Majalah aL-Millah edisi 38 "Sengkarut di Balik Jendela Pendidikan"

Page 1


2


2 3 4 5 6 8

DAFTAR ISI

Sajian Daftar Isi Salam Redaksi Editorial Aspirasi isu

13 Bahasan Utama Pendidikan Indonesia dalam Digitalisasi, Sejauh Mana Kesiapan Kita?

45 SKSD 49 KOLOM II 53 Budaya

58 Kampusiana

19 Laporan Utama

Dilematis Pendidikan: Asinkron Kebijakan Kemdikbudristek dan Kemenag

25 Liputan Khusus Sekolah Swasta Menjamur, Banyak SD Negeri di Ponorogo Tutup Karena Sepi Peminat

35 Khazanah 41 Kolom I

Pembangunan Masjid Kampus II: Hampir Tuntas Namun Minim Transparansi

63 66 70 72 75 78 82 89 90 91

Sosok Alamku Puisi Cerpen Resensi Film Resensi Buku Bilik Kampus Komik Titik Kenangan Titik Pergerakan

SUSUNAN REDAKSI

MAJALAH MAHASISWA IAIN PONOROGO EDISI 38 Diterbitkan oleh : LPM aL-Millah IAIN Ponorogo

Editor : Tim Editor

Pelindung : Rektor IAIN Ponorogo

Staf Redaksi: Zanida Iqra Minati, Titis Sediyani, Intan Sulistyana, Afriana Dwi Utami, Anggi Irnandia Ivanda Putri, Febri Lorenza, Hanifa Faizul Huda, Ika Rochmawati, Roudlotul Husna, Titah Gusti Prasasti, Dian Agustini, Nur Rohma’atus Sa’adah, Atania Muna Mufidah, Dela Septiana Umul P, Denies Dwi Yuliawati, Dewi Istiqomah Farida, Fika Zakiya Al Mustafid, Itsna Rahmawati H, Nur Azizah Fitriandienyk, Wanida Putri Supardian, Cantrisah Dyah

Pemimpin Umum : Dhamuri Pemimpin Redaksi : Ryan Fergi Zakariya Layouter : Agus Mustofa Erfin Wisda Ardiyan Desain Grafis : Erfin Wisda Ardiyan ILustrator : Aldian Yoga Hanggara Fotografer : Tim Fotografer

Majalah Edisi 38

Alamat Redaksi : Jl Pramuka no.156 Gd BEM Lt.2 Ronowijayan Siman Ponorogo Email : lpmalmillah@gmail.com Contact Person: 082301568712 (Dhamuri) 087711794126 (Ryan)

3


SALAM REDAKSI

Bismillahhirohmannirohim

Salam Persma!!!!

P

uji Syukur Atas Kuasa Tuhan yang Maha Esa, yang telah memberikan kami hidayah dalam melaksanakan pembuatan Majalah Edisi ke 38 ini. Tak henti-hentinya kami mengucap syukur dan seraya berdoa agar apa yang kami semua curahkan kepada-Nya dapat terkabul. Semoga Majalah ini bisa menjadi refleksi dan memberikan manfaat yang seluas-luasnya bagi para pembaca dan rekan-rekan Pers khususnya. Kami ingin mengucapkan terima kasih banyak kepada seluruh pihak yang telah terlibat dalam karya jurnalistik ini. Kami sangat pengapresiasi kepada pihak narasumber yakni pihak Kemendikbud, Kemenag, guru, dosen, dan masyarakat. Serta khususnya kepada tim editor yang telah memberikan masukkan dan mempunyai andil besar dalam majalah edisi 38. Dalam edisi ini, kami mengangkat tema pendidikan. Memang bukan suatu hal yang mudah untuk diperbincangkan, namun kami merasa perlu ada hal yang harus berubah dari pendidikan di Indonesia, dan terkhususnya di wilayah Ponorogo tepat dimana kami berpijak saat ini. Cover besar kami berjudul “Sengkarut Di Balik Jendela Pendidikan”. Hal ini ditengarai karena kondisi dan situasi pendidikan semakin tidak tentu arah. Diawal pembahasan memaparkan kondisi pendidikan setelah terdampak pandemi, yang ketertinggalan tersebut menambah PR pemerintah untuk lebih memberikan perhatikan penuh dalam meningkatkan SDM-nya. Dalam bahasan yang lainnya terdapat penekanan terkait dualistik pendidikan. Selain itu, maraknya penutupan lembaga sekolah dasar (SD) yang berada di bawah Kemendikbud. Serta menyorot perihal dunia pendidikan terkait “magang” bagi para calon lulusan baru. Kami juga telah menyiapkan tulisan ringan pada majalah ini. Sebelumnya, kami menyatakan dengan tegas bahwa karya ini dibuat karena perhatian penuh. Kami mencari sumber-sumber informasi yang kredibel dan mempunyai rekam jejak dibidangnya masing-masing terlebih di Pendidikan. Seluruh tulisan yang ada merupakan murni dari peliputan dan pengumpulan data dari para crew. Selamat berpikir, berandai-andai, dan silakan membaca. Salam Persma!!

4


EDITORIAL

P

Majalah Edisi 38

endidikan merupakan hal yang esensial bagi kehidupan manusia. melalui pendidikan, manusia bisa lebih mengembangkan potensi diri sehingga mampu menjadi individu yang kreatif, berwawasan luas, serta membentuk pribadi yang baik dan bertanggung jawab. Bahkan, pendidikan pun menjadi hak bagi setiap warga negara sesuai dengan bunyi Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 31 ayat 1: “Tiap warga negara berhak mendapat pendidikan.” Meskipun demikian, pada kenyataannya, masih banyak dijumpai masalah dalam pendidikan di Indonesia yang mengakibatkan tidak semua warga negara mampu mendapatkan pendidikan yang layak. Sepanjang pelaksanaan proses pendidikan di Indonesia, terdapat deretan panjang permasalahan pendidikan yang tak kunjung selesai. Bahkan, semakin ke sini daftar permasalahan tersebut justru semakin panjang. Misalnya, pembelajaran di masa pandemi yang dilaksanakan dua tahun terakhir. Akhirnya, justru muncul problematika baru terkait ketidaksiapan Indonesia dalam menghadapi perubahan pendidikan konvensional menuju digital. Tidak meratanya fasilitas penunjang pembelajaran daring turut membuat ketimpangan pendidikan di Indonesia makin terlihat nyata. Redaksi majalah LPM aL-Millah edisi 38 mencoba melalukan analisis terkait beberapa permasalah pendidikan yang kompleks di masa kini terkhususnya di Ponorogo. Hasilnya, terdapat beberapa problem seperti ketidaksiapan pendidikan kita dalam digitalisasi, banyaknya sekolah yang tutup akibat kurang koordinasi, serta pemaparan terkait perbedaan antara pendidikan yang berada di bawah naungan Kemendikbud dan Kemenag. Dari beberapa hal tersebut, patut menjadi refleksi semapan apa kondisi pendidikan kita saat ini? Apa saja hal mendasar yang harus segera dibenahi? Apakah pendidikan sudah menjangkau seluruh warga negara dengan akses yang sama ataukah pendidikan hanya menjadi hal yang bersifat ekslusif sehingga mampu dinikmati oleh beberapa golongan saja?

5


Aspirasi

6


Aspirasi

Majalah Edisi 38

7


Isu

P

erguruan tinggi merupakan jenjang tertinggi pada tingkatan pendidikan formal. Pada proses pembelajaran di perguruan tinggi, mahasiswa akan diajarkan dengan ilmu yang lebih mendalam pada suatu spesifik bidang tertentu. Maka sebelum masuk perguruan tinggi, para calon mahasiswa akan memilih program studi atau jurusan berdasarkan minatnya pada suatu bidang disiplin ilmu. Sebagai Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) yang berada di bawah Kementerian Agama, tentu Insti8

tut Agama Islam Negeri (IAIN) Ponorogo juga menerapkan hal di atas. Adanya program studi ini bertujuan untuk memudahkan para mahasiswa belajar pada satu fokus bidang tertentu serta memudahkan para dosen untuk memberikan pelajaran sesuai dengan bidangnya. Sehingga, output dari proses pendidikan akan lebih tepat dan sesuai dengan yang diharapkan. IAIN Ponorogo merupakan salah satu perguruan tinggi yang menyelenggarakan program sarjana. Sehingga, sistem pembelajaran yang diterapkan di IAIN Ponorogo lebih mem-

perbanyak porsi teori daripada praktiknya. Mata kuliah yang dominan dengan pelajaran teori biasanya dilaksanakan di dalam kelas, sedangkan pembelajaran praktik dilakukan di luar kelas. Pembelajaran praktik tersebut biasa disebut dengan praktikum atau magang. Salah satu tujuan praktikum adalah untuk mengaplikasikan teori-teori yang sudah mereka pelajari di kelas. Praktikum dilaksanakan minimal dalam dua Satuan Kredit Semester (SKS). Mata kuliah ini bersifat wajib dan dilakukan pada semester terten

Gambar: projectmultatuli.org

Pembelajaran Praktik Bukan Ajang Eksploitasi Mahasiswa


Isu tu menyesuaikan jurusannya. Hal ini dapat dilihat dari pelaksanaan praktikum yang berbeda-beda di tiap fakultas. Di Fakultas Usuluddin, Adab, dan Dakwah (FUAD), mahasiswa melaksanakan praktikum pada semester 6. Kemudian, pelaksanaan praktikum di Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FATIK) sama dengan Fakultas Syariah (FASYA), yakni dimulai pada Semester 5. Sedangkan di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI), mahasiswa dapat melaksanakan praktikumnya lebih awal dari fakultas lain, yaitu pada semester 4. Adapun sistem pelaksanaan dalam praktikum tersebut dilakukan dengan membagi beberapa mahasiswa dalam sebuah kelompok. Pada tiap kelompok akan dikoordinasi oleh seorang dosen pembimbing yang bertindak sebagai penanggung jawab praktikum. Hal ini dapat dilihat di Buku Pedoman Magang I FATIK tahun 2021 terkait tugas utama dosen pembimbing magang pada poin dua, yakni melakukan mentoring pelaksanaan praktikum secara langsung/ online. Selain itu, terdapat pula pembimbing lapangan atau pamong yang berperan sebagai fasilitator lapangan agar pelaksanaan praktikum sesuai dengan sasaran dan tujuannya. Jika ditelisik lebih jauh, mata kuliah praktikum sebenarnya memberikan banyak dampak positif bagi peserta praktikum dalam mengasah hard skill dan soft skill-nya secara langsung di lapangan. Selain itu, mereka pun akan mendapatkan pengetahuan baru mengenai dunia kerja. Tidak cukup sampai disitu saja, dampak lain yang di-

Majalah Edisi 38

peroleh mahasiswa berkenaan dengan pengalaman praktikum yang bisa tercatat dalam daftar portofolionya. Namun, sebelum merasakan buah manis dari pembelajaran praktikum tersebut. Apakah dalam penerapannya di lapangan sudah kondusif dan berjalan sesuai dengan yang diharapkan?

Polemik Pembelajaran Praktik di Lapangan

Pembelajaran praktik di luar kampus tentu saja menjadi suatu bagian penting bagi mahasiswa. Pasalnya dalam pelaksanaan praktikum, mahasiswa akan dapat mengamati, menerapkan, serta menganalisis antara teori yang sudah mahasiswa dapatkan di kelas dengan kondisi di lapangan. Tidak hanya itu, mahasiswa juga akan memperoleh pengalaman dan pengetahuan baru ketika praktikum. Lebih lanjut, mahasiswa juga akan mendapat gambaran mengenai dunia kerja. Adapun pelaksanaan praktikum juga memberi manfaat bagi pihak lembaga. Hal ini dikarenakan lembaga tersebut secara tidak langsung akan mendapatkan tenaga tambahan, meskipun berupa mahasiswa yang masih belajar. Walaupun demikian, tidak seharusnya peserta praktikum bisa dipekerjakan dengan sewenang-wenang, terlebih jika tanpa ada kaitannya dengan tugas dan kewajiban praktikum. Hal tersebut bisa dikatakan sebagai eksploitasi terhadap para mahasiswa. Sebab fakta di lapangan, mahasiswa dituntut dengan tugas-tugas yang tidak semestinya mereka kerjakan.

“Kalau di madrasah saya itu setiap peserta magang malah disuruh membuat Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Program Tahunan (Prota), Program Semester (Promes), dan silabus 1 tahun. Padahal itu bukan tugas kami, tapi tugas setiap guru mata pelajaran, dan tugas tersebut dilimpahkan pada peserta magang,”

9


Isu

“Selama saya menjalani praktikum memang ada beberapa tugas di luar jobdesk magang yang telah disepakati. Hal tersebut tidak jarang mengganggu tugas pokok yang telah dibebankan perusahaan”

Padahal, pelimpahan tugas tersebut sudah berbeda jauh dengan ketentuan praktikum yang diberikan oleh kampus. Salah satu mahasiswa jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI) yang melakukan pembelajaran praktik, Dian Nur Fadilla, menuturkan bahwa pada saat magang, ia diberikan tugas yang seharusnya tidak menjadi tugasnya. “Kalau di madrasah saya itu setiap peserta magang malah disuruh membuat Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Program Tahunan (Prota), Program Semester (Promes), dan silabus 1 tahun. Padahal itu bukan tugas kami, tapi tugas setiap guru mata pelajaran, dan tugas tersebut dilimpahkan pada peserta magang,” tuturnya saat dihubungi 10

via Whatsapp (3/1/2021). Seperti halnya dengan Dian, Claudiyah Damaisa selaku mahasiswa PAI juga merasakan hal yang serupa. Ia mengatakan bahwa peserta praktikum diwajibkan untuk mengadakan acara yang sebenarnya merupakan agenda tahunan pihak sekolah. “Waktu itu kita diharuskan membuat acara Maulid Nabi. Tetapi di situ kita diwajibkan untuk memberikan konsumsi kepada seluruh siswanya. Padahal itu kan acara tahunan sekolah, tapi dibebankan kepada mahasiswa magang,” jelasnya (5/1/2021). Sementara itu, kejadian lain juga dialami oleh Yuvelia Cahya mahasiswa jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI). Selama praktikum, ia mengaku bahwa ada pemberian tugas di luar job description dan mengganggu tugas pokoknya. “Selama saya menjalani praktikum memang ada beberapa tugas di luar jobdesk magang yang telah disepakati. Hal tersebut tidak jarang mengganggu tugas pokok yang telah dibebankan perusahaan,” ungkapnya (23/12/2020). Tidak cukup sampai disitu saja, mahasiswa Tadris Ilmu Pengetahuan Alam (T.IPA) yang bernama Irvan Nasrul juga merasakan adanya kejanggalan ketika pihak lembaga tempatnya magang meminta kenang-kenangan sesuai yang telah mereka tentukan. “Pihak sekolah meminta kenang-kenangan yang ditentukan dari sana, yaitu berupa pot besar yang ada tulisannya. Untuk pembeliannya itu dari iuran teman-teman sendiri,” terangnya (3/1/2021). Meskipun pemberian tugas-tugas tersebut tidak sesuai

dengan tugas praktikum, akan tetapi mereka tetap melakukannya. Hal ini disebabkan karena peserta praktikum khawatir tidak bisa mendapatkan nilai, seperti yang dinyatakan oleh Claudiyah. “Tugas-tugas tersebut harus dilakukan karena menjadi persyaratan pihak sekolah. Kalau tidak dilakukan, khawatir tidak akan mendapatkan nilai,” jelasnya.

Peraturan Pembelajaran Praktik yang Kurang Jelas

Praktikum tentu saja memiliki sasaran dan tujuan yang berbeda jika dibandingkan dengan mata kuliah lainnya. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya adalah substansi dari mata kuliah tersebut yang terfokus pada pembelajaran secara praktik. Sementara substansi dari kebanyakan mata kuliah lainnya lebih menekankan pada pembelajaran teori-teori. Selain itu, pelaksanaan mata kuliah secara praktik yang dilaksanakan di luar kelas bahkan di luar lingkungan kampus juga menjadi pembeda dengan mata kuliah lainnya. Luhur Prasetiyo, Kepala Jurusan Ekonomi Syariah (ES) mengungkapkan tujuan praktikum yaitu agar mahasiswa mengetahui praktiknya di lapangan. Sehingga, bukan hanya sebatas teori saja yang diketahui. “Selama ini kan kalau matkul hanya di kelas, menyampaikan teori gitu kan, tidak tahu praktik yang ada di lapangan. Kalau praktikum dan magang, mereka kan jadi tahu yang ada di luar itu bagaimana secara praktis, tidak hanya teoritis,” ungkapnya saat ditemui di kantornya (7/1/2021).


Isu Meskipun terdapat beberapa perbedaan penerapan antara metode praktis dengan teoritis, tidak lantas menjadikan semuanya berbeda sama sekali. Bagi mahasiswa, mendapatkan lingkungan belajar yang kondusif adalah sebuah hak yang harus terpenuhi, baik dalam pembelajaran di dalam kelas maupun di luar kelas. Maka pada konteks tersebut, mahasiswa juga membutuhkan tempat praktik yang kondusif meskipun pembelajaran yang dilakukan di luar kampus. Kampus tidak bisa serta merta lepas tangan dan menutup mata atas pemenuhan hak-hak mahasiswa tersebut. Maka untuk mewujudkan hal tersebut, beberapa dosen akan ditugaskan sebagai pembimbing mahasiswa selama periode praktikum. Dosen yang ditugaskan sebagai dosen pembimbing berkewajiban untuk mengoordinasi setiap kelompok praktik yang berada di bawah naungannya. Dosen pembimbing juga memiliki tanggung jawab agar pembelajaran praktik berjalan dengan kondusif.

Maka dari itu, diperlukan peraturan untuk mewujudkan pembelajaran yang kondusif. Dalam mencapai hal tersebut, diperlukan juga kerja sama yang baik antarpihak; baik dari kampus, yaitu melalui dosen pembimbing maupun pamong dari pihak lembaga. Kedua pihak tersebut harus senantiasa bekerja sama agar pelaksanaan praktikum yang dilakukan dapat mencapai target yang diinginkan. Tetapi dikarenakan perbedaan spefikasi bidang studi, maka sasaran dan tu- j u a n dari setiap fakultas dan jurusan pun berbeda. Hal ini dikarenakan adanya wewenang untuk menerapan kurikulum di setiap perguruan tinggi, termasuk dalam pelaksanaan pembelajaran praktik. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Luhur. “Di masing-masing perguruan ting-

gi itu punya wewenang untuk untuk mengembangkan kurikulumnya,” terangnya. Akibatnya, terdapat perbedaan peraturan dan pelaksanaannya pada setiap fakultas dan jurusan pada pelaksanaan praktikum. Selain itu, tidak jarang para dosen pembimbing juga menerapkan kebijakan yang berbeda-beda pula terhadap peserta praktikum yang didampingi. Meskipun pihak kampus sudah menetapkan beberapa peraturan, namun peraturan tersebut dinilai masih belum

Pihak kampus memang telah memberi pengarahan akan jalannya praktikum. Namun pengarahan tersebut saya rasa masih sangat luas sehingga mahasiswa perlu mencerna kembali peraturan yang telah ditetapkan. Tidak jarang, mahasiswa juga tidak paham mengenai teknis pelaksanaan

Majalah Edisi 38

11


cukup spesifik serta belum diterapkan dengan tegas. Yuvelia mengatakan bahwa memang sudah ada pengarahan dari pihak kampus, namun menurutnya peraturan yang dibuat tersebut masih sangat luas. Sehingga, banyak mahasiswa yang masih kebingungan saat melaksanaan praktikum. “Pihak kampus memang telah memberi pengarahan akan jalannya praktikum. Namun pengarahan tersebut saya rasa masih sangat luas sehingga mahasiswa perlu mencerna kembali peraturan yang telah ditetapkan. Tidak jarang, mahasiswa juga tidak paham mengenai teknis pelaksanaan,” jelasnya. Tidak hanya Yuvelia saja yang merasakan aturan praktikum kurang spesifik, hal serupa juga dialami oleh Dian. Ia menyatakan memang sudah ada peraturan mengenai hak dan kewajiban mahasiswa ketika melaksanakan praktikum. Namun peraturan tersebut masih umum sehingga aturannya bias. “Belum ada peraturan (hak dan kewajiban, red.) secara rinci. Hanya ada aturan yang global. 12

Jadi ya peraturannya dinamis,” terangnya. Sementara itu, Claudiyah menuturkan jika sudah ada peraturan dari kampus saat pembekalan dan pada buku pedoman, tetapi pihak tempat praktikum (sekolah, red.) justru membuat peraturan sendiri, “Saat pembekalan dan pada buku pedoman sudah ada peraturan tentang tugas dan kewajiban mahasiswa. Buku itu juga sudah diserahkan ke pamong (pihak sekolah), tapi pihak pamong atau sekolah tetap membuat peraturan sendiri. ‘Kan dari pihak sana yang bandel,” jelasnya. Di sisi lain, Elfita Alim selaku salah satu mahasiswa jurusan ES mengaku belum ada pembekalan mengenai aturan tentang hak dan kewajiban dari mahasiswa yang melaksanakan magang, “Memang ada pembekalan sebelum pemilihan tempat magang yang sesuai dengan jurusan oleh dosen pembimbing. Tapi, waktu itu belum ada pembekalan soal hak dan kewajiban peserta magang,” tuturnya. Selain itu, Elfita juga mengungkapkan bahwa selama me-

laksanakan magang ia masih merasa kurang diperhatikan oleh dosen pembimbing. Menurutnya, seharusnya kampus bisa memberikan perhatian dan pemantauan kepada mahasiswa yang melaksanakan praktikum. “Menurut saya, kampus kurang memberikan perhatian dan pemantauan terhadap mahasiswa. Meskipun magang bersifat mandiri, tetapi hal itu tetap harus diperhatikan secara keseluruhan. Penanganan langsung dari dosen pembimbing menurut saya juga masih kurang,” imbuhnya. Kurang jelasnya peraturan mengenai hak dan kewajiban para mahasiswa selama pembelajaran praktik tentu menjadi sebuah hal yang perlu diperhatikan dengan serius. Pasalnya hal tersebut akan menjadi sebuah celah dari adanya kejadian yang tidak diinginkan, seperti eksploitasi yang justru berdampak buruk bagi mahasiswa saat sedang melakukan proses pembelajaran. Hanifa Faizul Huda (28. 19. 201)

Sumber: kuliahdimana.id

Isu


Bahasan Utama

Pendidikan Indonesia dalam Digitalisasi, Sejauh Mana Kesiapan Kita?

P

Majalah Edisi 38

Ilustrasi: Dani

andemi Covid-19 yang menimpa dunia tidak terkecuali Indonesia memberikan dampak terhadap banyak lini kehidupan, salah satunya pada bidang pendidikan. Proses penyebaran Covid-19 yang cepat bersamaan dengan kasus penularan yang meningkat secara signifikan membuat pemerintah segera mengambil tindakan terkait proses pembelajaran di Indonesia. Melalui Surat Edaran Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan dalam Masa Darurat Penyebaran Coronavirus Disease (Covid-19), proses pembelajaran dilaksanakan dari rumah secara daring atau jarak jauh dengan beberapa ketentuan. Dilansir dari stit-alkifayahriau.ac.id, pendidikan daring merupakan pembelajaran yang dilaksanakan secara online dengan mengacu pada aplikasi pembelajaran maupun jejaring sosial dimana seluruh bentuk materi pembelajarannya didistribusikan secara online, termasuk dalam komunikasi serta penilaian tesnya. Dengan 13


demikian, perubahan metode pembelajaran dari tatap muka menuju daring tentunya harus didukung dengan pemanfaatan teknologi digital. Hal inilah yang membuat pendidikan di Indonesia mau tak mau harus mempercepat proses digitalisasi pendidikan dengan tujuan memaksimalkan proses pendidikan selama masa darurat Covid-19.

Memahami Digitalisasi Pendidikan

Pada Revolusi 4.0, kini semua bidang di Indonesia dituntut untuk mampu beradaptasi dengan teknologi, termasuk juga bidang pendidikan. Salah satu bukti adaptasi yang dilakukan oleh pendidikan yaitu adanya gagasan terkait digitalisasi pendidikan. Digitalisasi pendidikan didefinisikan sebagai penerapan teknologi ke dalam sistem pendidikan. Pada surat kabar tempo.com (5/11/2020), Nadiem Makarim, Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan menjelaskan bahwa

14

sistem pendidikan yang akan didigitalkan tak hanya proses pembelajaran saja, akan tetapi juga kurikulum yang akan dirubah menjadi kurikulum digital. Tujuannya adalah agar pengajar dapat bebas untuk menentukan kurikulum pembelajaran bagi siswa sesuai dengan level kompetensinya. Salah satu bentuk dari sistem pendidikan yang telah digitalisasikan yaitu proses Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Alasan PJJ dikatakan sebagai bentuk penerapan digitalisasi pendidikan karena PJJ, dalam prosesnya, memanfatkan teknologi sebagai media proses pembelajaran utama. Pada penerapan sistem digital ini, tentu harus memperhatikan pula berbagai kerangka kerja digitalisasi pendidikan agar digitalisasi pendidikan dapat terwujud atau terealisasikan. Menurut Indra Charismiadji, Direktur Pendidikan Vox Populi Institute Indonesia dalam laman koran-jakarta.

com (22/05/2021), tiga kerangka kerja tersebut meliputi infrastruktur, infostruktur, dan infokultur. Kerangka kerja infrastruktur merupakan sarana dan prasarana yang digunakan untuk mendukung terealisasikannya digitalisasi pendidikan. Sarana dan prasarana yang dibutuhkan yaitu gadget, kuota internet, dan lain sebagainya. Sementara itu, infostruktur merupakan proses penerapan sistem pembelajaran menggunakan teknologi, mulai dari proses penyampaian hingga proses penerimaan materi pembelajaran. Terakhir, infokultur merupakan budaya atau kebiasaan pembelajaran yang dilaksanakan. Pada pendidikan di Indonesia sendiri, kultur pendidikannya sekarang sudah mulai beralih dari offline menu-

Gambar: kompas.com

Bahasan Utama


Bahasan Utama ju online. Kerangka kerja inilah yang harus direalisasikan oleh setiap instansi lembaga pendidikan agar tercipta digitalisasi pendidikan yang efektif dan efisien.

Proses Pelaksanaan Digitalisasi Pendidikan selama Pandemi

Terciptanya PJJ akibat pandemi Covid-19 menjadi pendorong sekaligus pilihan utama digitalisasi pendidikan untuk terealisasi lebih cepat. Namun, berdasarkan berita pada laman medcom.id (18/08/2021), Nadiem Makarim mengungkapkan bahwa PJJ bukan alasan muculnya gagasan digitalisasi pendidikan. Meskipun tidak ada PJJ, digitalisasi pendidikan akan tetap berjalan. Tidak hanya itu, pada laman yang sama, Nadiem Makarim menjelaskan bahwa konsep digitalisasi pendidikan akan dilaksanakan dengan menyediakan tool kit-tool kit. Tool kit ini merupakan alat sekolah yang akan digunakan oleh kepala sekolah, para pengajar, dan siswa untuk memperoleh atau mengakses materi. Salah satu tool kit yang telah direalisasikan yaitu platform digital. Pada proses PJJ ini, instansi lembaga pendidikan di Indonesia biasanya menggunakan platform digital berupa E-learning, Zoom, Google Meeting, dan Google Clasroom untuk media pembelajaran daring atau tanpa tatap muka. Sedangkan untuk digitalisasi bimbingan belajar (bimbel), kini telah tersedia bimbel online seperti Ruangguru, Zenius, Quipper, dan lainnya sebagainya yang dapat digunakan untuk menunjang pembelajaran.

