E-paper Surya Edisi 8 April 2013

Page 15

YouGen surya.co.id

HALAMAN 14

|

surabaya.tribunnews.com

| SENIN, 8 APRIL 2013

Kumpulkan Limbah untuk Biogas

B

au busuk yang tajam langsung menguar ketika tangan Romy Senjaya, mahasiswa Teknik Informatika Universitas Surabaya (Ubaya) mengaduk sumur kecil di belakang rumah Paiman. Bau busuk dari sumur kecil itu membuat Rommy meringis tanpa berani menghentikan adukan. Maklum, yang diaduk mahasiswa itu adalah kotoran sapi. Di pekarangan rumah Paiman di Dusun Penunggulan, Desa Kebontunggul, Kabupaten Mojokerto, memang dibuat sentra pengolahan biogas yang berasal dari kotoran sapi. Di pekarangan luas itu ada instalasi biogas. Instalasi biogas terdiri atas empat bagian besar yaitu pengaduk kotoran sapi, reaktor penghasil gas, penampung biogas, dan kompor biogas. Instalasi seperti itu bisa diterapkan di rumah warga. Rumah Paiman dipilih karena pekarangannya cukup luas dan sapinya banyak sehingga dapat menghasilkan kotoran yang menjadi bahan baku biogas. Romy bersama tim Lembaga Pengabdian dan Penelitian Masyarakat (LPPM) Universitas Surabaya sedang memastikan instalasi yang dibuat pada 2010 itu tetap berfungsi dengan baik. Bagi Paiman, instalasi yang ada di pekarangan rumahnya itu menjadi pemecah masalah. Sapi yang dimiliki bapak dua anak itu cukup banyak. Sebelum ada instalasi biogas, kotoran sapi ditumpuk begitu saja di belakang rumah. Kotoran sapi itu menjadi bukit kecil yang baunya membuat pusing. “Apalagi kalau musim hujan. Baunya luar biasa. Kasihan anakanak dan tetangga,” kata Paiman yang ditemui Jumat (5/4). Romy menambahkan bahwa kotoran sapi di bagian pengadukan benar-benar memabukkan. “Saat saya mencoba mengaduk kotoran sapi, memang baunya luar biasa. Saya tidak membayangkan bahwa bau yang saya hirup ini menjadi oksigen tambahan bagi keluarga Pak Paiman,” ungkap Romy. Begitu ada instalasi biogas, Paiman bersyukur karena kotoran sapi dapat dimanfaatkan. Apalagi dengan menjadikan kotoran sapi sebagai bahan memasak, berarti Paiman mendapat dua keuntungan. Kotoran hilang dan dapat memasak tanpa perlu membeli gas. Instalasi biogas di rumah Paiman tidak datang dengan sendirinya. Butuh proses panjang hingga kotoran sapi dapat diolah. Proses panjang itu berawal dari upaya LPPM Ubaya dengan bantuan Bapemas (Badan Pemberdayaan Masyarakat) Kabupaten Mojokerto, untuk

biogas Kotoran sapi yang menjadi limbah di Dusun Penunggulan, Desa Kebontunggul, Kecamatan Gondang, Kabupaten Mojokerto, dapat diolah menjadi biogas. Namun perlu waktu untuk meyakinkan warga bahwa teknologi ini benar-benar bisa bermanfaat bagi mereka.

foto-foto dokumen pribadi

Saat saya mencoba mengaduk kotoran sapi, memang baunya luar biasa. Saya tidak membayangkan bahwa bau yang saya hirup ini menjadi oksigen tambahan bagi keluarga Pak Paiman. romy senjaya mahasiswa teknik informatika universitas surabaya

memilih desa yang akan dikembangkan menjadi lebih baik. Terpilihlah Desa Kebuntunggul dengan empat dusunnya untuk melakukan pemetaan tentang permasalahan warga. Permasalahan yang muncul saat survei di lapangan yaitu adanya rumah yang jauh dari kata sehat, pendapatan warga yang minimal, kondisi tanah untuk bercocok tanam sangat baik, dan ada olahan toga namun masih belum maksimal. Tim dari kampus Ubaya memberikan solusi mengurangi tumpukan kotoran hewan sapi yang menggunung sehingga mampu. Biogas menjadi pilihan karena warga di dusun itu memiliki sapi dalam jumlah banyak. Setelah melakukan uji coba selama empat kali, baru biogas bisa dimanfaatkan untuk kebutuhan rumah tangga. Limbah biogas dapat dimanfaatkan juga sebagai

join facebook.com/suryaonline

pupuk tanaman. Bahkan pupuk yang dipakai hasil limbah biogas lebih bagus efeknya ke tanaman daripada kotoran sapi langsung. “Sejak tim LPPM Ubaya ke dusun saya, tidak pernah saya ragu, karena kotoran sapi di rumah saya memang mengganggu. Saya saat itu juga mengkuti setiap uji coba yang dilakukan untuk mencari penyebab belum mengalirnya biogas di kompor saya,” ungkap Paiman. Kompor biogas berbeda dengan kompor gas yang sering masyarakat dunakan dirumah. Secara fisik hampir sama hanya pembeda pada besaran lubang spoiler. Spoiler kompor biogas lebih besar dibandingkan dengan kompor gas biasa. Ketika akhirnya biogas berfungsi, Paiman dan keluarganya sangat senang. Itu pula yang dibagikan kepada para tetangga sehingga mereka akhirnya percaya rombongan dari kampus Ubaya benar-benar menunjukkan bukti bahwa perubahan yang akan dilakukan dapat membuat kehidupan menjadi lebih baik. Tahun ini direncanakan membuat kandang komunal. Kandang atau rumah hewan ternak sapi akan menjadi tempat berkumpulnya sapi-sapi warga yang tidak memiliki lahan cukup jika dipelihara di rumah. Dengan instalasi skala besar, diharapkan menghasilkan biogas yang dapat dimanfaatkan warga setempat sebagai tempai pengisian ulang gas 3 kg. (hayuning permana)

