Radar Tasikmalaya Edisi 5 Mei 2012 ok

Page 34

10

SABTU, 5 MEI 2012 / 13 JUMADIL TSANI 1433 H

>> Kiprah Drs H Achdiat Siswandi MP Sukses Beternak Burung Perkutut

Awalnya Iseng, Kini Menggiurkan

SANTAI. diat Drs H Ach MP Siswandi laman ha i di bersanta nangkaran tempat pe Perkutut burung milikya (4/5). kemarin

FOTO-FOTO: DEDE MULYADI/RADAR TASIKMALAYA

Seekor Tembus Harga Rp 50 Juta BURUNG hasil tangkaran Achdiat sudah ada yang berbanderol Rp 50 juta pe rekor. “Tapi kalau yang harganya mahal tidak saya jual. Soalnya untuk dikembangbiakan. Kalau yang bagusnya dijual, bisa kalah saingan dengan peternak lain,” katanya. Apalagi beternak burung Perkutut berbeda dengan budidaya burung lain, yakni keturunan burung Perkutut dipasang cincin sebagai keterangan tentang garis keturunannya. “Keturunan indukan Perkutut yang ma-

na, keturunan ke berapa. Jadi mempertahankan burung yang berkualitas sangat penting demi menghasilkan keturunanketurunan yang baik,” paparnya. Adapun harga burung yang dijualnya minimal Rp 1 juta lebih. “Kalau jual burung itu tidak pasti. Sesuai dengan selera, ada yang suka burung jenis satu dengan harga yang lebih, tapi dibanderol harga tinggi tapi bisa ditawar rendah. Yang pasti, tidak menjual yang burung jagonya,” terangnya. (dem)

DRS H Achdiat Siswandi MP selama ini dikenal sebagai birokrat di Pemkot Tasikmalaya. Jabatannya kini Kepala Bappeda Kota Tasikmalaya. Namun, di balik kesuksesan karir kepegawaiannya, ternyata pejabat eselon II ini juga sukses menjadi pebisnis burung Perkutut. Tiap bulannya, dia mendapatkan Rp 20 juta dari peternakan perkutut miliknya itu. Tahun 1994 menjadi awal bagi Achdiat membudidayakan burung Perkutut. Indukan burung Perkutut yang pertama ditangkarkannnya hanya berjumlah tiga ekor. “Dari Warna Agung yang (burung Perkutut) telah berusia delapan bulan,” kata dia saat menyambut Radar dengan ramah kemarin (4/5) di peternakannya di Jalan Elang Subandar, Cipedes, Kota Tasikmalaya. Tiga indukan itu ditangkarkannya di tempat penangkaran di belakang rumahnya waktu itu di Perum Cislak, Cipedes, Kota Tasikmalaya. Meski tempat penangkarannya sederhana, burung perkututnya bisa berkembang biak dengan baik. Dari tiga ekor, bertambah jadi beberapa ekor. “Perkembangbiakan burung Perkutut cepat, sebulan bisa dua kali bertelur dan beranak,” lanjutnya. Hasil itu membuatnya bergairah beternak Perkutut. Dia makin optimis akan berhasil dalam bidang peternakan itu. “Ya artinya tidak selalu mengandalkan dari gaji dari PNS. Ingin dong ada tambahan dari yang lain dan pilihannya dari beternak burung perkutut,” jelasnya. Rasa percaya diri Achdiat kian menggebu-gebu, saat pamannya terus menerus datang membeli burung piyiknya (anak perkutut). “Meus-meus (tiba-tiba) datang, Lho aneh, baru anaknya (piyik Perkutut) saja sudah ada yang berani beli Rp 250 pe rekor. (Padagal) harga emas saat itu saja Rp 20-25 ribuan per gram,” kenangnya. Akhirnya dia pun mencari tahu potensi bisnis dari penjualan burung anakan perkutut yang dikembangkannya. Hingga dia memiliki chanel penjualan burungnya yang lebih tepat dengan harga yang lebih menjanjikan. Dari penjualan piyik perkutut membuatnya terus menambah pundi-pundi keuangan. Hingga dia mantap membudidayakan perkutut itu, tanpa harus melepas pekerjaan intinya, sebagai PNS. “Kalau diperhitungkan. Keuntungan penjualan burung keluar dalam sebulan bisa mencapai sekitar Rp 20 juta,” ungkap pria yang juga pehobi adventure ini. MANFAATKAN WAKTU LUANG

