Kendari Pos Edisi 2 Juli 2010

Page 8

8

Kendari Pos | Jumat 2 Juli 2010

Validasi Honorer Daerah Molor Lagi

Jakarta, KP Hingga kemarin (1/7), Tim Verifikasi dan Validasi Data Tenaga Honorer belum juga turun ke daerah. Padahal, sesuai kesepakatan antara pemerintah dan DPR RI, tim yang terdiri dari tujuh kementerian/ lembaga ini sudah harus bekerja Juni lalu. Tujuannya, agar pada Oktober mendatang tenaga honorer

tercecer yang telah diverifikasi bisa ditetapkan. “Timnya belum turun karena masih menunggu pencairan dana APBNP 2010,” ujar Kabag Humas Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN&RB), FX Dandung Indratno, Kamis (1/7). Meski demikian Indratno menegaskan, molornya waktu

pelaksanaan validasi dan verifikasi tidak akan berpengaruh pada jadwal seleksi CPNS. Alasannya, karena penyelesaian tenaga honorer akan dilakukan secara bertahap. “Kan di tingkat instansi terkait sudah dibahas berapa kebutuhan CPNS. Jadi tinggal tunggu persetujuan DPR saja,” ungkapnya. Indratno menambahkan, jika

DPR RI menetapkan tenaga honorer tercecer yang masuk tahun ini 150 ribu orang, maka itu dulu yang akan diselesaikan. “Yang honorer tercecer kan tidak perlu dites lagi. Jadi meski turun Juli atau Agustus tidak masalah, karena mereka toh tinggal pemberkasan dan NIP saja,” tandasnya. Namun Indratno tetap berharap dana dari APBN untuk

Tim Validasi segera cair demi keabsahan data di lapangan. “Kalau waktu validasinya lebih banyak kan lebih baik agar tingkat error-nya berkurang,” sambung Indratno seraya menambahkan, kementrian PAN juga menghimbau agar daerah tidak mudah percaya jika ada pihak-pihak tertentu yang mengaku akan melakukan pencocokan data honorer.(Esy)

