Suara kampus 127

Page 1


Mengenang Sejarah Ancaman Rayap Menjadi Seorang tokoh tanpa sebuah penghargaan dari masyarakat, Pemerintah Daerah dan Pemerintah Kota terasa sangat memilukan. Kini hanya tinggal sejarah yang habis dimakan rayap dan tergerus zaman. Apakah semua harus berakhir tenggelam tanpa kenangan? Soerang tokoh ulama terkemuka Sumatera Barat yang telah menorehkan sejarah panjang dalam kancah pendidikan kini harus diakhiri dengan gigitan rayap. Dari penelusuran yang dilakukan tim Suara Kampus memang ke dua tempat Sungayang dan Payakumbuh memang tidak ada kepedulian masyarakat setempat terhadap peninggalan-peninggalannya. Di daerahnya kelahirannya sendiri (Sungayang) Mahmud Yunus bagaikan bingkisan sejarah tua yang tidak ada artinya. Siapa yang ingin mengenang warisan intelektualnya? Buku yang dihibahkan Mahmud Yunus tak bisa dibaca lagi, dari setiap sudut buku hanya bekas gigitan-gigitan rayap. Malang memang Mahmud Yunus. Ketika ditelusuri ke Padang Jopang hal yang sama juga terjadi, buku yang berada di Mushalla al-Ikhlas kini hanya tinggal beberapa buku dan sudah banyak hilang. Rumah peninggalan isterinya Jawahir kini dipenuhi rerumputan liar. Anak angkat yang tinggal sendiri di rumah itu kini telah meninggal. Kini dilembaga tempat Mahmud Yunus menjabat sebagai dekan dan rektor pertama (IAIN IB Padang) juga tidak ada peninggalan sejarah. Yang terlihat hanya sedikit nama plang untuk auditorium. Seiring berjalannya waktu Mahmud Yunus semakin hilang tanpa penghargaan dan kenangan. Padahal berkat perjuangan beliau seluruh elemen kampus ini bisa beraktifitas, mengeyang pendidikan juga berkiprah di dunia luar. Anak bangsa mana yang masih menghargai jasanya? Siapa yang masih kenal Mahmud Yunus? siapa yang pernah membaca karyanya? Sudahkanh kita meneladani sosok Mahmjud Yunus dalam menjalankan pendidikan di kampus ini? Sudah cukup rasanya Mahmud Yunus dihabisi rayap dan tergerus dalam lipatan sejarah. Sebagai anak yang lahir dari perjuanganperjuangan Mahmud Yunus harus berpikir bagaimana menyelamatkan warisan intelektualnya, dan memberikan sedikit penghargaan bagi pahlawan perguruan tinggi ini. Tidak baik rasanya melupakan bapak sendiri, yang telah membesarkan lembaga ini dengansegenap pikiran dan tenaganya. Semoga kita cepat sadar dan kembali menyelamatkan Mahmud Yunus dari lipatan sejarah.

+ Warisan intelektual Mahmud Yunus lah mulai punah, ba’a ka memaknai sejarah lai? - Kaba’a juo lai, semangat memaknai pahlawan tu bana lah mulai pudar. + IAIN membangun, gedung Pusat Kegiatan Mahasiswa (PKM) ndak adoh, sam pai bilo manunggu pak? – iyo untuak tahun kini ndak adoh dana untuk membangun gedung UKM doh, basaba dih.!!

Pelindung: Rektor IAIN Imam Bonjol Padang Prof. Dr. H. Makmur Syarif SH., M.Ag. Penanggung Jawab: Kepala Biro AUAK Drs. Dasrizal, MA, Wakil Rektor III IAIN Imam Bonjol Padang Prof. Dr. H. Asasriwarni, MH Pembina: Abdullah Khusairi, Muhammad Nasir, Andri El Faruqi, Sheiful Yazan, Yulizal Yunus Dewan Redaksi: Adil Wandi, Ababil Gufron, Eni Sapura, Arjuna Nusantara, Rafi’i Hidayatullah Nazhari, Yeni Purnama Sari.

Salam sejahtera untuk kita semua.

Dengan berbagai tumpukan kegiatan yang sedang maupun yang akan dilalui, diantaranya Puji syukur kehadirat Allah HUT Suara Kampus ke 35, DikSWT atas segala nikmat yang latsar dan alhmadulillah hari ini diberikan kepada kita, sehingga kita masih bisa melaksanakan dengan nikmat itu kita bisa penerbitan ini. edisi kali ini selalu beraktifitas dan berkarya Suara Kampus hadir ke tengahsebagaimana mestinya. tengah pembaca dengan bebeBerawal dari keinginan rapa rubrik berbeda, ada bebemasyarakat Sumatera Barat rapa rubrik yang memang kami (Sumbar) yang tinggi atas kehaganti dengan laporan utama. diran perguruan Tinggi Agama Sekilas informasi kepada Islam seperti al-Azhar, maka pembaca walaupaun ada bebebeberapa tokoh-tokoh muda rapa rubrik yang kita ganti waktu itu tergabung dalam Ikanamun Suara Kampus hadir tan Sarjana Indonesia (ISI) Drs. dengan konsistensi 24 halaman, Nagari Sungayang tempat kelahiran Mahmud Yunus Azhari dkk merintis Yayasan insya allah jika memang tidak Imam Bonjol. Azhari dkk berus- Foto : Dock Suara Kampus menghadapi kendala Suara aha mendirikan beberapa fakul- yang berjasa untuk kebangkitan Yunus. Namun pertanyaannya Kampus akan teteap berkomittas di Sumbar dan alhasil pada pendidikan di negeri ini. Pada sejauh mana kita mengenalnya? men menghadirkan 24 halaman tahun 1966 lahirlah IAIN Imam edisi kali ini bertepatan dengan Sudahkah kita memaknai jasa kepada pembaca. Bonjol Padang. Semua tidak ter- HUT LPM Suara Kampus ke 35 dekan pertama Fakultas TarbiKami berharap dengan lepas dari perjuangan Mahmud dan Dies Natalis IAIN kami dari yah dan rektor pertama ini. sajian pada edisi ini memberiYunus. keredaksian mengemas edisi Tak bisa dipungkiri berkat kan suatu pengetahuan dan Untuk mengenang pahla- khusus (edisi 127) untuk perjuangan dan pikiran beliau manfaat bagi pembaca. Ambilwan kampus yang telah gugur, pembaca. jualah civitas akademika IAIN lah hal yang positif dari penehari ini kami dari Lembaga Pers Mencoba merefleksi sosok bisa menikmati segala hal yang ritan ini, harapan besar kepada Mahasiswa (LPM) Suara Kam- seorang Mahmud Yunus untuk ada di kampus ini. Maka seba- pembaca untuk memberikan pus kembali mencoba menulis- pembaca sekalian. Mungkin se- gai kaum penikmat buah perjua- masukan guna perbaikan di kan tinta-tinta sejarah. Karena hari-hari kita sering mendengar ngan Mahmud Yunus rasanya edisi selanjutnya karena kami sebagai negara yang lahir dari nama Mahmud Yunus, bahkan pantas kita menghargai sejarah menyadari banyak kekurangan sejarah perjuangan yang sangat di kampus Islami ini kita selalu yang telah ditorehkannya. Jang- dari penerbitan ini, terakhir panjang rasanya tidak pantas datang dan pergi melewati jalan an sampai penyesalan hadir kami ucapkan selamat membaca kita melupakan tokoh-tokoh yang sering disebut Mahmud setelah sejarah dimakan waktu. dan terima kasih.

Bak Gambar Lupa Pensil Dalam membuat sebuah lukisan, kertas dan pensil adalah benda utama yang paling diperlukan. Agar menjadi sebuah karya seni yang indah, pensil ibaratkan pekerja yang dituntut menghasilkan karya terbaik. Bayangkan saja ketika seseorang ingin menggambar sebuah wilayah yang diisi oleh masyarakat, tempat ibadah, sekolah, sampai perguruan tinggi. Mula-mula, pensil ditugaskan untuk membuat garis tepi pada setiap sisi kertas. Itu berfungsi sebagai pembatas gambar agar komposisi gambar berada di posisi yang tepat. Setelah gars itu selesai, kemudian pensil yang tahu apa yang akan dia gambar mulai bekerja. Awalnya pensil yang mulai membuat garis halus yang berfungsi sebagai kerangka gambar. Setelah membuat kera-

n gk a kemugamd i a n , b a r , pensil Ahmad Bil Wahid pe ns i l me mbukemuat gedud i a n ng besar Redaktur memde n gan p e r dua lantebal tai yang garis agar lebih jelas dan sudah ternyata adalah sebuah gedung memperlihatkan bentuk gambar perguruan tinggi. Letak gedung yang samar-samar. Setelah itu, itu agak jauh dari sekolah dan pensil mulai menyempurnakan tempat ibadah yang sebelumnya objek gambar satu persatu. sudah digambar. Pertama-tama, pensil membuat Tak lama setelah itu, ia gambar wilayah. Setelah gam- menggambar jalan raya di depan bar wilayah selesai, pensil me- kampus, yang kemudian jalan itu lanjutkan dengan menggambar di beri nama dengan jalan pensil. sekolah. Usai sudah si pensil membuat Setelah itu membuat gambar gambar bangunan di daerang tempat ibadah yang letaknya tak yang tadi ia rancang. Kini ia jauh dari sekolah, lengkap deng- tinggal menggambar masyarakat an perpustakaan yang berisi di daerah itu. Ia awalnya mengbuku tentang agama. Tak lama gambar beberapa orang di

sekolah, kemudian beberapa orang di rumah ibadah, dan terakhir ia menggambar banyak orang di perguruan tinggi. Maka selesailah si pensil bekerja. Si pensil telah membuat sehelai kertas putih menjadi sebuah karya seni yang indah. Dengan segala isi dan bentuknya. Sejatinya, sang pensil tahu apaapa yang sudah ia gambar di atas keras. Namun sangan disayangkan, semua gambar tak kenal siapa itu pensil. Orang-orang yang ada di gambar itu barangkali hanya tahu bahwa pensil hanyalah sebuah nama jalan yang letaknya di depan perguruan tinggi, namun mereka tak tahu siapa pensil sebenarnya. Begitulah yang terjadi pada kebanyakan orang di saat ini, dan bukan tak mungkin, pembaca tulisan ini tak ubahnya manusia yang berada di gambar tadi

Pemimpin Umum: Andika Adi Saputra. Sekretaris Umum: Sri Handini. Bendahara Umum: Septia Hidayati. Pemimpin Redaksi: Ridho Permana. Pemimpin Perusahaan: Urwatul Wusqa. Kepala Divisi SDM & Litbang: Tri Bayu Lestari. Redaktur Pelaksana: Ari Yuneldi, Evi Candra. Koordinator Liputan: Zulfikar Efendi. Redaktur: Nela Gusti Hasanah, Ahmad Bil Wahid, Restu Mutiara Sari. Divisi Periklanan & EO: Rahmawati Matondang. Divisi Umum & Adm: Gusriana Luxtrisia. Kadiv Pra cetak: Ikhwatun Nasra. Divisi Litbang: Nur Khairat. Reporter: Taufiq Siddiq, Yogi Eka Saputra, Zul Anggara, Elvi SDR, Iis Sholihat Damanik, M Akmal, Dasfrianto, Yuni Marsela, Boby Irawan, Chairil Anwar, Sri Wila Oktalanda, Lusi Sri Suhasti, Weli Rahmadani, Abdul Rahman Alfredi (non aktif), Okvia Novita Sari (non aktif), Novri Rahmita Sari (non aktif), Putri Wati (non aktif), Pori Nurmalizar (non aktif), Reza Avnesia (non aktif), Sudirman (non aktif), Witri Nasmita (non aktif), Yenela Haryati (non aktif), Jeki Fernandos, M. Abu Mas’ad (non aktif), Adhalita Fitriani (non aktif), Rahma Fitri (non aktif), Hamiruddin. Magang: Annisa Fitri, Arif Nur Setiyawan, Bustin, Cici Fitriana, Delli Ridha Hayati, Eka Dasman, Annisa Efendi, Eka Putri Oktaridha Illahi, Esti Wandani, Fernando Yudistira (Non Aktif), Muhammad Arif, M.Fadil MZ, Muhammad Zahir Ikhlas, Adril Maiyanto, Meirina Winanda (Non Aktif), Novi S. Nur, Nur Cahaya Dalimunthe, Nurhayati, Komaruddin, Ris Marlia Fitri (Non Aktif), Rizky Yori Ardi, Romlan Heriyadi, Rosi Elvionita, Sulaiman, Surya Ikhsan Di Putra (Non Aktif), Uci Yusvitha Sari, Ummi Habiba Caniago, Andika Putra (Non Aktif). Amaliatul Hamrah, Axvel Gion Revo, Annisa ul Husna, Atmela Sari, Aidil Ridwan Daulay, Destiwi Zurima, Deliani, Defriandi, Eka Sapta Desi, Farhatun Layali, Fanidya Revani, Fitratul Rahmi, Febri Rama Suci, Fitria Wati, Friyosmen, Gusnanda, Ilham Hamdani, Irda Yona, Jamal Mirdat, Kanadi Warman, Khairul Ummah, Lailatul Rahmi, Muhammad Yunus, Marle Diana, Mukhtar syafi’i, Muhammad Ilham, M Yasir Arafat Hasibuan, Meldiany Ramadhona, Niko Citra Wandi, Nofri Migo, Netra Dewita, Pepi Oktaviani, Rahmadina, Risya Wardani, Ria Oktaviatina, Redy Saputra, Rasihan Anwar, Rafika Ramadhani, Rahmat Putra Kampai, Rahmadi, Rice Juli Asnita, Rezky Kochan Jasandra, Siti Saodah, Sakinah, Syofli Apri Yanil, Salfin, Silvianti, Tri Yulinatati, Tesalia Putri, Ulfa Fauziah, Veni Andriani, Warnida, Wike Oktaviani, Yahya Sakinah, Yandri Novita Sari, Yunita Oktavia, Zaitil Akbar. Al Bari Vodi (Non Aktif), Ilham (Non Aktif), Elza Nofria (Non Aktif), Permatiwi (Non Aktif), Irdianto (Non Aktif), Indah Permata Sari (Non Aktif), David Nofra (Non Aktif), Titi Purnama Yuliarti (Non Aktif), Selfi Hastria Ningsih (Non Aktif), Deni Herlina Lubis (Non Aktif), Dian Siswanto (Non Aktif), Gusriwandi (Non Aktif), Indah Wahyu Delima (Non Aktif), Shelvi Meisya Anglesia (Non Aktif), Syahrul Rahmat (Non Aktif).


Pemimpin Tauladan Harimau mati meninggalkan belang, gajah mati meninggalkan gading, manusia mati meninggalkan jasa. Ungkapan ini memiliki makna yang mendalam. Setiap makhluk hidup meninggalkan kesan baik atau buruk pada lingkungannya. Begitu juga manusia sebagai makhluk yang paling sempurna dimuka bumi ini. Mereka akan mengukir sejarah disetiap waktu semasa hidupnya. Restu Mutiara Sari Allah menciptakan manusia Redaktur Suara Kampus sebagai khalifah di bumi tercinta ini. Khalifah merupakan sebutan lain sebagai seorang pemimpin. Kemudian Allah juga menerangkan bahwa setiap pemimpin itu akan diminta pertanggungjawaban terhadap apa yang dipimpinnya. Memimpin diri menjadi pribadi yang sebaik-baiknya adalah contoh aplikasi khalifah yang paling sederhana. Selanjutnya memimpin sebuah kelompok seperti ketua, kepala keluarga, rektor, kepala pemerintahan mulai dari jorong sampai presiden juga akan dimita pertanggungjawabannya. Manusia seharusnya mengukur kemampuan sebelum memutuskan jadi pemimpin suatu kelompok atau lembaga. Berawal dari memimpin diri dan keluarga. Jika telah berhasil jadi pribadi yang berkompeten dan menciptakan keluarga sakinah, mawaddah wa rahmah baru melangkah untuk memimpin kelompok atau lembaga. Amanah yang diemban seorang pemimpin sangat berat jika memahami makna dari kata “Memimpin”. Apapun yang terjadi pada anggota, pemimpin harus tahu keadaan. Pemimpin ibarat kepala, kepala pada anggota tubuh sebagai pusat pemikiran yang akan memerintahkan anggota tubuh lain untuk bekerja sesuai fungsinya. Jika kepala sakit maka kerja anggota tubuh akan terhambat dan berdampak buruk pada kesehatan. Tampuk keberhasilan suatu lembaga dalam mencapai visinya harus menjadi panutan bagi pengikutnya. Jika seorang pemimpin bijaksana dalam menyikapi persoalan maka ketentraman dan kesejahteraan akan terwujud. Akan tetapi sebaliknya, jika pemimpin menyeleweng dari tugas dan tanggung jawabnya, maka keberhasilan suatu lembaga jauh dari apa yang diharapkan. Demokrasi sebagai bentuk pemilihan pemimipin di NKRI tercinta ini telah dinodai dengan berbagai macam kepentingan. Pemimpin dari rakyat, untuk rakyat hanya menjadi simbol semata. Semua kalangan yang memiliki misi tertentu berlomba-lomba mencari kursi panas di panggung pemerintahan. Berkorban materi, keluarga waktu dan segalanya untuk mendapatkan gelar seorang pemimipin. Bermodal gelar yang berlipat dan harta yang berlimpah mengumbar janji di setiap sudut daerah. Janji akan mengutamakan kepentingan umum dan memberikan yang terbaik untuk rakyat. Namun pada kenyataannya jauh panggang daripada api. Janji hanya tinggal janji. Setelah kedudukan diperoleh kacang lupa akan kulitnya. Banyak para pemimpin kita yang terlena akan kenikmatan kekuasaan. Mulai dari kelengkapan fasilitas, mobil mewah, rumah dinas megah dan gaji berlimpah. Kecerobohan dan tamak makin subur dalam dirinya. Pejabat-pejabat tinggi kita tidak merasa puas akan kemewahan yang mereka nikmati. Setiap waktu kasus korupsi kita dengar. Mulai dari kisruh bank century, proyek hambalang, pajak, impor daging sapi, sampai pengadaan al-Qur’an. Penegak hukum sebagai ahli keadilan yang dipercaya masyarakat tak luput dari kasus. Mahkamah konstitusi sebagai lebaga hukum tertinggi mampu disuap oleh oknum yang tak bertanggung jawab. Fenomena ini menyebabkan kepercayaan masyarakat luntur terhadap eksistensi pemimpin. Mereka yang seharusnya melayani aspirasi masyarakat, tetapi malah mengambil hak masyarakat. Sungguh menyedihkan. Seharusnya pemimpin itu menjadi tauladan bagi pengikutnya. Kebijaksanaan dan ketegasan dalam berkiprah selama mengemban amanah merupakan cerminan kualitas diri dan lembaga yang dipimpinnya. Keberhasilan seorang pemimpin tidak bisa dilihat dari kompetensi pribadi dengan gelar berlipat saja. Akan tetapi karya yang menjadi panutan dan memberikan manfaat bagi generasi penerusnya lebih penting dari segalanya. Itulah jasa yang memiliki arti besar bagi manusia. Meskipun nyawa dan jasadnya telah terpisah namun karyanya tetap dicari dan menjadi referensi bagi generasi berikutnya. Oleh sebab itu, sebagai calon pemimpin masa depan kita harus meningkatkan kualitas diri dengan mengukir prestasi dan menciptakan karya-karya terbaik. Belajar dan terus memperbaiki diri ke arah yang lebih baik adalah adalah starting point untuk menjadi pemimpin tauladan.