Majalah Edisi 38

Selain itu, pada proses PJJ ini pemerintah juga tak luput memberikan infrastruktur berupa kuota internet gratis. Kuota internet gratis ini diberikan kepada semua pelajar dan pendidik meliputi; dosen, mahasiswa, guru, dan siswa pada setiap bulannya dengan jumlah yang berbeda-beda pada masing-masing pelajar dan pendidik di setiap lembaga instasi pendidikan. Meskipun demikian, ternyata masih banyak para pelajar yang berasal dari daerah kategori Terdepan, Terpencil, dan Tertinggal (3T) yang terhalang dalam mengakses internet. Sebab, para pelajar yang berasal dari daerah 3T sering mengalami kesulitan dalam sinyal internet. Maka dari itu, sudah seharusnya dibutuhkan sebuah sarana tambahan agar para pelajar dari 3T dapat dengan mudah mengikuti proses pembelajaran secara online tanpa terhambat atau terkendala internet. Adanya ketidakmerataan jaringan 4G menjadi salah satu penyebab kurang lancarnya sinyal pada daerah 3T. Pada sindonews.com (03/08/2020), berdasarkan pemaparan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) pada Panitia Kerja PJJ Komisi X Juli, terdapat 12.548 desa/kelurahan yang belum terjangkau internet 4G di seluruh Indonesia. Dimana, dari jumlah keseluruhan desa/ kelurahan tersebut, sebanyak 9.113 desa/kelurahan berada di daerah 3T. Permasalahan tidak adanya jaringan 4G ini memang dapat diselesaikan dengan pemasangan sebuah Wi-Fi. Namun, dalam pemasangan Wi-Fi tentu akan memerlukan biaya

"Kendala pembelajaran daring itu sering kali karena masalah sinyal. Makanya dirumah terpaksa dipasang Wi-Fi. Meskipun begitu, kan saya juga harus mengeluarkan biaya lagi untuk tetap beli kuota. Karena saya tidak sepenuhnya (selalu) di rumah, sedangkan pembelajaran daring tetap berlanjut,”

tambahan. Permasalahan sinyal nyatanya juga dialami oleh Eva Uma Widyastuti, mahasiswa Universitas Malang (UM) yang tinggal di daerah Slahung, Ponorogo. Pada wawancara melalui telepon, ia mengatakan bahwa di daerahnya masih terkendala akan masalah sinyal. Hal itu mengakibatkan ia sering mengalami kendala dalam pengunduhan materi pembelajaran serta pengumpulan tugas. Akhirnya, ia pun terpaksa mengeluarkan tambahan biaya untuk pemasangan Wi-Fi di rumahnya. “Kendala pembelajaran daring itu sering kali karena masalah sinyal. Makanya dirumah terpaksa dipasang Wi-Fi. Meskipun begitu, kan saya juga 15


Bahasan Utama harus mengeluarkan biaya lagi untuk tetap beli kuota. Karena saya tidak sepenuhnya (selalu) di rumah, sedangkan pembelajaran daring tetap berlanjut,” ujarnya (21/12/2021). Selain itu dalam mendukung terealisasinya digitalisasi pendidikan, tidak hanya infrastruktur kuota internet saja yang harus disediakan. Pada proses digitalisasi pendidikan tentu diperlukan pula infrastruktur lain berupa gawai seperti smartphone ataupun laptop. Namun, pemberian infrastruktur berupa gawai tersebut kepada para pelajar di Indonesia masih sangatlah jauh dari kata sempurna. Berdasarkan sindonews.com (07/04/2021), Audrey Gandadjaja dari General Manager Brand Communication & Content-Analgesic, Cough & Cold, and Herbal Products mengatakan bahwa dalam Laporan Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) terdapat 50% lebih pelajar yang tidak memiliki sebuah smartphone. Padahal gawai merupakan alat utama untuk mempermudah akses sebuah materi dan melakukan proses pembelajaran secara virtual. Tanpa adanya sebuah gawai, maka kuota internet tidak akan bisa digunakan. Sehingga, kuota internet yang diberikan oleh pemerintah pun akan terbuang secara sia-sia. Kurang meratanya infrastruktur gawai pada setiap pelajar tentu menjadi salah satu faktor penyebab ketidakmaksimalan daring yang harus diperhatikan pemerintah. Selain itu, smartphone yang dimiliki oleh setiap pelajar dan pengajar haruslah smartphone yang canggih. Sebab pada saat 16

ini, smartphone yang memiliki jaringan internet 3G tidak bisa digunakan pada provider internet yang termodifikasi 4G. Padahal di masa sekarang, hampir seluruh provider internet menggunakan kartu dengan jaringan 4G. Akhirnya, banyak dari pelajar terpaksa mengganti smartphone yang memiliki jaringan 4G. Hal itu dirasakan oleh Henyk Ariati, wali murid siswa Sekolah Dasar Negeri (SDN) Pupus 2 Magetan kelas 5. Pada kru LPM aL-Millah via telepon, ia mengatakan bahwa dirinya terpaksa membeli smartphone baru yang memiliki jaringan 4G untuk menunjang pembelajaran daring. “Karena kan saat ini handphone saya yang 3G tidak bisa digunakan. Jadi terpaksa harus beli lagi. Soalnya kan sekolah juga masih menggunakan handphone dalam pembelajarannya,” tuturnya (21/12/2021). Bukan hanya itu, kurangnya pendampingan oleh pengajar juga menjadi kendala dalam pembelajaran daring. Menurut Erli Susanti salah satu wali murid pelajar Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) Paju Ponorogo, selama pembelajaran jarak jauh ia kesulitan dalam membimbing anaknya ketika belajar dikarenakan tidak adanya penjelasan materi pembelajaran oleh pengajar terhadap siswa. “Ya kendalanya untuk menjelaskan materi pada anak. Soalnya guru itu hanya memberi tugas. Kadang cuma disuruh mengambil lembaran rincian tugas seminggu sekali. Kadang juga tugasnya dikirim lewat online tanpa adanya penjelasan sama sekali dari guru,” tuturnya saat diwawancarai di kediamannya

“Anak kelas satu yang baru ini kan sudah lama tidak masuk sekolah dan masuknya jarang. Seminggu hanya beberapa kali. Jadi, banyak anak-anak yang belum tahu abc (membaca, red.). Menulis namanya sendiri juga belum biasasa,” ~( Ayu Ning Tias )~


Bahasan Utama (20/12/2021). Padahal digitalisasi pendidikan yang diterapkan dalam pembelajaran jarak jauh haruslah diimbangi dengan pendampingan oleh pengajar. Sebab, tanpa adanya pendampingan oleh pengajar akan mengakibatkan berbagai dampak kepada para pelajar. Mengutip laporan COVID-19: Bekerja dengan dan untuk Anak Muda milik UNICEF, disebutkan bahwa anak akan mengalami berbagai masalah seperti kecemasan, frustasi, dan putus sekolah ketika pembelajaran daring dilakukan tanpa adanya penerapan metode pembelajaran oleh pengajar yang tepat sesuai kondisi pelajar. Hal ini dikarenakan para pelajar sering menggunakan platform digital hanya untuk media komunikasi saja. Selain itu, tidak sedikit pula dari para pelajar yang mengalami ketertinggalan pelajaran karena kurangnya infrastruktur yang dimiliki untuk mendukung pembelajaran daring.

Dampak Digitalisasi Pendidikan

Proses digitalisasi yang terpaksa harus dipercepat karena pandemi, tentunya belum disertai dengan kesiapan fasilitas maupun sumber daya manusianya. Hal ini dapat dilihat dari ketimpangan fasilitas maupun hal-hal yang dapat menunjang pelaksanaannya seperti akses internet yang kurang merata, kecakapan guru dalam literasi digital, serta kesiapan orang tua dalam memberikan pendampingan selama pelaksanaan daring. Oleh karena itu, digitalisasi pendidikan di masa pandemi memberikan berbagai dampak

Majalah Edisi 38

sebagai berikut.

Terjadinya Learning Loss

Pelaksanaan pembelajaran yang dilaksanakan secara daring membuat waktu belajar siswa menurun drastis. Lebih lanjut, hal ini juga diikuti dengan penurunan efektivitas belajar siswa dalam pembelajaran daring yang berpotensi menyebabkan terjadinya learning loss. Learning loss merupakan istilah yang digunakan untuk menyebut hilangnya pengetahuan dan keterampilan, baik secara umum maupun spesifik, atau terjadinya kemundurkan proses akademik yang disebabkan oleh faktor tertentu. Jika ditarik pada kondisi pandemi saat ini, faktor tersebut dapat berupa adanya libur panjang, putus sekolah, dan ditutupnya pembelajaran tatap muka. Dilansir dari koran.tempo. co, pendidikan selama masa pandemi membuat jam belajar siswa menurun drastis. Rata-rata siswa hanya belajar selama dua jam perharinya. Hal ini yang menyebabkan Nila Tanzil, Pendiri Taman Bacaan Pelangi, ikut mengkhawatirkan kemungkinan terjadinya learning loss. “Learning loss ini jadi didasarkan riset saat liburan musim panas di Amerika dan Eropa selama dua bulan dan ternyata anak kehilangan keterampilan membaca selama satu bulan. Nah, bagaimana saat Covid-19 ini yang sudah setahun lebih?” ujar Nila (27/5/2021). Kondisi learning loss harus diakui telah terjadi dalam pendidikan Indonesia akibat pandemi. Hal ini seperti yang dirasakan oleh Fitri Ayu Ning Tias, salah satu guru pengajar di

SDN 1 Paju Ponogoro. “Anak kelas satu yang baru ini kan sudah lama tidak masuk sekolah dan masuknya jarang. Seminggu hanya beberapa kali. Jadi, banyak anak-anak yang belum tahu abc (membaca, red.). Menulis namanya sendiri juga belum bisa,” ujarnya ketika ditemui di rumahnya (20/12/2021). Menanggapi hal tersebut, Imam Muslihin, Kepala Bidang SD Dinas Pendidikan Ponorogo mengungkapkan bahwa learning loss merupakan masalah bersama yang harus ditangani dengan bertahap. “Ini (learning loss, red.) masalah kita bersama. Memang harus (ditangani) berangsur-angsur, karena memang sudah hampir dua tahun kita melaksanakan (pembelajaran) online,” ujar Imam saat diwawancarai di kantor Dinas Pendidikan Ponorogo (25/11/2021). Lebih lanjut, ia mengungkapkan bahwa telah dilakukan upaya pendampingan yang lebih intens dalam menghadapi learning loss tersebut. “Sebenarnya ada pendampingan-pendampingan oleh gurunya yang lebih intens. Karena kita juga melihat pada saat awal sekolah, anak itu terlihat seperti kebingungan meskipun mereka juga senang saat masuk (luring) lagi. Ini (pendampingan, red.) intensif dari guru-gurunya melalui pendekatan-pendekatan untuk bisa mengembalikannya seperti dulu,” ungkap Imam.

Penggunaan Platform Belajar Online sebagai Ladang Bisnis

Pelaksanaan pembelajaran daring secara tidak langsung mengurangi porsi pendampingan guru terhadap siswa secara 17


Bahasan Utama signifikan. Ditambah tidak semua orang tua mampu untuk menjadi pendamping belajar bagi anak-anaknya ketika di rumah. Hal inilah yang kemudian memicu munculnya platform bimbingan belajar online sebagai penunjang pembelajaran daring meningkat drastis seperti Zenius Education, Ruangguru, Pintaria, Sekolahmu dan lain sebagainya. Hadirnya platform bimbingan online belajar memang dinilai cukup efektif sebagai penunjang proses pembelajaran siswa selama pandemi, apalagi dengan kondisi pendampingan guru yang minim. Namun, dengan sistem berlangganan dan berbayar, tentu saja penggunaan platform-platform tersebut tidak dapat dijangkau oleh seluruh elemen masyarakat. Hanya siswa dengan latar belakang perekonomian menengah ke atas yang mungkin mendapatkan akses atau kesempatan untuk memanfaatkan platform tersebut. Sementara siswa dengan perekonomian kurang, tentu sulit mendapatkan kesempatan yang sama. Hal ini pula yang turut memperparah learning loss serta melahirkan kesenjangan belajar siswa. Siswa yang tidak mendapatkan kesempatan untuk memanfaatkan platform tersebut akan semakin tertinggal di saat fasilitas maupun kondisi mereka di rumah tidak mendukung untuk melaksanakan pembelajaran daring dengan efektif. Peningkatan penggunaan platform bimbingan belajar online nyatanya berpotensi menjadi ladang bagi para pengusaha untuk meraup keuntungan dan menjadikan pendidikan daring 18

selama pandemi menjadi lahan bisnis di tengah krisis ekonomi yang dialami banyak keluarga. Selain itu, peningkatan penggunaan platform bimbel online pun menjadi indikasi ketidakpercayaan orang tua atau murid pada guru yang minim penjelasan dan pendampingan selama pelaksanaan daring.

Dekadensi Moral

Proses pembelajaran daring akibat percepatan digitalisasi pendidikan selama pandemi turut pula mengancam moralitas anak bangsa. Perubahan sistem dari luring menuju daring membuat pemerintah melalui Kemendikbud melakukan berbagai penyesuaian terhadap pembelajaran yang tidak membebani guru dan siswa, namun tetap mengandung nilai-nilai penguatan karakter seiring dengan status kedaruratan Covid-19 (Nurul & Gisela, 2020). Akan tetapi, sistem daring dengan kebebasan dunia digital masih tidak diikuti dengan kesiapan intelektualitas maupun moral pelajar. Akibatnya, dekadensi moral selama proses digitalisasi pendidikan di masa pandemi pun tidak terhindarkan. Salah satu bentuk dekadensi moral yang terjadi selama periode daring adalah peningkatan kasus prostisusi online yang menimpa anak usia sekolah. Di Sulawesi Selatan, melansir dari merdeka.com, kasus kesulitan ekonomi menjadi faktor utama terjadinya kenakalan remaja tersebut. “Transaksinya (prostitusi, red.) secara online karena remaja aktif menggunakan gadget dan bermedia sosial. Saat ada tawaran, peluang, dan dii-

ming-imingi, banyak yang terjebak,” ungkap Kepala UPT Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPA) Sulsel, Meisy Papayungan (18/2/2021). Hal semacam ini tidak bisa dikatakan sepenuhnya kesalahan para remaja. Mereka adalah individu yang sedang dalam masa pertumbuhan dan seringkali masih belum cakap untuk mengambil keputusan atas dirinya sendiri. Bahkan, banyak diantara remaja yang belum memahami apakah hal tersebut merupakan hal yang tidak baik bagi dirinya atau tidak. Oleh karena itu, pendampingan dari orang tua hingga guru menjadi penting.

Menakar Kesiapan Digitalisasi Pendidikan di Indonesia

Tak bisa dipungkiri bahwa pandemi menjadi sebuah momentum sekaligus tuntutan bagi pendidikan Indonesia untuk lebih mengembangkan bentuk digitalisasi. Namun, dengan melihat proses digitalisasi pendidikan dalam bentuk pembelajaran daring yang telah berlangsung selama dua tahun, apakah Indonesia telah siap dengan segala bentuk digitalisasi pendidikan di waktu mendatang? Mengingat sebelum fokus pada digitalisasi, masih ada banyak hal dasar terkait pendidikan yang harus dituntaskan. Menanggapi hal tersebut, Desi Puspitasari selaku Dosen IAIN Ponorogo mengungkapkan bahwa kesiapan digitalisasi sebagai main-learning masih perlu beberapa perbaikan. “Kalau untuk digitalisasi lebih lanjut, siap-siap saja. Hanya saJa, jika semacam daring ini dijadi-


Bahasan Utama “Insya Allah siap (menghadapi digitalisasi). Tapi presentasenya memang belum mencapai 100%, paling tidak 80% yang sudah kita capai. Terbukti pada tanggal 17 November, pelaksanaan Assessment Nasional (AN) kan juga sudah murni digital ya, sudah murni berbasis komputer,”

kan sebagai main-learning, saya katakan belum 100% siap. Karena masih perlu beberapa perbaikan lagi. Jika full online, secara akademik mungkin masih baik-baik saja, tapi kalau berbicara soal mental health, kemudian pembentukan karakter, itu yang saya nggak yakin bisa,” ungkapnya yang juga merupakan salah satu pengajar di Universitas Terbuka saat ditemui di kediamannya (22/12/2021). Disisi lain, Imam Muslihin mengungkapkan bahwa sudah ada kesiapan untuk menghadapi digitalisasi pendidikan, khususnya di Ponorogo sendiri. “Insya Allah siap (menghadapi digitalisasi). Tapi presentasenya memang belum mencapai 100%, paling tidak 80% yang sudah kita capai. Terbukti pada tanggal 17 November, pelaksanaan Assessment Nasional (AN) kan juga sudah murni digital ya, sudah murni berbasis komputer,” jelasnya. Meskipun demikian, nampaknya kesiapan tersebut baru bisa dinikmati oleh beberapa wilayah saja sehingga digitalisasi pendidikan dapat dikatakan masih bersifat eksklusif di Indonesia. Apalagi jika menilik pelaksanaan digitalisasi pendidikan di Indonesia. Dalam akses internet, diketahui bahwa terdapat perbedaan yang cukup tinggi antara akses internet di perkotaan dan pedesaan sebesar 27% pada tahun 2018. Hal

Majalah Edisi 38

ini diperkuat dengan hasil survei UNICEF yang dipublikasikan pada (16/06/2020) melalui situs unicef.org, dimana dari tanggal 18 hingga 29 Mei 2020 dan 5 hingga 8 Juni 2020 melalui kanal U-Report yang terdiri dari SMS, WhatsApp, dan Facebook Messenger, diketahui bahwa 35% siswa mengungkapkan bahwa salah satu tantangan utama dalam pelaksaan daring adalah akses internet yang buruk. Selain itu, masih ada banyak guru yang belum sepenuhnya beradaptasi dengan kondisi daring. Perubahan seringkali masih sebatas pada medianya saja, yakni saat daring pembelajaran dilakukan melalui teknologi digital, namun belum dibarengi dengan kesiapan guru dalam melakukan pendampingan selama pembelajaran. Diambil dari survei yang sama milik UNICEF, 38% siswa merasa bahwa mereka kekurangan bimbingan guru. “Kalau penjelasan dari guru (yang berupa video) itu di kelas satu ada, kelas dua jarang, dan kelas tiga sama sekali tidak ada,” tutur Erli, salah satu wali murid di MIN Paju Ponorogo (20/12/2021). Terkait pendampingan guru selama daring hingga pembelajaran hybrid, Fitri mengaku bahwa tidak ada pendampingan secara khusus bagi seluruh tingkatan. Pendampingan hanya fokus pada anak-anak kelas satu

yang masih kesulitan untuk membaca. “Kalau pendampingan itu ya ndak ada yang khusus. Yang khusus itu hanya kelas satu. (Anak-anak) yang belum bisa baca tulis itu kan ada beberapa, nah yang lain dipulangkan dulu. Lha, yang belum bisa baca tulis itu diberi pelajaran tambahan,” ujar Fitri. Lebih lanjut, seperti yang ditulis Ari Budi Santosa dalam publikasi berjudul Potret Pendidikan di Tahun Pandemi: Dampak COVID-19 Terhadap Disparitas Pendidikan di Indonesia, digitalisasi pendidikan di Indonesia justru diinisiasi oleh sektor swasta dalam bentuk start-up seperti Zenius dan Ruangguru yang pada dasarnya dibentuk oleh masyarakat urban di kota-kota besar. Ekslusivitas digitalisasi pendidikan juga masih terpusat di Pulau Jawa saja sehingga memperlebar ketimpangan pendidikan yang memang sejak awal sudah menjadi masalah pelik di Indonesia. Dengan demikian, apakah benar bahwa Indonesia sudah siap untuk menghadapi digitalisasi pendidikan? Lantas apa saja pekerjaan rumah pemerintah guna menunjangnya? Tentu inilah yang menjadi tanda tanya besar kedepannya.

Titah Gusti P. (28.19.205) Dela Septiana (29.20.211) 19


Ilustrasi: Aldian

Laporan Utama

P

endidikan merupakan sarana yang membebaskan seseorang dari kebodohan dan yang timbul akibat kebodohan tersebut, seperti contoh kemiskinan, gampang ditipu, pola pikir sempit dan lain sebagainya. Dikarenakan semakin tingginya pendidikan seorang maka semakin tinggi pula pengetahuannya, dengan begitu dapat meningkatkan peluang untuk berkarir, pekerjaan dan kedudukan yang lebih baik. Di Negara Indonesia terdapat dua lembaga kementerian yang menaungi pelaksana pendidikan di bawahnya, yakni Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbudristek) dan Kementerian Agama (Kemenag), yang sama-sama memiliki tujuan untuk membangun cita-cita men20

Dilematis Pendidikan:

Asinkron Kebijakan Kemdikbudristek dan Kemenag cerdaskan kehidupan bangsa. Kemdikbudristek merupakan salah satu dalam kementerian pemerintah Indonesia yang membidangi dalam urusan pengelolaan kebudayaan, penelitian, teknologi dan pendidikan. Sedangkan Kemenag merupakan salah satu kementerian dalam pemerintah Indonesia yang membidangi dalam urusan kea-

gamaan. Kemdikbudristek membidangi seluruh jenjang pendidikan umum yakni TK/SD/ SMP/SMK dan sederajat serta Perguruan Tinggi. Sedangkan Kemenag membidangi dalam urusan pendidikan Islam yakni RA/MI/MTs/MA, MAK dan Perguruan Tinggi Agama Islam (UIN/IAIN/STAIN). Adanya


Laporan Utama "Hal ini terlihat pada jarak pendirian sekolah/madrasah tidak ada kesepakatan antara Dinas Pendidikan dan Kemenag, sehingga memicu ketimpangan lembaga pendidikan yang saling berdekatan, ketimpangan yang kerap terjadi adalah salah satu lembaga pendidikan tersebut mengalami penurunan jumlah siswa."

dua kementerian yang menaungi lembaga pendidikan ini menjadikan sistem di Indonesia berjalan secara berlainan, yaitu pembedaan antara mata pelajaran umum dengan mata pelajaran agama. Tidak hanya berbeda dalam pemilahan peajaran namun juga dalam tataran operasional antara sekolah yang berada di bawah naungan Kemendikbud dan madrasah yang berada di bawah naungan Kemenag memiliki kebijakannya masing-masing. Kebijakan negara pada bidang pendidikan yang meliputi sistem, kelembagaan, kurikulum, dan proses pendidikan merupakan produk dari berbagai elemen politik yang ada di lembaga legislatif dan eksekutif. Maka tak salah jika pendidikan saat ini disebut sebagai cermin dari politik pendidikan nasional (Djamas, 2009:193). Kebijakan pendidikan dilaksanakan dan dirumuskan berdasar visi dan misi pendidikan. Dalam hal ini, Kemdikbudristek dan Kemenag melaksanakan pendidikan di Indonesia sesuai dengan kebijakan yang mereka keluarkan secara berbeda. Namun dari berbagai kebijakan yang dikeluarkan oleh Kemdikbudristek dan Kemenag tentu masih ada yang tidak selaras atau tidak seimbang, seperti

Majalah Edisi 38

contoh: aturan jarak pendirian sekolah dan madrasah yang jarak antar satu sekolah dengan sekolah lainnya atau satu madrasah dengan madrasah lainnya minimal tiga kilometer. Hal itu diatur pada Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal. Persoalan aturan jarak pendirian sekolah dengan madrasah ini tidak ada peraturan ataupun pedoman yang diberikan oleh pemerintah daerah. Hal ini terlihat pada jarak pendirian sekolah/madrasah tidak ada kesepakatan antara Dinas Pendidikan dan Kemenag, sehingga memicu ketimpangan lembaga pendidikan yang saling berdekatan, ketimpangan yang kerap terjadi adalah salah satu lembaga pendidikan tersebut mengalami penurunan jumlah siswa. Namun Dinas Pendidikan beralasan bahwa penurunan jumlah siswa bukan hanya dari jarak sekolah yang saling berdekatan, tapi bisa juga ada faktor lain yang memengaruhi kondisi tersebut. Selanjutnya dalam kebijakan jadwal Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Pelaksanaan terkait PPDB sekolah merujuk pada Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2017 pada Pasal 55, namun berbeda dengan madra-

sah yang mengacu dengan peraturan yang dibuat Kemenag pusat, dan bukan wewenang dari pemerintah daerah dalam pelaksanaannya. Sehingga dalam pelaksanaan PPDB oleh sekolah yang berada di bawah naungan Kemdikbudristek dengan madrasah yang di bawah naungan Kemenag tidak terlaksana secara bersamaan. Dalam pendidikan umum yang berhadapan dengan pendidikan agama sering menimbulkan insinkronisasi atau kecemburuan pada pengelolaan komponen pendidikan, mulai dari tingkat dasar hingga tingkat pendidikan tinggi. Dan dalam pengelolaannya seperti pengalokasian dana, bantuan buku, penempatan guru, perhatian, pembinaan manajerial, bantuan buku, media pembelajaran, hingga pemberian beasiswa.

Pendirian Sekolah dan Madrasah

Pada Permendikbud Nomor 36 Tahun 2014 tentang Pedoman Pendirian, Perubahan, dan Penutupan Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah mengatur mengenai pokok-pokok dalam peraturan sebagai syarat pendirian dan penutupan satuan pendidikan. Pendirian satuan pendidikan atau mendirikan se21


Laporan Utama kolah baru sama halnya pembukaan satuan pendidikan baru. Terdapat pada Pasal 2 bahwa pendirian dan perubahan satuan pendidikan dasar dan menegah dapat dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah dan Masyarakat. Lalu persyaratan pendirian satuan pendidikan pada Pasal 4 meliputi: hasil studi kelayakan, isi pendidikan, jumlah dan kualifikasi pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana pendidikan, pembiayaan pendidikan, sistem evaluasi dan sertifikasi serta manajemen dan proses pendidikan. Lebih jelasnya terdapat pada BAB II Persyaratan Pendiririan Satuan Pendidikan dan untuk Tata Cara Pemberian Izin Pendirian Satuan Pendidikan pada BAB III. Lalu pada pendirian madrasah yang merupakan penetapan pendirian satuan pendidikan madrasah yang diselenggarakan oleh organisasi berbadan hukum dalam bentuk yayasan/ lembaga/lainnya setelah memenuhi peryaratan adminsitratif, teknis dan kelayakan. Adapun prosedur untuk pendirian madrasah merujuk pada Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam Nomor 1385 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknik Pendirian Madrasah yang diselenggarakan oleh masyarakat 1. Organisasi berbadan hukum

selaku organisasi calon penyelenggara mengajukan proposal pendirian madrassah dengan dokumen persyaratan: administrative, teknis, kelayakan. 2. Proposal pendirian madrasah disampaikan kepada Kepala Kantor Wilayah Kemenag setempat melalui Kepala Kantor kemenag 3. Kepala Kantor Kementrian Agama menugaskan Kepala Seksi Pendidikan Madrasah untuk membentuk tim verifikasi paling sedikit tiga orang yang berantokan dari unsur Seksi Pendidikan Madrasah dan Pengawas Madrasah 4. Tim verifikasi melakukan verifikasi dokumen proposal pendirian madrasah berdasarkan persyaratan yang telah ditentukan 5. Apabila hasil verifikasi dokumen memenuhi persyaratan, maka tim verifikasi dokumen melakukan verifikasi lapangan, jika tidak maka Kepala Kantor Kemenag menyampikan ke organisasi calon penyelenggara. 6. Jika memenuhi maka Kepala Kantor Kemenag memberi rekomendasi ke pendirian madrasah ke Kepala Kantor Wilayah Kemenag memberitahukan hasil verifikasi kepada calon organisasi penyelenggara 7. Berdasarkan rekomendasai dari Kepala Kantor Kemenag, kepala Kantor Wilayah Keme-

Kepala Kantor Kementrian Agama menugaskan Kepala Bidang Pendidikan Madrasah untuk membentuk tim verifikasi palng sedikit tiga orang yang beranggotakan dari unsur Seksi Pendidikan Madrasah dan Pengawas Madrasah. 22

nag mengadakan rapat pertimbangan pemberian izin pendirian madrasah yang melibatkan verifikasi lapangan dan para kepala seksi pendirian madrasah, 8. Kepala bidang pendidikan madrasah dapat melakukan verifikasi lapangan ulang untuk menentukan kelayakan pendirian madrasah. 9. Kepala bidang pendidikan madrasah melaporkan hasil keputusan rapat pertimbangan pemberian izin pendirian madrasah kepada kepala kantor wilayah kementerian agama 10. Apabilan kelengkapan persyaratan pendirian madrasah terpenuhi berdasar hasil keputusan rapat pertimbangan pemberian izin pendirian madrasah, Kepala Kantor Wilayah atas nama menteri agama menetapkan keputusan pemberian izin operasional pendirian madrasah dan piagam pendirian madrasah 11. Apabila kelengkapan persyaratan pendirian madrash belum terpenuhi berdasarkan keputusan rapat pertimbangan penetapan izin pendirian madrasah, kepala kantor wilayah melalui kepala bidang pendidikan madrasah memberitahukan hasilnya kepada organisasi calon penyelenggara. 12. Kepala bidang pendidikan madrasah menyampaikan asli keputusan menteri agama tersebut dan asli Piagam Pendirian Madrash kepada organisasi calon penyelenggara dengan menyampaikan fotokopi salinan keputusan tersebut kepada: kepala kementrian agama setempat dan direktur jenderal pendidikan islam. Dan syarat lembaga pendidikan baru yakni memenuhi


Laporan Utama syarat administratif pendirian madrasah: a. Penyelenggara pendidikan merupakan organisasi berbadan hukum b. Memiliki struktur organisasi, Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) dan pengurus c. Mendapat rekomendasi dari Kepala Kantor Kementerian Agama d. Memiliki kesanggupan untuk membiayai penyelenggaraan pendidikan paling sedikit sampai 1 tahun pelajaran berikutnya. Sumber daya manusia da-

Majalah Edisi 38

lam memenuhi kualifikasi pendirian madrasah, yakni:

Kurikulum

Salah satu komponen penting dalam pendidikan adalah kurikulum. Kurikulum menurut Nasution merupakan suatu perencanaan yang bertujuan untuk melancarkan proses belajar-mengajar di bawah bimbingan dan tanggungjawab sekolah atau lembaga pendidikan beserta staf pengajarnya. Kurikulum merupakan posisi strategis dalam mendeskripsikan visi, misi, dan tujuan pendidikan sebuah bangsa serta kurikulum sebagai sentral muatan nilai

yang ditransformasikan kepada peserta didik. Mengenai kurikulum, masyarakat awam telah mengenal berbagai kurikulum seperti Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA), Kurikulum berbasis Kompetensi (KBK), Kurikulum tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) serta Kurikulum 2013, dengan bergulirnya kurikulum tersebut sering muncul beberapa pihak anekdot dengan bergantinya menteri, maka juga akan berganti kurikulumnya. Hal tersebut diamini oleh pemerhati Universitas Gajah Mada (UGM), yang menyatakan bahwa setiap pergantian menteri akan selalu membawa paket baru di masa kepemimpinannya (Maf, 2013). Pelaksanaan kurikulum oleh Kemenag dan Kemdikbudristek dapat dilaksanakan dalam satu sekolah/madrasah, setidaknya menurut Kemenag, begitupula dengan penguruan tinggi umum/Islam. Universitas Muhammadiyah Ponorogo, misalnya, yang menerapkan kurikulum dari Kemenag untuk Fakultas Agama Islamnya, dan menerapkan kurikulum dari Kemendikbud untuk fakultas umumnya. Selain kurikulum, tenaga pengajar juga terpisah dalam dua naungan, yakni dosen Kemenag (dosen yang di bawah naungan Kemenag) dan dosen Kemdikbudristek (dosen yang berada di naungan Kemdikbudristek) yang dalam kualifikasinya berbeda. Pembedaan naungan kementerian ini tidak hanya terjadi pada perguruan tinggi, sekolah menengah juga Menggunakan sistem yang sama. Meskipun sekolah yang bersangkutan menggunakan sis23


Laporan Utama tem dari Kemdikbud akan tetapi dalam hal pelajaran agama akan mendapatkan bimbingan dan kurikulum dari Kemenag, bukan hanya kurikulum keagamaan saja yang mendapatan bimbingan kemenag, akan tetapi juga guru mata pelajaran agama juga difasilitasi Kemenag. Meskipun, jika dalam satu kelas terdapat lima siswa yang beragama nonmuslim dan bersifat minoritas maka Kemenag akan memfasilitasi guru agama bagi murid yang minoritas ini, “jika ada mata pelajaran agama di sekolah Kristen gurunya juga akan kita bina, dan diberikan kurikulum dari Kemenag Pusat,” tutur Syaikhul Hadi selaku Kepala Kemenag Kabupaten Ponorogo. Kurikulum yang diterapkan oleh sekolah dan madrasah tentu berbeda. Sebuah lembaga pendidikan yang berkategori sekolah sudah pasti akan menganut sistem kurikulum yang diberikan oleh Kemdikbudristek yang dikoordinasi oleh Dinas Pendidikan, sedangkan untuk Lembaga Pendidikan yang berkategori Madrasah akan menganut sistem kurikulum dari Kemenag Pusat yang dikoordinasi oleh Kemenag Provinsi lalu ke Kemenag Kabupaten. Namun, meskipun lembaga pendidikan yang berkategori sekolah yang dibawah naungan Kemdikbudristek terdapat mata pelajaran agama yang notabene, mata pelajaran ini, di bawah naungan dan koordinasi Kemenag mata pelajaran agama akan tetap diberikan dan diatur oleh Kemdikbudristek, “untuk sekolah semuanya tetap dari Kemdikbudristek Pusat,” ungkap Imam Muhlisin selaku Kabid SD Dinas Pendidikan. Hal ini 24

berbeda dengan Syaikhul Hadi yang menyatakan bahwa kurikulum untuk pelajaran agama diberikan oleh Kemenag. Hal itu menunjukan bahwa tidak ada keserasian yang dilakukan oleh kedua lembaga tersebut, Imam Muhlisin menyatakan bahwa memang dari segi peraturan sudah berbeda. Dari beberapa peraturan menunjukkan ketidakserasian antara peraturan Kemenag dan Kemdikbudristek tersebut, seperti pendirian sekolah, kurikulum dan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) serta alokasi dana.

