testing-psikologis

Page 1

TESTING PSIKOLOGIS DALAM PELAYANAN KONSELING Oleh: Akur Sudianto

Copyright 2013 Akur Sudianto. All Rights Reserved.

www.akursudianto.com


ABSTRAK Penggunaan tes psikologis dalam dunia pendidikan bukanlah merupakan suatu hal yang mengharuskan, melainkan hanya salah satu faktor penunjang dalam upaya membantu siswa dalam memahami dirinya secara realistik untuk mencapai perkembangan sesuai dengan tugas-tugas perkembangannya. Banyak konselor sekolah dan orang tua siswa yang masih mendewakan hasil tes psikologis yang pada akhirnya tidak sedikit pula siswa yang mengalami keterpaksaan dalam pembelajaran karena tidak sesuai dengan inteligensi, bakat, minat, kepribadian dan potensi akademiknya. Beragam alat tes yang sudah terstandarisasi sepertinya sebagai alat tes yang mutlak menghasilkan suatu keputusan yang harus dituruti untuk dijalankan sehingga membawa dampak yang menyesatkan bagi siswa. Hal ini terjadi dikarenakan masih banyaknya konselor sekolah yang belum memahami dengan benar ragam tes yang dipergunakan, bagaimana proses pengolahan data dan interpretasi serta bagaimana caranya menyampaikan hasil tes tersebut kepada orang tua. Testing Psikologis menjelaskan pengertian, ragam tes, membaca hasil tes dan memformulasikan dengan hasil belajar serta menginformasikan dalam pengambilan keputusan kepada siswa, orang tua dan sekolah, sehingga konselor sekolah mampu menempatkan peran dan kedudukan testing psikologis dalam dunia pendidikan. Kata Kunci : Testing Psikologis

2

Bimbingan & Konseling | www.akursudianto.com


BAB I PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Tugas utama konselor adalah membantu siswa. Dalam melaksanakan tugasnya konselor melakukan pengamatan terhadap perilaku fisik, verbal dan tingkah laku lainnya seperti minat, sikap dan kebutuhan yang tampak. Oleh karena itu konselor harus memiliki pemahaman terhadap siswa agar tujuan bimbingan dalam upaya pemahaman diri sendiri oleh siswa diterima secara realistik baik kekuatan maupun kelemahannya.

Salah satu upaya konselor dalam membantu siswa adalah melalui pengumpulan data yang diperoleh melalui metode tes maupun nontes. Seperti yang telah diketahui oleh kebanyakan orang bahwa testing psikologis sangat banyak ragamnya dan banyak pula yang beredar dipasaran baik berupa cetakan (buku) yang dikerjakan secara manual maupun dalam bentuk computerized. Hanya saja masalahnya pada satu pertanyaan �siapakah yang berhak dan berwewenang melakukan tes tersebut?� Orang awam? Psikolog? Guru? RT/RW? Pengacara? Atau Konselor?

Melaksanakan

tes

berarti

melakukan

pengukuran

dan

prosedur

pengukurannya. Pengukuran yang lazim dilaksanakan dalam bimbingan dan konseling yakni bimbingan pendidikan dan bimbingan karier. Pengukuran yang dilaksanakan ini bertujuan untuk mengungkap kemampuan mental umum, kemampuan khusus dan minat. Hanya saja konselor perlu mengingat adanya kode etik dalam penggunaan testing psikologis yang harus dipatuhi dan dijunjung tinggi.

B.

Kompetensi Kompetensi yang diharapkan dalam materi ini yaitu peserta mampu menjelaskan konsep dasar tentang ragam testing psikologis, memperoleh informasi tentang tujuan ragam testing psikologis

untuk selanjutnya dapat

menggunakan hasil tes tersebut dalam rangka membantu tugas-tugas perkembangan siswa. www.akursudianto.com | Bimbingan & Konseling

3


C.

Ruang Lingkup Ruang lingkup bahan ajar ini dikemas pada Bab II tentang Ragam Testing Psikologis yang membahas topik-topik pada : 1.

Pentingnya Data

2.

Testing Psikologis Sebagai Prosedur Sistematis

3.

Ragam Testing Psikologis

4.

