Ls edisi 5

Page 1

Terbit Senin dan K amis

Edisi 5 - 15 Desember 2014

Setempat PENANGGUNG JAWAB

A

pakah kita pernah membayangkan bahwa suatu ketika kita mempersoalkan demokrasi REDAKSI yang sedang berlangsung di Eropa dan Syamsudin, S.Pd, MA Amerika, atau di negeri-negeri lain? AT. Erik Triadi, S.IP Katakan saja kita protes, dan mengatakan bahwa kita meragukan kualitas proses demokrasi mereka dalam ALAMAT REDAKSI menghasilkan pemimpin. Kita ragu apakah proses Jl. Cendrawasih No. 2 pemilihan berjalan dengan sebenar-benarnya Mejing Lor - Desa Ambarketawang Kecamatan Gamping sehingga menghasilkan pemimpin yang juga baik. Kabupaten Sleman Mengapa kita mempersoalkan? Karena kita merasa Daerah Istimewa Yogyakarta bahwa para pemimpin mereka itu, dalam kenyataan Telp : 0274-9543879 e-mail : sekret@rumahsuluh.org tidak mampu membawa negeri mereka kepada website : rumahsuluh.org puncak pencapaian, dan juga kita mempersoalkan karena sepak terjang negeri-negeri tersebut, justru membawa masalah di negeri lain. Apakah kita membayangkan, apa reaksi dari warga bangsa-bangsa tersebut, ketika kita mempersoalkan apa yang mereka kerjakan? Tentu saja mereka akan Harus ada sebuah upaya berbalik protes, karena kita dituding ikut sistematis untuk campur tangan urusan mereka. Dan memperkuat kapasitas dengan dada membusung, mereka pasti akan mengatakan, bahwa proses partisipatoris di kalangan politik yang mereka buat adalah sebuah masyarakat lokal sendiri proses yang terbaik, dan proses untuk memajukan isu-isu tersebut didasarkan pada nilai-nilai dan kepentingan mereka. setempat. Mereka juga akan Erwin Razak, S.IP

(AE Priyono, 21/5/2013

1


SULUH

mengatakan bahwa cara pandang yang kita ajukan adalah cara pandang yang bias dengan nilai-nilai yang kita anut, dan karena itu, pasti tidak sesuai dengan nilai-nilai yang mereka anut. Praksis hidup dan tata kelola suatu negeri, sudah barang tentu tidak bisa dicangkokkan atau dipaksakan, terlebih jika praksis yang dimaksud, adalah produk impor yang bertentangan dengan nilai-nilai setempat. Bukankah ini adalah cara pandang yang sangat sederhana. Mereka yang hidup merantau di negeri orang, tentu akan mudah menyadari bahwa adat istiadat daerah asal mereka tidak dapat diterapkan di tempat baru mereka, dan oleh karenanya mereka akan menjunjung tinggi adat setempat. Di mana bumi dipijak, disitu langit dijunjung. Demikian halnya ketika kita bertamu, maka secara otomatis kedudukan kita adalah tamu, yang dengan sendirinya harus mengikuti atauran yang ada di rumah tersebut, bukan sebaliknya. Prinsip ini adalah kewajaran dan telah berjalan lama. Di terima sebagai hal yang sudah semestinya. Oleh sebab itu, kita perlu

2 edisi 5 15 Desember 2014

memeriksa dengan seksama praksis hidup dan cara kita mengelola hidup bersama. Apakah benar kita menggunakan tata kelola yang didasarkan pada nilai-nilai setempat, ataukah kita telah abai dengan kearifan setempat, dan tanpa sadar telah menggunakan “benda-benda asing� yang kita sendiri tidak mengenal karakter aslinya?

Optik ini hendak kita pergunakan untuk melihat dengan jelas kualitas para pemimpin yang telah dipilih rakyat, dengan tata cara yang kita ambil dari tata cara global atau tata cara yang selama ini dianggap sebagai sebuah kebenaran yang tidak dapat dipersoalkan lagi, yakni demokrasi. Apakah para pemimpin yang telah duduk di kursi kekuasaan Negara, adalah mereka yang nyatanya dapat mengemban apa yang menjadi harapan