Ayah yang Terlupakan S

aat duduk dibangku sekolah dulu, pelajaran sejarah yang disuguhi oleh pahlawan tanpa jasa bagi kita adalah pelajaran yang sangat membosankan. Selain terlalu banyak hafalannya, terkadang kita berpikir bahwa sejarah adalah sesuatu masa yang telah kita lewati. Kita juga ingat, kata-kata Bung Karno kepada rakyat Indonesia pada setiap pidatonya, “Jangan sekali-kali melupakan sejarah” yang akhirnya dikenal istilah “JAS MERAH”. Pada saat itu Bung Karno mengatakan kepada rakyat Indonesia bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang mau menghargai jasa pahlawannya, tentunya masyarakat dapat mengenang perjuangan pahlawannya melalui SEJARAH BANGSANYA. Sejarah itu penting sejak sekolah dasar pun kita selalu diajari sejarah untuk mengenal berbagai peristiwa di dunia, nasional, lokal, baik ekonomi, politik, pendidikan, budaya, sejarah perjuangan pahlawan, sejarah perkembangan teknologi, dan sejarah kehidupan manusia Di bulan November tahun 2013 ini, kampus IAIN Imam Bonjol sebagai salah satu lembaga pewaris nabi ini akan menyentuh umur ke 47 tahun. Berbicara tentang kampus ini, tak bisa hanya berkutat pada pertanyaan bagaimana mahasiwanya, bagaimana dosennya, bagaimana pegawainya, dan bagaimana pimpinannya, tetapi juga berbicara bagaimana sejarahya. Dari titik sejarah inilah kita akan ditemukan dengan seorang sosok mujaddid, heroik, yakni Prof. Dr. H. Mahmud Yunus. Mungkin tidak semua masyarakat (civitas akademika) IAIN Imam Bonjol Padang mengenal beliau, walaupun jalan menuju kampus sudah diabadikan nama beliau, yaitu Jln. Prof. Dr. H. Mahmud Yunus ditambah lagi penukaran nama Gedung kebanggaan mahasiswa IAIN Imam Bonjol Padang yaitu GSG (Gedung Serba Guna) menjadi Auditorium Mahmud Yunus oleh rektorat. Tapi langkah ini tidak memberi stimulus yang signifikan kepada civitas academika untuk mencari dan mengenal sosok, siapakah Mahmud Yunus itu. Mahmud Yunus merupakan sosok cendikiawan yang melampaui zamannya. Pikiran dan gagasannya menerobos tradisi keilmuan dan menjulang

Ferdi Ferdian

Ketua Dewan Mahasiswa IAIN IB Padang ke langit masa depan. Beliau juga dikenal sebagai pribadi yang bersahaja, patuh kepada orang tua, menghargai guru, pekerja keras dan cinta kepada pendidikan. Itulah sekelumit kesan yang timbul jika kita mengenal sosok Mahmud Yunus dari membaca lembar demi lembar sejarah seorang pemikir dan pegiat pendidikan Mahmud Yunus. Sebagai seseorang yang dilahirkan dari keluarga kurang mampu, tidak memutus semangatnya menuntut ilmu, ini dibuktikan dengan prestasiprestasi yang segudag di setiap jenjang pendidikan formal atau non formal yang beliau enyam. Bahkan saat berkuliah di Mesir pun, prestasi tidak pernah lepas dari diirinya. Tokoh yang dilahirkan di Sungayang ini, semasa hidupnya mejadi sosok penulis yang produktif. Kesehariannya dalam melahirkan karya tulis tak kalah penting dari kegiatannya di lapangan pendidikan. Ketokohan beliau lebih banyak dikenal lewat karangan-karangannya, karena buku-bukunya tersebar di setiap jenjang pendidikan, khususnya di Indonesia. Karyanya di bumbui dengan bahasa yang ringan, hingga merupakan literatur pada perguruan tinggi. Pada perjalanan hidupnya, ia telah menghasilkan sebanyak 82 buku. Dari jumlah itu, Yunus membahas berbagai bidang ilmu, yang sebagian besar adalah bidang-bidang ilmu agama Islam, seperti bidang Fiqh, bahasa Arab, Tafsir, Pendidikan Islam, Akhlak, Tauhid, Ushul Fiqh, Sejarah dan lain-lain. Sesuai dengan kemampuan bahasa yang ia miliki, buku-bukunya tidak hanya ditulis dalam bahasa Indonesia, akan tetapi juga dalam bahasa Arab. Salah satunya yang terkenal adalah Tafsir Mahmud Yunus. Dilihat dari karir, beliau aktif

087792xxxxx Sebelum merubah hal besar maka rubahlah hal kecil terlebih dahulu “ ain iman bonjol adan “ kalimat rempong diatas gedung gsg membuat orang-orang tergelitik malu membacanya susahkah membeli cat, dan mempoleskannya bayangkan jika nama sendiri yang salah tulis marahnya setengah mati, dan inikah kualitas calon sebuah universitas? 087892xxxx tolonglah pak, kami yg tdk punya mtr kalau pagar mau ditutup silahkan, tapi tolong pagar ditutup dg pagar besi, jd kan bisa dibuka. Gara2 memikirkn jln, konsentrasi hilang. Lah jaleh kami ka ujian dak mangana jaln tu, tapaso kami baputa-puta kakampuz shinggo lah tacicie juo hafalan ko. Dan sya rasa jalanko meresahkan mahasiswa dibandes n srang gagak raya.

dalam lembaga bahkan menjadi pimpinan, seperti Memimpin al-Jami’ah al-Islamiyyah di Sungayang yang yang dikenal dengan Madrasah School tahun 1930 ; memimpin normal Islam di Padang Normal Islam (kuliyatul mu’allimin al-islamiyyah) didirikan di padang oleh Persatuan Guru Agama Islam (PGAI) pada bulan april 1931 ; Memimpin sekolah Islam tinggi (SIT) di Padang Sekolah tinggi Islam ini merupakan Perguruan Tinggi Islam pertama di Minangkabau bahkan di Indonesia ; mendirikan dan memimpin Sekolah Menengah Islam (SMI) di Bukit Tinggi dan tentu saja memimpin IAIN Imam Bonjol di Padang. Menjadi rektor pertama pada Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN) pertama di Sumatera Barat pada tahun 1966 (awal lahirnya IAIN Imam Bonjol Padang). Mahasiswa dan Mahmud Yunus Detik- detik Dies Natalis IAIN Imam Bonjol Padang yang ke 47 sudah mulai dekat. Sudah sejauh mana perubahan yang progresif ditorehkan para mahasiswa akan institusi ini. Berharap berharap dan berharap, bukan lagi menjadi solusi konkrit menghadapi zaman kompetitif. Mahasiswa merupakan insan akademis, bersifat dan bersikap pencipta, pengabdi yang bernafaskan islam serta berani mewujudkan kehidupan sejahtera yang diridhoi oleh Allah SWT. Sehingganya, kita dituntut berbuat, berbuat,dan berbuat. Dalam mewujudkan itu semua, mahasiswa perlu stimulus yang aspiratif dan eksplotif. Salah satunya memahami dan memaknai perjalanan hidup “ Sang Rektor-ku, Mahmud Yunus “ Banyak hal yang dapat dipelajari dari kisah hidup beserta pikiran dan karya-karya beliau. Kecerdasan, ketekunan, kesopanan, perjuangan dan kerja keras beliau menginspirasi generasi masa kini, bahwa dalam kondisi apapun kita wajib menorehkan prestasi-prestasi, juga memberi teladan bahwa hidup akan lebih bermakna jika dapat memberi perubahan. Prestasi beliau menulis sedemikian banyak buku, membuat kita iri, dan mungkin kemudian termotivasi. Pada Dies Natalies ke 47 ini, penulis sampaikan bahwa “ IAIN Imam Bonjol Padang punya masa lalu, dan juga punya masa depan.”

083182xxxxx Pak, ok lah unand pnyo fakultas peternakan, tp ternak nyo ndk bserak-serak kek iko do. Iko dkmpuz awak kambiang sansai se yg baserak nyoh, kandangan lah lai pak..!! atau kadibuek fakultas petrnakan sabalum jadi UIN ko? Heeek yoo. 083182xxxxx Adoh kwan mangcek kalau Pak Dahlan ptang paniang mancari wc di IAIN ko, awak taragak juo maundang urang gadang, tapi persiapan ndak adoh, malu lah saktek, UIN a yg kadibuek klw yang ktek c ndak diabehan.

Ungkapkan keluh kesah anda dan masukan untuk kampus kita ini melalui SMS ke Suara Kampus. Kirim ke 085274802235 dengan format : Nama-BP/Jurusan-Pesan. Contoh : Ridho-212111/Dakwah-Pesan


Pelopor pendidikan dari Ranah Minang itu tak kenal lelah menulis karya intelektualnya dalam lembaran kertas buram. Malang, semua karya dan jasa pengorbanannya harus berakhir di mulut rayap. Kini giliran siapa lagi Tokoh dari Ranah Minang yang bakal dikunyah rayap. Suara Kampus—MESKI belum sempat menerima bimbingan Mahmud Yunus di IAIN Imam Bonjol Padang sebagai Rektor Pertama, namun kru Suara Kam pus meyakini akan lebih dekat mengenalnya dengan membaca dan melihat semua jejak, serta warisan yang ditinggalkannya. Sedikit merogoh kiriman bulanan orang tua, tim Suara Kampus menyambangi Perpustakaan Mahmudiyah di Jorong Ampek, Nagari Sungayang, Kecamatan Sungayang, Kabupaten Tanah Datar. Perpustakaan itu terletak di Mesjid Baiturrahman yang sudah diwakafkan oleh keluarga Mahmud Yunus untuk dipelajari generasi urang awak. Kagum melihat perpustakaan bercat putih itu yang bakal mengungkap sejarah intelektual, namun kontras dengan segala isinya. Seorang garin mesjid itu pun menghampiri sambil bertanya. "Dari mana dan keperluannya apa," tanyanya dengan singkat. Dari penjelasan maksud dan tujuan Suara kampus, seroang garin mesjid itu langsung mengajak menuju perpustakaan Mahmud Yunus. Sambil berjalan ia menceritakan, bahwa buku peninggalan Mahmud Yunus itu tidak ada yang mengurus lagi. Sampai saat ini, orang yang membaca juga tidak ada. "Bukunya sudah tidak terawat lagi, yayng membaca juga tidak ada," jujur pria kurus memakai peci lusuh Mesjid megah dengan warna putih kombinasi hijau itu, disanggah dua tiang mencakar ke langit dan berdiri kokoh. Terdampar di halaman mesjid itu sebuah taman dengan air mancur. Luasnya hapir sama dengan pustaka yang berada di sebelah kanan gerbang mesjid. Di sinilah bukubuku karya tangan Mahmud Yunus disimpan. Sebuah perpustakaan yang sedikit tertutup dedauan hijau hingga saat ini masih tertulis papan nama yang megah dibandingkan gerbang mesjid itu. “Kalau ingin melihat buku Mahmud Yunus, silahkan datang saja ke Pesantren Darul Muwahiddin. Buku-buku itu sudah dipindahkan ke sana. Beberapa buku itu sudah banyak yang dimakan rayap,” kecewanya. Sambil bercerita, pria setengah baya itu terus melangkahkan kakinya menuju kamar dan meninggalkan Suara Kampus. Namun, sesekali tertangkap matanya selalu mengawasi dan sambil melirik ke bangunan kecil sebelah kanan mesjid itu. Perjalanan pun dilanjutkan ke Pesantren Darul Muwahiddin. Tidak susah untuk mencari lokasi pesantren itu, karena memang sudah terlewati sebelum sampai di Mesjid Baiturrahman. Sekitar 400 Meter, kami sampai dihadapan pesantren dan Sekolah Menengah Pertama Tarbiyah Islamiyah (SMP-TI) Darul Muwahiddin. Tanpa membuang waktu, kami langsung menemui Kepala Madrasah di ruangan guru. Sesampai di Pesantren itu, kami mendapati pria berwajah bulat itu usai makan siang. Masih saja basah

Lembaran buku Mahmud Yunus yang terpisah setelah dimakan Rayap

Foto : ABW

Karya Intelektual Berakhir di Mulut Rayap bibir hitam pria itu. “Ada apa dan dari mana,” tanyanya. Tidak lama memperkenalkan diri, Suara Kampus kembali menjelaskan maksud dan tujuan. Akhirnya, pria berjenggot itu mulai menceritakan persoalan pindahnya buku-buku Mahmud Yunus ke pesantren yang dibinanya. Sambil menggelengkan kepala, Kepala Sekolah SMP TI Darul Muhiddin Zulfikar, menyayangkan kondisi buku-buku Mahmud Yunus. Buku tersebut sudah banyak yang dimakan rayap. “September 2011, buku-buku Mahmud Yunus yang ada di perpustakaan Mesjid Baiturrahman dipindahkan ke sekolah ini. Karena di perpustakaan mesjid tidak ada yang merawat. Dan wali Nagari saat itu, Fajri Karana. Sekarang beliau sedang sakit,” ujar Zulfikar. Meski buku itu sudah pindah ke pesantrenyya, tapi ia sendiri tidak tahu persis jumlahnya. “Terkait jumlah buku yang di pindahkan ke sekolah ini saya tidak tahu. Buku yang kebanyakan terdiri dari kitab kuning itu, banyak yang sudah rusak. Kami tidak bisa lagi untuk menghitungnya,” jelasnya. Zulfikar mengaku akan memperbaiki buku-buku tersebut. Dalam perencanaan, pihaknya akan mempersiapkan perpustakaan yang layak. Setelah itu akan mencoba untuk memperbaiki dan mendata ulang buku-buku yang masih bisa untuk dicetak ulang kembali agar dapat dipergunakan. "Saat ini kami belum bisa mempergunakan buku-buku itu, karena banyak yang rusak,” tambahnya. Menurutnya, buku peninggalan Mahmud Yunus itu terdiri dari kitab-kitab kuning, tafsir dan ka-

mus. Ini Karena Mahmud Yunus terkenal dengan tafsirnya. Di samping itu buku-buku yang dipindahkan itu semua tidak hanya karya M Yunus, tapi banyak bukubuku lainnya selain dari buku karangan Mahmud Yunus. Setelah dari SMP-TI Darul Muwahiddin, gemuruh luasnya langit seakan mencoba untuk menghentikan niat memburu karya intelektual Mahmud Yunus. Akhirnya kami kembali menuju mesjid degan harapan mendapatkan rumah kelahiran Mahmud Yunus. Dengan singkat, kami berhenti disebuah warung karena hujan lebat memabasahi seluruh Bumi Nagari Sungayang. Sepanjang asa yang kami punya hingga kembali sebelum sampai ke rumah Mahmud Yunus dan meninggalkan jejak hampa, agar besok kami dapat berkunjung kembali. Menurut keterangan Seorang pengurus Mesjid Baitiurrahman Buya Masnefi, buku-buku Mahmud Yunus yang ada di perpustakaan mesjid sengaja dipindahkan ke pesantren. Sebab pascagempa yang melanda Tadahdatar 2007 lalu, sempat merobohkan bangunan mesjid. Setelah itu buku-buku Mahmud Yunus yang ada di perpustakaan mesjid itu tidak begitu diperhatikan lagi. Pemindahan buku-buku tersebut merupakan hasil musyawarah perangkat nagari, pengurus mesjid serta izin dari keluagra Mahmud Yunus sendiri. "Buku-buku Mahmud Yunus sudah banyak dimakan rayap. Kami sengaja memindahkan bukubuku itu. Orang yang merawat tidak juga ada. Di isamping itu orang yang mempergunakan buku

itupun tidak ada lagi saat ini,” jelas Buya Masnefi. Di tempat berbeda, Cucu Mahmud Yunus (Anak dari adik Mahmuh Yunus, Hindun Yunus) Irmayenti, mengatakan, buku-buku Mahmud Yunus sudah diwaqafkan ke mesjid. “Buku-buku kakek semuanya sudah diwaqafkan ke Mesjid Baiturrahman. Semua buku itu langsung tangan kakek yang menyerahkannya, tepatnya etelah kakek pensiun dulu,” ujar Irmayenti. Dalam ingatannya, ketika Mahmud Yunus menginjak usia 70 tahun, 70 buah karya bukunya sudah terbit. "Saya ingat betul ketika menghadiri acara ulang tahun Mahmud Yunus yang diselenggarakan oleh IAIN di Pendidikan Guru Agama Islam (PGAI) Jati,” kenang Irmayenti, cucu Mahmud Yunus yang saat ini masih setia untuk menghuni rumah kelahiran ulama asal Minangkabau itu. Perawatan buku-buku yang diserahkan ke perpustakaan mesjid, menurutnya bahwa keluarga memberikan biaya untuk perawatan buku-buku itu. Sebab keluarga sudah sepakat kalau buku-buku Mahmud Yunus diserahkan ke mesjid. Alasannya, kalau di rumah tidak ada yang merawat. Sebab pihak keluarga banyak yang tidak menetap di kampung halaman. "Sebenarnya kami tidak lepas tangan dengan

buku-buku itu. Kami dulu memberikan sebidang sawah untuk perwatan buku. Sekitar tahun 1981, hasil panen padi satu kali panen ada satu juta rupiah,” ungkapnya saat ditemui Suara Kampus di rumah kelahiran Mahmud Yunus, Minggu (17/11). Untuk saat ini pihak keluarga tidak tahu keadaan buku tersebut. Diakuinya, dulu memang pernah diminta Etek Neli (Anak Mahmud Yunus) untuk mengambil buku di perpustakaan itu, satu dari masingmasing buku yang masih ada. Beberapa waktu kemudian langsung dikirim ke Jakarta. “Etek Neli ada mengirim buku kakek yang sudah dicetak ulang. Tapi, hanya yang bahasa Indonesia. Buku yang berbahasa Arab tidak ada dikirimnya. Saya tidak tahu, apakah sudah ada Etek mencetak ualang kembali buku kakek yang Berbahasa Arab,” tanya Irmayenti. Berbagai lietrarur telah mencatat Madmud Yunus. Perjalanan panjangnya menuju menuju Mesir yang sering gagal itu tidak mengurungkan niatnya untuk terus berkarya. Bahkan, ketika pergolakan zaman Belanda, di sela-sela pelarian pun ia tetap menuangkan ide cemerlangnya dalam goresan tinta. Sebuah kitab kecil yang berisikan tentang ibadah sholat, lahir dari tangan ulama Minangkabau 92 tahun silam. Dikatakan dalam buku riwayat hidupnya, Mahmud Yunus menuliskan kitab kecil, tetapi besar isinya, semua berawal dari kitab itu. Buku pertama yang dikarang oleh Mahmud Yunus, sebuah kitab yang diberi nama Jami’atun Niswan (Nama Penerbitnya). Diperuntukkan untuk kaum ibu dan untuk dihafal arti dan makna bacaannya dalam melaksanakan sholat. Buku itu diterbitkan 1342 H/ 1921 M. Ulama asal Minangkabau yang lahir 10 Februari 1899, hingga menemui ajalnya, 75 buah buku sudah ia tuliskan. 49 di antaranya adalah buku dalam Bahasa Indonesia dan 26 buku Bahasa Arab (Kitab). Pada tahun 1981 setelah Mahmud Yunus pensiun, ia menyerahkan lansung bukunya ke perpustakaan Mesjid Baiturrahman yang berada di kampung halamannya. Hingga 2011 buku-buku itu dipindahkan ke SMP-TI Darul Muhiddin karena tidak ada orang yang akan merawat buku-buku tersebut.