Perlu Waktu untuk Mendapatkan Kepercayaan

S

emua orang menginginkan rumah yang sehat. Itu pula yang ingin dirasakan oleh sebagian besar warga Dusun Penunggulan, Desa Kebontunggul, Kecamatan Gondang, Kabupaten Mojokerto. Hampir setiap rumah memiliki hewan ternak yang kandangnya berada di belakang rumah. Kotoran hewan peliharaan menggunung di sudut rumah, sehingga bau tidak sedap menjadi santapan setiap saat. Kondisi itu membuat LPPM Universitas Surabaya memikirkan solusi agar terwujud rumah sehat keluarga. Dusun Penunggulan pernah mendapat bantuan Inpres Desa Tertinggal (IDT) dari pemerintah. Saat itu bantuan yang diberikan berupa hewan peliharaan sapi untuk penduduk berjumlah 60 ekor. Setelah berkembang biak, pengembangan rumah sehat keluarga menjadi jauh dari layak. Sehingga pada awal 2011 LPPM sudah memulai menyosialisasikan rencana ke de-

S

pan dengan warga empat dusun yaitu Penunggulan, Jemanik, Kudus, dan Sengon. Mereka datang berbondong-bondong ke balai desa berhadap sesuatu yang lebih baik. Pada saat itu LPPM Ubaya lebih berkonsentrasi dengan pengembangan rumah sehat keluargas yaitu dengan memberikan solusi mengurangi tumpukan kotoran hewan sapi yang menggunung sehingga mampu mengurangi bau kurang sedap dan penyakit penyakit yang timbul akibat penumpukan kotoran. “Saat saya datang ke Balai Desa untuk menyosialisasikan program pengolahan limbah kotoran sapi menjadi energi yang lebih bermanfaat selain pupuk, respons warga sangat kurang,” ungkap Arief Budhyantoro, Koordinator Pengabdian LPPM Ubaya. Sebenarnya ketika masyarakat tidak tertarik dengan program yang diajukan, justru membuat tim LPPM bersemangat mencari

tahu penyebab di balik ketidaktertarikan masyarakat Dusun Penunggulan. Tak perlu waktu lama, Arief dan timnya menemukan penyebab itu. Ternyata beberapa tahun yang lalu Dusun Penunggulan pernah diberi bantuan tentang pengolahan limbah kotoran sapi menjadi energi yang bisa dimanfaatkan, namun gagal atau tidak memberikan hasil yang memuaskan warga. “Mencari kepercayaan masyarakat, apalagi warga dusun bahkan warga desa tidak mudah,” ungkap Utomo selaku staf LPPM yang lalu juga ikut memberikan sosialisasi pembibitan kelengkeng di Desa Tanjungan. Kalau untuk kasus yang satu ini baru butuh waktu lama. Hampir satu tahun LPPM Ubaya bekerja membuktikan bahwa pengolahan kotoran ternak menjadi energi seperti umum di masyarakat disebut biogas bisa dilakukan dan benar-benar menghasilkan energi. (hayuning permana)

Mencari Pemasukan untuk Keluarga

etelah masalah penataan rumah sehat usai, biogas menjadi primadona. Warga dapat melihat bahwa biogas mampu meringankan pengeluaran keluarga. Kotoran sapi yang awalnya menjadi limbah akhirnya justru diubah menjadi bahan penting. Kepercayaan yang tumbuh karena keseriusan pembuatan proyek contoh membuat warga berharap mendapatkan peluang untuk memiliki pemasukan. Salah satu yang dapat dilakukan para ibu adalah dengan mengolah hasil tanaman obat

keluarga (toga) supaya layak dijual. Warga Dusun Penunggulan mulai mengolah hasil toga. Para ibu membuat kurmat (kurma tomat). Hasil tomat yang didapat dari kebun cukup banyak. Olahan tomat itu menjadi produk yang mulai digemari. Selain kurmat, masih ada beberapa produk olahan tanaman seperti manisan jahe, ramuan bubuk untuk hipertensi, kencing manis, keputihan, dan masih banyak lagi. “Seru melihat warga desa masih menyuguhkan keguyuban antarwarga,”

ungkap Romy. Mahasiswa semester akhir itu justru banyak belajar dari kerukunan yang ditunjukan secara wajar oleh para ibu. Kebersamaan yang dipelajari Romy memang beralasan kuat karena hampir setiap minggu, warga Dusun Penunggulan malakukan kerja bakti untuk terus menjaga dusunnya menjadi dusun percontohan. Bukan hanya kebanggaan karena dusunnya patut dicontoh, melainkan juga karena kehidupan warga menjadi lebih baik. (hayuning permana) follow @portalsurya


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.