya perbaikan jalan raya dari Ganding hingga Campaka, Kecamatan Pasongsongan, dari Asta Tinggi menuju Kecamatan Rubaru. Jalan menuju Rubaru memang sempit dan penuh dengan lubang sehingga membahayakan pengguna jalan. Serta ada perbaikan jalan dari Kecamatan Arjasa menuju Kangayan, Jalan dari Gapura menuju Gersek Putih, dan masih banyak lagi yang diusulkan perbaikan dan pengaspalan oleh masyarakat dalam laporan reses yang disampaikan anggota DPRD dalam sidang paripurna DPRD beberapa waktu lalu. Pembangunan Tambat Labu juga menjadi perhatian dari masyarakat kepulauan Sepangkur, Sabuntan, Saular, Saebus dan Saur. Dengan adanya tambat labu ini diharapkan masyarakat akan mudah untuk menambatkan perahunya. Ini malah dianggap sangat mendesak oleh masyarakat kepulauan, sebab bersentuhan langsung dengan eksistensi perekonomian masyarakat sekitar. Di lokasi itu pula, sangat dibutuhkan pembangunan tangkis laut, itu agar tidak terjadi abrasi pantai. Sebab, sudah banyak pulau belakangan terjadi abrasi pantai, hingga menuju jalan dan perumahan warga. Sehingga, membahayakan dan dianggap sangat dibutuhkan. Masalah listrik juga masih menjadi keluhan yang trend bagi masyarakat kepulauan. Sebab, listrik di kepulauan dianggap belum maksimal, belum sampai 24 jam. Di tambah lagi, listrik dengan menggunakan PLTD (pembangkit listrik tenaga diesel) di kepulauan belum normal, kadangkala tiga hari malah tidak nyala. Ini menjadi keluhan yang signifikan oleh masyarakat kepulauan. Nyala 24 jam tentu menjadi keinginan yang

20 PARLEMEN | DESEMBER 2017


FOKUS

Salah satu spot di Pantai Ropet Pulau Giliyang

paling dibutuhkan oleh masyarakat kepulauan. Keluhan ini sebenarnya tidak hanya disampaikan lewat anggota DPRD, sejumlah warga juga sempat mendatangi pemerintah daerah. Di daratan, masyarakat menginginkan adanya maksimalisasi Penerangan Jalan Umum (PJU). Sebab, masih banyak jalan yang belum dipasangi PJU oleh pihak terkait. Misalnya di jalan raya Lenteng, Saronggi, Bluto dan Batu Putih serta wilayah lainnya. Padahal, masyarakat sangat menginginkan keberadaan PJU tersebut. Maklum, jika malam hari jalanan pasti gelap dan itu sangat memungkinkan terjadinya kecelakaan. Nah, masyarakat dalam konteks ini tidak mau untuk menjadi korban. Selain itu, untuk Bantuan Keagamaan dan Lembaga Keagamaan masyarakat meminta ada penambahan nominal. Itu sebagai bentuk maksimalisasi anggaran pemerintah untuk kebutuhan keagamaan masyarakat. Pemenuhan alsintan kepada masyarakat juga tidak luput dari sorotan masyarakat. Sebab, masih banyak kelompok tani (poktan) yang belum terakomodir dalam bantuan dimaksud. Apalagi, masalah ini bersentuhan langsung dengan masyarakat. Alsintan bagi petani sangat penting untuk kebutuhan bertani masyarakat. Jadi, pemerintah setidaknya bisa memberikan solusi dalam pemenuhan alsintan. Disiplin ASN (Aparatur Sipil Negara) di kepulaian tidak luput dari perhatian masyarakat. Sebab, masih banyak ASN yang tidak disiplin dalam menjalankan tugas di kepuauan. Bahkan, banyak yang sering berada didaratan. Hal itu tentu saja akan memicu indisipliner para abdi negara itu. Untuk itu, masyarakat meminta ada ketegasan dari pemerintah untuk menindak para abdi negara. Khusunya, guru yang kadangkala lebih banyak di daratan. Sehingga, tugasnya malah dihandel oleh guru sukwan. Kenyataan sangat disesalkan oleh wali murid. Tinggal menunggu ketegasan dari pihak terkait. (*)

PARLEMEN | DESEMBER 2017

21


SERAP ASPIRASI

Menuntaskan Jarak

D

i era media yang serba canggih dewasa ini, political gesture yang dipertontonkan oleh wakil rakyat seringkali dituding sebagai bentuk pencitraan tingkat tinggi yang manipulatif dan karikatif. Tentu, sah-sah saja, sebab sudah sekian lama kita mengenal pemimpin itu sebagai sosok yang maha tinggi, berdiri dan duduk di atas, berjarak dengan rakyat. Bahkan saat sang pemimpin atau pejabat turun ke bawah, meninjau langsung masalah, rakyat punya penilaian miring seraya menduga ada kepentingan di balik udang. Kemudian datang era demokrasi dimana pemimpin harus populis. Rakyat yang makin cerdas kini bebas komentar, berpendapat, berunjuk rasa, mengkritik bahkan menuntut. Para pemimpin dituntut untuk bisa melayani kepentingan rakyat bukan dilayani. Tak ayal para politisi berlomba menjadi yang terdepan dalam membela kepentingan rakyat demi meraih citra sebagai pemimpin yang merakyat. Bagi rakyat, politik pencitraan itu sangat menyakitkan. Seperti penyakit, manis-manis di depan, diabetes kemudian. Rakyat yang kerap disuguhi janji-janji manis kampanye, retorika yang membuai dan seksi. Setelah jadi, mereka tak mengabdi sepenuh hati. Namun, tudingan demi tudingan yang dialamatkan kepada para pemimpin akan menjadi tidak terbukti ketika melihat cara DPRD Sumenep melakukan serap aspirasi; turun ke bawah dan melakukan aksi nyata. Selama beberapa hari semua anggota DPRD Sumenep diberikan kesempatan untuk menjadikan rakyat sebagai tuan, bukan pelayan. Dengan komunikasi yang guyub dengan aksi yang nyata dipertontonkan tanpa batas kelas

22 PARLEMEN | DESEMBER 2017

dalam suasana yang egaliter. Masalah-masalah yang dihadapi oleh rakyat pelan tapi pasti berhasil mereka tuntaskan. Terbukti, dari hasil reses semua fraksi, mereka betulbetul suarakan kepentigan rakyat dengan lantang. Mulai dari infrastruktur, pelayanan kesehatan, kelistrikan kepulauan, hingga soal pendidikan dan ekonomi. Mereka suarakan di depan Bupati, Wabup dan jajaran SKPD setempat. Sungguh sebuah praktek politik yang sangat sederhana yang dilakoni anggota DPRD Sumenep dalam gesture yang alamiah ketika melakukan reses dan pulang ke dapilnya masing-masing. Turun ke bawah, menyapa masyarakat kecil, para pedagang, menepuk pundak anak muda hingga selalu melempar senyum saat bertemu dengan orang-orang adalah cara mereka menepis tudingan tak berdasar. Akhirnya, rasa khawatir rakyat Sumenep mulai hilang ketika melihat cara anggota DPRD melakukan silaurrahim ke beberapa tempat, selain dirinya bekerja atas kepentingan rakyat, pula tak punya niat untuk melakukan pencitraan, sebab bagi anggota DPRD, politik itu bukan dibangun atas konsep sesaat, tetap memilki jenjang kaderisasi yang jelas. Artinya, menjadi anggota DPR memang berjuang walaupun penuh onak dan duri. Inilah sajian Parlemen edisi kali ini, mengupas tuntas tentang hasil reses semua anggota DPRD Sumenep. Mereka ingin melayani sepenuh hati. Sebab mereka sadar, berada di panggung parlemen bukanlah sesuatu yang mudah dengan tunjangan gaji yang wah, tetapi harus berjuang berdarah-darah demi masyarakat yang sejahtera. (*)