Kurangnya Tenaga Pengajar Agama

Soal tenaga pengajar, terutama bagi guru pendidikan agama minoritas dinilai kurang untuk mencukupi pembelajaran siswa, sehingga siswa yang berbeda sekolah akan mengadakan kegiatan belajar mengajar dengan cara bergabung dalam satu tempat. Seperti halnya SMP Katolik Slamet Riyadi, siswa-siswa dari SMP sekitar Kabupaten Ponorogo akan ikut bergabung di dalamnya dalam pelajaran Agama Katolik, dikarenakan jumlah guru agama katolik hanya satu orang. “Beberapa sekolah yang ada di Slahung, Sampung atau di Pulung bergabung menjadi satu disana, karena gak mungkin kalau satu guru mengajar di sekolah-sekolah yang hanya satu orang saja yang beragama katolik,” ungkap Maria Yustriciasanti selaku Kepala Sekolah SMP Katolik Slamet Riyadi. Kekurangan guru ini menyebabkan beberapa sekolah pada mata pelajaran tertentu terutama mata pelajaran agama

yang pemeluknya minoritas memaksa siswanya bergabung belajar ke sekolah lain. Meskipun tenaga pengajar pada sekolah yang dinanungi oleh Kemdikbud diatur dalam perekruitan CPNS yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah. Namun, kurangnya tenaga pengajar dalam mata pelajaran agama ini, disinyalir karena pemerintah pusat tidak meng-acc kebutuhan yang diajukan oleh Kemenag ataupun Dinas Pendidikan. “Tapi kabar terakhir itu kabupaten Ponorogo sering kali mengusulkan ke pusat tapi belum di acc tapi masalahnya disana saya juga tidak tau, “ tambah Maria. Adanya permasalahan kurangnya guru agama di sekolah, sehingga yang terdaftar guru Katolik sebanyak lima orang se-kabupaten Ponorogo, salah satunya SMAN Ponorogo yang setiap hari berkumpul untuk mata pelajar gabungan. Bahkan saat ini guru PNS di sekolah tersebut sudah tidak ada semenjak DPK (PNS yang diperbantukan) dihapus. Menurut Syaikhul Hadi, mendapatkan pengajaran agama dalam sebuah sekolah merupakan hak yang diperoleh siswa. Walaupun ada siswa non muslim pada suatu sekolah terdapat lima siswa namun, haknya harus tetap terpenuhi. “Jika ada sekolah yang terdapat siswa yang beragama non islam, maka juga berhak mendapatkan pelajaran tentang agamanya.” Jelasnya Zanida Iqra M. (27. 18. 189) Aldian Yoga H. (29. 20. 207)


Liputan Khusus

Gambar: Republika.co.id

Sekolah Swasta Menjamur, Banyak SD Negeri di Ponorogo Tutup Karena Sepi Peminat

P

endidikan merupakan upaya secara terencana dan sadar untuk mewujudkan sumber daya manusia yang aktif mengembangkan potensi diri dalam kehidupan sehari-hari, dengan mempunyai kekuatan spiritual keagamaan, akhlak mulia, kepribadian, karakter, pengendalian diri, dan keterampilan untuk diterapkan di lingkungan masyarakat (UU RI Nomor 20 Tahun 2003). Negara bertanggung jawab untuk memastikan terselenggaranya program pendidikan yang baik. Hal itu

Majalah Edisi 38

adalah amanat konstitusional dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 31 ayat (2) yang berbunyi : “Setiap warga Negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya”. Namun apakah hal tersebut sudah dilaksanakan? Indonesia telah meratifikasi Kovenan Internasional Hak-Hak Ekonomi Sosial dan Budaya dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005, yang mengatur mengenai hak atas pendidikan, khususnya tentang hak atas pendidikan dasar. Ketentu-

an tersebut terdapat dalam pasal 13 ayat (2) yang menyatakan : “Negara-negara pihak pada kovenan ini mengakui, bahwa dengan tujuan untuk mencapai perwujudan sepenuhnya hak ini; (a) Pendidikan dasar harus bersifat wajib dan tersedia secara cuma-cuma bagi semua orang”. Sementara pada Peraturan dari Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 BAB IV Tentang Hak dan Kewajiban Warga Negara, Orang Tua, Masyarakat, dan Pemerintah, Bagian Ketiga Hak dan Kewajiban Masyarakat pada Pasal 8 menyatakan: “Ma25


Liputan Khusus syarakat berhak berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan”. Di Pasal 9 tertulis: “Masyarakat berkewajiban memberikan dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan”. Dengan adanya Pasal tersebut, masyarakat (swasta.red) diberikan izin dan ruang untuk berpartisipasi dan berkontribusi dalam penyelenggaraan pendidikan di wilayahnya. Misalnya dengan mendirikan yayasan atau lembaga pendidikan dan kelompok belajar. Dengan demikian, terdapat dua subjek penyelenggara pendidikan yaitu negara (pemerintah) dan masyarakat (swasta). Kondisi ini memunculkan keuntungan di satu sisi karena terdapat persaingan sehingga masing-masing pihak akan berlomba menawarkan program pendidikan yang bermutu demi menjaring anak didik sebanyak mungkin dengan kualitas sebaik mungkin. Namun disisi lain, yang dapat terjadi adalah pemerintah sebagai pihak yang paling bertanggung jawab atas terselenggaranya pendidikan justru lambat berinovasi dan mulai tertinggal dari lembaga pendidikan swasta yang semakin digandrungi masyarakat karena dianggap lebih berkualitas. Sehingga pemerintah terkesan berpangku tangan dan menyerahkan tugas kepada pihak swasta untuk memberikan sumber daya pendidikan yang lebih bermutu. Terjadi penurunan jumlah pendaftar di Sekolah Dasar Negeri (SDN). Salah satu penyebabnya adalah masyarakat memilih menyekolahkan anak 26

didik ke Sekolah Dasar berbasis Islam milik swasta. Hal ini diperparah dengan berbagai kekurangan dan kendala dari segi infrastruktur beberapa SD Negeri yang kurang mendapat perhatian Dinas Pendidikan setempat. Akhirnya banyak sekolah negeri yang ditutup. Sebagaimana yang terjadi di Kabupaten Ponorogo Jawa Timur. Setidaknya terhitung 10 SD Negeri terancam tutup atau tidak beroperasi kembali karena kekurangan peserta didik, dampak dari kalah saing dengan Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT) atau Madrasah Ibtidaiyah (MI) milik swasta. Selain itu, lebih dari 15 SD Negeri juga diputuskan untuk digabung menjadi satu (regro-

uping) atau merger dengan SD Negeri terdekat juga karena penyusutan jumlah peserta didik. Data yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2016, jumlah SD Negeri di Ponorogo adalah 609 unit dan pada tahun 2020 tersisa 579 unit. Artinya dalam kurun empat tahun ada 30 SD Negeri yang tidak beroperasi lagi. Imam Muslihin, Kepala Bidang Pembinaan SD, Dinas Pendidikan Ponorogo, mengungkapkan bahwa permasalahan yang dialami oleh SD Negeri sudah sangat kompleks dan memang bersifat alami. “Dari data di BPS atau di Dukcapil silahkan dilihat anak-anak kelahiran tahun kemarin dan tahun ini berapa? Semakin turun. Kebijakan


Gambar: Ryan

Liputan Khusus

pemerintah pusat mendukung penutupan,” ungkapnya. Menteri Dalam Negeri mengeluarkan Surat Edaran Mendagri nomor 421.2/2501/ Bangda/1998 tentang Pedoman Pelaksanaan Penggabungan (Regrouping) SD yang menjadi acuan bagi pemerintah daerah untuk terciptanya efektivitas dalam pembelajaran dan pengelolaan pendidikan. SE tersebut juga dianggap sebagai solusi dari permasalahan berupa minimnya jumlah tenaga pengajar dan minimnya daya serap siswa setiap tahun pada sekolah negeri. Lalu mengapa jumlah peserta didik SD Negeri di Ponorogo terus menyusut? Pada Permendikbud Nomor 17 Tahun

Majalah Edisi 38

2017 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru Pada Taman Kanak-Kanak, SD, SMP, SMA, SMK, atau Bentuk Lain yang Sederajat menyebutkan bahwa pada jenjang SD satu rombongan belajar (Rombel) layaknya mencangkup 20-28 peserta didik. Jumlah pagu pada satu kelas adalah maksimal 28 siswa. Penyusutan ini terasa janggal jika melihat pertambahan penduduk Ponorogo yang meningkat. Misalnya pada tahun 2017 penduduk pada kelompok usia 0-4 tahun ada 59.230 balita, di tahun 2018 bertambah menjadi 59.273. Sedangkan pada kelompok usia 5-9 tahun, di 2017 ada 59.127 anak, di tahun 2018 naik menjadi 59.168, data ini dirilis oleh BPS Kabupaten Ponoro-

go berjudul “Ponorogo Dalam Angka (2018) dan (2019)”. Logika sederhananya kebutuhan maksimal 140 siswa untuk setiap sekolah, atau maksimal 60 siswa pada setiap penerimaan ajaran tahun baru bisa tercukupi. Rata-rata SD Negeri hanya mempunyai satu Rombel (kelas) di semua tingkatan kelas. Paling banyak terdapat hanya dua rombel pada tiap tingkatan kelas di satu SDN atau jumlah keseluruhannya adalah 12 rombel. Sedangkan SD swasta rata-rata memiliki lebih dari dua rombel pada tiap tingkat kelas, karena maksimal jumlah Rombel untuk satu sekolah adalah 24. “Untuk rombel kita ketat, misalkan dia (sekolah) tidak punya sarana prasarana, maka tidak mungkin untuk menambah rombel,” tuturnya. Persoalan lain muncul karena penyelenggaraan pendidikan di bawah naungan Kementerian Agama (Kemenag) mempunyai aturan induk tersendiri, tidak mengacu kepada aturan Kemendikbud. Dari segi pembiayaan, kata Imam Muslihin, sekolah swasta memang cenderung lebih mudah untuk memperoleh sumber pembiayaan, Mereka mendapatkan pendanaan dari program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan iuran wali siswa. Sementara untuk SD Negeri mempunyai aturan yang ketat terkait pungutan iuran dari wali siswa. “Ya, memang SD (Negeri) sumber utamanya adalah BOS, dan untuk memungut kepada orang tua siswa itu juga sulit, karena banyak aturan tidak boleh memungut. Boleh pun dengan syarat-syarat tidak ada 27


Liputan Khusus ketentuan jumlah yang ditentukan (pungutan), terus tidak ada waktu yang ditentukan, kan sulit juga,” jelasnya. Sekolah swasta dinilai lebih leluasa dalam hal aturan, pembangunan infrastruktur, gaji guru honorer, dan pembiayaan lain. Berbanding terbalik dengan kondisi SD Negeri. Dengan kenyataan bahwa setiap satu siswa SD Negeri atau swasta berhak atas dana BOS senilai total Rp 900.000,- per tahun, maka semakin sedikit jumlah siswa di sekolah tertentu, sumber pembiayaan untuk sekolah yang bersangkutan juga berkurang. Hal demikian juga yang menyebabkan jumlah SD Negeri di Ponorogo semakin berkurang setiap tahun karena ditutup. Keputusan untuk menutup SD Negeri juga mempertimbangkan kondisi dari wilayah sekitar sekolah tentang ketersediaan sumber daya manusia sebagai calon peserta didik. “Boleh-boleh saja ditutup, kalau memang potensinya tidak ada tambah kasihan nanti siswanya. Kalau sudah kecil (jumlah siswa) dipertahankan juga tidak bisa, dari sumbernya dan potensi di sekitarnya sudah tidak ada,” tutur Imam (08/11/2021). Di wilayah Ponorogo, sekolah berbasis Islam di bawah naungan Kemenag terdiri dari 94% MI dimiliki oleh pihak swasta, sisanya 6% berstatus negeri. Menurut keterangan dari Marjuni, Kepala Seksi Pendidikan Madrasah Kemenag Ponorogo, terdapat banyak kendala dalam mendirikan sekolah negeri. “Karena untuk mendirikan MIN (Madrasah Ibtidaiyah Negeri) persyaratan dan mekanisme le28

“Boleh-boleh saja ditutup, kalau memang potensinya tidak ada tambah kasihan nanti siswanya. Kalau sudah kecil (jumlah siswa) dipertahankan juga tidak bisa, dari sumbernya dan potensi di sekitarnya sudah tidak ada,”

bih sulit, karena menyangkut aset tanahnya harus atas nama Kemenag. MIN 1 sampai 6 Ponorogo itupun sejarahnya adalah lembaga swasta yang dinegerikan,” dia menjelaskan. Menanggapi permasalahan dewasa ini berkaitan dengan pertumbuhan MI swasta yang juga seirama dengan tutupnya SD Negeri, Marjuni mengatakan bahwa sudah ada koordinasi sebelumnya dengan dinas terkait. “Biasanya jika ada permasalahan pendirian SD/MI maka kita koordinasikan dengan Dinas Pendidikan, saling memberi koreksi dan masukan,” katanya. Masih menurut Marjuni, komunikasi dan koordinasi telah dilakukan bersama dengan pihak-pihak terkait ketika ada rencana pendirian unit sekolah baru. “Pernah, biasanya terkait jarak dan rasionalisasi calon peserta didik dalam suatu tempat,” ungkapnya (23/12/2021).

Sekolah Dasar (SD) Negeri Di Ponorogo Semakin Redup

Berdasarkan data yang dihimpun oleh Badan Pusat Statistik (BPS) dalam bentuk buku publikasi dengan judul “Potret Pendidikan Indonesia, Statistik Pendidikan 2019” mengenai sarana dan prasarana sekolah dasar di Indonesia, dinyatakan bahwa jumlah ruang kelas dengan kondisi baik di SD swasta mencapai 46,17%. Sedangkan jumlah ruang kelas di SD Negeri hanya 24,57% yang kondisinya baik. Dengan dalih efisiensi alokasi anggaran untuk sektor pendidikan, pemerintah seakan menyediakan karpet merah kepada swasta yang berlomba mendirikan lembaga pendidikan. Sebagaimana kita ketahui bahwa untuk merenovasi infrastruktur sekolah yang mengalami kerusakan atau untuk membangun infrastruktur


Liputan Khusus baru, membutuhkan dana yang besar. Dengan kondisi semakin berkurangnya jumlah SD Negeri dan diiringi terus bertambahnya sekolah dasar milik swasta, secara tidak langsung pemerintah membebankan sebagian kebutuhan anggaran perbaikan infrastruktur itu kepada pihak swasta melalui pungutan dari wali murid. Padahal masyarakat telah membayar pajak yang sebagiannya juga dialokasikan untuk anggaran pendidikan. Laporan berjudul “Potret Pendidikan Indonesia, Statistik Pendidikan 2020”, persentase jumlah SD Negeri 88,25% dan swasta 11,75%. Dengan persentase jumlah peserta didik 85,80% di SD Negeri, sedangkan di SD Swasta 14,20%. Sebelumnya, pada tahun 2018/2019 peserta didik di SD swasta 13,63% dari keseluruhan siswa sekolah dasar di Indonesia. Hal ini menunjukkan SD Swasta mengalami kenaikan jumlah siswa yang cukup signifikan. Di Jawa Timur total jumlah SD 19.285, dengan 90,26% didominasi oleh SD Negeri dan si-

“Kabar-kabar mau ditutup itu beberapa tahun lalu, tapi kok sampai sekarang bahkan realisasinya belum ya, gak ada. Baru saja ini malah mendapat penghargaan dari Pemerintah Pusat (atas) ‘Sekolah Bermutu Baik, Kurang Sanitasi,” Majalah Edisi 38

sanya 9,74% milik swasta. Jumlah peserta didik sekolah dasar secara keseluruhan sebanyak 2.788.850 dengan persentase 13,62% atau 379,700 siswa yang belajar di SD Swasta. Di Kabupaten Ponorogo sendiri terdapat (SD) dan (MI). Total keseluruhan Sekolah Basic (SD/MI) ada 694 unit, dengan 19% di antaranya adalah sekolah milik swasta. Kebijakan untuk pendidikan SD merupakan wewenang dari Dinas Pendidikan (Dindik) di bawah Kemendikbud Ristek, sedangkan MI menjadi tanggung jawab Kemenag. Dari sekian ratus unit SD tersebut terdapat banyak sekolah yang sudah ditutup. Dikutip dari laman bkpsdm.ponorogo. go.id daftar sekolah yang ditutup yakni SDN 2 Ngumpul Kecamatan Balong, SDN 2 Slahung Kecamatan Slahung dan SDN 2 Bedingin Kecamatan Sambit pada tahun 2016. Sepanjang Tahun Ajaran Baru 2018/2019, Dindik mencatat ada 8 SD di Ponorogo yang ditutup, yaitu SDN 1 Karangpatihan, SDN 1 Carat, SDN 2 Bangunsari, SDN 2 Surodikraman, SDN 3 Singgahan, SDN 1 Tajug, SDN 2 Sooko, dan SDN 2 Gegeran. Selain itu terdapat 9 SD yang di-regrouping, yaitu SDN 1 Purwosari, SDN 2 Japan, SDN 2 Singosaren, SDN 1 Keniten, SDN 2 Plunturan, SDN 2 Karanglo Lor, SDN 1 Ngasinan, SDN 3 Sumoroto dan SDN 2 Duri. Di tahun 2020 lalu, terdapat enam sekolah yang ditutup yaitu SDN 1 Poko, SDN Mangunsuman, SDN Patihan Kidul, SDN 2 Karanglo Lor, SDN 2 Duri, dan SDN 1 Glinggang. Di awal tahun 2021 SDN Jonggol dan SDN Wa-

gir Lor ditutup. Beberapa sekolah dasar berbondong-bondong mengajukan permintaan penutupan, karena tak mampu menanggung biaya operasional. Namun perlu diketahui bahwa penyebab dari penutupan SD Negeri ini dipengaruhi oleh berbagai faktor. Misalnya yang terjadi di SDN 2 Banyudono yang hanya mempunyai 22 siswa. Sedangkan tetangganya, yakni SDN 1 Banyudono memiliki 47 siswa. Sementara dua sekolah ini berjarak kurang dari satu kilometer. Sasetianing Tyashadi Susilaningsih selaku Kepala Sekolah SDN 2 Banyudono masih menunggu terealisasinya penutupan di SD yang ia pimpin saat ini. “Kabar-kabar mau ditutup itu beberapa tahun lalu, tapi kok sampai sekarang bahkan realisasinya belum ya, gak ada. Baru saja ini malah mendapat penghargaan dari Pemerintah Pusat (atas) ‘Sekolah Bermutu Baik, Kurang Sanitasi,” ungkap Susilaningsih yang saat ini juga menjabat sebagai Plt. Kepala Sekolah SDN Cokromenggalan. SDN 1 Cokromenggalan telah lama tutup sebab digabung dengan SDN 2 Cokromenggalan. Namun dalam perjalanannya, SDN 2 Cokromenggalan juga masih kekurangan siswa, padahal sudah di-regrouping dengan SDN 1 Cokromenggalan. Alasan lainnya menurut Igut Istrijah, Kepala SDN 2 Keniten, lembaga yang ia pimpin diusulkan untuk digabung dengan SDN 1 Keniten, namun terkendala akibat regulasi tugas pengawas pada lembaga pendidikan. “Setiap Pengawas itu harus punya sekolah binaan se29


Liputan Khusus puluh (unit), kalau sekolah itu (SDN 1 Keniten) ditutup, nanti jatah daerah binaannya pengawas jadi kurang. Harus mencari ke luar kota, apalagi murid SDN 1 Keniten masih ada banyak,” paparnya. Pada kasus yang lain, crew aL-Millah mencoba menghubungi Mantan Kepala Sekolah SDN 2 Bangunsari berkaitan dengan faktor yang menyebabkan SD tersebut ditutup pada tahun 2018. Namun ia enggan memberikan keterangan terkait tutupnya sekolah yang ia pimpin dengan alasan tidak mempunyai wewenang untuk menjawab. Kami diminta untuk mencari informasi secara langsung ke Dinas Pendidikan Ponorogo (01/11/2021).

Faktor Penyebab Penutupan Permanen dan Regrouping (Merger) Sekolah Dasar

Crew aL-Millah telah menghimpun, menganalisis dan mengelompokkan berbagai faktor yang mempengaruhi kebijakan regrouping atau penggabungan beberapa sekolah dasar dan kebijakan menutup permanen sekolah dasar. Kami meninjau langsung kondisi di beberapa

sekolah. Dari berbagai alasan itu kami kelompokkan menjadi beberapa faktor. Pertama, faktor penurunan jumlah penduduk. Hal ini berkaitan dengan jumlah angka kelahiran. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Ponorogo, penduduk pada usia 0-14 tahun sepanjang tahun 2010-2018 terdapat penurunan signifikan. Angka kelahiran yang terus merosot ini berdampak terhadap jumlah siswa di setiap kelas di daerah tertentu. Dengan demikian, tiap masing-masing wilayah desa/kelurahan jumlah penduduknya tidak sama, terlebih persebaran penduduk di kelurahan yang berada di pusat kabupaten. Walaupun jumlah penduduk usia anak terus menurun, di lain sisi justru pertumbuhan SD atau MI milik swasta semakin bertambah. Kedua, faktor pemberlakuan kebijakan zonasi Sekolah yang termaktub dalam Permendikbud Nomor 44 Tahun 2019 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru. Penerimaan siswa dari jalur zonasi minimal 50% dari daya tampung sekolah. Untuk jalur afirmasi paling sedikit 15% dari daya tampung sekolah, dan untuk jalur perpindahan tugas

orang tua/wali paling banyak 5%. Jika masih terdapat sisa kuota, pemerintah daerah dapat membuka jalur prestasi hingga jumlah maksimal 30%. Dengan demikian, sekolah diminta memprioritaskan peserta didik baru yang memiliki kartu keluarga atau surat keterangan domisili dalam satu wilayah kabupaten/kota yang sama dengan sekolah asal. Padahal, jumlah anak pada setiap wilayah desa/kelurahan juga tidak sama. Apakah Lembaga Pendidikan Dasar Swasta juga menerapkan zonasi seperti halnya SDN? Ketiga, faktor jarak antar sekolah. Di wilayah kabupaten Ponorogo terdapat 307 Desa/ Kelurahan dengan 21 Kecamatan. Jarak antar sekolah satu dengan yang lain di setiap desa rata-rata kurang dari dua kilometer. Sekolah yang saling berdekatan juga menjadi persoalan untuk saat ini. Hal itu berkaitan dengan tata letak yang kurang strategis dan kesesuaian dengan jumlah anak-anak di setiap wilayah desa. Wanto, seorang guru kelas di salah satu SDN di Ponorogo menunjukkan tata letak SDN-nya yang kurang strategis, sebelah selatan terhalang oleh

“Kalau sekolah itu mau diminati, maka harus punya nilai jual yang tinggi. Dengan prestasi-prestasi, kegiatan-kegiatan menarik. Jadi, kalau nilai jualnya gak ada, kepercayaan disitu gak ada,”

30


jalan protokol. “Kan, gak mungkin sekolah di SD 1 Banyudono. Jalurnya jalan besar, yang dekat ya SDN 1, 2, dan 3 yang di dekat situ (SD Mangkujayan. Red),” ungkapnya. Tak berbeda jauh, SD dan MI yang memiliki jarak kurang dari 500 meter juga berdampak bagi eksistensi satu sama lain. Seperti SDN 1 Mangunsuman yang hanya berjarak sekitar 20 meter di utaranya terdapat MI Ma’arif. Di tempat lain, letak SDN 2 Banyudono juga dekat dengan sekolah MI yang berjumlah empat unit di sebelah timurnya. Lokasi bangunan-bangunan itu hanya berjarak kurang dari radius 500 meter. Imam Muslihin juga menerangkan bahwa semua kebijakan dan keputusan memiliki dampak yang tidak bisa dihindari. “Ya, itulah konsekuensinya dari sekolah-sekolah negeri ya seperti itu,” katanya. Keempat, faktor citra sekolah dan kualitas pendidikan. kualitas dari SDN yang dinilai

Majalah Edisi 38

stagnan atau bahkan menurun salah satunya disebabkan karena pendanaan dari pemerintah yang dirasa elum cukup untuk meningkatkan program belajar sebagaimana yang sudah dilakukan oleh SD Swasta. Kualitas pendidikan yang stagnan akan menghasilkan peserta didik yang tidak kompetitif antara satu dengan yang lain. Sedangkan sekolah yang telah memiliki citra di masyarakat sebagai sekolah favorit karena kualitas pendidikan dan siswanya akan tetap diminati oleh para orang tua calon peserta didik. Di samping itu, karena memilih sekolah untuk sang buah hati adalah hak prerogatif dari orang tua dan siswa itu sendiri, maka sekolah yang sudah kekurangan siswa akan terancam semakin tidak diminati oleh para orang tua calon peserta didik. Mujiadi, Kepala SDN 1 Nologaten mengatakan bahwa lembaga pendidikan juga harus berusaha untuk meyakinkan masyarakat sekitarnya dengan

kualitas sekolah yang baik. “Kalau sekolah itu mau diminati, maka harus punya nilai jual yang tinggi. Dengan prestasi-prestasi, kegiatan-kegiatan menarik. Jadi, kalau nilai jualnya gak ada, kepercayaan disitu gak ada,” katanya. SDN terkadang tidak mampu menampung jumlah siswa lebih banyak dari pertumbuhan penduduk. Persoalan daya tampung yang terbatas itu salah satunya karena sumber pendanaan SDN juga terbatas, murni dari pemerintah tanpa adanya pungutan wali murid sebagaimana di sekolah swasta. Maka, program pembangunan gedung untuk menambah ruangan kelas juga sangat terbatas. Ditambah lagi, menjamurnya sekolah swasta mau tidak mau akan mengurangi “jatah” alokasi dana pendidikan (BOS) untuk SDN. Perlu diketahui, indikator kualitas dari pendidikan itu diamati dari proses pembelajaran, sarana prasarana, keuangan lembaga, sumber daya manusia, 31

Gambar: Ryan

Liputan Khusus


Liputan Khusus kurikulum studi, kesiswaan, dan sebagainya (journal.uii. ac.id). Kelima, faktor tenaga guru. Jumlah tenaga pendidik terus menurun karena setiap tahun banyak guru yang telah purna tugas. Pengawas pendidikan di tingkat SDN pun banyak yang telah pensiun. Akibatnya pengawasan terhadap perkembangan SDN dalam meningkatkan kualitas juga terpengaruh. Dikutip dari republika.co.id (19/01/2021) Kabupaten Ponorogo kekurangan hampir 2.800 guru ASN per tahun 2021. Di samping itu, proses pendaftaran tenaga pendidik masih dinilai berbelit-belit. Jumlah ini sangat timpang dengan angka guru honorer se-Jawa Timur yang berjumlah 35.000 orang. Solusi yang diberikan pemerintah tercantum dalam Peraturan Presiden (Perpres) nomor 98 tahun 2020 yang salah satunya mengatur seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K). Imam Muslihin juga mengatakan bahwa dengan anggaran biaya yang kurang maka tidak mungkin untuk mendatangkan guru honorer di SDN yang kekurangan tenaga pengajar. “Ya, itulah konsekuensinya dari sekolah-sekolah negeri seperti itu,” katanya. Keenam, faktor tren pendidikan islami. Jumlah Sekolah Dasar Swasta terus meningkat dengan label sekolah berbasis Islami seperti Madrasah Ibtidaiyah Terpadu (MIT), Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT), Pesantren Terpadu dan sebagainya. Orang tua yang menaruh perhatian lebih pada pendidikan agama, moral dan etika pada akhirnya lebih memilih 32

“Dulu kalau sekolah di MI, malah dianggap aneh. Tapi hari ini trennya berubah. Tapi SD favorit yang lebih murah juga sangat cocok untuk perkembangan anak, karena mereka masuknya pagi sampai siang. Waktu sore pun bisa digunakan untuk ke TPQ,”

menyekolahkan anak-anaknya ke sekolah-sekolah tersebut daripada SDN. Sedangkan SDN semakin berkurang peminatnya karena dirasa mengalami penurunan kualitas dan program belajarnya yang kurang menarik dan inovatif untuk kebutuhan anak-anak di era sekarang. Tintin Susilowati Kepala Jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI), Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FATIK), IAIN Ponorogo menanggapi hal demikian dengan menyatakan bahwa itu adalah problematika hari ini. Eksistensi SD/MI yang meningkatkan nilai-nilai religius atau pendi-

dikan keagamaan menjadi daya tarik untuk para wali murid. “Dulu kalau sekolah di MI, malah dianggap aneh. Tapi hari ini trennya berubah. Tapi SD favorit yang lebih murah juga sangat cocok untuk perkembangan anak, karena mereka masuknya pagi sampai siang. Waktu sore pun bisa digunakan untuk ke TPQ,” terangnya. Ketujuh, faktor ekonomi. Ketimpangan pendidikan antar kelompok ekonomi bawah dan atas semakin terasa. Apalagi memperoleh pendidikan dasar yang harusnya murni gratis, ternyata tidak selalu diimbangi dengan kualitas sekolah yang


Liputan Khusus bermutu. Jurang persoalan ini semakin lebar seiring dengan pertumbuhan sekolah swasta yang dinilai mempunyai daya tawar dan daya saing yang lebih kompetitif dalam hal peningkatan mutu pendidikan peserta didik. SDN non-favorit semakin tidak diminati, sementara SDN favorit dituntut bersaing dengan sekolah-sekolah swasta yang terus bertumbuh. SD Swasta menawarkan biaya lebih tinggi tapi diimbangi dengan pelayanan dan kualitas anak didik yang dinilai lebih kompetitif. Hal ini terlihat ketika banyak orang tua yang tetap memilih SD/MI Swasta meski harus membayar lebih mahal daripada SDN. Orang tua memilih SD Swasta yang memiliki sarana dan prasarana yang baik, tenaga guru yang profesional, dan program studi yang mampu memfasilitasi minat, bakat, dan potensi diri para peserta didik.