Irmayenti


Mengenang Mahmud Yunus Siapa yang tidak kenal dengan Mahmud Yunus. Dia dikenal sebagai seorang intelektual dari keluarga keci di Jorong Ampek, Nagari Sungayang. Seperti pepatah minang anak dipangku kemenakan dibimbing. Mamaknya mengambil inisiatif buat menyekolahkan Mahmud kecil. Cita-cita yang besar mengantarkan Mahmud Yunus ke Mesir. Ada sisi menarik yang selalu muncul dengan tokohtokoh minang. Seperti Hamka menjadi pengarang. Agus Salim mengenal banyak bahasa dan juga mengarang. Hatta juga mengarang, begitu juga dengan Mahmud Yunus. Mahmud mengarang puluhan buku. Namun sejarah seperti hendak melupakan Mahmud Yunus. Termasuk dari mata anak-anaknya. Buku-buku karangan Mahmud Yunus dan buku-buku koleksi Mahmud Yunus sudah mulai menjadi bagian dari sejarah yang mengabur secara perlahan. “Mahmud Yunus memberikan lansung bukunya ke perpustakaan mesjid. Karena memang saat itu mesjid memiliki tempat,” ujar Hindun Yunus. Buku-buku yang diceritakan Hindun adalah buku-buku Mahmud Yunus yang telah dimakan rayap. Sebagian sudah tidak bisa lagi dibaca. Melapuk dan berderai ketika dipegang. Beliau sudah mengarang sebanyak 70 buah buku. Buku-buku Mahmud Yunus dalam bahasa indonesia dan bahasa arab. .”Keluarga memberikan biaya perawatan untuk Pustaka, dengan memberikan sebidang sawah (Hasil sawah itu 1 juta pada masa itu: 1981),” ujar Hindun menambahkan. Menurut pengakuan Hindun buku itu kebanyakan dalam bentuk kitab kuning. Sebahagian dikirimkan ke Jakarta atas permintaan anak Mahmud Yunus. Buku-buku yang di Jakarta dikelola oleh Keluarga Mahmud Yunus. Hindun menceritakan buku-buku Mahmud Yunus yang di Sungayang dipindahkan ke Perpustakaan Mahmudiyah “Waqaf” Prof. Dr. H Mahmud Yunus. 25.7.1401 H / 19.5.1981 M. “itu memang sudah hak masyarakat, karena buku-buku M Yunus sudah diwaqafkan.” Selanjutnya bukubuku Mahmud Yunus dipindahkan ke sekolah SMP TI Darul Muwahiddin atas kesepakatan Pemerintah Nagari (Masa jabatan Wali Nagari, Fajri Karana). Berdasarkan silsilah keluarga, Mahmud Yunus meninggalkan 15 orang anak. Menurut pengakuan kemenakannya Munirrahman, anak-anak Mahmud yunus menamatkan sarjana. “Saya pernah melihat dahulu, bahwa Dr. Kamal belajar dengan M Yunus (Rumah di Jakarta) tentang ilmu agama. Tapi, sangat disayangkan umur beliau singkat, beliau meninggal di usia muda,” ujar Munirahanim. Mahmud Yunus Dikejar Belanda Kalau Taufiq Ismail lari ke Pegunungan Singgalang ketika dikejar kolonial Belanda, Mahmud Yunus lari ke Sungayang ketika dikejar-kejar kolonial Belanda. Kekuasaaan kolonial Belanda memang tidak bisa dilepaskan dari sejarah hidup Mahmud Yunus. “Mahmud Yunus sering sekali mengungsi ke sini. Beliau dikejar-kejar Belanda. Ingin ditangkap karena beliau pegawai negari yang bekerja di Kementrian Agama (Kemenag).” Pengungsian Mahmud Yunus tidak hanya ke sungayang. Dia juga mengungsi ke Padang Japang Payakumbuh (rumah istri kedua Mahmud Yunus). Pengungsian ini dilakukan dengan taktik pindah rumah. Istri dan anaknya dia antarkan ke Sungayang. Sedangkan dia mengasingkan diri ke Payakumbuh. Menurut Munirahamin Payakumbuh disamping menjadi tempat pelarian, juga menjadi tempat perundingan. Sekarang di Payakumbuh berdirin monumen Mahmud Yunus. “Setelah merdeka Mahmud Yunus bekerja di bukittinggi dan setelah itu beliau pindah ke Pematang Siantar,” ujar Munirahamin. Ulama Minang Pertama Membaca Khutbah Jum’at Dengan Bahasa Indonesia Wilayah dakwah Minangkabau memang selalu menarik untuk dijadikan kajian intelektual. Hal ini disebabkan Minangkabau memang dipenuhi oleh sekolah-sekolah agama dalam bentuk pesantren. Bahkan setiap khutbah pun berbahasa arab. Mahmud Yunuslah orang pertama yang membangkang terhadap pemakaian bahasa arap ketika berkhutbah. “Mahmud Yunus orang pertama yang berkhutbah dengan bahasa Indonesia,” ujar Munirahamin. Mahmud Yunus sangat pintar berbahasa arab. “Kebanyakan orang tidak menyangka beliau itu orang Indonesia ketika beliau berbahasa arab. Beliau itu sangat cerdas, beliau lebih dahulu dapat gelar Prof dibandingkan Dr,” ujar Munirahanim. Dia memang sosok ulama yang kharismatik. Baik di tengah masyarakat maupun di tengah keluarga. Munirahamin menuturkan Mahmud Yunus tetap setia menjadi imam sholat di tengah-tengah keluarga hingga akhir hayatnya.

Raichul Amar

“IAIN Seharusnya Punya Perpustakaan Mahmud Yunus”

Buku Mahmud Yunus di Mushalla Al-Ikhlas Padang Jopang

SuaraKampusMahmud Yunus adalah sosok yang lembut. Di usia 70 ia diangkat sebagai Rektor pertama IAIN IB Padang. Mahmud Yunus memimpin IAIN IB Padang ditunjang oleh pembantu Rektor yang sama memiliki kolesial dalam me-menej IAIN. Tidak ada permasalahan dalam mengembang, memikirkan dan menjalankan roda kepemimpinan. Raichul Amar mengaku mulai bergaul dengan Mahmud Yunus 1966. Mahmud Yunus punya nilai kebapakan terhadap anak buahnya. Dia memanggil bawahannya dengan Anta bukan Kamu. “Mahmud Yunus hampir mirip dengan Muhamamd Hatta. Saya diangkat jadi pegawai negeri itu sebagai juru ketik. IAIN waktu itu belum lahir. Saya bergabung dengan IAIN ketika ketika berkantor di Masjid Nurul Iman. Saat itu kantor IAIN masih numpang,” ungkap Raichul Amar. Dimasa kepemimpinan Mahmud Yunus, banyak pegawai honorer yang diangkat menjadi pegawai negeri. “1966 IAIN belum memiliki pegawai yang cukup. Mahmud Yunus berinisiatif megangkat pegawai honorer menjadi pegawai negeri dan di pekerjakan di IAIN IB Padang. Pengangkatan itu lansung Mahmud Yunus mengurus ke Jakarta,” jelas Raichul Amar yang biasa dipanggil Pak Men tersebut. Kebaikan Mahmud Yunus tidak sekedar itu saja. Mahmud Yunus sempat mengangkat pegawai hon-

Foto : Dok Suara Kampus

Raichul Amar orer yang ada di Jakarta untuk menjadi sopir dan di SK-kan menjadi pegawai negeri. “Saya akan urus Surat Keputusan (SK) Ghazali yang akan saya angkat menjadi sopir. Mudah-mudahan kemabali dari Jakarta nanti Ghazali bisa ikut bersama saya dan inilah hadiah saya sebelum saya pensiun,” ujar Raichul Amar mengulang kembali kata-kata Mahmud Yunus dengan mulutnya. Raichul Amar menambahkan kiprah alumni Tarbiyah yang saat ini sudah ada dimana-mana, tidak terlepas dari dari perjuangan Mahmud Yunus. “Saat itu Mahmud Yunus mengumpulkan orang-orang Minangkabau yang ada di Mesir pulang kampung untuk mendirikan IAIN di Sumatera Barat. Sekarang,

penghargaan untuk Mahmud Yunus tidak ada tempat, itu sangat disayangkan sekali,” jelas Raichul Amar. Raichul Amar mengaku sudah pernah menyurati pimpinan untuk mendirikan Korner Mahmud Yunus di IAIN IB Padang. “Saya sudah sampaikan pesan ke Dekan Tarbiyah dan ke Rektor IAIN secara tertulis. Saya mengharapkan kita bisa kumpulkan karya tulis Mahmud Yunus. Kemudian kita dirikan sebuah korner di pustaka (korner Mahmud Yunus) yang disana memuat semua karya tulis beliau, atau pustaka Tarbiyah itu digelari Mahmud Yunus Library. Itu sudah pernah saya usulkan secara tertulis ,” ujar Raichul. Raichul Amar sangat menyayangkan Mahmud Yunus hanya diberi penghargaan dengan nama jalan. “Di kampus ini ada ribuan mahasiswa, sementar jalan Mahmud Yunus itu tidak ada trotoar. Kalau hari hujan Mahmud Yunus berubah menjadi sungai, kasihan mahasiswa itu. Sedih kita melihat mereka pergi kuliah atau pulang kuliah dikala hari hujan. Kenapa tidak Pemerintah Daerah (Pemda) Kota Padang membuat trotoar. Kalau memang ingin membangun trotoar, pergunakan sebagaimana mestinya, untuk mahasiswa bukan untuk Pedagang Kaki Lima (PKL),” jelas Raichul. Laporan : Ahmad Bil Wahid Zulfikar Efendi


Menteri Darurat A

walnya kami berfikir tentang tempat keramat yang menjadi simbol kebanggaan masyarakat, dijaga dan dirawat dengan semestinya. Seperti beberapa monumen bersejarah di kota ini, ada orang yang menjaga dan merawatnya. Namun berbeda dengan seorang tokoh pendidikan islam yang telah mendirikan Perguruan Tinggi Agama Islam ini, kini peninggalannya hanya tinggal dalam lipatan sejarah dan tergerus zaman. Dia memang telah menorehkan sejarah dibeberapa lembaga, namun melihat kondisi peninggalan alangkah luka hati kami. Kecamatan Guguk Kenagarian Tujuah Koto Talago Jorong Padang Jopang menjadi saksi tempat rasa penasaran kami untuk menelusuri jejak perjuangan hidupnya. Di Padang Jopang tepatnya, tempat Mahmud Yunus alumni AlAzhar itu melakukan pengembaraan hidupnya. Ketika itu Sabtu (23/11) pukul 11.30 WIB kami menginjakan kaki di Padang Jopang. Senyum manis terpancar dari bibir Adia Putra, kepala sekolah Pesantren Darul Funun El-Abbasiyah Padang Jopang. Ia menyambut kedatangan kami kesekolahnya dari tim penelusuran Suara Kampus (SK). Dengan sapaan ramah kami dipersilahkan masuk dan duduk. Ketika itu anak sekolah masih ramai bermain. Diruangan 2x2 kami memulai perbincangan dengan Adia. Terlihat dua buah aqua gelas disuguhkan. Kami menyampaikan tujuan. Sekitar lima belas menit bercerita, Adia membantu kami menunjukan rumah istri Mahmud Yunus di Padang Jopang. Kami diantar ke Rumah Mak Jawa, begitu nama beken rumah rumah isteri kedua Mahmud Yunus. Ketika sampai disana, kami tidak menemukan orang yang bisa memberikan keterangan terkait rumah itu. Hanya disambut dengan rumputrumput liar rumah tua yang tak bertuan. Rumah tua terdapat tulisan Museum PDRI, tugu perundingan, dan mushalla yang sudah copot tulisannya. Kami terus berjalan ke sebuah pangkas rambut mengikuti perjalanan Adia. Ternyata juga tidak ada narasumber yang bisa dimintai keterangan. Dari keterangan tukang pangkas itu memang sudah tidak ada lagi saksi sejarah yang bisa dimintai keterangan, ternyata saksi sejarah sudah banyak meninggal dunia dan pikun. Akhirnya kami melanjutkan perjalanan ke Jorong Ampang Gadang. dan berpisah dengan Adia di samping pangkas itu. Pemerintahan Nagari tak Kenal Mahmud Yunus Kami sampai disebuah kantor yang sedang direnovasi. Mampir disebuah warung dan menanyakan tentang Wali Nagari. Seorang lakilaki berkumis tebal keluar dan menyalami kami. Afrizal (41 tahun) begitu orang-orang memanggilnya. Ia mempersilahkan kami masuk dan duduk disebuah kursi, kami memperhatikan peta nagari tersebut. Perbincangan dimulai, menurut Afrizal Mahmud Yunus merupakan tokoh yang mendominasi dalam bidang keagamaan. Semangat perjalanan yang ditorehkannya masih memotivasi hingga hari ini. Secara tidak langsung menurut Afrizal pemikiran Mahmud Yunus berdampak, karena apa yang ada di kampungnya ada memiliki normanorma adat. Kekecewaan juga dirasakan pria asli Ampang Gadang ini melihat kondisi peninggalan Mahmud Yunus hari

ini. Afrizal mengaku belum ada perhatian dari masyarakat setempat. Selaku warga asli Nagari Tujuah Koto Talago ia menyatakan bahwa ada berfikir untuk melestarikan peninggalan-peninggalan Mahmud Yunus. menurutnya museum dan rumah Mak Jawa atau Jawahir (isteri Mahmud Yunus) sedikit belum memiliki daya tarik bagi masyarakat umum. “Terlepas dari konteks itu norma-norma adat di kampung sudah mulai terabaikan, perhatian masyarakat setempat belum ada hingga hari ini, gagasan pun belum untuk membangkitkan kembali,” ujarnya kepada Suara Kampus. Selaku anak nagari Ampang Gadang sendiri mengaku belum pernah melihat karya Mahmud Yunus secara real, seperti buku, hanya mendengar dari cerita rakyat. Harapannya meski pun hilang namun jangan sampai tidak dikenang. “Bagi masyarakat banyak silahkan salut, kagum, respek itu bagus untuk memotivasi diri dalam mewarisi ketokohan Mahmud Yunus,” ujar pria yang pernah mengenyang pendidikan di fakultas ushuluddin IAIN ini. Ketika ditemui tim Suara Kampus Wali Nagari Tujuah Koto Talago Yon Hendri di sebuah warung mengatakan, sedikit cerita tentang Mahmud Yunus disini (Padang Jopang) Rumah Mak jawa memang dahulunya dijadikan tempat perundingan, selain itu Rumah Mak Jawa dijadikan sebagai museum PDRI yang masuk cagar budaya. Kenapa PDRI menjadikan tempat ini sebagai tempat perundingan karena terjamin keamanannya. “Dahulu Syekh-syekh banyak menyumbangkan anaknya untuk ikut pasukan Fisabilillah, pasukan perang melawan belanda,” tutur Yon. Perbincangan berlanjut, untuk konteks Mahmud Yunus sendiri Yon mengaku kurang tahu bagaimana Mahmud Yunus dahulunya. Dimata Mereka Setelah berbincang-bincang dengan Yon Hendri, kami melanjutkan perjalanan ke rumah Darwima (64 tahun) cucu dari Jawahir, ia merupakan salah seorang pemegang kunci Rumah Mak Jawa dan museum PDRI. Namun sayang, setiba di rumahnya kami tidak bertemu dengan Darwima. Hanya Hasri (suami Darwima) yang ada dirumah ketika itu. Dia mengatakan bahwa isterinya dalam perjalanan menuju rumah karena Darwima pergi ke rumah anaknya di Pekan Baru. Kami sempat menelpon Darwima dan membuat janji pukul 17.00 WIB. Dalam bincang-bincang bersama Hasri, dia menuturkan tentang kondisi peninggalan Mahmud Yunus. Dia mengaku memang tidak terlalu banyak tahu terkait Rumah dan museum, namun dari matanya kami menangkap aura kesedihan melihat kondisi peninggalan Mahmud Yunus hari ini. Karena tidak bertemu dengan Darwima, kami meneruskan perjalanan ke rumah Yanuar Abdullah (63 tahun) salah seorang tokoh masyarakat. Dari keterangan Yon Hendri

Yanuar mengetahui bagaimana cerita Mahmud Yunus dahulunya. Dari Padang Jopang menuju Koto Kociak, kami disambut Yanuar ketika itu sedang bekerja di teras rumahnya. Berbicang-bincang dan menggali sedikit informasi disana. Yanuar mengatakan bahwa Mahmud Yunus merupakan tokoh terkemuka, pemikirannya banyak ditularkan dalam berdirinya sekolahsekolah agama di Sumatera Barat, ia merupakan tokoh pembaharu Indonesia. Katanya Syekh Abdullah Abbas (pendiri Darul Funun) menemui Mahmud Yunus ketika itu berada di Mesir, setelah itu ia keliling pulau jawa melihat pesantren-pesantren yang ada sekitar tahun 1930. Lalu Syekh Abbas mendirikan Darul Funun yang mengubah konsep dari Surau ke Klasikal. Cerita berlanjut perjalanan Mahmud Yunus ke Padang Jopang melalui fase yang cukup panjang, berawal dari peristiwa PDRI 19481949 dari Djogjakarta (fase Jogja, bukittinggi, halaban) ketika itu menjabat sebagai Gubernur Sumatera Tengku Muhammad Hasan. Menurut cerita Yanuar, dahulu Mahmud Yunus bertemu Tengku Muhammad Hasan di Bukittinggi pasca penyerangan pada beberapa titik di Indonesia. Belanda telah menguasai Indonesia, SoekarnoHatta ditangkap. Belanda menggempur Siantar, lalu Bukittinggi. Dari Siantar Tengku Muhammad Hasan bergerilia sampai ke Bukittingi, disanalah pertemuan Mahmud Yunus dengannya. Sementara ketika itu tampuk Pemerintahan Darurat Republik Indonesia dijalankan oleh Syafruddin Prawiranegara. Soekarno memberikan mandat kepadanya, dan Tengku Muhammad Hasan jadi wakil ketika itu. “Ketika PDRI waktu itu, Kementerian Agama dan Pendidikan di pegang angku Mahmuik. Ia ditunjuk sebagai Menteri Agama dan Pendidikan Darurat. Berkantor, bekerja dalam pemerintahan darurat di Padang Jopang. Untuk pendidikan darurat jalan terus,” ujar Yanuar. Lebih lanjut Yanuar menjelaskan, karena PDRI di Padang Jopang

waktu itu, rumah Jawahir dijadikan tempat perundingan. “Mahmud Yunus menjalankan sekolah darurat ke surau-surau ia juga membuat buku untuk pedoman mengajar,” ucap mantap ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Sumbar itu. Dari pemaparannya di Padang Jopang juga ada pasukan Fisabilillah dan Hisbul watan. Pasukan Fisabilillah itu ada karena semangat membela negara dari serangan belanda tinggi. Syekh yang ada di Padang Jopang menyumbangkan anaknya untuk berperang, dan Hisbul Watan terdiri dari wanita-wanita untuk jadi pandu dan juru masak ketika itu. Selain itu di Tujuah Koto Talago ada Markas Komando Pertahanan Keamanan Resort 50 Kota ada di Tobek Godang, Ampang Godang. beberapa nama tentara yang disebutkan Yanuar ketika PDRI berlangsung. Tentara itu berasal dari daerah Ampang Godang dan Padang Jopang. Diantaranya Letnan Azhari Abbas (anak Syekh Abbas), Letda Tantawi (anak Syekh Mustafa), Syamsiram (Padang Jopang), Hamdani (Padang Jopang), Munir. A (Padang Jopang), Alizar (Padang Jopang), Syahruddin Said (Ampang Godang), Daman Huri (Ampang Godang). Menurutnya kenapa peninggalan bersejarah dan Rumah Mak Jawa tidak terawat, karena keluarga Mahmud Yunus kurang keterbukaan informasi. Ada beberapa ketakutan dari pihak keluarga ketika amanah diberikan kepada masyarakat setempat. “Menurut saya Pemerintahan Nagari sebenarnya mempunyai otonom yang bisa dilahirkan dari peraturan Nagari (Pernag). Tidak usah menunggu dari pemerintah daerah,” ucapnya. Terkait jabatan yang dipegang Mahmud Yunus sebagai menteri darurat waktu itu, Mestika Zed Pakar Sejarah UNP menyatakan itu bisa terjadi. Karena melihat bukti sejarah itu adanya PDRI dan rumah isteri Mahmud Yunus disana. Selain itu sebagai tokoh pembaharu dan pendidikan dalam kondisi darurat tidak menutup kemungkinan Mahmud Yunus jadi menteri. “Jadi karena latar belakang kekacauan waktu itu belanda menyerang, jadi banyak para pelaku-pelaku PDRI kesana, ada juga yang berkeluarga, termasuk Mahmud Yunus,” ujar Mestika Zed kepada Suara Kampus, Kamis (28/11). Meskipun demikian, Mestika Zed berpesan jangan terlalu heroik dengan cerita rakyat, namun karena perjalan dan saksi sejarah beserta monumen yang ada setidaknya kita bisa meneladani sosok Mahmud Yunus. “ Ketika ditanya sejarah dinamakan IAIN Imam Bonjol Mestika Zed mengatakan, Indonesia memang sering berorientasi memberi namanama pahlawan terkait orang-orang perang melawan belanda. untuk nama universitas dimana-mana termasuk perguruan tinggi di IAIN tentunya pejuang ulama. Dan juga nama-nama perguruan tinggi umum, dan juga nama-nama unit militer. Jadi pejuang itu adalah orang yang melawan belanda. Setelah wawancara beberapa jam dirumah Yanuar kami kembali menemui Darwima di rumahnya. Sesuai dengan janji yang dibuat ia sampai pukul 17.00 WIB namun karena bus yang ditumpanginya mengantar penumpang lain Darwima sampai habis shalat magrib. Kami berangkat menuju rumah Adia untuk bercerita dan melaksanakan shalat Magrib. Selesai shalat kami kembali kerumah Darwima, ia sampai di Padang Jopang dan kami ikut membantunya membawakan