FOKUS

Serap Aspirasi, Kebutuhan Dasar Jadi Atensi

S

erap Aspirasi atau biasa dikenal reses menjadi keharusan bagi seluruh anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), termasuk puluhan anggota parlemen Sumenep. Sebab, keberadaan reses bagian dari menjalankan amanah UndangUndang (UU) nomor 32/2004 tentang pemerintah daerah. Sehingga, tidak ada alasan bagi para legislator untuk tidak bertemu, bersilaturrahmi dan berkomunikasi dengan para konstituen yang sudah membawanya menjadi wakil rakyat, dan menikamti “kursi empuk�. Mereka dipilih oleh rakyat, tentunya harus kembali lagi kepada rakyat. Begitulah sejatinya demokrasi dijalankan di parlemen. Pada kegiatan reses inilah, para wakil rakyat bisa mengetahui dan mengakomodir keinginan masyarakat dipelbagai sektor. Mulai dari infrastruktur, kesehatan, pendidikan, ekonomi, sosial dan sejumlah bidang lainnya. Komunikasi dua arah pun terjalin dalam pelaksanaan reses yang digelar anggota dewan sesuai dengan daerah pemilihan (dapil) saat pemilu legislatif (pileg) beberapa waktu lalu. Wakil rakyat berbaur dengan masyarakat, tanpa sekat dan bebas menyampaikan pendapatnya. Sehingga, dengan mudah masyarakat “mengeluh� dengan kondisi di sekitarnya. Pelaksanaan reses ini juga digelar anggota dewan Sumenep, sejak 17 hingga 24 Maret lalu. Anggota dewan yang berjumlah 50 orang ini turun langsung mengumpulkan masyarakat dan melakukan dialog atas keluhan yang terjadi. Reses ini sudah menjadi keharusan bagi anggota dewan, selain termaktub di dalam UU, tata tertib DPRD Sumenep no 1/2009 yang diubah

menjadi peraturan Tatib DPRD no 02/2010 juga mengakomodir akan pelaksanaan reses ini. Dari serap aspirasinya inilah dijadikan modal bagi para legislator untuk melakukan pembahasan APBD pada tahun berikutnya. Berangkat dari kebutuhan reses anggota legislatif, APBD pun menganggarkan dana untuk pelaksanaan serap asporasi ini. Tentu saja, pelaksanaan itu dituntut pertanggungjawaban secara akurat, valid dan objektif. Hasilnya pun, harus disampaikan dalam sidang paripurna, dibacakan di depan umum, sesuai dengan fraksi yang menaungi. Dengan demikian, semua anggota dipastikan melakukan reses tanpa ada rekayasa apapun. Nah, dalam pelaksanaan reses terbaru dewan ini menghasilkan beberapa poin aspirasi masyarakat. Di mana sejatinya, bisa diakomodir menjadi program yang dimasukkan dalam APBD Sumenep tahun mendatang. Secara Umum, hasil reses yang digelar para legislator tidak bebeda jauh dengan reses sebelumnya. Hampir semua masyarakat mengeluhkan terkait kebutuhan dasar masyarakat. Dominanya, berkaitan dengan infrastruktur, semisal jalan, dermaga, jembatan, tambat labu, PJU (penerangan jalan umum) dan yang lainnya. Itu lantaran pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah kabupaten ujung timur pulau Madura ini belum menyentuh secara massif ke pelosok wilayah. Maklum, anggaran yang tersedia dalam APBD tidak mencukupi, sehingga pembangunan harus dilakukan secara bertahap. Studi kasus keluhan masyarakat berkaitan dengan infrastruktur, Masyarakat Desa Pancor Kecamatan Gayam meminta pemerintah

memerhatikan wilayahya untuk melakukan pengaspalan dengan menggunakan aspal buton. Hal itu dianggap sangat ideal, untuk menunjang laju trasnportasi masyarakat. Pembangunan tangkis laut juga menjadi aspiras masyarakat Gayam. Termasuk juga keinginan warga Desa Campaka untuk melakukan pengaspalan atas jalan poros dari Campaka menuju Ganding. Jalan dusun Aeng Pao dan Desa Persiapan Air Jambu menuju Aeng Larangan Kecamatan Arjasa sepanjang 20 Km belum tersentuh pengerasan sedang jumlah penduduk melebihi 15.000 jiwa. Termasuk, jalan hotmix di kecamatan BatangBatang. Masalah infrastruktur jalan memang mejadi keluhan yang cukup signifikan, dan hampir terjadi di semua dapil anggota. Maklum, di samping upaya membangun, juga perbaikan dan pemeliharaan jalan tidak luput dari perhatian masyarakat. Pada masyarakat kepulauan, selain infrastruktur jalan, berupa dermaga juga sangat dibutuhkan. Dermaga dijadikan masyarakat kepulauan untuk tambat perahu. Sehingga, nelayan merasa di perhatikan. Tangkis laut juga menjadi atensi, seperti kepulauan Masalembu, Sapeken, dan Kangayan. Hal itu dilakukan sebagai wujud mengantisipasi terjadinya abrasi laut. Sebab, abrasi bisa merusak lingkungan, bahkan rumah warga yang dekat dengan pantai pun bisa terkikis akibat abrasi pantai. Untuk daratan, daerah Pantura juga butuh pembangunan tangkis laut. Selain infrastruktur, masalah kelistrikan juga menjadi sorotan yang disampaikan fraksi dari hasil reses. Salah satunya, berkaitan PARLEMEN | DESEMBER 2017

23


FOKUS

dengan listrik di kepulauan. Di mana nyalanya listrik di kepulauan dianggap belum maksimal, belum sampai 24 jam. Di tambah lagi, listrik dengan menggunakan PLTD (pembangkit listrik tenaga diesel) di kepulauan belum normal, kadangkala tiga hari malah tidak nyala. Ini menjadi keluhan yang signifikan oleh masyarakat kepulauan. Nyala 24 jam tentu menjadi keinginan yang paling dibutuhkan oleh masyarakat kepulauan. Keluhan ini sebenarnya tidak hanya disampaikan lewat anggota DPRD, sejumlah warga juga sempat mendatangi pemerintah daerah. Masalah listrik ternyata masih menjadi trend dalam keluhan masyarakat. Misalnya, yang terjadi di Sepudi, Nonggunong, Giligenting, Sapeken dan sejumlah kepulauan lainnya. Massifnya usulan listrik kepulauan harus menjadi perhatian, dan bisa dimasukkan dalam agenda khusunya eksekutif dalam pembahasan APBD dengan anggota wakil rakyat. Ini akan menjadi stigma masyarakat. Sebab, dengan normalisasi listrik aktifitas masyarakat kepulauan akan normal, khususnya di malam hari. Masyarakat kepulauan menginginkan perlakuan sama dengan daratan. Untuk daratan, masalah listrik ini berkaitan dengan normalisasi PJU (penerangan jalan umum). Misalnya, di kecamatan Ganding, Kecamatan Pasongsongan Rubaru, dan akses jalan di Daramista. Ini membutuhkan pemasangan PJU secara maksimal.