Penggunaan Hasil Tes dalam Pengembangan Diri

4

Bimbingan & Konseling | www.akursudianto.com


BAB II RAGAM TESTING PSIKOLOGIS

Pentingnya Data Dari sudut bimbingan keputusan yang diambil seseorang merupakan keputusan yang “tepat� (Munandir, 1995). Mengapa demikian? Karena keputusan yang dimaksudkan

berdasarkan

pada

sejumlah

pertimbangan

dengan

memperhatikan segala faktor baik secara obyektif maupun subyektif. Dengan demikian maka dapat dikatakan bahwa pengambil keputusan mengenal dan paham akan dirinya sendiri: siapa dia, bagaimana keadaannya, bagaimana dia memandang dan menerima dirinya.

Pemahaman diri pada seseorang bukanlah pembawaan sejak lahir atau diturunkan melainkan hasil belajar melalui berbagai pengalaman. Pemahaman ini

didasarkan

adanya

keterangan/data

tentang

diri

yang

akurat.

Data/keterangan yang tidak akurat dapat menimbulkan pemahaman yang keliru bahkan menyesatkan. Oleh karena itu dalam layanan bimbingan dan konseling yang bertujuan untuk membantu siswa perlu dilaksanakan inventarisasi data diri yang lebih komprehensif.

Kegiatan pendataan bukan kegiatan yang dilaksanakan hanya sekali saja selama siswa di sekolah, melainkan harus dijalankan secara terus menerus. Semua kegiatan ini ditentukan dan dilaksanakan seberapa seringnya bergantung pada jenis data/keterangan yang akan dikumpulkan dan digunakan. Misalnya, testing standar, tentu tidak dilakukan sesering dalam observasi perilaku siswa. Observasi dapat dilakukan sesering mungkin untuk melihat perubahan perilaku, itupun masih tergantung pada program yang diperlukan.

Bagi konselor sekolah, data siswa dapat dipergunakan untuk berbagai layanan (informasi, orientasi, konseling individu, konseling kelompok, bimbingan kelompok, mediasi, penguasaan konten, penempatan dan penyaluran). Untuk itu pendataan harus teradministrasikan dengan baik dan benar, sehingga konselor sekolah benar-benar memahami siswa yang menjadi siswa asuhnya.

www.akursudianto.com | Bimbingan & Konseling

5


Testing Psikologis sebagai Prosedur Sistematis Salah satu upaya yang dilaksanakan oleh konselor sekolah dalam melakukan kegiatan inventarisasi pribadi siswa yakni melalui tes. Tes ini bertujuan untuk memperoleh data tentang, misalnya kecerdasan secara umum, potensi akademik atau minat. Tentunya pelaksanaan ini dilakukan secara sistematis sebab konselor sekolah dalam hal ini melakukan pengukuran. Dalam pengukuran akan diperoleh angka-angka besaran yang merupakan ukuran dari ragam tes yang dilaksanakan. Ukuran ini bersifat nisbi – tidak mutlak, seperti kalau melakukan pengukuran dengan sistem metrik (tinggi, berat badan seseorang dan dapat diperbandingkan dengan orang lain). Hasil testing psikologis seseorang tidak dapat diperbandingkan dengan hasil testing psikologis orang lain. Hasil testing psikologis ditafsirkan dan dikomunikasikan kepada

siswa

sehingga

memperoleh

pemahaman

yang

benar,

tidak

menyesatkan tentang arti skor. Dengan demikian maka siswa memperoleh pemahaman diri yang sesuai dengan kenyataan. Pemahaman diri merupakan salah satu tujuan bimbingan.

Ragam Testing Psikologis Pada umumnya testing psikologis kepentingan

baik

dunia

pendidikan

yang dilaksanakan untuk dapat

digolongkan

berbagai

sebagai

Tes

Kemampuan Umum, Tes Kemampuan Khusus, Inventori Minat.

1.

Tes Kemampuan Umum Biasanya disebut dengan tes inteligensi yakni suatu tes yang mengukur kemampuan seseorang secara umum. Misalnya Tes Kecerdasan yang dirancang oleh JC Raven (Progressive Matricks) dengan segala modifikasinya. Tes ini biasa disebut juga sebagai General Mental Ability yang disusun sedemikian rupa sehingga pengaruh kemampuan verbal, kondisi budaya dan tingkat pendidikan terhadap hasil tes diperkecil (Raven, 1960). Tes ini disusun berdasarkan pengukuran Spearman atas faktor umum �Spearman’s g factor� (Anastasi, 1990). Tes Matriks Progresif terstandar dapat diberikan secara individu maupun kelompok, terdiri atas kelompok A, B, C, D, E yang masing-masing kelompok terdiri dari 12 (dua belas) butir. Setiap butir tes disusun atas urut-urutan kesukaran dari yang