ICW : Polri Kehilangan Kepercayaan di Seluruh Level Polri .......................... us, mantan Kabareskrim Komjen Susno Duadji dijerat dengan dugaan korupsi PT Salmah Arowana Lestari dan dugaan korupsi saat dia menjabat sebagai Kapolda Jawa Barat. Padahal, Susno-lah yang membuka isu Gayus ke publik. “Masyarakat membacanya ini sebagai permasalahan dan konflik internal. Secara langsung ini menurunkan trust pada Polri,” katanya. Benny K Harman, Ketua Komisi Hukum DPR sependapat dengan Nasir. Benny menyebut, kasus terbaru di tubuh Polri yakni polemik soal rekening dengan transaksi mencurigakan para jendral sangat mencoreng citra lembaga pengayom itu. “Presiden perlu untuk segera bertindak. Kami usul agar dibentuk Dewan Kehormatan untuk memeriksa jendral yang disebut-sebut itu. Orang-orangnya sebaiknya independen,” kata politisi Partai Demokrat itu. Menurut Benny, ulang tahun Polri hari ini harus jadi titik balik dan sarana intropeksi seluruh anggota polisi di Indonesia. “Koreksi diri, lihat kembali kesalahan dan pulihkan kepercayaan masyarakat. Bagaimanapun, warga butuh polisi,” katanya. Kritik yang lebih ekstrim dilontarkan oleh Kontras. Lembaga yang didirikan almarhum Munir itu menyebut Polri sudah kehilangan kepercayaan masyarakat hampir di semua level. “Program trust building yang digemborkan sejak tahun lalu ternyata gembos,” ujar Wakil Koordinator Kontras Indria Fernida kemarin. Aktivis yang kerap disapa Indri itu menilai, salah satu penyebab kinerja Polri buruk adalah penghasilan yang rendah. Dalam studi terakhir yang dilakukan Kontras dan Komite Reformasi Polri, disebutkan bahwa setiap anggota Polri kurang memiliki hak untuk memperoleh standar kesejahteraan yang memadai, seperti jam kerja yang layak, kondisi kerja yang aman dan kesempatan untuk promosi jabatan. “Padahal, tanpa hal-hal di atas, sulit membayangkan anggota Polri dapat bekerja dengan profesional sehingga menjadi pelindung keamanan masyarakat,?katanya. Dari berbagai kasus yang terjadi, Kontras melihat anggota Polri kerap memilih jalan pintas, seperti melakukan penyiksaan dalam menangani kasus kejahatan. Jalan pintas seperti ini dilakukan karena biaya operasional yang dibutuhkan dalam menangani sebuah kasus kejahatan tidak memadai. Menurut Indri, daripada harus susah-susah mengembangkan teknik investigasi dalam pengumpulan barang bukti dan pencarian saksi, penyidik justru tergoda untuk memulai kerjanya dengan segala cara untuk mengeruk informasi atau pengakuan dari tersangka di depan matanya. “Ini bukan fitnah. Kami mengadvokasi langsung kasus Aan, mantan pekerja yang dianiaya oleh oknum polisi agar mengakui kepemilikan narkoba, padahal dia sama sekali tidak bersalah,” katanya. Kasus Aan ini sudah divonis bebas 17 Mei 2010 di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Majelis hakim menganggap pemeriksaan polisi penuh rekayasa. Data penelitian Kontras menyebut, anggaran untuk penyelidikan dan penyidikan Polri sangat kecil. Misalnya setiap tahunnya hanya berkisar Rp 500 miliar dari total anggaran Polri sekitar Rp 24,8 triliun (2009). Bila dirinci lagi biaya penyelidikan dan penyidikan tersebut dipecah menjadi Rp 4 juta untuk penanganan kasus kecil, dan Rp 20 juta untuk kasus besar. Akibatnya, angka kekerasan

yang masih dilakukan oknum polisi terhadap orang yang baru diduga melakukan kejahatan meningkat. “Ini berlawanan dengan fungsi mereka sebagai pelindung dan unsur penegak hak asasi manusia,” katanya. Hasil riset Biro Litbang Komite untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menyebutkan ada belasan kasus kekerasan oleh polisi yang dilaporkan warga. Misalnya, pada 28 September 2009 terjadi penyiksaan yang dilakukan oleh aparat Polres Gowa dan Polwiltabes Makassar. Aparat tersebut melakukan penyiksaan terhadap M. Aswin untuk kasus pencurian. Korban disiksa dengan cara dipukul, disetrum dan di tendang pada saat pemeriksaan. Bulan November 2009, tiga anggota Polres Seram Barat, Briptu Zedek Marasabessy, Bripda Yasin Abas dan Bripda Rence Lilipori menganiyaiya pelajar SMA LKMD, Hairun Kaldera hingga tewas. Korban dianiaya karena dituduh mencuri telepon genggam.

Lalu pada 2 Desember 2009, anggota Polsek Kebun Jeruk menganiaya Beni, direktur sebuah perusahaan kargo karena tertangkap tangan membawa 200 butir ekstasi. Korban juga disetrum pada kemaluannya. Masih di bulan Desember 2009, sejarahwan JJ Rizal ditangkap secara sewenangwenang dan dipukuli selama 15 menit oleh anggota Polsek Beji, Depok. Ketiga pelaku adalah Briptu Supratman, Briptu M Syahrir, Briptu Antoni dan Brigadir Sarijanto. “Masih banyak data kasus kekerasan yang kalau kami rinci panjang sekali. Juga soal penembakan terduga teroris yang ternyata identitasnya belum bisa dipastikan. Akhirnya mereka harus dimakamkan tanpa nama. Ini memprihatinkan sekali,” kata Indri. Dari sisi pemberantasan korupsi, Indonesia Corruption Watch menilai Polri adalah institusi yang loyo dan cenderung mendiamkan kasus-kasus korupsi. “Kalau dihitung ada puluhan kasus korupsi yang