24 PARLEMEN | DESEMBER 2017

Apalagi, keberadaanya berada di jalan raya. Sehingga, menjadi kebutuhan yang cukup mendesak. Di sejumlah daerah yang membutuhkan perawatan PJU, karena banyak lampu yang sudah mati, seperti di Batu putih, dan Bluto. Sebenarnya, jalan raya di kepulauan juga sangat membutuhkan masalah lampu jalan umum. PJU ini dibutuhkan agar jalanan tidak gelap di saat malam hari. Masalah visit Years Sumenep juga menjadi topik keluhan yang disampaikan oleh masyarakat. Di mana keberadaan tahun berkunjung itu tidak bisa dimaksimalkan jika infrastruktur dibenahi. Salah satunya, berkaitan dengan dermaga di kepulauan Gili Labak, Gili Genting. Banyaknya, tangkis laut yang sudah mulai rusak di lokasi wisata juga menjadi perhatian. Pembangunan dan perbaikan itu dianggap sangat penting, mengingatkan satu tahun lagi, tahun berkunjung itu akan direalisasikan oleh pemerintah Sumenep. Visit Years 2018menjadi program andalan Sumenep, tentunya dibutuhkan persiapan secara matang, khusunya dibidang infrastruktur. Disamping itu, sejumlah fraksi juga mendapatkan keluhan tentang distribusi beras untuk keluarga miskin (raskin) yang saat ini menjadi beras untuk keluarga sejahtera (rastra). Di mana beras bersubsidi dinilai tidak lancar dalam penyalurannya. Sehingga, penebusan raskin hendaknya dimaksimalkan oleh kepala desa (kades) sehingga

akan lebih cepat diserap dan dinikmati penerima manfaat. Sebab, banyak warga yang mengaku sudah lama tidak mendapatkan beras dengan harga murah ini. Masalah yang berkaitan dengan penyakit masyarakat (pekat) tidak lepas dari perhatian masyarakat. Peredaran narkoba sudah mulai marak, pencurian di mana-mana. Untuk itu, masyararakat membutuhkan peran serta semua pihak untuk mengantisipasi pekat ini. Utamanya, membantu pemerintah di dalam mengatasi penyakit masyarakat. Termasuk, ketegasan penegak hukum dalam memberantas pekat ini. Sehingga, generasi muda bisa terhindar dari masalah pekat ini. Semua keluhan itu sudah disampaikan dalam sidang paripurna penyampaian hasil reses anggota DPRD Sumenep beberapa waktu. Hasil reses ini tidak hanya disampaikan di internal anggota dewan, melainkan dihadapan eksekutif dan sejumlah pihak. Sehingga, nantinya diharapkan ada akselerasi di dalam penyusunan APBD tahun berikutnya. Otomatis, keinginan masyarakat bisa diakomodir menjadi kegiatan dalam anggaran yang disusun antara eksekutif dan legislatif. Sehingga, hasil reses ini bukan hanya sekadar formalitas dan lip service semata, melainkan harus dikonkretkan dalam bentuk APBD di tahun berikutnya. Meski harus dimafhumi, tidak mungkin semua keluhan itu dikabulkan, harus dilakukan secara bertahap. (*)


FOKUS

Bertandang ke Arjasa, Pendirian RS Jadi Perhatian Utama

D

PRD Sumenep melakuan kunjungan kerja (kunker) ke Arjasa, Kepulauan Kangean. Kunker yang dipimpin ketua DPRD Sumenep Herman Dali Kusuma mendatangi sejumlah lokasi, dan melakukan interaksi langsung dengan masyarakat. Maklum, kedatangan para legislator ini guna menyerap aspirasi dari sejumlah elemen masyarakat, mulai dari birokrasi, perangkat desa, puskesmas maupun elemen lainnya yang ada di kepulauan tersebut. Rombongan disambut dengan tangan terbuka oleh masyarakat, bahkan cukup diapresiasi. Ikut juga mendampingi wakil rakyat asal kepulauan dimaksud. Wakil rakyat datang ke kepulauan juga ditemani oleh instansi terkait. Ikut dalam rombongan tim dari dinas kesehatan (Dinkes), Dinas Pendidikan (Disdik), dan juga bagi pemerintahan desa (pemdes) di Dinas Pemberdayaan Masyarakat

dan Desa. Salah satu lokasi yang didatangi adalah Puskemas Arjasa. Sebab, Puskemas ini direncanakan oleh pemerintah kabupaten (Pemkab) untuk dijadikan rumah sakit, meskipun hal tersebut hanya sebatas wacana hingga saat ini. Lantaran rencana pembangunan rumah sakit terkendala masalah anggaran yang cukup besar. Sejatinya, kedatangan mereka

untuk melihat progress report pembebasan lahan untuk rumah sakit Arjasa yang memang sangat diinginkan oleh masyarakat. Namun, sesampainya di Puskesmas itu, para legislator malah disuguhi sejumlah aspirasi yang berkaitan dengan bidan PTT. Yakni, hingga saat ini bidan PTT yang sudah menjadi CPNS, namun tidak mendapatkan SK (surat

PARLEMEN | DESEMBER 2017

25


FOKUS

keputusan). Sehingga, membuat galau sejumlah bidan. Hal tersebut langsung disampaikan lewat kepala Puskesmas Daeng Musain. Maklum, para bidan sudah cukup lama menunggu kepastikan SK CPNS dari pemerintah. Masalah pembangunan rumah sakit juga ikut menjadi perbincangan, namun tidak begitu signifikan. Dalam pembicaraan itu terungkap jika keinginan membangun rumah sakit itu hendaknya dilakukan di lokasi lain. Sebab, di Puskesmas Arjasa dinilai kurang strategis. Yakni, keberadaanya harus berada diantara Arjasa, Kangayan dan Sapeken. Sehingga, tiga wilayah itu dengan mudah bisa mengakses keberadaan rumah sakit. Hanya saja, ketika harus dibangun dilokasi lain, maka dimungkinkan akan membutuhkan pemebabasan lahan yang lebih banyak lagi. Ini akan menjadi pertimbangan. Sementara lokasi yang direncanakan adalah Desa Kalisangka, Kecamatan Arjasa. Selain itu, rombongan legislator dan instansi terkait mendatangi pasar tradisional di kepulauan Kangean itu. Saat ke pasar tradisional itu rombongan diberondong pertanyaan terkait mahalnya harga sejumlah komoditas. Sebab, harga kebutuhan pokok masyarakat jauh lebih mahal dari di daratan. Misalnya, tabung LPG

26 PARLEMEN | DESEMBER 2017

3 kilogram di kepulauan ini sudah mencapai harga berkisar Rp 20-25 ribu per tabung melon itu. Padahal, harga eceran tertinggi (HET) harga tabung itu hanya berkisar Rp 16 ribu saja. Harga ini berlaku di daratan secara umum. Ketua DPRD Sumenep Herman Dali Kusuma menjelaskan, kedatangan ke kepulauan Kangean itu memang sudah menjadi rencana wakil rakyat. Salah satu yang paling urgen berkaiatan dengan kebutuhan dasar masyarakat tentang kesehatan. ”Di mana di kepulauan Kangean itu direncanakan dibangun rumah sakit. Sebab, akses ke RSUD dr. Moh. Anwar cukup jauh. Makanya, perlu dibangun rumah sakit yang bisa diakses dari Sapeken, Arjasan dan Kangayan. Itu menjadi keinginan kami dan juga pemerintah daerah,” katanya kepada Majalah Parlemen. Politisi PKB ini mengungkapkan, dari hasil kunjungan lapangan ke kepulauan nanti dipastikan akan dikaji secara mendalam. Termasuk, berkaitan dengan lokasi dan yang lainnya sebagaimana sudah disampaikan oleh elemen masyarakat, dan kepala Puskemas. ”Setelah kami turun ke lapangan, tentu akan ditindaklanjuti dengan melakukan kajian secara mendalam. Termasuk nantinya kelayakan lokasi,

dan teknis lainnya. Instansi terkait nanti akan berkoordinasi dengan DPRD Sumenep,” ungkapnya dengan nada cukup serius. Sementara hal lain, sambung dia, pihaknya menginginkan adanya operasi pasar yang menyasar hingga kepulauan. Itu dilakukan agar bisa menekan harga, sebab harga sejumlah komoditas di kepulauan memang melambung cukup tinggi. ”Memang selisih harga cukup tinggi dengan daratan. Maka, operasi pasar perlu dilakukan hingga ke kepulauan. Intinya, masyarakat juga menginginkan harga yang stabil dan tidak terlalu tinggi dengan daratan,” ucapnya. Intinya, menurut Herman Dali Kusuma, semua hasil kunjungan kerja DPRD Sumenep ke kepulauan dipastikan akan menjadi acuan dan kajian. Kunjungan bukan hanya sebatas formalitas belaka. ”Kunjungan yang dilakukan DPRD ini semuanya akan bermuara kepada kepentingan masyarakat. Maka, hasil kunjungan pasti ditindaklanjuti. Apalagi, berkaitan dengan masalah kesejahteraan masyarakat. Jadi, tidak ada kunjungan yang sia-sia. Semuanya pasti ada hasilnya untuk masyarakat,”tukasnya. (*)


