LIONMAG DESEMBER 2012

Page 76

BAGAIMANA SEBUAH PERKARA DITANGANI DKPP ?

S

ejak dilantik Presiden pada 12 Juni 2012 hingga per 14 November 2012 lalu, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) telah memproses 64 perkara pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu. Dari angka tersebut, sebanyak 30 perkara dinyatakan dismissal, 14 perkara telah diputus/ketetapan, 2 perkara dalam perbaikan pengaduan (BMS), serta 8 perkara lainnya dalam proses persidangan dan 10 perkara lainnya merupakan persidangan lanjutan. Sekadar informasi, Dari 14 perkara yang telah diputus (vonis) DKPP, sebagian besar dijatuhi sanksi "pemberhentian tetap" alias dipecat, yakni 3 dari 5 anggota KIP Aceh Tenggara, KPU Kota Depok, KPU Sultra, KPU Tulangbawang plus sekretaris yang direkomendasi ke Sekjen KPU untuk dikenai sanksi, dan Panwaslu DKI Jakarta. Sesuai ketentuan UU No 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu, DKPP dibentuk untuk menegakkan dan menjaga kemandirian, integritas, dan kredibilitas penyelenggara Pemilu. Secara lebih spesiik, DKPP memiliki tugas dan wewenang untuk memeriksa, mengadili, dan memutus pengaduan pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu, dengan Teradu anggota KPU, anggota Bawaslu, termasuk sekretariat, dan jajaran di bawahnya. Pada hakikatnya dugaan pelanggaran kode etik diselesaikan melalui prinsip-prinsip selayaknya peradilan lazimnya, dengan menempatkan Peraturan Bersama KPU, Bawaslu, dan DKPP No. 13 Tahun 2012, No. 11 Tahun 2012, dan No. 1 Tahun 2012 tentang Kode Etik Penyelenggara Pemilu sebagai "hukum materil"-nya, serta Peraturan DKPP No. 2 Tahun 2012 tentang Pedoman Beracara Kode Etik Penyelenggara Pemilu sebagai "hukum formil"-nya. Sekurang-kurangnya terdapat empat langkah dalam mekanisme penyelesaian pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu. Pertama, verifikasi administrasi. Ketika menerima pengaduan, DKPP tidak sertamerta menyidangkannya. Tetapi terlebih dahulu akan dikaji oleh sekretariat DKPP. Verifikasi administrasi dimaksud setidaknya meliputi jelasnya identitas Pengadu, Teradu, barang bukti dengan

74

LIONMAG DESEMBER 2012

minimal dua alat bukti, uraian kejadian mengenai tindakan/sikap Teradu, yakni waktu perbuatan dilakukan (tempus), tempat perbuatan dilakukan (locus), perbuatan yang dilakukan (focus), dan cara perbuatan tersebut dilakukan (modus). Kedua, pemeriksaan dalam persidangan. Dalam persidangan DKPP, Pengadu diberi kesempatan menyampaikan pokok aduannya. Usai itu kepada Teradu juga diberi kesempatan seluas-luasnya untuk membela diri terhadap Tuduhan yang disampaikan Pengadu. Apabila diperlukan, baik Pengadu maupun Teradu dapat menghadirkan saksi-saksi termasuk keterangan ahli di bawah sumpah serta keterangan pihak Terkait lainnya. Demikian agenda persidangan yang digelar DKPP selama ini. Sudah barang pasti, di dalam persidangan DKPP, diperiksa pula barang-barang bukti termasuk dua alat bukti, yakni dapat berupa keterangan saksi, keterangan ahli, surat/tulisan, petunjuk, keterangan para pihak, dan data atau informasi yang dapat dilihat, dibaca, dan/atau didengar yang dapat dikeluarkan dengan/tanpa bantuan suatu sarana, baik yang tertuang di atas kertas, benda fisik apa pun selain kertas, maupun yang terekam secara elektronik atau optik yang berupa tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, huruf, tanda, angka, atau perforasi yang memiliki makna. Ketiga, pleno penetapan Putusan. Setelah dirasa cukup memeriksa keterangan para pihak serta bukti-bukti/dokumen yang ada, Majelis Sidang DKPP akan menilai duduk perkara yang sebenarnya, merumuskan dan menyimpulkannya, hingga

akhirnya memberi Putusan. Penetapan putusan diambil dalam rapat pleno DKPP, yang dilakukan secara tertutup. Dalam pleno tersebut DKPP mendengarkan pertimbangan/pendapat tertulis para anggota DKPP untuk selanjutnya diputuskan secara musyawarah mufakat/berdasarkan suara terbanyak. Apabila terjadi perbedaan menyangkut hal ikhwal yang luar biasa, setiap anggota majelis yang berpendapat berbeda dapat menuliskan pendapat yang berbeda (dissenting opinion). Keempat, Putusan. Putusan DKPP dibacakan di dalam suatu persidangan dengan memanggil pihak Teradu dan Pengadu. Amar putusan DKPP dapat menyatakan, apakah: (1) Pengaduan tidak dapat diterima; (2) Teradu terbukti melanggar; atau (3) Teradu tidak terbukti melanggar. Apabila amar putusan dinyatakan terbukti melanggar, DKPP menjatuhkan sanksi: Teguran Tertulis, Pemberhentian sementara, atau Pemberhentian tetap. Namun apabila Putusan dinyatakan sebagai tak terbukti, DKPP merehabilitasi pihak Teradu. Bahwa dengan merujuk ketentuan Pasal 112 ayat (12) UU No 15 Tahun 2011, Putusan DKPP bersifat final dan mengikat, serta sesuai Ketentuan Pasal 8 ayat (4) huruf k, Pasal 9 ayat (4) huruf k, dan Pasal 10 ayat (4) huruf k, dan Pasal 112 ayat (13) UU No 15 Tahun 2011, dan dengan memenuhi ketentuan Pasal 73 ayat (3) huruf b angka 12 UU No 15 Tahun 2011, KPU dan jajarannya wajib melaksanakan Putusan DKPP dan Bawaslu bertugas mengawasi pelaksanaan Putusan DKPP ini. (advertorial)*


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.