22 WACANA 1 okt

Page 1

22

SENIN, 1 OKTOBER 2012 / 15 DZULQAIDAH 1433 H

JATI DIRI PD III di Laut China Timur TAK berlebihan rasanya kalau ada yang mulai mengkhawatirkan eskalasi konflik perebutan pulau antara Jepang, Tiongkok, dan Taiwan di Laut China Timur bakal mengarah pada Perang Dunia (PD) III. Sebab, mereka yang terlibat dalam konflik itu, terutama Jepang dan Tiongkok, adalah negara dengan kekuatan ekonomi raksasa serta memiliki sekutu di dua kutub yang berbeda. Amerika Serikat sudah secara terbuka menyatakan akan mengirimkan pasukan untuk membela Jepang seandainya benar pecah perang memperebutkan Kepulauan Senkaku (versi Tiongkok, Kepulauan Diayou). Dan kita tahu, tanpa harus mendeklarasikannya, ’’lawan abadi’’ AS, Rusia, sudah pasti bakal berada di pihak Tiongkok, negeri yang memiliki hubungan khusus dengan mereka sejak zaman Perang Dingin pada era Uni Soviet dulu. Kalau Tiongkok dan Rusia sudah terlibat, otomatis sekutu mereka, Korea Utara, juga bakal terpancing. Dan, keterlibatan Korea Utara itu hampir pasti pula bakal menyeret Korea Selatan. Ketegangan di Laut China Timur itu bisa jadi juga merembet ke kawasan tetangga, Laut China Selatan. Sebab, di sana, Tiongkok juga berebut hak kepemilikan Kepulauan Spratly dengan beberapa negara Asia Tenggara. Sekarang saja konflik di dua kawasan itu sudah memicu unjuk kekuatan masing-masing negara. Tiongkok yang baru saja mendongkrak anggaran militernya memamerkan kapal induk terbaru mereka pada Selasa lalu (25/9). Angkatan Laut Taiwan juga menuntun rombongan nelayan mereka berkonvoi di dekat Senkaku. Jepang? Negeri Samurai itu tak ragu menangkapi kapal-kapal asing yang berani memasuki teritori gugusan delapan pulau yang kaya minyak, mineral, dan ikan tersebut. Bahkan, pada hari yang sama dengan peluncuran kapal perang Tiongkok, kapal perang Jepang dan Taiwan juga berduel dengan saling menembakkan meriam air. Di Vietnam dan Filipina, sentimen anti-Tiongkok juga terus menguat. Serupa dengan yang terjadi di Tiongkok yang beberapa waktu belakangan dilanda aksi anti-Jepang. Di tengah ’’api’’ yang mulai menyala seperti itu, hanya butuh ’’sebotol bensin’’ untuk membuatnya membara. Apalagi, Jepang dan Tiongkok, khususnya, punya sejarah panjang perseteruan. Perang Sino Jepang I –yang antara lain berujung pada pendudukan Senkaku oleh Jepang– serta Perang Sino-Jepang II bisa disebut sebagai contoh. Konflik perebutan Senkaku pun berlangsung sejak 1970an. Karena itu, yang dibutuhkan sekarang adalah mencegah agar tidak sampai ada yang melemparkan bensin ke kedua kawasan yang tengah memanas tersebut. PBB, seberapapun ragunya kita kepada kapabilitas badan dunia itu, jelas harus berada di garda depan untuk mendinginkan suasana. PBB mesti memastikan agar perundingan bilateral antar negara-negara yang berkonflik terus berlangsung. Jepang, Tiongkok, Taiwan, Vietnam, atau Filipina harus terus diyakinkan bahwa perang tidak akan menguntungkan siapa pun. Yang kalah hanya akan jadi abu dan yang menang bakal cuma memunguti arang. (*)