FOKUS

Sidak, Penataan Pedagang Didesak

K

omisi II DPRD Sumenep menggelar inspeksi mendadak (sidak) ke pasar Anom baru. Rombongan komisi yang dipimpin ketua Nurus Salam mendatangi pasar induk di kota Sumekar untuk memantau harga sejumlah komoditas, khususnya memasuki bulan puasa dan menjelang hari Raya Idul Fitri 1438 H. Selain itu, komisi yang membidangi masalah perekonomian juga ingin melihat penataan para pedagang yang menggelar dagangan, demikian pula dengan kondisi kios baru yang baru dibangun. Rombongan komisi II langsung berkeliling mengitari pasar tradisional terbesar di kabupaten ujung timur pulau Madura ini. Rombongan melakukan tegur sapa hingga dialog dengan para pedagang itu, mulai pedagang yang berjualan di sepanjang jalan di dalam pasar, hingga yang memiliki kios. Cukup hangat pembicaraan anggota parlemen dengan para pedagang. Sehingga, sejumlah pedagang tidak merasa canggung untuk menyampaikan aspirasi dan keluhannya selama mereka berjualan di pasar anom. Mereka tidak segan melontarkan keluhan negatif tentang pasar. Tidak hanya itu, para legislator ini juga mendatangi kios dan toko yang baru saja dibangun dengan menggandeng pihak investor. Pasar itu dibangun setelah kios sebelumnya terbakar pada 2007 lalu. Akhirnya, hingga bertahuntahun lamanya pembangunan tuntas dengan menggandeng pihak investor. Sebenarnya, juga sempat dibangun menggunakan dana APBD Sumenep, sayangnya pembangunan itu kandas. Pihak rekanan harus mengembalikan dana yang telah dibayarkan. Ditempat

para legislator juga menanyakan banyak hal kepada para pedagang yang sebagian sudah mulai ditempati. Memang, dari hasil sidak komisi II, kios dan toko yang ada di pasar baru dibangun itu belum semuaanya ditempati. Utamanya, kios atau toko yang sudah terjual. Meski ada beberapa tempat yang belum laku. Sayangnya, anggota dewan tidak mengorek terlalu jauh alasan belum ditempatinya kios atau toko dimaksud. Bahkan, ada pengakuan dari pedagang yang mengklaim membeli toko langsung dari pihak investor, itupun dengan harga yang mahal. Kendati demikian,

dewan hanya ingin memastikan jika pembangunan tidak mubazir dan bisa ditempati oleh para pedagang, khusunya yang menjadi korban kebakaran pasar di 2007 silam. Rombongan wakil rakyat ini langsung mengakomodir semua keluhan para pedagang pasar anom baru. Apalagi, saat sidak mereka ditempati langsung oleh Kepala UPT Pasar Anom Abd. Hamid. Otomatis, keluhan dari para pedagang langsung diketahui oleh pihak pasar. Hanya saja, dewan tetap akan menindaklanjuti setiap temuan yang didapat dari sidak di pasar anom baru. Termasuk,

PARLEMEN | DESEMBER 2017

27


FOKUS

Ketua Komisi II Nurus Salam (kiri) beserta anggota lainnya saat sidak di Pasar Anom.

melakukan kordinasi dengan semua instansi terkait, misalnya BPPKA (Badan Pengelolaan, Keuangan dan Aset Daerah), dan instansi lainnya yang terkait. Ketua komisi II DPRD Sumenep Nurus Salam menjelaskan, kedatangannya ke pasar anom hanya ingin memastikan penataan pedagang di pasar anom cukup baik atau tidak. Ternyata dari temuan yang dilakukan pihaknya terungkap, jika penataan masih semrawut. Kesemrawutan itu pada akhirnya menyebabkan terjadi kemacetan di pasar, berdesak-desakan. ”Kami masih menemukan penataan yang perlu dilakukan perbaikan supaya lebih baik lagi. Dari pantauan kami di lapangan ternyata masih saja penataannya semrawut. Sehingga, keberadaan pasar terlihat tampak kumuh,” katanya kepada sejumlah media usai sidak. Dia mengungkapkan, ini menjadi tugas yang harus dibenahi oleh instansi terkait, maupun pihak pasar sendiri. Sebab, sejak awal pihaknya sudah mewanti-wanti untuk melakukan penataan lebih baik kepada para pedagang, agar kelihatan pemandangan pasar lebih indah. ”Kami tegaskan ini harus dilakukan penataan ulang. Kesemrawutan di pasar anom harus segera di atasi. Sehingga, pemandangan tidak akan kumuh lagi,” ungkapnya dengan nada serius. Politisi Gerindra ini mengungkapkan, pihaknya juga menemukan belum ditempatinya sejumlah kios dan yang ada di bangunan baru pasar anom itu.

28 PARLEMEN | DESEMBER 2017

Padahal, bangunan itu dibangun menggunakan dana miliyaran meskipun dari investor. ”Dari sisi bangunan sudah bagus, sehingga pedagang diprediksi akan nyaman

berada di lokasi tersebut. Sayangnya hingga saat ini masih banyak yang belum ditempati. Entah mengapa mereka belum menempati, mungkin saja masih menunggu waktu yang


FOKUS

tepat saja. Bangunannya sudah bagus kok,� ujarnya. Untuk itu, pihaknya memastikan akan melakukan kordinasi terkait temuan yang

didapat dari sidak yang didapat pihaknya. Salah satunya, penataan pasar yang masih semrawut dan juga penempatan kios atau toko yang belum maksimal. �Nanti kami

akan melakukan kordinasi dengan instansi terkait untuk membicarakan masalah tersebut. Setidaknya, bisa ditidaklanjuti secara cepat,� tukasnya. (*)

PARLEMEN | DESEMBER 2017

29


FOKUS

Polemik Migas Giligenting, Dewan Turun Langsung

U

paya ekploitasi minyak dan gas (migas) di perairan Giliraje, Kecamatan Giligenting yang dilakukan HCML tampaknya tidak berjalan mulus. Malah keberadaanya menuai protes dari masyarakat terdampak. Itu lantaran pihak perusahaan dalam pengembangan lapangan gas MAC Blok Madura Strait dituding minim sosialisasi kepada warga di desa terdampak. Sehingga, masyarakat merasa tidak dilibatkan. Protes itu juga melibatkan kepala desa (kades) di wilayah tersebut. Protes atas minimnya sosialisasi itu juga dilakukan ke kantor DPRD Sumenep. Warga menggelar aksi demontrasi ke kantor wakil rakyat. Tidak hanya itu, mereka juga meminta digelar pertemuan segitiga, antara legisltor, masyarakat dan pihak HCML. Keinginan warga itu ternyata dipenuhi oleh wakil rakyat. Pertemuan segitiga ini dilakukan di ruang paripurna DPRD. Terjadi perdebatan yang sangat alot antara pihak warga dengan perusahaan migas tersebut.