barang bawaannya. Sampai dirumah kami duduk-duduk sebentar lalu memulai perbincangan. Penjaga Sukarela Sembali menyunguhkan buah tangannya Darwima menanya tentang kami. Mukanya merah aura kelelahan. Ia memulai ceritanya tentang keadaan rumah dan museum hari ini. Menurut penuturan Im (panggilannya) terakhir yang menjaga rumah Mak Jawa ialah Tono (anak angkat Mahmud Yunus). Saksi sejarah terakhir PDRI ada Ismail Hasan. Namun ia juga telah meninggal. “Hingga hari ini tak ada yang mengurus peninggalan-peninggalan mahmud yunus, rumah, museum. Saya telah mengajukan proposal kepada pihak Cagar Budaya di Batusangkar. Untuk memperbaiki museum, namun hingga hari ini SK belum keluar,” ujar Im. Im juga menambahkan, bukubuku Mahmud Yunus ada di dalam Mushalla al-Ikhlas sebelah museum. Naum hingga hari ini buku-buku itu sudah banyak yang hilang, karena administrasinya tidak ada lagi. Dari keterangan Im ada beberapa orang anak Jawahir dengan Mahmud Yunus. “Mahmud Yunus memiliki tiga orang anak bersama Jawahir, diantaranya Jawanis, Hamdi, Fakhruddin,” ucapnya. Untuk PDRI ketika Islamil hasan masih hidup iamengatakan, ketika perundingan keluarga Jawahir bersedia menyediakan rumah untuk rapat. Ismail Hasan saksi sejarah terakhir ketika PDRI menjadi notulen. Setiap peringatan Hari Bela Negara 19 Desember Ismail sering memberi pidato tentang PDRI. “Pak Ismail dalam pidatonya selalu menceritakan tentang perundingan dulu, dia juga memberikan dana 20 juta untuk rehab museum. Sebagai penggagas pembuatan museum ia ingin monumen sejarah tetap dikenang,” kata Im kepada Suara Kampus. Romantisme Mahmud Yunus Dari keterangan Yanuar. Sosok Mahmud Yunus dikenal masyarakat Nagari Tujuah Koto sebagai orang surau (ustad), maka timbul pertanyaan bagiamana kisahnya romantismenya dengan jawahir? Hingga mereka merajut asa bersama menjalin bahtera kehidupan. Awal pertemuan Mahmud Yunus sering memberikan siraman rohani di surau (Mushalla), disekitar Nagari Tujuah Koto Talago. ada beberapa suraunya yang dikenal masyarakat seperti Surau Baruah. Surau Mahmud Yunus tersebut dijadikan icon untuk menimba ilmu agama islam setempat. bukan saja anak remaja tapi orang dewasa sampai orang tua. Hari berlalu, seriring jam terbang Mahmud Yunus tinggi dalam menyampaikan ajaran agama Islam maka mahmud yunus cukup terkenal di nagari Tujauh Koto Talago, jamaah bertambah banyak. Bahkan pengawal Gubernur Sumatera Barat waktu itu, bernam serong, mengikuti ajaran Mahmud Yunus dari surau ke surau. Serong lah yang mempertemukan Mahmud Yunus dengan Jawahir pertama kalinya secara empat mata. Memang jawahir murid dari mahmud yunus di surau baruah. Namun bertemu secara empat mata mahmud yunus tidak mau karena takut dianggap fitnah oleh masyarakat setempat. Sekaligus menjaga kredibilitas sebagai urang surau tersebut. Laporan : Ridho Permana, Evi Candra


Rektor Kita


Peninggalan-Peninggalan Mahmud Yunus

Rumah kelahiran Mahmud Yunus, jorong Ampek, nagari Sungayang

Perpustakaan Mahmudiyah bertempat di pekarangan masjid Baiturrahman

Lokasi Madrasah School (Sekolah yang didirikan M. Thayib dengan berdikari) Nagari Sungayang Masjid Baiturrahman lokasi perpustakaan Mhammud Yunus Museum PDRI di rumah Jawahir (Padang Jopang) isteri kedua Mahmud Yunus

Mushalla Al-Ikhlas tempat buku Mahmud Berada


Rumah Mahmud Yunus yang sudah tidak berpenghuni lagi

Tugu PDRI di halaman rumah Jawhir Isteri kedua Mahmud Yunus di Padang Jopang Buku-Buku karya Mahmud Yunus yang tidak terawat lagi di Perpustakaan SMP-TI Darul muwahiddin nagari Sungayang

Foto Mahmud Yunus bersama keluarga besar Rumah Mak Jawa (Jawahir) tidak dihuni lagi


47 Tahun IAIN

Membangun untuk Perubahan “Katanya” Suara Kampus – Institut Agama Islam Negeri Imam Bonjol (IAIN-IB) Padang memaknai momentum ulang tahun ke 47 dengan melakukan pembangunan, bukan hanya pada bentuk fisik seperti gedung rektorat dan pagar, namun lebih dari itu melakukan integritas ilmu kepada mahasiswa melalui kuliah umum dan seminar. Seminar dan kuliah umum itu pada 22 November 2013 di Maninjau, tanggal 29 bersama Menteri Agama Republik Indonesia Surya Dharma Ali di Auditorium Mahmud Yunus, pada tanggal 7 Desember bersama Azyumardi Azra di hotel Pangeran sekaligus jadi acara puncak peringatan ulang tahun IAIN-IB. Menurut Rektor IAIN-IB Prof. Dr. H. Makmur Syarif, S.H., M.Ag mengatakan, seminar itu guna meningkatan karakter mahasiswa, memang di kampus IAIN-IB gerakan pengajarannya yang menyehatkan perilaku mahasiswa, untuk mendukung pengajaran itu maka diadakan dengan seminar dan kuliah umum. Katanya, seminar berlandaskan teknologi tidak jadi prioritas, yang terpenting itu mahasiswa punya ilmu dan menerapkan ilmunya yang berbasis agama Islam dalam kehidupan sehari-harinya. Dalam peringatan ulang tahun IAIN-IB ke 47, juga mempersiapkan konvensi ke Universitas Islam Negeri (UIN). “Berbagai seminar dan kuliah umum berguna untuk memberitahukan kepada masyarakat kampus, akan bentuk integrasi ilmu di UIN. Sebab, pendidikan di UIN berbeda dengan yang kampus yang se karang,” katanya ke ti ka di te mui di rektorat, Jum’at (23/11). Seminar dan kuliah umum yang diangkat berbasis pendidikan agama Islam, sedikit teknologi untuk meningkatkan pengetahuan keterampilan teknologi, seperti proposal tidak lagi diprint, tapi cukup lewat internet saja. “Seminar di Hotel Nuansa Maninjau baru-baru ini dengan tujuan penelitian tentang penggunaan teknologi internet untuk dilembaga. Apakah pelajaraan agama dengan teknologi buat menciut atau mencederai pendidikan di IAIN-IB selama, itulah yang dikaji,” ujarnya. Ia berharap, pada mahasiswa untuk peran aktif dalam membentuk perilaku yang mulia, dan mendukung perubahan status dari IAIN ke UIN, bentuk peran itu bisa dengan tidak melakukan perbuatan tercela. “Tentu kita mempersiapkan diri dalam mengintegritaskan ilmu karena akan berubah menjadi UIN. Sebenarnya, ilmu itu kan satu berasal dari Islam datang dari Tuhan. Tapi oleh Barat di pecah-belah semua, seperti Yunani negara penciplak,” tuturnya. Pihaknya, berikan pandangan akan sumber ilmu itu bisa lewat kurikulum, pengarahan dosen, juga dengan seminar dan kuliah umum. Maka kado yang terbaik dari ulang tahun itu yaitu bisa membuat mahasiswa paham akan integritas ilmu tersebut. “Pembenahan dan merenovasi sekaligus membangun fisik di kampus dalam rangka menyambut ulang tahun itu tidak tepat. Pembangunan fisik itu hanya menata kampus untuk berbenah sebelum berubah ke UIN,” tuturnya. Dia mengimbau kepedulian mahasiswa terhadap lingkungan, dan berpartisipasi aktif dalam memajukan kampus IAIN-IB ini, dengan menjunjung tinggi hakekat dan martabat sebuah nama dan status. Wakil Rektor III Prof. Dr. H. Salmadanis, MA mengungkapkan, Dies Natalis (ulang tahun) sudah biasa dilakukan di IAIN-IB, guna memberi semangat pada civitas akademika, baik dari kalangan dosen, karyawan, mahasiswa serta masyarakat sekitar kampus.

Ia mengatakan, gedung yang dibangun itu dirampungkan akhir Desember 2013 ini, sebab satu tahap langung siap. Kecuali pada gedung rektorat dibangunn dua tahap, karena batalnya rekontruksi pada tahun 2012. “Pembangunan yang telah direncanakan digenjot pengerjaannya, kerena memakai sistem tender, proyek yang lebih dari Rp200 juta, harus pakai hal itu. Kita optimis perbaikan dan pembanguan gedung itu akan dapat diselesaikan,” katanya.

Prof. Dr. H. Makmur Syarif, S.H., M.Ag Rektor IAIN-Imam Bonjol Padang

Berbagai seminar dan kuliah umum berguna untuk memberitahukan kepada masyarakat kampus, akan bentuk integrasi ilmu di UIN. Sebab, pendidikan di UIN berbeda dengan kampus sekarang “Semangat itu bisa timbul dengan mengadakan seminar, diskusi, bedah buku, baik itu ruang lingkupnya Nasional maupun Internasional,” ujarnya. Ia mengungkapkan, dies natalis kali ini dengan seminar dan kuliah umum yang diikuti mahasiswa, dan karyawan mengadakan lomba olahraga, bukti semangat bangkit seluruh warga IAIN-IB. “Kegiatan bakti oleh lembaga yang ada di IAIN-IB, membuat sebuah terobosan baru untuk memotivasi atau mendorong civitas akademika untuk lebih baik, seperti Suara Kampus dan Dewan Mahasiswa yang mendatangkan tokoh nasional,” katanya Sekarang IAIN-IB sedang membangun integritas diri mahasiswa, serta inklusif untuk mengembangkan pribadi yang unggul dalam segala bidang, melalui kurikulum pendidikan yang berbasis agama Islam. “IAIN-IB telah bergerak maju, menunjukan pada publik bahwa mahasiswa IAINIB itu bisa. Semua komponen bergerak melakukan perubahan merajut silaturrahmi dengan semua komunitas,” ucapnya. Pihaknya, juga memberikan penghargaan pada dosen yang telah pensiun, sebab telah mengabdi pada IAIN-IB. “Kapan dilaksanakannya masih belum tau kapan, dan kami akan merapatkannya,” ungkapnya. Salmadanis menambahkan, rencananya 28 November itu akan ada seminar, tapi belum tau tentang apa, hampir semua seminar dan kuliah umum ini dari dana Dipa. “Tidak banyak dana untuk ulang tahun, karena tidak boleh menghambur-hamburkan uang negara,” urainya. IAIN Membangun IAIN-IB memasuki usia 47 tahun berbenah dengan melakukan pembangunan gedung dan penataan kampus II di Lubuk Lintah, pasca gempa yang melanda Sumatera Barat 2009. Pembangunan itu seperti gedung rektorat, klinik bersama, Akademik Mahasiswa (Akama), Gardu listrik, dan pemasangana pagar sekeliling kampus. “Pada tahun 2013 kita fokus dalam membangun fisik kampus disini (lubuk lintah.red), tahun selanjutnya maka akan dibangun kampus III di Sungai Bangek. Sekarang marketnya sudah sudah siap dirancang,” kata makmur.

rektorat. Jalan yang dibuka itu hanya gerbang dan jalan didekat dakwah karena itu jalan ke rumah masyarakat. Bangun Potensi Mahasiswa Salah seorang Dosen Fakultas Adab Sudarman mengatakan, usia IAIN-IB yang menginjak ke 47 ini hendaknya pihak kampus mengatasi kekurangan, seperti kurangnya fasilitas di kampus, sehingga mahasiswa lambat mengembangkan potensinya, dan juga memperbaiki kurikulum yang lama. “Seharusnya kurikulum yang dipakai kaloborasi antara ilmu agama Islam dengan Sains, karena meningkatkan potensi mahasiswa yang berintelektual dan berteknologi islami,” katanya. Ia menabahkan, perkembangan zaman

Nahrul Kabag Umum IAIN IB Padang

Terkait rencana pembangunan ulang perpustakaan sebenarnya sudah ada penawaran tender, kerena ada syarat yang kurang dari penawar tersebut maka perjanjiannya batal Pengerjaan pembangunan yang berlangsung, kata Makmur, sudah dimulai sejak bulan kemaren, sekitar awal Agustus 2013. “Jika pengerjaan itu belum selesai maka ada penambahan waktu sebanyak 50 hari, itu pun kalau kontraktor mau mengambil tambahan waktu tersebut. “Pemerintah telah menurunkan dana untuk infrasruktur bagi IAIN-IB, bantuan dari DIPA. Saya cuma tahu yang garis-garis besarnya saja, untuk lebih rinci panitia pembangunan itu telah dibuat, ruangan di lantai satu rektorat,” tuturnya. Kepala Bagian rumah tangga yang juga panitia pembangunan Nahrul mengatakan, IAIN-IB mendapatkan dana untuk pembangunan infrasruktur kampus sebanyak Rp 28,33 milyar. Dana itu akan dipergunakan untuk pembangunan gedung kuliah bersama sebanyak Rp4,6 milyar. Gardu di samping Aula H. Mansur DT Nagari Basa dengan anggaran biaya sekitar 791 juta. Pemasangan pagar sekeliling kampus sebanyak Rp 1 milyar, pembangunan garasi mobil operasional sebanyak Rp271 juta. Dan pembangunan ulang perpustakaan serta infrastruktur lain seperti penataan kampus. Klinik sedang proses pembangunan disamping Gedung Rektorat baru dengan dana 401 juta. “Terkait rencana pembangunan ulang perpustakaan sebenarnya sudah ada penawaran tender, kerena ada syarat yang kurang dari penawar tersebut maka perjanjiannya batal,” kata Nahrul. Menurutnya, semua pembangunan ditargetkan selesai akhir Desember 2013, setelah selesai akan langsung dioperasikan, jika tidak juga selesai pekerjaan akan dihentikan dan kontraktor akan difinalti. Karena pemasangan pagar maka jalan-jalan kecil yang ada akan ditutup, seperti belakang

Sudarman Dosen Fakultas Adab

Seharusnya kurikulum yang dipakai kaloborasi antara ilmu agama Islam dengan Sains, karena meningkatkan potensi mahasiswa yang berintelektual dan berteknologi islami semakin maju, maka butuhkan mahasiswa yang kreatif, dan juga beraklak mulia. untuk itu diperlukan pembaharuan paradigma terhadap keilmuan masa depan. Salah seorang Alumni melihat kondisi IAIN-IB diusia 47 tahun, Asriben mengatakan, sudah mengalami gerakan maju ke depan secara fisik, buktinya, sudah nampak perubahan dan penambahan beberapa gedung. Namun kreatifitas mahasiswa tidak jalan. “Sisi kreatifitas mahasiswa seakan tidak berkembang dengan baik, boleh dikatakan jalan di tempat. Karena, kurangnya perhatian dan respon dari pimpinan kampus terhadap agenda yang diangkatkan mahasiswa, maka demo baru-baru ini jadi rusuh,” katanya. Katanya, melihat permasalahan sekarang ini yang masih banyak ditemui gejolakan mahasiswa dalam menuntut kebijakan kampus, seperti untuk mencapai UIN itu tidak mungkin. “Masih ada teriak-teriakan di dalam kampus, pertanda kampus belum kondusif maka perubahan status tidak akan bisa. Dan pembangunan karakter mahasiswa tidak akan matang di kampus Islam ini,” urainya. Reporter : Kanadi Warman, Hervina Harbi Editor : Evi Candra


Student Center Markas Aktivis yang Hilang Nahrul menjelaskan hal ini terjadi karena dana gedung tersebut di bawah penanganan Badan Nasional Penaggulangan Bencana. Dan dikerjakan oleh Kementrian Pekerjaan Umum.”Kita akan konfirmasi kepihak bersangkutan, kalau memang tidak ada dana lagi untuk itu, kita akan mengambil alih pembangunannya,” tambah Nahrul. Kecemburuan Sosial Antar UKM Pengalihan fungsi Studen Center dan pemindahan tempat UKM menimbulkan masalah lain bagi para aktifis UKM. Pasalnya kondisi tempat baru masing-masing UKM memiliki kondisi yang berbeda-beda. Aktivis UKM juga angkat bicara menyikapi masalah ini.Wakil Komandan KSR, Aidil mengatakan keluahannya tentang tempatbaru yang dihuni KSR di Aula H. Mansur Dt.Nagari Basa. “Dulu ini adalah tempat Bank Mandiri awalnya, dinding di tempat kami rusak parah sehingga dengan sedikit keterampilan, kami dinding kembali dengan triplek bekas runtuhan dan pembangunan IAIN,” Ujarnya dengan nada kesal. “Penempatan posko UKM juga kurang adil, bisa kita lihat dari besar ruangan yang didapat UKM tidak sama besar serta bentuk fisik yang juga berbeda-beda.” Sesalnya. Ketika tim SuaraKampus menelusuri kesekretariat UKM, terlihat sekretariat UKM yang berada di Auditorium M. Yunus mengalami kebocoran. Bahkan tak jarang perlengkapan UKM terkena air ketika hujan turun. Seperti yang diungkapkan anggota UKM Musik Kampus, Murni, ia harus selalu waspada agar alat-alat yang ada tidak terkena air. “Tempat ini tiap kali hujan selalu bocor, sehingga kami harus ekstra dalam mengamankan alat-alat kami yang kebanyakan sangat mudah rusak terkena air,” jelas Murni. Berbeda dengan Aidil dan Murni, Ketua UKM Boxer, Nofebri bersyukur masih diberikan ruangan walau alakadarnya.” Seharusnya kampus memiliki gedung Student Center, tapi mau gimana lagi, kita harus bersyukur masih diberi tempat walau alakadarnya,” UjarNofebri.