6

Bimbingan & Konseling | www.akursudianto.com


paling mudah sampai yang paling sukar. Semua butir tes (36 butir) hanya berwujud gambar tanpa ada tulisan, hanya dua warna hitam dan putih. Lembar jawaban disediakan secara terpisah. Menurut Raven (1960), tes Matriks Progresif berlaku untuk semua bangsa-bangsa di dunia, hal ini dimungkinkan karena tes ini hanya berwujud gambar-gambar sederhana, tidak memerlukan bahasa tulisan maupun lisan. Tes ini mendekati �culture free test� (Masrun 1975).

Tes Matriks Progresif sangat memuaskan untuk mengukur kecerdasan dan mempunyai validitas yang meyakinkan (Sugiyanto, dkk, 1984). Oleh karena itu tujuan penggunaan tes ini ialah untuk mengukur dan menggolongkan tingkat kecerdasan umum dari subyek. Tes Matriks Progresif

selama

Perang

Dunia

II

digunakan

di

Inggris

untuk

penggolongan dalam kemiliteran (Cronbach, 1984).

Waktu penggunaan Tes Matriks Progresif tidak terbatas, hanya disediakan waktu sekitar 30 menit ditambah dengan waktu untuk pemberian penjelasan bagaimana mengerjakan tes tersebut (Sugiyanto, dkk, 1984).

Penggolongan tingkat inteligensi subyek (Raven, 1960) didasarkan atas nilai persentil pada kelompok subyek sebagai berikut: a. Intellectually superior pada persentil ke-95 ke atas b.

Definitely above the average in intellectual capacity, pada persentil antara persentil 75 sampai dengan persentil 95

c.

Intellectually average, pada persentil antara 25 sampai persentil 75

d.

Definitely below average in intellectual capacity, antara persentil 5 sampai dengan persentil 25

e.

Intellectually defective, terletak pada persentil dibawah 5

Salah satu cara menginterpretasikan skor Matriks Progresif yakni menggunakan �Manual Standard Progressive Matrics� yang dikeluarkan oleh Australian Council for Education Research (ACER), skor yang diperoleh langsung dikonversikan dengan IQ.

www.akursudianto.com | Bimbingan & Konseling

7


2.

Tes Kemampuan Khusus Tes Bakat Diferensial nama aslinya Differential Aptitude Tes (DAT), tes ini dirancang untuk dipergunakan dalam layanan konseling pendidikan bagi siswa SMP dan SMA (Bennett, dkk, 1982). Sub tes-sub tes Bakat Diferensial dikembangkan berdasarkan suatu teori abilitas pengukuran bakat dan terutama lebih mengutamakan kegunaannya. Raka Joni dan Djoemadi D (1976) mengungkapkan kegunaan dari tes ini adalah sebagai alat bantu pada pekerjaan bimbingan dan konseling sekolah. Perangkat tes Bakat Diferensial terdiri atas delapan macam subtes (Bennet, 1982), yaitu: a.

Verbal Reasoning

30 menit

50 item

b.

Numerical Ability

30 menit

40 item

c.

Abstract Reasoning

25 menit

50 item

d.

Clerical Speed and Accuracy

e.

Mechanical Reasoning

30 menit

68 item

f.

Space Relations

30 menit

60 item

g.

Language Usage 1

10 menit

100 item

h.

Language Usage II

25 menit

95 item

3 menit

100 item

Subtes tersebut diatas dikelompokkan menjadi dua yakni (4) speed test dan nomor lainnya tergolong dalam power tests.

Adapun rincian lebih lengkap tentang apa yang menjadi fokus utama dalam setiap subtes dapat dijelaskan sebagai berikut: a.

Verbal Reasoning, yakni untuk mengetahui 1)

Seberapa baik seseorang dapat mengerti ide-ide dan konsep konsep yang dinyatakan dalam bentuk kata-kata.

2)

Seberapa mudah seseorang dapat berpikir dan memecahkan masalah-masalah yang dinyatakan dalam bentuk kata-kata.

b.

Numerical Ability, yakni untuk mengetahui 1)

Seberapa baik seseorang dapat mengerti ide-ide dan konsepkonsep yang dinyatakan dalam bentuk angka-angka.