Dinamika Kualitas dan Wacana Baru Pendidikan

Transformasi dari bentuk lembaga pendidikan akhir-akhir ini lebih menekankan pada nilai-nilai pendidikan agama. Antusiasme dari pihak orang tua sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dari sekolah berlabel pendidikan agama milik swasta. Walaupun demikian, SDN yang sudah memiliki citra sebagai sekolah favorit tidak terlalu terdampak atas strategi lembaga pendidikan swasta yang seperti itu. Masyarakat menilai SD favorit mempunyai nilai plus tersendiri terhadap kualitas siswa dan mutu lulusan sekolah tersebut. Rini, salah satu wali murid SDN Kepuhrubuh menjelaskan

Majalah Edisi 38

bahwa alasannya menyekolahkan sang anak di sekolah negeri adalah karena hal demikian merupakan sesuatu yang lumrah di sekitar tempat tinggalnya. Biaya sekolah yang rendah, cukup sepadan dengan penghasilan dari pekerjaan sehari-harinya. Selain itu, jarak SDN itu terhitung dekat dengan rumahnya. “Saya sekolahkan anak saya di situ karena tidak jauh dari dusun. Kalau toh saya sekolahkan ke swasta mungkin jarak dan biaya akan berpengaruh,” ujarnya. Berbeda dengan Aris, salah satu wali murid SD Qurotu A’yun. Dia menerangkan penyebab ia tidak menyekolahkan anaknya ke SDN bukanlah karena faktor biaya namun lebih memilih kualitas pendidikannya. “Alasan saya memilih menyekolahkan anak saya di sekolah swasta dan tidak memilih sekolah negeri karena faktor kualitas pendidikan. Dilihat dari kualitas pendidikan pada tingkat dasar terutama pada sekolah negeri yang biasanya memiliki kualitas pendidikan dibawah sekolah swasta,” ungkapnya. Uswatun yang anaknya disekolahkan di MI Mayak mengungkapkan betapa pentingnya materi pendidikan agama di era ini. “Di zaman sekarang kalau tidak ada tambahan pelajaran agama untuk diajarkan malah timbul pengaruh negatif,” ungkapnya. Tak heran ia memilih sekolah MI tidak lain agar anaknya memiliki kualitas diri sesuai nilai agama. Perihal biaya bulanan atau SPP sekolah ia tidak terlalu mempersoalkan demi masa depan anaknya. Berbagai faktor yang telah disebutkan di atas menunjuk-

Saya sekolahkan anak saya di situ karena tidak jauh dari dusun. Kalau toh saya sekolahkan ke swasta mungkin jarak dan biaya akan berpengaruh

33


Liputan Khusus

“Nanti ini akan dibuat Perbup (Peraturan Bupati) tentang ekstrakurikuler pendidikan agama. Sebentar lagi akan diluncurkan. Drafnya sudah jadi untuk di sekolah negeri, SD, SMP,”

kan kompleksitas persoalan yang tidak mudah untuk diselesaikan. Persepsi orang tua terhadap kualitas pendidikan di SDN yang stagnan atau bahkan menurun karena minim inovasi turut mempengaruhi tingkat kepercayaan masyarakat kepada pemerintah sebagai penyedia pendidikan. Pemerintah semestinya memberikan pemenuhan hak setiap warganya untuk memperoleh jaminan pendidikan yang berkualitas. Marjuni, Kepala Seksi Madrasah mengatakan dengan tegas bahwa Kemenag tetap melakukan komunikasi dan koordinasi dengan pihak Dinas Pendidikan tentang persoalan diatas. Ia berkilah, masyarakat berhak memilih untuk menyekolahkan anak-anak mereka di mana pun. “Komunikasi memang senantiasa dilakukan, tapi memang masyarakat lebih memilih MI atau SD terpadu untuk pendidikan dasar anaknya dari pada SDN. Dan memang animo masyarakat untuk menyekolahkan anaknya ke SDN semakin berkurang. Masyarakat memilih ke MI atau SD Swasta,” tuturnya. Pertumbuhan sekolah swasta di bawah naungan Kemenag juga turut berperan atas berkurangnya siswa di SD Negeri, apalagi dengan rombongan 34

belajar yang lebih banyak. Lalu, langkah apa yang diambil oleh Dinas Pendidikan? Dinas Pendidikan Kabupaten Ponorogo sedang merancang aturan yang rencananya akan dijadikan Peraturan Bupati (Perbup). Wacana dalam Perbup juga mengatur terkait tambahan pelajaran keagamaan pada SD. Apakah hal ini merupakan jawaban atas dinamika persoalan di atas? Kembali kepada indikator pendidikan kita yang menjelaskan bahwa jaminan mutu atas kualitas pendidikan harus diberikan sebaik-baiknya kepada semua murid untuk pendidikan dasar dan tingkat selanjutnya. “Nanti ini akan dibuat Perbup tentang ekstrakurikuler pendidikan agama. Sebentar lagi akan diluncurkan. Drafnya sudah jadi untuk di sekolah negeri, SD, SMP,” terang Imam. Melihat kondisi saat ini, jumlah distribusi guru dan pemerataan pendidikan masih belum maksimal. Pada setiap SD Negeri hanya terdapat satu guru agama. Mempertimbangkan animo masyarakat yang menggandrungi sekolah dasar dengan label pendidikan agama, SDN di Ponorogo mengambil langkah dengan menerapkan tambahan materi pendidikan agama Islam. SDN mendatang-

kan tenaga pendidik dari pihak luar, misalnya ustaz atau ustazah dari pondok pesantren untuk memberi tambahan materi pendidikan agama. Ketimpangan soal SDM atau kekurangan tenaga pendidik ini terlihat kontras dengan kebijakan lembaga-lembaga pendidikan baik negeri maupun swasta yang berlomba-lomba membangun gedung sekolah yang megah. Padahal, dengan mempertimbangkan kondisi zaman teknologi semakin canggih yang memungkinkan masyarakat untuk belajar secara daring, masihkah relevan kita terus menanam dan meninggikan rangka beton bertingkat tapi tanpa diimbangi mengutamakan perbaikan kualitas sumber daya manusianya?

Riyan Fergi Zakaria (28. 19. 203) Atania Muna Mufidah (29. 20. 210) Mukhammad Miftakhul Huda (Crew)


Khazanah Manifestasi Konsep Pendidikan Ki Hadjar Dewantara: Revitalisasi Marwah Pendidikan Indonesia

Majalah Edisi 38

tidak terpadu atau tidak sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan anak didik, maka kehidupannya menjadi tidak terarah sehingga esensi tujuan pendidikan tidak akan tercapai. Berawal dari poses pendidikan, anak didik dibentuk bagaimana cara berpikir, bersikap serta berperilaku yang baik dan benar. Sehingga pendidikan bisa dikatakan sebagai proses pengembangan untuk mereka mampu memperoleh kebijaksanaan. Kemudian dari kebi-

Ilustrasi : Aldian

P

eran pendidikan dalam proses perkembangan manusia dari usia kanak-kanak hingga dewasa merupakan suatu yang sangat penting. Sejalan dengan itu, pendidikan harus dilakukan dengan cara yang baik, benar, terpadu, dan sesuai dengan perkembangan serta kebutuhan anak. Sebab pengaruh pendidikan menjadi penentu atas cara pandang anak didik dalam menjalani dan memaknai kehidupan. Apabila pendidikan itu

35


jaksanaan tersebut anak didik akan menjadi manusia yang arif secara pola pikir dan tindakannya. Berdasarkan amanat negara yang termaktub pada UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal 3 dijelaskan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Diharapkan anak didik dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan lahir maupun batin. Tentu dalam implementasinya, pendidikan dapat mengolah dan membantu anak didik untuk mengembangkan potensi-potensi yang dimiliki. Selain itu, dalam menyempurnakan pendidikan yang sesuai dengan karakter bangsa 36

Indonesia, maka pada anak didik juga ditanamkan jiwa yang religius. Sehingga generasi kedepannya akan menjadi manusia beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, bertanggung jawab, dan menjadi warga negara yang demokratis sesuai dasar negara. Dari interpretasi pendidikan menurut amanat undang-undang secara eksplisit memberi pemahaman tujuan pendidikan nasional adalah untuk mengembangkan dan membentuk karakter anak didik yang kemudian dapat diwujudkan di kehidupan nyata. Adapun mengenai karakter anak Indonesia, saat ini pada faktanya belum sepenuhnya sesuai dengan apa yang menjadi cita-cita Indonesia merdeka. Data statistik perbuatan

kriminal di laman bps.go.id menggambarkan tingkat kasus kejahatan di Indonesia selama tahun 2019 sebanyak 269.324 kasus. Selain itu, dilansir aptika. kominfo.go.id mengungkapkan kasus terbanyak adalah anak berhadapan hukum (ABH) sebanyak 12.367 kasus. Diikuti keluarga dan pengasuhan alternatif sebanyak 7.047 kasus. Hal ini juga diperjelas dalam kasus anak pada semester pertama 2018 yang dapat dilihat di laman news.detik.com, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) telah menangani sebanyak 1.885 kasus, antara lain anak menjadi korban konsumsi narkoba atau bahkan menjadi pengedar, pencurian, hingga perbuatan asusila. Berkaca dari fenomena di atas, menandakan bahwa proses pendidikan di lapangan

Gambar: Wikipedia

Khazanah


Khazanah

Sehingga wujud pendidikan tidak hanya untuk kepentingan individu saja, namun pendidikan juga penting dan berpengaruh pada hubungan individu dengan sesama manusia

masih banyak yang perlu dievaluasi. Dapat disimpulkan data tersebut mempunyai hukum kausalitas, sebab-akibat. Dapat ditangkap bahwa penerapan pendidikan di lapangan terjadi dehumanisasi. Seperti yang dilansir pada laman kpai.go.id, KPAI mencatat selama bulan April sampai Juli 2018, bidang pendidikan melakukan penanganan dan pengawasan kasus pelanggaran hak anak sebanyak 33 kasus, yang terdiri dari: (1) anak korban kebijakan sebanyak 10 kasus (30,30 persen); (2) pungli di sekolah sebanyak 2 kasus atau 6,60 persen; (3) tidak boleh ikut ujian sejumlah 2 kasus ( 6,60 persen); (4) Penyegelan sekolah sebanyak 1 kasus (3,30 persen); (5) anak putus sekolah dan dikeluarkan dari sekolah sejumlah 5 kasus (15 persen); dan kasus tertinggi adalah anak korban kekerasan/bully sebanyak 13 kasus (39 persen). Selain itu di situs resmi KPAI juga menyatakan dalam kurun waktu sembilan tahun, dari 2011 sampai 2019 perilaku perundungan

Majalah Edisi 38

(bullying) baik di pendidikan maupun sosial media, angkanya mencapai 2.473 laporan dan cenderung terus meningkat.

Pendidikan Humanisme Menurut Ki Hadjar Dewantara

Untuk mengaktualisasikan tujuan pendidikan yang berdasarkan amanat negara Indonesia, perlu namanya pendidikan dengan nilai humanistik. Sebab manusia sebagai makhluk sosial, hidupnya tidak bisa lepas dengan individu yang lainnya. Sehingga wujud pendidikan tidak hanya untuk kepentingan individu saja, namun pendidikan juga penting dan berpengaruh pada hubungan individu dengan sesama manusia. Oleh karena itu, diperlukan konsep pendidikan yang adaptif, dianalogikan seorang petani bertugas merawat sesuai dengan kebutuhan tanamannya. Setiap jenis tanaman mempunyai cara perawatan masing-masing. Begitu pula pendidik harus bisa melayani segala bentuk kebutuhan metode belajar

(berorientasi pada anak) yang memberikan kebebasan kepada anak didik untuk mengembangkan ide, berpikir kreatif, mengembangkan minat dan bakat siswa (merdeka belajar). Tetapi kebebasan itu bukan berarti kebebasan mutlak. Perlu tuntunan dan arahan dari pendidik supaya anak tidak kehilangan arah, sesuai dengan kearifan lokal dan menjauhi perilaku yang membahayakan dirinya. Hal tersebut yang menjadi rumusan Ki Hadjar Dewantara dalam melahirkan gagasannya mengenai konsep pendidikan yang sesuai dengan kearifan lokal di Indonesia. Ki Hadjar Dewantara dengan nama asli Raden Mas Soewardi Soeryaningrat tersebut menjadi pelopor pendidikan untuk masyarakat Indonesia pada masa kolonial Belanda di wilayah Yogyakarta. Menurutnya pendidikan itu bagian sentral dan fundamental untuk gerakan perjuangan dalam segala ranah kehidupan manusia. Keyakinannya kemudian dimanifestasikan dengan mendidirikan sarana pembelajaran yang disebut Taman Siswa 37


Khazanah dan diabadikan dalam buku Ki Hajar Dewantara jilid I Pendidikan dan jilid II Kebudayaan. Di Taman Siswa, Ki Hadjar Dewantara mengungkapkan gagasan utama tentang konsep pendidikan yang mempunyai unsur kearifan lokal bangsa Indonesia. Adapun tiga semboyan ideal bagi seorang pendidik dan lembaga pendidikan yakni; pertama, Ing Ngarsa Sung Tuladha, artinya pendidik menjadi teladan yang baik dan benar. Ia harus pantas digugu dan ditiru dalam setiap perkataan dan perbuatan. Kedua, Ing Madya Mangun Karsa, artinya pendidik menjadi fasilitator dan dapat memberi motivasi kepada anak didik. Hal ini supaya dalam diri anak didik dapat terbangun semangat untuk berkarya. Ketiga, Tut Wuri Handayani, artinya pendidik menuntun, menopang dan menunjukkan arah yang benar bagi hidup anak didiknya. Konsep Ing ngarso sung tuladha, Ing madya mangun karsa, Tut wuri handayani tesebut menjadi karakteristik pendidikan yang bersifat pedagogi, yakni Momong, Among dan Ngemong. Interpretasi dari esensi pendidikan itu mempunyai karakteristik mengasuh. Sistem among ini mengedepankan prinsip kodrat hidup seorang anak, yakni kodrat anak didik yang meliputi suatu kemampuan yang dimiliki oleh anak didik atau bisa disebut sebagai potensi anak didik. Potensi anak ini terwujud sebagai minat bakat anak yang kemudian perkembangan dan kemajuannya dicapai berdasarkan seberapa besar potensi itu berhasil diasah dan diaplikasikan dalam kehidupan. Artinya, 38

dalam merespon minat dan bakat anak tersebut harus terealisasi dalam pendidikan. Maka kemudian muncul istilah asah, asih dan asuh di Taman Siswa. Asah yang berarti mendidik, tidak hanya menyampaikan materi pelajaran saja, tapi juga membentuk karakter anak melalui proses pembelajaran. Asih artinya mencintai, yang berarti antara pendidik dan anak didik tidak ada rasa saling benci dan tentu mencintai kedamaian. Hal ini juga harus direalisasikan dalam dunia pendidikan. Sedangkan asuh artinya membina, yang berarti pendidik sebagai fasilitator harus bisa membimbing anak ke arah pengamalan karakter dari nilai-nilai bangsa. Pendidik harus bisa memberi suri teladan sekaligus menumbuhkan nilai cipta, rasa dan karsa anak didik. Bagaimanapun, bagian dari tugas pendidikan adalah mengajarkan dan membangun unsur daya cipta, karsa dan rasa agar potensi anak didik dapat tumbuh maksimal. Pertama, daya cipta merupakan aspek yang berhubungan dengan kognisi (akal pikiran), kemudian menghasilkan alur logika dan gagasan. Konstruksi gagasan anak didik terjadi karena adanya responsitas panca indra yang meliputi penglihatan, penciuman, perasa, pendengaran, perabaan. Dari panca indra tersebut dapat membentuk pola gambaran abstrak dalam pikirannya. Kedua, daya karsa adalah aspek yang berhubungan dengan motif atau keinginan seseorang sendiri. Dalam hal ini seseorang mempunyai otoritas dalam memutuskan sesuatu, baik kehendak yang baik maupun

yang buruk. Ketiga, daya rasa adalah berhubungan dengan hati nurani yang menimbulkan rasa empati, simpati, moralitas. Kemudian membuahkan keindahan, keluhuran batin, seni, adat istiadat, penyesuaian sosial, nasionalisme, keadilan dan religiositas. Menurut Ki Hadjar Dewantara, unsur daya cipta, karsa dan rasa dalam pendidikan itu harus komprehensif. Apabila unsur ini dihilangkan atau diunggulkan salah satunya, maka timbul masalah sosial baru dan pendidikan tersebut dapat dikatakan cacat. Semisal pendidik mengutamakan salah satu daya karsa saja tanpa diikutsertakan daya cipta dan rasa dalam pengajarannya, akan terjadi degradasi moral dan karakter pada dirinya. Hal semacam inilah salah satu penyebab seseorang memiliki sifat serakah sebagaimana koruptor. Sebagaimana kita tahu, perilaku koruptif masih menjadi momok dan penyakit kronis negara Indonesia. Dapat dilihat di laman data. tempo.co pada semester kesatu tahun 2020, nilai kerugian negara dari kasus korupsi sebesar 18,173 triliun rupiah. Kemudian meningkat di semester kedua pada tahun yang sama, nilainya mencapai 26,83 triliun. Dengan kata lain, terjadi kenaikan nilai kerugian negara akibat korupsi sebesar 47,6 persen. Dapat disimpulkan dari data tersebut bahwa tingkat kerugian akibat perilaku korupsi trennya meningkat. Menilik dari data di atas, masih terdapat ketidakseimbangan antara penanaman ketiga unsur tersebut dalam proses pendidikan di negara kita. Maka


hal ini menjadi tugas lembaga pendidikan dan para pendidik sebagai fasilitator yang mampu memadukan unsur cipta, karsa dan rasa secara komprehensif. Sebab masing-masing dari unsur cipta, karsa dan rasa tersebut saling memengaruhi satu sama lain dalam membentuk karakter anak didik. Begitu pula pendidik juga bertanggungjawab dalam memberi contoh dari tiga unsur tersebut, yang saat ini lebih familiar dengan isilah afektif, kognitif dan psikomotorik.

Pengajaran Bernilai Budaya Menurut Ki Hadjar Dewantara

Humanisme pendidikan tidak bisa dipisahkan dari proses

Majalah Edisi 38

pengajaran. Menurut Ki Hadjar Dewantara, pengajaran (onderwijs) merupakan proses pendidikan dalam memberi ilmu atau bimbingan pada kecakapan hidup anak secara lahir dan batin. Untuk mendapatkan sistem pengajaran yang akan berfaedah bagi kehidupan bersama, haruslah pengajaran itu disesuaikan dengan kebutuhan hidup anak didik. Maksudnya, pengajaran tersebut mempunyai peran terhadap cara pandang anak didik untuk peduli terhadap dirinya, sesama manusia dan bangsa. Pengajaran akan membentuk karakter yang berpadu dalam proses berfikir, berperasaan dan berkehendak atau kemauan yang menimbulkan tindak-

an berbudi luhur. Budi pekerti mengantarkan manusia menjadi makhluk yang merdeka, berkepribadian dan mandiri. Selain itu, Ki Hadjar juga memasukkan nilai-nilai kebudayaan di dalam pengajaran mulai dari Taman Indria yang saat ini dikenal dengan Taman Kanak-kanak (TK). Usur kebudayaan lokal dimasukkan dalam pengajaran bermaksud untuk melatih panca indra, kognisi dan terutama budi pekerti atau pola pikir, emosi dan psikomotor. Dalam pembelajaran hendaknya pengajar juga harus memperhatikan sisi kodrati anak yang masih suka bermain. Ketika anak didik belajar dengan sambil bermain, pengalaman yang anak didik rasakan adalah

39

Gambar: Kompas.com

Khazanah


Khazanah dengan eranya.

Pendidikan sebagai Filter Budaya Asing

Globalisasi tidak hanya berlaku pada bidang ekonomi, tetapi uga budaya.

kegembiraan dan itu membuat suatu kesan yang membekas di hati dan pikirannya. Pendidik juga memasukkan unsur permainan dalam pembelajaran agar merangsang kognitifitas, panca indra dan kesehatan jasmani. Apalagi dengan memanfaatkan permainan-permainan tradisional yang telah ada. Dengan menyampaikan pembelajaran melalui permainan, selain belajar bersama, pendidik sekaligus mengajak anak untuk melestarikan kebudayaan lokal. Proses pendidikan yang digunakan di Taman Kanak-kanak yaitu dimulai dengan masa bermain/dolanan, mendongeng dan sariwara (mengabungkan komponen antara lagu, cerita serta sastra). Praktik pengajaran harus mementingkan segala unsur kebudayaan yang baik di masing-masing daerah anak didik sendiri. Hal ini dengan maksud agar pendidikan juga membimbing para peserta didik ke arah persatuan dan pelestarian kebudayaan Indonesia sesuai 40

Budaya asing yang membombardir negeri ini akan berdampak kepada karakter para anak didik. Anak didik terbuai rasa individualisme yang hanya mementingkan diri sendiri sehingga kegiatan gotong royong dan kebersamaan dalam masyarakat menjadi tersingkirkan. Selain rasa individualisme, muncul pula sikap materialisme, mementingkan dan mengukur segala sesuatu berdasarkan materi karena hubungan sosial tersusun berdasarkan kekayaan, strata sosial masyarakat hanya diukur dari kekayaan dan jabatan. Akibatnya, kesenjangan sosial antargolongan kaya-miskin semakin lebar. Pola hidup mewah dan hedon membuat penilaian status seseorang di dalam masyarakat hanya diukur berdasarkan materi. Akhirnya dari cara pandang tersebut muncul sikap sekuler yang memisahkan dan lebih mementingkan kehidupan duniawi, mengabaikan nilai-nilai religiositas. Globalisasi tidak hanya berlaku pada bidang ekonomi, tetapi juga budaya. Penyebaran budaya asing melalui media massa turut berkontribusi mengubah pola kehidupan anak dengan cepat. Mulai muncul sikap dan kebiasaan yang bertentangan dengan nilai kearifan Indonesia. Lambat laun nilai-nilai budaya dan kearifan lokal akan teralienasi. Kemudian dapat dilihat generasi muda yang cenderung lebih suka dan bangga dengan hasil karya (produk) dan budaya asing. Misalnya, sebagaimana dikutip dari laman tempo.co K-Pop jadi salah satu topik pembahasan dominan di media sosial Twitter.

Berdasarkan penelitian Twitter dari 1 Juli 2020 hingga 30 Juni 2021, terdapat sekitar 7,5 miliar tulisan yang berhubungan dengan K-Pop. Jumlah itu memecahkan rekor setahun sebelumnya sebanyak 6,1 miliar cuitan. Sejak 2010 hingga 2021, rata-rata kenaikan jumlah cuitan tentang K-Pop mencapai 131 persen per tahun. Indonesia memuncaki daftar negara dengan jumlah penggemar K-Pop terbanyak di Twitter sepanjang Juli 2020 hingga Juni 2021. Supaya tidak terjadi alienasi kebudayaan lokal, maka entitas pendidikan serta peranannya menjadi hal yang esensial dalam filterisasi budaya dan pembentukan karakter anak didik sesuai dengan kearifan lokal. Jika membahas konsep pendidikan yang relevan untuk Indonesia, maka tidak akan lepas dari geneologi gagasan Ki Hadjar Dewantara itu sendiri sebagai bapak Pendidikan Indonesia. Seperti di Taman Siswa yang menjadi tempat membangun sekaligus memperkokoh proses internalisasi kebudayaan bangsa sehingga anak didik tidak mudah terpengaruh dengan budaya asing. Hal ini mendorong anak didik untuk merdeka secara lahir maupun batin sebagai bangsa Indonesia seutuhnya. Untuk dapat mencapai ke bagian lahir dan batin, pendidikan mengajarkan supaya bisa mengendalikan, mengontrol serta mengatur diri pribadi sesuai dengan prinsip hidup dan kepribadian bangsa Indonesia. Dengan demikian, pendidikan Indonesia yang diharapkan Ki Hadjar Dewantara adalah sebagai taman untuk membangun nalar intelektual, eksistensial yang merdeka dan nilai humanisme. Dhamuri (27. 18. 184)


Kolom

Membumikan Prinsip Merdeka Belajar Dalam Perkuliahan Secara Kreatif Dan Inovatifa Oleh: Tintin Susilowati, M.Pd (Kepala Jurusan PGMI IAIN Ponorogo)

B

elajar bukanlah sebatas menghafal, bermaknanya suatu proses pembelajaran ditandai dengan terbangunnya pengetahuan dan keterampilan mahasiswa secara aktif. Namun Pandemi Covid 19 semakin menjauhkan terlaksananya pembelajaran bermakna yang seharusnya bisa didapatkan oleh mahasiswa melalui pertemuan tatap muka di kelas. Untuk itu, dosen sebagai fasilitator dalam kelas dituntut mampu menerapkan prinsip merdeka belajar di dalam kelas. Prinsip Merdeka Belajar seharusnya dapat menjadi ruh dari pembelajaran tatap maya yang dilaksanakan saat ini. Prinsip Merdeka Belajar yang diintegrasikan di dalam perkuliahan secara kreatif dan inovatif dapat menjadi solusi yang dibutuhkan oleh mahasiswa saat ini karena hal ini dapat membangun atmosfer belajar yang bermakna guna membangun pengetahuan serta keterampilan mahasiswa, dosen terdorong untuk memaksimalkan upayanya dalam merancang sebuah pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan mayoritas mahasiswa di dalam kelasnya. Selain itu, penerapan prinsip merdeka belajar didalam perkuliahan akan mendorong terciptanya pembelajaran yang kreatif dan inovatif sehingga mampu menjawab tuntutan kontek pembelajaran era kini. Merdeka belajar bertujuan membebaskan dosen dan mahasiswa dalam menentukan sis-

Majalah Edisi 38

41


Kolom

“Sistem pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen Pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global sehingga perlu dilakukan pembaharuan pendidikan secara terencana, terarah, dan berkesinambungan.”

tem pembelajaran agar tercipta pendidikan yang menyenangkan dengan lebih menekankan pada aspek keterampilan. Agar mampu membumikan prinsip Merdeka Belajar di dalam kelas, dosen beserta mahasiswa sebagai masyarakat pembelajar dalam kontek kelas perlu memperkaya wawasan tentang: (1) prinsip merdeka belajar menurut Ki Hajar Dewantara; (2) prinsip Merdeka belajar menurut Menteri Pendidikan Nadiem Makarim; (3) pembelajaran kreatif dan inovatif; (4) dosen yang kreatif dan inovatif; dan (5) mahasiswa yang kreatif dan inovatif. Paparan tentang kelima poin tersebut adalah sebagai berikut.

Prinsip Merdeka Belajar menurut Ki Hajar Dewantara

Proses pendidikan yang dilaksanakan oleh Ki Hadjar Dewantara merujuk pada filosofi “Merdeka Pikiran, Merdeka Raga serta Merdeka Tenaganya” (Istiqfaroh, 2020). Ki Hadjar Dewantara senantiasa menegaskan bahwa pendidikan 42

akan berjalan dengan baik jika anak didik merdeka batinnya, merdeka lahirnya, merdeka pikirannya serta merdeka tenaganya (Prihatni,2014). Menurut Ki Hajar, jiwa merdeka adalah jiwa yang memiliki cara berpikir yang positif, berperasaan luhur dan indah, serta berkemauan mulia. Pembelajaran dilaksanakan dengan tidak mengabaikan kodrat dasar peserta didik sehingga pembelajaran menjadi proses yang nyaman, menyenangkan dan bermakna demi terbangunnya kompetensi peserta didik secara optimal. Peserta didik dapat belajar dengan baik apabila dalam kondisi yang rilek, tidak merasa tertekan dalam kegiatan belajarnya, bisa dengan leluasa merancang serta mengekpresikan pengalaman belajarnya secara tepat dan bermakna. Peserta didik akan lebih mudah mendapatkan penguasaan materi ketika mereka mengalami sebuah proses pendidikan yang humanisme serta mengedepankan prinsip keterbukaan (Hadiwijoyo, 2016 dalam Istig’faroh).

Prinsip Merdeka Belajar menurut Menteri Pendidikan Nadiem Makarim

Merdeka Belajar merupakan gagasan untuk memperbaiki sistem pendidikan nasional yang terkesan monoton. Merdeka Belajar menjadi salah satu program untuk menciptakan suasana belajar di sekolah yang bahagia, bahagia bagi peserta didik maupun para guru. Program Merdeka Belajar menurut Mendikbud akan menjadi arah pembelajaran ke depan yang fokus pada meningkatkan kualitas sumber daya manusia, sebagaimana arahan bapak presiden dan wakil presiden (dikutip dari situs web kemendikbud.go.id, Rabu, 11/12). Merdeka Belajar berorientasi untuk memberikan kebebasan berfikir dalam mengimplementasikan pembelajaran mengunakan model pembelajaran yang inovatif (Ainia, 2020; Istiq’faroh, 2021). Program ini adalah sebuah upaya untuk menciptakan suatu lingkungan belajar yang bebas untuk ber-


Kolom ekspresi, bebas dari berbagai hambatan terutama tekanan psikologis (Sekretariat GTK, 18 Februari 2020) kemendikbud. go.id Esensi kemerdekaan berpikir, menurut Nadiem, harus didahului oleh para guru sebelum mereka mengajarkannya pada peserta didik. Guru yang memiliki konsep kebebasan akan lebih mampu merancang pembelajaran secara maksimal dalam mencapai tujuan (goal oriented) dari pendidikan nasional, dalam koridor kaidah kurikulum. Kebebasan/kemerdekaan harus juga menjadi dasar untuk mengembangkan pribadi yang kuat selaras dengan masyarakat (dalam Afifuddin, 2007); dan (3) Implementasinya dalam hal pendidikan dan pengajaran, bahwa pengaruh pengajaran itu umumnya memerdekakan manusia atas hidupnya secara lahir, sedangkan merdekanya hidup batin terdapat dari pendidikan.

Pembelajaran Kreatif dan Inovatif

Menekankan aspek kualitas secara sadar dalam kegiatan pendidikan dan pembelajaran adalah kunci utama bagi suatu lembaga pendidikan agar mampu berkembang secara konsisten serta mampu bersaing di kancah masyarakat dunia (Saliman &Sutirman). Kualitas pembelajaran dapat dilihat dari: (1) upaya guru dalam melakukan pembelajaran bermakna; (2) perilaku responsif siswa untuk secara aktif dan kreatif menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan guru; (3) iklim pembelajaran yang konstruktif ; (4) materi pembelajaran yang

Majalah Edisi 38

sesuai dengan kebutuhan siswa; (5) Media pembelajaran yang sesuai berbasis ICT.; (6) sistem pembelajaran yang interaktif (Dikti: 2007). Pembelajaran kreatif dan inovatif merupakan bentuk dari pengelolaan kualitas pembelajaran yang konstruktif. Dengan pembelajaran kreatif dan inovatif, iklim kelas menjadi lebih terpola menuju terbentuknya pembelajaran bermakna yang dilakukan secara kontektual melalui proses learning by doing. Hal tersebut senada dengan UU Sisdiknas Tahun 2003 bahwa: “Sistem pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen Pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global sehingga perlu dilakukan pembaharuan pendidikan secara terencana, terarah, dan berkesinambungan.” Pembelajaran kreatif dan inovatif adalah upaya menciptakan proses pembelajaran yang baru agar dapat memecahkan permasalahan tentang proses pembelajaran yang telah ada (Semiawan, 1987; Munandar, 2002; Saliman & Sutirman, 2010). Seiring dengan tuntutan jaman, pendidikan dengan pemikiran produktif menjadi suatu keniscayaan. Oleh karena itu, pembelajaran seharusnya lebih ditekankan pada pemikiran kreatif dan inovatif, sebagai proses berfikir tingkat tinggi. Pembelajaran diarahkan untuk membawa mahasiswa mendapatkan meaningful learning dengan memahami apa yang dipelajari

dan mampu mengaplikasikannya dalam kegiatan yang nyata. Mahasiswa perlu memperoleh pengalaman belajar yang cukup sebelum memberikan penugasan. Materi pembelajaran perlu dikemas sedemikian rupa dengan menggunakan media yang sesuai sehingga mahasiswa akan lebih mudah untuk memahami dan mempelajari materi yang disampaikan tersebut. Kemampuan dosen dalam mengembangkan materi dengan media yang tepat merupakan hal penting yang dapat menunjang keberhasilan tujuan pembelajaran yang dirancang. Dengan meaningful learning, maka mahasiswa akan mendapatkan long lasting experience artinya bahwa apa yang dipelajari tidak sekedar hafalan tapi merupakan hasil belajar yang direfleksikan dalam bentuk penguasaan. Mahasiswa mampu mengerjakan tugasnya setelah mereka mengerti esensi dari materi yang dipelajari sehingga mereha dapat mengerjakan tugas-tugas yang diberikan dosen dengan baik. Belajar bukan semata kegiatan menghafal atau mengingat (Sudjana, 2013), tetapi belajar adalah proses aktif mengkontruksi pengalaman. Jadi belajar adalah; (1) proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang, ditunjukkan melalui berubah pengetahuannya, pemahamannya, sikap dan tingkah lakunya, keterampilannya, kecakapan, dan kemampuannya, daya reaksinya, serta daya penerimaannya ; (2) belajar adalah proses aktif, proses untuk melakukan sesuatu melalui berbagai pengalaman; (3) belajar adalah proses mereaksi ter43


Kolom hadap semua situasi yang ada di sekitar individu; (4) belajar adalah proses yang diarahkan kepada tujuan; dan (5) belajar adalah proses melihat, mengamati, memahami sesuatu. Jadi apabila kita berbicara tentang belajar intinya adalah mengubah tingkah laku seseorang.

