14 - Caleg Keluarga

Page 53

53

Halaman terakhir Kanun Sultan Sulaiman Riau 1722 edisi cetak Matba’ah al-Ahmadiah, Singapura, 1938.

dan beratur antara Yang Dipertuan Muda Riau (Daeng Marewah), Datuk Bendahara (Tun Abbas), dan Yang Dipertuan Besar (Sultan Sulaiman Badrul Alamsyah). â€œâ€ŚMaka dihimpunkanlah adat serta kanun ini beberapa pasal, supaya isi negeri mengetahui perbedaan rajaraja dengan menteri, dan perbedaan menteri dengan orang banyak, dan hamba raja dengan orang luar, dan perbedaan orang negeri dengan orang dagang adanya.â€? Kanun Sultan Sulaiman ini menjadi dasar beberapa undang-undang Kerajaan Riau-Lingga yang dibuat kemudian, dan menjadi salah satu acuan dalam penyusunan undang-undang dalam sistem pemerintahan Johor modern yang diasaskan pada zaman Sultan Abu Bakar (1885-1895). Dari dua salinan manuskrip dan satu edisi cetak, maka manuksrip koleksi PMM dan edisi cetak tahun 1938 yang diusahakan oleh Major Datok Haji Muhammad Said Haji Sulaiman berdasarkan manuskrip yang dipinjamkan EDISI 14, Minggu II MEI 2013

kutubkhanah oleh Tengku Nong Kelana, adalah yang paling lengkap: terdiri dari dua puluh empat pasal. Dalam penjelasannya tentang ringkasan isi kanun ini, Major Datok Haji Muhammad Said Haji Sulaiman, membagi isi kanun Sultan Sulaiman dalam tiga bab. Bab pertama adalah perihal Adat Kanun Raja yang terdiri dari sepuluh pasal sebagai berikut: Pasal (1) Pada menyatakan majlis raja-raja dan bahasa raja dan pakaian sekalian raja-raja dan perhiasan balai raja; (2) Pada menyatakan segala bahasa raja; (3) Pada menyatakan adat duduk mengadap Raja Besar, Raja Muda, dan Bendahara, dan Temenggung; (4) Pada menyatakan daripada pasal sedawan yakni sehidangan di balairung; (5) Pada menyatakan raja-raja yang tua umurnya pada masa itu tiada beradat (tiada dilekatkan adat atasnya). Pasal (6) Pada menyatakan adat istana raja dan balairung, dan pagar, dan kota raja; (7) Pada menyatakan adat raja pada ketika berjalan; (8) Pada menyatakan raja di jalan; (9) Pada menyatakan adab orang yang masuk ke dalam balairung atau pada pagar raja; dan (10) Pada menyatakan adat segala hamba raja yang diam di dalam adat kanun kerajaan. Bab kedua, berkenaan dengan Adat Kanun Kerajaan. Berisikan sepuluh pasal lanjutannya sebagai berikut: (11) Pada menyatakan barang siapa berjahat dengan hamba raja di dalam kota atau di dalam kenaikan (perahu diraja); (12) Pada menyatakan orang yang datang ke rumahnya orang pada malam; (13) Pada menyatakan yang membunuh tiada setahu raja atau perang besar-besar itu; (14) Pada menyatakan yang membunuh tiada setahu raja atau orang besar-besar itu; (15) Pada menyatakan orang yang mencuri dalam kampung halaman itu pada malam. Pasal (16) Pada meneyatakan orang yang berjalan dalam kampung pada masa bukan waktunya dan tiada tahu tempat ditujunya; (17) Pada menyatakan menghukum, membunuh, menangkap, mamalukan, dan merampas atas orang yang berniat salah; (18) Pada menyatakan orang yang bermukah dengan istri orang; (19) Pada menyatakan orang kedapatan orang yang bujang sama bujang; (20) Pada menyatakan hamba raja yang dari luar ke dalam. Adapun bab ketiga, kandungan isinya berkenaan dengan Adat Kanun Negeri, yang terdiri dari empat pasal terakhir sebagai berikut: (21) Pada menyatakan perkumpulan muswarat; (22) Pada menyatakan keadaan raja; (23) Pada menyatakan jawatan dan kerja masing: yaitu Yang Dipertuan Besar, Yang Dipertuan Muda, Bendahara, Temenggung, Syahbandar; dan (24) Pada menyatakan yang bernama cap (stempel masing orang besar itu) dan perbedaannya.***


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.