30 PARLEMEN | DESEMBER 2017

Namun, pada giliriannya disepakati akan dilakukan sosialisasi kembali kepada masyarakat oleh perusahaan migas. Bahkan, komisi I DPRD Sumenep mengeluarkan rekomendasi perusahaan migas untuk melakukan sosialisasi tambahan di aula kecamatan Giligenting. Itu agar masyarakat mengerti tentang posisi dari perusahaan migas yang akan mengebor migas. Apalagi, saat ini pihak perusahaan masih dalam

proses penyusunan dokumen AMDAL (Analisis dampak lingkungan). Kegiatan ini tentu saja berkaitan dengan masyarakat sekitar, sehingga keterlibatan dari masyarakat menjadi keinginan dan kebutuhan. Apalagi, dalam pertemuan jika dalam penyusunan AMDAL warga mengaku tidak dilibatkan. Perlu diketahui, perusahaan migas HCML akan mengembangkan lapangan Gas MAC Blok Madura


FOKUS

Strait. Sementara posisi dari pengeboran itu berjalan sekitar 25 mil sebelah selatan pulau Giligenting dan pulau Giliraje. Pihak perusahaan sudah melakukan survei laut untuk mengetahui kedalam, arus dan kondisi tanah di bawah laut. Itu dilakukan untuk mempersiapkan semua fasilitas untuk ekploitasi migas. Juga, sebagai bahan referensi untuk melengkapi dokumen AMDAL yang akan sudah proses penyusunan oleh tim yang dibentuk perusahaan. Meski sedikit berpolemik. Bola panas soal minimnya sosialisasi migas terus menggelinding di gedung wakil rakyat. Kepuasaan para legislator, khusunya komisi I tampaknya belum prima. Buktinya, para legisltor dari komisi hukum dan pemerintahan malah melakukan investigasi ke lapangan, tepat di pulau Giliraje dan Giligenting. Sebab, mereka menginginkan untuk mengetahui secara pasti dan detil rencana pengeboran migas dimaksud. Sehingga, dewan melakukan kunjungan kerja. Semua rombongan komisi I datang dengan ketua DPRD Sumenep Herman Dali Kusuma. Darul Hasyim Fath ketua komisi I menjadi ketua rombongan menelusuri “jejak” upaya ekploitasi migas tersebut. Menariknya, saat kunjungan wakil rakyat ini sampai di dermaga pulau Giliraje, malah disambut dengan aksi demonstrasi. Itu lantaran masyarakat pesimis jika kalangan dewan akan mendukung mereka dalam menegakkan keadilan di

sektor migas. Otomatis, rombongan wakil rakyat merasa terkejut. Kendati demikian, ketua komisi I DPRD Sumenep Darul Hasyim mengklaim bahwa kedatangannya untuk mengetahui secara pasti, dan menjadi perhatian serius komisi yang dipimpinan. Sehingga, dengan demikian para wakil rakyat ini langsung melanjutkan perjalan. Karena masyarakat yang mendemo sudah paham, bahwa anggota dewan sedang berpihak kepadanya. Dari kunjunganya, ke lapangan terungkap ternyata sosialisasi kepada masyarakat sangat minim dilakukan. Sehingga, banyak masyarakat yang tidak mengetahui upaya ekplorasi untuk ekploitasi migas ini. Kenyataan ini sungguh sangat mengejutkan komisi I. Sebab, pihak perusahaan sudah menyatkan jika sudah melakukan sosialisasi secara massif kepada masyarakat, malah berbanding terbalik. Hal ini membuat kalangan dewan geram, dan memastikan akan menindaklanjuti laporan dari masyarakat ke Presiden RI Joko Widodo. ”Nantinya, akan kami gelar sidang pleno untuk menindaklanjuti temuan di lapangan. Dan, akan dilaporkan ke Presiden agar diketahui kondisi yang terjadi sebenarnya,” kata ketua komisi I DPRD Sumenep Darul Hasyim Fath. Kendati demikian, temuan positif juga diperoleh komisi I. Di mana warga terdampak tidak merasa keberatan dengan adanya perusahan

migas di daerahnya. Bahkan, Kepala Desa (kades) Aenganyar Kecamatan Giligenting mengklaim siap mendukung upaya ekplorasi yang dilakukan pihak HCML. Sebab, keberadaanya dipastikan mempunyai dampak signifikan dalam meningkatkan perekonomian masyarakat. ”Ini masalah komunikasi antara masyarakat dengan warga. Tentu, saja harus segera diakhiri masalah polemik ini. Dengan cara dilakukan sosialisasi tambahan kepada masyarakat,” ungkap politisi moncong putih ini. Sementara Humas SKK Migas Fatah Yasin menjelaskan, pihaknya memastikan akan melakukan sosialisasi tambahan kepada masyarakat. Hal ini sesuai dengan rekomendasi dari komisi I DPRD Sumenep. Itu agar masyarakat tahu dan paham atas kondisi perusahaan migas yang dilakukan pihak HCML. ”Nanti akan kami lakukan sosialisasi kembali kepada masyarakat terdampak. Itu penting sesuai dengan rekomendasi dari kalangan dewan,” katanya. Ditanya soal waktu realisasi ekploitasi, Head of Relition Hamim Tohari menjelaskan, saat ini masih dalam proses penyusunan dokumen AMDAL. Pihaknya baru akan melakukan serangkaian kegiatan dalam rangka ekploitasi pada akhir 2018 hingga pertengahan 2019 lalu. Jadi, proses saat ini masih dalam proses penyusunan AMDAL dan itu akan disusun dengan melibatkan masyarakat. (*

PARLEMEN PARLEMEN || NOVEMBER DESEMBER 2017

31 35


FOKUS

Tinjau Pekerjaan Drainase

Dewan Minta Masyarakat Ikut Mengontrol

M

encuatnya dugaan penyimpangan pada pembangunan drainase (saluran air) di Desa/Kecamatan G u l u k - G u l u k langsung ditanggapi serius komisi III DPRD Sumenep. Sejumlah legsilator dari komisi yang membidangi infrastruktur itu langsung turun gunung ke lokasi pembangunan melalui anggaran dinas Sumber Daya Air (SDA).

32 PARLEMEN | DESEMBER 2017

Rombongan komisi ini dipimpin langsung oleh ketua komisi Dul Siam. Mereka ingin melihat langsung pembangunan melalui dana APBD sekitar Rp 131 juta itu. Para wakil rakyat ini langsung meneliti dan menelaah satu persatu pekerjaan drainase, mulai dari kualitas pekerjaan hingga kesusaian spek. Tidak hanya meminta penjelasan dari pihak rekanan, para wakil rakyat

ini juga melakukan dialog dengan para pekerja. Bahkan, tidak lupa juga menanyakan pekerjaan kepada masyarakat. Sehingga, data yang diterima oleh para wakil rakyat itu akurat dan akuntabel, serta tidak sepihak. Sebab, pembangunan drainase itu sangat erat kaitan dengan masyarakat. Tim turun ke lokasi pekerjaan itu didampingi tim dari Dinas SDA, rekanan, dan konsultan


FOKUS

pengawas. Mereka bersama-sama membelejeti pekerjaan proyek melalui APBD tersebut. Bahkan, para wakil rakyat dipastikan sangat detil melihat sisi pelaksanaan proyek dimaksud. Hal itu dilakukan untuk memastikan pekerjaan itu layak untuk dipertahankan atau malah direkomendasi untuk diperbaiki. Namun, dari hasil temuan sejumlah anggota komisi III jika pekerjaan itu sudah layak, dan sudah dianggap sesuai dengan spesifikasi yang ada. Memang, pekerjaan drainase di Desa/Kecamatan Guluk-Guluk belakangan ini menjadi sorotan. Sebab, menurut aktifis pelaksanaan itu tidak sesuai dengan RAB, pasir yang digunakan diduga menggunakan tanah urukan. Bahkan, masalah ini juga sempat diwarnai dengan aksi demonstransi ke kantor SDA hingga dua kali berturut-turut. Oleh karena itu, masalah drainase ini menjadi perhatian khusus dari komisi yang membidangi pembangunan. Sehingga, harus meninjau langsung pekerjaan drainase dimaksud. Sehingga, bisa mendapatkan data akurat. Anggota komisi III DPRD Sumenep M. Ramzi menjelaskan, pihaknya sengaja turun ke lapangan setelah ramai diperbincangkan adanya dugaan penyimpangan