Dosen yang Kreatif dan Inovatif

Merdeka Belajar memberikan kebebasan dalam menyusun perangkat pembelajaran serta melaksanakan proses pembelajaran (Istiq’faroh, 2020). Dosen sebagai pengajar diharapkan memiliki kepiawaian melakukan adaptasi secara kreatif dan kepiawaian menemukan pemecahan masalah yang imajinatif (Saliman & Sutirman, 2010), serta mampu menginterpretasikannya secara kongkrit. Kreatifitas serta inovasi seorang dosen dibangun oleh kompetensi pedagogis dan kompetensi professional. Kompetensi pedagogis merupakan seperangkat kemampuan dan keterampilan (skill) yang berkaitan dengan interaksi pembelajaran antara guru dan peserta didik dalam kelas ketika menjelaskan materi, melaksanakan metode pembelajaran, memberikan pertanyaan, menjawab pertanyaan, mengelola kelas, dan melaksanakan evaluasi. Sedangkan kemampuan profesional adalah seperangkat kemampuan dan keterampilan terhadap penguasaan materi pelajaran secara mendalam, utuh, dan komprehensif (Muchith dalam Shabir U, 2015: 230), serta ditopang dengan kemampuan terhadap materi ilmu lain (Suntoro, R., & Widoro). De44

ngan kompetensi-kompetensi tersebut, dosen akan mampu membangun iklim kelas yang kreatif dan inovatif. Dalam Merdeka Belajar, dosen dituntut mampu melaksanakan pembelajaran kreatif dan inovatif. Terdapat tujuh kriteria yang menunjukkan bahwa seorang dosen di kategorikan sebagai seorang dosen yang kreatif dan inovatif, diantaranya adalah (1). selalu mempunyai ide fresh; (2). tampil beda dalam melaksanakan proses pembelajaran; (3). memiliki fleksibilitas dalam kelas; (4). supel dalam interaksi kelas; (5). mampu merancang pembelajaran menyenangkan; (6). sering melakukan eksperimen; (7). cekatan menyelesaikan tugas-tugasnya. Dalam kontek Merdeka Belajar, dosen didorong dapat menerapkan berbagai model pembelajaran inovatif yang memungkinkan mahasiswa belajar lebih merdeka sesuai kemampuan dan potensinya (Istiq’faroh, 2020). Pembelajaran interaktif diluar jam pembelajaran formal, misalnya melalui kegiatan-kegiatan lokakarya dapat menjadi wahana untuk mentransfer pengetahuan serta keterampilan kepada mahasiswa. Proses interaksi dua arah dapat menjadi sebuah sarana untuk membangun pemahaman dan penguasaan mahasiswa terhadap suatu materi yang tengah dipelajari. Selain itu juga dosen harus memiliki kemampuan mengintegrasikan teknologi informasi dan komunikasi dalam pembelajaran. Misalnya dengan memberikan tugas dengan G Meet kepada mahasiswa untuk menganalis video pembelajaran dan mempresentasikannya.

Secara kelompok mahasiswa diminta untuk mempresentasikan hasil analisisnya. Namun sebelum presentasi hasil analisis, video tersebut diputar ditonton bersama-sama.

Mahasiswa yang Kreatif dan Inovatif

Merdeka Belajar memberikan kebebasan kepada mahasiswa sebagai peserta didik untuk berpikir kritis (Istiq’faroh, 2020). Mahasiswa diberi keleluasaan untuk mengembangkan kreativitasnya sendiri sesuai dengan kodratnya sendiri tanpa bantuan dari dosen. Mahasiswa dalam kontek sosial mengkontruksi konsep-konsep pengetahuan serta keterampilan berdasarkan instruksi yang diperoleh oleh dosen. Proses rekontruksi tersebut terjadi sebagai hasil interaksi dengan dosen serta mahasiswa lainnya dalam iklim kelas yang kontruktif agar mahasiswa dapat berperan aktif, kreatif dan produktif agar mampu merealisasikan hasil gagasannya (Saliman & Sutirman, 2010). Menerapkan prinsip Merdeka Belajar dalam perkuliahan adalah sebuah upaya nyata untuk membaiki kualitas pendidikan. Pendidikan yang berkualitas akan menjadi landasan perubahan budaya menuju pada pembangunan masyarakat yang cerdas, berkarakter, serta berkemajuan. Hanya dengan pendidikan yang berkualitas di lingkungan perguruan tinggi maka akan lahir masyarakat pembelajar yang mumpuni. Pembelajar-pembelajar sejati yang siap kerja, kompeten, dan berbudi luhur (Mustaghfiroh: 2020).


Fotografer: Atania

SD


Fotografer: Esti

SK


Fotografer: Dewi

SD


SK Fotografer: Rista


Kolom

Transformasi Budaya Organisasi Dalam Pengembangan Nilai Karakter Di Madrasah Oleh: Nuurun Nahdiyah KY, M.Pd.I Kepala Sekolah MTSN 1 Pomorogo

D

egradasi moral adalah tantangan terberat dunia pendidikan. Banyak tindak asusila dan tindak kriminal menjadi menu berita setiap hari. Tentu ini menjadi keprihatinan mendalam untuk semua elemen terutama dunia pendidikan karena korbannya dan bahkan pelakunya sebagian besar adalah pada usia remaja. Dilansir dari radarkediri.jawapo.com beberapa waktu terakhir kita digemparkan dengan berita hubungan gelap yang melibatkan dua kakak beradik di Bekasi, Jawa Barat dan mengakibatkan kakak hamil, yang kemudian menggelapkan mata dan membunuh bayi yang baru dilahirkan. Berdasarkan data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) kasus kekerasan seksual terdapat 426 sejak 1 Januari hingga Maret 2021 dari total 1.008 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, dan jumlah ini terus meningkat sampai tanggal 3 Juni 2021

Majalah Edisi 38

meningkat menjadi 2021. Tentu realitas ini betul – betul menjadi tamparan keras bagi Bangsa ini. Fakta ini harusnya menyadarkan kita tentang kondisi moral bangsa yang sedang tidak baik–baik saja. Lalu, bagaimana Lembaga Pendidikan mampu mengontrol perbuatan demikian?. Lembaga pendidikan adalah institusi yang dibangun sebagai wadah mengembangkan potensi kemanusiaan dari individu agar mampu menjalankan perannya dalam kehidupan secara berkualitas. Pengembangan potensi individu, dengan menjalankan serangkaian proses pe-

matangan pengetahuan, sikap, dan perilaku yang pada akhirnya dapat menjalankan peran dalam kehidupan individu maupun sosial. Aktivitas menumbuhkan, mengembangkan, dan memperkuat potensi kemanusiaan dilakukan secara terencana, terarah, dan sistematik guna mencapai tujuan tertentu. Sebuah proses pengorganisasian atau menggerakkan roda organisasi dalam lembaga pendidikan terkait beberapa aspek kunci yakni: jenis, tingkatan, dan sifat lembaga tersebut. Jenis kelembagaan terbagi menjadi dua antara lain lembaga formal dan nonformal, secara 49


Kolom tingkatan ada beberapa jenjang pendidikan dimulai dari pendidikan dasar sampai pendidikan atas. Misalnya dalam madrasah formal terdapat tingkatan Madrasah Ibtidaiyah, Tsanawiyah, dan Aliyah. Sementara pada Madrasah Diniyah kita kenal tingkatan ula, wustha, dan ulya. Sedangkan secara sifat kelembagaannya ada yang murni pendidikan formal, informal, dan nonformal. Sifat kelembagaan pesantren misalnya secara umum dibagi menjadi berbasis pesantren salaf ataupun modern. Berdasarkan Peraturan Menteri Agama no 19 tahun 2019 pasal 14. Setiap lembaga pendidikan Islam dirancang untuk mencapai tujuan yang dicanangkan oleh institusi yang menaunginya. Lembaga pendidikan Islam, mendapatkan tugas untuk melaksanakan penyusunan bahan dan pelaksanan kebijakan teknis, pelayanan, bimbingan teknis, pembinaan, pengelolaan sistem informasi, dan penyusunan rencana, serta pelaporan di bidang kurikulum, sarana, kelembagaan, dan kesiswaan, serta guru dan tenaga kependidikan madrasah berdasarkan kebijakan teknis yang ditetapkan oleh institusi ditingkat yang lebih tinggi. Kaitannya dengan hal ini, pemimpin dalam sebuah lembaga pendidikan Islam diharuskan mampu mengelola struktur dan sistem manajerial dengan baik. Kepala madrasah sebagai pengelola lembaga pendidikan Islam mempunyai peranan yang sangat strategis dalam upaya peningkatan mutu pendidikan di lembaga pendidikan. Ia diharapkan mampu meningkatkan 50

iklim madrasah yang kondusif bagi terlaksananya proses belajar mengajar yang efektif, dan mengaktualisasikan sumber daya yang ada di madrasah seoptimal mungkin dalam menunjang proses belajar mengajar. Oleh karena itu, setiap kepala madrasah harus menguasai kemampuan organizational pendidikan yang efektif. Menurut Murdianto. 2020, dalam Pendidikan dan Segregasi Manusia, dimuat dalam situs geotimes.com. Lembaga pendidikan Islam tersusun atas sistem atau struktur organisasi, yang didesain dan digerakkan dengan tujuan menginternalisasi nilai-nilai yang menjadi substansi penting dalam ajaran agama Islam. Pendidikan mesti diarahkan pada membangun kemanusiaan, memanusiakan manusia, mentransformasikan pengetahuan, gagasan, nilai, sikap, dan keterampilan yang pada akhirnya menjadi jalan bagi terbentuknya struktur sosial yang lebih adil. Pendidikan juga mesti memperkuat keperpihakan terhadap kaum mustad’afin, menyediakan akses yang luas bagi kaum terpinggir. Orientasi nilai ini pada akhirnya akan membangun ruh yang perlahan akan menumbuhkan budaya organisasi dalam lembaga pendidikan. Berangkat dari hal tersebut tulisan ini akan membahas bagaimana struktur dan sistem organisasi dalam lembaga pendidikan Islam sebagai sebuah lembaga pendidikan yang diharapkan mampu menjadi wadah mengembangkan potensi sumber daya manusia secara berkualitas. Tulisan ini mengeksplorasi

Lembaga pendidikan Islam tersusun atas sistem atau struktur organisasi, yang didesain dan digerakkan dengan tujuan menginternalisasi nilai-nilai yang menjadi substansi penting dalam ajaran agama Islam


Kolom dua masalah kunci yang akan didiskusikan, yakni: Pertama, bagaimana transformasi budaya organisasi dalam lembaga pendidikan Islam? Kedua, bagaimanakah Implementasi budaya organisasi dalam menguatkan pendidikan karakter di madrasah ? Struktur dan sistem organisasi dalam lembaga pendidikan Islam menjadi salah satu kajian penting dalam manajemen pendidikan Islam. Beberapa penelitian mengungkap struktur dan sistem organisasi dalam berbagai dimensi. Beberapa penelitian tersebut antara lain sebagai berikut. Penelitian Basyit (2020) yang berjudul Budaya Organisasi dalam Pendidikan Islam mengungkap beberapa hasil penting terkait budaya organisasi. Beberapa temuan penting dalam kaitan organisasi adalah: Pertama, prinsip organisasi adalah memiliki tujuan yang jelas dalam Islam termaktub dalam sebuah kitab Sur’atul Badi’ah bahwa ciri orang yang berfikir serius atau fikrun Jinduyah adalah dengan merumuskan tujuan

yang jelas. Kedua bahwa organisasi harus memiliki kesatuan arah dimulai dari seorang pimpinan sampai kepada bawahannya, memiliki komitmen dan konsistensi yang sama. Ketiga, pembagian kerja bisa terjadi dengan baik apabila ada struktur organisasi yang jelas. Keempat, terdapat pendelegasian wewenang, kelima, koordinasi, bahwa dalam sebuah organisasi bisa berjalan dengan baik apabila ada koordinasi yang baik. Keenam adalah Rentang manajemen, bahwa setiap organisasi akan berjalan dengan baik apabila pembagian tanggungjawab terhadap tim bisa diukur dengan jelas. Sedangkan, sistem pendidikan di Indonesia menganut dua sistem yang mainstream adalah sistem pendidikan umum dan sistem pendidikan agama (Arif Subhan,2012). Masing–masing sistem tersebut di Indonesia di kelola oleh kementerian yang berbeda, sistem pendidikan umum yang membawahi sekolah dikelola oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, sedangkan sistem

pendidikan agama di kelola oleh Kementerian AGAMA. Banyak pengamat yang menyebutkan bahwa Indonesia menganut sistem yang dualistik. Lembaga pendidikan merupakan tempat berlangsungnya proses pendidikan, dimana terjadi sebuah interaksi antara individu satu dengan individu lain dalam peran masing-masing untuk mencapai sebuah tujuan peningkatan mutu sumber daya manusia. Agama merupakan salah satu institusi pendidikan selain negara dan keluarga. Keluarga menjadi institusi pendidikan yang memberikan wewenang kodrati untuk menjalankan pendidikan, sementara negara menjalankan kewenangannya menyelenggarakan pendidikan berdasarkan regulasi yang dibentuk bersama dalam kehidupan bernegara. Sementara agama sebagai salah satu perangkat keyakninan dan nilai yang diyakini oleh manusia menjalankan fungsinya untuk memberi basis hingga kerangka bagi penyelenggaraan sistem pendidikan. Islam adalah salah satunya.

Sistem Pendidikan di Indonesia menganut dua sistem yang mainstream adalah sistem pendidikan umum dan sistem pendidikan agama ~(Nuurun Nahdiyah ) ~

Majalah Edisi 38

51


Kolom Berangkat dari sistem pendidikan yang dualistik maka hal ini akan menjadi budaya organisasi yang menjadi ciri khas masing–masing. Budaya organisasi lembaga pendidikan Islam sangat dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain etika, peraturan kinerja, dan tipe struktur lembaga tersebut. Budaya organisasi melalui struktur Pendidikan Islam akan sangat memengaruhi perilaku organisasi dalam artian sistem organisasi dan perilaku anggota dalam organisasi tersebut (Hadari Nawawi, 2006). Setelah mengkaji hasil pustaka dan temuan di lapangan ,maka penulis dapat menuliskan beberapa hal yang menarik untuk menjadi bahan sebuah diskusi antara lain: Pertama, Bahwa sistem, struktur dan budaya organisasi lembaga pendidikan Islam sangat dipengaruhi oleh latar nilai dan aspek historis kelembagaan. Budaya organisasi atau sistem organisasi yang kuat akan mempengaruhi dan menuntun perilaku anggota dalam sebuah organisasi dalam hal adalah pelanggan baik internal maupun eksternal dalam rangka penguatan nilai karaker, hal ini tertuang dalam visi madrasah yang berbunyi, terciptanya Lulusan Madrasah yang Beriman, beril-

mu, dan beramal Shalih. Kedua, Struktur organisasi yang terdapat di Pesantren sangat bergantung pada kultur pesantren yang dikembangkan, dimana–mana keduanya akan bergantung pada keputusan tertinggi Kiai atau pengasuh Pesantren tersebut. Meskipun dalam konteks tertentu di pesantren modern sudah menggunakan strutur yang lebih terbuka. Dalam hal penguatan nilai–nilai karakter tentu berbeda jauh dengan implementasi di lembaga formal karena intensitas yang jauh lebih kuat di pesantren. Ketiga, di lembaga pendidikan formal milik negara terlihat juga sangat bergantung pada aturan negara dimana ada Kepala Madrasah, wakil kepala Madrasah dan Kepala Program yang menyesuaikna juga dengan kebutuhan lembaga tersebut. Misalnya dengan menambahkan Kepala Program Unggulan beserta Litbang di dalam struktur organisasinya, tentu pengembangan komposisi ini adalah wujud dari transformasi budaya organisasi, karena strukturnya diletakkan menyeseuaikan dengan kebutuhan lembaga, dalam hal ini muncul Litbang PKG PKB (Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan) sebagai upaya penguatan

SDM, litbang Kesiswaan sebagai ruang penguatan karakter kesiswaan, Litbang SOSROH sebagai ruang penguatan spiritual dan karakter peserta didik, Bidang Adiwiyata untuk menguatkan karakter cinta lingkungan sebagai manifestasi dari Hablum minal alam. Sedangkan beberapa program unggulan seperti Program Tahfidz, menjadi benteng untuk peserta didik, dengan menguatkan akhlak Qur’ani pada peserta didik melalui pembiasaan tahfidzul Qur’an, Tadabur Qur’an Halaqah Qur’an yang membedah tafsir Qur’an sebagai fondasi penguatan nilai–nilai karakter. Dari temuan di atas ditemukan: pertama, setiap perkembangan dan pencapaian goal setiap lembaga selalu dimulai dari visi misi yang benar yang kemudian secara opersionalisasi akan dilaksanakan oleh struktur organisasi mendasar pada SOP atau STATUTA yang telah dibuat dan dirumuskan bersama. Berangkat dari visi misi madrasah menjadi framework organisasi terutama dalam menguatkan nilai karakter. Kedua, nilai karakter yang dikembangkan di madarasah akan bergantung pada budaya organisasi yang ditransformasikan secara tepat.

Budaya organisasi melalui struktur Pendidikan Islam akan sangat mempengaruhi perilaku organisasi dalam artian sistem organisasi dan perilaku anggota dalam organisasi tersebut

52


Budaya

T

ak dapat dipungkiri jika kebudayaan merupakan unsur penting yang kental bahkan menjadi bagian tidak terpisahkan dari bangsa. Seperti yang diketahui, Indonesia adalah negara kaya akan peninggalan kebudayaan, baik bersifat tangible (kebendaan) maupun intangible (tak benda). Permainan tradisional merupakan salah satu warisan budaya dari nenek moyang yang bersifat intangible. Di sisi lain permainan tradisional nyatanya juga penuh dengan nilai kebudayaan yang tinggi. Dilansir dari cnnindonesia. com (13/08/2018) (baca: Permainan Tradisional Puncak dari

Majalah Edisi 38

Segala Kebudayaan), asal-asul permainan tradisonal Indonesia biasa ditemukan dalam naskah-naskah kuno abad ke15, salah satunya dalan naskah Saweka Darma Sanghyang Siksa Kandang Karesian. Ada juga Serat Rarya Saraya hasil tulisan K.P.A. Koesoemadiningrat dan Serat Javaansche Kinderspelen karya R. Soekardi alias Prawira Winarsa yang keduanya tersimpan di perpustakaan Museum Reksa Pustaka Mangkunegara Surakarta. Kedua naskah tersebut berupa naskah jawa cetak. Serat Rarya Saraya diterbitkan oleh Publiciteitsbureau Widya Pustaka, di Bogor pada tahun 1913. Adapun Serat Javaansche Kinderspelen diterbitkan oleh

H.A. Bonjamins, Semarang pada tahun 1912. Seperti peninggalan budaya lainnya di Indonesia, Jawa menjadi salah satu pulau yang kaya akan hasil kebudayaan. Seperti dalam Serat Javaansche Kinderspelen menguraikan tentang penggambaran permainan tradisional Jawa sejumlah 212 macam. Lalu pada Serat Rarya Saraya menjelaskan makna filosofis dari tembang pengiring permainan tradisinal Jawa sebanyak 60 macam. Pada tahun 1959, Ki Hajar Dewantara juga pernah menghitung jumlah permainan dan nyanyian yang khusus perempuan dan terhitung sebanyak 690 macam. Namun sangat disayangkan dari 53

Ilustrator: Zaki

Permainan Tradisonal: Sarana Edukasi Local Wisdom yang Mulai Terlupakan


Budaya sekian banyaknya permainan hanya tinggal beberapa saja yang masih diingat bahkan dimainkan masyarakat.

Perkembangan Permaianan Tradisional sebagai Media Pendidikan

Dimulai dari era penjajahan Hindia-Belanda berdirilah taman kanak-kanak yang diberi nama Frobelschool. Nama Frobelschool diambil dari nama pencetus taman kanak-kanak pertama yaitu Friederich Wilhelm August Frobel. Taman kanak-kanak ini menggunakan kurikulum ala Frobel dengan konsep bermain sambil belajar. Selain dengan sistem Pendidikan Frobel, pemerintahan Belanda juga menerapkan metode Montessori pada tahun 1938 yang menekankan kepada perkembangan kepribadian anak. Lalu pada masa penjajahan Jepang juga mendirikan taman-taman, namun berusaha keras menghilangkan corak kebelanda-belandaan yang sebelumnya telah diterapkan oleh Belanda. Beberapa metode yang digunakan dalam pengajaran seperti bernyanyi, bermain, dan bercerita. Bahkan sebenarnya banyak permainan anak tradisional yang ada saat ini diadaptasi dari Belanda, seperti slekdur (ular naga), engklek (zondaag maandang), gobag sodor (go back to door) dan masih banyak lagi. Lalu tepat pada tanggal 3

Juli 1922, berdirilah Taman Siswa di Yogyakarta. Pendidikan di sekolah tersebut dimulai untuk anak-anak kecil dibawah umur 7 tahun. Sekolah diberi nama “Taman Lare” atau “Taman Anak”. Pada masa itu banyak juga orang yang menyebutnya dengan “Sekolah Frobel Nasional” atau “Kindertuin”. Namun saat ini lebih dikenal dengan “Taman Indria”, sekolah ini menggunakan metode pengajaran dengan sistem among. Yakni konsep pengajaran dimana guru menghamba pada murid. Dari model pengajaran ini muncullah konsep Dolanan Anak di Taman Indria, yang mana menggabungkan permainan anak dengan fisik, kecermatan, hitungan, kerjasama, dan gotong-royong dengan tidak memaksakan justru memerdekan anak, tanpa terasa anak juga berlatih life-skill. Dari nilai-nilai tersebut juga bisa ditemui pada permainan tradisional. Mengacu pada metode pendidikan yang pernah ada, menjadi bukti bahwa permainan tradisional dirasa tepat sebagai salah satu metode strategis dalam membentuk karakter anak usia dini (usia 1-5 tahun), terlebih pada usia ini anak sangat mudah dalam menerima pembelajaran karena neuron otak sangat berkembang pesat. “Apa yang mereka lihat apa yang mereka dengar pengalaman apa itu mudah dioalah oleh mereka dan bisa, mengapa menggunakan

permainan tradisional? jadi karakteristik belajar anak usia dini adalah belajar sambil bermain. Permainan trasidonal dalam pembetukan karakter karena memang di permainan trasidional banyak sekali pendidikan karakter yang didapatkan, sebenarnya bukan hanya melalui permainan tradisional, tetapi memang dalam permainan trasional mempunyai nilai-nilai karakter yang banyak,” ujar Raya Nurlianharkah, salah satu tenaga pendidik PAUD/TK saat ditemui crew di kediamannya Mrayan (2/12/2021). Seperti halnya Ki Hajar Dewantara dalam bukunya yang berjudul “Tentang Frobel dan Methodenya”, dijelaskan bahwa suatu permainan anak alangkah baiknya mempunyai syarat-syarat di dalamnya, terutama permainan anak yang ditujukan untuk pendidikan. Permainan anak harus menyenangkan dan menggembirakan karena kegembiraan adalah pupuk bagi tumbuhnya jiwa. Selanjutnya, permainan anak juga harus mengandung semacam tantangan sehingga merangsang daya kreatifitas untuk terus meningkatkan kemampuan guna mencapai suatu kemenangan atau kepuasan tertentu karena rasa kemenangan akan sangat memajukan kecerdasan jiwa. Selain itu, permainan anak hendaknya mengandung nilai seni karena rasa keindahan akan menarik jiwa ke arah keluhuran budi. Ser-

" Konsep Dolanan Anak di Taman Indria, yang mana menggabungkan permainan anak dengan fisik, kecermatan,hitungan, kerjasama, dan gotong-royong dengan tidak memaksakan justru memerdekan anak, tanpa terasa anak juga berlatih life-skill. " 54


Budaya ta harus mengandung isi yang dapat mendidik anak-anak ke arah ketertiban, kedisiplinan, dan sportifitas, karena ketertiban akan mendidik rasa kesosialan yang akan sangat berguna dalam hidupnya kelak setelah dewasa.

Nilai-Nilai Luhur Permainan Tradisional yang Mulai Terlupakan

Permainan tradisional, aset kebudayaan yang tak ternilai harganya sampai kapan pun. Didalamnya juga terdapat nilai-nilai luhur yang dapat diwariskan kepada anak-anak sebagai generasi penerus. Permainan anak tradisional juga mengandung wisdom, memberikan manfaat untuk perkembangan anak, serta refleksi budaya dan tumbuh kembang anak. Jika digali lebih dalam, ternyata makna dibalik nilai-nilai permainan tradisional mengandung pesan-pesan moral dengan muatan kearifan lokal (local wisdom) yang luhur. Sangat disayangkan jika generasi sekarang tidak mengenal dan menghayati nilai-nilai yang diangkat dari keanekaragaman suku bangsa di Indonesia. Tidak sedikit orang sebenarnya yang belum sadar, bahkan semakin melupakan nilai-nilai luhur dalam suatu kebudayaan yang ditinggalkan oleh nenek moyang. Makna filosofis dalam permainan tradisional bahkan belum sepenuhnya dimengerti. Permainan tradisional hanya dianggap sebagai dolanan biasa dan sarana menghibur diri. Padahal sebenarnya banyak sekali hal positif yang bisa diambil serta bermakna dalam kehidupan. Seperti yang dijelaskan da-

Majalah Edisi 38

lam buku Permainan Tradisional untuk Anak Usia Dini dalam Naskah Kuna Jawa yang diterbitkan oleh Dinas Kebudayaan Kabupaten Sleman, mengutip dari Ki Hadisukatno permainan anak tradisonal dapat dikelompokan dalam lima macam. Pertama, permainan tradisional yang bersifat menirukan, seperti pasaran, manten-mantenan, dhayoh-dhayohan, dsb. Dari permainan menirukan ini anak akan melatih daya ingat dan imajinasi anak. Kedua, ada juga untuk melatih kekuatan dan kecakapan, misalnya tarik menarik, bergulat, berguling-guling, berkejar-kejaran, gobag sodor, dsb. Permainan tersebut tidak disadari oleh anak telah melatih kekuatan dan kecakapan jasmani. Ketiga, permainan yang bersifat melatih panca indra misalnya: gatheng, dhakon, macanan, sumbar-suru, sumbar-manuk, dll. Permainan tersebut secara tidak langsung mengajarkan si anak latihan kecakapan meraba dengan tangan, menghitung bilangan, memperkirakan jarak, menajamkan alat penglihatan dan pendengaran, dan melatih keterampilan tangan. Keempat, permainan dengan latihan bahasa, misalnya: permainan anak dengan percakapan/cerita, permainan dengan teka-teki dan tebak- tebakan, dan lain sebagainya. Dalam permainan ini biasanya anak tidak hanya terbatas pada cerita-cerita atau teka-teki yang sudah lazim, melainkan mereka akan berusaha mengemukakan cerita atau teka-teki buatannya sendiri agar tidak mudah ditebak atau diketahui oleh teman-temannya. Disitu akan tumbuh keca-

kapan berbahasa dan meningkatkan kecerdasan anak. Kelima, permainan dengan lagu dan irama, misalnya jamuran, cublak-cublak suweng, bibi rumbas timun, ancak-ancak alis, manuk-permanuk dipanah, tokung-tokung, blarak-blarak sempal, dhemplo, dan lain sebagainya. Permainan tersebut secara tidak langsung akan melatih anak dalam hal seni suara dan seni irama. Permainan berupa lagu dan irama ini mempunyai makna-makna tersendiri dalam setiap liriknya terutama yang sarat akan makna kehidupan. Seperti dalam tembang dolanan cublak-cublak suweng yang berasal dari Jawa Tengah. Tembang cublak-cublak suweng biasanya dinyanyikan untuk sebuah permainan anak. Dilansir dari pgsd.binus. ac.id, cublak-cublak suweng diciptakan oleh seorang Walisongo yaitu Syekh Maulana Ainul atau biasa dikenal dengan Sunan Giri. Penciptaan lagu/ tembang ini berkaitan dengan penyebaran agama Islam dimana ketika mencari harta janganlah sesekali menuruti hawa nafsu tapi gunakanlah hati nurani yang bersih. Dengan hati nurani akan lebih mudah mencarinya sehingga tidak tersesat jalan dan lupa akhirat. Oleh karena itu, permainan ini memiliki makna filosofi yang dalam karena merupakan salah satu media dakwah Walisongo dalam menyebarkan Islam di Nusantara. Dengan banyaknya nilai-nilai positif yang terkandung dalam permainan tradisonal anak, maka pelestarian permaianan tradisional anak perlu diupayakan. Penanaman nilai 55


Budaya karakter yang positif merupakan cara untuk membekali anak agar mereka mampu menjalani kehidupannya dengan lebih baik.

Saat ini, kita lebih sering menemukan anak yang memainkan gadget-nya ketika berkumpul bersama temannya. Adanya aplikasi-aplikasi seperti game online, membuat anak-anak menjadi lebih sering menghabiskan waktu untuk memainkannya. Bahkan saat ini, banyak anak-anak yang beranggapan “kalau gak main game, gak keren”. Tidak hanya itu, penyebab anak sering bermain gadget salah satunya karena faktor orang tua sendiri. Agar anaknya diam di rumah dan tidak berbuat aneh-aneh. Para orang tua lebih memilih untuk memberikan gadget kepada mereka. Namun, tanpa disadari ketika anak berlebihan memainkan gadget maka berpengaruh membentuk sifat antisosial dan lebih suka menyendiri untuk sekedar bermain game online. Berbeda halnya ketika anak memainkan permainan tradisional. Kebanyakan permainan tradisional merupakan dolanan di luar ruangan. Dimana anak cenderung akan mengenal lingkungan. Selain itu, bermain permainan tradisional pun bisa mengembangkan kecerdasan sosial dan emosional tatkala anak berinteraksi dengan orang lain. Permainan tradisional juga mampu mengajarkan untuk memecahkan masalah dan melatih kreatifitas dari anak itu sendiri. “Permainan tradisional 56

mengandung nilai-nilai kebersamaan jadi ketika anak bermain dan berinteraksi dengan orang lain tentunya akan membangun komunikasi dan interaksi. Selain itu, permainan tradisional itu memberikan kesan nyata permainan tradisonal kan dilakukan saat itu juga dengan orang lain dan melalui interaksi tersebut maka pendidikan karakter tercipta mungkin ketika ada permainan yang berkaitan dengan teknologi bisa mereka itu bermain dengan yang lain tetapi kesannya itu tidak nyata, belum tentu adanya interaksi secara langsung,” ucap Raya.