Gedung Studen Centre yang dahulunya tempat Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) sudah beralih fungsi menjadi gedung perkuliahan

B

ak tentara tanpa markas. Begitulah kondisi para aktivis mahasiswa di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Imam Bonjol Padang saat ini. Pasalnya, saat ini tak ada gedung yang bias difungsikan sebagai pusat aktifitas dan kreatifitas mahasiswa. Gedung Student Center yang sejatinya merupakan pusat kegiatan mahasiswa di IAIN imam bonjol, kini tak lagi digunakan sesuai fungsinya. Awalnya gedung Student Center adalah gedung yang berada di disebelah barat lapangan parker utama dan menghadap kearah timur.Disanalah pusat kegiatan mahasiswa dan sekretariat UKM berada. Namun pada tahun 2007, gedung tersebut dijadikan sebagai gedung perkuliahan, menyusul bertambah banyaknya mahasiswa IAIN saat itu. Akibatnya, UKM yang menempati Student Center terpaksa dipindahkan, Ruangan yang berada di sekeliling Gedung Serba Guna (GSG) akhirnya menjadi penampungan bagi UKM yang tergusur dari Student Center. Tak lama menempati penampungan itu, Tahun 2008 pemindahan tempat UKM kembali terjadi. Dengan alas an renovasi di tempat lama, Lima UKM dipindahkan ke gedung yang terletak di belakang gedung Unit Pusat Bahasa yang kemudian gedung itu dinamakan Student Center. Kelima UKM yang pindah Student Center yang baru yaitu UKM Pramuka, Korp Sukarela-Palang Merah Indonesia (KSRPMI), Teater Imam Bonjol, Mahasiswa Pencinta Alam (Mapala) Alphicanameru, dan Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Suara Kampus. Sementara tujuh UKM lain tetap bertahan di tempat lama. Mereka adalah UKM Kajian Studi Islam (KSI) Ulul Albab, Tapak Suci, Musik Kampus, Koperasi Mahasiswa (Kopma), Unit kegiatan Olahraga (UKO), Resimen Mahasiswa (Menwa), dan Boxer. Setelah beberapa tahun Student Center jadi pusat sebagian UKM, tahun 2013 kembali terjadi pemindahan UKM dari markasnya. Student Center di belakang UPB harus dijadikan ruang perkuliahan.Jumlah

Prof. Dr. Asasriwarni

Nahrul

Wakil Rektor III IAIN Imam Bonjol

Kabag Umum IAIN IB Padang

Mengingat jumlah mahasiswa kita semakin banyak maka dari itu gedung tersebut kita jadikan tempat kuliah

gedung tersebut di bawah penanganan Badan Nasional Penaggulangan Bencana.

mahasiswa yang membludak membuat UKM jadi korban. Mereka terpaksa angkat kaki dan pindah ketempat baru. Menanggapi polemik ini, Wakil Rektor III IAIN Imam Bonjol Prof. Dr. Asasriwarni, MH member pejelasan. Ia mengatakan bahwa pengalihan fungsi gedung Student Center disebabkan paksaan situasi IAIN Imam Bonjol saat ini yang kekurangan gedung perkuliahan. “Dulu memang ketika jumlah mahasiswa kita belum banyak gedung Student Center di pergunakan untuk melakukan kegiatan UKM. Mengingat jumlah mahasiswa kita semakin banyak maka dari itu gedung tersebut kita jadikan tempat kuliah,” jelasnya

saat ditemui Suara Kampus, Selasa (6/11). Ia menjanjikan akan membangun gedung khusus yang fungsinya sama dengan Student Center di kampus III yang rencananya akan di bangun di daerah Sungai Bangek, Lubuak Minturun, Padang. Hal senada juga disampaikan Kepala Bagian (Kabag) Umum IAIN Imam Bonjol Padang, Nahrul. Ia mengatakan bahwa sudah ada rencana pembangunan Student Center yang baru. “Mungkin tahun depan kita buat proposalnya, kita diskusikan dulu dengan rektor,” terang Nahrul. Menyangkut kondisi Student Center lama yang saat ini kondisinya terbangkalai,

Keprihatinan Para Senior Kondisi UKM yang sering mengalami pemindahan dan menempati tempat yang kurang memadai, memancing rasa prihatin para senior UKM. Senior Teater Imam Bonjol, Firdaus Diezo menyampaikan keprihatinan itu. “Saya kasihan melihat orang-orang yang aktif di UKM, sudah tidak digaji, tempat yang ditempati pun kurang kondusif untuk ditempati tentu sangat tidak nyaman sekali” katanya. “Dari tahun ketahun UKM selalu berpindah-pindah, semenjak tahun 2003 belum ada gedung khusus untuk UKM. Pada tahun 2007 pembantu rektor 3 berjanji akan membangun gedung untuk UKM namun belum terwujud sampai pada tahun 2009,” ungkapnya “Seharusnya UKM ini dilindungi oleh pihak kampus dan diberikan fasilitas yang memadai dan layak pakai, sehingga tidak ada lagi ketakutan-ketakutan untuk digusur lagi,” kata pria yang saat ini bekerja di bagian Hubungan Masyarakat (Humas) RS. M. Jamil. Reporter : M. Zahir Ikhlas, Arif Nur Setiawan, Nofri Migo, Eka Sapta Desi, Fidratur Rahmi, Rice Juliasnita, Fitriawati. Editor : Ahmad Bil Wahid




Komentar Sambutan Hangat Kuliah Umum Bersama Johan Budi

Kevin Bernas Zabano Jurusan Manajeman Perbankan syariah Sangat luar biasa, semoga dengan kuliah umum ini kita bisa paham tentang seluk beluk korupsi dan mengungkap permasalahan kasus-kasus secara jelas dan menanamkan nilainilai anti korupsi kepada mahasiswa.

Firnanda Amdimas Jurusan : Bimbingan Konseling Islam Kedatangan Bapak Johan Budi merupakan suatu kehormatan, dan akan memberi banyak dampak positif, apalagi kita IAIN. Kampus agama yang harus memberikan kontribusi dan menjadikan sarjana menjadi yang lebih baik dari tamatan lain.

Andika Irzal Manajemen Perbankan Syari’ah Kedatangan Pak Johan Budi semoxga dapat memberikan kesadaran terhadap kasus korupsi. karena korupsi di Indonesia sudah membudaya. Meski butuh proses untuk merubahnya memberikan wawasan dan kecerdasan tapi sesaat.

Fani Santika Pendidikan Agama Islam Bagus, kepedulian suara kampus untuk mengundang Pak Johan tentu sangat baik, karena adanya bentuk perhatian dalam suatu negara untuk melahirkan generasi yang bersih dan menghapus bibit korupsi.

Kurnia Diah Putri Pendidikan Agama Islam Acara kuliah umum ini sangat bagus sekali karena dapat memotivasi masyarakat kampus untuk melenyapkan korupsi. Perguruan tinggi berperan dalam rangka menciptakan generasi lingkungan anti korupsi.

Ramadanis Muamalah Kedatangan Johan Budi luar biasa sekali, karena susah menghadirkan seorang pemateri dari pejabat tinggi KPK, mudah-mudahan dengan kuliah umum ini kedepannya akan membawa perubahan yang lebih baik lagi.

Joni Suherman Manajemen perbankan syariah Sebuah apresiasi untuk Suara Kampus yang telah mendatangkan Bapak juru bicara KPK. Dengan kuliah umum ini akan memberikan pembelajaran untuk menanamkan jiwa anti korupsi pada mahasiswa.

HUT ke-35

Kuliah Umum Bersama Johan Budi Suara KampusPintar, Cerdas bukan suata hal yang menjamin hari ini. Orang dengan kapasistas kepintaran yang lebih, banyak hari ini berkostumkan tahanan yang berlabelkan, Koruptor. Tidak sedikit dari mereka alumni terbaik dari perguruan tinggi ternama di negeri ini atau pun luar negeri. Sebut saja Rudi Rubiandini tamatan Teknik Perminyakan ITB 1985 itu, terjerat dalam kasus SKK Migas. Tidak semua orang beruntung bisa masuk salah satu kampus terbaik tersebut. Seperti yang dilangsir oleh aktual.com (13.08.2013) merilis sepuluh perguruan tinggi terbaik di Indonesia, dalam postingan tersebut menyatakan Institut Teknologi Bandung atau yang dikenal ITB merupakan perguruan tinggi terbaik di Indonesia tahun 2013 setelah mengungguli Universitas Gajah Mada dan Universitas Indonesia. Level Internasional ITB-pun menduduki peringkat yang membanggakan Indonesia, meduduki 600 Universitas terbaik di Dunia. Namun apa yang dikata, salah satu alumni terbaik ITB dan guru besarnya, Rudi Rubiandini tersangka korupsi, tittle profesor, guru besar Rubi kandas seketika karena tergoda oleh kasus suap. Kecerdasan ataupun tamatan terbaik tidak menjadi suatu hal yang menjanjikan hari ini. Akil Mochtar yang baru-baru ini heboh kasus suap di Mahkamah Konstitusi ini bukan hakim yang biasa, tamatan S2 Magister Ilmu Hukum Universitas Padjajaran (UNPAD) Bandung, seperti yang dilansir aktual.com UNPAD merupakan perguruan tinggi terbaik ke 4 di Indonesia, tapi senasib dengan Rudi, gelar doctor Hukum UNPAD pun terco-

reng karena kasus suap. Dari fenomena diatas jelas, kecerdasan saja belum bisa membentengi seseorang dari kasus korupsi, intelektual mereka belum bisa lepas dari hasrat untuk menguber-uber kekayaan. Entah apa yang salah, mereka kaum intelektual yang terjerat kasus korupsi, menggorogoti semua aspek dalam negeri ini dari danging sapi, migas, sampai al Qur’an mereka lumat membabi buta, mereka bukan orang yang bodoh, mereka tamatan kampuskampus terbaik. Berangkat dari itu, Lembaga Pers M ah si swaSu ara Kampus dalam memperingati hari jadinya Ke 35 mengadakan kuliah umum bersama Johan Budi selaku Juru Bicara KPK. Mengangkat tema Peran Perguraan Tinggi dalam Memberantas Korupsi, kuliah umum ini bisa membuka se-

luk beluk dari peran perguruan tinggi dalam memberantas korupsi, setidaknya kampuslah yang akan membentuk generasi penerus bangsa ini, bagaimana Indonesia esok tergantung pada kampus hari ini. Seperti kasus-kasus diatas, para kaum intelektual yang lahir dari kampus terbaik di negeri ini masih bisa digeronjoti oleh korupsi. Sedikit banyaknya perguruan tinggi ambil andil dalam menberantas korupsi. Kampus merupakan salah satu post yang tepat untuk menanamkan nilai-nilai anti-korupsi bagi genarsi penerus bangsa, dengan kuliah umum ini semoga masyarakat kampus bukan hanya bisa menjadi generasi anti korupsi. Namun, menjadi barisan yang memerangi kasus korupsi. Kuliah umum akan disambut hangat oleh masyarakat kampus, khususnya

IAIN Imam Bonjol Padang, hal ini terlihat dari hari pertama stand pendaftaran kuliah umum ini dibuka, meski hari pertama pendaftaran hanya dibuka selama dua jam peserta mencapai angka 150 lebih peserta. Meski sempat dihadapi beberapa kendala seperti jadwal yang harus dipending dikarenakan ada tuntutan tugas mendadak yang harus ditunaikan Johan Budi pada Jum’at (29/11) menjadi Sabtu 30, November. Nela Gusti Hasanah sebagai Sekretaris Panitia Pelaksana mengatakan, kuliah umum harus dipending Sabtu (03/ 11) yang awalnya di dijadwalkan jum’at. “Bukan hanya hari, tempat juga harus diganti, yang awalnya di Auditorium Prof M Yunus dipindahkan ke Aula Fakultas Ushuluddin,” ujarnya. Laporan : Sofli Apri yanil



IAIN “JARGON” Ilmiah atau “KLISE” T

erlepas dari keinginan, apakah Institut Agama Islam Negeri Imam Bonjol (IAIN-IB) Padang telah atau belum memenuhi segala keinginan umat, dengan menetaskan ribuan sarjana Islam dan berkiprah kepada masyarakat untuk pembangunan serta pembinaan dalam kehidupan beragama, khususnya masyarakat Sumatera Barat tercinta, sesuai dengan visi dan misi yang terkandung dalam ideologi IAIN-IB dengan segala keterbatasanya. Dalam kacamata sejarah, mari kita belalakan mata melihat lebih ke fakta IAIN ini tanpa apologia, terlepas dari obyektif atau subyektif mengenai IAIN. Latar belakang IAIN sekarang ada, lahir dari perjuangan yang panjang masyarakat Sumatera Barat, berharap bisa menjadi Universitas seperti Universitas al-Azhar di Mesir. Sedikit terkabul dengan berdirinya Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri, dengan nama “IAIN Imam Bonjol Padang”. Berdirinya IAIN-IB tidak terlepas dengan adanya Fakultas Tarbiyah sebagai Fakultas pertamanya di Padang. Arti berdirinya Fakultas Tarbiyah di Padang merupakan ‘tonggak tua’ proses berdirinya IAIN-IB sekaligus merupakan ‘awal kebangkitan kembali’ Perguruan Tinggi Islam di Sumatera Barat. Nah, itu sedikit kilasan sejarah IAIN-IB tercinta yang hingga kini masih berdiri dan kita juga masih berdiri dengan segala keterbatasan, sekilas infrastrukturnya masih terlihat seperti perguruan tinggi di zaman pergolakan dan juga para pemimpin, para dosen, mahasiswanya, semua juga seperti manusia di zaman pergolakan dengan segala problematis yang menjadi diskursus disetiap hari tanpa ada hari libur untuk perdebatannya. Sejarah menyuguhkan kepada kita sebuah realita untuk hari ini, mujur kalau kita bisa lebih arif untuk menempatkan hari ini sebagai efek yang positif untuk masa mendatang. Dihitung dari 1958 hingga sekarang, awalnya menggeliat pikiran, merangkak menjadi sebuah ide, berdirilah IAIN, hidup

hingga sekarang memang belum cukup umur untuk dikatakan dewasa. Bisa kita katakan masih kanak-kanak dalam hitungan dekade sebuah Evolusi apalagi untuk sebuah Revolusi. Maka, tak pelik jika mengelimpang coreng-moreng dan bopeng di tubuh IAIN ini. Wajar kakus atau WC disini jauh dari standar infrastruktur, wajar pemimpin jauh dari karismatik kenabian, wajar pegawainya jauh dari standar ke profesionalan ISO 9000, wajar Mahasiswanya jauh dari ideologi pembaharuan, wajar juga mayoritas masyarakat IAIN seperti anak kecil yang menghapus ingus dengan lengan bajunya, untuk terlihat bersih tanpa sadar inggusnya menjadi koreng di wajah lugunya. Nah, pada tulisan kali ini kita menyuguhkan IAIN dalam bentuk pikiran subtrak filsafat keilmuan. Pada dasarnya, tanpa sadar atau tidak kita sering memperdebatkan problematis IAIN dalam diskursus logika, etika, dan humanistik. Mari kita lihat IAIN dalam tiga dimensi tersebut. Secara logika IAIN adalah Perguruan Tinggi Islam yang mengajarkan segala hal yang bersentuhan dengan agama Islam. Mempelajari cara pendidikan Islam di Fakultas Tarbiyah, cara sosial Islam di Fakultas Dakwah, cara budaya serta sejarah Islam di Fakultas Adab, cara karakteristik Hukum Islam di Fakultas Syariah, dan Teologi Islam di Fakultas Ushuluddin. Itu logikanya IAIN. Bagaimana dengan realitanya? . Dapat kita lihat di setiap fakultas yang berada di IAIN-IB menjadi dispotisme menitik beratkan setiap argumen yang ada pada teoriteori islami, prosesnya lebih menitikkan pada teori-teori Yahudi, dalam mendistorsi kebenaran ilmu pengetahuan. Selanjutnya, dari dimensi etika. Apakah masyarakat IAIN mempunyai etika yang ber-

kiblat pada Islam. Mulai dari pemi mpi nya Rendi Hakimi Sadry s a m p a i masyarakat IAIN yang Anggota Teater paling miImam Bonjol noritas. Jawaba nya kita temukan dalam pandangan publik mengenai IAIN, pada dasarnya masyarakat di luar lingkungan IAIN berbahagia dan bangga dengan berdirinya suatu Perguruan Tinggi di Daerah mereka. Nah sekarang kita melihat IAIN dari dimensi Humanistik. Secara humanis, setiap gerak pasti menghasilkan efek positif maupun negatif, dan itu merupakan sesuatu kewajaran bahkan bisa dikatakan suatu kodrat alam. Cukup relevan dihubungkan dengan sebuah teori hukum kebendaan karya “Tan Malaka” dalam buku Madilognya mengatakan, kodratnya benda bergerak dan berhenti, bergerak membuat suatu dinamika dan bila berhenti berarti mati secara kebendaan. Maka kita menyimpulkan problematis di IAIN merupakan sesuatu dinamika yang sewajarnya untuk sebuah proses ke hal yang lebih baik, sesuai dengan visi dan misi yang diemban. Maka, tercipta IAIN dalam persepsi mendekati objektifitas dan kesempurnaan. Sebaliknya, ketakutan kita yang paling besar adalah ketika IAIN hening tanpa pergerakan, tanpa problematis. Maka, ketika itu IAIN tidak lagi dikatagorikan hidup dalam dan untuk perubahan. Kita bisa menganalogikan IAIN seperti orang gila yang telah mati secara rohani dan pikiran, namun tetap hidup secara biologis. Maka, kesimpulan dari kacamata awam seandainya IAIN seperti itu, berarti tak jauh beda dengan binatang. Namun ada yang sangat memprihatinkan dan jelas sekali menduduki sebuah kodratnya manusia, yaitu ketika setiap persoalan di

ruang lingkup IAIN tidak lagi menjadi sebuah kekuatiran dan bahan evaluasi, bagi seluruh masyarakat IAIN Imam Bonjol Padang ini. Maka, ketika itu IAIN dan manusia di dalamnya telah jatuh pada sebuah kenyataan, bahwa IAIN IB Padang bukanlah sebuah Perguruan Tinggi Islam tetapi sebuah kumpulan Makluk Anarkis yang merugi. Nah, pikiran liar kita terbang menembus kewajaran logika ketika IAIN seperti ini. Kita juga akan terpancing membayangkan sesuatu hal di luar logika, misalnya membayangkan para pendiri IAIN-IB hidup kembali, dan menyaksikan kemunafikan, pertempuran politik demi kepentingan, karakter penjilat dari masyarakat IAIN-IB Padang. Juga menyaksikan rektor yang saat ini dipilih bersama, namun kegiatanya tak pernah didukung secara bersama, ketika berhadapan dengan rektor, mereka sepakat kemudian menjilat, di belakang mereka mencemoohkan dan menggunjingkan. Maka kemarahan dan kekecewaan seperti apa yang timbul dari Prof. Mahmud Yunus, Buya H. Mansur, Dt. Nagari Basa dan Bapak Burhany Cokrohandoko kepada pemimpin dan seluruh manusia di IAIN ini, terlebih marah mungkin kepada saya yang membuat tulisan ini. Sebenarnya ruh yang ingin saya sampaikan pada tulisan ini adalah, mengenai sebuah pertanyaan kepada kita semua. Sebenarnya objek IAIN ini siapa? Ketika kita masyarakat IAIN sendiri saling menghujat birokrasi, karakter kepemimpinan, budaya pegawai dan mahasiswa, sebenarnya kita menghujat diri sendiri, karena pada hakikatnya semua kita merupakan individu yang mengelompok dan menjadi IAIN itu sendiri. Menurut hematnya segala problematis di Negara IAIN kita ini merupakan tanggung jawab kita bersama, baik rektor, pegawai, dan mahasiswa semuanya berkewajiban menjadikan kampus ini, menjadi kampus yang mendekati pada tatanan sempurna dan objektif, karena pada dasarnya manusia tidak bisa memasuki lingkaran kesempurnaan dan keobjektifitasan, namun kita punya potensi untuk mendekati tahap sempurna dan objektif.

Artikulasi Politik Mahasiswa Oleh : Musyfiqul Khoir

M

ahasiswa merupakan salah satu kelompok sosial yang secara aktif turut menunjukkan keterlibatannya dalam alur sejarah politik bangsa. Masih segar diingatan bagaimana melalui kekuatan mahasiswa-lah Gerakan Mei 1998 menemui puncak momentumnya, dan melengserkan kekuatan rezim otoritarian Orde Baru yang berlangsung tak kurang dari 32 tahun. Melalui aktivitas artikulasi politik mahasiswa dari berbagai saluran, publik selalu diingatkan bagaimana pemerintah menjalankan mandatnya dan otoritasnya sebagai pembuat regulasi. Melalui demonstrasi diberbagai lokasi-lokasi strategis pusat kota, masyarakat disadarkan dan diimbau untuk turut peduli terhadap, berbagai permasalahan bangsa dan negara yang masih menjadi pekerjaan rumah yang begitu kompleks. Namun, artikulasi politik mahasiswa tak cukup berhenti setelah rezim orde baru bergulir. Tetapi pasca reformasi, mahasiswa harus tetap berada di garda terdepan untuk bersama-sama membangun konsolidasi demokrasi. Karena dalam kondisi apapun, mahasiswa adalah satu-satunya agent of change yang terus diharapkan oleh bangsa. Seperti yang dikatakan Al Chaidar dalam bukunya Reformasi Prematur (1999).