2)

Seberapa mudah seseorang dapat berpikir dan memecahkan masalah-masalah yang dinyatakan dalam bentuk angka-angka.

c. 8

Abstract Reasoning, yakni untuk mengetahui

Bimbingan & Konseling | www.akursudianto.com


1)

Seberapa baik seseorang dapat mengerti ide-ide dan konsepkonsep yang tidak dinyatakan dalam bentuk kata-kata atau angka-angka.

2)

Seberapa mudah seseorang

memecahkan masalah-masalah

meskipun tidak berupa kata-kata atau angka-angka yang dapat memberi petunjuk – petunjuk pemecahannya. d.

Clerical Speed and Accuracy, yakni untuk mengetahui 1)

Seberapa cepat dan teliti seseorang dapat menyelesaikan tugas-tugas tulis menulis, pekerjaan pembukuan, atau ramu meramu yang sangat diperlukan.

2)

Mengukur

seberapa

cepat

dan

teliti

seseorang

mampu

membandingkan, menandai, mengecek dan mencocokkan berbagai daftar. e.

Mechanical Reasoning, yakni untuk mengetahui 1)

Seberapa mudah seseorang memahami prinsip-prinsip umum ilmu pengetahuan alamiah.

2)

Seberapa baik seseorang mengerti tata kerja atau hukumhukum yang berlaku dalam perkakas sederhana, mesin-mesin dan peralatan lainnya.

f.

Space Relations, yakni untuk mengetahui 1)

Seberapa baik seseorang dapat memvisualisasi, mengamati, atau membentuk gambaran-gambaran mental dari obyek dengan jalan melihat pada reng-rengan.

2) g.

Seberapa baik seseorang dapat berpikir dalam tiga dimensi.

Language Usage 1, yakni untuk mengetahui seberapa baik seseorang mempunyai kemampuan mendengarkan, berbicara dan membuat penalaran analitis tentang bahasa.

h.

Language Usage II, yakni untuk mengetahui seberapa baik pengertian dan keterampilan seseorang dalam mengenal ejaan yang betul dan salah, kosa kata, kepekaan dan kelancaran berbahasa.

www.akursudianto.com | Bimbingan & Konseling

9


3.

Inventori Minat Minat merupakan tendensi untuk menyukai, memilih dan berpartisipasi dalam kegiatan tertentu. Minat dapat memotivasi individu untuk berbuat atau melakukan sesuatu (Mehrens dan Lehmann, 1980). Individu akan merasa bahagia dan berhasil dalam pekerjaan jika minatnya sesuai dengan pekerjaan yang dilakukan (Edwards, 1981: Thorndike dan Hagen, 1970). Inventori minat menterapkan teknik self report yang memungkinkan individu menggambarkan karakteristik dirinya sendiri. Tes minat sering disebut sebagai inventori minat. Dalam bidang konseling maupun psikologi terdapat bermacam-macam inventori minat, antara lain:

a.

Strong Vocational Interest Blank (SVIB) Kontruksi inventori ini dirumuskan oleh E.K. Strong Jr. SVIB memperkenalkan dua prosedur prinsipil dalam pengukuran minat ocupational yakni, (a). Berkaitan dengan item-item yang disukai dan tidak disukai (b) jawaban-jawaban diskor dengan kunci jawaban yang bersifat empiris bagi berbagai ocupational.

Tahun 1974 muncul SVIB-SCII (Strong-Cambell Interest Inventory) dengan melakukan perubahan yang mendasar meliputi (a) pengantar pola kerja teoritis untuk menjadi pedoman pengorganisasian dan penginterpretasian skor (b) perpaduan bentuk untuk pria dan wanita dan penormaan kembali skala (c) peningkatan substansial dalam jumlah skala bagi ocupational teknik atau vocational untuk mereka yang berpendidikan kurang dari perguruan tinggi.

b.

Occupational Interest Inventory Pengembang inventori ini ialah Edwin A Lee dan Louis P Thorpe yang

mendisain

untuk

mengukur

kecenderungan

pemilikan

vokasional, atau kesukaan atau ketidaksukaan terhadap pekerjaan atau jabatan. Skor yang diperoleh dari inventori ini menunjukkan seberapa tinggi atau seberapa minat yang dimiliki oleh seseorang dalam bidang-bidang ocupational. Bidang-bidang dalam inventori ini yakni: 10

Bimbingan & Konseling | www.akursudianto.com


1).