Eksistensi Permainan Tradisional yang Mengkhawatirkan

Seiring berjalannya waktu,

eksistensi permainan tradisional mengalami penurunan. Adanya kemajuan di bidang teknologi membuat permainan tradisional makin ditinggalkan. Inovasi-inovasi yang muncul akibat perkembangan teknologi menjadi lebih menarik minat anak-anak. Misalnya saja munculnya gadget dengan daya tarik tersendiri bagi anak-anak yang memiliki rasa ingin tahu tinggi. Jika semakin hari, minat terhadap permainan tradisional semakin menurun tentu merupakan hal yang memprihatinkan. Permainan tradisional bisa saja akan semakin terlupakan atau bahkan menghilang sehingga anak cucu kita tidak mengenal apa itu permainan tradisional. Maka dari itu, upaya pelestarian permainan perlu

Gambar: DevianArt pinterest.com

Bergesernya Permainan Tradisional ke Game Online


Budaya

diadakan agar tetap terjaga keberadaanya sampai kapan pun. Salah satu contoh upaya pelestarian dilakukan oleh Forum Anak Ponorogo (FAP) melaui kegiatan Traditional Games Return (TGR) sejak tahun 2016. Awal mula adanya kegiatan ini berawal dari kesadaran tentang bahaya kecanduan dan ketergantungan gadget. “Tujuan dari kegiatan ini adalah supaya keberadaan permainan tradisional dapat terjaga kelestariannya serta dapat menjadi solusi agar anak-anak dapat terhindar dari ketergantungan akan gadget sehingga dapat bermain dan bersosialisasi bersama dengan teman-teman sebayanya,” ujar Tasya selaku ketua FAP melalui via online (10/12/2021). Selain menjadi upaya pe-

Majalah Edisi 38

lestarian, TGR berperan dalam melatih hubungan sosial anak dengan orang lain/teman sebayanya. Mulai dari pendekatan, pengenalan, dan berteman. Sehingga kegiatan ini dapat menjadi salah satu wadah anak untuk bermain dan bersosialisasi bersama teman-teman sebayanya. “Kegiatan TGR ini mereka dikenalkan akan hak-hak mereka sebagai anak dengan pendekatan yang mudah dipahami oleh anak. Sehingga harapannya anak-anak dapat mengenali hal-hal apa saja yang harus mereka dapatkan dan hal-hal apa yang tidak seharusnya mereka peroleh,” harap Tasya. Pada akhir percakapan, Tasya menjelaskan permainan tradisional dinilai penting karena dapat menjadi solusi agar anak-anak terhindar dari ketergantungan akan gadget. Sehingga anak dapat bermain dan bersosialisasi bersama teman sebayanya. “Besar harapan saya agar keberadaan permainan tradisionat terjaga kelestariannya, karena ini merupakan salah satu kebudayaan turun-menurun di masyakat, karena juga berhubungan positif untuk proses tumbuh kembang anak,” ungkap ketua FAP tersebut. Eksistensi permainan tradisional semakin mengalami kemunduran juga dirasakan oleh Gondo Puspito, salah satu budayawan dan sejarawan di Ponorogo. Menurutnya banyak anak-anak sekarang yang kurang mengenal dolanan bocah. Anak-anak jaman sekarang hanya cenderung mengetahui permainan dari buku. “Mereka hanya mengenal lewat buku seperti yang ada di tematik seperti itu, mereka tau

dari buku tetapi mereka tidak merealisasikan pada kehidupan sehari-hari, perkembangan untuk dolanan bocah sekarang sangat jauh tertinggal, artinya anak-anak sekarang tidak tau yang namanya engkling, gobag sodor, enthik-enthikan, dll, memang tidak bisa setiap daerah bisa dipukul rata bahwa permainan tradisional sudah menghilan seperti daerah saya misal masih anak-anak pulang TPA itu masih bermain dolanan bocah hanya saja praktikya tidak detail seperti dulu,” jelas Gondo saat ditemui crew di kediamannya Paju (30/12/2021). Gondo juga menambahkan perlu adanya kerjasama antara semua pihak dalam upaya pelerstarian permainan tradisional. Tanpa adanya kerjasama dan kesadaran dari semua pihak upaya peletarian ini tidak akan bisa berjalan. Dari lini terkecil dalam masyarakat harus mempunyai kesedaran akan menjaga budaya. “Mbok ya o (harusnya. red) ada sentuhan dari pemerintah meskipun secara pribadi atau komunal tradisi di masyarakat sebenarnya juga mempunyai tanggungjawab dalam pelestarian, kita tidak bisa hanya berharap saja kepada penentu kebijakan atau juga agen of change, tapi disisi lain masyarakat budaya, lokal jenis yang lain, wisdom yang ada dan kebijakan-kebijakan yang ada atau lebih lagi dalam keluarga artinya satu keluarga mempunyai tugas untuk menceritakan ini kepada anak cucunya,” ujar Gondo. Afriana Dwi Utami (28.19.196, Itsna Rahmawati H (29.20.216) 57


Kampusiana

Pembangunan Masjid Kampus II: Hampir Tuntas Namun Minim Transparansi

Gambar: Nana

berasal dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBB) yang bersumber dari Uang Kuliah tungggal (UKT).

Mulai Dibangun Sebelum Direncanakan

S

ebagai peruruan tinggi agama, tempat ibadah merupakan satu instrumen prasarana yang diperhatikan oleh IAIN Ponorogo. Setelah memasuki tahun ketiga ditempati, kampus II IAIN Ponorogo yang terletak di Ngrupit, Jenangan akhirnya menambah masjid (Laboratorium Keagamaan, red.) sebagai fasilitas baru. Pembangunan masjid telah dimulai sejak 2019 dan masih berjalan hingga tulisan ini dibuat. Namun, tak banyak yang 58

mengetahui bahwa lab ini tidak sesuai dengan masterplan pembangunan kampus II sehingga tidak menutup kemungkinan akan merubah masterplan gedung lainnya. Bahkan, pembangunan kamar mandi dimulai sebelum pembangunan lab keagamaan direncanakan. kru aL-Millah pun melakukan penggalian informasi terkait pembangunan ini, termasuk pengelolaan keuangannya. Namun, kampus enggan memberikan informasi lebih dalam. Padahal, dana pembangunan tersebut

IAIN Ponorogo telah memiliki masjid Ulin Nuha yang telah berdiri sejak tahun 1990-an. Bentuk bangunan masjid tidak mengalami perubahan sejak pertama kali didirikan. Masjid tersebut dipergunakan sebagai tempat ibadah serta kegiatan keislaman oleh Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Unit Kegiatan Keislaman (UKI) Ulin Nuha. Lain halnya dengan kampus II yang baru mulai dipergunakan pada tahun 2017. Saat itu, hanya ada dua gedung kembar yang saat ini dikenal sebagai Gedung Fakultas Ushuludin, Adab l, dan Dakwah (FUAD) dan Gedung Fakultas Syariah (FASYA). Selanjutnya, pembangunan diteruskan dengan Gedung Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI) dan Lab Olahraga berupa lapangan sepak bola. Selama itu, belum ada bangunan masjid untuk menunjang ibadah bagi civitas akademik. Sehingga, setiap gedung memberikan satu ruangannya untuk dipergunakan sebagai tempat untuk sembahyang. Hingga tahun 2019, kampus belum merencanakan pembangun-


Kampusiana an masjid. Akan tetapi, karena mendapatkan dana CSR dari Bank BRI, kampus memanfaatkannya untuk membangun kamar mandi masjid. Hal ini disampaikan oleh Agus Purnomo, Wakil Rektor II IAIN Ponorogo. “Tahun 2019 itu aslinya yang membangun dari CSR atau dana sosial, dari BRI itu kita dapat 200 juta, lha itu hanya bisa jadi untuk membangun kamar mandi. Itu juga bukan kita yang membangun, dan untuk perencanaan pembangunan masjid juga belum ada,” jelasnya. Dilansir dari website timesindonesia.co.id, serah terima CSR ini dilanhsungkan pada 18/01/2019. CSR diserahkan olrh Erizal, Pimpinan BRI Cabang Ponorogo kepada Siti Maryam Yusuf, Rektor IAIN Ponorogo saat itu. Mengenai penyebutan masjid sebagai Lab Keagamaan, Agus Purnomo memberikan penjelasan. “lembaga negeri itu tidak diperbolehkan mendirikan sebuah masjid ataupun gereja di dalam kampus, dengan alasan untuk menghindari perselisihan antar lembaga agama,” jelas Agus Purnomo. Meski demikian, di dalam masterplan Lab tersebut. Kini sudah diberi nama yaitu Masjid Nuruzaman. Muhtadin selaku Kepala Bagian Umum sekaligus penanggung jawab pembangunan tersebut menambahkan, rencananya Masjid Kampus II tidak hanya dipergunakan sebagai tempat ibadah. “Penggambarannya lantai atas berfungsi untuk masjid, dan lantai bawah berfungsi untuk sekretariat kemahasiswaan dibidang keagamaan, jadi secara fungsional tidak jauh berbeda dengan masjid yang ada di kampus I”, tambahnya. Elin Dwi Puspitasari mahasis-

Majalah Edisi 38

“lembaga negeri itu tidak diperbolehkan mendirikan sebuah masjid ataupun gereja di dalam kampus, dengan alasan untuk menghindari perselisihan antar lembaga agama,”

wa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI) menyambut baik pembangun masjid ini. “Saya rasa dengan adanya masjid tersebut dapat menjangkau seluruh mahasiswa, sehingga tidak mengandalkan mushola yang ada di setiap fakultas. Kegiatan keagamaan juga dapat terorganisir,” tandasnya.

Eksekusi Tidak Sesuai Masterplan

Dalam proses perencanaan pembangunan, masterplan menjadi satu hal yang krusial. Pembangunan Kampus II memiliki master plan yang diletakkanl di lantai satu Gedung FASYA. Akan tetapi pembangunan masjid tersebut mengalami perubahan. Semula akan diletakkan di sebelah utara gedung FASYA, namun dipindahkan ke sebelah selatan gedung FASYA, barat gedung FEBI.

Muhtadin menyampaikan, setelah dipertimbangkan ulang, letak yang sesuai dengan masterplan kurang luas untuk pembangunan masjid. “Jika dibangun di tempat semula biaya yang dibutuhkan lebih mahal karena harus menguruk tanah lebih dalam. Selain itu, ketika ada perluasan gedung akan kesulitan,” ujar Muhtadin. Pemindahan masterplan tersebut tidak menutup kemungkinan akan mempengaruhi tata letak gedung lainnya. Namun ketika crew mencoba menanyakan kepada Muhtadin, ia hanya menjawab bahhwa masterplan bukan harga mati. “Ia melanjutkan, ini hanya sebuah penataan ulang menyesuaikan dana yang dimiliki dan apa yang dibutuhkan kampus. Selama di lahan kita ya nggak papa, boleh aja,” ucapnya. Lantas apakah masterplan hanya pajangan pemanis di gedung FASYA? Menurut informasi dari Muhtadin, pembangunan tersebut direncanakan selesai dalam waktu dua tahun dengan dua tahap. Tahap pertama dana yang dianggarkan di tahun 2020, sedangkan yang kedua tahun 2021. Bulan Juli 2020 pembangunan dimulai, dan direncanakan akan selesai pada 30 Desember 2021. Muhtadin melanjutkan, pelaksana dan pengawas pembangunan masjid untuk setiap tahap juga berbeda. Untuk tahap pertama, CV Pilar Jaya Persada dari Solo menjadi pelaksana pembangunan dan konsultan pengawasnya adalah CV Piestetika. Di samping itu, untuk tahap kedua pihak pelaksana adalah CV Nalendra Silpa Sastra, dan CV Sinar Rizki Konsultan sebagai pengawasnya. Sedangkan untuk anggaran, ia menyampaikan bahwa tahap pertama dianggarkan sejumlah Rp. 2.012.700.000 dan tahap kedua 59


Kampusiana sejumlah Rp. 2.126.662.000,-. Jadi total keseluruhan anggaran pembangunan tersebut adalah Rp. 4.139.362.000,-. “Tapi sebenarnya ketika mau menyelesaikan ketahap finishing seperti menara dan juga taman, itu memperlukan dana sekitar 7-8 Milyar,” jelas Muhtadin. Pada saat pengamatan crew aL-Millah (29/12/2021), melihat kembali bangunan masjid yang sudah berdiri megah di kampus II tersebut, dan disana ternyata terdapat papan di samping masjid yang berisi informasi pembangunan tahap III. Tertera bahwa pembangunan lantai satu memiliki anggaran sejumlah Rp. 178.188.000,- dengan kontrak kerja mulai November 2021. Pembangunan tersebut digarap dari tim pelaksana CV Cipta Niaga Abadi, dan Konsultan pengawas berasal dari CV Sinar Rizki Konsultan. “Harapannya akhir Desember itu sudah selesai, tapi itu selesainya belum sampai lantai 1. Lantai I itu baru dipasangi bata keliling sama dirabat. Untuk dananya bersumber dari dana sisa uang belanja modal sisa sekitar 178 juta,” ujar Muhtadin. Pada proses pembangunannya, Agus Purnomo menjelaskan bahwa pihak kampus juga mengadakan evaluasi yang digelar selama 2 minggu sekali. Evaluasi tersebut dilakukan secara umum, dengan membahas perkembangan pembangunan. Menurutnya, meski secara mutu dan kualitas sudah diawasi oleh konsultan dan pengawas, kampus akan memberi tindak lanjut atas evaluasi yang telah didapat. Pembangunan masjid menghadapi beberapa kendala. Muhtadin menyampaikan, kendala masih seputar teknis sehingga tidak terlalu berpengaruh. Iklim 60

yang kurang bersahabat juga turut menghambat pembangunan. Selain itu, pemborong juga perlu diawasi dengan ketat. “Pemborong itu terkadang klelar-kleler dan itu rahasia umum,” tambahnya.

Pembangunan Masjid Minim Transapransi

Sebelumnya telah disebutkan bahwa dana pembangunan masjid ini sebesar 4 Milyar. Namun, sebagai pertanggungjawaban keuangan yang trans-

paran, terdapat sumber dana, pengelolaan, serta laporan realisasi dana. Ini termasuk dalam informasi publik, sebagaimana tercantum dalam BAB IV Pasal 9 ayat 2 Undang-Undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Disebutkan bahwa salah satu yang termasuk informasi publik adalah informasi mengenai kegiatan dan kinerja Badan Publik terkait dan informasi mengenai laporan keuangan.


Ketika diwawancarai mengenai dana, pihak kampus hanya menjelaskan mengenai sumber, enggan memberikan realisasi secara rinci. “Membangun itu setidaknya ada dua sumber, sumber pertama dari Surat Berharga Syariah Negara (SBSN), dan sumber kedua dari PNBB, dan Lab Keagamaan ini berasal dari dana PNBB atau dana dari kampus yang berasal dari UKT. Makanya pembangunannya bertahap atau biasa disebut multihiyes,” jelas

Majalah Edisi 38

Agus purnomo. Selain dari UKT, ia menambahkan bahwa terdapat sumber dana yang lain yaitu penyewaan tempat guna ATM BRI. “ Ada sumber lain tapi itu kecil yaitu dari BRI. Kita itu tidak bisa membuat usaha karena bukan BLU, tapi kalau terpaksa ada yang menyewa ya kita sewakan,” tambah Agus. Mengenai penggunaan dana, Muhtadin menjelaskan bahwa pada tahap pertama digunakan untuk pekerjaan struktur, yang

mencakup pondasi, kap bangunan dan juga tembok. Sedangkan di tahap kedua, dipergunakan untuk penyelesaian atau tahap finishing yang mencakup sipil dan arsitektural. Ketika kru aL-Millah menelisik terkait perincian dana yang sudah digunakan dan melihat bukti dokumen yang terkait, Muhtadin tidak memperbolehkan. Menurutnya, crew aL millah tidak memiliki kepentingan tertentu. Di sisi lain, jika dipantau 61

Gambar: Nana

Kampusiana


Gambar: Nana

Kampusiana dari website Humas IAIN Ponorogo, tidak ada satu tulisanpun yang memuat mengenai transparansi dana pembangunan masjid Kampus II. Yuvelia Cahya Indrawan, mahasiswa Komunikasi dan penyiaran islam semester 7 berpendapat, seharusnya kampus melaporkan keuangan secara transparan. “Agar meminimalisir persepsi yang kurang baik dari mahasiswa atau pegawai IAIN maupun lainnya yang masih berhubungan erat dengan kampus. Tentu mereka akan menyambut positif karena merasa sumbangsih dana yang mereka berikan dimanfaat-

kan dengan baik,” ungkapnya Pernyataan tersebut juga mendapat tangapan dari Muhammad Ahsinul Amri, mahasiswa Hukum Ekonomi Syariah semester 3. bahwa adanya transparansi dana kampus terhadap mahasiswa itu penting. “Ketika dana pembangunan berasal dari uang UKT, saya rasa penting bagi mahasiswa sebagai rakyat untuk mengetahui transparansi dana yang telah digunakan,” terangnya. Masjid kampus II kini telah berdiri. Menurut pengamatan crew tanggal 29 Desember 2021, sebagian kamar mandi masjid masih dibuatkan sekat. Masjid

lantai satu belum dipasang keramik. Pintu sudah lengkap terpasang, namun belum terlihat satu lampu-pun dipasang. Masih menjadi pertanyaan, berapa lama lagi penyelesaian lantai 1 hingga masjid benar-benar siap digunakan? Apakah hingga hari itu, masih ditemukan minimnya transparansi kampus dalam pengeloloaan dana pembangunan masjid?

Roudlotul Husna (28. 19. 204)

“Agar meminimalisir persepsi yang kurang baik dari mahasiswa atau pegawai IAIN maupun lainnya yang masih berhubungan erat dengan kampus. Tentu mereka akan menyambut positif karena merasa sumbangsih dana yang mereka berikan dimanfaatkan dengan baik,”

62


Sosok

Gambar: Ika

Alfin Taufiq Al Mujab: Dari Panggung Dakwah Klasik Ke Panggung Hiburan Modern

W

ungu merupakan sebuah desa tersembunyi dan terbilang unik di Kabupaten Madiun. Meski berjarak sekitar enam Kilometer dari pusat kota, siapapun yang ingin kesana harus melewati jalan berkelok dengan tanjakan dan turunan khas daerah pegunungan. Mengapa tersembunyi dan unik? dikarenakan kehidupan masyarakat di sana masih jauh dari hiruk pikuk kehidupan ala perkotaan. Hanya saja di Kecamatan Wungu terdapat salah satu peninggalan peristiwa PKI (Partai Komunis Indonesia) Madiun 1948, yaitu monumen Kresek yang cukup terkenal. Pada tahun 90-an Desa Wungu pernah mengalami masa-masa kelam dalam menjalani roda kehidupan. Tidak terpenuhinya kebutuhan ekonomi dan

Majalah Edisi 38

pendidikan merupakan masalah utama yang haus akan penyelesaian. Seperti salah satunya adalah masyarakat Wungu mendidik dan membesarkan anak mereka untuk bekerja dan menomorduakan pendidikan. Walhasil, anak tumbuh dengan pola pikir yang primitif hingga tidak bisa membaca dan menulis. Bahkan mereka yang harusnya menjadi guru pertama bagi generasi berikutnya dan mengajarkan bagaimana cara membaca huruf alfabet pertama pun mereka tidak mampu. Selain itu, aktivitas masyarakatnya sehari-hari pun tidak jauh dari mabuk-mabukan, seks bebas, hal-hal gaib, serta mempelajari ilmu kanuragan atau ilmu bela diri secara supranatural. Dibalik itu semua, Wungu memiliki keunikan salah satunya hadir sosok Alfin Taufiq Al Mujab begitu masyarakat 63


Sosok mengenalnya. Seorang tokoh agama Islam yang kerap disapa Gus Alfin oleh masyarakat setempat. Alfin lahir di Madiun, 4 Oktober 1993 merupakan anak pertama dari pasangan Haji Muhtadi dan Hajah Endang Turisiyah notabene tokoh agama yang cukup familiar di Wungu. Pasca menyelesaikan pendidikan pasca sarjana di Institut Agama Islam Tribakti Lirboyo Kediri, Alfin memutuskan untuk pulang kampung dan menikah dengan Vina Rokhana pada tahun 2020 . Kini ia telah dikaruniai seorang putra bernama Arsyad Muhammad Ziyan Maula.

Babak Awal Perjuangan Dakwah Alfin

Melihat kondisi lingkungannya seperti itu membuat hati Alfin tergerak untuk mengajak mereka kembali ke jalan yang benar. Jalan yang diridhai oleh Allah. Mengingat waktu kuliah ia pernah mondok atau belajar agama di pondok pesantren Darul Huda Mayak Ponorogo dan Pondok Pesantren As-Surur Sobontoro Karas Magetan. Perjalanan dakwah Alfin dimulai ketika usianya menginjak 22 tahun saat ia masih menjadi mahasiswa aktif di STAI Madiun. Pada sekitar tahun 2015 setelah ayahnya wafat, ia meneruskan perjuangan ayahnya untuk mengajari para orang tua yang berusia 60 tahun ke atas untuk membaca dan menulis huruf Al-Qur’an dibantu adiknya yang bernama Waufawidhu Amry Illaloh. Tidaklah mudah bagi Alfin untuk mengajari mereka. Sebab ia menyadari jika daya ingat dan kemampuan mereka untuk mengeja huruf hijaiyah sangat64

lah kurang. Tuntutan atas pekerjaan sedari kecil membuat mereka tidak bisa membaca huruf alfabet begitu juga huruf hijaiyah. Layaknya ulama terdahulu, Alfin memakai papan tulis menjadi media utama untuk mengajarkan mereka mengenal huruf hijaiyyah. Dengan telaten ia menuliskan huruf-huruf tersebut untuk kemudian dihafalkan sedikit demi sedikit. Alfin tidak menggunakan buku iqra’ sebagai media pembelajarannya sebab ia mengerti besar kemungkinan hal itu tidak akan berhasil. Alfin ingin menjaga semangat mereka dalam belajar meskipun sulit. Ketika dirasa sudah cukup mampu dalam membaca huruf hijaiyah tunggal sampai sambung. Alfin memutuskan untuk langsung mengajari juz ‘amma atau juz 30. Kegiatan belajar mengajar mengaji seperti ini dilakukan seminggu tiga kali yaitu pada hari Minggu, Selasa dan Jum’at di pondok pesantren Darul Muhtadyn yang terletak di desa Wungu setelah salat Magrib maupun Isya’ dengan cara bergiliran.

Berkontribusi tanpa Kompromi

Perjalanan dakwah Alfin kemudian berlanjut pada tahun 2018 dengan mengambil jalur yang tidak biasa. Yakni dengan mendatangi para remaja di tempat yang tidak lazim seperti blusukan ke kafe dan warung. Alfin juga masuk ke dalam hutan untuk berdakwah. Alfin tahu jika disana ada perkumpulan orang-orang yang melakukan jamasan (memandikan benda pusaka seperti keris pada ma-

lam satu sura). Awalnya ia masuk lantaran mendapati keluh kesah para remaja yang senang beraktifitas di dalam dunia malam. Uniknya mereka sadar jika kesulitan mendapat akses kajian agama yang sekiranya tidak memojokkan mereka dikarenakan kebiasaannya. Ketika hendak mengaji di luar mereka mengaku menjadi bahan pergunjingan. Pun di tempat tersebut tidak ada kajian agama sama sekali yang bisa didapatkan. Alfin menyebut mereka sebagai remaja yang istimewa terlebih semangatnya yang besar untuk bisa mengaji. Alfin

menyebut mereka sebagai remaja yang istimewa terlebih semangatnya yang besar untuk bisa mengaji. "Mereka adalah remaja yang istimewa sebab bahasanya yang ratanan (misuh. Red), namun semangatnya dalam mengaji itu luar biasa." paparnya saat ditemui di kediamannya, Minggu (31/10/2021) siang. Seiring

perkembangan zaman yang semakin modern. Ditambah gaya atau fashion yang semakin kekinian membuat Alfin memutar otak begitu keras agar apa yang disampaikan nantinya dapat diterima. Pun akhirnya gaya nyentrik mengikuti fashion mereka menjadi pilihan. Tidak ketinggalan pula penggunaan metode penyampaian tanpa menggurui, apalagi memaksa mereka untuk berhenti melakukan aktivitas menjadi cara yang sangat tepat. Perihal alasannya berdakwah di tempat tak biasa, Alfin mengatakan, tidak ada sebuah larangan berdakwah di kafe


Sosok atau lokasi yang dianggap tak lazim itu. “Yang selalu diperdebatin masalah adab dan etika. Selama ini saya belum menemukan secara syar’i jika ada larangan berdakwah seperti itu.” ucapnya. Ia hanya ingin menyampaikan, bahwa di tempat yang dianggap tak lazim itu ternyata banyak yang menerima dan mengucapkan sholawat. “Saya hanya ingin mengatakan anak kafe, anak jamasan masih mau sholawat masak di luar nggak?” imbuhnya lagi. Metode dakwah yang digunakan memang tergolong unik namun, tentu saja menuai pro dan kontra di tengah masyarakat. Sebab masyarakat merasa ada yang salah dengan cara dakwah Alfin yang mendatangi tempat maksiat. Namun, Alfin tetap bersikeras menyampaikan dakwah ini dengan cara atau metodenya sendiri yaitu dengan bertukar pikiran (dialog), sesuai kondisi para remaja setempat tanpa melukai perasaan mereka. Untuk bisa berdakwah di tempat seperti itu, Alfin harus ekstra hati-hati karena begitu besarnya godaan yang menyertainya. Meski begitu, proses belajar mengajar ini mengalami sedikit kendala seperti kesibukan sehari-hari murid Alfin yang kebanyakan mencari nafkah untuk keluarga dari pagi sampai sore. Tentu hal ini berpengaruh besar menurunnya se-

mangat untuk belajar. Menanggapi hal tersebut, Alfin justru tidak marah namun, tidak pula membiarkan semangat mereka sepenuhnya hilang. Jika dirasa sudah lebih dari tiga minggu muridnya tidak ikut mengaji maka yang dilakukan Alfin adalah menghubungi atau mendatangi langsung ke rumah untuk menanyakan alasannya.

Keteguhan Prinsip Hidup Alfin

Ejekan serta hinaan datang silih berganti menghampirinya. Bukan hanya dari masyarakat biasa namun juga datang dari masyarakat yang paham agama. Meskipun masyarakat banyak yang mengejeknya. Tapi dia berharap masyarakat tidak mempersoalkan mereka yang ingin kembali kepada Tuhan. Alfin terus melangkahkan kakinya untuk membantu siapapun yang ingin belajar mengaji bersamanya. Semuanya ia lakukan atas prinsip hidup bahwa ia harus bermanfaat bagi orang lain. Seperti peribahasa “hidup kayu berbuah, hidup manusia biar berjasa”, bagi Alfin selagi masih hidup, ia akan terus berusaha melakukan hal-hal yang bermanfaat bagi dirinya sendiri dan juga untuk masyarakat utamanya. Namun Alfin selalu berfikir bahwa ia bukanlah siapa-siapa meskipun orang-orang sering berkeluh kesah dan meminta bantuan untuk mengajarinya mengaji.

Saat ini Alfin berprofesi sebagai dosen di salah satu Universitas di Madiun sembari mengajar mengaji anak-anak di desa tersebut. Tidak ada kata mengeluh dari hidupnya. Alvin selalu semangat dalam menjalani rutinitas. Dalam hidupnya, lagi-lagi Alfin terus memegang prinsip bahwa hidup haruslah mampu memiliki manfaat bagi orang lain. Pun prinsip tersebut selalu ia tanamkan kepada anak-anaknya dan juga orang-orang disekitarnya. Dimanapun Alfin berada, dia selalu menghadirkan 'aura' positif, sehingga tidak heran jika banyak orang yang menyanyangi dan menghormatinya. Alfin adalah sosok yang supel, sabar dan telaten. Semangat Alfin pun menular kepada para murid untuk selalu berada di jalan Tuhan. Bagi muridnya ia bukan hanya sosok guru yang mengabdikan diri untuk membantu mereka namun, Alfin adalah saudara. Ia mampu mengarahkan, melatih untuk memahami makna ilmu pengetahuan dan agama begitu mendalam.

Ika Rochmawati (28.19.202)

“Mereka adalah remaja yang istimewa sebab bahasanya yang ratanan (misuh. Red), namun semangatnya dalam mengaji itu luar biasa.”

Majalah Edisi 38

65


Gambar: Dewi

Alamku

Safari Wisata ke Sendang Bulus :

Objek Wisata yang Tetap Terajaga Kealamiannya

H

ari libur merupakan hari yang didambakan setiap orang. Hari-hari yang dipenuhi berbagai aktivitas, sudah saatnya ketika akhir pekan meluangkan waktu sejenak untuk melepaskan beban-beban yang ada dipikiran kita. Untuk meluapkan kepenatan itu, alangkah baiknya, mengisi sedikit waktu untuk 66

hal-hal yang positif, salah satunya adalah berlibur disuatu tempat. Berbicara meneganai berlibur, di Kota yang permai ini, ada beberapa opsi yang bisa kita jadikan tempat berkunjung seperti telaga Ngebel yang sudah dikenal banyak masyarakat. Baik itu masyarakat Ponorogo sendiri, maupun dari luar Ponorogo. Namun,

menurut berbagai informasi ada wisata yang cukup menarik, yaitu objek wisata Sendang Bulus. Rasa penasaran pun timbul dibenak kami. Untuk mengobati penasaran itu, berbagai informasi kami telusuri, mulai dari internet hingga media sosial. Setelah itu kami membulatkan tekat untuk pergi ke tempat tersebut. Perjalanan dimulai dari


Alamku rumah salah satu teman yang bertempat tinggal di Desa Tegalombo. Setelah berkumpul, kami memutuskan untuk berangkat tepat pukul setengah sepuluh pagi. Karena belum tahu rute untuk menuju tempat tersebut, google maps lah yang menjadi petunjuk jalan kami.