KUHP-kan Tawuran Siswa T

AWURAN pelajar mengakibatkan sesama mereka luka-luka, bahkan hingga kehilangan nyawa! Pelajar menjadi pembunuh! Sebutan itu berat masuk di nalar, tapi nyata. Kejadiannya kian kerap terulang. Tragedi tersebut menghangatkan kembali wacana tentang pentingnya pendidikan karakter. Saya setuju. Orang tua perlu berperan lebih aktif dalam proses pendidikan anak-anak mereka, dan tidak ’’memasrahkan’’-nya kepada pihak sekolah semata. Baguslah itu. Siswa perlu diberi kesempatan lebih luas untuk mengekspresikan gairah muda sesuai tuntutan psikologis mereka. Ide yang pantas didukung. Tapi, semua gagasan tersebut butuh waktu tidak singkat agar dapat berproses, sehingga menghasilkan manfaat yang diharapkan. Masalahnya, problem paling akut saat ini, menurut saya, adalah menindak para pelajar yang menjelma sebagai pembunuh tersebut. KENAKALAN DAN KEJAHATAN Pelajar yang melakukan pembunuhan, sesuai Undang-Undang PerlindunganAnak (UUPA), bisa jadi masih berusia anak-anak. Di dalam UUPA tercantum bahwa anak adalah individu sejak berada dalam kandungan hingga sebelum 18 tahun. Kelakuan mereka yang tidak baik lazimnya dikategorikan sebagai kenakalan, bukan kejahatan. Konsekuensinya, anak yang sebenarnya telah melanggar hukum tidak patut dipidanakan. Sebagai gantinya, kepada mereka, dikenakan cara-cara alternatif (alternative dispute resolution) seperti group conferencing. Tujuannya lebih pada membingkai persoalan anak sebagai persoalan keluarga,

Oleh: sekolah, bahkan masyapemberatan hukuman. rakat luas. Dengan penSebagai catatan, peneREZA INDRAGIRI AMRIEL dekatan seperti itu, diyakini lantaran maupun kekejampeluang keberhasilan proan dan perlakuan salah meses edukasi ulang akan lebih besar mengrupakan tiga penjelasan umum tentang hasilkan anak dan keluarga (terutama orang penyebab perilaku-perilaku buruk anak. tua) dengan perilaku yang telah termoAnak menampilkan perilaku buruk sebagai difikasi. cara untuk menarik perhatian karena telah Kesannya, sampai di situ memang ideal. ditelantarkan atau sebagai balas dendam Tapi, kalau kita mau konsekuen dengan karena telah diperlakukan secara keji atau UUPA, berarti pelajar yang telah melanggar wujud duplikasi perilaku karena sehari-hari hukum tidak dipidana, faktanya, pernahkah melihat orang tua ’’berkomunikasi’’ dengan ada alternative dispute resolution yang mengandalkan kekerasan. diselenggarakan secara paripurna? Apakah Kenyataannya, saya juga tidak percaya ada pernah, misalnya, kedua keluarga (pelaku majelis hakim yang telah menyandarkan diri dan korban) dipertemukan? Apakah pepada UUPA untuk menghukum orang tua mantauan berkala dilakukan terhadap anak anak berdasar kondisi-kondisi tersebut. dan keluarganya oleh otoritas terkait seAtas dasar itu, titik berangkatnya, saya macam dinas sosial? Paling tidak, karena mengusulkan dilakukannya perubahan pendekatan non pemidanaan membutuhterhadap pengategorian usia anak. Usul ini kan dana yang tidak kecil serta kerja sistemik dilatarbelakangi pandangan bahwa dalam yang komprehensif, terintegrasi, serta berkejadian ekstrem siswa membunuh siswa kesinambungan, saya ragu ada cerita sukses lain, saya justru melihat penggunaan acuan tentang pelaksanaan cara-cara alternatif usia anak berdasar UUPA tidak menunjukdalam mengatasi anak Indonesia yang berkan keberpihakan terhadap korban. masalah dengan hukum. AMICUS CURIAE Soal lain, kelakuan-kelakuan keji seperti Berbeda dari UUPA yang menetapkan yang dilakukan pelajar-pembunuh kerap dikategori anak-anak berdasar usia biologis, pandang sebagai manifestasi buruknya agar proses hukum dapat berjalan ke depan, pengasuhan orang tua. Sekali lagi, jika kita perlu dipertimbangkan bahwa penetapan mau konsekuen dengan UUPA dan pandakategori anak maupun pasca-anak diperngan tersebut, siswa (anak) pembunuh itu hitungkan berdasar usia psikologisnya. sesungguhnya berhak diasuh atau diangkat Pergeseran penetapan usia anak ini diutaorang lain sesuai dengan peraturan yang makan pada kasus-kasus berat, termasuk berlaku (pasal 7 UUPA). Bahkan, pasal 13 pembunuhan. Dengan melibatkan amicus UUPA menegaskan bahwa orang tua yang ticuriae seperti dari kalangan psikologi perdak melaksanakan kewajiban pengasuhan kembangan, daya nalar anak ditakar. Bila sebagaimana mestinya, baik dengan menepelajar yang membunuh tersebut disimpullantarkan maupun memperagakan kekekan sudah mempunyai pemahaman yang jaman atau perlakuan salah lainnya, dikenai memadai tentang baik buruk atau benar-