Mahasiswa adalah saudara kandung reformasi (mungkin juga saudara kembar yang identik), subsistem mahasiswa dan subsistem reformasi sudah menjadi sebuah sistem yang memiliki saling ketergantungan dan bekerja secara kolektif. Oleh karena itu, mematikan mahasiswa adalah mematikan reformasi itu sendiri. Mahasiswa dan Politik Gerakan mahasiswa menjadi salah satu pilar penting artikulasi politik. Mahasiswa dalam menyikapi berbagai permasalahan bangsa. Keberadaannya perlu terus dipertahankan demi menciptakan mahasiswa yang tidak saja berkubang dalam intelektualitas, akan tetapi juga peduli dengan persoalan riil yang dihadapi oleh masyarakat. Bagaimanapun, perlu diberi perhatian secara khusus segi kualitas suara yang diaspirasikan oleh mahasiswa. Jika ingin gerakan mahasiswa menjadi sebuah saluran politik yang diperhitungkan oleh elit pembuat kebijakan, mahasiswa harus melihat kembali ke dalam dirinya dan dengan ikhlas memperbaiki berbagai kelemahan yang selama ini menjadi alasan inefektivitas gerakan tersebut. Mahasiswa dituntut tidak hanya berjibaku melihat kelemahan kebijakan pemerintah. Otokritik diperlukan agar aktivisme politik mahasiswa menjadi gerakan yang

berkualitas dan mendapat kehormatan di mata masyarakat karena jeli dalam menganalisis, dan menawarkan solusi dalam membangun konsolidasi demokrasi. Langkah Konsolidasi Menurut penulis ada tiga tugas pokok mahasiswa yang harus dilakukan saat ini untuk membangun konsolidasi demokrasi. Pertama, membangun sikap idealisme politik, di tengah paradigma elit politik mengalami pendangkalan berfikir, korupsi menjadi menu sarapan pagi bagi para elit politik, mulai dari lembaga eksekutif, legislatif, hingga lembaga yudikatif tertinggi Negara. Padahal sejatinya mereka yang harus memperjuangkan hak dan kepentingan rakyat. Tetapi, mereka hanya memperjuangkan nafsu serakah pribadi dan kelompoknya. Dalam kondisi saat ini, mahasiswa harus membangun sikap idealis, rela mengorbankan apa saja, bahkan nyawa taruhannya untuk membangun good governance. Kedua, membangun literasi politik, sebagai aktualisasi diri mahasiswa dan media untuk menyikapi kritis terhadap dinamika politik yang dibangun dengan hirarki pengaruh konten media massa (influences on mass media content). Menurut Gun Gun Heryanto dalam bukunya Dinamika Komunikasi Politik (2011). Ada empat tindakan dalam literasi

politik. Pertama, warga didorong untuk memiliki kemampuan mendefinisikan kebutuhan terhadap informasi politik (defining the need of political information). Kedua, menetapkan strategi pencarian (initiating the search strategy). Ketiga, gerakan mengomunikasikan informasi (communicating the information). Keempat, mengevaluasi produk dari proses akhir politik (evaluating the political campaign process). Dari empat tindakan literasi politik tersebut, mahasiswa harus mampu mengawal peruabahan. Ketiga, menciptakan musuh bersama (common enemy) mengingat gerakan politik mahasiswa saat ini terkotak-kotakan dalam berbagai platform ideologi berbeda, sehingga menciptakan antagonistik dan saling mencurigai antara satu komponen dengan komponen lainnya. Sementara itu, minimalnya “musuh bersama” menyebabkan perhatian mahasiswa terpecah-pecah kepada berbagai isu kebijakan pemerintah yang lebih mikro. Untuk itulah, menciptakan musuh bersama adalah satu keharusan untuk menyatukan kembali artikulasi politik mahasiswa menjadi satu kesatuan yang utuh, sehingga mampu membangun Indonesia baldatun thyyibah wa rabbun ghafur. Musyfiqul Khoir adalah Peneliti The Political Literacy Institute dan akitivis Forum Studi Media UIN Jakarta


Dunia Maya vs Dunia Nyata Beberapa waktu lalu, mungkin kita masih menggunakan handphone untuk berkomunikasi sebatas bicara atau berbalas pesan pendek (SMS). Namun perkembangan teknologi di dunia saat ini mampu membawa kita pada kemajuan di segala bidang, termasuk teknologi komunikasi. Kemajuan itu telah memberikan kemudahan berkomunikasi bagi mereka yang melek teknologi. Salah satu produk teknologi yang saat ini sedang gencargencarnya di kalangan remaja adalah media sosial. Gadged dan Media Sosial Hadirnya gadged berdampak pada menjamurnya jejaring sosial di dunia maya yang membantu manusia dalam melakukan komunikasi. Semakin mudah dengan menggunakan berbagai gedget berbagai jenis mulai dari layar sentuh sampai layar yang bisa dilipat, manusia dalam hitungan detik dapat melakukan komunikasi dari belahan dunia manapun. Fenomena ini mau tak mau berefek terhadap tingginya daya perhatian individu terhadap gadged-nya dibanding lingkunganya. Tak bisa dimungkiri, bahwa media sosial memiliki dampak yang sangat luas bagi kehidupan para remaja. Dampak negatif jejaring sosial yang paling rentan dirasakan adalah tidak pekanya para pengguna media sosial tersebut dengan lingkungan sekitarnya. Novika Sari, remaja pengguna smartphone ini mengaku menggilai aplikasi jejaring sosial yang dengan mudah dapat diakses melalui gadgednya. “Sekarang semua aplikasi bisa diinstal dengan mudah dan saya merasa komunikasi disana lebih hidup, karena ada aplikasi live emoticon yang membuat saya lebih bisa berekspresikan,” paparnya saat diwawancarai disela pekerjaannya. Senada, Kapsula Ilnazda, remaja yang sehari-harinya menggunakan android ini menuturkan, “Rasanya ada kurang aja kalau ngga ada ini,” ujarnya menunjukkan gadged android yang dimilikinya. Menurutnya tempat melampiaskan kebosanan sudah tidak ada lagi, biasanya dia (android) jadi salah satu teman. “Pengaruh teknologi itu benar sangat-sangat kuat, padahal dulu tak punya hp juga tidak masalah,” tambahnya. Fauzan Nirma Syarif, mahasiswa Jurusan Program Khusus Tafsir

Hadits (PK-TH) merasakan dampak tersebut. “Biasa ketika bosan kuliah, saya mengeluarkan handphone kemudian bersosial media dengan teman-teman di facebook,”. Fenomena tersebut menurutnya adalah efek dari kesalahan individu dan sejatinya mereka jugalah yang bisa merubahnya, bukan menyalahkan teknologi. Menyeimbangkan Dunia Maya dan Dunia Nyata Murisal, salah seorang dosen mata kuliah Psikologi Sosial berpendapat hal ini disebabkan karena adanya ketidakseimbangan antara dimensi egositas individu dengan dimensi sosialnya . “Tingkat emosional (Ego) pengguna sosial media meningkat hingga membuat individu lebih aktif dengan dirinya sendiri dan hirau terhadap lingkunganya ,”terangnya, Kamis (21/11). Ia menambahkan, ada tiga dimensi yang harus diseimbangkan oleh setiap pribadi manusia yaitu ego, sosial dan religinya, ketika ketiga dimensi itu telah seimbang maka akan terbentuk perilaku yang ideal.

“Saat emosi (ego) lebih dominan maka harus kita selaraskan dengan dimensi lainnya sosial atau religi dengan memberikan stimulus terhadap individu agar keseimbangan dalam hidup seseorang itu tercapai,” ujar Ketua Jurusan Psikologi Islam ini. Salah satu penyebab fenomena ini adalah cara pandang individu terhadap gejala komunikasi yang berkembang. Pola asuh orang tua juga merupakan salah satu faktor yang berpengaruh. “Kurang disiplinnya didikan dan ajaran yang diberikan oleh orang tua terhadap anaknya pada masa remaja, dimana anak membutuhkan perhatian yang tinggi dari orang tua dan guru akan membuat fenomenafenomena tersebut terajdi,” tuturnya saat ditemui di ruanganya. Menyikapi hal tersebut, Fauzan mengatakan, seseorang mengetahui dunia nyata melalui dunia maya, bukan berarti lebih mengetahui dunia maya dibandingkan dengan dunia nyata. “Jadi konsepnya, bukan dengan lebih aktif di dunia maya kita acuh tak acuh dengan lingkungan sekitar, namun melalui dunia maya kita juga

dapat mengenal pribadi seseorang dari tulisan-tulisan yang merupakan ceminan dari perasaan orang tersebut,”. Terkait masalah pergeseran norma-norma yang terjadi di masyarakat khususnya dunia remaja yang diakibatkan media sosial, pengguna Blackberry ini menuturkan, teknologi tidak hanya membawa unsur negatif namun banyak juga hal positif yang dapat kita peroleh dari sosial media. “Kita tidak bisa menyalahkan teknologi. Kenyataannya media sosial (line, facebook, BBM, WeChat dan lainnya) juga memberikan hal positif. Seharusnya yang disalahkan masing-masing individu, kemampuan seseorang menempatkan dirinya dalam menggunakannya,” ujarnya. Lebih lanjut Murisal menerangkan fenomena ini harus ditindaklanjuti dengan memberikan rangsangan (stimulus) kepada lingkungan agar mampu mengambil perhatian individu disekitarnya. Sehingga emosi yang tinggi dapat dikontrol dan diseimbangkan dengan dimensi sosial. “Seharusnya mereka mampu

mengontrol diri dengan menyeimbangkan aktivitas antar dunia nyata dengan dunia maya agar ia tidak hanya terfokus dengan gedgetnya,”. Begitu juga dengan Nurfarida Deliani, dosen pengajar di Fakultas Dakwah IAIN Imam Bonjol Padang ini mengungkapkan, memang banyak mahasiswa yang memiliki perhatian lebih (fanatik) terhadap media sosial, kebanyakan dari mereka tidak mampu menyaring perkembangan teknologi. Sebenarnya hal positif dimedia social sangat banyak, namun sebahagian besar tak mampu memanfaatkanya secara maksimal,sehingga ia tak mampu mengatur waktu untuk belajar dan bermedia. “Bahkan karena sibuk di dunia maya, makan pun sering dilupakan, mereka rela mengorbankan waktu untuk mengerjakan tugasnya demi bermain media social,” jelasnya. Dikatakannya, sebaiknya mahasiswa harus mampu memilih bagaimana memanfaatkan media tersebut. Ironisnya tingkat kepedulian serta interaksi pengguna media sosial ini menjadi lebih efektif di dunia maya. Contohnya saja mahasiswa, mereka sering bermedia sosial saat perkuliahan berlangsung, hanya sekedar untuk chattingan, sehingga mengganggu kegiatan perkuliahan. “Celakanya mereka tidak mempedulikan lingkungan sekitarnya, mereka sibuk dengan gadgetnya. Seharusnya sebagai mahasiswa mampu berfikir dan memanage waktu, agar fenomena ini tak menjadi duri saat perkuliahan berlangsung,” tambahnya. Hal seperti ini terjadi akibat adanya mindset bagi para pengguna media sosial bahwa tidak gaul kalau tidak punya gadget. Menurutnya solusi agar fenomena tidak bertahan, arahan serta bimbingan dosen diharapkan mampu memberikan pencegahan agar “demam gadget” ini tidak menyerang mahasiswa lebih jauh lagi. Dalam hal ini media tidak bisa disalahkan begitu saja, semuanya tergantung pada cara berfikir pribadi masingmasing,bagaimana ia mampu memanfaatkan media untuk hal yang positif,chating dibolehkan,tapi sekedarnya saja tidak perlu juga seharian.Agar wabah ini tidak berlanjut,kegiatan seperti seminar peemanfaattan media social,mampu menjadi solusi ditengah peliknya permasalahan ini. Wartawan : Taufiq Siddiq, Rosi Elvionita (Mg), Romlan Heriyadi (Mg), Veny Andriani (Mg)


Kau

Manusia Jarum Kecil kuat tampak berkilau Tajam menusuk Tak pikir itukah kulit atau lapisan Besi melukai alirkan darah perih T erkadan g ac uh di man a kau te gak menghirup Duhai kejam menyiksa dalam rontah

Daun Lambaian lembut pagi menyentuh Memberi senyum pada oksigen Menyapu karbon mematikan Sapaan ringan raga menenangkan Hijau mengalir ajunkan pikiran Kau tak pernah mengeluh walau ancam kematian

Batu batu kecil kau angkat ke permukaan Dedaun beterbangan kau bersihkan Sampah-sampah kerdil kau sisihkan Bau menyengat kau sulap mewangikan Demi darahmu yang mengalir pelan dan deras kau lakukan Tidak henti terus tertatih dengan kasih nan membesarkan Diriku

Rumah Hitam Bersunyi senyap di sudut dingin Menyendiri di gelap basahnya malam Petir menggelegar meluluhlantakan segala rasa Siang hari Hiruk pikuk pujian semakin menyayat luka Tak kenal satupun senyum miring kecuali air mata Sesak dada menghanyutkan bantal-bantal Rumah hitam legam kurasa Mengenangmu berbujur kaku ayah.

Senja Pincang Sering melangakah bak biasa Berjalan tertatih kaki sebelah Membungkuk semakin goyah ia rabah Mungkinkah uban memutih sudah di kepala Reot kulit kusam tak berdaya Hati ginjal jantung tak lagi bicara Mendengar angin selalu bernyanyi menggema H uj an m en j atuhi pi pi keri put membasah Teroleng ke kiri tersandung kerikil menyiksa Batin menggigil waktu senja tiba ( Padang, Mai 2013)

Karya : Susi Puspita sari

Belajar Kebersamaan dari Mahmud Yunus Membangun Pendidikan Tinggi Islam Oleh : Yulizal Yunus Mahmud Yunus (Prof, mantan Rektor IAIN Imam Bonjol 19661971) ketika belajar di Kairo Mesir, mengutamakan kebersamaan. Ada jaringan kelompok, yang semuanya dioptimalkan pemanfaatannya untuk memacu studi. Setelah kembali ke Minangkabau, jaringan dan kebersamaan tetap dikembangkan menyalakan spirit dan energy bangkit memajukan pendidikan tinggi Islam. Penting belajar kebersamaan dengan Mahmud Yunus, yang pernah beberapa kali dipublikasi Majalah Shaut al-Jami’ah seperti edisi No.30 Tahun V Pebruari 1984, h.37). Di antara jaringan kelompoknya, Mukhtar Yahya (Prof, pernah PR-I IAIN Yogyakarta), Farid Ma’ruf (Prof. K.H), A. Kahar Mudzakir (Prof. K.H mantan Rektor UII), M. Thaher Abdul Mu’in (Prof. H,.mantan Guru Besar Ilmu Kalam di IAIN Yogyakarta), Qasim Bakri (rekanan penulis buku pendidikan, di Karan Ganting Padang) dll. Ternyata dengan kebersamaan itu mereka meraih prestasi besar dalam dunia pendidikan, memimpin kelembagaan pendidikan dengan sukses serta melahirkan warisan intelektual seperti buku-buku referensi terutama dalam berbagai bidang pendidikan dan agama. Yang karyanya terdapat di perpustakaan Mahmud Yunus di Sungayang, konon kabarnya terancam rayap (kapuyuak), mengatasinya mesti dengan kebersamaan. Ketika John Naisbitt meramal, kedepan usaha yang maju itu jaringan. Bukan sendiri-sendiri. Ternyata itu bukan sekedar ramalan. Masih kuat keterpakaian pandangan itu. Saya punya pengalaman empiris, awal-awal kuliah, dulu di Fakultas Tarbiyah IAIN Imam Bonjol. Betapa manisnya dan terkenangnya dengan kebersamaan. Kuliah terasa tak sendiri. Saya, sejak tahun pertama kuliah, dipaksa keadaan – nasib mengembangkan kerja tulis menulis. Menulis di Koran kecipratan honor. Biar kecil tapi bolehlah menambah ongkos sekolah, biar orang tua tak memikul beban berat. Saya tak membebaninya (kasihan) sejak awal sekolah menengah. Ketika itu

kuliah memakai sistim naik tingkat pertahun, Terasa kebersamaan. Ada mata kuliah yang sulit. Justru buku sulit, dan dosen pun masuk ada yang dua kali saja dalam setahun (kuliah buka tutup), tapi tak mengendurkan semangat belajar untuk pintar. Semangat belajar itu digenjot dengan kebersamaan. Artinya yang paling membantu itu kebersamaan. Dengan kebersamaan, dalam waktu tertentu, diumumkan temanteman “tentiran”. Tentiran tidak hanya belajar bersama, tapi juga menyamakan pencatatan dalam satu mata kuliah. Tentornya teman yang dianggap pandai memimpin dan atau senior. Saya kebagian tentor seperti juga rekan saya Fardi, Budi, Asril, Armen, Abasri dsb. Teknisnya, tentor memimpin majlis tentiran. Disuruh teman yang catatannya lebih baik dibacakan. Kawan lain menyimak dan menyamakan catatan. Dari sekian banyak catatan teman yang berbeda, semua kita terkayakan. Lalu diperkaya pula dengan buku-buku sumber yang kalau ada tersedia. Di luar tentiran, sering mengelompok berdiskusi dan menulis. Kelompok empat: Saya, Zaili Asril, Shofwan Karim dan Emma Yohanna. Menulis di Koran saling menanggapi. Perdebatan seperti a lot. Orang heran, yang empat ini seperti musuhan, tapi sebenarnya tak dapat dipisahkan. Pengayaannya, tiada buku baru yang masuk ke Padang tanpa singgah di tangan kelompok ini. Toko buku pun tahu. Ada Sari Anggrek, Sumatera dsb. Di kampus menggalang event, ada lailah Arabiyah, English Night, dan hari-hari bersastra. Mengundang sastrwan besar. Menerbitkan bulletin “Karya Tulis” yang kemudian membidani lahirnya Tabloid Shaut al-Jami’ah (29 November 1979), mengulang jejak bulletin Shaut al-Jami’ah masa Mahmud Yunus menjadi Rektor tahun-tahun awal IAIN Imam Bonjol. Di dalam masyarakat juga aktif lewat jaringan pendidikan yang ditekuni dan kerja tambahan sebagai insan kuli tinta media cetak memperkuat jaringan dengan to-

koh-tokoh, sebagai sumber dan referensi pengayaan berfikir. Juga tak kurang berorganisasi, baik pendidikan, budaya maupun politik, untuk menambah kecerdasan dan kepedulian. Ternyata pengalaman Mahmud Yunus yang besar juga demikian lebih hebat. Sebelum sekolah di Mesir, Mahmud Yunus, ia sudah punya jaringan tokoh. Kebersamaan dengan tokoh ulama para senior tetap digalang. Kebersamaan justru penguat lancarnya kuliah.Ia meraih ijazah diploma guru dengan spesialisasi bidang ilmu pendidikan. Hebatnya pula, setelah sarjana ia menyediakan diri kembali ke kampung, sebagai cita terbesarnya mengabdi di bidang pendidikan di kampug. Ia tak larut di di rantau dan di kota. Hujan emas di Mesir, hujan batu di Sungayang, namun ia tetap ke Sungayang Batu Sangkar juga. Di kampung, di Minangkabau gerakan pembaruan pemikiran Islam makin hangat. Mahmud Yunus mengambil langkah mendirikan lembaga pendidikan Islam, awal tahun 1930-han: (1) al-Jami’ah Islamiyah di Sungayang dan (2) Norma Islam di Padang. Ia mendapat dukungan ulama-ulama dan tokoh di atas generasinya. Jaringan teman-teman diperkuat Mahmud Yunus. Mukhtar Yahya temannya dibawa pindah ke Normal Islam. Normal ini setingkat “Islamic College” didirikan Persatuan Guru-guru Agama Islam (PGAI). Justru PGAI mendirikan Sekolah-sekolah Islam Tinggi (SIT). Untuk mendorong terwujudnya kerja besar itu, dipercayakan jaringan Mahmud Yunus memimpin (sebagai Rektor) dan Mukhtar Yahya sebagai wakil Rektor.SIT ini, resmi 9 Desember 1940 termasuk perguruan tinggi yang pertama di Minangkabau dan bahkan boleh di seluruh Indonesia masa kolonial Belanda. SIT punya dua Fakultas, yaitu: (1) Fakultas Syari’ah (Agama), dan (2) Fakultas Pendidikan dan Bahasa Arab. Tim Mahmud Yunus menyusun kurikulum dan konsep peningkatan mutu akademik. Di antaranya Dt.