Menjejaki Destinasi Wisata Sendang Bulus

Berbagai lika-liku jalan pun dilalui. Mata pun dimanjakan dengan hamparan sawah yang hijau. Hingga tiba simpang empat ngumpul lalu belok ke arah kiri menuju Desa Balong. Di tengah perjalanan, tibalah di suatu tempat yang memperlihatkan hiruk pikuk manusia dengan ragam aktivitasnya. Nampak di sudut jalan ada perempuan paruh baya menggendong keranjang, entah apa isinya. Disisi lain, banyak manusia yang nampak bercucuran keringat demi menyambung hidupnya yang bergantung dengan berdagang. Dari simpang empat pasar tersebut, selanjutnya belok kiri menuju jalan raya yang cukup padat. Kendaraan pun riuh mewarnai padatnya jalan tersebut. Tidak mengherankan karena jalan yang kami lewati merupakan jalan utama antar Kabupaten, yaitu Kabupaten Ponorogo dan Kabupaten Pacitan. Cukup jauh menuju arah Slahung kami mulai kebingungan menentukan arah, akhinya kami memustuskan berhenti sejenak untuk melihat google maps. Setelah melihat petunjuk jalan itulah, perjalanan dilanjutkan kembali

Majalah Edisi 38

ke arah selatan menuju Desa Truneng Slahung. Saat sampai di simpang tiga Truneng perjalanan di lanjutkan belok kiri menuju arah Bungkal. Di Desa Bungkal inilah kami mendapatkan pemandangan bentang gunung yang terbelah oleh jalan raya, Gunung Pegat namanya. Sedikit cerita mengenai gunung tersebut, konon katanya jika ada rombongan pengantin yang akan menikah kemudian melintasi gunung, ini maka si pengantin itu tidak akan berjodoh. Tentunya bahasanya yang tidak menyenangkan buat sang pengantin. Setelah melewati bentangan Gunung Pegat perjalanan dilanjutkan kearah timur menuju Desa Nambak Kecamatan Bungkal. Melalui panduan dari google maps penjalanan akan sampai dalam waktu 10 menit. Tujuan semakin dekat membuat kami semakin semangat meskipun matahari sedang terik. Desa Nambak, lurus hingga menuju perempatan bungkal, di simpang empat inilah kami mendapatkan suguhan lagi aktivitas jual beli masyarakat di pasar Beji, namun pasar tersebut nampak sepi dari dua pasar sebelumnya yang telah kami lewati. Sudah hampir satu jam perjalanan, tidak terasa perjalanan kami sudah hampir sampai ke tempat kami tuju. Perjalanan dilanjutkan dari pasar Beji Bungkal lurus ke arah timur menuju Desa Pager dan sampailah di wisata Sendang Bulus. Perjalanan telah sampai, sebelum memasuki area wisa-

ta kami membeli tiket sekaligus parkir motor. Setibanya di Sendang Bulus kami memutuskan untuk berkeliling terlebih dahulu kemudian mengbadikan momen sambilan menyaksikan kesuruan pengunjung yang sedang mencari bulus. Ditengah keseruan, kamipun sempat berbincang-bincang dengan pengunjung, Linda namanya. Disela-sela perbincangan kami mengenai Sendang Bulus, Linda mengungkapkan apa yang ia rasakan ketika mengunjungi tempat tersebut. Ia mengatakan bahwa, “Disini adem. Suasana yang enak, bisa buat refresing sama keluarga. Selain kesini, Cuma ke ngebel dan jarang wisata. Adem, di pikiran bisa tenang. Kalau di rumah banyak yang dipikirin. Kerjaan rumah tangga sama mikir jualan di rumah rame. Abis dari sini refresing pikiran jadi sedikit tenang.” ungkap Linda.

Keterkaitan Sendang Bulus dengan Berdirinya Desa Pager

Masing-masing daerah pasti memiliki latar belakang sejarah yang berbeda. Adapun latar belakang sejarah yang berkembang di setiap daerah pasti memiliki perbedaan serta ciri khas tersendiri. Begitu pula dengan sejarah Desa Pager yang awal mulanya berasal dari dongeng secara turun temurun kemudian menyebar dari mulut ke mulut dan menjadi sebuah legenda, kemudian warga sekitar menganggapnya dengan fakta sejarah. Saat Kami Menemui Kepala Desa Pager yaitu Setyorini, 67


Alamku

ia mengatakan bahwa dahulu di Desa Pager terdapat sebuah sendang. Kemudian di dalam sendang tersebut terdapat banyak bulus (kura-kura). Melalui potensi itulah pemerintah desa melalukan inisiatif untuk merenovasi agar lebih tertata dengan baik. “Dahulu Dek, di Desa Pager itu ada sebuah sendang. Di dalam sendang itu terdapat banyak kura-kura, orang Jawa menyebutnya Bulus. Maka dari itu, pemerintah melihat ada potensi untuk dijadikan wisata, kemudian pemerintah Desa mempunyai inisiatif untuk merenovasi agar lebih tertata.” ujar Setyorini selaku kepala Desa Pager. 68

Menurut informasi yang kami dapatkan, pembangunan di mulai dari pembuatan area pinggir sendang. Setelah pembangunan tersebut, pemerintah desa melakukan pengembangan dengan menabur ikan gabus di area sendang. Pihak pengelola wisata adalah Kelompok Sadar Wisata(POKDARWIS)pemerintah Desa Pager. Pada tahun 2015 pemerintah Desa Pager meresmikan objek wisata Sendang Bulus. Dilansir dari ponorogo. go.id, di dalam website tersebut dijelaskan bahwa keberadaan Sendang Bulus berkaitan erat dengan Desa Pager. Sendang Bulus merupakan sarana untuk memelihara hewan fa-

vorit dari Raden Beku Pringgokusumo. Selain bulus, ikan gabus juga termasuk hewan favorit Raden Beku Pringgokusumo. Perlu diketahui bahwa Raden Pringgo Kusumo adalah yang membabat Desa Pager. Dahulu kala, pada saat Raden Pringgo Kusumo terdesak oleh Belanda, dari desa asalnya yaitu Slahung. Kemudian, sang Raden pergi ke arah utara dan bersinggah disuatu hutan. Di dalam hutan tersebut, Raden Pringgo Kusumo melatarbelakangi adanya Desa Pager. Raden Beku Pringgo Kusumo yang merupakan tokoh babat Desa Pager. Pada dahulu kala Raden Beku Pringgo


Gambar: Sediyani

Alamku

Sebagai generasi muda yang katanya generasi penerus bangsa sudah sepatutnya ikut serta dan berperan menjaga kelestarian alam agar tetap terjaga keasrian serta kemurniannya.

Kusumo mempunyai hewan kesayangan yaitu hewan bulus dan ikan gabus/kutuk. Raden Beku Pringgo Kusumo bersemedi atau bertapa dibagian sebelah timur agak ke utara dari asal penebangan awal, mereka minta kepada Tuhan yang Maha Kuasa supaya diberi tempat untuk memelihara Bulus dan ikan gabus/ kutuk, sehingga berhasil disuatu tempat sumber mata air yang besar dan jernih yang akhirnya diberi nama Beji atau Sendang. Pada akhirnya Raden Beku Pringgo Kusumo hidup sampai tua dan meninggal disemayamkan di pemakaman Pengkol/Cangkreng asal mula mereka mulai.

Majalah Edisi 38

Keberadaan Sendang Bulus Sebagai Sarana Edukasi

Seiring berjalannya waktu, Sendang Bulus kini menjadi wisata yang cukup familiar di Ponorogo. Sebagai generasi muda yang katanya generasi penerus bangsa sudah sepatutnya ikut serta dan berperan menjaga kelestarian alam agar tetap terjaga keasrian serta kemurniannya. Ekosistem di area wista haruslah dirawat serta dikembangkan agar kelak potensi baru akan tumbuh dan berkembang. Objek wisata tersebut kelak akan menjadi warisan Bangsa Indonesia, khusunya di Kabupaten Ponorogo sebagai kabupaten yang

kaya akan destinasi wisata yang eksotis nan aestetik. Tidak hanya melestarikan saja, akan tetapi ada usaha lain untuk mengembangkan wisata Sendang Bulus agar menjadi destinasi wisata yang semakin berkembang dan terkenal. Melalui proses tersebut diharapkan mampu mendongkrak pariwisata yang ada di Ponorogo serta menumbuhkan perekonomian masyarakat. Khususnya warga yang terletak disekitaran Wisata Sendang Bulus. Penulis : Titis Sediyani (27.18.187) Dewi Istiqomah Farida. (29.20.214) 69


Puisi

Miris Oleh: Dee

Katanya pendidikan adalah bentuk pengabdian bangsa Tempat merangkul asa Namun hakikatnya telah pudar Hingga terasa hambar Pengetahuan diutamakan Tapi spiritual disepelekan Keterampilan dibanggakan Tapi sosial diremehkan Papan dan kapur yang lebih berharga Terkalahkan oleh benda pipih bercahaya Langkah demi langkah hanya seperti paksaan saja Asal uang saku tetap masuk kantong celana Apa yang dapat dijunjung tinggi Apa yang dapat dikenang di hati Semua begitu begitu saja Tak berarti apa-apa Miris... Miris... Keelokan pendidikan di negeri kian terkikis Pendidikan hanya menjadi ajang kejuaraan Tak pedulikan moral yang dibebankan Ponorogo, 20 Oktober 2021

70


Puisi

Layar Itu Berbicara Oleh: Cantrisah Artha

Bumi terasa berbeda Kabar burung yang merajalela Mencekam seluruh dunia Membawa prasangka, bahwa dunia tidak baik-baik saja Tata kehidupan mulai berubah Ketakutan menjadi huru-hara Ruang pendidikan ikut terancam Kini bukan tatap muka, melainkan layar bicara Layar itu berbicara Celoteh yang harusnya bernyawa Kini hanya dibalas suara tanpa muka Memiriskan, namun berubah pemakluman Tenaga pengajar mulai kewalahan Atas digitalisasi yang dadakan Para pelajar pun ikut berang Dengan tugas yang tidak berkesudahan Dalam diamnya, orang tua juga riskan Tentang anak berikut pendidikan Yang hanya berkutat pada layar Dan mulai tidak peduli dengan sekitar Ponorogo, 1 Desember 2021 Majalah Edisi 38

71


Cerita Pendek

Bukankah Kami Ini Terhormat? Oleh : Dian Agustini NIC : 29.19.206

Aku—kami, si pelita dalam kegelapan buta aksara. Menghabiskan waktu puluhan tahun atas nama pengabdian dan menjadi pahlawan garda terdepan. Namun, tak sedikit pun disentuh kesejahteraan. ~(Si Pahlawan Tanpa Tanda Jasa)~

M

ataku terpejam, menikmati semilir angin yang membuat bulu kudukku sedikit meremang. Sesekali aku menyesap kopi yang kuletakkan di meja sampingku. Kemudian, mataku kembali memejam. Akhir-akhir ini anganku selalu menerawang pada hari itu. Hari di mana kupikir nasib hidupku akan sedikit berubah. Paling tidak, aku tak harus melakukan dua atau tiga pekerjaan sekaligus dalam sehari. Karena bagaimanapun, tulangku di usia paruh baya ini tak lagi sekuat dulu. Tapi, tetap saja semua kulakukan. Demi istriku, anakku, dan anak-anak bangsaku. Seminggu sebelum hari itu, aku sudah mempersiapkan semuanya. Ya, semuanya. Otak kecilku ini kujejali berbagai hal. Hal-hal yang sudah ada kutambahi agar semakin banyak, pun hal-hal yang sama sekali tak kuketahui sebelumnya. Bahkan kurasa otakku ini hampir saja meledak jika saja aku tak terbiasa memikirkan hal-hal berat. Berbagai warna kehidupan kusaksikan saat itu. Mereka yang datang berbondong-bondong menggunakan pakaian seperti oreo. Beberapa di antaranya berpenampilan sedikit aneh. Seperti seorang lelaki yang terlihat lebih tua dariku, ia mengenakan tali rafia yang dililitkan di perutnya. Lalu, seorang ibu-ibu yang kuyakin umurnya tak jauh berbeda denganku mengenakan baju yang menguning—padahal seharunya di sini kami memakai baju putih. Aku bukan orang yang tak sadar diri, setelah melihat beberapa orang itu, aku segera menengok ke bawah. Aku menertawakan penampilanku sendiri, kakiku di-

72


Ilustrasi: Aldian

Cerita Pendek bungkus oleh sepatu yang beberapa bagiannya sudah mengelupas. Tak lupa celana kainku yang warnanya tak seperti hitam lagi, namun terlihat abu-abu kecokelatan. Aku tak heran. Aku sangat yakin mereka yang berada di sini nasibnya tak kalah jauh dengan diriku. Padahal seharusnya kami ini terhormat, tapi nyatanya hanya seperti kuli pasar yang begitu melarat. Ijazah yang kami dapatkan dulu— seperti—tak berarti apa-apa. Profesi yang kami jalani hanya apik di mata kami saja, tidak bagi mereka. Beruntung, di ruang itu aku dapat menyelesaikan semuanya. Bukan masalah hidupku tentunya, tapi pertanyaan-pertanyaan yang katanya menjadi penentu, kami akan diakui negeri tercinta ini atau tidak. Hal-hal yang sebelumnya kujejalkan dalam kepala berguna juga. Kudapatkan angka melebihi ambang batas, menunjukkan bahwa kali ini aku—mungkin—dinyatakan lolos. Namun, sejak saat aku duduk di bangku ini, perhatianku tak luput dari seorang lelaki yang berada di sampingku. Dari penglihatanku, sepertinya usianya sudah menginjak senja yang perlahan akan segera ditelan malam. Ya, orang itu lebih tua dariku. Mataku terfokus pada tangannya yang gemetar memegang mouse komputer. Wajahnya terlihat tak tenang. Apa mungkin ia kesusahan? Kuakui, meskipun aku dapat menyelesaikan semuanya, tak bisa dikatakan bila teori-teori dalam soal itu sangat mudah. Beberapa kali aku memijit pelipisku sekadar ingin mengurangi rasa pening di kepalaku. Tak sabar menunggu nasibnya, pandanganku semakin enggan berpaling darinya. Orang itu dengan terseok menjalankan mouse-nya ketika telah menyelesaikan semuanya. Namun seketika tubuhnya melemas, aku yang berada tak jauh darinya dapat melihat angka di monitor tak melampaui ambang batas. Dadanya terlihat memburu, tangannya pun semakin bergetar. Tak luput dari pandanganku, air mata berhasil membasahi pipi keriputnya. Getaran hatinya seakan menjalar ke hatiku. Seperti ikut merasakan kekecewaannya, dadaku bergemuruh. Padahal ini adalah secercah harapan untuknya—kami—agar hidup lebih layak. Tapi melihat hasil yang ia dapat, sepertinya harapan itu harus ia pendam dahulu untuk saat ini.

Majalah Edisi 38

Ah, betapa malang hidup orang-orang seperti kami. Suara daun jatuh akibat terpaan angin mengembalikan anganku pada malam ini. Tanpa aba-aba tanganku menyentuh secangkir kopiku. Sudah dingin. “Masuk, Pak. Sudah malam. Udaranya dingin, takutnya nanti Bapak masuk angin.” Suara istriku pun menyadarkanku kalau hari memang semakin larut. Aku memilih masuk ke dalam rumah. Memutuskan untuk memikirkan segala hal yang bergejolak di otak sambil tiduran di kamar saja. Kulihat jam dinding sudah menunjukkan pukul sepuluh malam, pantas saja sudah sepi, pasti anak-anak sudah tidur. “Barusan dapat info kalau akan ada pengumuman tes tahap pertama yang kemarin itu, Pak. Jadi, yang tesnya sampai passing grade ya belum tentu juga sudah lolos,” ujar istriku saat aku sudah mendaratkan tubuh pada kasur yang sudah tak begitu empuk. Tak ada kata-kata yang keluar dari mulutku untuk menanggapi kalimat itu. Bukan apa, sebenarnya aku sudah tahu mengenai hal itu. Berbagai grup WhatsApp yang ada di gawaiku sudah ramai membincangkannya. Orang-orang yang senasib denganku itu tentu saja mulai mengkhawatirkan hal-hal buruk yang mungkin terjadi. *** ‘Maaf, Anda tidak lolos.’ Begitulah sekiranya tulisan yang kulihat di layar gawai pintarku. Rasa kecewa secara otomatis menjalar dalam hatiku. Beberapa orang yang bersamaku saat ini menoleh ke arahku ketika kuhela napas. Kulihat dari empat orang yang ada di samping dan depanku ini tak ada yang memiliki raut ceria. Apakah kita bernasib sama? “Bagaimana?” tanyaku singkat. Mereka hanya menggeleng-geleng. Salah satu di antara mereka tersenyum kecut. Seperti mereka yang memahami pertanyaan dariku yang semestinya ambigu, aku pun mengerti maksud jawaban mereka yang hanya berupa gelengan kepala. “Kalian tahu? Pak Sujono yang nilainya tak mencapai ambang batas lho lolos, masa kita yang nilainya tinggi nggak lolos. Soalnya dia itu mendapat afirmasi dan juga merupakan guru in73


Cerita Pendek duk,” celetuk Ahmad tiba-tiba. Pak Sujono adalah lelaki berusia senja yang duduk tak jauh dariku, dengan hasil tes yang tak lolos passing grade pada saat itu. Ternyata pak Sujono adalah guru sepuh yang juga mengajar di tempat Ahmad mengajar. Saat setelah tes itu aku memang bercerita pada rekan-rekanku ini mengenai malangnya nasib pak Sujono. Namun, realitanya siapa yang bernasib lebih malang? Pak Sujono yang tak lolos passing grade namun berhasil diakui negara atau kami yang dengan bangganya lolos passing grade namun tak berarti apa-apa. Mungkinkah benar, di tengah regulasi seperti ini hasil yang kami dapat dengan susah payah tak bernilai? Ternyata afirmasi hanya didapat oleh mereka yang menyandang guru induk, mereka yang memiliki sertifikat pendidik. Tapi, kami? Kami ini apa? Hanya karena kami bukan guru induk, guru honorer yang bahkan belum memiliki sertifikat pendidik, lantas pantas untuk mendapat perlakuan tidak adil? Bukankah ini termasuk bentuk penjahahan bagi kami? Ya, kami disebut guru honorer. Guru yang diberi gaji di bawah UMR. Itu pun terkadang dibayar tiga atau empat bulan sekali. Inikah balasan untuk kami yang bertahun-tahun mengabdi untuk negeri ini? Ponselku menampakkan berbagai pesan yang bergantian masuk di beberapa grup WhatsApp saat kubuka. Suasana grup semakin ricuh dan gaduh. Kecewa, kesal, dan sakit hati terungkap di sana. Ah, kurasa keadilan semakin hambar dan tak lagi terasa. Ambang batas yang sudah ditentukan sama sekali tak berguna. Mungkin untuk iming-iming saja agar mereka para pemangku

kebijakan bisa menguras tenaga pikir kami. Kami yang berusaha keras mendapatkan nilai tinggi tak mendapat formasi, sedangkan yang mendapat nilai rendah diberi afirmasi. Sudah jelas-jelas yang kami dapat adalah nilai murni. Tapi, masih saja diminta coba lagi nanti. *** Sudah hampir satu bulan, permasalahan-permasalahan tak kunjung usai, malah semakin bertambah. Bahkan mereka yang sudah lolos dan mendapat formasi pun harus terombang-ambing karena ketidakpastian pelaksanaan pemberkasan. Di tengah riuhnya pendaftaran tes tahap kedua, aku dan teman-temanku bertekad untuk memperjuangkan hasil dari usaha kami. Sungguh tidak rela, ketika kami mendapat nilai murni yang tinggi harus tergeserkan dengan mereka yang nilainya lebih rendah dari kami. Yang kami inginkan adalah adanya formasi. Hingga kami tak lagi seperti anak ayam yang kehilangan induknya. Berbagai aksi telah kami lakukan, tak ada sedikit pun tanda-tanda pengangkatan kami, hanya janji adanya formasi nanti. Dengan rasa kecewa yang tak jua surut, kami yang belum lolos tes tahap satu dengan terpaksa mengikuti tes tahap dua. Besar harapan kami janji itu ditepati, hingga kami mendapatkan formasi di akhir tahun ini. Tapi sepertinya belum juga terealisasi. Pemerinrah pusat dan daerah saling tarik ulur mengenai kebijakan formasi. Perihal anggaran, tak ada sinkronisasi antara keduanya. Mengapa tidak dipersiapkan dengan matang semuanya? Lagi, lagi, dan lagi kami guru honorer menjadi korbannya. v

" Kami yang berusaha keras mendapatkan nilai tinggi tak mendapat formasi, sedangkan yang mendapat nilai rendah diberi afirmasi "

74


Resensi Film

Potret Bullying di Lingkungan Pelajar dalam Film Ekskul Judul Sutradara Produksi Tahun Durasi Peresensi

Gambar: www.google.com

M

: Ekskul : Nayato Fio Nuala : Indika Entertainment : 2006 : 109 Menit : Erfin Wisda (28.19.199)

araknya kasus kekerasan terhadap anak belakangan ini, mencuri perhatian si beberapa pihak. Terutama kasus bullying, yang kerap terjadi di lingkungan pelajar yaitu sekolah. Semenjak pertamakali di lakukan penelitian tentang bullying di Eropa tahun 1970, kasus tersebut hingga kini masih menjadi perhatian dunia pendidikan. Menurut survei dari Departemen Pendidikan Jepang pada tahun 2004 terdapat 24.898 kasus bullying. Di Indonesia sendiri pada tahun 2006 Komisi Nasional Perlindungan Anak Indoneia (KPAI) memperoleh laporan terdapat 326 kasus bullying di ranah pelajar. Adapun Bullying adalah istilah dalam bahasa inggris yang dapat diartikan sebagai bentuk penindasan, atau tindakan kekerasan yang dilakukan oleh teman sebaya kepada anak lain yang dirasa lebih lemah. Dampak kekerasan yang dialami tentunya berpengaruh besar pada kondisi kesehatan baik fisik maupun psikis. Hal itu yang menjadi perhatian dalam banyak kasus, bullying memiliki rantai siklus yang berulang. Jadi, terkadang pelaku adalah korban itu sendiri, yang pernah memiliki pegalaman serupa sebagai korban penindasan. Fenomena tersebut mendorong Shanker RS produser film dan pemilik Indika Entertainment untuk menaruh perhatiannya. Baginya, perlu adanya edukasi kepada mayMajalah Edisi 38

sarakat sebagai upaya pemutus rantai sikus tersebut. Sebagai produser film, akirnya lahirlah karya film berjudul “Ekskul”. Karya ini di sutradarai oleh Nayato Fio Nuala, merupakan film yang berhasil meraih 4 Piala Citra pada Festivaal Film Indonesia (FFI) 2006, dalam kategori Film Terbaik, Sutradara Terbaik, Penata Suara Terbaik dan Editor Terbaik. Sempat film ini menuai kontrovesi karena dianggap tidak layak menang karena melanggar hak cipta dalam menggunakan ilustrasi musik dari film Hollywood. Terlepas dari kasus tersebut, Ekskul adalah film remaja yang cukup bagus. Diangkat dari kisah nyata sebagai kritik terhadap lingkungan pendidikan, yang masih relevan dengan fenomena yang sekarang. Film ter75


Resensi Film sebut mengambil dari dua objek pendidikan, yakni pendidkan sekolah dan keluarga, dimana ranah tersebut memiliki peran besar dalam membawa pengaruh terhadap prilaku seorang anak. Film Ekskul dibintangi oleh Ramon Y. Tungka yang berperan sebagai Josuha, Seorang siswa SMU yang kerap mendapat perlakuan kasar dari teman sekolahnya dan tekanan dari lingkungan keluarga, yang memiliki ekspektasi besar kepadanya. Untuk lebih jelasnya penulis akan memaparkan sinopsisnya sebagai berikut. Di awali dari scene antara psikiater dan Josuha yang sedang melakukan konsultasi, terlihat ganggun psikologis yang diderita membuat sikapnya menjadi temperamen. Psikiater yang menangani Joshua terlihat begitu kewalahan dan jengkel melihat kondisi Joshua yang terlampau parah. Akhirnya hanya berujung pada perdebatan panjang antara pasien dan dokter yang tidak mendapatkan hasil. Scene beralih pada latar tempat sekolah. Pasca konsultasi, sikap Josuha semakin tidak karuan, dengan bermodalkan senjata api yang di dapat dari pembelian ilegal, ia menyusun startegi untuk menyandra enam kawannya yaitu Kattie, Jessica, Emi, Mike, Matius dan Jerry 76

di salah satu ruang kosong. Penyanderaan dilakukan dengan sangat cerdik, di mana para target dikirimi surat paggilan palsu yang menyatakan panggilan dari kepala sekolah. Suasana menjadi gaduh ketika Josuha menodongkan pistol kehadapan enam kawanya, yang telah terperangkap oleh jebakanya. Akhirnya situasi terdengar hingga ke seluruh sekolahan, para pihak sekolah dan siswa panik melihat tindakan Josuha. Kondisi semakin chaos ketika acaman penembakan terlotar dari mulut Josuha jika ada siapapun yang ikut campur dengan urusanya. Karena yang dilakukanya telah masuk dalam kategori kriminal, datanglah pihak kepolisian untuk membatu meredakan aksi Josuha. Pihak kepolisianpun juga tidak mau gegabah dalam menghadapi khasus tersebut. Upaya mediasi terus ditawarkan oleh pihak kepolisian, agar Josuha segera mengakiri tidakanya, namun tawaran terebut ditolak mentah-mentah oleh josuha dan bersikeras untuk tetap meluapkan hasrat balas dendam kepada kawanya yang pernah mempermalukanya. Scene berpindah ke masa lalunya, Josuha terlahir di keluarga yang cukup baik secara finansial. Namun, orang tuanya menerapkan didikan

yang keras padanya. Seringkali Josh mendapat kekerasan fisik dari ayahnya, apalagi ketika ia ingin beralasan tentang keresahanya, seakan Josuha dibentuk harus menjadi pribadi sesuai ekpetasi orang tuanya. Sikap orang tuaya yang keras dan selalu membatasi hak bicara Josh, membentuk kepribadianya yang cenderung pendiam dan seringkali memilih untuk tidak pulang, karena jenuh melihat perlakuan orang tuanya. Tuntutan yang tinggi di bidang akademis menambah rasa tekanan yang diterima, ia juga kehilangan waktu untuk menyalurkan hobi yang ia suka. Di mata guru, Josuha adalah anak yang cerdas dan sopan. Namun,sifat penyendirinya dan mental yang bisa dikatakan tidak pemberani, menyebabkan ia sering disepelekan oleh Jerry. Perlu diketahui Jerry merupakan ketua gang yang selalu mengatakan bahwa ia adalah siswa terkuat di sekolahnya. Bapaknya adalah investor terbesar di sekolah itu, sehingga Jerry sering di anak emaskan dan jarang sekali kena teguran meski sering membuat onar. Jessica, Emi, Mike, Matius adalah anak buah Jery yang kerap membatunya dalam menjalankan aksinya. Sedangkan Josh adalah target yang selalu menjadi bahan


Resensi Film perpeloncoan di depan para siswa lain. Karena terlalu sering dipermalukan depan para siswa dan tidak ada satupun kawan yang berusaha membatu, Josuha merasa tak dihargai sebagai manusia. Hingga akhirnya sikap Josuha perlahan mengalami perubahan, prestasi di bidang akademik juga mengalami penurunan, hal tersebut sebenarnya disadari oleh guru Bimbingan Konseling, yang sedikit banyak masih berusaha membantu Josuha. Namun, kepala sekolah yang lebih mementingankan nama baik keluarga Jery akirnya kasus tersebut sengaja ditutupi. Suatu ketika karena banyaknya tekanan yang diterima Josuha dari lingkungan sekolah dan lingkungan keluarga yang abai dengan kondisinya. Josuha mengalami depresi yang membuat ia berencana untuk mengakiri hidupnya, namun niat tersebut diurungkan sebelum bisa membalas dendam kepada semua teman yang pernah berlaku tidak adil padanya. Tersusunlah rencana kriminal dengan menyandera enam temanya. Scane beralih pada peristiwa pertama, dimana situasi kacau di tengah penyandaraan yang dilakukan Josuha.

Pihak kepolisian terus mencoba komunikasi dengan Josuha yang berada di dalam ruangan. Namun setiap polisi memberanikan diri mendekati ruangan penyandaan, Josuha selalu memberikan acaman akan menembak semua kawan yang di sandera. Akhirnya, Josuha memberikan penawaran, bahwa dia tidak akan membunuh temannya dan akan melepaskan asalkan dengan satu sarat, temanya harus merasakan setiap perlakuan yang pernah dirasakan Josuha. Sekilas film tersebut seperti hanya bercerita tentang pembalasan dendam, namaun dari tindakan tersebut, di sisi lain terdapat makna yang penting bagi pemirsa. Pembalasan dendam pada cerita adalah gambaran realita dilapangan, bahwa ada potensi rantai siklus yang berulang dalam kasus bulying. Ketika mengetahui ternyata pelaku tidak kekerasan adalah korban itu sendiri, apakah tuduhan sepihak ke pelaku atau sanksi hingga hukuman tanpa tinjauan kritis masih relevan untuk digunakan ? Memang sangat rumit untuk menentukan siapa yang patut disalahkan, secara hukum pelaku tetap bersalah karena melakukan tidakan

yang merenggut hak kebebasaan orang lain. Tetapi untuk memutus rantai tersebut tidak cukup hanya sekedar mendindak sang pelaku, perlu penelisikan yang lebih terperinci karena prilaku seorang anak sangat di pengaruhi latar belakang lingkungan meraka. Di luar itu film tersebut juga mengkritisi terkait pola pendidkan yang berorintasi pada hasil akhir angka, yang pada akirnya mengaburkan makna pendidikan. Pendidikan yang seharusnya mengajakran kebijaksanaan dan menjujung tinggi harkat martabat manusia tersisih oleh tuntutan mengejar prestasi. Untuk sekelas film Indonesia tahun 2006, “Eskul” memiliki sekenario yang sangat menajubkan, suatu pengalaman menonton yang beda, dengan alur mundur yang mungkin jarang di adopsi oleh film lain. Kekurangan dari film ini, yang mungkin akan sangat terasa oleh penonton sekarang adalah pada cinematografi yang kasar. Namun, tetap film ini memiliki daya tawar yang baik tak hanya sekedar sebuah film yang menghibur tapi juga mengandung pesan edukasi.

Pendidikan yang seharusnya mengajakran kebijaksanaan dan menjujung tinggi harkat martabat manusia tersisih oleh tuntutan mengejar prestasi

Majalah Edisi 38

77


Resensi Buku Mengungkap Manis dan Pilunya Pendidikan, dalam Novel Guru Aini Diingatnya pesan Bu Marlis padanya, bahwa dia takkan menjadi kaya dan takkan menjadi kesenangan dengan menjadi guru , namun akan sangat bahagia. ~( Guru Aini )~

Judul Penulis Penerbit Kota Terbit Tahun Terbit Tebal Peresensi

: Guru Aini : Andrea Hirata : Bentang : Yogjakarta : 2020 : 336 halaman : Nur Rohmatus Sa’adah (28.19.222)

78

Gambar: www.google.com

P

endidikan adalah sebuah pilar suatu bangsa. Negara bagai sereceh rupiah yang retak tanpa adanya sebuah pendidikan yang berkembang dan maju. Maka dari itu, peran guru sebagai pelita murid sangatlah dibutuhkan untuk mencetak generasi penerus bangsa yang kedepannya akan berkiprah untuk negaranya sendiri. Dengan tujuan itu, perlu adanya kebijakan pemerintah di bidang pendidikan yang adil dan merata hingga pelosok negeri. Jika terjadi sebuah ketimpangan pendidikan di Indonesia, maka ibarat negara yang sebagian organ tubuhnya sedang mengalami kerusakan. Melatar belakangi itu, Andrea Hirata seorang sastrawan handal yang pandai meracik cerita unik, menulis sebuah novel Guru Aini prekuel dari novel sebelumnya Orang-Orang Biasa. Andrea Hirata lahir di Gantung, Belitung Timur, Bangka Belitung pada 24 Oktober 1967 merupakan seorang penulis An International Bestseller Laskar Pelangi.