salah, menurut saya, tidak tepat lagi dia tetap dikategorikan sebagai anak hanya karena UUPA by default mengelompokkan usia biologisnya sebagai usia anak-anak. Sebagai gantinya, pelajar yang bukan anak lagi tersebut dimintai pertanggungjawaban secara pidana. KUHP ditegakkan. Undangundang orang dewasa. Demikian pula, sejumlah pasal ketentuan pidana dalam UUPA (bab XII) ditegakkan tidak untuk meringankan ancaman bagi si pelaku, melainkan guna memberikan pemberatan sanksi bagi siswapembunuh tersebut. Begitu juga untuk siswa provokator. Logika kerja yang sama, yakni penetapan kategori pasca-anak berdasar usia psikologis, bisa diterapkan terhadap siswa-siswa senior yang telah memprovokasi adik-adik kelas mereka untuk memusuhi bahkan mencederai dan menghabisi siswa-siswa dari sekolah yang berbeda. Siswa provokator dapat dijerat dengan dua pasal. Pertama, pasal 160 KUHP: ’’Barangsiapa di muka umum dengan lisan atau dengan tulisan menghasut supaya melakukan sesuatu perbuatan yang dapat dihukum..., dihukum dengan penjara selama-lamanya enam tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp 4.500.00.’’ Kedua, pasal 87 UUPA: ’’Setiap orang yang secara melawan hukum merekrut atau memperalat anak... atau pelibatan dalam peristiwa yang mengandung unsur kekerasan... dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).’’ Laksanakan! (*) Dosen psikologi forensik Universitas Bina Nusantara

Kita Masih Punya Identitas ”Janganlah melihat ke masa depan dengan mata buta! Masa yang lampau adalah berguna sekali untuk menjadi kaca benggala dari pada masa yang akan datang’’ (Ir. Soekarno).

N

ASIHAT Presiden Soekarno pada HUT kemerdekaan tahun 1966 itu sangatlah relevan untuk kini kita direnungkan kembali. Mengingat keadaan masyarakat hari ini dengan segala kebobrokan beserta kerusakan di berbagai dimensi. Ancaman disintegrasi bangsa masih terus membayangi. Dan kasus gerakan separatis di Papua yang tak kunjung selesai adalah contohnya. Bahkan pertikaian di Sampang yang berbau SARA, atau aksi teroris di Solo tempo hari semakin mencemaskan rasa persatuan kita sebagai bangsa. Di tengah kusutnya persoalan kebangsaan yang melanda Indonesia kini –di mana sikap apatis mulai menggejala– menumbuhkan optimisme menjadi sangat penting. Misal dapat dimulai dengan usaha reflektif- komparatif antar bangsa. BERKACA PADA JEPANG Bangsa Jepang dengan kemajuannya yang pesat di bidang teknologi dan pendidikan dapat dijadikan usaha komparatif untuk becermin. Dalam konteks kemajuan pembangunan sebagaimana prestasi bangsa Jepang, yang menarik adalah strategi pembangunan itu tanpa meninggalkan nilai tradisi dan budayanya. Salah satu tradisi bangsa Jepang yang terpelihara itu adalah nilai chou sebagai ajaran leluhur bangsa Jepang yang mengajarkan kesetiaan. Merasuknya ajaran chou dalam sanubari manusia-manusia Jepang inilah yang ke-

