Surya Edisi Cetak 12 Mei 2010

Page 15

12

RABU 12 MEI 2010

JALIN

mereka bicara AKADEMISI

Masih Miskin Koordinasi PAKAR Agribisnis Fakultas Pertanian UPN “Veteran” Surabaya, Dr Ir Zainal Abidin MS mengatakan, program yang dicanangkan Pemprov Jatim di bidang pertanian sudah cukup baik, misalnya, berusaha memangkas ketergantungan terhadap pupuk organik. Namun, menurutnya, ada beberapa hal yang harus diperbaiki, terutama pada masih lemah dan miskinnya koordinasi dan integrasi antarlembaga (stake holder). “Koordinasi dan intregrasi ini menjadi penting karena masalah pertanian sejatinya tak hanya diselesaikan oleh dinas pertanian. Tapi harus melibatkan disperindag (dinas perindustrian dan perdagangan) dan dinas koperasi,” kata Zainal Abidin, Selasa (11/5). Dengan mayoritas petani yang tinggal di desa, koperasi harus manjadi triger untuk menggerakkan perekonomian masyarakat pedesaan. Dengan begitu, aliran uangnya dapat memicu pertumbuhan ekonomi. Selain itu, dengan manajemen tradisional yang diugemi, produk primer tanaman pangan dan hortikultura dari petani, biasanya langsung dijual. Mestinya, agar mendapatkan income lebih besar, harus diberi sentuhan tertentu dari produk primer menjadi produk sekunder dan olahan. “Dengan begitu, petani akan mendapatkan nilai tambah,” tegas anggota Tim Ahli Pokja Ketahanan Pangan Jatim ini. ■ uji

KESRA

JALAN LAIN MENUJU KESEJAHTERAAN RAKYAT

TETAP LUMBUNG NASIONAL

LUAS LAHAN PERTANIAN JATIM

Sawah Jagung Kedelai Ubi Kayu Kacang Tanah

: : : : :

1,9 juta hektare 1,29 juta hektare 264.779 hektare 207.507 hektare 180.557 hektare

Jumlah petani Jatim: 47 persen dari sekitar 38 juta jiwa jumlah penduduk Jatim

DOK HUMAS PEMPROV

PANEN RAYA - Gubernur Soekarwo dan istri, Ny Nina Kirana Soekarwo, istri Wagub, Ny Fatma Saifullah, dan Wagub Saifullah Yusuf ketika menghadiri acara panen raya di Ngawi beberapa waktu lalu. Dengan peningkatan produksi pertanian, Jatim bertekad tetap menjaga posisinya sebagai penyanggah lumbung pangan nasional.

Gemah ripah loh jinawi, toto tentrem kertorahardjo. Peribahasa Jawa tersebut menunjukkan betapa kaya dan suburnya kekayaan alam kita. Jika kekayaan yang melimpah itu dapat dimanfaatkan oleh masyarakat yang mayoritas pencahariannya bercocok tanam, kesejahteraan pasti akan tercapai. MUJIB ANWAR SURABAYA

EKSEKUTIF

Izin Dipersingkat KEPALA Dinas Pertanian Jatim, Wibowo Eko Putro mengatakan, selain membuat sejumlah program pro petani, Pemprov Jatim melalui lembaga yang dipimpinnya juga telah membuat gebrakan dengan cara merevolusi waktu pengurusan perizinan untuk produk pertanian dan hortikultura. Ketika masih menggunakan sistem otoritas kompeten keamanan pangan daerah (OKKP-D), untuk mengurus izin membutuhkan waktu sekitar dua bulan. Kemudian ketika dibentuk unit reaksi cepat (URC) dengan menerjunkan pejabat keliling daerah, pengurusan izin itu bisa dipangkas menjadi 45 hari saja. surya/uji Dan sekarang, layanannya dapat Wibowo Eko Putro dipersingkat lagi menjadi hanya 16 hari. “Itu sudah setara dengan waktu perizinan di Singapura. Bahkan lebih cepat,” ujar Wibowo Eko Putro kepada Surya, Senin (10/5). Tidak hanya mempercepat proses perizinan, kata Eko, pihaknya juga telah menjalin kerjasama di bidang pertanian dan hortikultura dengan sejumlah negara, seperti dengan PT Valor Jepang, Java Green Taiwan, Australia Barat (Mangga), dan Singapura (Agriculture Veteriner Authority/AVA). ■ uji