SULUH

para pemilihnya? Jika kita mengatakan tidak, maka masalah sedang terjadi. Apa yang selama ini kita lakukan adalah tindakan yang bukan mempersoalkan tata cara yang kita pakai dalam memilih para pemimpin tersebut, melainkan mempersoalkan berbagai hal yang kita katakan sebagai penyimpangan, yang sedemikian rupa sehingga pemimpin yang berkualitas tidak muncul. Dan dengan cara berpikir itu, kita diwajibkan bersabar, membiarkan kesalahan berlangsung, dan demi tata cara yang telah disakralkan (baca: tidak boleh dipersoalkan kebenarannya) tersebut, kita diminta mengoreksi pilihan pada periode berikutnya: dengan tata cara yang sama. Barangkali kita sungkan untuk mempersoalkan apa yang berlangsung di dalam negeri. Kita bisa mempersoalkan apa yang berlangsung di luar sana, yakni pemilihan para pemimpin negeri, dengan tata cara yang sama. Apakah mereka berhasil memilih pemimpin yang baik? Ataukah tidak. Dan logika baku yang dipakai adalah biarkan atau beri kesempatan yang sudah terlanjur dipilih, kita koreksi pada periode berikutnya. Kalau ada pemimpin, di negeri di luar sana, punya kegemaran mencampuri urusan negeri lain, dan tidak ragu untuk menguasai negeri lain, apakah itu dapat diklaim sebagai keberhasilan dalam memilih pemimpin, ataukah tidak? Benarkah

rakyat di negeri seberang sana menyetujui adanya penjajahan suatu bangsa atas bangsa lain? Kita berkeyakinan tidak. Nurani umat manusia sama, yakni menghendaki keadilan dan tegaknya peri kemanusiaan. Jika demikian, apa maknanya? Kepada siapa sebetulnya tata cara tersebut mengabdi? Apabila dalam prakteknya tata cara dimaksud tidak pernah mampu melahirkan pemimpin yang mampu menciptakan keadilan, berpihak kepada kemanusiaan dan anti pada penjajahan, apa yang seharusnya kita pikirkan? Dalam momentum kekinian, nampaknya kita perlu membuat jarak, dan melihat dengan dingin, jernih dan kritis, terhadap cara kita mengelola negeri selama ini? Apa yang telah kita capai, dapat menjadi titik pijak untuk melakukan refleksi, koreksi dan penilaian ulang. Tentu kita tidak perlu ragu didalam membuat penilaian, karena maksud mulia kita adalah membawa bangsa ini kepada masa depannya yang mulia selama-lamanya. Kalau kita ragu, takut atau tidak punya keberanian untuk memeriksa langkah bangsa, maka besar kemungkinan kita tidak akan beranjak jauh. Kita perlu keberanian kolektif, untuk menemukan kembali kekuatan sejarah, agar kita dapat menyegerakan pencapaian citacita kemerdekaan.

3 edisi 5 15 Desember 2014


SULUH

Workshop Pengembangan Desa Banyuraden Pembenahan desa pasca terbitnya Undang-undang Nomor 6 tahun 2014 penting dilakukan agar dapat mengoptimalkan kewenangan serta anggaran desa yang besar, sehingga kesejahteraan rakyat yang diharapkan dapat terwujud. Terkait hal tersebut, Pemerintah Desa Banyuraden Kecamatan Gamping, Sleman DIY berkerjasama dengan Rumah Suluh menyelenggarakan Workshop Pengembangan Desa Banyuraden di Balai Desa Banyuraden, Jum’at (12/12) malam. Kegiatan tersebut diikuti puluhan peserta yang terdiri dari perangkat desa, ketua dan anggota BPD, perwakilan BKM, karang taruna dan tokoh masyarakat. Dalam kesempatan tersebut, Sudarisman SE Kepala Desa Banyuraden mengatakan sangat penting untuk desa berbenah pasca diberlakukannya undang-undang desa. Agar perubahan yang ada dalam UU desa dapat bermanfaat bagi masyarakat desa. “Tantangan kita, selain UU desa yakni pada 2015 mendatang kita akan masuk dalam masyarakat ekonomi Asean. Ini merupakan peluang sekaligus tantangan bagi desa juga,” jelas Sudarisman.

4 edisi 5 15 Desember 2014

Erwin Razak Direktur Rumah Suluh yang hadir sebagai narasumber dalam workshop tersebut mengatakan dengan UU baru kedaulatan desa dikembalikan kepada rakyat desa. ini harus betulbetul dimanfaatkan untuk mewujudkan kesejahteraan. “Hanya saja agar pembangunan desa betul-betul bisa dirasakan masyarakat, proses pembangunannya hendaklah menyertakan rakyat desa. Ruang partisipasi rakyat desa harus dibuka dan kapasitasnya juga diperkuat,” terang Erwin. Ketua BPD Desa Banyuraden mengharapkan pemerintah desa dapat meningkatkan kapasitas perangkat desa. “Kami mengharapkan kinerja perangkat desa dapat ditingkatkan, sehingga dapat melayani masyarakat dengan maksimal. Jika diperlukan, kami mengharapkan Rumah Suluh dapat membuatkan standar kinerja perangkat desa,” tandasnya.


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.