potensi membuka cakraOleh: mudian melahirkan sikap wala pemikiran bangsa Interpuji. Implikasinya dapat SUMASNO HADI donesia. Bahwa kita adalah dilihat pada tingkat kesetiabangsa yang semakin jauh an (nasionalisme, patriodari nilai-nilai tradisi serta budayanya. tisme) manusia Jepang yang sangat tinggi Sungguh bangsa kita yang besar ini tak kepada tanah airnya. kurang materi atau bahan ajaran nilai-nilai Contoh lain lagi dari nilai-etika tradisi luhur. Setiap wilayah NKRI yang begitu Jepang yang dijunjung tinggi adalah nilai luasnya memiliki kearifan lokal yang menjadi seppuku atau budaya malu yang kerap identitas budaya masyarakatnya. Mulai muncul dalam etika politiknya. Mereka, para sepanjang tanah Sumatra, Jawa, Kalimanpolitisi yang melakukan perbuatan metan, Sulawesi, hingga Papua dan lainnya, nyimpang akan dengan sukarela dan besar setiap daerah memiliki nilai kearifan buhati meninggalkan jabatannya dan berdayanya sendiri. tanggung jawab atas perbuatannya. Dari ragam kearifan lokal tersebut lahirlah Bahkan, sering terdapat kasus harakiri adat-istiadat, ajaran-ajaran hidup, dan persebagai jalan bunuh diri untuk memperadaban. Falsafah bangsa yang terdapat tahankan martabat. Hal ini semata-mata dalam kearifan lokal bangsa Indonesia itulah karena adanya rasa taat, hormat, dan tangyang perlu digali dan disistematisasikan. gung jawab sebagai pencerminan nilai-nilai Juga perlu diaktualisasikan dalam programbushido atau sikap kesatriaan. Begitulah program yang lebih bersifat praktis-strategis, gambaran bangsa Jepang yang mampu sebagai ruh dan kekuatan bangsa dalam menyeimbangkan nilai-nilai tradisi dengan membangun peradaban. Lalu bagaimana perkembangan ilmu pengetahuan. Hasilnya peranan Pancasila sebagai dasar filsafat dalam bidang sains dan teknologi, bangsa (philosophie grondslag) dan pandangan Jepang melaju dengan begitu cepatnya hidup (way of live) bangsa kita? mengungguli bangsa-bangsa lain. Selain bersumber pada kearifan lokal, POSISI KEARIFAN LOKAL Pancasila juga diperkuat nilai-nilai agama Berkaca pada kemajuan bangsa Jepang, sebagaimana manusia Indonesia yang mamenjadi penting bagi kita untuk turut menyoritas beragama. Karena secara esensial, cari terus-menerus suatu jalan pemikiran nilai budaya memiliki kandungan nilai yang bagi persoalan aktual bangsa. Mulai dari soal sama dengan agama. Misal prinsip keadilan kemerosotan moral generasi muda, gejala dan kemanusiaan sebagai konsen dari ajaran korupsi di kalangan pejabat, pertikaian antar Islam. Pancasila merupakan bentuk komgolongan, kekisruhan politik, hingga kepromis para pelopor bangsa dengan tetap rusakan sumber daya alam dan lain-lain. menyertakan kandungan nilai agama secara Bermacam kerusakan bangsa tersebut gamuniversal. pang sekali ditemukan di media massa kita Hal tersebut dimaklumi karena realitas setiap harinya. Di lain hal, cerminan kekehidupan beragama di Indonesia yang majuan bangsa Jepang nampaknya ber-

sangat beragam. Intinya, Pancasila sebagai falsafah dan dasar negara sudahlah cukup mapan untuk dijadikan panduan berbangsa dan bernegara. Memang, Pancasila sebagai rujukan dan sumber tertib hukum bangsa Indonesia tidak akan mempunyai peran apa-apa untuk menyelesaikan persoalan kebangsaan jika tanpa dibarengi usaha nyata bangsa Indonesia sendiri. Dibutuhkan usaha-usaha integratif dari seluruh komponen masyarakat untuk mengaktualisasikannya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Tanpa usaha sungguh-sungguh itu maka Pancasila hanyalah kata-kata bijak yang memperindah wacana tanpa menyentuh persoalan. Setelah berkaca pada kemajuan bangsa Jepang, maka seperti ucapan Bung Karno ’’Janganlah melihat ke masa depan dengan mata buta,’’ –bangsa Indonesia tidak bisa tidak untuk menyongsong masa depannya sendiri dengan jalan kejernihan pandangan, melalui keluhuran identitas bangsa, dan kembali pada arahan nilainilai tradisi. Nilai dalam tradisi itulah yang dijadikan sebagai ruh dan kekuatan untuk mencapai kemajuan peradaban. Tanpa identitas bangsa pada penerapan nilai-nilai budayanya, maka usaha kita untuk mencapai kemajuan hanyalah suatu usaha yang gelap tanpa pegangan atau landasan yang kuat. Bukankah kita masih punya Pancasila sebagai identitas bangsa? Akhirnya patut kiranya untuk bersama kita menyerukan, ’’Sekali lagi, Pancasila!’’ (*) Magister Filsafat UGM, Dosen Prodi Sendratasik FKIP UNLAM Banjarmasin