Perpatih Beringek (sekretaris Minangkabau-RAAD) sebagai ketua, (2) Mahmud Yunus (sekretaris), dengan anggota para ulama pimpinan pendidikan yakni : Syeikh Ibrahim Musa Parabek (Pimpinan Madrasah Parabek), Mr. Abu Bakar Jaar, Muhktar Yahya (Direktur Islamic College), Abdul Muluk (Kepala H.I.S. Pemerintah) dan Hasim Yahya. Para dosen dalam kebersamaan yang tua dan muda, di antarany: Mahmud Yunus (pemimpin), Syekh Ibrahim Musa (Ilmu-ilmu Agama), Mukhtar Yahya (dosen Ilmu-ilmu pendidikan) jga ada Qasim Bakri, Husein Yahya (dosen Bahasa Arab), Saleh Ja’far (M.A. India, dosen Tarikh, Bahasa Inggris), S.M. Latif (dosen Bahasa Indonesia dan Bahasa Belanda), Mr. Abu Bakar Jaar (dosen Ilmu Kemasyarakatan), dll. Dengan kebersamaan dan membangun komitmen Mahmud Yunus maju. Komitmen yang dibangun mematahkan motivasi kerja hanya mendapat duit. Tetapi kerja membangun kejayaan bangsa dan agama, sivil efeknya maju, tak salah mendapat uang. Besar kecil gaji tergantung usaha keras bersama. Komitmen dibangunnya tetap menggalang kebersamaan dengan tokoh dan ulama ternama. Justru Mahmud Yunus seperti dalam barisan ulama generasi di atasnya. Karenanya ia dipercaya Syeikh Dr. Abdullah Ahmad pendiri PGAI dan Adabia mendirikan dan memimpin Normal dan SIT tadi. Syeikh Dr. Abdullah Ahmad termasuk ulama Empat Serangkai dari golongan ulama muda (modernis) ialah: (1) DR. HAKA, (2) DR. Abdullah Ahmada dan (3) Syeikh Muhammad Jamil Jambek dan (4) Syeikh Muhammad Thaib Umar. Sebelum ke Mesir pun Mahmud Yunus mengajar bersama dan dibimbing Syiekh Thaib Umar. Hebatnya, justru trio dari empat serangkai ini, merupakan penyambung mata rantai terputus pembaharuan pemikiran Islam di tanah air. Generasi sesudahnya generasi Mahmud Yunus. Awal mula angin pembaharuan pada perjuangan kaum muda,

dihembuskan al-Imam yang pengarang utamanya Syeikh Muhammad Tahir Jalaluddin. Al-Imam ini penyambung pengaruh majalah Al‘Urwat al-Wuthqa dan al-Manar dipimpin Syeikh Jamaluddin al-Afghani, Syeikh Muhammad Abduh dan Muhammad Rashid Redha di Paris dan Mesir. Wilayah edarnyake tanah air yang sangat mempengaruhi alam fikir masyarakat Indonesia, khususnya di Minangkabau. Terasa benar bahwa majalah itu menyatukan umat dan menghembuskan Pan-Islamisme. Mengajak umat bangun dari tidur, menyadarkan persatuan dan bangkit menentang penjajah dan elitelit daerah/ raja yang tak membela Islam serta menggerakkan pemurnian akidah dari TBC singaktan dari takhayul, bid’ah dan churafat (khurafat). Ternyata kaum muda bangkit menyalakan spirit perjuangan pembaharuan alam pikir umat Islam, disambung al-Imam tadi. Malang melintang al-Imam sebagai media pelopor pembaharuan Islam mati juga 1909. Melihat fenomena keterputusan nafas pembaharun ini, tampil ke depan trio ulama tadi (DR. HAKA, DR. Abdullah Ahmad dan Jamil Jambek) menyambung mata rantai yang terputus itu, penyala obor dan api perjuangan kaum muda. Trio ulama modernis (kaum muda) ini nekad menerbitkan Majalah alMunir (1911-1915). Meski tak berumur panjang, tetapi media itu muncul sambung bersambung seperti Pengasoh (1918), Seruan al-Azhar (1926-28), al-Ikhwan (1926-31) yang tetap di garda terdepan di barisan kaum muda meneruskan perjuangan pembaharuan. Pembaharuan juga mereka ikuti dengan menggagas dan memikirkan pengembangan pendidikan Islam. Mereka maju ke garda terdepan menentang system pendidikan kolonial. Setelah generasi ini adalah generasi Mahmud Yunus, bergerak dengan mengembangkan kelembagaan pendidikan Islam dan penulisan buku-buku pendidikan. Justru dengan kebersamaan Mahmud Yunus di periode awal dapat membina dan mengembangkan IAIN Imam Bonjol.


Persimpangan

Medan, awal November 2009. Aku masih menarikan jemariku di atas putihnya kertas diari pemberianmu. Sebuah diari yang kunamai Nadiyya. Sebab diari yang Kau berikan padaku ini adalah torehan kisah tentang pertemuan kita. Kisah pertemuan dua gadis lugu yang terdampar di sekolah yang sama. Kelas yang sama, bahkan tempat tinggal yang sama. Hanya saja Kau selalu menjadi nomor satu. Terutama dalam hal mencari ilmu. Dan aku, adalah temanmu yang akan selalu ada di belakangmu, sebagai nomor dua. Tapi aku sedikit pun tak berkecil hati, hanya karena aku tak mampu mengalahkanmu. Malah aku bersyukur sebab aku telah mengenal gadis pemalu sepertimu. Cantik dan punya talenta. Mata sipitmu selalu saja tak pernah menunjukkan rasa marah bila aku bersalah. Senyummu yang tak pernah hilang di sela-sela canda dan tawa. Dan aku selalu mendengar bisik-bisik warga sekolah yang mengakui bahwa Kau lah siswi tercantik di sekolah kita, sebuah Madrasah Aliyah di Kota Medan. Terlepas dari itu, ada lagi satu hal yang kukagumi tentangmu. Kekaguman itu tak bisa kusembunyikan setiap kali aku melihatmu membungkus tubuhmu dengan semacam gamis yang terurai sampai ke mata kakimu. Kukira pakaian itu terlalu longgar untuk ukuran badanmu. Namun mendengar penuturanku tentang hal itu, Kau hanya tersenyum dan bilang bahwa inilah pakaian muslimah sejati. Lalu aku mengangguk mengiyakanmu. Kekagumanku padamu tidak berhenti sampai di situ. Rasa kagumku kian bertambah ketika mataku menatap lekat pada kerudung tebal yang menutupi rambut ikalmu. Juga sepasang kaus kaki yang sepertinya dibuat khusus untuk perempuan-perempuan sepertimu. Akhwat. Orang-orang memanggilmu seperti itu. Dan ketika mendengar panggilan itu, aku selalu ingat padamu; Nisa. Hingga di Senin pertama yang berada di barisan bulan Januari pada tahun 1999, Kau membawaku menuju sebuah sejarah. Sejarah pertama yang kuingat bahwa kitalah yang menjadi pemain utama. Kau panglimanya, sedang aku wakilmu. Bersamamu aku memberanikan diri memperjuangkan nasib agama kita. Ya, kita berorasi bersama beberapa akhwat lainnya untuk memerdekakan agama kita yang terpenjara para eksekutif sekolah. Untungnya beberapa orang guru yang memang merindukan nuansa Islami di lingkungan sekolah membantu kita untuk mengadakan perundingan dengan kepala madrasah. Akhirnya, keputusan yang kita tunggu-tunggu datang juga. Sebuah keputusan yang melegalkan kita untuk mendirikan lembaga dakwah sekolah. Sebuah angin segar perlahan-lahan menyapa tubuh kita. Kau meneteskan air mata, aku juga. Kau berbisik padaku bahwa kita adalah pejuang dakwah. Dan aku tersenyum padamu di tengah-tengah sesenggukanku. Semenjak hari bersejarah itu, aku semakin yakin dan begitu bangga menjadi sahabatmu. Perlahan-lahan kita mengajak para siswi untuk bergabung dalam kegiatan Rohis yang kita bentuk. Meski Kau memintaku untuk menjadi ketuanya, namun aku lebih memilihmu untuk menjadi pemimpin kami. Biar aku tetap menjadi bayangan-

Oleh : Elza Novria mu, candaku. Dan Kau memarahiku untuk yang pertama kalinya ketika mendengar ucapanku itu. Aku hanya menerima kemarahanmu yang lebih pantas kusebut nasehat. Aku menunduk dan kembali mengiyakanmu. Diakhir kata, Kau memelukku dan berbisik bahwa Kau dan aku tidak berbeda. Kita sama. Selagi ada semangat menuju Allah. Aku setuju dan merapatkan pelukanmu. Hari-hari kita lalui dengan riak-riak nasib yang menari-nari di hadapan kita. Riak itu akhirnya menyambut garis takdir baru tentangmu, juga aku. Tentangmu sebagai ketua Rohis, dan aku menjadi wakilmu untuk kedua kalinya. Aku bangga dan kurasa Kau begitu juga. Perlahan tapi pasti, gelombang-gelombang dakwah akhirnya menyapu seluruh tepian sekolah. Melihat kesungguhan kita, Bapak Kepala Sekolah membuat kebijakan khusus agar semua siswa aktif mengikuti kegiatan Rohis. Dakwah kita semakin cemerlang ketika Kepala Sekolah memberikan fasilitas yang cukup untuk keperluan dakwah. Kukira, Kepala Sekolah sepertinya menaruh harap pada keberhasilan kita membangun pribadi pelajar di sekolah kita. Tak lepas juga pengorbanan kita didorong oleh seorang guru yang kupikir begitu mirip dengan pribadimu, Nisa. Guru setengah baya yang juga jilbaber sepertimu. Dialah yang kupanggil Ustadzah Dina. Setahun berlalu dan aku merasa kita telah begitu pantas untuk menjadi kakak kelas tertua. Ya, kita kini tenggelam dalam petakan lantai dan dinding-dinding kelas tiga. Di bawah atapnya, kita merangkai kata-kata yang bermakna. Menyulamnya hingga mendapatkan sekumpulan aksara yang kita sebut dengan ilmu. Kali ini perjuangan kita semakin terasa. Senjata-senjata penakluk masih harus kita rangkai untuk memastikan kemenangan di ujian akhir nanti. Aku dan Kau begitu semangat membangun benteng pertahanan kita. Agar kita tidak menjadi budak-budak kekalahan di masa ujian nanti. Dan benteng pertahanan itu kita sebut dengan doa. Dalam bisikan dan luahan kata, persetujuan-Nya selalu terpancang dalam harap dan usaha. Kali ini aku harus mengakui bahwa keputusanmu memegang dakwah di tengah-tengah kesibukan kita adalah sebuah keputusan yang luar biasa. Kurasa, bagi sebagian orang mungkin memisahkan diri dari kegiatan sekolah adalah salah satu resep mujarab untuk menaklukan ujian akhir sekolah. Tapi bagimu, sungguh berbeda. Di tengah-tengan jadwal belajar yang menumpuk, Kau masih saja kulihat menggemakan syiar agama di tengah-tengah kepalan tangan para siswi yang

merindukan sentuhan dakwah. Sekali lagi, kupikir mereka benarbenar pantas memanggilmu akhwat sejati. Dan Kau semakin kukagumi. ***** Padang, pertengahan Oktober 2013 Aku masih menarikan jemariku di atas putihnya kertas diari pemberianmu. Sebuah diari yang kunamai Nadiyya. Sebab diari yang Kau berikan padaku ini adalah torehan kisah tentang pertemuan kita. Kisah pertemuan dua gadis lugu yang terdampar di sekolah yang sama. Kelas yang sama, bahkan tempat tinggal yang sama. Namun kini kukira kita bukan gadis yang lugu lagi. Mungkin saja setelah aku menggenggam tanganmu untuk yang terakhir kalinya Kau telah menjelma perempuan dewasa hingga hari ini. Genggaman tanganmu yang terakhir kali itu sungguh menyisakan rindu. Teramat dalam. Sampai detik ini jejakmu begitu jauh untuk kulacak. Kau seperti menghilang ditelan cerita masa depan. Dan aku masih berusaha mencari jejakmu, di mana pun itu. Beruntunglah aku bertemu denganmu lewat sebuah jejaring sosial yang bernama fesbuk. Ya, aku menemukan jejakmu lagi lewat identitasmu di jejaring sosial yang mendunia ini. Kau masih saja cantik dan memiliki mata sipit. Hanya saja aku memandangmu sedikit berbeda. Foto profilmu lah menyatakan berbedanya dirimu setelah perpisahan kita. Namun aku masih

mendamba persahabatan kita. Selama tahun-tahun terakhir kukubur dalam diari pemberianmu. Nisa, aku rindu genggamanmu, pesanku di inboxmu. Beberapa menit aku menunggu balasanmu, akhirnya ungkapan yang sama ternyata Kau rasakan juga. Nay, kita ketemuan di persimpangan sekolah saja, bagaimana ?. Aku membalas setuju. Tak sabar aku hendak melangkahkan kakiku menuju persimpangan sekolah. Inilah rindu sesungguhnya yang kurasakan pada seorang teman yang sangat kukagumi semenjak mengenalnya. ***** Ternyata Kau sudah lebih dulu menantiku di persimpangan sekolah. Dengan langkah gontai aku mendekatimu. Memang benar apa yang kulihat di fesbukmu. Juga foto profilmu yang mengadu padaku tentang siapa dirimu kini. Perlahan rasa kagum itu menyeruak dari dadaku dan hendak memuntahkan kata-kata dan sumpah serapah tentang siapa Kau yang kini berdiri menantiku. Ya, hampir saja aku tak mengenalmu. Nisa yang kukenal sebagai pejuang dakwah dahulu berbeda seratus delapan puluh derajat dengan Nisa yang kukenal kini. Matamu menampakkan berjubel masalah yang tengah Kau hadapi. Bukan mata sipit yang membawa keteguhan lagi. Begitu juga dengan dandananmu yang terkesan modis. Sebuah baju kaos ketat bermerek dan bawahan celana

jeans pensil yang menampakkan lekuk tubuhmu. Aku hanya menahan kecewa sebelum mendengar pengakuan darimu. Nisa, sungguhkah Kau telah berubah ? Melihatku yang telah berdiri di hadapanmu, Kau memelukku dan membenamkan kepalamu di tengah tarian jilbabku. Sangat kuat dan begitu erat. Seakan-akan pelukan itu hendak memintaku agar tak dilepaskan. Ku dengar Kau terisak di antara kuatnya pelukanmu. Ternyata aku memang tak mampu untuk membencimu. Aku membalas pelukanmu dan ikut meneteskan air mata. Air mata yang bercampur iba. Entah kenapa. Aku melepaskan pelukanmu. Dengan wajah basah Kau mengangkat kepalamu dan setengah berbisik Kau berkata dalam isakmu. “Aku begitu hina untuk menjadi sahabatmu lagi, Nay,� lirihnya di sela-sela sesenggukannya. “Maksudmu apa, Nisa?,� jawabku heran seraya menghapus air matanya. Kau diam. Hanya sepucuk surat yang Kau berikan padaku. Dan Kau berkata bahwa Kau harus segera pergi dari persimpangan ini. Aku tak bisa mencegahmu ketika kulihat seorang lelaki sangar menuntunmu secara paksa menuju mobil sedan berwarna merah. Sejenak aku terpaku. Kurasakan masalahmu tengah tertinggal di pikiranku. Segera kubuka suratmu dan kubaca. Dengan linangan air mata aku menyesali kekecewaanku padamu tadi. Aku baru mengetahui bahwa lelaki itu adalah suamimu. Seorang lelaki kejam dan dengan tega menipumu. Bahkan, dengan kelihaiannya menyamar sebagai seorang lelaki saleh, mampu menaklukkanmu yang ternyata begitu lugu. Yang paling membuat darahku mendidih adalah kebejatannya menjual dirimu pada lelaki lain yang mungkin lebih hidung belang darinya. Sungguh kejam. Nisa, Kau harus menggenggam tanganku lagi. Aku akan menjemputmu dan membawamu kembali ke jalan Ilahi. Meskipun aku kini harus berjuang sendiri. Kuharap Kau masih bisa menyelamatkan hatimu walaupun tubuhmu tengah dirobek-robek serigala berbulu domba. Sabarlah, Nisa. Persimpangan ini adalah persimpangan yang akan menjadi saksi pertemuan kita kembali. Nisa, tiba-tiba saja aku merasa bumi berputar-putar terlalu cepat dan menggoyangkan tubuhku hingga tergolek bersama pijakan sepatumu di tanah persimpangan ini. (rumahkayu, 2013) Penulis adalah mahasiswi di Jurusan Pendidikan Bahasa Arab Fakultas Tarbiyah IAIN Imam Bonjol Padang. Sekarang tengah bergiat di Rumahkayu


Kedubes Arab datang, Dahlan Kabur

Seminar Kewirausahaan : Dahlan Iskan saat memberikan seminar kewirausahaan di Auditorium Mahmud Yunus, Selasa (26/11)

Suara Kampus – Kedatangan Menteri Badan Usaha Milik Negara Dahlan Iskan dinanti oleh ribuan mahasiswa Institut Agama Islam Negeri Imam Bonjol (IAIN-IB) Padang, sebab Ia didaulat menjadi pembicara dalam seminar kewirausahaan yang diusung oleh Dewan Mahasiswa (Dema). Seketika Dahlan buka pintu mobil, langsung diserbu mahasiswa yang ingin bersalaman dan foto bersama, hingga Ia tertahan 10 menit di teras Auditorium Mahmud Yunus. Tari pasambahan dimulai sekitar jam 10.30 guna menyambut menteri BUMN tersebut. Ia melambaikan tangan kepada mahasiswa sekali-kali beri tepuk tangan. Setelah disambut dengan tari dahlan juga disuguhkan dengan penampilan dua mahasiswa yang peragakan silek (silat) Minangkabau ini. Lagu kebangsaan Indonesia Raya menggema seantero Aula, mendidihkan semangat satu nusa

satu bangsa. Sesaat semua menyatu dalam eforia, dan lupa dengan segala masalah yang ada. Dahlan pun menyapa, dijawab antusias oleh mahasiswa, tanda dimulainya seminar. Sekitar tiga puluh menit CEO Jawa Pos ini menyampaikan materi tentang kewirausahaan. Kekacauan pun mulai muncul ada lagi, hingga nyaris semua mata berpaling saja kepada Kedutaan Besar (Kedubes) Arab Saudi bersama antekanteknya menabrak pintu aula. Hal ini buat suasana seminar tidak lagi kondusif dan khidmat. Kenapa tidak, semua peserta asyik dengan “mainan barunya”, sebab peserta tidak lagi memperhatikan pembicara. Sementara Itu Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan Asasriwarni seorang diri menyambut tamu penting ini, sibuk berbincang dan “berkodak” dengan kedubes yang baru datang bersama Walikota Padang Fauzi Bahar.

Satu pertanyaan menyeruak kepermukaan, bak jaringan internet yang langsung konek. Ada hal yang tidak wajar terlihat, kemana petinggi IAIN-IB yang lain? kenapa acara sebesar ini dengan tamu penting yang hanya disambut Wakil Rektor III saja?. Kekacauan terus berlanjut dengan hilangnya Dahlan Iskan. Awalnya, Ia minta izin mau ke toilet. Namun, Ia tidak kembali lagi ke dalam aula. Sontak saja banyak mahasiswa berhambur meninggalkan aula. Sementara itu, acara dilanjutkan dengan mempersilahkan Kedubes Arab berbicara di depan sedikit mahasiswa. Ketua Dema Ferdi Ferdian mengungkapkan, memang ada kesan kurang bagus dan kurang enak dilihat ketika acara tersebut berlangsung. “Sebelumnya saya sudah mengetahui Kedubes Arab mengunjungi kampus IAIN-IB. Namun, tidak ada kesepakatan kedubes

Listrik Sering Mati, IAIN Tambah Daya Suara Kampus - untuk meningkatkan kenyamanan di kampus IAIN Imam Bonjol Padanga Padang segera merampungkan peningkatan daya listrik. Peningkatan ini dari 150 Kilo Pascal (kPa) jadi 450 kPa pada 2014. Hal ini bertujuan mencukupi pemakaian kapasitas listrik di kampus dan mengantisipasi kerusakan pada fasilitas elektronik. “Listrik sering mati itu karena kapasitasnya yang rendah, tidak sanggup mengemban beban pemakaiannya. Untuk itu. Pihak kampus melakukan penambahan daya listrik tiga kali lipat dari daya yang sebelumnya. Sekarang kan hanya 150 kPa,” ujar Nahrul Kabag Umum saat ditemui direktorat, Senin (25/11).