Personal-Social

2).

Natural

3).

Mechanical

4).

Business

5).

The Art

6).

The Sciences

Sedangkan tipe minat diidentifikasi oleh inventori minat ocupational menjadi tiga tipe yakni: 1).

Verbal, skor tinggi dalam bidang ini mengisyaratkan bahwa seseorang menyukai komunikasi dengan menggunakan katakata baik yang tertulis maupun lisan. Penggunaan kata mungkin dipakai

untuk

membantu

orang,

melukiskan

keindahan,

meyakinkan orang untuk menerima suatu ide atau gagasan, atau untuk berbisnis. Pramuniaga, pengacara, penulis dan guru biasanya mendapat skor tinggi pada tipe minat ini. 2).

Manipulatif, orang yang suka bekerja dengan menggunakan tangan, baik secara rutin atau kreatif kemungkinan besar akan mendapat skor tinggi pada tipe minat ini. Pengrajin, teknisi mesin atau mekanik.

3).

Komputasional, skor tinggi pada tipe minat ini mengisyaratkan suatu kecenderungan menyukai bekerja dengan angka-angka dan simbol-simbol matematik serta konsep-konsep. Kasir, pemegang buku keuangan, akuntan dan pekerja bank biasanya memperoleh skor tinggi pada tipe minat ini.

Tingkatan dari minat yang diidentifikasi oleh inventori ini merupakan faktor umum yang ada pada semua bidang dan tipe minat. Tingkatan rendah dari skala inventori mengisyaratkan kesukaan menyelesaikan tugas-tugas yang simpel, rutin atau yang berulang-ulang dilakukan. Tingkatan

tinggi

dari

skala

inventori

ini

menunjukkan

kecenderungan minat terhadap berbagai tugas yang mensyaratkan pelatihan teknis dan pengalaman serta pertimbangan dan karir yang

www.akursudianto.com | Bimbingan & Konseling

11


secara umum mencakup tugas-tugas supervisi dan administrasi.

c.

Kuder Inventories Minat vokasional ini dikembangkan oleh G.F. Kuder. Inventori yang diciptakan terdiri dari berbagai tipe dan versi instrumen yang sama diberi nama berbeda-beda. Kuder menunjukkan dan membagi sepuluh kategori yang masing-masing homogen dan independen, yaitu: outdoor, mechanical, computational, scientific, persuasive, artistic, literary, musical, social service dan clerical. Inventorinya menggunakan format pilihan (forced – choice). Responden memilih mana yang paling disukai dan paling tidak disukai, sisanya alternatif yang lain. Responden yang memilih a sebagai alternatif yang paling disukai mengisyaratkan berminat pada bidang Sains dan Artistik, memilih b berkecenderungan berminat pada pekerjaan yang bersifat Persuasif, dan yang memilih c cenderung mempunyai minat pada bidang klerikal.

12

Bimbingan & Konseling | www.akursudianto.com


BAB III PENGGUNAAN TESTING PSIKOLOGIS DALAM KONSELING

A.

Hasil Testing Psikologis Setelah siswa melakukan testing psikologis yang diadakan oleh sekolah secara klasikal maupun secara individual, maka data tes tersebut dapat dipergunakan dalam kegiatan layanan bimbingan dan konseling di sekolah. Tentu saja penggunaan hasil tes tersebut tidak secara mutlak sebagai satu-satunya data yang berdiri sendiri melainkan masih perlu ditopang oleh data yang lain misalnya data tes hasil belajar (nilai ulangan harian, ulangan umum dan nilai raport dan lain sebagainya). Penggunaan hasil tes secara komprehensif memungkinkan suatu tindakan tepat dalam rangka membantu siswa dalam memahami dirinya secara realistik. Oleh karena itu konselor sekolah harus memiliki interelasi yang baik dan hangat kepada setiap siswa terutama siswa asuh yang menjadi tanggungjawabnya.