Pendiri: H Mahtum Mastoem (Alm). General Manager: Dadan Alisundana. Pemimpin Redaksi/Penanggung Jawab: Ruslan Caxra. Redaktur Pelaksana: Usep Saeffulloh. Asisten Redaktur Pelaksana Pracetak: Midi Tawang. Koordinator Liputan: M Ruslan Hakim. Redaktur: Tina Agustina, Nancy AQ Mangkoe. Asisten Redaktur: Candra Nugraha, Asep Sufian Sya’roni, Irwan Nugraha, Ujang Yusuf Maulana. Penanggung Jawab Web: Husni Mubarok. Reporter: Dede Mulyadi, Permana, Lisna Wati, Lisan Kyrana. Singaparna: Sandy Abdul Wahab. Ciamis: Iman S Rahman, Yana Taryana. Pangandaran: Nana Suryana. Banjar: Kukun Abdul Syakur (Kepala Biro), Deni Fauzi Ramdani. Wartawan Luar Negeri Melalui Jawa Pos News Network (JPNN): Dany Suyanto (Hongkong). Sekretaris Redaksi: Lilis Lismayati. Pracetak: Achmad Faisal (Koordinator), Sona Sonjaya, Husni Mubarok, H Yunis Nugraha. IT: Harry Hidayat. Iklan: Agustiana (Manager), Nunung, Devi Fitri Rahmawati, Jamal Afandy. Iklan Perwakilan Jakarta: Yudi Haryono, Azwir, Eko Supriyanto, Mukmin Rolle, Arief BK, Asih . Pemasaran dan Pengembangan Koran: Dede Supriyadi (Manager), Asep H Gondrong, Yadi Haryadi, Toni, Dani Wardani. Promosi dan Event: M. Fahrur, Sarabunis Mubarok. Keuangan: Nina Herlina (Manager), Novi Nirmalasari (Accounting), Rina Kurniasih (Inkaso), Tatang, Dian Herdiansyah (Kolektor). Diterbitkan: PT. Wahana Semesta Tasikmalaya. Percetakan: PT Wahana Semesta Java Intermedia. Komisaris Utama: H. M. Alwi Hamu, Komisaris: Lukman Setiawan, Dwi Nurmawan. Direktur Utama: H. Suparno Wonokromo. Direktur: Yanto S Utomo. Alamat Redaksi/Pemasaran/Iklan/Tata Usaha/Percetakan: Jl. SL Tobing No. 99 Tasikmalaya 46126, Telp. 0265-348356-57, Fax. 0265- 322022, email: radar.tasikmalaya@gmail.com. Perwakilan Cirebon: Jl. Perjuangan No. 9 Cirebon Tlp: (0231) 483531, 483532, 483533. Perwakilan Bandung: Jl. Margahayu Raya Barat Blok SII No.106 Bandung Telp. 022-7564848, 08182398875 (Sofyan). Perwakilan Jakarta: Komplek Widuri Indah Blok A-3, Jl. Palmerah Barat No. 353, Jakarta 12210, Telp. 021-5330976, HP: 081320279893. Tarif Iklan: hitam putih (BW) Rp 28.000/mm kolom, warna (FC) Rp 38.000/mm kolom, iklan baris Rp 15.000, iklan halaman 1 (FC) Rp 76.000/mm, iklan halaman 1 (BW) Rp 56.000/mm , No. Rekening: 0520110944 - BANK SYARIAH MANDIRI Cabang Tasikmalaya, 0007245361001 - BANK JABAR BANTEN Cabang Tasikmalaya, an. PT Wahana Semesta Tasikmalaya. Referensi Semua Generasi

Isi diluar tanggung jawab percetakan

SEMUA WARTAWAN RADAR TASIKMALAYA SELALU DIBEKALI TANDA PENGENAL ATAU SURAT TUGAS, DAN TIDAK DIPERKENANKAN MENERIMA/MEMINTA APAPUN DARI NARASUMBER.


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.