U

NTUK mewujudkan itu, pemerintah harus berada di garda terdepan dengan program-program pro pertanian. Apalagi jumlah petani Jatim sekitar 47 persen dari jumlah penduduk yang mencapai 38 juta jiwa. Dari situlah Pemprov Jatim mengusung visi, bertekad menjadikan Jatim sebagai pusat agribisnis tanaman pangan dan hortikultura terkemuka dan berdaya saing. Gubernur Soekarwo mengatakan, pengembangan pertanian tanaman pangan dan hortikultura akan dilakukan dengan

memanfaatkan sumber daya alam dan sumber daya manusia sesuai lokalitas yang ada. Namun pengelolaannya harus dilakukan dengan manajemen profesional yang berbasis agribisnis. “Mulai dari hulu, on farm sampai hilir harus mengedepankan konsep itu. Dan semua unsur penunjang yang ada juga harus ikut mendukung,” ujarnya kepada Surya, Selasa (11/5). Pakde Karwo –panggilan Gubernur Soekarwo- menekankan itu karena Jatim merupakan penyangga (baca: lumbung) pangan nasional. Meski jumlah penduduknya terbesar di Indonesia, dengan lahan sawah 1,9 juta hektare, 1,29 juta hektare jagung, dan 264.779 hektare lahan kedelai

DOK HUMAS PEMPROV

POHON - Gubernur Soekarwo (kedua dari kiri) mendampingi Presiden SBY dalam acara tanam pohon di Bendungan Bening, Desa Pajaran, Saradan, Kabupaten Madiun, pada 18 Januari 2010.

yang dimiliki, produksi tanaman pangan seperti padi, jagung, kedelai, dan ubi kayu dan tanaman hortikultura selalu surplus dibanding konsumsi yang dibutuhkan. Tahun 2009, produksi padi mencapai 11,259 juta ton gabah kering giling (GKG). Jumlah ini memberi kontribusi 17,50 persen dari produksi nasional sebesar 64,33 juta ton GKG. Kontribusi jagung lebih besar lagi. Dengan produksi 5,266 juta ton pipilan kering, kontribusinya 29,94 persen terhadap produksi nasional sebesar 17,57 juta ton. Yang luar biasa kedelai, dari produksi nasional 972,95.000 ton ose, 36,51 persen atau 355,26 ribu ton ose berasal dari Jatim. “Tak hanya itu, kita juga memberi sumbangan besar untuk produksi buah dan sayuran nasional,” jelasnya. “Jadi, di bidang tanaman pangan dan hortikultura, nasional memang sangat bergantung pada Jatim,” sambung Wakil Gubernur Saifullah Yusuf (Gus Ipul). Posisi sentral itu tak lepas dari surplus produksi yang dicapai. Beras misalnya, dengan produksi 7,334 juta ton, sementara konsumsi hanya 3,22 juta ton, maka surplusnya 4,12 juta ton. Jagung surplus 2,28 juta ton, karena dengan produksi 5,27 ton yang dikonsumsi hanya 2,78 ton. Ubi kayu juga surplus 2,73 ton, dari produksi 3,22 juta ton yang dikonsumsi 800,89 ribu ton. Hal sama terjadi pada tanaman holtikultura jenis mangga, dengan produksi 846,97 ribu ton, konsumsi 187,49 ribu ton, maka

surplusnya 659,48 ribu ton. Pisang surplus 1,10 juta ton, karena dari 1,49 juta ton dikonsumsi 386,82 ribu ton. Jeruk surplus 440,77 ribu ton, dengan produksi 525,60 ribu ton konsumsi cuma 84,83 ribu ton. “Meski banyak yang surplus, tapi ada juga yang minus, yakni kedelai. Konsumsi sebanyak 404,95 ribu ton, tapi produksi kita hanya 355,26 ribu ton,” kata Pakde. Agar produksi tanaman pangan dan hortikultura makin meningkat, sejumlah terobosan dilakukan Pemprov, seperti memberikan bantuan benih unggul untuk 140.000 hektare di 29 kabupaten/kota dan memperluas areal tanam non sekolah lapang pengelolaan tanaman terpadu (SLPTT). Selain itu, penggunaan pupuk organik mulai dikembangkan. Caranya, dengan memberi bantuan 668 alat pembuat pupuk organik (APPO) senilai Rp 20,04 miliar kepada kelompok tani di tiap kecamatan. Tak hanya itu, bantuan alat pascapanen berupa 20 unit rice milling unit (RMU) senilai Rp 1,8 miliar, 29 unit lantai jemur senilai Rp 2,75 miliar, dan bantuan alat pascapanen ubi serta hortikultura juga diberikan. Dengan berbagai upaya itu, Pakde Karwo dan Gus Ipul berharap posisi Jatim sebagai penyangga pangan nasional dapat dipertahankan. Sehingga para petani dan wong cilik dapat merasakan langsung manfaatnya untuk memperbaiki kesejahteraannya. Gemah ripah loh jinawi, toto tentrem kertorahardjo. ■