mangkrak dan tidak ditangani Polri,” kata aktivis ICW Emerson Juntho. Menurut Emerson, data ICW dari tahun 2002 hingga 2009 ada sekitar 20 kasus yang belum diproses. “Kerugiannya triliunan rupiah, Pertanyaan besar kenapa polisi membiarkan mangkrak. Apakah ada tebang pilih atau memang sengaja dibiarkan saja dengan motif tertentu,” katanya. Bagaimana reaksi Mabes Polri terhadap kritik-kritik itu Wakil Kepala Divisi Humas Mabes Polri Brigjen Zainuri Lubis justru berterimakasih. “Itu merupakan bukti bahwa rakyat saying dengan polisi. Terimakasih, itu jadi evaluasi dan cambuk untuk kami lebih kerja keras lagi,” katanya. Namun, terhadap beberapa pihak yang dinilai mengkritik di luar kepatutan, Polri ambil langkah tegas.Misalnya, terhadap pemberitaan majalah Tempo tentang rekening perwira dengan simbol karikatur polisi membawa tiga ekor celengan babi. “Kami mendapat-

kan laporan dari seluruh Indonesia, anggota Polri merasa dicemarkan nama institusinya,” kata jenderal bintang satu itu. Karena itu, menurut Zainuri, Tempo akan digugat secara perdata dan pidana. Untuk perdata, tuntutannya adalah meminta maaf pada institusi kepolisian. Sedangkan secara pidana, akan dijerat dengan pasal penghinaan. “Anggota Polri dan keluarga kecewa. Termasuk saya, tidak pernah menggiring celengan babi,” katanya. Untuk menyiapkan materi gugatan itu, saat ini kepolisian sedang mempelajari gambar pada sampul majalah Tempo. “Rasanya etikanya kurang. Tidak pakai hati,” katanya sembari memegang dada kanan. Secara terpisah, dikonfirmasi soal rencana gugatan Polri, pimpinan redaksi Tempo Wahyu Muryadi mengaku siap menghadapi proses hukum. “Kami yakin (sampul) itu tidak dimaksudkan untuk menghina. Kalau mereka keberatan, silahkan saja ada prosesnya,” ujar Wahyu.(rdl)

‘Cicak’ Duga Rekening Gendut Berbau Suap Jakarta, KP Beberapa elemen masyarakat yang menamakan diri Cinta Indonesia Cinta Antikorupsi (Cicak) menilai, selain terkait dengan isu pencucian uang, kasus rekening gendut perwira Polri juga terindikasi dugaan suap dan manipulasi pelaporan kekayaan. Ada dugaan ketidakjujuran sejumlah pejabat Polri dalam memberikan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Laporan harta kekayaan diduga sengaja disembunyikan atau dialihkan kepada pihak ketiga untuk menghindari sorotan publik atau pemeriksaan KPK. Elemen-elemen tersebut yakni ICW, Kontras, Parsia dan BEM RI. Wakil Koordinator ICW, Danang Widyoko menga-

takan, dengan gaji pokok paling tinggi Rp1,9 juta, sulit diterima akal sehat jika seorang perwira Polri punya rekening miliaran rupiah. Apalagi ada ketentuan pelarangan anggota Polri untuk berbisnis. Sejauh ini, langkah Polri menindaklanjuti kasus rekening gendut para jenderal dinilai mengecewakan. Sejak Kapolri dijabat Da’i Bachtiar sampai Bambang Hendarso, kasus ini tidak kunjung tuntas. “Terakhir, tindakan yang diambil Kabareskrim pun hanya meminta klarifikasi, bukan proses hukum berupa penyelidikan atau penyidikan,” kata Danang usai bertemu dengan pimpinan KPK, Kamis (1/7). Hasil klarifikasi sementara versi Bareskrim menyebutkan,

Baca CICAK diHal. 2


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.