Sisa waktu bertugas sebagai PNS menurut Achdiat, masih banyak. “Terutama pada hari Sabtu dan Minggu,” ujarnya di tempat penangkaran burung perkututnya di kemarin. “Termasuk budidaya ini juga karena banyak luang waktu saja,” jelasnya. Meski diakuinya sebagai salah seorang pejabat petinggi di Pemerintahan Kota Tasikmalaya, waktu luang santainya masih dikategorikan sempit. “Pengurusan burung ini awalnya justru oleh istri. Karena saya belum bisa konsentasi seratus persen. Meski begitu kami telah lahaola bahwa usaha ini berhasil,” tandasnya. SEDIAKAN LAHAN BARU Tingginya permintaan burung perkutut hasil tangkarn Achdiat, mengharuskannya menambah lahan penangkaran. “Dulu tempatnya di Perum Cisalak, karena lokasinya kurang pas pindah ke sini. Rumah itu dikontrakan,” katanya. Lokasi yang dianggapnya signifikan, layak dan pas adalah samping halaman belakang rumahnya. Hal itu lanjutnya demi memenuhi permintaan dan peningkatan kualitas penangkaran. “Saya beli tanah disamping rumah untuk lahan baru menghabiskan sekitar Rp 100 jutaan belum sangkarnya Rp 12 jutaan. Tapi semua biaya dari hasil burung itu juga,” lanjutnya. Seiring perkembangan, usahanya kian maju. “Awalnya jumlah sangkar (penangkaran) hanya enam, lalu 16, sekarang sudah mencapai 34 sangkar,” jelas Ketua Persatuan Pelestari Perkutut Seluruh Indonesia (P3GSI) wilayah Priangan Timur ini. BERSIH Biasanya tempat penangkaran burung identik dengan kotor, baik jijik dan sebagainya. Tapi justru sangat bertolak belakang dengan konsep yang dilakukan Drs H Achdiat Siswandi. Tempat penangkaran dengan luas sekitar 20x20 meter itu sama sekali terlihat bersih. “Saya sengaja merancang sangkar ini terlihat nyaman dan bersih. Pembuangan kotorannya pun mudah. Disemprot kotorannya langsung hilang ke jalur pembuangan. Jadi tidak pernah terlihat banyak kotoran atau bau,” katanya. Bahkan untuk menunjukkan bahwa tempat penangkaran burungnya bebas dari bau kotoran atau ketidak nyamanan, dengan sengaja dia membuat taman tepat di sekitar sangkar. “Malah kita lebih asik santai di samping sangkar burung, bisa menikmati alunan suara merdu puluhan burung,” tegasnya. (dem)

Memakai Nama Klub Sepak Bola CARA Achdiat memudahkan ingatan dari ratusan burung yang dimilikinya yakni dengan memberi nama burung dengan nama klub sepak bola, MU, Liverpool, Barcelona dan sebagainya. “Kalau nama klub sepak bila dunia kebanyakan orang tahu. Makanya semua sangkar punya nama sendiri. Termasuk nama klub itu untuk menunjukan garis keturunan. Missal keturunan si MU, Jupe, Barca dan lainnya,” jelas mantan Asda III Kota Tasikmalaya ini. Termasuk ketika burung perkututnya menang di perlombaan, orang yang tertarik pasti bakal nyirian garis keturunannya. “Wah saya pesen keturunan yang A, B C dan seterusnya,” tambah dia mencontohkan. Adakah perbedaan kepada burung jagoannya? “Pada dasarnya perlakuannya sama, perawatannya pun sama. Hanya mempertahankan tidak sampai terjual saja,” ungkapnya. Salah satu pengalaman yang

membuat dia membanggakannya — dari sekian banyak lomba burung yang diikutinya— saat dia mengikuti lomba perkutut kelas best of the best. “Saya bangga sebab burung yang ikut kontes adalah yang terbaik dari yang terbaik yang harganya di atas dua ratus jutaan. Tapi akhirnya burung perkutut saya keluar juara, meski juara IV. Tapi pamornya langsung melonjak,” kenangnya. Kemana saja burung Perkututnya dijual? “Sejauh ini pasarnya se-Jabodetabek, Bali, Jambi. Bahkan pasarnya melalui internet. Jadi kemungkinan ada yang sampai ke luar negeri,” jelasnya. Terkait pemberian nama Koh In Nor untuk penangkaran burung Perkututnya, Achdiat mengatakan, “Koh In Nor artinya adalah mahkota terbaik dari yang terbaik. Ya semoga saja… (hasil penangkaran Perkutut) saya ini bisa menunjukkan yang terbaik,” harapnya. (dem)

RAWAT. Drs H Achdiat Siswandi MP merawat burung perkututnya.


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.