dalam pekerjaan drainase. Hal itu untuk memastikan kondisi yang terjadi di lapangan. ”Kami sebagai anggota dewan yang memiliki tugas ikut mengawasi program pemerintah, maka menjadi kewajiban untuk bisa turun ke lapangan melihat kondisi pekerjaan yang dituding tidak sesuai dengan spesifikasi,” katanya kepada majalah Parlemen usai melakukan kunjungan lapangan. Ramzi menuturkan, dari hasil kunjungan yang dilakukan ternyata tidak ada masalah dalam pekerjaan. Bahkan, dari semua sisi bangunan dipastikan semua sudah sesuai dengan aturan. ”Ternyata, setelah kami turun ke lapangan tidak ada masalah yang signifikan. Sudah sesuai dengan aturan dan spesifikasi yang ada. Jadi, kami tegaskan di lapangan tidak ada pekerjaan yang diduga menyimpang itu. Sebenarnya masalah muncul karean ada faktor lain di luar pekerjaan,” kata politisi asal daerah pemilihan (Dapil) III ini. Untuk itu, terang politisi Hanura itu, pihaknya meminta pekerjaan tersebut tidak perlu menjadi polemik. Itu agar pekerjaan tetap berlanjut dan bisa dinikmati oleh masyarakat sekitar. ”Kami berharap pekerjaan itu terus dilaksanakan. Supaya irigasi itu bisa dinikmati masyarakat. Apalagi, kami

yakin itu drainase sangat dibutuhkan oleh masyarakat sekitar. Dengan begitu, manfaatnya bisa dirasakan dan dinikmati,” ungkapnya dengan nada penuh harap. Kendati demikian, pihaknya tetap berharap kontrol masyarakat dalam pekerjaan drainase itu. Supaya kualitas pekerjaan tetap terjaga dengan baik. ”Kami tidak ingin ada polemik tapi pekejeraan apapun dalam bentuk fisik hendaknya tetap harus diawasi pekerjaannya. Jika ada temuan penyimpangan maka bisa langsung disampaikan kepada instansi terkait untuk ditindaklanjuti. Intinya, pekerjaan tetap harus jalan namun tetap dikawal dari sisi kualitasnya. Sebab, pekerjaan dengan kualitas yang baik sangat diinginkan oleh masyarakat terdampak,” ungkapnya. Ramzi juga berharap semua kegiatan proyek itu hendaknya diawasi secara ketat oleh konsultan pengawas yang sudah ditunjuk oleh isnstansi terkait. Sehingga, rekanan tidak akan sembarangan dalam melakukan pekerjaan. ”Kami berharap semua pihak ambil bagian dalam pengawasan pekerjaan semua proyek fisik yang ada di kabupaten Sumenep ini. Supaya hasil diperoleh bisa maksimal dan berkualitas,” tukasnya. (*)

Kami sebagai anggota dewan yang memiliki tugas ikut mengawasi program pemerintah, maka menjadi kewajiban untuk bisa turun ke lapangan melihat kondisi pekerjaan yang dituding tidak sesuai dengan spesifikasi.

PARLEMEN | DESEMBER 2017

33


FOKUS

Humas Dewan Intensifkan Bertemu Awak Media

Jalin Sinergitas untuk Pembangunan Berkualitas

B

anyak cara dilakukan Humas DPRD Sumenep untuk mendekatkan diri dengan sejumlah wartawan yang biasa “mangkal� di kantor para legislator itu. Salah satunya dengan cara menggelar pertemuan secara rutin dan kontinyu bersama para awak media. Sehingga, keakraban antara sekretariat DPRD, anggota dewan sangat dirasakan.

34 PARLEMEN | DESEMBER 2017

Di ruang Perss room, pertemuan dengan para kuli tinta ini digelar. Tidak membutuhkan waktu lama pelaksnaan kegiatan yang dikemas dalam Forum DPRD ini. Hanya butuh sekitar satu jam atau bahkan sering tidak sampai untuk bertemu dengan awak media ini. Maklum, kegiatan pertemuan yang dikemas dengan Forum DPRD hanya sebatas tukar pendapatan dan transfer pengetahuan, khususnya berkaitan dengan media, dan penipuan di

gedung wakil rakyat yang terhormat. Kendati demikian, pertemuan tetap berjalan sangat guyub. Sesekali kritik pedas terlontar dari para kuli tinta, baik yang berkaitan dengan sekretariat maupun kinerja DPRD. Namun, hal itu ditanggapi ringan oleh pihak sekretariat. Lantaran, kritik yang dilontarkan merupakan konstruktif untuk kemajuan DPRD, utamanya dalam melayani masyarakat Kabupaten ujung timur


FOKUS

pulau Madura ini. Kenyataannya, pertemuan tetap berlangsung guyub dan penuh keakraban. Pertemuan forum itu dipimpin Kabag Humas dan Kasubagnya. Kabag Humas biasanya memberikan prolog tentang kegiatan atau aktifitas kedewanan. Termasuk, peran media dalam membangun citra DPRD. Versi Kabag Humas DPRD, media merupakan pilar ke empat demokrasi, maka harus dijunjung dan diapresiasi keberadaanya. Sebab, media punya peran penting dalam menyampaikan informasi objektif kepada masyarakat. Bahkan, dalam setiap pertemuan Kabag Humas selalu meminta awak media profesional dalam mempublikasikan hasil karyanya. Tentunya, hasil yang akurat, akuntabel dan kredibel. Sehingga, dengan media masyarakat dicerdaskan. Pemberitaan yang mendidik tentu menjadi harapan semuan elemen masyarakat kota Sumekar ini. Maka, media harus bisa menjadi edukasi masyarakat. Dari sisi DPRD, Peran media sangatlah penting. Kegiatan dewan tentu memiliki efek kepada kepentingan masyarakat. baik dari sisi legislasi, penganggaran dan pengawasan bersentuhan langsung dengan masyarakat. Maka, keberadaan media akan menjadi citra

positif bagi DPRD, jika informasi yang sampai kepada masyarakat bersifat positif. Ini menjadi harapan kepada para kuli tinta. Kendati demikian, keberadaan Forum bukan lantas mengebiri kebebasan pers. Melainkan melakukan sinergi terbaik antara DPRD dan para pekerja media ini. Sebab, versi humas sinergi yang baik, akan melahirkan energi positif untuk kemajuan dan Pembangunan Sumenep melalui para wakil rakyat ini. Termasuk, kebijakan DPRD yang orientasi pada pembangunan dan kesejahteraan masyarakat perlu didukung oleh elemen media, baik cetak, online maupun elektronik. Nah, pertemuan Forum tentu saja hanya dijadikan sarana berkomunikasi dengan para kuli tinta di kota Sumekar ini. Sehingga, terbangun komunikasi yang baik. Tidak ada lagi istilah misskominiasi antara humas dan wartawan. Bahkan, secara rutin dalam pertemuan itu, humas selalu memberikan informasi terkait jadwal kegiatan anggota dewan selama sepekan atau dalam rentang waktu satu bulan. Kadangkala, kegiatan forum ini tidak hanya stagnan di Humas. Sebab, kadangkala Humas juga mendatangkan anggota dewan untuk bicara di hadapan para media. Itu apabila memang kehadirannya

sangat dibutuhkan. Sehingga, tidak ada sekat antara wartawan dan DPRD. Sebab, hal ini akan menjadi forum silaturrahim antara DPRD, baik anggota dewan, humas dengan para awak media. Kegiatan semacam ini direspon dan diapresiasi sangat positif oleh para kuli tinta. Sebab, keberadaanya dianggap bermanfaat meski hanya sekadar bertukar pikiran khususnya yang berkaitan dengan tugas media dengan DPRD. Termasuk, mengetahui kegiatan anggota wakil rakyat. Sehingga, bisa terjadi hubungan simbolis mutualisme antara keduanya. Diharapkan akan terjalin lebih intens lagi ke depannya. Kegiatan Forum ini bukan kali pertama digelar Humas DPRD Sumenep. Sebab, pada tahun-tahun sebelumnya kegiatan ini sudah digelar. Hanya saja, tahun ini tinggal memaksimalkan kegiatan, dan menjadi forum berkualitas. Apalagi, kegiatan ini sengaja dibiayai melalui Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Sumenep 2017. Jadi peranannya harus lebih serius. Manfaat yang terasa itu, hingga komisi I dan Humas DPRD Sumenep tidak menghapus anggaran untuk forum, meski Kabag Humas terjadi pergantian. Sebab, pergantian Kabag bukan berganti program. Sebab, selama memiliki efek positif kepada media dan DPRD maka kegiatan itu harus dipertahankan. Bukan ganti orang, malah ganti program. Forum terbukti memberikan nilai lebih DPRD kepada para kuli tinta. Kegiatan ini sudah dimulai sejak anggaran digunakan. Semua media yang bertugas di Sumenep dipastikan terdata dalam Forum DPRD. Sesuai data, ada sekitar 92 wartawan dari sejumlah media yang ada. Asumsinya, masingmasing media maksimal dua orang sebagai perwakilan. Sehingga, sudah dianggap cukup. Setiap pertemuan ruang press room membeludak dan tidak muat. Inilah kokompakan yang terbangun antara DPRD dan para kulitinta. (*)