Resensi Buku Novel ‘Guru Aini’ merupakan karya yang baru saja terbit. Karya-karyanya tidak lepas dari potret pendidikan anak-anak pelosok di pulau yang kurang terjamah dalam aspek pendidikan. Untuk mempromosikan minat membaca serta minat menulis, Andrea Hirata mendirikan museum sastra pertama dan satu-satunya di Indonesia yang bernama Museum Kata Andrea Hirata. Novel ini bercerita tentang seorang perempuan muda bernama Desi Istiqomah. Desi adalah perempuan sederhana, idealis, cantik, genius, nyentrik, dan karismatik. Dalam hidupnya dia mempunyai cita-cita yang terinspirasi dari Guru Matematikanya saat SD yang bernama Bu Marlis. Setelah menyelesaikan SMA yang menjadikannya sebagai lulusan terbaik, Desi bertekad untuk melanjutkan kuliah ikatan dinas D3 jurusan matematika. Keputusan Desi tersebut ditentang keras oleh Ibunya dan kepala sekolah SMA-nya, yang bernama Bu Amanah. Ibunya mengharapkan Desi melanjutkan kuliah di Fakultas Kedokteran atau Fakultas Ekonomi untuk melanjutkan bisnis ayahnya. Desi memberikan jawaban filosofis yang dikaitkan dengan matematika, dengan persamaan garis lurus dengan variabel- variabel yang didefinisikan sendiri oleh Desi, xl: Pendidikan, x2:kecerdasan dan konstanta a: pengorbanan. Pendidikan memerlukan pengorbanan. Pengorbanan itu nilai tetap, konstanta tak boleh berubah. Segala sesusatu berjalan persis seperti yang diharapkan Desi. Ia melanjutkan kuliah

Majalah Edisi 38

ikatan dinas D3 Guru Matematika lalu diangkat menjadi pegawai negeri dan ditempatkan di seluruh wilayah Sumatra untuk mengabdikan diri dan menyalurkan ilmu matematikanya. Dia menyelesaikan D3 selama 3 tahun. Selama kuliah ibarat bebek bertemu kolam, Desi menikmati persaingan, diskusi, perdebatan dengan dosen dan kawan-kawannya. Hingga akhirnya dia lulus dan menyandang predikat lulusan terbaik. Sesuai tradisi, lulusan terbaik mendapat keistimewaan untuk memilih lokasi penempatan kerja. Namun, Desi melabrak tradisi istimewa itu dan memilih untuk mengambil kertas undian seperti teman-temannya. Sontak dia tersenyum gembira setelah membuka gulungan kertasnya dan tertulis Bagansiapiapi. Dia akan bertugas di kota pelabuhan yang makmur, maju, indah dan agamis. Di tengah euforia tersebut terdapatlah siswa yang menangis di pojokan kelas. Namanya Salamah. Dia mendapat tugas di daerah Tanjong Hampar. Yaitu sebuah pulau yang belum tercantum dalam peta bahkan status wilayah hukum Replublik Indonesia-nya masih dipertanyakan. Desi merasa tertantang dan siap terjun di wilayah terpencil sekalipun belum ada di peta Indonesia. Akhirnya Desi menukar kertas undiannya dengan Salamah. Jadilah Desi mengabdi di Tanjong Hampar. Tibalah dimana Desi harus berpisah dengan kedua orang tuanya untuk hijrah di pulau terpencil yang mana orang tuanya belum pernah mendengar wilayah Tanjong Hampar.

Desi bertekad menuju pulau Tanjong Hampar di ujung selatan pulau Sumatra tepatnya di Kampung Ketumbi. Berbagi macam lika-liku seperti makan asam garam dia rasakan selama menempuh perjalanan 6 hari 6 malam. Perjuangan naik bus selama berjam-jam lamanya berpindah dari satu tempat ketempat lain melewati jalanan berdebu, berkerikil, dan berdesakan ia lalui. Perjuangannya naik kapal muatan kayu selama berhari-hari membuatnya mabuk laut dan ciut nyali. Sempat merasa menyesal telah bertukar tempat. Namun, diteguhkan hatinya bahwa apapun yang tak dapat membunuhmu, akan membuatmu semakin kuat. Kemudian, semuanya terbayarkan saat dia merasa istimewa karena mampu menaklukkan Tanjong Hampar. Memasuki Tanjong Hampar betapa indahnya perasaan Desi karena disambut penduduk sekitar dengan sebutan Bu Guru. Sesuatu yang diidam-idamkannya sejak kelas 3 SD. Backpack yang terasa semakin berat dalam perjalanan tiba-tiba terasa ringan. Desi mengajar di SMA Ketumbi. Hari pertama dia mengajar, hati Desi mulai berdebar-debar karena mulai hari itu dia adalah Guru Desi, yakni guru matematika yang sangat di segani di usianya yang baru 18 tahun. Di SMA tersebut alangkah terkejutnya Desi bahwa matematika menjadi momok sebagian besar siswa. Banyak siswa menghindari kelas Guru Desi. Dia tidak segan menghukum muridnya berdiri apabila gagal menyelesaikan soal matematika di papan tulis. Murid-murid menyebutnya Guru Desi Mal. 79


Resensi Buku " Gelap itu adalah rasa ingin itu mati dan ketakutan adalah sesuatu yang kita bangun sendiri tanpa sebuah rencana. Maka dari itu, keberhasilan itu terlahir dari sebuah tekad dan mimpi yang tak pernah pupus meski alam selalu mengubah musimnya "

Sekian tahun mengajar tak satupun Desi menemukan siswa pintar seperti yang dia pikirkannya sejak menginjakkan kaki di Kampung Ketumbi. Suatu ketika Desi menemukan murid yang cerdas, namanya Debut Awaluddin. Namun Debut membuatnya kecewa dan kesal karena sifatnya mulai berubah total semenjak dia bergabung dengan siswa yang di duduk di bangku belakang yang di kenal ‘Rombongan 9. Mereka adalah Handai Tolani, Tohirin, Honorun, Sobri, Rusip, Salud, Nihe, Junilah, dan Dinah. Mereka adalah kaum marjinal pendidikan. Tak terpelajar dan tidak mau berusaha memahami pelajaran. Maka jadilah Debut Awaludin seperti mereka. Sejak Debut meninggalkan sekolah, Guru Desi belum menemukan murid genius matematika seperti Debut. Bahkan saat ini murid-murid Guru Desi adalah anak-anak dari Rombongan 9. Suatu ketika datanglah kepadanya Aini, Nuraini Binti Syarifudin nama lengkapnya. Dia adalah murid bebal, kampungan, dan nol puthul matematika. Aini selalu sakit perut saat pelajaran matematika, hal ini seperti kutukan matematika baginya. Nilai ujian matematikanya adalah 1 0 1 0 seperti bilangan biner. Namun Aini sangatlah percaya diri meskipun bodoh tapi dia merasa punya bakat menyanyi meski80

pun suaranya sumbang dan fals. Bersama sahabatnya Enun dan Sa’idah, Aini membuat group vocal yang diberi nama Trio Aljabria. Tak sampai disitu, mereka membuat logo Aljabar Log (Logaritma) yang disulam di tas mereka agar terlihat garang, sangar, misterius macam logo group metal gotik. Padahal mereka hanya membawakan lagu tentang berbakti kepada orang tua dan nasehat agar manusia tidak masuk neraka. Masuk SMA Ketumbi mereka bersuka ria dikelas Pak Tabah yang super santai dalam mengajar dan setabah namanya. Kekompakan dan kegembiraan mereka mulai sirna saat ayah Aini mendadak sakit keras dan tidak dapat diobati. Aini merawat Ayahnya tujuh bulan, hingga tidak naik kelas. Dari sinilah Aini dinasehati seorang tabib bahwa ayahnya hanya bisa diobati dengan ilmu kedokteran. Sejak saat itu Aini bercita-cita menjadi dokter. Ia mengakui bahwa menjadi dokter tidaklah mudah. Bahkan berkaitan erat dengan matematika, sedangkan Aini takut pada ilmu matematika. Hal inilah yang mendorong Aini, untuk melupakan segalanya agar Guru Desi mau menerimanya menjadi murid di kelasnya. Berbekal tekad dan motivasi yang tinggi Aini diterima menjadi murid Guru Desi. Setelah pindah kelas, Aini masih

mendapatkan nilai bilangan biner. Aini menjadi bulan-bulana di kelas karena tidak satupun mengerti penjelasan Bu Desi Mal. Matematika dasar SMP saja belum dia kuasai. Akhirnya dia kena damprat Guru Desi dengan mengancam Aini untuk dikembalikan ke kelas Pak Tabah. Aini berpikir keras mencari cara agar terlepas dari kutukan bilangan biner. Dengan meminjam kartu perpustakaan sahabatnya, dia meminjam buku matematika SMP dan SMA. Malamnya, Aini menggempur buku-buku matematika tersebut. Dia bahkan bersikap ektrem dengan menghafalkan soal-soal dan jawaban ulangan matematika. Semua itu dilakukan dengan harapan dapat mengubah nilainya dari 1 dan 0 menjadi 2. Sepulang sekolah Aini berjualan mainan anak-anak di kaki lima. Terbesit dipikiranya bahwa dia harus belajar matematika di rumah dinas Guru Desi. Setiap sore di jam dan menit yang sama, Aini sudah memarkirkan sepedanya yang bertuliskan “Aini cita-cita dokter” di bawah pohon nangka dengan mendekap buku dan memegangi perut. Berminggu-minggu Aini belajar dengan Guru Desi tidak ada kemajuan sama sekali. Hal ini membuat Guru Desi merasa prustasi hingga kertas jawaban Aini diremas dan dirobek-


Resensi Buku -robek. Berbagai macam cara telah di coba Guru Desi tapi hasilnya tetap nihil. Ditengah rasa kesal dan marahnya itu, tanpa sengaja melihat buku Principles of Calculus diantara tumpukan buku di atas meja. Buku kalkulus inilah yang akhirnya mengilhami Guru Desi untuk mengajar Aini dengan pendekatan kalkulus. Esok sorenya, Guru Desi menjelaskan tentang konsep Limit. Kemudian membuka kalkulus dan meminta Aini untuk menganalogikan kemarahan dan ketidakmengertian. Dan Aini mulai menunjukkan hilalnya. Dengan semangatnya Aini mencoret seluruh dinding kamarnya dengan arang dengan rumus-rumus matematika yang ada di kalkulus. Dan memecahkan soal-soal kalkulus. Guru Desi sangat senang metodenya berhasil dan meyakini bahwa matematika bukanlah dilahirkan sebagai bakat tapi dibentuk dan dipelajari. Matematika telah membukakan pintu kebebalan bagi Aini. Kegeniusan Ainilah yang menghapus Sumpah Sepatu Guru Desi yakni akan menggunkan sepatu olahraga putih bergaris-garis merah pemberian ayahnya sampai menemukan anak genius matematika. Akhirnya Aini tamat SMA dengan nilai yang memuaskan dan menjadi lulusan terbaik ketiga. Aini berangkat ke kota untuk mengikuti tes masuk fakultas kedokteran disebuah universitas negeri. Aini menyelesaikan tes dengan baik. Sambil menunggu pengumuman, Aini bekerja disebuah restoran untuk bertahan hidup. Waktu pengumuman tiba, Aini dinyatakan

Majalah Edisi 38

lulus tes di fakultas kedokteran. Aini membeli koran yang berisi pengumuman itu dan dikirimkannya kepada orang tuanya, Guru Desi, dan sahabat dekatnya. Semuanya merasa senang dan bangga. Namun perasaan getir menghampiri Aini karena di saat melakukan pendaftaran dihadapkan pada sebuah kenyataan bahwa dia harus membayar sejumlah uang besar dalam waktu dekat. Melihat keadaan financial orang tuanya yang tidak memungkinkan. Semangatnya mulai runtuh. “Bukankah undang-undang menjamin setiap setiap warga negara mendapat pendidikan? Begitu tanyanya lugu pada hatinya. Dengan lulus tes sulit dan kooperatif, Aini merasa telah mendapatkan hak pendidikan dan kini ia merasa hak itu dirampas darinya.” Lalu apakah Aini bisa melanjutkan kuliah di fakultas kedokteran dan memenuhi cita-cita dan janjinya untuk mengobati penyakit Ayahnya? Novel Andrea Hirata ini mengulas tentang ironi pendidikan yang terjadi di Indonesia. Bahwa masuk fakultas kedoketeran butuh biaya yang tinggi ibarat kata ilmu kedokteran hanya untuk orang yang berada atau berduit bahkan terkesan tidak memperhatikan orang miskin tetapi mempunyai kecerdasan yang mumpuni. Penulis membuat dialog yang kocak sehingga membuat pembaca terhibur tanpa mengurangi kualitas alur cerita atau nilai-nilai yang disampaikan kepada pembaca. Uniknya penulis menyampaikan rumus-rumus matematika dengan filosofisi kehidup-

an sehingga menghilangkan kesan negatif bagi pembaca bahwa matematika itu adalah ilmu yang membosankan dan selalu menjadi momok. Tentu saja cerita perjuangan yang menginspirasi pembaca terutama untuk pelajar remaja. Novel ini menyampaikan amanat yang dalam bahwa sesuatu yang sulit bisa kita taklukkan dengan tekat, usaha, dan himmah yang tinggi. Selain itu diharapkannya biaya pendidikan di Indonesia bisa terjangkau dan mampu mengakomodasikan siswa berprestasi tapi tidak mampu. Novel “Guru Aini” ini wajib dibaca oleh semua yang berkecimpung dibidang pendidikan. Para Akademisi, guru, siswa, dan pihak stakeholder yang membuat kebijakan pendidikan di Indonesia. Novel ini juga menjadi rokemandasi bagi orang tua untuk memotivasi anaknya agar belajar lebih giat. Untuk remaja yang sedang down dalam belajar atau butuh motivasi bisa di dapat di buku ini. Dan siapapun cocok membaca novel ini bagi mereka yang ingin belajar. Saat matematika dikatakan gelap dan membawa ketakutan oleh lebih dari 80% murid di setiap kelas. Tapi kenyataanya matematika menjadi gerbang pembuka untuk semua ilmu pengetahuan. Gelap itu adalah rasa ingin itu mati dan ketakutan adalah sesuatu yang kita bangun sendiri tanpa sebuah rencana. Maka dari itu, keberhasilan itu terlahir dari sebuah tekad dan mimpi yang tak pernah pupus meski alam selalu mengubah musimnya.

81


Gambar: dokumentasi UKK KOPMA

Bilik Kampus

UKK KOPMA Al-Hikmah: Meningkatkan Wawasan Finansial pada Generasi Milenial melalui KOPMA Fair

U

nit Kegiatan Khusus (UKK) Koperasi Mahasiswa (KOPMA) Al-Hikmah IAIN Ponorogo merupakan organisasi yang bergerak dalam bidang ekonomi dan kewirausahaan. Dalam KOPMA terdapat empat komunitas pengembangan bakat serta minat mahasiswa yakni handycraft, desain, trainer dan bisnis. Pengembangan komunitas handycraft (kerajinan tangan) dilakukan dengan pemanfaatan barang bekas menjadi barang yang bernilai guna seperti bucket dan hiasan dinding. Selain itu, ada komunitas desain grafis yang fokus dalam pembuatan pamflet, mug, serta editing video. Lalu, terdapat komunitas 82

trainer yang fokus dalam public speaking. Terakhir, terdapat komunitas bisnis yang pengembangannya fokus dalam bidang manajemen pengembangan usaha seperti bagaimana cara memproduksi barang dan bagaimana strategi promosi atau sistem penjualannya serta menghasilkan produk. Seperti UKK/UKM lain di IAIN Ponorogo, KOPMA pun memiliki kegiatan unggulan tiap tahunnya yakni KOPMA Fair yang selaras dengan visi UKK KOPMA yaitu merealisasikan mahasiswa dalam mewujudkan generasi muda yang berakhlak mulia, berwawasan luas, dan mempunyai jiwa enterpreneur. Kegiatan KOPMA Fair merupakan kegiatan yang

berbasis pengetahuan finansial dan konsep ekonomi kreatif, sehingga dapat meningkatkan wawasan finansial pada generasi milenial dalam kiprahnya di dunia ekonomi baru serta meningkatkan skill generasi milenial terkait pengelolaan finansial dalam bentuk perwujudan terhadap unsur penunjang ekonomi. Serangkaian acara pada KOPMA Fair 2021 meliputi beberapa agenda kompetisi seperti; mobile legend, paduan suara, business plan, esai, desain poster, serta webinar nasional dengan tema “Gerakan Finansial Technology Terhadap Kiprah Milenial Pada Pengembangan Ekonomi Kreatif”.


U

menjadi latihan atlet laga dan atlet seni. Latihan dasar merupakan langkah awal sebelum masuk ke ranah bela diri. Dalam latihan dasar, akan diajarkan bvasic bela diri seperti menyerang, jatuhan dan sebagainya. Basic bela diri ini harus dikuasai lebih dahulu untuk meminimalisir adanya cedera. Sementara itu, latihan atlet lebih ditujukan untuk prestasi. Melalui kerja keras dan latihan rutin setiap minggunya, pada tahun 2020, UKM Bela Diri meraih Juara II dan III Tanding Pencak Silat se-Jawa Bali yang diselenggarakan oleh IAIN Tulungagung. Selain itu, pada tahun 2021, UKM Bela Diri berhasil meraih Juara II Seni Ganda

Putri dan Juara III Seni Ganda Putra pada event Kejuaraan Virtual Tingkat Nasional yang diselenggarakan oleh Universitas Lampung. Dengan prestasi yang gemilang, Amin berharap nantinya IAIN Ponorogo dapat memberikan pelatih yang berkompeten di bidangnya beserta anggaran khusus untuk manajemen atlet. “Kami butuhlah wadah kalau mungkin basicnya di olahraga maupun bela diri itu kan perlu pelatih yang berkompeten di bidangnya yang grade-nya diatas. Jadi, temen-temen itu harapannya setelah pandemi (jika) ada pertandingan itu siap beserta anggaran khusus untuk manajemen atlet,” harapnya

Latihan Rutin Bawa UKM Bela Diri ke Kejuaraan Pencak Sila se-Jawa Bali

Gambar: dokumentasi UKM Bela Diri

nit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Bela Diri merupakan organisasi intra yang mewadahi minat dan bakat mahasiswa IAIN Ponorogo dalam bidang bela diri atau pencak silat. Namun, Amin Subakti selaku Ketua UKM Bela Diri mengungkapkan bahwa dalam perguruan pencak silat yang tergabung di dalam UKM Bela Diri saat ini hanya dari Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT). “Untuk pencak silat itu yang tergabung dalam bela diri masih Persaudaraan Setia Hati Terate,” ungkapnya. Latihan merupakan hal yang paling penting di UKM Bela Diri. Secara umum, kegiatan latihan yang ada di UKM Bela Diri terbagi menjadi latihan dasar dan latihan atlet. Lebih lanjut, latihan atlet terbagi lagi

Bilik Kampus

Majalah Edisi 38

83


Gambar: dokumentasi UKM Olahraga

Bilik Kampus

UKM Olahraga: Penjaringan Bakat Mahasiswa melalui PORMA

U

KM Olahraga merupakan organisasi intra yang mewadahi mahasiswa untuk mengembangkan bakat serta minatnya dalam bidang olahraga. Cabang olahraga yang terdapat di UKM ini diantaranya adalah sepak bola putra, futsal putra putri, voli putra putri, badminton putra putri serta tenis meja putra putri. Secara umum, UKM Olahraga mengadakan latihan rutin dan terjadwal yang dilakukan 2-3 kali seminggu di GOR Mahad Putri dan lapangan IAIN 84

Ponorogo di kampus dua. Latihan yang terjadwal rutin ini mengantarkan salah satu cabang olahraga, yaitu sepak bola meraih Juara 4 pada turnamen yang diadakan oleh Persatuan Sepak Bola Lampor Putra di Dolopo di tahun 2021. Di samping latihan yang terjadwal rutin, UKM ini juga mengadakan sparing partner setiap bulannya. Pelaksanaan sparing partner ini ditujukan untuk memperoleh ilmu dari klub lain di Ponorogo serta untuk menambah relasi. Adapun acara yang paling ditunggu-tunggu oleh mahasis-

wa IAIN Ponorogo yaitu Pekan Olahraga Mahasiswa (PORMA). Muhammad Abdullah Mahir Mallawi atau yang akrab disapa Mahir selaku Ketua UKM Olahraga mengungkapkan adanya kegiatan ini bertujuan untuk menjaring bakat mahasiswa IAIN Ponorogo dalam bidang olahraga. Sehingga, sasaran kegiatan ini adalah seluruh mahasiswa, tidak terbatas pada semester tertentu. “Fokusnya untuk penjaringan bakat-bakat terpendam, karena ada mahasiswa yang masih malu-malu untuk join ke UKM,” ujarnya


U

UKM UKI Ulin Nuha: Satu-satunya Central Dakwah di antara UKM/UKK di IAIN Ponorogo pandemi, dies maulidiyah dirayakan dengan pelaksanaan seminar serta kompetisi yang bernuansa Islam seperti Fesban, Dakwah Competition dan juga Musabaqah Syarhil Qur’an secara online. Tak lupa, untuk menutup seragkaian acara UKM UKI Ulin Nuha juga mengadakan pengajian akbar yang dilakukan secara daring dan luring. Walaupun UKM identik dengan keislaman, namun tidak dapat dipungkiri bahwa kegiatan di dalamnya tidak hanya kegiatan keislaman saja. UKM UKI Ulin Nuha juga memiliki divisi kewirausahan yang didalamnya terdapat kegiatan desain grafis dan pelatihan rajut.

Sehingga, mahasiswa yang tergabung dalam UKM UKI Ulin Nuha bisa lebih mengembangkan bakat mereka. UKM UKI Ulin Nuha merupakan salah satu UKM dengan jumlah anggota yang cukup banyak sehingga memiliki sifat kekeluargaan yang kental. Hal ini diperkuat oleh Ketua UKM Ulin Nuha, Ashif Mukarrom. “Di UKI tidak membedakan kalian dari semester berapa, jurusan apa dan dari mana daerah asal. Kalian di sini sama-sama belajar dan sama-sama menjadi keluarga UKM UKI Ulin Nuha,” ungkapnya

Gambar: dokumentasi UKM UKI Ulin Nuha

KM UKI Ulin Nuha merupakan satu-satunya UKM yang bergerak dalam bidang keislaman serta menjadi satu-satunya central dakwah diantara UKM yang ada di IAIN Ponorogo. Kegiatan UKM Ulin Nuha sendiri terbagi menjadi kegiatan rutin harian, bulanan dan juga agenda tahunan. Hampir setiap hari terdapat pelatihan-pelatihan seperti ngaji kitab serta nahwu sharaf. Selain itu, terdapat pula pelatihan public speaking yang di dalamnya diajarkan da’i, Musabaqoh Syahril Quran (MSQ), Master of Ceremony (MC), hadroh dan tari sufi. Tak hanya itu, UKM UKI Ulin Nuha juga memiliki kegiatan bulanan seperti Pengajian Rabu Legi dan shalawat Nurul Mustafa putri yang dilakukan setiap hari Sabtu Pahing. Sementara agenda tahunan di UKM UKI Ulin Nuha diantaranya adalah ziarah wali dan dies maulidiyah. Dalam masa

Bilik Kampus

Majalah Edisi 38

85


Bilik Kampus

Gambar: dokumentasi UKM SEIYA

UKM SEIYA: Jalin Silaturahmi Para Seniman Muda Indonesia dengan FSUS

U

KM SEIYA merupakan unit kegiatan mahasiswa yang mewadahi minat dan bakat mahasiwa dalam bidang seni dan budaya. UKM SEIYA terbagi menjadi empat bidang pengembangan seni dan budaya, yakni paduan suara, musik, tari dan teater. SEIYA secara rutin dan terjadwal mengadakan latihan pada setiap bidangnya dengan tujuan untuk menyamakan kemampuan setiap anggotanya. Dalam kiprahnya pada bi86

dang seni dan budaya, pentas produksi menjadi agenda wajib bagi setiap bidang di UKM SEIYA. Tahun ini UKM SEIYA mengadakan pentas produksi berupa Festival Seni UKM SEIYA (FSUS) yang digelar pada 28 Agustus lalu. Kegiatan rutin yang telah berjalan selama 2 tahun terakhir ini mengkolaborasikan 4 bidang yaitu teater, tari, paduan suara dan musik. Kolaborasi tersebut ditampilkan dalam bentuk pentas seni yang bertajuk “NILA”. Selain itu juga ada perlombaan seperti lomba

tari tradisional, lomba monolog, lomba akustik dan lomba paduan suara. Adanya kegiatan FSUS ini bertujuan untuk menjembatani para seniman Indonesia dalam mengekspresikan karya mereka melalui 4 perlombaan. Disamping itu, FSUS juga menjadi ajang perkenalan kepada mahasiswa IAIN Ponorogo bahwa terdapat organisasi intra yang menaungi minat dan bakat mahasiswa dalam bidang seni dan budaya di kampus. Dengan begitu, Sultan Hamid selaku ketua UKM SEIYA menambahkan kegiatan FSUS ini bertujuan sebagai sarana untuk anggotanya dalam mengekspresikan karya-karya mereka. “Tujuan mengadakan event ini sebagai sarana untuk mengekspresikan karya-karya kita di dalam pentas,” ungkapnya.


Bilik Kampus

Majalah Edisi 38

Gambar: dokumentasi UKM MAPALA

U

KM Mahasiswa Pecinta Alam Persaudaraan Solidaritas Mahasiswa Pecinta Alam (Mapala PASCA) merupakan salah satu unit kegiatan mahasiswa yang mewadahi mahasiswa IAIN Ponorogo untuk berkegiatan di alam bebas, berkontribusi bagi masyarakat serta peduli terhadap pelestarian alam. Dalam kiprahnya, UKM ini terbagi menjadi beberapa divisi minat bakat antara lain gunung hutan, rock climbing, pelestarian lingkungan hidup dan pengabdian masyarakat (PLPM), caving serta olahraga arus deras. Gunung hutan bergerak dalam kegiatan pendakian serta petualangan lintas alam seperti Search and Rescue (SAR) dan navigasi darat. Rock climbing fokus pada kegiatan panjat tebing ataupun panjat dinding. Adapun pelestarian lingkungan hidup dan pengabdian masyarakat, yang merupakan tubuh organisasi khususnya pecinta alam, fokus melakukan konservasi alam, pengamatan satwa serta penghijauan. Sedangkan caving atau susur gua umumnya melakukan pemetaan gua guna mengetahui gambaran pola gua. Selain itu, ada pula olahraga arus deras yang bentuk kegiatannya berupa arung jeram dan water rescue. Ketua UKM Mapala Pasca, Alif Fathoni menyampaikan bentuk kegiatan ini ditujukan agar anggota Mapala Pasca memiliki persiapan untuk terjun ketika terjadi bencana kelak. “Dari kegiatan ini, setiap divisi memiliki fungsi rescue. Harapannya, ketika diterjukan saat terjadi bencana alam mi-

UKM MAPALA: Kiprahnya sebagai Organisasi Pecinta Alam dan Kemasyarakatan sal orang tenggelam di air atau orang hilang di tebing, mereka sudah siap. Sebab, namanya musibah kita tidak tahu kapan terjadinya,” ungkapnya. Hal ini dibuktikan dengan terjunnya anggota Mapala Pasca dalam membantu rescue ketika terjadi bencana alam di sejumlah daerah di Ponorogo dan sekitarnya. Seperti tanah longsor dan banjir yang melanda daerah Nganjuk pada 2020 silam. UKM ini turut membantu membersihkan sisa banjir serta pemetaan lokasi yang berpotensi

mengalami longsor. Tak hanya itu, kegiatan UKM Mapala juga merupakan bentuk cinta alam yang diwujudkan dengan kontribusi di masyarakat, salah satunya dengan mengembangkan wisata yang ada di Ponorogo dan sekitarnya. Pengembangan wisata ini bertujuan untuk menyadarkan masyarakat desa tersebut akan potensi di daerahnya dan ikut mempromosikan wisata Ponorogo agar dikenal masyarakat luar.

87


Gambar: dokumentasi UKK KSR-PMI

Bilik Kampus

Melalui Bakti Sosial, UKK KSR menjadi Jembatan antara Donatur dan Masyarakat

U

KM Korps Sukarela-Palang Merah Indonesia (KSR-PMI) IAIN Ponorogo merupakan unit kegiatan khusus yang mewadahi minat mahasiswa dalam bidang kesehatan serta kemanusiaan. Secara umum, aktivitas KSR PMI unit IAIN Ponorogo dikategorikan menjadi beberapa bidang, yaitu bidang kebencanaan, bidang sumber daya manusia, bidang hubungan masyarakat, bidang organisasi, bidang logistik dan inventaris serta bidang layanan kesehatan. Pembatasan selama pandemi tidak membuat UKK KSR berhenti untuk berkegiatan. Selama pandemi, KSR aktif memberikan video edukasi berupa anjuran 5M yakni memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak, menghindari kerumunan dan mengurangi

88

mobilitas yang diunggah di kanal YouTube Humas IAIN Ponorogo dan KSR. Selain itu, pengurus KSR juga menempelkan poster tentang pencegahan COVID-19 di papan mading kampus 1 IAIN Ponorogo beserta pemasangan banner di gedung A kampus 1 IAIN Ponorogo. Dalam bidang kemanusiaan, KSR juga aktif berbagi melalui bakti sosial (baksos). Sebelum pandemi, kegiatan baksos dilakukan dengan pembagian sembako dengan menggandeng Lembaga Amil Zakat Infak dan Sedekah (LAZIS). Namun di saat pandemi, KSR mencoba inovasi baru untuk berkolaborasi dengan beberapa organisasi seperti LAZIS Kampus IAIN Ponorogo, LAZIS NU, dan Aksi Cepat Tanggap (ACT) Ponorogo. Inovasi ini bisa membuat sasaran baksos

berskala lebih besar sehingga penerima baksos pun menjadi lebih banyak dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Kerja sama antara KSR dan organisasi-organisasi tersebut membuat UKM KSR menjadi salah satu jembatan bagi donatur dan masyarakat. Ilham Maulana selaku ketua KSR PMI unit IAIN Ponorogo menambahkan adanya kegiatan baksos ini bertujuan untuk menambah relasi dengan organisasi lain “Sarana untuk saling mengenal antar organisasi serta menambah relasi antar anggota,” ujarnya

Reporter : Anggi Irnandia I. P. (28.19.197) Denis Dwi Y. (29.20.213)


KOMIK RECEH


90


Majalah Edisi 38

91



Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.