Ia mengatakan, penambahan daya listrik tersebut akan selesai akhir Desember ini. Semua keluhan pegawai dan dosen karena listrik mati segera teratasi. “Penambahan daya listrik akan meningkatkan dan mengoptimalkan kinerja pegawai, juga melancarkan aktivitas perkuliahan,” tuturnya. Lebih lanjut ia menjelaskan, sembari menunggu pemasangan penambahan daya listrik selesai, pihak kampus juga mengadakan genset setiap fakultas. Agar kinerja pegawai tetap berjalan sebagaimana mestinya. “Kalau tidak dibantu dengan genset itu bagaimana pegawai menghidupkan komputer,” tambahnya.

Foto : dok Suara kampus

tersebut masuk ke ruang seminar. Saya ikut terkejut ketika kedubes tersebut masuk ke aula,” Terkait kepergian Dahlan, Ferdi mengatakan, karakter Dahlan seperti itu. Ia tidak mau terlalu serimonial, dan buat polemik terhadap apapun. Menurutnya, sejauh ini tidak terjadi apa-apa dan masih berkomunikasi dengan Dahlan dan pihak Padang Ekspres. “Awalnya ia hanya bisa setengah jam saja, tapi ternyata bisa lebih,” tuturnya. Ferdi menuturkan, telah banyak orang penting yang datang ke IAIN-IB Ini tidak lepas dari proses perubahan IAIN menuju UIN, tapi malah mengabaikan kegiatan mahasiswa. “Sudah banyak yang datang ke sini, dan yang akan datang selanjutnya Johan Budi. Tapi bagaimana follow up-nya dari pihak pimpinan, tidak ada,” cetusnya. Ferdi menambahkan, bicara IAIN-IB yang terbayang itu ma-

Kepala Sub Bagian (Kasubag) Fakultas Tarbiyah Muhammad Nasir mengatakan, di kampus IAIN-IB ini listrik sering mati membuat kinerja pegawai terganggu, sehingga beberapa surat tidak dapat terpenuhi. “Listrik mati tidak menentu berdampak pada psikologis pegawai, buktinya ada pegawai berkata kasar ketika lupa menyimpan ketikannya. Seringnya listrik mati telah membuat dua komputer rusak disini (Fakultas Tarbiyah.Red),” cetusnya. Pihaknya, mengusulkan kepada pihak rektorat agar bisa menambah jumlah genset serta perbaikan instalansi. Senada Kasubag Fakultas Adab Wira Hidayat mengungkapkan, listrik sering mati apabila tidak segera di atasi berakibat pada fasilitas kampus yang tidak bisa dimanfaatkan, merusak alat elektronik. Wartawa : Fadil Redaktur : Evi Candra

salah. Kenapa sampai seperti ini? Kita harus berubah membangun paradigma baru. Ferdi berharap, semoga momen Dies Natalis menjadi tempat evaluasi dan proyeksi. Jangan sampai cita-cita mahasiswa yang tinggi tapi tidak ada dukungan dari pihak rektorat, atau sebaliknya. Ungkapan maaf juga tertutur dari mulutnya, atas semua ketidaknyamanan yang terjadi kepada para peserta seminar. Lima belas orang panitia sudah bekerja keras untuk suksesnya acara ini. Ia memberikan apresiasi kepada seluruh panitia. Soal Kedubes , mahasiswa Jurusan perbandingan Agama (Ushuluddin) ini juga angkat bicara bahwa ia hadir dalam bentuk kerjasama kewirausahaan. Ia juga akan mengkonfirmasi tentang isu yang beredar bahwa Kedubes akan memberikan sumbangan. Ditanya tentang harapannya, Wajah pemudah berkulit kuning langsat ini berubah menjadi sedih.

Tingkatkan Keamanan, IAIN Bangun Jalur Dua SuaraKampus - Institut Agama Islam Negeri (IAIN) sedang melakukan pembangunan jalur dua. Pertama jalur masuk lewat gerbang, kedua jalan ke latansa. Pembuatan jalur dua ini bertujuan untuk keamanan sekitar kampus. Seperti pencegahan berkeliarannya kambing-kambing dikampus ini. Pembangunan direncanakan selesai hingga 22 Desember mendatang. Nahrul Kabag Umum IAIN mengatakan, pembuatan jalur dua ini direncanakan untuk menutup jalan kecil yang biasa dipakai mahasiswa atau masyarakat umum, kecuali jalan menuju rumah warga. “Ini kita lakukan

untuk mencegah kambing berkeliaran di kampus. Jika ada mahasiswa yang protes tentang penutupan jalur-jalur kecil tidak masalah, karena ia belum mengetahui manfaat dari pembangunan ini,’’ ujarnya saat ditemui wartawan Suara Kampus. Wakil Rektor II Bidang Administrasi Salmadanis mengatakan, dana untuk pembangunan pintu ini berasal dari beasiswa DIPA. ‘Karena tidak mungkin kita mengambil dana yang lain, nanti kita dibilang mengambil sesuatu hak yang bukan milik kita,” ucapnya usai menghadari pembukaan HUT LPM Suara Kampus. Laporan : Eka Putri



Pesona yang Terpendam

Judul ISBN Penulis Penyunting Penerbit Cetakan Tebal Resensiator

: Kutub Tak Bersalju : 978-602-281009-4 : Amika An (Rahmi Syalfitri Riska) : Hamasah Putri : Indie Publishing : I, Juni 2013 : xvi + 228 hlm; : Bustin

S

olok merupakan nama salah satu kabupaten yang ada di Provinsi Sumatera Barat. Siapa sangka, dataran tinggi ini ternyata menyimpan berjuta keindahan. Bukan hanya keindahan alam, tetapi juga budaya, bahasa, adat, seni dan sosial masyarakatnya. Setidaknya, itulah yang ingin disampaikan oleh penulis kepada para pembaca dalam novel “Kutub tak Bersalju” ini. Hal ini diperjelas dengan ungkapan Fatwa, tokoh utama dalam novel ini. Istilah “Kutub tak Bersalju” digunakan oleh penulis untuk menggambarkan suhu di Kabupaten Solok. Negeri dingin yang hampir menyamai dinginnya kutub, namun tak pernah diselimuti salju. Mandi di sana seperti mandi es. Tetapi bukan dengan air yang berasal dari lelehan es, namun dinginnyalah yang menyerupai es. Seperti pemaparan penulis di bagian awal novel ini “Dingin menambah gerutu semut-semut yang ingin segera keluar sarang. Dedaunan segar seperti berada dalam freezer, tulangnya tak sanggup melawan dinginnya pagi.” Tempat inilah yang menjadi latar cerita dalam novel ini.

Pesona wisata alam Gunung Talang dan danau kecilnya (Danau Talang) mungkin masih asing di telinga. Pada halaman 60 dalam novel ini, penulis berusaha memenggambarkannya pemandangan Gunung Talang. Gunung cantik yang menjulang di tengah-tengah empat kecamatan, yaitu Kecamatan Danau Kembar, Lembah Gumanti, Lembah Jaya dan Gunung Talang. Gunung ini bertipe stratovolcano dan mempunyai ketinggian 2.597 m, berada 2.576 meter di atas permukaan laut. Gunung Talang merupakan salah satu dari gunung api aktif di Sumatera Barat. Salah satu kawahnya menjadi sebuah danau. Danau itulah yang kemudian diberi nama Gunung Talang. Keindahan yang mungkin belum banyak dinikmati wisatawan di banding Gunung Merapi dan Gunung Singgalang. Wisata lainnya yaitu perkebunan teh. Pada halaman 152, penulis berusaha mempromosikan bahwa keindahan kebun teh yang berada di kaki Gunung Talang ini tak kalah hebatnya dengan yang ada di puncak dan lembah yang ada di Jawa Barat. Kebanyakan kita ketika mendengar kata-kata “ perkebunan teh”, kita langsung berpikir tentang keindahan Dataran Tinggi Bogor, dengan udaranya yang sejuk dan pemandangannya yang hijau ranau. Dalam novel ini, penulis berusaha membuka mata pembaca bahwa untuk menikmati perkebunan teh, kini tak hanya di Kota Bogor. Tetapi Propinsi Sumatera Barat juga punya perkebunan teh dengan udara yang juga sejuk tentunya. Serunya lagi, daerah ini jauh dari bencana kemacetan. Selanjutnya, pada halaman 207 dan beberapa halaman lainnya, penulis memperkenalkan wisata Danau Singkarak dengan makanan khasnya, ikan bilih. Banyak lagi wisata dan keindahan alam Kabupaten Solok yang penulis perkenalkan dalam novel ini. Wisatawisata alam tersebut kebanyakan menyimpan pesona tersendiri namun belum dikenal oleh masyarakat secara luas.

Adat, Budaya dan Sosial Selain keindahan wisata alam, dalam novel ini penulis juga memaparkan tentang adat, budaya dan sosial masyarakat . Seperti, perayaan mambadak saat Fatwa (tokoh utama) masih bayi. Melalui perayaan ini, pada halaman 11, penulis memperkenalkan betapa tingginya sifat gotong royong di antara masyarakat. Masing masing orang tau tugasnya masing-masing tanpa harus dikomandoi terlebih dahulu. Seperti pada ungkapan penulis . “ Etek-etek subalah rumah datang tanpa menunggu panggilan. Para sumandan telah lebih dulu datang. Pembagian tugas terjadi secara alami dan tanpa komando” Selanjutnya, pada halaman 51, penulis dengan petatah petitih menjelaskan tentang posisi dan fungsi mamak yang saat ini kurang diperhatikan. Fungsi mereka secara adat berangsur redup ditelan kesibukan masing-masing. Mereka lebih mengutamakan anak dan istri, tanpa mempedulikan perkembangan keponakannya. Seharusnya, pepatah “anak dipangku kamanakan dibimbiang” dapat diaplikasikan, bukan sekadar pelengkap catatan Budaya Alam Minangkabau. Kegigihan Gadis Danau Kembar Dalam novel ini, penulis mengisahkan kegigihan dan kesabaran seorang perempuan berusia tujuh tahun, Fatwa Tauqan. Seorang gadis kecil, bintang yang tengah bersinar di antara gugusan bintang lainnya. Lahir dari keluarga yang begitu memahami arti penting sosialisasi. Ibu yang penyayang, nenek yang cerdas dan peran sentral mamak, sebagai orang yang kasih sayangnya berada di urutan pertama setelah orang tua. Melalui proses penanaman karakter, telah membentuk kemenakan lincah itu menjadi pribadi yang cerdas. Hingga suatu ketika, lalapan api yang menghanguskan kawasan Pasar Simpang Tanjung Nan Ampek mengarahkan hidupnya menuju babak kedua. Belajar iqra’ yang

Sejarah Besar yang Tertutup

S

elama ini kebanyakan orang yang berkunjung negara Eropa tak lebih dari daya tarik Menara Eifell, Tembok Berlin, Stadion Sepakbola San Siro, Colloseum Roma atau gondolagondola di Venezia serta konser Mozart. Ternyata ada kesan lain dilihat oleh penulis yang berdomisili di negara Eropa selama kurang lebih 3 tahun. Selama itu dimanfaatkan oleh penulis untuk menjelajahi benua ini. Buku 99 Cahaya di Langit Eropa: Perjalanan Menapak Jejak Islam di Eropa ini diawali dengan pertemuan penulis yang menjadi tokoh sentral dalam novel ini dengan seorang wanita muslimah bernama Fatma Pasha. Fatma berkebangsaan Turki tapi menetap di Austria. Wanita ini memiliki ambisi untuk mencoba menebus kesalahan leluhurnya yang tidak berhasil menaklukan Eropa dengan cara kekerasan dan anarkisme. Kini Fatma mencoba meneruskan perjuangan sang leleuhurnya dengan teknik yang lebih Modern

yaitu dengan menebarkan senyum perjuangan dan kerendahan hati. Ia mepunyai misi yaitu menjadi muslimah berjuang dengan cara lebih baik dan meluruskan pradigma bahwa berjuang dijalan Allah itu tidak harus dengan genjatan senjata, kekerasan, anarkisme, dan sikap anti perdamaian. Namun, dapat ditalkukan dengan adu pemikiran yang melibatkan aspek ilmu pengetahuan. Setelah menapakkan kaki di Paris, penulis bertemu dengan dengan Marion Latimer, seorang Muallaf yang bekerja di Arab World Institute Paris. Sebagai ilmuwan disuatu lembaga penelitian, marion latimer menjadi juru kunci dalam memberikan keterangan tentang bagaimana eksistensi Islam pada masa silam di negara Eropa ini. Ia juga menjelaskan bahwa Eropa memiliki peninggalan sejarah Islam yang sangat berharga sehingga menyentuh hati penulis dan membuatnya fanatis lagi kepada agamanya yang sebenarnya adalah sumber pengetahuan yang cinta damai

dan penuh dengan cinta dan kasih. Marion latimer merupakan seorang informan yang baik. Ia menjawab semua rasa keingintahuan penulis tentang berbagai hal dalam sebuah museum yang mengandung nafas Islam, termasuk makna tulisan pada hijjab bunda Maria dan makna kata-kata pada piring-piring yang bertuliskan Arab Kufik, Lebih dari itu Marion juga menunjukkan kenyataan yang tak dapat dipungkiri bahwa bangunan pada zaman napoleon Bonaparte memerintah mulai dari la defense, arcdu triomphe de I’etoile,champ elyess obelisk, arc du triomphe du carrausal, luvre jika ditarik lurus akan menembus langsung kea rah kakbah, hal ini akan memunculkan pemikiran dari seseorang apakah napoleon seorang Muslim atau tidak? Buku ini merupakan goresan pertualangan sebuah pencarian sesuatu yang idealnya terjadi namun ditutupi oleh sesuatu yang penuhi unsur distorsi atau pemutarbalikan sejarah. Penuturan buku,yang ditulis

baru separuh harus terhenti ketika Allah berkata lain. Kebakaran tersebut merenggut fungsi matanya. Ia jadi buta. Ia sempat putus asa terhadap apa yang terjadi pada dirinya. Tetapi, berkat suntikan motivasi dan dukungan keluarga bersama mak tuo yang penyayang, guru ngajinya di surau , ia berhasil bangkit dari keputus asaan tersebut. Semenjak itu, hari-hari ia habiskan di tepi Danau Kembar untuk menghafal Al-Quran menggunakan Al-Quran Braille. Al hasil, berkat kegigihan di tengah keterbatasan yang ia miliki, ia mampu menghafal Al-Quran sebanyak tiga juz. Kedatangan seorang pemuda bernama Taufiq membawa angin keberuntungan bagi Fatwa. Pemuda cerdas, santun dan ramah yang belakangan akrab di sapa Uda Taufiq itu mengabarkan bahwa Fatwa boleh mengikuti lomba MTQ cabang tahfiz tingkat kecamatan. Pucuk dicinta ulam pun tiba. Pemuda yang seorang guru itu bersedia melatih Fatwa untuk persiapan lomba. Semangat Fatwa bergejolak. Ia mulai berlatih dengan Uda taufiq. Latihan itu pun membuahkan hasil yang luar biasa. Fatwa meraih peringkat pertama lomba tahfiz tingkat kecamatan. Keberhasilan itu tak membuatnya mudah puas dan berhenti sampai di situ. Ia terus belajar dan menghafal ayatayat Al-Quran. Selanjutnya, Fatwa mengikuti lomba tahfiz tingkat nasional. Fatwa sebagai perwakilan Sumatera Barat berhasil meraih peringkat kedua. Prestasinya ini mendapat apresiasi dari bapak gubernur. Akhirnya ia bisa menjadi duta Danau Kembar di kancah nasional. Di samping itu, novel ini juga sarat dengan nilai-nilai agama, moral, sosial, budaya dan kepercayaan. Nilai agama tersebut, seperti pada kalimat, “Di rumah terunik sepanjang masa, rumah kulit yang tak beratap dan bertangga. Di tengah kegelapan ia menjalani hidupnya sebagai calon manusia, ciptaan Allah yang paling sempurna” (halaman : 3). Adapun nilai budaya dan

Judul Buku Penulis Penerbit Tahun Terbit Tebal Buku Kategori Harga Resesensiator

kepercayaan, seperti, kepercayaan masyarakat tentang palasik, makhluk sejenis manusia yang dipercaya suka menghisap darah bayi. Keunggulan novel ini, cover novel sangat menarik. Gambar seorang gadis berkerudung yang tengah membaca Al-Quran. Perwatakan tokoh mudah dimengerti. Penyisipan gambar di awal setiap bagian/sup judul, membuat novel ini semakin menarik untuk dibaca. Tips-tips yang diulas penulis pada beberapa bagian dalam novel ini membuat pembaca tertarik untuk terus membaca novel ini sampai selesai. Seperti tips agar rambut tetap hitam walaupun sudah lanjut usia. Di balik keunggulan di atas, terdapat beberapa kelemahan. Kelemahan itu di antaranya, terdapat beberapa kesalahan pengetikan. Contohnya, pada kata ‘ayahnya’ seharusnya ayahnya, (halaman 7). Contoh lain, sebenarnya jika dihitung, dalam novel ini terdapat 38 bagian sup judul. Namun penomoran di bagian terakhir hanya sampai nomor 36. Ini dikarenakan kesalahan penomoran bagian dari beberapa bagian di dalam novel ini. Seperti ‘Balando dan Ameh Carano’ yang seharusnya nomor 17 tetapi masih ditulis nomor 16. Novel ini layak untuk dibaca dan dimiliki semua kalangan. Sebab, bahasanya renyah, jalinan kata menarik dan kisah yang diangkat menggelitik. Novel ini semakin bernilai karena penulis mampu mensinergikan nilai historis, agama, adat dan pariwisata. Selain itu, novel ini berisi motivasi hidup yang patut kita maknai. Novel Kutub Tak Bersalju merupakan novel pertama dari penulis belia bernama Amika An, yang bernama lengkap Rahmi Syalfitri Riska. Amika lahir di Simpang Tanjuang Nan IV, Danau Kembar, Solok, Sumatera Barat. Dia Putri pertama dari pasangan Kirman Aris dan Dessy Hayati. Sakarang, gadis berbakat ini tengah menempuh studi di Universitas Negeri Padang, Jurusan Ilmu Sosial Politik. Didorong oleh beberapa kisahkisah inspiratif, menyebabkan perempuan kelahiran 1 April 1993 ini termotivasi menulis novel dan menjadikan kampung halaman sebagai latar cerita.

: “99 Cahaya di langit Eropa” : Hanum Salsabila Rais & Rangga Alma hendra : Gramedia Pustaka Utama : Desember 2012 : 392 halaman : Novel Islami : Rp. 69.000,00 : Gusti Randi

oleh hanum Salsabila Rais dan Rangga Almahendra benar benar menghanyutkan kita seakan akan kita tengah berada ke dalam lingkup yang nyata dan dipeenuhi dengan nuansa perjalanan sejarah peradaban islam Eropa baik masa silam maupun untuk konteks sekarang. Disampaikan dengan tutur prmajasan yang menarik dan cara penyampaian yang jelas mambuat pembaca cepat memahami alur cerita dari kisah yang dipaparkan oleh penulis sehingga akan membuka mata kita tentang bagaimana dinamika kehidupan islam di Eropa dan merefleksikannya untuk memperkuat keimanan kita sebagai pembaca. Kelebihan buku 99 cahaya di langit eropa ini adalah kita sebagai pembaca akan merasakan seolah-

olah sedang mengelilingi eropa dengan berbagai model pendeskripsian dari penulis yang menghadirkan gambaran Eropa kedalam imajinasi kita.Sekaligus dapat mempelajari bagaimana sejarah Peradaban islam di Negara Eropa yang sebenarnya sangat membanggakan bagi kita sebagai pemeluknya. Disamping segala kelebihan buku ini juga terdapat sedikit kekurangan yaitu epilog yang disajikan di awal kurang menarik dan kalimat pada sub bab nya banyak yang menggantung sehingga akan menyebabkan pembaca kurang memahami sinkronisasi ceritanya. Namun, untuk keseluruhan buku ini sangat bagus dibaca khususnya kalangan pelajar dan akademisi guna menambah pengetahuan dan wawasan mengenai peradaban Islam di Eropa.




Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.