PARLEMEN | DESEMBER 2017

35


FOKUS

CATATAN LPKP BUPATI

Pendapatan Naik, SDM dan Kemiskinan Masih Belum Membaik

R

ealisasi program atau kegiatan yang termaktub dalam Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Sumenep 2016, bukan sebatas angin lalu. Sebab, dalam pelaksanaanya memerlukan pelaporan yang akuntabel, transparan. Sehingga, bisa diketahui oleh publik. Bahkan, semua realisasi kegiatan harus dijadikan peraturan daerah tentang laporan keuangan pertanggungjawaban (LKPJ) bupati Sumenep. Untuk itu, maka diperlukan peran serta DPRD setempat, lantaran yang berhak membuat perda dimaksud hanya lah anggota legislatif di gedung parlemen. Nah, Sumenep juga sudah melakukan pembahasan LKPJ dengan DPRD. Pembahasan itu tidak hanya sekadar formalitas belaka, melainkan dengan serius anggota legislatif dan eksekutif melakukan pembahasan. Tidak segan-segan, para wakil rakyat melakukan kritik pedas atas laporan yang dibuat. Itu dilakukan apabila

36 PARLEMEN | DESEMBER 2017

dianggap tidak sesuai dengan realisasi di lapangan. Maka, tidak aneh ketika pembahasan berlangsung terjadi dialog alot, bahkan kadangkala terjadi deadlock. Akibatnya, pembahasan LKPJ terpaksa dipending pada waktu lain, meskipun pada akhirnya terjadi harmoni antar kedua belah pihak. Pembahasan sangat alot itu biasanya terjadi ketika berada pada komisi. Di mana masing-masing konterpat menyampaikan hasil realisasi di hadapan wakil rakyat. Pada momen inilah biasanya anggota dewan dengan tegas “memblejeti� semua realisasi anggaran yang sudah dilakukan di tahun sebelumnya. Namun, ada juga instansi yang pembahasannya berjalan mulus. Jelasnya, dinamika pembahasan LKPJ memang sangat terasa terjadi di gedung dewan. Meskipun pada akhirnya, dalam sidang paripurna LKPJ bupati itu disahkan menjadi peraturan daerah (perda). Sebenarnya, pembahasan LKPJ itu dilakukan setelah keuangan APBD diaudit BPK (Badan Pemeriksa

Keuangan). Kemudian, pemerintah mengajukan raperda LKPJ kepada DRPD untuk dilakukan pembahasan. Pengajuan itu bersifat wajib, sebab perda tersebut wajib untuk menjalankan amanah dari peraturan. Salah satunya, sesuai


FOKUS

dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 58 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Dalam PP itu disebutkan, bahwa pemerintah daerah memiliki kewajiban untuk membuat peraturan daerah (perda) tentang

pertanggungjawaban pelaksanaan APBD. Itu dilakukan setelah APBD dilakukan audit secara menyeluruh oleh BPK (Badan Pemeriksa Keuangan), dengan batas waktu maksimal 6 bulan setelah anggaran berakhir.

Termasuk juga, tersirat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007 tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah kepada Pemerintah, Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Kepala Daerah kepada Dewan PARLEMEN | DESEMBER 2017

37


FOKUS

Perwakilan Rakyat Daerah dan Informasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah kepada masyarakat. Sehingga, tidak ada alasan bagi pemerintah daerah untuk tidak melakukan pembahasan dengan para wakil rakyat yang terhormat itu. Maka, pihak dewan pun secara meraton melakukna pembahasan hingga akhirnya di tuntaskan dengan pengesahan dalam sidang Paripurna beberapa waktu lalu. Setidaknya, dari LKPJ yang sudah tuntas pembahasannya bisa dilihat sejauh mana progres atas pelaksanaan kegiatan yang dilakukan sejumlah instansi. Termasuk, maksimalisasi serapan anggaran selama setahun. Dengan begitu, bisa dijadikan salah satu indikator menentukan kinerja masing-masing OPD (organisasi perangkat daerah) yang ada di lingkungan pemkab Sumenep. Sehingga, bupati selaku pimpinan tertinggi bisa melakukan penilaian lewat pertanggungjawaban ini, meski bukan menjadi indikator satusatunya penilaian OPD. Namun, setidaknya bisa dijadikan sebagai bahan pertimbangan. Kendati demikian, apabila dilihat dari sisi target pendapatan asli daerah (PAD), tentu saja

38 PARLEMEN | DESEMBER 2017

cukup membanggakan. Sebab, hasil yang didapat melebih target awal yang ditentukan. Dalam perencanaan, PAD 2016 ditargetkan Rp 171.118.867.687, namun dalam realisasinya ternyata melebihi target yang sudah ditentukan, yakni mencapai Rp Rp 208.982.186.960.75 atau sekitar 122 persen. Kenyataan itu memberikan petunjuk jika instansi terkait cukup maksimal mendatangkan pendapatan daerah. Hal itu juga terjadi akibat dari peningkatan kinerja dalam mengelola aset dan potensi yang dimiliki Sumenep, guna memberikan kontribusi memperbesar PAD.

Apalagi, keberadaan PAD menjadi sangat penting di dalam proses kesinambungan pembangunan di kabupaten ujung timur pulau Madura ini. Kendati demikian, “prestasi� mendatangkan PAD harus menjadi cambuk dalam maksimalisasi pendapatan di tahun 2017. Bahkan, semua fraksi di gedung parlemen mendorong agar PAD Sumenep terus ditingkatkan dari tahun sebelumnya. Mereka meminta untuk memanfaatkan potensi yang dimiliki, baik dari sumber daya alam (SDA) maupun SDM (sumber daya manusia). Setidaknya instansi yang bisa menghasilkan PAD diharapkan mampu memberikan pendapatan lebih maksimal. Sehingga, perkembangan pembangunan kota Sumekar akan lebih bagus lagi ke depannya. Peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) juga menjadi perhatian pemerintah kabupaten. Bahkan, hal ini dianggap sangat penting guna tercapainya pemerintahan yang bagus. Terbukti, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) mengalami peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya. Di tahun 2016 IPM Sumenep mencapai 66,22 meningkat dari tahun sebelumnya yang hanya 62,66. Peningkatan ini menjadi angin segar bagi pemerintah karena