Di setiap satuan pendidikan siswa memandang para konselor sekolah sebagai orang yang dipercaya, sebagai orang yang selalu ingin membantu dirinya, yang selalu mendengarkan ceritera-ceriteranya dengan keyakinan penuh bahwa segala sesuatunya itu secara confidential. Dengan demikian maka konselor sekolah memiliki tanggung jawab moral terhadap perkembangan para siswa,salah satunya adalah menggunakan data yang diperoleh dari berbagai cara secara benar dan jujur, walaupun pada akhirnya siswa sendirilah yang bertanggungjawab atas perubahan-perubahan tingkah laku dan tindakantindakan yang diambilnya. Tugas konselor sekolah membantu siswa untuk memajukan pemahaman diri diperlancar dengan menggunakan data hasil testing. Dengan perkembangan teori tentang kepribadian manusia, kecerdasan misalnya konselor sekolah perlu memiliki penyikapan yang tepat jika dan bila hendak menerapkan tes. Penggunaan tes dalam layanan pengembangan diri adalah untuk maksud memajukan pemahaman diri siswa. Siswa memahami dirinya,

baik

kekuatan

maupun

kelemahannya,

kelebihan

maupun

kekurangannya. Data hasil tes diperlukan oleh konselor sekolah tetapi harus disadari data tes itu bukan segala-galanya. www.akursudianto.com | Bimbingan & Konseling

13


B.

Penggunaan dalam Pelayanan Konseling Setiap siswa memiliki tugas-tugas perkembangan. Tugas-tugas perkembangan pada setiap siswa itu harus dilalui karena tanpa melalui salah satu tugas perkembangan dirinya akan mengalami kesulitan dalam beradaptasi dan interelasi dengan orang-orang disekitarnya. Dengan data yang terkumpul, konselor sekolah dapat merancang suatu kegiatan layanan konseling yang berkaitan dengan tugas-tugas perkembangan melalui berbagai cara.

Layanan

konseling

pengembangan

diri

ditujukan

agar

siswa

mampu

berkembang secara maksimal dan optimal. Layanan konseling yang didukung dengan fakta dan data akan mengajak konselor sekolah melakukan diagnosa dan prognosa sehingga berbagai permasalahan yang dialami siswa dapat terentaskan dengan baik.

14

Bimbingan & Konseling | www.akursudianto.com


BAB IV PENUTUP

Peranan Testing Psikologis di dunia pendidikan haruslah dilihat sebagai salah satu penunjang dalam proses pengambilan keputusan. Pengambilan keputusan yang dilakukan oleh siswa perlu memperoleh bantuan dari konselor sekolah. Konselor sekolah melakukan proses yang sistematis melalui pengumpulan data baik melalui testing psikologis, tes hasil belajar maupun dari upaya lain dalam pengamatan sehari-hari.

Walaupun pengambilan keputusan dengan segala konsekwensinya yang dilakukan oleh siswa, konselor sekolah memiliki tanggung jawab moral terhadap apa yang dilakukan siswa. Oleh karena itu konselor sekolah harus mampu melakukan pemahaman terhadap karakteristik berbagai instrument tes yang dilaksanakan disekolah.

Dengan pemahaman terhadap karakteristik instrumen testing psikologis, maka konselor sekolah tidak akan menjadi korban dari berbagai kepentingan pihak-pihak luar. Dengan menggunakan hasil tes yang komprehensif maka diharapkan konselor sekolah mampu membantu siswa dalam proses pengembangan diri semaksimal dan seoptimal mungkin.

www.akursudianto.com | Bimbingan & Konseling

15


DAFTAR PUSTAKA

Cronbach, L.J., 1984, Essentials of Psychological Testing, New York: Harper & Row Djoemadi, D., 1995, Tes Minat Jabatan (Program Pelatihan Sertifikasi Tes Bagi Konselor Pendidikan Kerjasama IPBI dan Ditjendikdasmen – IKIP Malang) Joni, T.R. & Djoemadi, D., 1979, Penelitian Pengembangan Tes Bakat Okupasional (Laporan Proyek Penelitian Kerjasama Antara Bank Evaluasi IKIP Malang dan Ditjen Dikti, tidak diterbitkan) Munandir, 1995, Testing dalam Bimbingan – Pemahaman Individu dan Konseling Pengambilan Keputusan (Program Pelatihan Sertifikasi Tes Bagi Konselor Pendidikan Kerjasama IPBI dan Ditjendikdasmen – IKIP Malang) Pali, Marthen, 1995, Tes Matriks Progresif dan Tes Bakat Diferensial (Program Pelatihan Sertifikasi Tes Bagi Konselor Pendidikan Kerjasama IPBI dan Ditjendikdasmen – IKIP Malang)

16

Bimbingan & Konseling | www.akursudianto.com


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.