Soekarwo, Anak Petani yang Mengubah Nasib dengan Belajar

Dari Keluarga PM, Ingin Jadi TNI, Malah Jadi Gubernur “Manusia dapat mengubah nasibnya dengan belajar.” Pernyataan itu disampaikan Gubernur Soekarwo, Senin pekan lalu di hadapan 300 siswa SMA dalam peringatan Hari Pendidikan Nasional di Tugu Pahlawan. Gubernur menceritakan sekelumit masa kecilnya untuk memotivasi generasi muda agar mau mengikuti jejak langkahnya. MUJIB ANWAR SURABAYA

M

ENURUT Pakde Karwo, panggilan akrab Gubernur Soekarwo, apapun latar belakang kita, jangan mengalah pada keadaan. Semangat untuk mengubah nasib menjadi lebih baik harus terus mengental dalam tiap laku hidup. “Dan caranya

hanya dengan belajar. Tak ada jalan lain,” tegas Pakde Karwo. Bapak tiga anak ini bercerita, dia lahir 16 Juni 1950 dari keluarga petani di Palur, Madiun. Sebuah desa agraris terletak 7 km dari Jalan Raya Madiun-Ponorogo. Masa kecilnya dihabiskan di desa itu. Meski petani, keluarga Pakde Karwo tergolong PM alias `Petani Makmur`. Dengan memiliki lahan cukup luas, orangtuanya

dapat membiayai studi anakanaknya mulai SD, SMP, SMA, hingga perguruan tinggi. Usai lulus SMAK Sosial Madiun (1969), Soekarwo melanjutkan kuliah di Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya (1979), meraih gelar pascasarjana hukum di Universitas Surabaya (1996), dan gelar doktor di Universitas Diponegoro Semarang (2004). Semua dilakukan sambil menjalankan tugas sebagai aparat negara, Pegawai Negeri Sipil (PNS). “Semua karena tekad yang kuat dan tentunya karena dukungan penuh keluarga,” akunya seraya menimpali bahwa cita-citanya dulu menjadi anggota TNI. Menurut Pakde, banyak cara yang dapat dilakukan untuk meraih mimpi maupun cinta.

Di hadapan siswa dari tiga sekolah –SMAN 1, SMAN2, dan SMAN 5 Surabaya, Pakde mencontohkan dirinya yang kerap memilih perpustakaan untuk belajar sekaligus tempat pacaran dengan Nina Kirana yang sekarang menjadi istrinya. “Habis uang kiriman tidak cukup untuk nonton bioskop, sehingga tiap hari ya ke perpustakaan sambil pacaran,” tukasnya. Usaha keras dan giat belajar di antara keterbatasan itu ternyata membuahkan hasil. Prestasi akademik mantan Sekdaprov Jatim ini selama kuliah cukup moncer. Dia bahkan menjadi mahasiswa berprestasi. Untuk itu, Pakde Karwo kembali berpesan pada para siswa, betapapun bodoh seseorang dan apapun latar belakang keluarga-

nya, jika mau belajar sungguhsungguh dan berani berperang ‘melawan nasib’, pasti ada titik terang dan dapat memenangkan peperangan untuk mengubah nasib. “Apalagi kalian generasi muda yang di masa depan akan menjadi pemimpin bangsa ini. Dan bisa juga menjadi gubernur seperti saya,” harapnya. Nazia, siswa SMAN 1 Surabaya mengaku sangat termotivasi oleh cerita singkat Pakde Karwo. “Saya tak menyangka, ternyata Pakde Karwo yang jadi Gubernur pertama pilihan rakyat Jatim itu anak seorang petani,” katanya. Dia berjanji akan giat belajar untuk menggapai cita-cita. Nazia juga akan mengurangi kegiatan yang tak perlu. “Pacaranpun harus yang konstruktif ya, seperti Pakde yang memilih

ISTIMEWA

SEKELUARGA - Gubernur Soekarwo bersama istri, Ny Nina Kirana, dan ketiga anaknya: Ferdian Timur Satyagraha, Karina Ayu Paramita, dan Kartika Ayu Prawitasari. pacaran di perpus sambil belajar,” ujarnya lalu tersenyum. Apa yang disampaikan Pakde Karwo agar generasi muda dapat mengikuti jejaknya dapat dimaklumi. Karena selain dia, sukses serupa juga

diraih Bibit Waluyo, Gubernur Jawa Tengah 2008-2013. Pensiunan jenderal bintang dua TNI AD ini juga anak petani di Klaten yang tak kenal lelah belajar untuk mengejar citacitanya. ■


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.