FOKUS

satu demi satu mampu diperbaiki dengan baik, meskipun masih banyak yang perlu dikerjakan secara serius. Bahkan, di tahun 2017 pemerintah menginginkan IPM kembali naik, agar tata kelola pemerintahan semakin baik pula. Kenaikan IPM di kabupaten dengan logo kuda terbang ini semakin memberikan ruang menurunnya angka pengangguran. Di mana angka pengangguran menjadi 3,11 persen, ini lebih rendah dibandingkan pada tahun 2015 yang mencapai 3,17. Program pemerintah dalam mengurangi pengangguran bisa dibilang “sebagian� berhasil, meski tidak sepenuhnya. Setidaknya upaya membuka lapangan kerja, salah satunya dengan program wirausaha muda bisa dibuktikan dengan menurunnya angka penganguran. Program itu mampu membuka lapangan kerja dan kesempatan kerja bagi masyarakat. Otomatis, berjalan beriringan antara terbukanya lapangan pekerjaan dengan kesempatan kerja. Tentu saja, tidak hanya stagnan pada kegiatan tersebut. Dewan meminta pemkab melakukan terobosan agar lapangan kerja dan kesempatan kerja bisa semakin terbuka lebar. Sebab, masih banyak masyarakat yang membutuhkan lapangan kerja, khusunya masyarakat yang sudah menamatkan sarjana. Lapangan kerja selama ini masih

menjadi “momok� bagi para sarjana dari kota garam ini, sehingga memilih untuk bertahan di luar kota, seperti Jakarta, Surabaya dan lainnya. Maka, menjadi tugas besar bagi pemerintah untuk memberikan kesempatan dan lapangan kerja. Tentunya, dengan penyediaan anggaran yang memadai untuk menopang dan membuka ruang pekerjaan baru. Dari catatan lain LKPJ, program pengentasan kemiskinan juga harus diperhatikan. Adanya program yang megedepankan kepentigan masyarakat kecil harus ditingkatkan. Intinya, adanya pemberdayaan kepada masyarakat kecil, meskipun infrastruktur juga sangat penting untuk dimaksimalkan. Maka, menjadi sangat penting untuk memikirkan masalah kemashlatan dan kepentigan masyarakat. Sehingga, program pemerintah ke depan akan lebih bersentuhan dengan masyarakat. Sebab, objek anggaran yang tertuang dalam APBD bermuara kepada masyarakat. Sebenarnya, juga ada OPD yang belum maksimal dalam pelaksanaan kegiatan. Akibatnya, anggaran yang diperuntukkan untuk OPD tidak terserap semua. Misalnya, itu terjadi pada Dinas Kesehatan, Dinas Perhubungan, Dinas Kesehatan, dan Dinas Pendidikan, Serta Dinas Sosial. Dinas pendidikan belanja langsung sebesar Rp. 49.314.382.459 dan terealisasi Rp. 25.801.525.237.

sehingga dengan demikian belanja yang tidak terserap sebesar Rp. 23.512.857.222 atau 52,32%. Sedangkan pada dinas kesehatan belanja langsung sebesar Rp. 209.868.470.034, terealisasi Rp. 165.038.167.941.67 atau sebesar 78,64% sehingga sisa anggaran atau yang tidak terserap sebesar Rp. 44.830.302.092.33. pada dinas perhubungan anggarannya sebesar 48.650.192.247 terealisasi sebesar Rp. 33.402.724.263 atau sebesar 68,66% sehingga tersisa anggaran sebesar Rp. 15.247.467.984. adapun pada dinas sosial belanja hibah yang tidak terserap sebesar Rp. 2.070.771.800 dan belanja sosial sebesar Rp. 2.635.250.000. Kendati demikian, itu tidak begitu signifikan. Sebab, masih banyak prestasi yang diraihnya daripada hal yang negatif. Prestasi yang disebutkan diatas tentu saja tidak bisa membawa Sumenep untuk menyandang predikat wajar tanpa pengeculian (WTP), Kabupaten dengan pimpinan A. Busyro Karim ini tetap berada pada wajar dengan pengecualian (WDP). Dengan begitu, diperlukan tata kelola keuangan yang lebih baik, bersih dan akuntabel. Tentunya, dengan harapan menjadi daerah dengan pemerintahan yang bersih, good govermance dan clean govermance. (*)

PARLEMEN | DESEMBER 2017

39


KOLOM

APBD dan Rakyat Oleh: Herman Dali Kusuma*

M

embahas dan menyelesaikan A n g g a r a n Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tentu bukan perkara yang mudah, butuh kesabaran dan perjuangan yang cukup panjang untuk sampai pada kata “purna”. Sebab menyelesaikan APBD sama saja telah menyelesaikan separuh amanah rakyat. Sebab APBD itu tak lain untuk kepentingan rarkyat. Sehingga menjadi tidak heran jika semua anggota dewan tanpa mengenal batas waktu bekerja untuk menyempurnakan APBD. Menjadi mafhum silang pendapat dan perang gagasan antar legislatif dan eksekutif tak terhindarkan, namun itu semata-mata serupa dinamisasi menuju harmonisasi. Sebab membahas APBD bukan soal iya atau tidak, ini serupa suami istri, harus melewati proses yang cukup sakral untuk mencapai kata “sah”, hingga akhirnya saling sinergi dan melengkapi. Ada suatu proses proses yang harus

40 PARLEMEN | DESEMBER 2017

diikuti dan tak boleh dilanggar. Maka tak heran, untuk sampai kepada kata “purna” harus melalui perjuangan keras dan kerja ekstra. Di sinilah yang harus diketahui, bahwa sebelum masuk pada subtansi, pemerintah daerah harus terlebih dahulu menyusun rancangan APBD yang memuat Kebijakan Umum APBD (KUA) serta Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS). Pada sisi inilah, pemerintah daerah dituntut menggunakan asumsi-asumsi makro, perubahan fiskal, maupun acuan lain sebagai pedoman. Apalagi, untuk tahun 2018 mendatang, ada banyak amanah rakyat yang perlu diselesaikan. Disinilah, eksekutif tertantang dan memutar otak untuk membuat Kebijakan Umum APBD (KUA) serta Prioritas dan Platfon Anggaran Sementara. Kemudian, di situlah musyawarah akbar antara pemerintah daerah dengan eksekutif. Tentu tidak mudah membahas APBD, sebab hal mendasar yang paling ingin diketahui publik terhadap APBD adalah sejauh mana pemerintahan daerah pro rakyat atau pro aparatur? Dengan kata lain, apakah APBD yang disusun sudah mencerminkan kepentingan rakyat? Perdebatan mengenai alokasi APBD yang tidak pro rakyat memang tidak pernah usai, baik dari sejumlah cendekiawan, analis, termasuk masyarakat itu sendiri. Tentu yang mereka harapkan, alokasi dana APBD betul-betul berpihak kepada rakyat, bukan sekadar mimpi yang tak pasti. Tidak sedikit yang menilai, merancang APBD pro rakyat merupakan bagian dari kesulitan menerapkan konsep ideal otonomi daerah. Sebagai dokumen daerah, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

(APBD) yang berisi kesepakatan antara eksekutif (pemda) dan legislatif (DPRD), tentu publik berhak tahu sebagai bentuk check and balances serta memastikan bahwa dokumen APBD yang disusun dan disahkan benar-benar bisa mengakomodasi kebutuhan riil masyarakat, dan berdampak langsung pada kehidupan masyarakat luas. Artinya, dokumen yang memuat pendapatan, belanja, pembiayaan daerah, pendapatan daerah yang meliputi pendapatan asli daerah, dana perimbangan, dan lain-lain seperti pajak daerah, retribusi daerah, hingga dana perimbangan yang meliputi dana bagi hasil, dana alokasi umum dan dana alokasi khusus. Mempertanyakan keberpihakan APBD kepada rakyat bukan suatu yang salah, sebab rakyat juga berhak tahu terhadap besarnya komposisi antara belanja langsung dan belanja tidak langsung. Inilah suguhan Majalah Parlemen pada edisi Januari 2017. Sengaja membahas tentang APBD, agar bisa menjadi obat atas rasa penasaran rakyat terhadap postur APBD kita yang telah dibahas secara bersama antara legislatif dan eksekutif. Ini juga sebentuk keperpihakan pemerintah Sumenep (legislatif-eksekutif) terharap rakyat. Sebab pemerintah tidak mungkin membiarkan masyarakatnya tidak sejahtera. Apalagi pembahasan APBD 2018 tepat waktu, sehingga realisasinya akan lebih awal. Sehingga mereka akan tahu bagaimana pembangunan direncanakan dan dilaksanakan, bagaimana proses pengawasannya, dan pada akhirnya mereka jugalah yang akan memanfaatkan hasil-hasilnya. (Ketua DPRD)


Aspirasi Anda untuk sumenep sejahtera email redaksi: redaksi.majalahparlemen@gmail.com email : dewan@dprd-sumenepkab.go.id SMS center: 0859 4280 3888 Website: www.dprd-sumenepkab.go.id

PARLEMEN | DESEMBER 2017

41


42 PARLEMEN | DESEMBER 2017


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.